ETIKA Pers Dan Penyiaran
Post on 11-Aug-2015
345 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
TUGAS ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Andrik Purwasito, DEA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Uji Kompetensi III dan IV
Disusun oleh:
1. Eka Sulistiana (D0209027)
2. Henridho Kharisma Arif (D0209039)
3. Iksan Jaid Saputra (D0209041)
4. Reza Kurniawan (D0209069)
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
I. Tentang Kode Etik Jurnalistik
1. Mengapa dibutuhkan Undang-Undang tentang Pers?
Pada dasarnya tugas dan fungsi per itu sendiri menurut Muhammad budyatna
(2006;27) adalah mewujudkan keinginan ini melalui media cetak maupun media
elektronik seperti radio, televisi dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers tidaklah hanya
sekedar itu, melainkanlebih dalam lagi yaitu mengamankan hak-hak warga negara dalm
kehidupan bernegaranya.
Semenjak bergulirnya reformasi, diskursus mengenai kebebasan pers mulai ramai
kembali. Iklim orde baru yang tidak bersahabat dengan pers telah berlalu, insan pers pun
mulai menyambut harapan bahwa mereka dapat menjalankan profesionalismenya sebagai
jurnalis yang bertanggung jawab dan mengedepankan kebenaran.Usaha pemerintah untuk
menjamin kebebasan ini kemudian dituangkan melalui undang-undang pers yang
dikeluarkan pada 1999. UU Nomor 40 Tahun 1999 ditandatangani oleh Menteri
Sekretaris Negara RI, Muladi, dan disahkan Presiden RI pada saat itu, B.J. Habibie.
Menurut ketentuan UU tersebut, pers memiliki fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Masih dalam pasal yang sama (pasal 3), pers pun
berfungsi sebagai lembaga ekonomi
Masih dalam UU tersebut, pasal 6 menyatakan bahwa pers harus melaksanakan
peran, di antaranya; pertama, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Peran ini
tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat Indonesia selama 32 tahun di bawah kekuasaan
Orde Baru yang absolut. Segala informasi pada saat itu dipilih-pilih dan disembunyikan.
Informasi yang tampil ke hadapan publik hanyalah informasi yang berkaitan dengan
kegiatan Suharto dan kroninya. Kantung-kantung informasi tertutup bagi publik dan juga
pers. Peran pertama ini tentu menjadi pengobat masyarakat dari kondisi yang serba
terbatas tentang informasi yang ingin mereka ketahui.
Terdapat dua sisi kepentingan dalam bidang media, yaitu : pertama, pertimbangan
kepentingan umum atau kepentingan publik. Atas nama kepentingan umum atau
kepentingan publik. Atas nama kepentingan umum atau kepentingan masyarakat negara
harus mengatur dalam konstitusinya mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu
HAM adalah hak menyatakan pendapat. Salah satu cara menyatakan pendapat di muka
1
umum adalah dengan menggunakan media massa. Oleh karena itu, media pada dasarnya
adalah alat bagi masyarakat luas untuk menyatakan pendapat secara bebas.
Dari sisi ini media harus dilindungi dari segala bentuk pengekangan atau
gangguan lainnya, agar rakyat tidak terganggu dalam menyatakan pendapatnya.
Terganggunya keberadaan media akan merupakan gangguan bagi rakyat untuk
menyampaikan pendapat berarti terhambatnya pelaksanaan HAM. Melemahnya
pelaksanaan HAM sama dengan mlemahnya penegakan konstitusi.
Kedua, kepentingan bisnis. Pada sisi lain, telah menjadi kenyataan bahwa
pengelolaan media dilakukan oleh sebuah organisasi yang pada umumnya untuk mencari
laba dalam sistem ekonomi kapitalis. Karena itu kepentingan umumnya pada media bisa
terkontaminasi oleh kepentingan privat perusahaan. Dari sisi ini media harus
dikendalikan agar tidak merugikan rakyat.
Hubungan tiga pihak antara media, kepentingan umum, dan kepentingan privat ini
lah yang menjadi dasarnya atau inti dari hukum media. Hukum media menjaga agar
kepentingan umum dapat terjada dalam media. Namum hukum media juga menyadari
bahwa media harus dapat menghidupi dirinya. 1
Secara teori, pelaksanaan kemerdekaan pers di Indonesia sesungguhnya telah
diatur dalam Undang-undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam praktiknya,
Undang-undang Pers yang mengatur dan memberikan perlindungan terhadap
kemerdekaan pers tersebut ternyata selalu berhadapan dengan pendekatan-pendekatan
lain dari sisi hukum, termasuk adanya beragam penafsiran.
Dari materi yang dikandungnya dan apa yang telah dijelaskan di atas, UU Pers
No. 40 Tahun 1999 sebenarnya telah menjamin kebebasan pers sebagai hak asasi warga
negara dan wujud kedaulatan rakyat. Undang-Undang ini juga dengan tegas menolak
sejumlah ancaman eksternal terhadap kebebasan pers, khususnya: (1) Penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2); (2) Tindakan yang berakibat
menghambat atau menghalangi pelaksanaan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3). Kepada siapa saja yang
melakukan ancaman terhadap pers.
1 Hari Wiryawan. Dasar-Dasar Hukum Media (Yogyakarta,apustaka Pelajar,2007) hlm.134
2
Selain melindungi kebebasan pers, asas tanggung jawab (responsibility) media
terhadap publik juga dikandung oleh UU Pers. Dalam bekerja pers berpotensi melakukan
kekeliruan hingga menyangkut kepentingan orang atau sekelompok orang.
