EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 …
Post on 02-Oct-2021
0 Views
Preview:
Transcript
1
1
EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PELAYARAN TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG
TRANSPORTASI LAUT
(STUDI PADA PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO)
CABANG SINGKIL)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
KURRATUL AKYUN
NIM : 150200518
DEPARTEMEN HUKUM PERDATA
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Universitas Sumatera Utara
2
2
Universitas Sumatera Utara
1
1
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Kurratul Akyun
Nim : 150200518
Departemen : Hukum Perdata Program Kekhususan Hukum BW
Judul Skripsi : Efektivitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi
Laut (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry (persero)
Cabang Singkil)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan
ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala akibat
yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
Medan, Maret 2019
Kurratul Akyun
NIM. 150200518
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Bismillah, alhamdullillah washalatuh wassalamu‟ala Rassullilah shallahu
„alaihi wassalam. Segala Puji bagi Allah Azza wa Jalla yang memberi
kemampuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah “ Pelayaran Terhadap
Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada PT. ASDP Indonesia
Ferry)”
Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang
dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan secara efektif
dan efisien sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. Kepada Yang
Terhormat:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
ii
4. Bapak Dr.Jelly Leviza SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam
membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Ibu Aflah, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing
penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran selama penulisan skripsi
ini.
9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. penghargaan setinggi tingginya penulis berikan kepada kedua orang tua
penulis untuk Ayahanda Azhar dan Ibunda Marlina yang dengan kerelaannya
merawat saya dan mencurahkan kasih dan sayang tak terbatas kepada saya
juga banyak memberikan dukungan doa dan khususnya penulis persembahkan
skripsi ini untuk Ayahanda dan ibunda tercinta.
11. Untuk Saudara Saudari Kandung saya (Fahreza, Fahrezi, Nailatul
uhiya,Muhammad al-hafizh) terima kasih telah memberikan dukungan,
semangat dan hiburan selama masa penulisan.
12. Rekan-rekan terdekat penulis yang selama 3 tahun lebih terus menemani
melewati masa perkuliahan (Irna diana ilyas, Geby aviqa, Nazli pratiwi dalih
munte, Alvi ami, Elvira) dan juga kakak-kakak senior yang juga sahabat dekat
penulis (Ridha faulika dan Regin siregar) rekan-rekan lain yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak mendukung dan membantu
penulis.
13. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna di satu sisi karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh sebab itu besar harapan penulis
Universitas Sumatera Utara
iii
kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif apresiatif
guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari
segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya,
semoga Allah STW meridhoi kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk
perkembangan hukum di negara Indonesia.
Medan, Maret 2019
Penulis
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRAK
Kurratul Akyun*
Hasim Purba **
Aflah ***1
Indonesia berada di antara dua Samudra yaitu Samudera Fasifik dan
Samudera Hindia serta berada di antara dua benua yakni Benua Asia dan Benua
Australia. Indonesia juga Negara Maritim, diamana lautan Indonesia lebih luas di
bandingkan daratannya. Oleh sebab itu sudah pasti akan ada moda transportasi
sebagai sarana maupun prasarana penunjang pemindahan orang.sudah sewajarnya
pemerintah memperhatikan segala hal yang menyangkut transportasi laut terutama
dari segi keamanan dan keselamatannya. Oleh karena itu yang menjadi
permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penyelenggaraan pengangkutan
penumpang dalam angkutan laut, bentuk perlindungan dan juga
mengefektifitaskan Peraturan yang ada yakni Undang-Undang No 17 tahun 2008
tentang pelayaran terhadap keselamatan penumpang transportasi laut dalam hal ini
melakukan penelitian pada PT.ASDP Ferry Cabang Singkil.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif, karena penelitian ini bersumber dari hukum positif dengan
melihat keterkaitannya dalam penerapan di masyarakat, kemudian data yang
diperoleh dianalisis secara kualitatif. Kualitatif normatif yaitu data yang diperoleh
setelah disusun secara sistematis untuk kemudian dianalis secara kualitatif
normatif dalam bentuk uraian, agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai
kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian kepustakaan
akan dipergunakan untuk menganalisis data, kemudian data dianalisis secara
kualitatif normatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
Penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam angkutan laut harus
benar-benar di perhatikan agar perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan
penumpang transportasi laut dapat terpenuhi. kesimpulan pokok yang dapat di
ambil dari penulisan skripsi ini adalah dengan diundangkan nya Undang-Undang
No 17 tahun 2008 maka telah diatur pula bagaimana perlindungan hukum bagi
pengguna jasa transportasi laut Pihak-pihak yang bertanggung jawab secara
hukum yakni syahbandar,nahkoda,awak kapal,perusahaan, KNKT, dan juga
Mahkamah Pelayaran dalam hal ini harus terus mengoptimalkan fungsi nya dan
terus menerus mengoptimalkan sumber daya mereka dalam kesematan dan
keamanan pelayaran dan juga melengkapi sarana penunjang pelayaran.
Kata Kunci :pelayaran, keselamatan, penumpang.
*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara
**) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 9
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 9
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 10
E. Keaslian Penulisan ................................................................................ 10
F. Tinjauan Kepustakaan .......................................................................... 13
G. Metode Penelitian ................................................................................. 23
H. Sistematika Penulisan ........................................................................... 29
BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG
DALAM ANGKUTAN LAUT
A. Sejarah Transportasi Laut Di Indonesia ............................................... 31
B. Tujuan Pengangkutan Laut Di Indonesia ............................................. 38
C. Asas-asas Transportasi Laut Di Indonesia............................................ 39
D. Jenis-jenis Transportasi Laut ................................................................ 43
E. Proses Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan
Laut ...................................................................................................... 47
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA
A. Tinjauan Umum Jasa Dan Perlindungan Hukum ................................. 49
Universitas Sumatera Utara
vi
B. Perkembangan Pemakai Jasa Transportasi Laut ................................... 58
C. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Transportasi Laut .............................. 61
BAB IV EFEKTIFITAS UU NO 17 TAHUN 2008 TENTANG
PELAYARAN TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG
TRANSPORTASI LAUT (STUDI PADA PT.ASDP INDONESIA
FERRY)
A. Pelaksanaan Perlundungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal
Penyeberangan Di Indonesia ................................................................ 65
B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Penggua Jasa Kapal Penyebrangan
Di Indonesia .......................................................................................... 75
C. Tanggung Jawab PT. ASDP INDONESIA FERRY Dalam Melindungi
Keamanan Dan Keselamatan Penumpang ............................................ 76
BAB V Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan ........................................................................................... 83
B. Saran ..................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
13.000 pulau dalam bentang 3.500 mil. Indonesia juga memiliki garis pantai
terpanjang ke empat di dunia dengan panjang lebih dari 95.181 kilometer . Hal ini
mengingat posisi srategis yang dimilikinya terletak di garis katulistiwa, dan
disamping itu posisi Indonesia berada di antara dua Samudra yaitu Samudera
Fasifik dan Samudera Hindia serta berada di antara dua benua yakni Benua Asia
dan Benua Australia. Indonesia juga Negara Maritim, diamana lautan Indonesia
lebih luas di bandingkan daratannya.2
Kondisi Indonesia tersebut, maka sudah sewajarnya pemerintah
memperhatikan segala hal yang menyangkut mengenai sarana dan prasarana yang
menunjang kemajuan dalam bidang transportasi laut itu sendiri guna mencapai
tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.
Pengangkutan di Indonesia memiliki peran penting dalam memajukan dan
memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya
pengangkutan dapat memperlancar arus barang dari daerah produksi ke
penumpang sehingga kebutuhan penumpang dapat terpenuhi. Hal tersebut dapat
terlihat pada perkembangan jasa pengangkutan di Indonesia mulai menunjukan
2 Christo Yosafat, Tinjauan Yuridis Dampak Penerapan Asas Cabotage Dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap Jasa Perhubungan laut, Depok ,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010, hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
2
kemajuan, terbukti dengan di tandainya banyaknya perusahaan industri yang
percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.3
Kemajuan bidang transportasi mendorong pengembangan ilmu hukum baik
Perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya Undang-
Undang pelayaran yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat
tergantung dari penyelenggaraan pelayaran. Demikian juga perkembangan hukum
kebiasaan pengangkutan seberapa banyak perilaku yang di ciptakan sebagai
kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan.4
Maka dari itu Transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam
pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dalam hal ini harus tercermin
pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.5
Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan
perwujutan wawasan nusantara dan meningkatkan ketahanan nasional, serta
mempercepat hubungan antar bangsa.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelanggaraannya yang
mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara serta semakin
meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobalitas manusia dan barang di
dalam negeri serta dari dan ke luar negeri.
3 Sendy Anantyo, Diponogoro Law Review volume 1 Nomor 4 Tahun 2012 (Pengangkutan
Memalui Laut), Semarang, Universitas Diponogoro, hlm.2. 4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1994, hlm.2. 5 Tjakranegara Soegiejatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Bandung,
Rineka Cipta, 1995, hlm.24.