Bagaimanapun ketika persoalan ini terjadi, bukan berarti pers bisa bebas lepas dari
pertanggungjawaban atas kekeliruan yang dilakukannya. Karena pers diwajibkan
menyelesaikan persoalan ini sesuai ketentuan yang diperuntukkan kepada pers. Ketika
persoalan terjadi akibat karya jurnalistik yang dihasilkan oleh pers, masyarakat berhak
menuntut pers untuk mempertanggungjawabkannya. Dan persoalan jurnalistik
diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik, berupa Hak Jawab dan Hak Koreksi sesuai
UU Pers. Karena itulah, UU Pers membatasi kebebasan pers dengan beberapa kewajiban
hukum, antara lain:
1) Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan
rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1);
2) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya (Pasal 1 ayat 11);
3) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), hak setiap orang untuk mengoreksi atau
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain (Pasal 1 ayat 12). Dalam praktiknya, beberapa
media juga menggunakan lembaga mediator sendiri untuk persoalan yang
diakibatkan karya jurnalistik, yakni ombusdman. Ombusdman yang akan
membantu penyelesaian persoalan akibat pemberitaan dengan muaranya adalah
dikeluarkan hakjawab dan hak koreksi oleh media yang dituduh bersalah.
4) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar (Pasal 6 ayat c);
5) Wartawan memiliki dan menaati kode etik (Pasal 7 ayat 2).
2. Apakah undang-undang tersebut mengatur tentang Etika Komunikasi?
Hukum komunikasi adalah hukum yang mengatur tentang berbagai masalah yang
berkaitan dengan aspek-aspek telekomunikasi atau yang berkaitan dengan aspek-aspek
telekomunikasi atau yang berkaitan dengan penggunaan ranah publik gelombang radio,
3
termasuk aspek teknisnya, hukum komunikasi juga mengatur tentang masalah
kepemilikan dan perizinan, hal-hal yang diatur misalnya telekomunikasi, telepon, radio,
TV, satelit komunikasi dan aspek teknis komunikasi laiinya dalam bidang etika
komunikasi pada dasarnya.
3. Bagaimana PWI bersama Komponen Pers membangun Etika Jurnalistik (KEJWI)?
Hukum pers biasanya diasumsikan sebagai hukum pers cetak. Dalam hukum pers
cetak di indonesia banyak membahas aspek hukum pidana. Sementara di negara maju
hukum pers hanya meliputi dua aspek saja yaitu pembatasan kepemilikan dalam hal ini
berhubungan dengan hukum penyiaran dan maslah hukum dagang dalam hal ini untuk
mencegah monopoli pasar informasi yang ada.
Dengan asumsi diatas dalam kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers
adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan
hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan
pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung
jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol
oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk
memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan
etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan
menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
4. Jelaskan pengertian tentang Pers?
a) Right to Know :
Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak
manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. Istilah kebebasan pers
sebenarnya nama generik untuk seluruh hak bersifat asasi warga masyarakat, berupa
4
hak untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam membentuk dan
membangun secara bebas pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk
menyatakan pikiran dan pendapat di pihak lain. Makna ini berkaitan dengan
tersedianya informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah
masyarakat. Dan kiranya kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan
terpeliharanya peradaban manusia. Media pers dan jurnalis hanya salah satu di
antara sekian banyak pelaksana bagi kedua hak asasi ini.
b) Fairness – big name (name) make news :
Tidak pilih kasih Istilah ini khususnya yang menyangkut komunikasi massa yang
meliputi beberapa aspek etis, misalnya menerapkan etika kejujuran atau obyektivitas berdasarkan
fakta, tidak memihak dengan menulis berita secara berimbang sertamenerapkan etika
kepatutan atau kewajaran. Aspek kejujuran atau obyektivitas dalam komunikasi merupakan
etika yang didasarkan kepada data dan fakta. Faktualitas menjadi kunci dari etika kejujuran;
menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak memutarbalikkan fakta yang ada. Dalam
istilah lain adalah informasi yang teruji kebenarannya dan orangnya terpercaya atau dapat diakui
integritas dan kredibilitasnya.
c) Cover both-side and justice :
Keberimbangan memberikan pendapat Keseimbangan juga menjadi unsur
penting untuk menjaga kredibilitas penulis. Sering terjadi, tulisan terhadap sebuah
persitiwa berkesan berat sebelah dan menguntungkan sebuah pihak sambi
merugikan pihak lain. Menurut penelitian kelemahan mendasar dari ketidak
seimbangan ini sering muncul sebagai contoh pemberitaan condong ke suara pejabat
dan institusi pemerintah, kurang memberi kesempatan pada munculnya suara
masyarakat.
d) Abuse :
Penyelewengan dalam artian jurnalistik tidak boleh memberikan opini
tentang fakta, harus berkata benar atau tidak boleh membohongi masyarakat, karena
ketergantungan masyarakat kepada pers dalam memperoleh informasi yang kian
5
besar. Sehingga pers atau jurnalistik wajib memberi kebebasan bagi masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar.
e) Bias :
Jurnalis tidak boleh melakukan manipulasi menambah atau mengurangi fakta
f) Plagiarisme :
Mencontek pemberitahuan dari sumber lain plagiarisme dapat dikatakan
sebagai perilaku mencontek karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya dan
menganggap tulisan tersebut adalah hasil karya pribadinya. Perilaku plagiarisme
terkait masalah etika, kejujuran dan karakter seseorang.
g) Accuracy :
Akurat dalam isi berita Akurasi atau keakuratan disebut-sebut sebagai dasar
untuk segala macam bentuk penulisan jurnalistik. Apabila seorang jurnalis ceroboh
dalam akurasi, artinya sang jurnalis membodohi atau membohongi khalayak.
h) Off the Record :
Hak tolak nara sumber menyatakan tidak dipublikasikan sebagai contoh
permintaan dari sumber berita untuk tidak menyiarkan keterangan yang diberikan
oleh sumber berita. Menurut penjelasan pasal 14 kode etik jurnalistik PWI bahwa
off-the-record terjadi berdasarkan perjanjian antara sumber berita dan wartawan
yang bersangkutan untuk tidak menyiarkan informasi yang telah diberikan sumber
berita.2
2 Muhammad budyatna, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2006).hlm.107
6
II. Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
1. Mengapa dibutuhkan Undang-Undang Penyiaran?
a. right to know --- media contents
Perlunya pengaturan bagi media massa baik media penyiaran hal ini dilakukan
untuk menyampaikan pesan kepada massa, media penyiaran yang dalam
menyampaikan pesan melalui teknologi telekomunikasi baik berupa suara, pesan
berupa suara dan kemudian didistribusikan melalui frekuensi gelombang radio.
Frekuensi gelombang radio ini secara hukum dinyatakan milik publik atau ranah
publik. Karena itu, penggunaannya harus memperoleh izin dari publik. Penggunaan
frekuensi gelombang radio tersebut juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik.Oleh karenanya media penyiaran menggunakan fasilitas publik dalam
distribusinya, maka media ini memperoleh pelakuan yang lebih ketat dimata hukum.3
Konsekuensi penggunaan ranah publik oleh media penyiaran antara lain adalah
perlunya wadah yang dapat mewakili kepentingan umum untuk mengawasi
penggunaan frekuensi gelombang radio. Wadah disini memiliki fungsi sebagai
regulator atau pengatur. Di Indonesia wadah tersebut bernama Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI).
Gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, pada tahun 1998, berhasil
menumbangkan rezim Orde Baru. Secara hakiki, gerakan reformasi juga
menumbangkan model birokrasi otoriter yang diterapkan rezim. Represi politik serta
konsentrasi kekuasaan media, mendapat resistansinya. Kontrol negara yang begitu
powerfull di masa Orde Baru tidak lagi bisa diberlakukan. Sistem sensor ketat,
pembredelan media, hingga TV Poll misalnya, menghadapi perlawanan justru dari
insan media. Muara dari nuansa pemberontakan terhadap rezim kemudian
terakumulasi pada tuntutan demokratisasi penyiaran yang dipersonifikasi pada revisi
UU Penyiaran yang berlaku ketika itu.
Desakan bagi demokratisasi penyiaran mulai bergulir ketika pada tanggal 7 Juni
2000, 26 anggota DPR yang terdiri dari berbagai fraksi mengajukan usul inisiatif RUU
tentang penyiaran. Hal ini dimungkinkan karena sesuai dengan bunyi Peraturan Tata
Tertib DPR – RI pasal 125 Ayat (1) menyatakan bahwa, ‘sekurang – kurang nya 10
3 Hari Wiryawan. Loc . Cit
7
(sepuluh) orang anggota dapat mengajukan usul rancangan undang – undang usul
inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat’.
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh para pengusul pada Rapat
Paripurna tanggal 21 Juli 2000, maka pada tanggal 4 September 2000, masing-masing
fraksi di DPR telah memberikan tanggapan atas usul inisiatif RUU tentang Penyiaran
yang semula berupa usul inisiatif beberapa inisiator secara resmi telah berubah
menjadi usul inisiatif DPR-RI.4
b. bussiness ---- kepemilikan, monopoli informasi
Ada dua aliran besar yang menaungi ekonomi-politik penyiaran dalam
diskursus komunikasi. Yang pertama, liberal political economy. Mufid (2005: 83)
menerjemahkannya sebagai instrumen untuk melihat perubahan sosial dan
transformasi sejarah sebagai suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk
mengorganisasi dan menangani ekonomi pasar, guna tercapainya suatu efisiensi yang
maksimum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu; sedangkan yang
kedua, critical political economy yang melihat relasi antara agensi (individu dalam
tema liberal) dan strtuktur (pasar dan negara) dengan lebih dinamis Hidayat (2001:3).
Critical political economy atau kajian ekonomi politik kritis memiliki tiga
varian10: instrumentalis yang banyak dikembangkan oleh Herman dan Chomsky
cenderung menempatkan agen (tindakan yang secara nyata dilakukan oleh aktor sosial
atau agen) pada posisi lebih dominan dalam suatu struktur atau kultur. Media
dipandang sebagai instrumen dominasi yang bisa dipergunakan sepenuhnya untuk
kepentingan penguasa politik dan pemilik modal. Varian kedua adalah strukturalis
yang cenderung melihat struktur sebagai totalitas yang solid dan permanen. Struktur
dianggap memiliki superioritas terhadap agen. Sedangkan Golding dan Murdock
(Sudibyo, 2004: 3) mengembangkan varian konstruktivis yang pada intinya melihat
adanya interplay atau interaksi timbal balik antara struktur dan agen. Dalam
pandangan ini, para aktor sosial (agensi) dianggap mampu merubah dan mereproduksi
struktur yang merupakan konstruksi sosial secara konstan. Varian ekonomi politik
4 Muhammad mufid, Komunikasi dan regulasi penyiaran (Jakarta, Kencana, 2007) hlm. 98
8
yang terakhir inilah yang akan digunakan untuk menelisik sistem siaran berjaringan di
Indonesia.
Varian ekonomi politik kritis konstruktivis yang selanjutnya disebut ekonomi
politik konstruktivis digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam kajian ini karena
beberapa alasan. Pertama, varian ini tidak menempatkan faktor ekonomi atau politik
sebagai satu-satunya faktor yang dominan dalam penyiaran. Kedua, dalam perspektif
ini media tidak hanya dipandang sebagai instrumen dominasi namun juga berpotensi
untuk menghambat struktur. Ketiga, konstruktivis menurut Mufid (2005: 84) melihat
struktur sebagai suatu formasi yang dinamis yang secara konstan terproduksi dan
berubah melalui keseluruhan praktik sosial. Keempat, adanya interaksi kekuasaan
yang intens dalam penyelenggaraan sistem penyiaran di suatu negara. Konteks
ekonomi politik ini seringkali dikaitkan dengan isu demokrasi.