Universitas Sumatera Utara
3
Transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak
bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam
upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil akhirnya6
Tranportasi laut juga merupakan angkutan massal yang penting yang tidak
bisa dilakukan oleh jenis tranportasi lain. Baik untuk keperluan angkutan orang
maupun barang, jenis tranportasi ini mampu menyangkut hingga ribuan
penumpang dan ratusan ribu barang bukan kargo. Semakin penting bagi Indonesia
yang merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia untuk pemerataan ekonomi
dan pengembangan sosial budaya nusantara. Namun demikian sistem keselamatan
dan keamanan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dan sebagai dasar
dan tolak ukur bagi pengambilan keputusan dalam menentukan kelayakan dalam
pelayaran baik dilihat dari sisi sarana berupa kapal maupun prasarana seperti
sistem navigasi maupun sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Banyak
contoh kasus terjadinya kecelakaan laut yang disebabkan dilanggarnya standar
keamanan yang dilakukan oleh penumpang baik oleh masyarakat dan dalam hal
ini lembaga yang khusus menangani keselamatan di bidang pelayaran adalah
Direktorat Keselamatan Penjagaan Laut Pantai atau biasa disingkat KPLP
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Tugas pokok dari Direktorat KPLP Ditjen Perhubungan Laut sesuai dengan
Keputusan Menteri No.KM.24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perhubungan antara lain :
1. Melaksanakan perumusan kebijakan
6 Ibid, hlm.25.
Universitas Sumatera Utara
4
2. Bimbingan teknis dan evalusi di bidang pengamanan
3. Patroli penanggulangan musibah dan pencemaran
4. Tertib Perairan dan pelabuhan
5. Salvage (penyelamatan barang-barang) dan pekerjaan bawah air serta
sarana penjagaan dan penyelamatan
Berbagai jenis tugas dan pekerjaan yang berkaitan dengan penjagaan dan
penyelamatan di laut sangat didominasi pada masalah kemampuan sumber daya
manusia yang didukung oleh sarana teknologi pelayaran, sehingga telah
mendorong pemerintah melakukan berbagai kebijakan dalam mengatur masalah
pelayaran atas sistem angkutan laut berstandar internasional, oleh karena itu
kondisi peraturan yang sekarang perlu dilakukan perbaikan sesuai dengan
kemajuan dan perkembangan teknologi, perangkat modern serta sistem navigasi
lebih maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kelancaran dalam sistem
angkutan laut, apalagi jika dikaitkan dengan masyarakat pengguna jasa laut masih
relatif besar (massal) yang menghubungkan daerah kepulauan yang satu dengan
lainnya. Namun demikian berbagai kebijakan dan peraturan yang dibuat jika tidak
didukung pelayanan yang baik tentunya akan mempengaruhi sistem keselamatan
di bidang pelayaran, baik bagi nakhoda, awak kapal penumpang, maupun alat
transportasinya.
Berbagai masalah tentang pelayaran menjadi latar belakang penulis untuk
melakukan penelitian dan kajian berkaitan dengan penyusunan skripsi. Hal-hal
krusial yang menarik untuk dikaji dengan harapan hasil penelitian dapat
digunakan atau minimal sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah atau
Universitas Sumatera Utara
5
pihak-pihak terkait dalam mengambil kebijakan atau keputusan yang berkaitan
dengan pelayaran atau angkutan laut yang aman. Selain permasalahan kebijakan
tentang keselamatan dan keamanan pelayaran sebagai lembaga pelayanan publik,
tentunya kualitas pelayanan kepada pihak-pihak terkait khususnya pelayanan di
bidang kepelabuhanan sangat berpengaruh terhadap Keselamatan Pelayaran.
Pelayaran di bidang Kepelabuhanan menjadi salah satu hal yang menarik
untuk dibahas dan dilakukan kajian oleh karena faktor kepentingan keselamatan
pelayaran. Pelayanan kepelabuhanan yang harus dilakukan oleh setiap pegawai
khususnya di lingkungan Direktorat KPLP merupakan hal yang sangat penting
karena tidak hanya menyangkut keamanan, namun terlebih lagi masalah
keselamatan jiwa bagi pengguna jasa angkutan atau pelayaran. Pelayaran dalam
hal waktu kerja maupun kedisiplinan dalam hal pengaturan-pengaturan yang
berkaitan dengan masalah angkutan, baik angkutan barang maupun penumpang
sesuai dengan konvenesi Internasional di bidang pelayaran (IMD). Untuk itu
kebijakan Pemerintah harus dijalankan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
didukung oleh loyalitas tentunya akan mendorong hasil yang diinginkan baik oleh
Pemerintah sendiri sebagai regulator maupun demi keselamatan para penumpang
dan barang.7
Karenanya, isu keselamatan merupakan hal yang sangat penting dalam
transportasi di perairan, baik di laut maupun sungai dan danau. Keselamatan
7Pusjianmar, konsep Negara Maritime dan Ketahanan Nasinal,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/chaptep%201.pdf:jsessionid=3FE819D6B
84CB3B609B872F58D0E951B?sequence=5, diakses pada 9 Februari 2019
Universitas Sumatera Utara
6
menyangkut jiwa manusia dan barang angkutan yang pada gilirannya berdampak
pada lingkungan perairan.8
Tingkat kecelakaan lalu lintas dan angkutan laut, sungai, dan danau di
Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Hal ini di sebabkan karena kurangnya
tingkat kelayakan angkutan yang di gunakan dan faktor manusia yang seringkali
mengabaikan standar keselamatan yang ada. Selain itu sosialisasi dalam kesadaran
keselamaan dalam transportasi sangat minim adanya yang berkaitan dengan
kelalaiaan terhadap pengguna angkutan laut dan darat. Padahal kerugian akibat
kecelakaan tersebut terkadang dirasakan teramat besar khususnya bagi para
korban kecelakaan tersebut baik secara materil maupun imateril.
Semakin tingginya intensitas dan curah hujan serta, serta tingginya arus air
mengakibatkan terganggunya aktivitas pelayaran kapal akibat cuaca buruk,
perubahan arah angin, dan gelombang yang tinggi. Kondisi cuaca yang tidak
memungkinkan, termasuk perubahan arah angin, dan gelombang yang tinggi.
Kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, termasuk perubahan arah angin dapat
menghambat aktivitas pelayaran dan menggangu jadwal operasional kapal.
Peningkatan resiko terjadinya kecelakaan kapal akan meningkat akibat kondisi
cuaca, angin, gelombang air, dan curah hujan yang tidak bersahabat.
Semakin seringnya kasus kecelakaan kapal yang terjadi akhir-akhir ini
merupakan salah satu bukti nyata bahwa perubahan iklim telah berdampak negatif
terhadap sektor tranportasi angkutan laut, sungai dan danau dan berakibat fatal.9
8Muhammad Ihsan, Keselamatan Transportasi Laut,kajian hukum internasional terkait
keselamatan, www.academia.edu , Universitas Internasional Batam, diakses pada 9 Februari 2019. 9Budi Hartono Susilo, mengamati Keselamatan Penumpang angkutan sungai dan danau
,jurnal.unej.ac.id, Bandung, diakses pada 9 Oktober 2019.
Universitas Sumatera Utara
7
Oleh karena itu, kemampuan itu perlu terus di tingkatkan agar dapat
bersaing dan dapat beroperasi secara efektif dan efesien dalam skala ekonomis,
sesuai dengan strandar dan norma yang berlaku, armada pelayaran rakyat yang
maju dan terjamin kehandalannya akan bermanfaat dan memberi berbagai
keuntungan antara lain meminta angkutan laut yang lebih terlayani baik antar
pulau maupun untuk pelayanan ke daerah daerah terpencil. Permasalahan utama
adalah daya saing nya yang rendah jika di bandingkan dengan armada nasional
lainya. Karena masih rendah tingkat kenyamanan dan keamanannya.10
Menyadari peranan transportasi tersebut maka pelayaran sebagai salah satu
modal transportasi, penyelenggaraanya harus di tata dalam satu kesatuan sistem
transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa
transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan
angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efesien
dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.11
Pelayaran yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu di
kembangkan dengan memperhatikan sifatnya yang padat modal, sehingga mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih luas baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Mengingat penting dan strategisnya peranan pelayanan yang menguasai hajat
hidup orang banyak, maka pelayanan dikuasai oleh Negara pembinaanya
dilakukan oleh pemerintah. Dalam kenyataan berbagai peratutan perundang-
undangan yang merupakan produk pemerintah Hindia Belanda yang tersebar di
berbagai bentuk peraturan antara lain di dalam bidang kenavigasian, perkapalan,
10
Johny Malisan, Keselamatan Transportasi Laut Pelayaran Rakyat, digilib.unhas.ac.id,
Makassar, Universitas Hasanuddin, diakses pada 11 Februari 2019 11
Budi Hartono, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
8
kepelabuhan, dan angkutan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas dasar hal hal
tersebut di atas, maka disusunlah Undang-Undang (UU) tentang pelayaran, yang
merupakan penyempurnaan dan kodifikasi, agar penyelenggaraan pelayaran dapat
memberikan manfaat yang sebesar besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan
Negara, memupuk dan mengembangkan jiwa bahari, dengan mengutamakan
kepentingan umum, kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah
serta instansi, sektor dan antara unsur terkait serta pertahanan keamanan Negara.12
Seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat (32) Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang berbunyi :
“Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhan, dan lingkungan maritim”.
Berdasarkan uraian di atas tranportasi laut perlu mendapatkan perhatian
khusus, terutama dari sisi keselamatan dan keamanan pelayaran dalam bentuk
perlindungan di mata hukum dan meninjau pengaplikasian secara nyata pada
kondisi yang sebenar benarnya di lapangan yang bertujuan untuk menunjang
perusahaan pelayaran dan dapat bersaing dengan perusahaan dari Negara lain dan
memberikan perlindungan yang layak kepada pengangkutan dan atau pengusaha
kapal selain itu hal ini juga menguntungkan bagi para penumpang transportasi
laut. untuk itu di perlukan efektifitas penerapan hukum guna menunjang hal
tersebut.