Mufid (2005: 85) mencatat bahwa konteks ekonomi-pollitik media memiliki tiga
tolok ukur sistem sosial politik yang demokratis. Pertama, peniadaan ketimpangan
sosial dalam masyarakat. Kedua, pembentukan kesadaran bersama (shared
consciousness) mengenai pentingnya meletakkan kepentingan bersama (public
interest) di atas kepentingan pribadi. Terakhir, demokrasi membutuhkan sistem
komunikasi politik yang efektif. Warga negara harus terlibat secara aktif dalam
proses-proses pembentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Mufid
(ibid) merangkum tema demokrasi dalam konteks ekonomi-politik ini sbb: Tema
demokrasi, dengan demikian bisa diartikan sebagai suatu sistem sosial politik yang
memberikan jaminan penuh terhadap kebebasan individu. Hanya, kebebasan tersebut
baru akan berarti bila setiap individu warga negara dapat memproleh innformasi yang
cukup serta memiliki keterlibatan dan partisipasi politik yang tinggi. Sebaliknya,
ketiadaan informasi serta tertutupnya ruang politik bagi masyarakat hanya akan
mempersulit warga untuk mempersoalkan proses alokasi kekuasaan dan sumber daya.
2. Semangat/substansi dalam Undang-Undang Penyiaran?
a. Desentralisasi/localism
Semangat otonomi daerah sangat mewarnai pembahasan RUU Penyiaran. Hal ini
misalnya terlihat dari DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) No.43 Ayat (3) yang
9
berbunyi, “ Komisi Penyiaran Indonesia terdiri atas Komisi Penyiaran Indonesia
Pusat dibentuk ditingkat pusat dan Komisi Penyiaran Daerah dibentuk ditingkat
provinsi”. Juga DIM No.77 Ayat (3) “Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat
secar administratif ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia, dan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
secara administratif ditetapkan oleh Gubrernur selaku Kepala Daerah atas usul
Dewan Perwakilan Daerah”.5
Atas nama otonomi daerah anggota Dewan juga menolak semangat sentralistik
pemerintah terhadapa RUU DPR tersebut. Untuk DIM No. 43 misalnya, pemerintah
mengusulkan agar, “Komisi Penyiaran Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara
Republik Indonesia dan dapat mempunyai perwakilan di tempat-tempat lain sesuai
kebutuhan”. Dengan catatan bahwa yang dimaksud dengan ‘perwakilan’ yaitu hanya
menjalankan fungsi administratif dan monitoring. Sedangkan untuk DIM No. 77
pemerintah mengusulkan agar ayat tersebut diubah menjadi “ anggota KPI diangkat
oleh presiden atas usul Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia”.
Para narasumber sendiri mengakui kuatnya konteks daerah dan semangat anti-
sentralisme penyiaran dalam proses penyusunan RUU Penyiaran tersebut. Paulus
Widayanto misalnya mengatakan bahwa demokratisasi sistem penyiaran harus
menjamin sebanyak-benyak orang/ pihak untuk (dapat) berusaha di dunia penyiaran
(wawancara Tanggal 24 Juni 2003).
Dewan kemudian mengidentifikasi demokratisasi penyiaran dengan pola
berjaringan, sehingga memungkinkan daerah untuk berkiprah di dunia penyiaran
sekaligus mengikis semangat sentralisme UU Penyiaran yang lama yang ditandai
dengan kentalnya bau Jakarta. Sistem berjaringan dianggap jawaban terhadap
tuntutan masyarakat yang hendak mengubah tampilan dunia penyiaran.
“Kita juga tidak (akan lagi) memberikan kesempatan kepada mereka untuk
melakukan monopoli. Kalau dia bisa bersiaran nasional, maka bisa saja mereka
akan memiliki (stasiun) transmisi sampai seribu dan daerah hanya menjadi tiang-
tiang pancang transmisi saja. Sistem penyiaran jaringan akan memunculkan
(stasiun) siaran lokal. Kalau nanti TV lokal Bandung hanya mampu siaran selama 4
5 Muhammad mufid , Op. Cit. hlm. 101
10
jam misalnya, maka yang 20 jam digunakan untuk TV jaringan. Local content-nya
‘kan jadi ada. Kita memanfaatkan frekuensi secara maksimal. Dengan demikian, TV
jaringan harus mempunyai kekuatan programming. Sistem ini ditolak oleh mereka
mereka (industri). Padahal kita bertugas untuk membagi seadil-adilnya. Mereka
tidak mau, dengan alasan sudah investasi” (Paulus Widayanto wawancara Tanggal
24 Juni 2003)6
b. Diversity of content
Prinsip demokrasi di ranah penyiaran dijalankan dengan sistem diversity of
content (keberagaman isi) dan diversity of ownership (keberagaman pemilik).
Semakin beragam isi siaran sesuai target komunitas pemirsa dan semakin meluasnya
distribusi kepemilikan media penyiaran, maka semakin demokratislah ranah
penyiaran itu Sudibyo (2004: xi). Sistem siaran sebagai upaya memaknai demokrasi
bertolak dari dua pijakan. Yang pertama adalah pijakan politis. Secara politis,
demokrasi menghendaki adanya sesuatu yang menjamin keberagaman atau diversitas
politik Muffid (2005 : 68). Diversitas memungkinkan terjadinya aliran ide secara
bebas melalui suatu instrument yang berpotensi dapat diakses oleh semua orang
secara merata. Jika satu dua orang atau kelompok mendominasi kepemilikan media,
dan menggunakan posisi tersebut untuk mengontrol isi tampilan media, maka ketika
itulah terjadi reduksi ‘keberagaman sudut pandang’ (heterodox view) (Muffid, 2005 :
69).
Pijakan kedua adalah aspek kultural. Salah satu keresahan Diversitas
memungkinkan terjadinya aliran ide secara bebas melalui suatu instrument).
c. Diversity of ownership
Jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat
dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of
Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa
dalam dunia penyiaran di Indonesia.
6 Muhammad mufid , Op. Cit. hlm. 102
11
III. Etika Komunikasi dalam New Media
Kami mengambil satu artikel beserta seluruh dialog komentar yag mengikuntinya
dari www.kompasiana.com.
CATATAN KECIL UNTUK PARA SELINGKUHAN SAYA
Perhelatan MPK baru saja berakhir. Hasilnya masih hangat dan akan selalu
terasa enak untuk dinikmati. Ibarat kue, prosa-prosa ini tak pernah basi untuk
dinikmati. Ibarat kopi, cerita-cerita ini tak pernah dingin. Selalu hangat dan siap
menghangatkan tubuh. Sebentar lagi, acara ini hendak ditutup. Namun, sebelumnya
saya ingin menyampaikan kesan-kesan saya mengikuti MPK ini terutama tentang
teman kolaborasi saya.
Berkolaborasi dengan banyak orang dari beragam latar belakang membuat saya
mendapatkan pengalaman baru yang luar biasa. Kolaborator -yang biasa disebut
dengan selingkuhan- saya lumayan banyak dan berasal dari beragram profesi,
bahkan ada juga yang saya tak tahu profesinya. Model selingkuhnya pun bermacam-
macam. Ada yang saya lempari bola panas, ada yang melempari saya bola salju,
namun ada pula yang cukup membagi tugas saja, selanjutnya tinggal
mengembangkan sendiri-sendiri.
Sebisa saya. Itu yang saya lakukan. Dan ternyata saya memang kecacalan
(istilah Bahasa Indonesianya apa, ya?). Kalau pelari sudah ngos-ngosan kehabisan
nafas. Tak banyak sih, hanya 8. Tapi ide yang tak kunjung datang ketika sedang ada
waktu senggang dan ide yang datang di saat sedang sibuk sempat membuat saya
pusing. Maklum, bukan keahlian saya untuk membuat cerpen sedemikian banyak
dalam waktu sedemikian singkat. Pengalaman saya, sih, menulis cerpen ketika
sedang patah hati saja, hahaha.
1. Edi Kusumawati
Entah mengapa, saya merasa begitu akrab dengan ibu dari Bontang,
Kalimantan ini. Mungkin karena kami sering bersahut kata di Kompasiana,
berlanjut dengan meronda di Paradoks, kemudian, DAN, dan terakhir MPK ini.
12
Awalnya, beliau mengirimi saya pesan, intinya mengatakan kalau Langit punya
acara MPK. Nanti kita kolab berdua, ya, begitu katanya. Ia juga berpesan agar
saya yang daftar. Saya pun mengiyakan, meskipun akhirnya ia yang
mendaftarkan kami ketika Langit sudah teringat untuk memasukkan namanya
ke grup MPK. Hahaha… ternyata yang biasa meronda bersama justru malah
terlupakan.
Kolab dengan Mbak Edi segar rasanya. Orangnya lucu, apa yang dikatakan
selalu mengundang tawa. Idenya ada-ada saja. Pertama kali, ia melemparkan
ide pada saya, berbasis pada kisah nyata yang dialami tetangganya. Saya
sambut lemparannya itu dengan tangan terbuka dan jadilah sebuah bola salju
kecil yang saya lemparkan kembali padanya. Ternyata bola salju kecil itu
diubahnya menjadi bola yang sangat besar. Saya pikir bukan bola lagi,
melainkan balon udara, saking besarnya. Cerita tentang wanita yang dianiaya
suaminya hingga wanita itu memberontak pun akhirnya harus tertuang dalam 2
seri tulisan Ketika Noda Lipstik Bercerita, Mandau Pun Ikut Bicara 1 dan 2.
Bahkan, saking panjangnya, cerita itu hampir saja dibagi menjadi 3
2. Dyah Chamidiyah
Ibu guru yang berasal dari Pati ini baru saya kenal lewat Mak Comblang,
Langit Queen. Meskipun belum saling mengenal, kami langsung saling indoks
karena untuk chat kami kesulitan menyesuaikan waktu. Waktu saya pagi hari,
sedangkan beliau sore hari. Malam hari saya bisa, tapi beliau tak bisa. Karena
saya kesulitan menemukan ide, maka bu guru ini yang memberikan ide,
sekaligus melemparkan bola saljunya kepada saja. Untungnya, bola salju itu
sudah besar, sehingga saya hanya sedikit menambahinya. Ternyata oh ternyata,
ketika saya longok lapaknya, dia belum menjadi teman saya di Kompasiana.
Hahaha… Tentu, saya berharap agar Mbak Diah tak kecewa berkolaborasi
dengan saya.
3. Shofya Edi
Pasangan selingkuh saya ini adalah satu-satunya yang saya kenal di dunia
nyata. Dia adalah senior saya di MGMP dan kebetulan kami adalah anak buah
kesayangan koordinator MGMP sehingga sering mendapat tugas bersama.
13
Alhasil, kami pun akrab pula di dunia nyata. Beliau masuk ke Kompasiana ini
juga karena terpengaruh ajakan saya, meskipun tulisannya tak sebanyak saya.
Ketika ada MPK, maka saya pun menawarkan pada beliau untuk ikut dan
beliau langsung meng-iya-kan.
Kolaborasi ini adalah kolaborasi kami yang kedua. Sebelumnya kami
berkolaborasi menulis soal UKK kelas VII, hahaha. Bukan prosa, memang.
Sayangnya, event ini bertepatan dengan persiapan beliau mengikuti Lomba
Guru Berprestasi Tingkat Jawa Tengah. Alhasil, sampai mendekati hari H,
kami belum sempat ngobrol untuk membicarakan cerpen kami. Karena
terbatasnya waktu yang beliau punya, maka saya pun berpesan agar dikirimi
puisi. Puisi cinta juga tak apa, ambil dari file yang tersedia. Akhirnya saya
dikirimi dua buah puisi, namun satu di antaranya tersesat di email saking
banyaknya email sampah yang ada di ymail saya. Jadilah saya
mengembangkannya menjadi prosa dengan menyesuikan isinya dengan isi
puisi dan hasilnya adalah cerpen yang berjudul Selamat Pagi, Cantik!