12
Ibid
Universitas Sumatera Utara
9
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik
membahas dalam menggangkat judul : Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut
(Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :
1. Bagaimana Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan
Laut ?
2. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penguna Jasa Transportasi
Laut ?
3. Bagaimana Efektifitas UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap
Keselamatan Penumpang Transportasi Laut Pada PT.ASDP Ferry Singkil ?
C. Tujuan Penulisan
Dalam melakukan suatu penelitian tentu saja memiliki tujuan. Tujuan
dilakukan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji
kebenaran pengetahuan.13
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam
angkutan laut.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap penguna jasa
transortasi laut.
13
Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
books.gogle.id, Yokyakarta, diakses pada 9 Februari 2019.
Universitas Sumatera Utara
10
3. Untuk mengetahui penerapan efektifitas UU No. 17 tahun 2008 tentang
pelayaran terhadap keselamatan penumpang transportasi laut.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka manfaat penulisan ini adalah :
1. Secara teoritis
Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang dirumuskan
akan memberikan kontribusi pemikiran dan melahirkan pemahaman kepada dunia
ilmu/akademis dan penulis akan arti penting terhadap keselamatan penumpang
transportasi laut.
2. Secara praktis
Secara praktis pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan pengetahuan bagi perusahaan penyedia jasa transportasi laut,
pemerintah maupun masyarakat dalam pengendalian keamanan dan keselamatan
penumpang transportasi laut agar mampu dijalankan dan diterapkan dengan baik
bukan hanya melaksanakan kewajiban yang tertulis dalam undang-undang, juga
sebagai bahan bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
E. Keaslian Penulisan
Keaslian suatu penulisan dalam proses pembuatan suatu karya ilmiah
berbentuk skripsi merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak terpisahkan
dari kesempurnaannya sehingga sebelumnya perlu dipastikan pernah tidaknya
penelitian mengenai judul skripsi ini dilakukan oleh pihak lain. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
11
penelusuran yang sudah di lakukan, beberapa judul skripsi yang memiliki
kemiripan namun judul dan juga permasalahan yang di angkat berbeda antara lain:
1. Nama : Hadi Prabowo Aryonto Putra
Nim : 120200517
Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab PT.Pelindo
Kepada Pengguna Jasa Barang yang Rusak/Hilang Selama Masih Di tumpuk
di Areal Pelabuhan (Studi pada PT.Pelabuhan Indonesia I Cabang Medan).
Rumusan masalah :
1) Bagaimana proses keluar masuknya barang di areal PT. pelabuhan
Indonesia I Belawan ?
2) Bagaimana upaya hukum pengguna jasa barang yang rusak/hilang
selama masih ditumpuk di areal pelabuhan kepada PT.Pelindo-I ?
3) Bagaimana tanggung/jawab PT. pelabuhan Indonesia I Belawan
kepada pengguna jasa barang yang rusak/hilang selama masih di
tumpuk di area pelabuhan ?
2. Nama : Faridz Afdillah
Nim : 140200482
Judul : Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Penyelenggaraan
Angkutan orang pada Angkutan Darat
Rumusan masalah :
1) Bagaimana perjanjian antara pengangkut dengan penumpang agkutan
darat ditinjau dalam hukum perdata ?
2) Bagaimana perlindungan hukum bagi penumpang angkutan darat ?
Universitas Sumatera Utara
12
3) Bangaimana tanggung jawab pengangkut dan penyelesaian ganti rugi
dalam penyelengggaraan angkutan orang ?
3. Nama : Dyan Indriani
Nim :157011054
Judul :Analisis Yuridis Mengenai Penerapan Asas Keseimbangan
dalam Perjanjian Kerjasama Antara PT.PELINDO I (Persero) Belawan
Internasional Countainer Terminal DENGAN PT. Samudra Indonesia TBK.
Tentang jaminan Tingkat Pelayaran Bongkar/Muat Peti Kemas Internasional
di Belawan Internasional di Belawan Internasional Countainer Terminal.
Rumusan masalah :
1) Apa saja ruang lingkup perjanjian antara PT.Pelindo I (Persero)
Belawan Internasional Countainer dengan PT.Samudera Indonesia
Tbk. ?
2) Bagaimana penerapan atas keseimbangan dalam perjanjian kerjasama
antara PT.Pelindo I (Persero) Belawan Internasional Countainer
Terminal dan PT. Samudera Indonesia Tbk. Ditinjau dari hak dan
kewajiban para pihak ?
3) Bagaimana pertanggung jawaban PT.Pelindo I terhadap kapal milik
PT.Samudera Indonesia Tbk. Mengalami kerusakan ketika sedang
melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan ?
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahan berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara bahwa judul: “Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang
Universitas Sumatera Utara
13
Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada
PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil)” sejauh ini belum pernah
dilakukan walaupun ada skripsi yang memiliki kemiripan, dan pada bagian
permasalahan menunjukan perbedaan sehingga skripsi ini asli dan belum
pernah di tulis sebelumnya.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pelayaran
Pelayaran berdasarkan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan
lingkungan maritim. Maka, tidak heran jika undang-undang tersebut secara
pokok-pokok memuat ketentuan-ketentuan mengenai berbagai aspek pelayaran,
yaitu kenavigasian, kepelabuhanan, perkapalan, angkutan, kecelakaan kapal,
pencarian dan pertolongan (search and secure), pencegahan dan pencemaran oleh
kapal, disamping dimuatnya ketentuan-ketentuan megenai pembinaan, sumber
daya manusia, penyidikan dan ketentuan pidana.
Pasal 8 ayat (1). Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan
angkutan laut nasional tersebut dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas
cabotage untuk melindungi kedaulatan (sovereignity) dan mendukung perwujudan
Wawasan Nusantara serta memberi kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi
perusahaan angkutan nasional untuk memperoleh pangsa pasar, karena itu kapal
asing dilarang mengangkut penumpag dan atau barang antarpulau atau antar
pelabuhan di wilayah laut teritorial beserta perairan kepulauan dan perairan
Universitas Sumatera Utara
14
pedalamannya. Asas cabotage adalah hak untuk melakukan pengangkutan
penumpang, barang, dan pos secara komersial dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia.14
2. pengertian Pengangkutan
Kata „pengangkutan‟ berasal dari kata dasar „angkut‟ yang berarti
mengangkat dan membawa.15
Dalam kamus hukum tercantum bahwa,
pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.16
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian pengangkutan dari para
sarjana, diantaranya:
Menurut Lestari Ningrum, “pengangkutan adalah rangkaian kegiatan
(peristiwa) pemindahan penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemuatan
(embargo) ke tempat tujuan (disembarkasi) sebagai tempat penurunan
penumpang atau pembongkaran barang muatan.” Rangkaian peristiwa
pemindahan tersebut meliputi kegiatan:17
a) Dalam arti luas
a. Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut.
14
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum Pelayaran
Laut dan Perairan Darat), Jilid 5 (b), Jakarta, Djambatan, 1993, hlm.15. 15
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/angkut, di Akses
Pada Tanggal 9 Februari 2019. 16
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka,2012,hlm.413. 17
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Bandung,
PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.134.
Universitas Sumatera Utara
15
b. Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan.
c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan
b) Dalam arti sempit
a. Kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun terminal
pelabuhan bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/
pelabuhan/ bandara tempat tujuan.
Menurut Abdulkadir Muhammad, “pengangkutan adalah proses kegiatan
membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan
dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke
tempat yang ditentukan.”18
Menurut Sinta Uli pengangkutan adalah suatu kegiatan perpindahan tempat,
baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak di
perlukan untuk mencapai dan meningginkan manfaat dan efesien19
Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pengangkutan adalah rangkaian kegiatan perjanjian timbal balik antara
pengangkut dan pengirim dalam memindahkan barang dan/atau penumpang
dari suatu tempat pemuatan (embargo) ke tempat tujuan (disemberkasi) tertentu
dengan selamat, dimana pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “ Hukum
Pengangkutan Niaga” ditulis bahwa konsep pengangkutan meliputi 3 aspek yaitu :
18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti, 1991, hlm.19. 19
Sinta Uli, Pengangkutan, Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut,
Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, USU press, Medan, 2006 hal 20
Universitas Sumatera Utara
16
a) Pengangkutan sebagi usaha (business)
Pengangkutan sebagai usaha (business) adalah kegiatan usaha di bidang
jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Kegiatan
usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perorangan, persekutuan, atau
badan hukum. Karena menjalankan perusahaan, usaha pengangkutan
bertujuan memperoleh keuntungan dan laba. Perusahaan bidang jasa
pengangkutan lazim disebut perusahaan pengangkutan.
b) Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)
Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) selalu di dahului oleh
kesepakatan antara pihak penumpang/pengirim. Kesepakatan tersebut pada
dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penmpang atau
pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau
barang sejak di tempat pemberangkatan hingga sampai ke tempat tujuan
yang telah di sepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut
berhak memperoleh sejumlah uang jasaatau uang sewa yang di sebut biaya
pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah
membayar imbalan sejumlah uang sebagai biayapengangkut dan
memperoleh pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan Perjanjian
pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik.Perjanjian timbal balik
adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut, yangdalam hal ini ialah pengangkut
dan pengirim barang. Di satu pihak,pengangkut ingin memikul tanggung
Universitas Sumatera Utara
17
jawab yang sekecil-kecilnya,sedangkan di lain pihak, pengirim barang
mengharapkan pertanggungjawaban yang besar-besarnya dari pengangkut.
Oleh karena itulah, baik dalam undang-undang nasional maupun konvensi
internasional telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab
dalam proses pengangkutan.
c) Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)
Pengangkut sebagai prose terdiri atas serangkaian perbuatan mulai
pemuatan ke dalam pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut
menuju ke tempat tujuan yang telah di tentukan, dan pembongkaran atau
penurunan di tempa tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan
system yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu :
1. Subjek pelaku pengangkutan
yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan
dengan pengangkutan.
2. Status pelaku pengangkutan
khususnya pengangkut selalu bersatus perusahaan perorangan,
persekutuan, badan hukum.
3. Objek pengangkutan
yaitu alat pengangkut, muatan, dan biaya pengangkut, serta dokumen
pengangkut.
4. Peristiwa pengangkutan
yaitu prose terjadi pengangkutan dan penyelenggaraan serta berakhir di
tempat tujuan.
Universitas Sumatera Utara
18
5. Hubungan pengangkutan
yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak pengangkutan
dan mereka yang berkepentingandengan pengangkutan
6. Tujuan pengangkutan
yaitu tiba dengan selamat di tempat tujuan dan peningkatan nilai guna,
baik barang dagangan maupun tenaga kerja20
HMN Purwosutjipto, mendifinisikan pengangkutan sebagai suatu ,perjanjian
timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang
dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban
pengirim ialah membayar ongkos angkut”
Berdasarkan definisi pengangkut tersebut terdapat unsur-unsur yang harus di
ketahui yaitu bahwa :
a) Sifat perjanjian adalah timbal balik, baik antara pengangkut dengan
penumpang atau pengirim barang (pengguna jasa), masing-masing adalah
menyelengarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, dan berhakatas biaya angkutan, sedangkan
kewajiban pengirim barang atau penumpang adalah membayar uang
angkutan dan berhak untuk di angkut ke suatu tempat tujuan tertentu
dengan selamat. Pengangkutan dan penumpang dan/atau pengirim barang
mempunyai hak dan kewajibanang seimbang, maka sifat hubungan hukum
yang terjalin antar pengangkut pengguna jasa adalah bersifat campuran,
20
Abdulkadir Muhammad, op.cit. hlm 1-2
Universitas Sumatera Utara
19
yaitu bersifat pelayananberkala dan perjanjian pemberian kuasa dengan
upah. Hal ini berarti antara pengangkutan, jadi tidak terus menerus dan
upah yang di berikan berupa biaya atau ongkos angkut.
b) Penyelenggaraan pengangkutan didasarkan pada perjanjian, hal ini berarti
antara pengangkut dengan penumpang dan,atau pengirim barang harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320
KUHperdata yang menyebutkan “untuk sahnya suatu pejanjian diperlukan
empat syarat, kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya: kecakapan
untuk membuat perikatan: suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal.”
Kesepakatan dan keckapan merupakan syarat subjektif, jika dilangar
memnyebabkan dapat dibatalkannya perjanjian. Sedangkansuatu hal yang
tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat objektif, jika dilanggar
menyebabkan batalnya perjajian. Hal ini menunjukan bahwa pembuatan
perjanjian pengangkutan tersebut tidak disyaratkan harus tertulis, cukup
dengan lisan saja, asalkan ada persetujuan kehendak (consensus) dari para
pihak. Dengan demikian surat, baik berupa karcis atau tiket penumpang
maupun dokumen angkutan barang bukan sebagai syarat sahnya perjanjian
tetapi hanya merupakan satu alat bukti saja, karena dapat dibuktikan
dengan alat bukti lainnya. Dengan demikian yang menjadi syarat sahnya
perjanijian adalah kata sepakat, bukan karcis atau tiket atau dokumen
angakutan. Tidak adanya karcis atau tiket atau dokumen angkutan tidak
membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada. Dan perjanjian
tersbut juga berlaku sebagai undang-undang bagi pengangkut/penumpang,
Universitas Sumatera Utara
20
sesuai dengan ketentuan yang terdapt dalam pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang menyebutkan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya”,
c) Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti pengangkutan tersebut
dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain
atas perintahnya. Jika pengangkutan dilakukan oleh oranglain, berarti
pengangkutan tersebut dilakukan melalui perantara. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang, perantara ada yang disebut sebagai makelar da
nada yang disebut sebagai komisioner. Makelar diatur secara khusus
dalam pasal 62 sampai 73 KUHD, sedangkan komisioner diatur dalam
pasal 76 sampai dengan pasal 85 a KUHD. Tetapi walaupun makelar dan
komisioner sama-sama merupakan perantara, terdapat perbedaan yang
mendasar diantara keduanya, yaitu bahwa makelardalam menjalankan
tugasnya, diangkat oleh Presiden, Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia, dan disumpah dipengadilan negeri serta selalu membawa nama
pemberi kuasa (mengatasnamkan pemberi kuasa) sedangkan komisioner
tidak diangkat dan disumpah serta selalu membawa dan mengatasnamakan
diri sendiri. Dalam hunbungannya dengan perjanjian pengangkutan, jika
pengangkut atau pengguna jasa membutauhkan perantara baik makelar
maupun komisioner, maka diantara mereka akan terikat perjanjian
keperantaraan atau perjanjian komisi. Disini berlaku juga syarat-syarat
perjanjian pada umumnya. Hak pengangkut adalah mendapatkan pengguna
jasa yang akan diangkut dengan alat angkutannya, begitu juga hak
Universitas Sumatera Utara
21
pengguna jasa adalah mendapatkan pengangkut yang baik, baik
pengangkut baik pengguna jasa berkewajiban membayar komisi.
Sedangkan hak perantara adalah mendapatkan komisi dari pengangkut
atau dari pengguna jasa dan berkewajiban mencari pengguna jasa yang
akan diangkut. Sifat hubungan yang terjalin antara pengangkut atau
pengguna jasa, dengan perantara adalah bersifat pelayanan berkala dan
perjanjian pemberian kuasa dengan upah, sama dengan perjanjian
pengangkutan yang dilakukan antara pengangkut dengan pengguna jasa.
Sifat hukum perjanjian pelayanan berkala tersebut berarti bahwa perjanjian
dapat dilakukan sewaktu waktu atau jika diinginkan oleh mereka, tidak
dilakukan secara terus-menerus, sehingga menimbulkan hubungan hukum
yang sejajar, sama tinggi atau setingkat (koordinasi) upah yang diberikan
berupa komisi tersebut didasarkan pada perjanjian kuasa, sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 1794 KUHPerdata. Apabila dalam perjanjian
pengangkutan menggunakan jasa makelar dan kemudian terjadi
wanprestasi, baik yang dilakukan oleh pengangkut maupun oleh pengguna
jasa, maka seorang makelar dapat menuntut pengangkut maupun pengguna
jasa berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, karena antara makelar dengan
pengangkut maupun antara makelar dengan pengguna jasa tidak terikat
perjanjian pengangkutan. Dalam menjalankan tugasnya makelar selalu
membawa nama pemberi kuasanya, jadi makelar bukanlah pihak dalam
perjanjian pengangkutan. Yang merupakan pihak dalam perjanjian
pengangkutan adalah pengangkut dengan pengguna jasa. Sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
22
apabila dalam perjanjian pengangkutan tersebut, menggunakan jasa
komisioner, maka yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan
adalah antara pengangkut dengan komisioner, karena komisioner selalu
mengatas namakan dirinya sendiri dalam melakukan perjanjian
pengangkutan, jadi jika terjadi wanprestasi, maka komisioner dapat
menuntut pengangkut atau pengguna jasa berdasarkan perjanjian
pengangkutan, sedangkan pengangkut jika ingin menuntut pengguna jasa
ataupun sebaliknya, hanya dapat menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata,
karena masing-masing pihak tidak terikat perjanjian pengangkutan.
d) Ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan barang, berarti barang dapat
diterima oleh si penerima yang mungkin si pengirim sendiri atau orang
lain. Sedangkan dalam pengangkutan orang berarti sampai di tempat
tujuan yang telah disepakati.
e) Istilah dengan selamat, mengandung arti apabila pengangkutan itu tidak
berjalan dengan selamat, maka pengangkut harus bertanggungjawab untuk
membayar ganti kerugian kepada pengirim barang atau penumpang21
3. Subjek Hukum dalam Pengangkutan
Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan
bukan badan hukum, dan perseorangan. Subjek hukum pengangkutan adalah
pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu
pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, antara lain:23
21
Siti NurBaiti, Hukum Pengangkuan Darat (jalan dan kereta api), Universitas Trisakti,
Jakarta Barat, 2009, hlm 13-22.
Universitas Sumatera Utara
23
a. Pengangkut
Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Dapat berstatus
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),
ataupun perorangan yang berusaha di bidang jasa pengangkutan. Ciri dan
karakteristik pengangkut, antara lain:
1. Perusahaan penyelenggaraan angkutan.
2. Menggunakan alat pengangkut mekanik.
3. Penerbit dokumen angkutan. 24
b. Penumpang
Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum
pengguna jasa angkutan, baik darat, laut, maupun udara. Ciri dan karakteristik
penumpang, antara lain:
1. Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian.
2. Membayar biaya angkutan.
3. Pemegang dokumen angkutan. 26
G. Metode Penelitian
Metode penelitian skripsi ini merupakan dasar utama agar skripsi ini dapat
lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode
penelitian yang di gunakan adalah gabungan antara yuridis normatif dan yuridis
empiris yang dapat di uraikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
24
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian,
maka sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif
analitis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang
menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui gambaran
jawaban atas permasalahan mengenai Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada PT.
ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil)22
.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu
suatu penelitian yang menganalisa hukum yang tertulis di dalam buku (law as it
written in the book).23
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian .
Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder
dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-
kualitatif normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika
keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan
disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang
objeknya hukum itu sendiri.
22Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta, Kencana,
2010, hlm.8.
23ibid
Universitas Sumatera Utara
25
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
penelitian deskriptif, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan nyata,
kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.24
3. Metode Pendekatan
Penelitian deskriptif dilakukan dengan cara melukiskan keadaan yang
menjadi obyek persoalannya dan bertujuan memberikan gambaran mengenai hal
yang menjadi pokok permasalahannya, dalam hal ini tentang pelayaran dan
transportasi laut. Sehingga dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil
kesimpulan yang bersifat umum. Penulis menggunakan peraturan perundang-
undangan yang berhubungan dengan perkawinan dan kewarganegaraan. Penelitian
memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian” dan tidak hanya
merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang terlihat
kasat mata.25
Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat
ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu
keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab
akibatnya, atau kecenderungan yang timbul. Menurut H.L. Manheim, bahwa suatu
24Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,Ghalia
Indonesia, 2003, hlm.116.
25Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta,
Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 27-28.
Universitas Sumatera Utara
26
penelitian pada dasarnya usaha secara hati-hati dan cermat menyelidiki
berdasarkan pengetahuan subjek ke dalam cara berfikir ilmiah.26
a. Faktor-Faktor Yuridis
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah pendekatan
yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang terhadap hubungan antara faktor-
faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-asas hukum).
Penelitian dengan pendekatan yuridis dilaksanakan dengan melalui tahapan
sebagai berikut :
1) Inventarisasi terhadap peraturan yang mencerminkan kebijaksanaan
pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan yang mendukung
pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
2) Menganalisis perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang telah
diinventarisir tersebut untuk mengetahui sejauhmana peraturan perundang-
undangan tersebut di atas sinkron baik secara vertikal dan horizontal.
b. Faktor-Faktor Normatif
Merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum kewarganegaraan yang
terkait dengan pelayaran dan transportasi laut . Hal ini berarti penelitian terhadap
data sekunder, oleh karena itu titik berat penelitian adalah tertuju pada penelitian
kepustakaan yang akan lebih banyak mengkaji dan meneliti data sekunder dan
tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa.27
26Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit UI Press, 2001,hlm
.9.
27ibid, hlm.41.
Universitas Sumatera Utara
27
4. Sumber Data
Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang
tepat, digunakan sumber data yaitu studi Kepustakaan. Menurut Sanapiah Faisal
yaitu : 28
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
Studi Pustaka adalah sumber data bukan manusia. Dilakukan untuk
memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari konsepsi-konsepsi,
teori-teori atau peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berlaku dan
berhubungan erat dengan Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi
Pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil).
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian hukum
pada PT.ASDP Cabang Singkil, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan
hukum dan sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-
bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,
misalnya yang berasal dari bidang: sosiologi dan filsafat dan lain
sebagainya, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi ataupun
menunjang data penelitian.29
28Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang, YA3, 2007,
hlm 42.
29
Op.cit, Soerjono Soekanto, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian lapangan ( Field Reasearch) 30
yang dilakukan dengan cara :
Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dan terstruktur
dengan narasumber/ instansi terkait (bapak Hendriawan selaku general
manager pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil) dan responden
yang berkaitan langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti.
b. Penelitian kepustakaan ( library research)31
, yang diperoleh dari :
1) Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan obyek penelitian.
2) Bahan sekunder yang berupa hasil penelitian ilmiah dan buku-buku
pustaka.
6. Teknik Analisis Data
Tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data. Pada tahap ini
data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga
dapat digunakan untuk menjawab permasalahan. Analisis data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif normatif yaitu data yang
diperoleh setelah disusun secara sistematis, untuk kemudian dianalisis secara
kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat
dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian
kepustakaan akan dipergunakan untuk menganalisis data, kemudian data dianalisis
secara kualitatif normatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
30Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 21.
31
Abdurrahman Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta,
Rineka Cipta, 2006, hlm.95-96.
Universitas Sumatera Utara
29
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis secara sistematis dan dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap
bab dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang dibagi secara garis besarnya akan
digambarkan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari, latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,tinjauan kepustakaan, metode
penelitian, sistematika penulisan dalam skripsi ini.
BAB II : Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan
Laut, terdiri dari, sejarah transportasi laut di indonesia, tujuan pengangkutan laut
di Indonesia, Azas-Azas transportasi laut di Indonesia, jenis-jenis transportasi laut
dan juga bagaimana proses penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam
angkutan laut.
BAB III : Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Transportasi Laut,
terdiri dari, pengertian jasa dan perlindungan, perkembangan pemakai jasa
transportasi laut, tanggung jawab penyedia jasa transportasi laut dan juga fungsi
perlindungan hukum bagi pengguna jasa transportasi laut.
BAB IV Efektifitas Uu No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap
Keselamatan Penumpang Transportasi Laut Pada Pt.Asdp Indonesia Ferry Singkil,
terdiri dari, pelaksanaan perlindungan hukum bagi pengguna jasa kapal
penyeberangan di Indonesia, bentuk perlindungan hukum bagi pengguna jasa
kapal penyeberangan di Indonesia, serta membahas tanggung jawab PT. ASDP
Indonesia Ferry dalam melindungi keamanan dan keselamatan penumpang.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB V : Kesimpulan Dan Saran, Pada bab ini penulis menguraikan tentang
kesimpulan mengenai permasalahan yang telah dibahas penulis serta saran atas
penulisan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya yang berguna dalam
proses perkembangan permasalahan keamanan dan keselamatan penumpang
transportasi laut.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB II
PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DALAM
ANGKUTAN LAUT
A. Sejarah Transportasi Laut Di Indonesia
1. KUHD
Aspek Hukum Perdata (privat) tentang penyelenggaraan angkutan laut di
Indonesia sumber utamanya adalah Buku II KUHD. Muatan isi dalam Buku II
tersebut mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari pelayaran.
Cakupan meterinya cukup luas yang pada pokoknya mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan kapal laut dan muatannya, pemilik/pengusaha kapal,
nakhoda dan awak kapal, pengangkutan barang dan orang, tubrukan kapal,
bencana kapal, kerugin di laut, asuransi laut, hapusnya perikatan-perikatan dalam
perdagangan melalui laut dan juga mengenai kapal dan alat pelayaran sungai dan
perairan pedalaman. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Buku II KUHD
tersebut merupakan produk hukum dari masa Kolonial Belanda dan isinya praktis
tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Padahal dilihat dari perkembangan
Hukum Maritim Internasional dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri sekalipun banyak dari ketentuanketentuan tersebut sudah tidak memadai
untuk diterapkan. 32
beberapa perbedaan antara perusahaan perkapalan pada zaman dulu dan
sekarang, yang perincian saya uraikan di bawah ini :
32
M.Syamsudin, Urgensi Pembaruan Commercial Code di Bidang Pelayaran Guna
Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen1 (Studi Perbandingan di Portklang Malaysia),
http://bpkn.go.id/uploads/document/7edb385a9a1868725e9a0ca84ea527cdb7ee4c0f.pdf,
Yogyakarta, diakses pada 18 Februari 2018.
Universitas Sumatera Utara
32
a) Pada zaman dulu, bagi pelayaran yang utama adalah pelayaran liar
(wilde vaart) sedangkan pada zaman sekarang, di seluruh lautan di
dunia telah ada pelabuhan tetap (vaste lijnen) dari pelabuhan yang satu
ke pelabuhan lainnya, dan tidak hanya di usahakan oleh satu dua
perusahaan, tetapi banyak sekali perusahaan dari berbagai bangsa,
sehingga orang sekarang mudah sekali menumpang salah satu kapal
jurusan tertentu dari perusahaan yang di pilihnya sendiri.
b) dulu perusaaan perkapalan hanya ada yang disebut (rederij) yang
sekarang sudah langka adanya, yaitu pemilikan sebuah kapal oleh
beberapa orang, yang dalam KUHD diatur dalan Pasal 323 sampai
dengan pasal 340-f, sekarang perusahaan perkapalan berbentuk PT dan
dapat dimiliki puluhan, malahan ratusan buah kapal. Perusahaan itu
sekarang tidak hanya merupakan perusahaan pengangkut saja, tetapi
juga brsedia untuk mencarterkan kapalnya kepada yang membutuhkan
c) Zaman dulu ada suatu lembaga yang di sebut (bodemerij) yaitu suatu
kredit pelayaran kapal bentuk lama, dimana seseorang pelepas uag
dengan jaminan kapal atau atau muatannya atau kedua-duanya. Bila
kapal beserta muatannya pulang dengan selamat, maka utang harus
dibayar dengan bungga tinggi. Sedangkan kalau kapal dan/atau
muatannya itu tidak datang, maka si pelepas uang kehilangan hak
untuk menagih piutangnya zaman sekarang bentuk (bodemerij)
tersebut sudah tidak dipergunakan orang lain. Sebagai jaminan utang,
Universitas Sumatera Utara
33
kapal dapat dibebani hipotik, selanjutnya kapal juga dapat dijadikan
benda pertanggungan bagi asuransi laut mengenai kasko.
d) Zaman dulu pengangkutan orang adalah bukan soal penting,
sebaliknya pengangkutan baranglah yang sangat diutamakan. Dulu
kalau orang menumpang kapal, dia harus mengurusi makanya sendiri,
berarti kapal tidak menyediakan makan bagi penumpang orang.