Cerpen ini kemudian saya kirimkan ke indok FB-nya, tetapi saya yakin saat ini
beliau belum sempat buka karena sedang bertarung di LPMP dengan para guru
berprestasi lainnya. Mohon doanya, ya…
4. Odi Sholahuddin
Awalnya, saya tak percaya diri untuk berkolaborasi untuk maestro cerpen di
kompasiana ini. Saya hanyalah penulis ecek-ecek sedangkan tulisan beliau
sudah saya baca di media cetak sejak bertahun-tahun lalu. Oleh karenanya,
ketika Langit menawarkan pada saya, saya membutuhkan waktu berjam-jam
untuk menjawab. Setelah didesak-desak, akhirnya saya mau juga. Siapa tahu,
saya bisa menyerap ilmu menulisnya, hehehe. Namun, beberapa waktu
kemudian, saya terancam patah hati karena tiba-tiba Mas Odi mengatakan
kalau hendak puasa nulis di Kompasiana. Yah, tak jadi ngintip ilmunya Mas
Odi, deh.
Namun, ternyata kekhawatiran saya tak terbukti. Beberapa hari kemudian,
munculah tulisan-tulisan dari mas Odi pas hari ulang tahunnya masuk di
Kompasiana. Namun, bukan berarti kolab ini berlangsung lancar. Kesibukan
14
beliau membuat kami tak bisa berkomunikasi. Saya pun hanya mengatakan ide
saya untuk menuliskan tentang ABG yang terpaksa menjual diri demi
melanjutkan sekolahnya. Setelah itu, saya membuat sebuah cerpen tentangnya,
kemudian saya lemparkan bola panas ini kepada beliau. Ibarat kayu maka saya
sampaikan kayu dengan ukiran sederhana yang sangat kasar. Dan Mas Odi
mengolahnya menjadi sebuah ukiran halus nan indah dalam prosa kolaborasi
kami yang berjudul Anak-anak yang Terjajah Malam. Ketika saya bandingkan,
nyata benar beda dua cerpen itu: cerpen yang saya lemparkan dan yang
dilemparkan kembali oleh Mas Odi. Hahaha… ya bedalah, antara yang ahli
dan yang amatir. Bahkan dua cerpen itu menjadi sangat berbeda sama sekali,
meskipun ruh-nya sama.
Berkolaborasi dengan maestro cerpen memang membuat saya kolab. Lemparan
itu baru saya buka pukul setengah sepuluh malam dengan koneksi internet
yang lemot. Saya pun kemudian mengeposnya, namun karena leletnya koneksi
ini, yang termuat hanya separuh. Dorrr!!! Kagetlah saya ketika di facebook
Mas Odi mengatakan kalau cerpen kami baru separuh. Buru-buru saya edit
lagi, pos lagi. Ternyata, setelah saya lihat, nama penulisnya belum termuat.
Edit lagi. Padahal itu sudah lewat tengah malam. Ngos-ngosan rasanya.
Mungkin saking nervous-nya, ya, hehehe. Meskipun kinerja saya buruk, saya
harap Mas Odi tak kecewa. Dan meskipun tak dapat HL, cerpen ini selama
sehari menempati kolom termenarik selama seharian penuh. Lumayanlah.
5. Trio Kewer-Kewer ( Edi Kusumawati, Valentino, Afandi)
Mengapa Trio Kewer-kewer? Panjang ceritanya. Ini kami peroleh dari obrolah
panjang yang lucu sekali di inboks kami. Kalau saya pikir, kasihan si Fandi
yang terpaksa ngobrol dengan orang-orang dewasa sedikit kenthir macam
kami. Tapi, lumayan untuk nambah ilmunya, hahaha.
Kolab ini unik, karena kami hanya berbagi tema untuk menceritakan tokoh
yang bernama Bima dan Sinta. Masa kecil diceritakan oleh Bang Valen, masa
remaja oleh Afandi, kuliah oleh Mbak Edi, dan saya menceritakan masa
menikah. Lumayan membingungkan, namun akhirnya jadi juga. Lucunya,
malam itu Afandi lupa kalau harus posting tulisan, sehingga kami
15
menunggunya cukup lama. Hampir fajar, baru saya kebagian waktu untuk
mengeposkan cerpen kami yang berjudul Karena Cinta AKu di Sini.
6. Granito Adam
Sejak awal, saya memang menyukai gaya penulisan Granito yang bersayap
sayap. Selama ini, saya memang tak bisa membuat cerpen dengan bahas
bersayap. Banyak orang bilang kalau menyukai alur cerita yang saya tulis,
namun saya sendiri merasa tak cukup puas karena tulisan saya tak indah. Ibarat
jalan, tulisan saya adalah jalan tol yang kiri kanannya adalah padang pasir.
Cepat sampai, namun tak ada keindahan di sana. Ibarat, pohon, cerpen saya
adalah pohon bambu dan saya ingin mengubahnya menjadi tebu yang manis.
Saya rasa, pelengkap yang paling tepat adalah Granito.
Namun, kolaborasi dengan dia? Tahu dirilah, hahaha. Selingkuhannya sudah
banyak dan kelihatannya semuanya perempuan. Kalau tidak semuanya, maka
sebagian besar perempuan. Maka saya pun tak berusaha untuk melamarnya.
Namun, ternyata pucuk dicinta ulam pun tiba. Melalui komentar pada sebuah
tulisannya, ia pun menawarkan pada saya untuk berkolaborasi. Tak segera saya
jawab, tetapi saya benar-benar berminat. Esok harinya, saya tanyakan kembali
tentang tawarannya itu dan ternyata masih berlaku.
Model kolaborasi dengan Granito hampir sama dengan Mas Odi. Saya lempar
dia dengan cerpen jadi, kemudian saya minta dia untuk mengolahnya dengan
bahasanya yang bersayap. Kebetulan cerpen ini sudah lama berhenti di file
saya. Beberapa waktu kemudian, dikembalikannya cerpen saya itu dengan
catatan.
sudah aku baca, sambil miris2 ……sebenarnya sudah 95% jadi itu….paling-
paling aku retouch dikit ya?….mau dibuat makin menyayat atau diperindah
seperti pesona sejuta taman? dan bun…aku nggak tega. alur dan dialognya
ketat. nyaris sempurna secara struktur…..cuman sedikit aku sentuh….udah aku
kirim via email ya…..
Dan ketika saya baca kembali, sentuhan itu memang membuat cerpennya
menjadi lebih memiriskan hati. Hasil perselingkuhan kami adalah Sisi Gelap
Sang Rembulan.
16
7. Admin DAN: Valentino, Afandi, Edi Kusumawati, R-42, Hamzet, Princess
Model kerja kami hampir sama dengan kolab kami berempat. Bagi tema, bagi
judul, menyamakan tokoh, tapi tetap saling berhubung. Hasilnya, diposting
pada wall masing-masing. Saya urutan kedua, setelah Fandi. Eh, ternyata
Afandi lupa kalau harus menulis cerita itu. Jadilah ia ngebut menyelesaikan
PR-nya. Mbak Edi pun akhirnya menulisnya kembali, menjadikan ceritanya
yang selalu panjang menjadi lebih pendek. Semua cerita itu bisa dibaca secara
bersambung di wall masing-masing anggota kolab.
8. Dwi Ilyas
Ini selingkuhan saya yang terakhir. Bu guru ini baru saja diputuskan oleh sang
pacar yang ngambeg, sehingga ia kehilangan teman kolab. Akhirnya, ia pun
saya minta untuk melempari saya dengan bola panas karena saya memang
sedang kehabisan ide. Ia pun melemparkannya dan saya menyambutnya
dengan sedikit pusing karena keterbatasan waktu. Kebetulan saat itu saya
sedang sibuk jaga tes UKK sehingga saya jaga sambil ngetik cerpen. Untung si
Bos sedang tak bawel sehingga saya didiamkan saja meskipun membawa
laptop ke ruang tes. Saya buat sejadinya dan saya lemparkan lagi ke Mbak Dwi
biar disesuaikan dengan tema awalnya.
Selesai sudah. Kok jadi panjang begini, ya. Tulisan ini saya buat sejak kemarin
dan baru selesai sekarang, ketika MPK sudah ditutup. Untuk semua
selingkuhan eh partner kolab saya, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya atas pengalaman dan atas ilmu yang tersampaikan kepada saya.
Apabila ada kesalahan selama kita berinteraksi, saya minta maaf yang sebesar-
besarnya dan tentu saya sampaikan pula: Jangan kapok, ya…
Daaaggg…
13 Juni 2011
Dian/Bunda Ninha
FB: http://www.facebook.com/diankhristiyantinugrahaningtyas
17
KOMENTAR
1. Lakeisha, menarik tante …………….
Balas Dian, Makasih, Syasya cantik..
2. Granito Ibrahim, maaf kan jika aku hanya sedikit menyentuhmu… maksud hati
tak ingin membuat wajahmu tebal dan bergincu…
namun bila ku harus berbuat sesuatu…
sekedar menyibak tirai yang menutupi cantik wajahmu….
Balas Dian, Thanks, ya Nito…
Kalimat-kalimatmu itu memang membuatku mabuk
kepayang.
Terimakasih untuk polesan yang sederhana tapi indah itu.
Jangan kapok, yaaaa….
3. Manusia1991. alau ane kapan di Posting orang ya.
Huh !! memang susah jadi pemula.
Tapi aku Teeeetaaaaaap Seeeeemaaaaaaangaaaaaat,,,,,,
Makasih ya kak atas ilmunya
Balas Dian, Sama-sama, Dhek…
Eh, ilmu yang mana nih?
Kemarin ikut MPK?
4. Odi Shalahuddin,
Wah..wah..wah..
menjadi tidak enak hati nih
deg-deg-kannya pasti juga lantaran
penyelesaiannya saat hari terakhir
hi..hi..hi..hi..hi.
wah senang berkolaborasi dengan dirimu
Sebenarnya ingin lagi, kelak, mungkin juga tidak dalam rangka acara
memulai dari awal, dan berproses bersama hingga akhir…
Imajinasi dan pendeskripsiannya luar biasa loh, Mbak Dian
memang dalam konteks tertentu bila ada pengamatan
pastilah akan lebih luar biasa lagi
18
Saya yakin kamu bisa menulis yang sangat menarik
pada dunia yang kamu kenali dan mampu mendeskrisikannya secara detil
(loh kok malah mengkritik dan kasih masukan di sini..
ha.ha.h.ah.a.h.ah.a.ha.
Semoga tidak marah ya…
A. Analisis Isi Konten
Dari segelumit cerita diatas, ada hubungan yang menarik antara judul dengan isi
bacaan. Bisa dipastikan, mayoritas dari mata dan pikiran kita akan langsung tertuju dan
tertarik pada kata / kalimat “Untuk Selingkuhan Saya”. Namun, bisa digaris bawahi
ketika kita menghayati dan memahami tulisan yang dipaparkan melainkan sebuah makna
denotatif dari kata ‘Selingkuh’. Yang dimaksud selingkuh dalam cerita diatas adalah
mengenai banyaknya partisipan dan begitu banyak rekan yang turut andil dalam MPK.