Sekarang pengangkutan orang termaksuk hal yang penting, yang
mendapat perhatian dari pengusaha kapal secara baik, segala hal yang
menjadi kepentingan penumpang.
Keadaan yang paparan di atas, yakni keadaan dulu, keadaan sebelum tahun
1927. Sekarang keadaan sudah jauh berkembang, dengan kemajuan teknologi dan
system pelayaran di dunia, orang membutuhkan seperangkat peraturan
perundangan yang sesuai dengan keadaan sekarang. Inilah yang menjadi
penyebab timbulnya pemikir-pemikir yang berhasrat untuk memperbarui
peraturan-peraturan mengenai pelayaran laut dan perairan darat. 33
2. Konvensi internasional
Standard Internasional terdapat tiga organisasi dunia yang mengatur tentang
keselamatan kapal yaitu IMO (International Maritime Organization), ILO
(International Labour Organization) dan ITU ( International Telecomunication
Union).34
Indonesia sebagai salah satu anggota dari ketiga organisasi tersebut
33
H,M,N. Purwosutjipto, op.cit hlm 5-7 34
Hari Utomo, Siapa Yang Bertanggung Jawab Menurut Hukum Dalam Kecelakaan Kapal
http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/dowload/75/pdf, Universitas Pertahanan,
diakses pada 21 Maret 2019.
Universitas Sumatera Utara
34
telah meratifikasi konvensi-konvensi dimaksud. Sehingga sebagai
konsekwensinya Indonesia harus melaksanakan aturan tersebut dengan baik dan
dibuktikan secara kongkrit dalam suatu sertifikasi yang independent dan selalu
dievaluasi setiap 5 tahun. Konvensi-konvensi Internasional yang mengatur tentang
keselamatan kapal meliputi
a) SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea)
yaitu salah satu konvensi internasional yang berisikan persyaratan-
persyaratan kapal dalam rangka menjaga keselamatan jiwa di laut untuk
menghindari atau memperkecil terjadinya kecelakaan di laut yang meliputi kapal,
crew dan muatannya. Untuk dapat menjamin kapal beroperasi dengan aman harus
memenuhi ketentuan-ketentuan di atas khususnya konvensi internasional tentang
SOLAS 1974 yang mencakup tentang desain konstruksi kapal, permesinan dan
instalasi listrik, pencegah kebakaran, alatalat keselamatan dan alat komunikasi dan
keselamatan navigasi.5 Dalam penerapannya implementasinya perlu dibuktikan
dengan sertifikat yang masih berlaku yaitu sertifikat keselamatan kapal
penumpang yang mencakup persyaratan persyaratan pada chapter II-1, II-2,III, IV
& V dan bab lain dalam SOLAS.
b) MARPOL (Marine Pollution) 1973/1978.
Marpol mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran di
laut baik berupa minyak, muatan berbahaya, bahan kimia, sampah, kotoran
(sewage) dan pencemaran udara yang terdapat dalam annex Marpol tersebut.
Dalam hal ini kapal jenis penumpang sangat erat kaitannya dengan tumpahan
minyak, kotoran dan sampah dalam menjaga kebersihan lingkungan laut. Adapun
Universitas Sumatera Utara
35
Sertifikat yang berhubungan dengan konvensi tersebut yaitu srtifikat pencegahan
pencemaran disebabkan oleh minyak (oil), sertifikat pencegahan pencemaran yang
disebabkan oleh kotoran (sewage), sertifikat pencegahan pencemaran yang
disebabkan oleh sampah (garbage).6 Dalam hubungannya dengan kecelakaan
kapal, Marpol memegang peranan penting terutama mengenai limbah yang
dibuang yang berbentuk minyak kotor, sampah dan kotoran (sewage). Untuk
mengetahui bahwa kapal tersebut telah memenuhi konvensi internasional
mengenai Marpol 73/78 dibuktikan dengan adanya sertifikasi.
c) Load Line Convention 1966.
Kapal yang merupakan sarana angkutan laut mempunyai beberapa
persyaratanpersyaratan yang dapat dikatakan laik laut. Persyaratan-persyaratan
kapal tersebut diantaranya Certificate Load Line yang memenuhi aturan pada
Load Line Convention (LLC 1966). Pada umumnya semua armada telah memiliki
Certificate Load Line baik yang berupa kapal barang maupun kapal penumpang.7
Prosedur untuk mendapatkan Certificate Load Line tersebut adalah kapal harus
melalui pemeriksaan dan pengkajian yang telah diatur dalam Undang-undang
Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kapal yang telah diuji dan diperiksa
tersebut, apabila telah memenuhi persyaratan keselamatan kapal dapat diberikan
Certificate Load Line yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang
berlaku secara nasional. Sertifikat tersebut juga berlaku secara internasional sesuai
dengan SOLAS 1974.35
35
Ibid, hal 61
Universitas Sumatera Utara
36
d) Collreg 1972 (Collision Regulation).
Konvensi tentang Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut Internasional 1972.
Salah satu inovasi yang paling penting dalam 1972 COLREG adalah pengakuan
yang diberikan kepada skema pemisah lalu lintas-Peraturan 10 memberikan
panduan dalam menentukan kecepatan aman, risiko tabrakan dan pelaksanaan
kapal yang beroperasi di atau dekat skema pemisah lalu lintas. Pertama skema
pemisah lalu lintas tersebut didirikan di Selat Dover pada tahun 1967.8
e) Tonnage Measurement 1966,
Konvensi yang mengatur tentang pengukuran kapal standar internasional.
f) STCW 1978 Amandemen 1975.
Merupakan konvensi yang berisi tentang persyaratan minimum pendidikan
atau pelatihan yang harus dipenuhi oleh ABK untuk bekerja sebagai pelaut.
g) ILO No. 147 Tahun 1976
tentang Minimum Standar Kerja bagi Awak Kapal Niaga.
h) ILO Convention No. 185 Tahun 2008 tentang SID (Seafarers Identification
Document) yang telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009.36
3. Pembaharuan undang-undang Pelayaran
1. UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
UU ini mulai berlaku 1 September 1992 dan mengatur segala aspek
palayaran baik nautik-teknis, ekonomi pelayaran, maupun hal-hal teknis
perundang-undangan yang lazim yaitu ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan
36
Ibid, hal 62
Universitas Sumatera Utara
37
penutup. Secara subtantif muatan UU tersebut meliputi: kenavigasian (lalu lintas
di laut), kepelabuhanan, perkapalan (termasuk kelaiklautan kapal), peti kemas,
pengukuran, pendaftaran kapal, awak kapal, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran laut oleh kapal, pengangkutan, kecelakaan kapal, pencarian dan
pertolongan, serta sumber daya manusia. Dari aspek ekonomi UU ini membuat
terobosan penting karena memuat ketentuan yang merupakan kebijakan dasar
untuk mengembangkan armada niaga dan usaha pelayaran nasional yang selama
ini belum pernah ditetapkan UU. Dalam UU tersebut disebutkan adanya 61 kali
mengenai perlunya peraturan pemerintah. Yang menarik terkait dengan
Commercial Code adalah pengaturan tentang nakhoda/pemimpin kapal dan anak
buah kapal. Ketentuan tersebut menimbulkan kerancuan mengingat Buku II
KUHD juga mengatur hal yang sama secara luas. Memang dalam hal ini dapat
diterapkan asas lex posterriore derogat lex priori. Namun jika dilihat dari
masalahnya pengaturan yang terdapat dalam KUHD Buku II jauh lebih luas
jangkauannya. Masalah awak kapal ini sebenarnya mengandung 2 aspek, yaitu
aspek hukum publik dan aspek hukum privat. Aspek hukum publik terkait dengan
tugas, tanggungjawab dan kedudukan awak kapal dalam penegakan peraturan
terkait keselamatan kapal dan pelayaran. Aspek privat terkait hubungan hukum
antara nakhoda dan anak buah kapal dengan pemilik atau operator kapal dengan
pemilik/ pengirim barang. 37
37
Djafar Al Bram, Pengantar Hukum Pengangkutan Laut (Buku II),Tanggung Jawab
Pengangkut, Asuransi, Dan Incoterm, Seri Buku Ajar, Jakarta selatan, 2011, hlm 23-24.
Universitas Sumatera Utara
38
2. UU No.17 tahun 2008 tentang
Pelayaran Dalam perjalanan waktu, UU No.21/1992 tentang Pelayaran perlu
dilakukan penyesuaian karena telah terjadi berbagai perubahan paradigma dan
lingkungan strategis, baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seperti
penerapan otonomi daerah atau adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pengertian "pelayaran" sebagai sebuah sistem telah berubah dan
meliputi angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim. Pengertian ini memerlukan
penyesuaian dengan kebutuhan dan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan
dan teknologi agar dunia pelayaran Indonesia dapat berperan di dunia
internasional. Atas dasar hal-hal tersebut, maka disusunlah UU Pelayaran baru
yang merupakan penyempurnan dari UU No. 21/1992. Penyelenggaraan pelayaran
sebagai sebuah sistem diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara. UU ini diharapkan dapat
memupuk dan mengembangkan jiwa kebaharian, dengan mengutamakan
kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan
daerah, serta pertahanan keamanan negara. UU No.17/2008 memuat empat unsur
utama yakni angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim38
B. Tujuan Pengangkutan Laut Di Indonesia
Pelayaran sebagai sektor di lingkungan maritim Indonesia tentu memiliki
tujuan dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini disebutkan didalam Pasal 3
38
Ibid hal 25
Universitas Sumatera Utara
39
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan
bahwa pelayaran diselenggarakan dengan tujuan:
a) Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan
dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
b) Membina jiwa kebaharian;
c) Menjunjung kedaulatan negara;
d) Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industry angkutan
perairan nasional;
e) Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan
pembangunan nasional;
f) Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan
wawasan nusantara; dan
g) Meningkatkan ketahanan nasional.
C. Asas-Asas Transportasi Laut Di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
definisi pelayaran menjadi sebuah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
angkutan di Perairan, Kepelabuhan, keselamatan dan keamanan serta
perlindungan lingkungan Maritim. Secara umum dapat dikatakan bahwa
Undang-Undang ini mengandung muatan ketentuan-ketentuan yang sangat
komprehensif dibandingkan dengan Undang-Undang pelayaran yang
sebelumnya. Hal paling terlihat adalah dari jumlah pasal yang terkandung
dalam Undang-Undang pelayaran baru yang lebih banyak, yakni sebanyak 138
Universitas Sumatera Utara
40
pasal sedangkan undang-undang pelayarn sebelumnya hanya memuat sebanyak
132 pasal.39
Asas-Asas mengenai pelayaran dinyatakan didalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan:
a) Asas manfaat;
b) Asas usaha bersama dan kekeluargaan;
c) Asas persaingan sehat;
d) asas adil dan merata tanpa diskriminasi;
e) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;
f) Asas kepentingan umum;
g) Asas keterpaduan;
h) Asas tegaknya hukum;
i) Asas kemandirian;
j) Asas berwawasan lingkungan hidup;
k) Asas kedaulatan negara; dan
l) Asas kebangsaan.
Penjelasan Pasal 2 undang-undang No 17 tahun 2008 tentang pelayaran
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud "asas manfaat" adalah pelayaran harus dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
39
Pasal 2 UU Pelayaran No.17 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
41
pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan
keamanan negara.
Huruf b
Yang dimaksud "asas usaha bersama dan kekeluargaan" adalah penyelenggaraan
usaha di bidang pelayaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang
dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai
oleh semangat kekeluargaan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas persaingan sehat" adalah penyelenggaraan angkutan
perairan di dalam negeri harus mampu mengembangkan usahanya secara mandiri,
kompetitif, dan profesional.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas adil dan merata tanpa diskriminasi" adalah
penyelenggaraan pelayaran harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan
merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat
ekonomi.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah
pelayaran harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara
kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan
masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan international.
Universitas Sumatera Utara
42
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas kepentingan umum" adalah penyelenggaraan
pelayaran harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah pelayaran harus merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik
intra-maupun antarmoda transportasi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas tegaknya hukum" adalah Undang-Undang ini
mewajibkan kepada Pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian
hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar
dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pelayaran.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah pelayaran harus bersendikan
kepada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam pelayaran dan
memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke
luar negeri.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan hidup" adalah
penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan berwawasan lingkungan.
Huruf k
Universitas Sumatera Utara
43
Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan negara" adalah penyelenggaraan
pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah penyelenggaraan pelayaran
harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
D.Jenis-Jenis Transportasi Laut
Berdasarkan Pasal 6 UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, angkutan
di perairan terdiri atas: Angkutan Laut, Angkutan Sungai dan Danau, dan
Angkutan Penyeberangan.40
1) Angkutan Laut
Angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya
melayani kegiatan angkutan laut.
2) Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan merupakan istilah yang
terdiri dari dua aspek yaitu Angkutan Sungai Dan Danau (ASD). Istilah ASD ini
merujuk pada sebuah jenis moda atau jenis angkutan dimana suatu sistem
transportasi terdiri dari 5 macam yaitu moda angkutan darat (jalan raya), moda
angkutan udara, moda angkutan kereta api, moda angkutan pipa (yang mungkin
belum dikenal luas), moda angkutan laut dan moda ASD dan Penyebrangan.
40
Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Semarang:
Universitas Diponegoro, 1980, Hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
44
Angkutan perairan daratan atau angkutan perairan pedalaman merupakan
istilah lain dari Angkutan Sungai Dan Danau (ASD). Jenis angkutan ini telah
lama dikenal oleh manusia bahkan terbilang tradisional.
Sebelum menggunakan angkutan jalan dengan mengendarai hewan seperti
kuda dan sapi, manusia telah memanfaatkan sungai untuk menempuh perjalanan
jarak jauh. Demikian juga di Indonesia, sungai merupakan wilayah favorit
sehingga banyak sekali pusat pemukiman, ekonomi, budaya maupun kota-kota
besar yang berada di tepian sungai seperti Palembang.
Angkutan perairan daratan merupakan sebuah istilah yang diserap dari
bahasa Inggris yaitu Inland Waterways atau juga dalam bahasa Perancis yaitu
Navigation d‟Interieure atau juga voies navigable yang memiliki makna yang
sama yaitu pelayaran atau aktivitas angkutan yang berlangsung di perairan yang
berada di kawasan daratan seperti sungai, danau, dan kanal.
Sementara itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan, terutama pada Pasal 1, dijelaskan bahwa
angkutan perairan daratan yang juga dikenal sebagai angkutan sungai dan
danau (ASD) adalah meliputi angkutan di waduk, rawa, banjir, kanal, dan
terusan. Di Indonesia, angkutan perairan daratan merupakan bagian dari sub
sistem perhubungan darat dalam sistem transportasi nasional.
Moda angkutan ini tentunya tidak mempergunakan perairan laut sebagai
prasarana utamanya namun perairan daratan. Dalam kamus Himpunan Istilah
Perhubungan, istilah perairan daratan didefinisikan sebagai semua perairan
danau, terusan dan sepanjang sungai dari hulu sampai dengan muara
Universitas Sumatera Utara
45
sebagaimana dikatakan undang-undang atau peraturan tentang wilayah perairan
daratan.41
3) Angkutan Penyeberangan
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai
jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan kereta
api yang terputus karena adanya perairan. Dalam bahasa Inggris, moda ini
dikenal dengan istilah ferry transport.Lintas penyeberangan Merak-Bakauheni
dan Palembang-Bangka adalah beberapa contoh yang sudah dikenal masyarakat.
Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada jenis-jenis angkutan laut
berdasarkan Pasal 7 UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Angkutan Laut
Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan
Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.
4) Angkutan Laut Dalam Negeri
Merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan
Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional atau
dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas-batas kedaulatan dalam
negara.Pelayaran dalam negeri yang meliputi:
a) Pelayaran nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha
pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan
yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Radius pelayarannya > 200 mil laut.
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
46
b) Pelayaran lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan
antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan
pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan
kapal-kapal yang berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah atau sama dengan
175 BRT ke bawah. Radius pelayarannya < 200 mil laut atau sama
dengan 200 mil laut.
c) Pelayaran rakyat, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan
perahu-perahu layar.
5) Angkutan Laut Luar Negeri
Merupakan kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khusus
yang terbuka bagi perdagangan luar negeri kepelabuhan luar negeri atau dari
pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka
bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan
laut atau dalam artian dilakukan dengan pengangkutan di lautan bebas yang
menghubungkan satu negara dengan negara lain. Sedangkan pelayaran luar
negeri, meliputi:
a) Pelayaran Samudera dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan pelabuhan
negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut dari pelabuhan
terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan.
b) Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke dan dari luar negeri yang bukan
merupakan pelayaran Samudera dekat.
c) Angkutan laut khusus Merupakan kegiatan angkutan untuk melayani
kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
Universitas Sumatera Utara
47
d) Angkutan laut pelayaran rakyat Usaha rakyat yang bersifat tradisional
dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di
perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu. Ketiga ruang lingkup tersebut adalah kajian utama dalam
hukum pengangkutan. Oleh karena itu jika terjadi suatu sengketa pada
ketiga ruang lingkup tersebut, maka dapatdiselesaikan dengan hukum
pengangkutan.42
E. Proses Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan
Laut
Proses Penyelenggaraan pengangkutan baik orang maupun barang di laut
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang pelayaran
(selanjutnya disebut UU NO.17/2008) yang telah mencabut UU NO.21 Tahun
1992 dari aspek pelaksanaan pelayaran dalam rangka proses pengangkutan dan
atau perpindahan orang dan barang dari dan ketempat tujuan terdiri dari satu
subjek pelaksana sebagaimana di introdusir dalam pasal 1 angka 40, 41, dan 42
yang secara kongkrit di sebut sebagai berikut :
Angka 40
Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal
oleh pemilik operator kapal untuk meaksanakan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatan yang tercantum dalam buku sipil
Angka 41
42
Sudikno Mertokusumo,,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta: Liberty,
2003, Hlm. 34.
Universitas Sumatera Utara
48
Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan
tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangn.
Angka 42
Anak buah kapal adalah awak kapal selain nahkoda
Dari rumusan norma tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam proses
penyelenggaraan jasa moda pengangkutan laut itu sendiri terdapat lebih dari satu
pengertian subjek hukum, tentunya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
diatur dan dibatasi sendiri baik oleh undang-undang maupun pengaturan secara
internal perusahaan jasa pelayaran itu sendiri.