Apa itu MPK dalam Kompasiana? MPK yang dimaksud bukanlah Metode Penelitian
Kual/Kuantitatif, melainkan ‘Malam Prosa Kolaborasi’. Dari cerita diatas, banyak sekali
ditemukan sebuah motivasi, bahwasanya usia, profesi, tidaklah menjadi hambatan untuk
kita senantiasa berkreasi. Memotivasi satu sama lain, menjadikan sebuah pengalaman
sebagai induk dimana kita akan belajar lebih dan lebih.
Adanya gagasan dimana usia dan profesi tidak menjadi hambatan untuk berkreasi
adalah dengan munculnya sebuah cerita, berdasar pengalaman yang ada. Antara tua,
muda bukanlah masalah untuk menyatukan pikiran. Bunda ninha, begitu ia biasa
dipanggil merupakan seorang lulusan dari salah satu SMA di Kudus yang kemudian
melanjutkan study nya ke IKIP semarang dijurusan Bahasa Indonesia. Darisini saya ambil
beberapa komentar dimana terlihat adanya kelekatan antara para komentator dengan
narasi yang ditulis.
1. dari Lakeisha, “menarik tante ……………. ”
bisa dilihat bahwa adanya nilai menarik ketika kita melihat judul bacaan
dengan tulisan yang ada, Rasa ingin tahu, mendorong untuk kita menelusuri apa
yang menjadi bahan utama dalam cerita ini, kemudian disampaikan oleh seorang
Lakeisha sebagai ketertarikan terhadap tulisan. Inilah bentuk rasa perhatian atas
ketertarikan tersebut.
19
2. Odi Shalahuddin,
“Wah..wah..wah..
menjadi tidak enak hati nih
deg-deg-kannya pasti juga lantaran
penyelesaiannya saat hari terakhir
hi..hi..hi..hi..hi.
wah senang berkolaborasi dengan dirimu
Sebenarnya ingin lagi, kelak, mungkin juga tidak dalam rangka acara
memulai dari awal, dan berproses bersama hingga akhir…
Imajinasi dan pendeskripsiannya luar biasa loh, Mbak Dian
memang dalam konteks tertentu bila ada pengamatan
pastilah akan lebih luar biasa lagi
Saya yakin kamu bisa menulis yang sangat menarik
pada dunia yang kamu kenali dan mampu mendeskrisikannya secara detil
(loh kok malah mengkritik dan kasih masukan di sini..
ha.ha.h.ah.a.h.ah.a.ha.
Semoga tidak marah ya… ”
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/13/catatan-kecil-untuk-para-
selingkuhan-saya/
Dari komen yang dipaparkan oleh Odi Shalahuddin, betapa bentuk
perhatian dicurahkan senantiasa untuk membangun semangat untuk berkarya.
Adanya nilai etika mengkritik yang dipaparkan Odi tersebut tidak menyimpang
dari yang seharusnya, kenapa? Telah dijelaskan dalam buku “Etika sosial lintas
budaya”,oleh Albert T. Adeney ( hal.200 ) bahwa mengkritik dalam komunitas itu
merupakan bagian dimana pribadi sendiri telah mengadosi untuk senantiasa saling
membantu dan memberi, namun tidak berlaku untuk lingkungan yang lebih luas.
20
Etika yang terjadi..?
*etika kesopanan sangat dijunjung tinggi dalam postingan ini, mengapa
tidak, karena dalam postingan ini sarat akan ilmu pengetahuan dan kekeluargaan.
Kedekatan emosional antara penulis cerita dan komentator yang tergabung
didalamnya sangatlah erat kaitannya dengan isi cerita. Disini penulis menuliskan
tentang isi hatinya tentang penyikapan dirinya atas MPK yang telah terjadi.
B. Kesimpulan
Banyak orang menggunakan news media untuk mengungkapkan, men-
share segala bentuk pengalaman yang didapatnya. Untuk menggambarkan sebuah
bentuk kekaguman yang fantantis bagi mereka yang mendapati, maupun
mengalami hal tersebut. Dalam MPK kali ini, Dian Khristiyanti Nugrahaningtyas,
sang penulis ingin memaparkan pengalamannya dengan menjadikan
pengalamannya sebagai cerita yang digambarkan didalamnya adalah mereka,
teman – teman yang mendampingingi nya sebagai ‘selingkuhannya’.
Mengingat komen yang tertera dalam cerita tersebut sangat memegang
nilai etika dalam news media, karena tidak adanya manipulas / mengasingkan
audien, etika berekspresi yang tidak berlebihan, adanya etika hubungan secara
langsung melalui media / lembaga seperti keluarga. (Masyarakat Indonesia
Vol22, hal 192).
Jadi pada intinya dengan adanya fasilitas yang mendukung seperti
teknologi, bisa dikatakan semua orang dapat menjadi jurnalis. Jurnalis atau
wartawan dalam artian luas, yakni orang yang menulis dan mengumpulkan berita
(KBBI, 2007). Jika dilihat hanya dalam arti luas ini, dapat kita anggap jika slogan
‘Everyone can be a journalist’ benar adanya. Melihat bukti dan fakta yang ada
jika semua orang dapat menjadi jurnalis diikuti perkembangan teknologi
informasi, beberapa orang biasa atau awam dapat memproduksi sebuah informasi
menjadi berita. New media, yakni internet telah membuat sebuah tren-tren baru
dalam masyarakat. Sering kita sapa dengan citizen journalism yang kian
berkembang seiring jaman dan online journalism yang muncul belakangan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Haryatmoko. Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi.
Yogyakarta : Kanisius, 2007
Mufid, Muhamad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta : Kencana,2007
Limburg. Etika Media Elektronik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008
Riswandi. Dasar-Dasar Penyiaran. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009
Wiryawan Hari. Dasar-Dasar hukum Media. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007
Kusumaningrat, Hikmat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2006
Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung : Simbiosa
Rekatama Media, 2006
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/13/catatan-kecil-untuk-para-
selingkuhan-saya/ (Diunduh pada tgl 13 juni 2011 )
22
top related