Proses penyelenggaraan pengangkutan laut meliputi empat tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan
laut dan penyerahan barang atau orang untuk diangkut;
b. Tahap penyelenggaran pengangkutan laut, meliputi kegiatan pemindahan
barang atau orang dengan alat pengangkutan laut dari tempat
pemberangkatan sampai di tempat tujuan yang disepakati;
c. Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya
penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan laut dalam hal tidak
terjadi peristiwa selama pengangkutan;
d. Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi
selama pengangkutan laut atau sebagai akibat pengangkutan.43
43
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,1982, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
49
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA
TRANSPORTASI LAUT
A. Tinjauan Umum Jasa Dan Perlindungan Hukum
1. Jasa Secara Umum
Perbedaan secara tegas antara barang dan jasa seringkali sukar
dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali
disertai dengan jasa-jasa tertentu, dan sebaliknya pembelian suatu jasa
seringkali melibatkan barang-barang yang melengkapinya.
Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Kotler dan Keller
yang mengemukakan mengenai pengertian dari jasa yang diuraikan sebagai
berikut :
“A service is any act or performance that one party can offer to another that
is essentially intangible and does not result in the ownership af anything. Its
production may or may not be tied to a physical product.”
Hal tersebut menyatakan bahwa jasa merupakan tindakan (performance)
yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang secara prinsip dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan juga
tidak terkait pada suatu produk fisik.44
Menurut Zeithaml dan Bitner definisi jasa dikemukakan sebagai berikut :
“Include all economic activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides
44
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 53
Universitas Sumatera Utara
50
added value in forms (such as convinience, amusement, timelines, comfort
or healt) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”
Hal itu menjelaskan bahwa jasa merupakan suatu tindakan pemindahan
(deeds), proses (process) dan kinerja (performance) atau dengan kata lain, jasa
merupakan suatu proses tindakan yang diwujudkan melalui kerja orang-orang atau
suatu pihak ke pihak lain dan tidak menyebabkan terjadinya pemindahan dalam
kepemilikan. Sejalan dengan pendapat di atas, Payne menjelaskan, bahwa jasa
merupakan kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketak berwujudan
(intangibility), serta melibatkan beberapa interaksi yang dilakukan secara langsung
antara pelanggan dsengan properti dalam perolehannya dan tidak menimbulkan
adanya perpindahan kepemilikan, selain itu dalam aktivitas jasa dapat saja
menyebabkan terjadinya perubahan kondisi yang mungkin saja terjadi dalam
memproduksi jasa secara berkaitan atau dapat pula tidak dengan produk secara
fisik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jasa menurut Payne adalah
sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ;
1) Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
2) Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan
suatu produk fisik.
3) Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.
4) Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.45
Suatu perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa dalam menyusun
kebijakan pemasarannya harus dipertimbangkan berbagai karakteristik (ciri-ciri)
45
Ibid, hal 54.
Universitas Sumatera Utara
51
yang dimiliki oleh jasa. Menurut Kotler dan Keller, Jasa memiliki karakteristik
berbeda yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu:
1. Intangibility
Intangibility yang berarti tidak berwujud adalah merupakan sifat dari jasa
yang paling utama. karena jasa bersifat tidak berwujud maka jasa tidak dapat
dilihat, dirasakan, diraba didengar atau dicium sebelum terjadi transaksi pembelian.
Dalam memasarkan jasa yang bersifat abstrak kita harus mampu menempatkan
bukti fisik dan gambaran pada penawaran abstrak mereka, keberwujudan dari suatu
jasa dapat direspon oleh pelanggan melalui kompetensi dari orang-orang yang
terlibat dalam proses jasa, peralatan yang digunakan dalam penyajian jasa, tempat
atau lokasi penyajian jasa, harga yang ditawarkan dan lain-lain, yang kesemuanya
itu merupakan suatu refleksi yang akan memberikan stimuli dalam kesatuan
pemikiran (mind set) pelanggan, agar tertarik untuk menggunakan jasa yang
ditawarkan.
2. Inseparibility
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. Jika seseorang
memberikan jasa maka penyedia jasa menjadi bagian dari jasa itu. Karena yang
menerima jasa (konsumen) sering hadir ketika jasa itu dibuat, maka interaksi
penyedia jasa dan penerima jasa merupakan fitur khusus dalam pemasaran jasa.
3. Variability
Kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan dan
dimana, kepada siapa, jasa sangat bervariasi. Menurut Kotler dan Keller dalam hal
pengendalian mutu, perusahaan jasa dapat menjalankan tiga langkah; pertama
Universitas Sumatera Utara
52
melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan karyawan yang baik. Kedua,
melakukan standarisasi proses kinerja jasa di seluruh organisasi tersebut. Ketiga,
memantau kepuasan pelanggan melalui sistem pesan, survei pelanggan dan
perbandingan belanja sehingga pelayanan yang kurang baik dapat diseleksi dan
diperbaiki.
4. Perishability
Jasa tidak dapat disimpan, keadaan tidak tahan lama dari jasa tidak menjadi
masalah bila permintaan stabil, karena mudah dilakukan persiapan dalam
pelayanannya. Keadaan tidak tahan lama dari jasa bukan menjadi permasalahan
apabila permintaan stabil. Jika permintaan tidak stabil dalam artian berfruktuasi,
maka perusahaan jasa akan mengalami kesulitan. 46
Pada masa lalu, perusahaan jasa tertinggal di belakang perusahaan
manufaktur di bidang penggunaan pemasaran karena dianggap perusahaan jasa itu
kecil, atau merupakan bisnis profesional yang tidak menggunakan pemasaran,
atau menghadapi banyak permintaan atau sedikit persaingan. Namun tentu saja
sekarang semua sudah berubah. Menurut Kotler dan Keller, Bauran Jasa terbagi
menjadi lima kategori penawaran ;
1. Barang berwujud murni (pure tangible goods), penawaran terdiri
dari barang berwujud.
2. Barang berwujud yang disertai jasa (tangible goods with
accompanying services), penawaran yang terdiri dari barang
berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa.
46
Priyambodo Nur Ardhi Nugroho, peningkatan kualitas jasa, lib.ui.ac.id, Universitas
Indonesia, diakses pada 12 maret 2019.
Universitas Sumatera Utara
53
3. Hibrida (Hybrid), penawaran terdiri dari barang dan jasa yang
sama proporsinya.
4. Jasa utama yang disertai dengan barang dan jasa kecil (major
service with accompanying minor goods and services) penawaran
terdiri dari jasa utama beserta tambahan jasa atau barang
pendukung.
5. Jasa Murni (pure service), penawaran murni terdiri dari jasa. 47
2. Perlindungan Hukum Secara Umum
Hukum hadir dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama
lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut dilakukan dengan
cara membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya
tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak ini,
dilakukan secara terukur, keluasan dan kedalamannya. 48
Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa:
“Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindugan terhadap hak-
hak asasi manusia diarahkan pada pembatasan-pembatasan dan peletakan
kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.”49
47
Op.cit, Satjipto Rahardjo, hlm. 55 48
Ibid, hal 57. 49
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung, PT.
Remaja Rosda Karya, 1994 hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
54
Perlindungan hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal protection,
sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut rechtsbecherming. Harjono mencoba
memberikan pengertian perlindungan hukum sebagai perlindungan dengan
menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu
dengan menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut dalam sebuah hak
hukum.50
Dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan yang
diberikan dengan berlandaskan hukum dan perundang-undangan.
Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali,
dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa
mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan
harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang
di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang
adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara.
Perlindugan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang
tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia.51
50Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 357. 51
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta,2004, hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
55
Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), konsep perlindungan
hukum, yang tidak lepas dari perlindungan hak asasi manusia, merupkan konsep
Negara hukum yang merupkan istilah sebagai terjemahan dari dua istilah
rechstaat dan rule of law. Sehingga, dalam penjelasan UUD RI 1945 sebelum
amandemen disebutkan, “Negara Indonesia berdasar atas hukum, (rechtsstaat),
tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Teori Negara hukum secara
essensial bermakna bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap
penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the
law), tidak ada kekuasaan diatas hukum (above the law), semuanya ada dibawah
hukum (under the rule of law), dengan kedudukan ini, tidak boleh ada kekuasaan
yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan
(misuse of power).52
Sejarah perkembangan negara hukum berawal dari konsep pemikiran Plato
(427-347 SM) yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Plato
dalam bukunya yang berjudul Politea memberikan respons terhadap kondisi
negara yang memprihatinkan karena saat itu dipimpin oleh orang-orang atas dasar
kesewenangwenangan. Ide Plato dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles.
Dalam pandangannya, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah
dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Pandangan ini termuat dalam
karyanya yang berjudul politica. 53
52
Muh. Hasrul, 2013, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah
Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Makasar, hlm. 15. 53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
56
Terdapat tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi, yaitu:
1) pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum,
2) pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasar ketentuan-
ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang
yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi,
3) pemerintah berkostitusi, berarti pemerintah yang dilaksanakan atas
kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan seperti yang dilaksanakan
pemerintahan despotis. Pemikiran tentang negara hukum ini dilatari oleh
situasi dan kondisi yang sama ketika era Plato dan Aristoteles
mengemukakan idenya tentang Negara hukum, yaitu merupakan reaksi
terhadap kekuasaan yang absolut dan sewenang-wenang.54
Sementara, menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya
dengan istilah „rechtsstaat‟ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1) Perlindungan hak asasi manusia.
2) Pembagian kekuasaan.
3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4) Peradilan tata usaha Negara.55
Selanjutnya, A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam
setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
b. persamaan di depan hukum (Equality before the law)
c. proses hukum yang adil (Due Process of Law).
54
Ibid, hal 16. 55
Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Djakarta,1970, hlm. 24-
28.
Universitas Sumatera Utara
57
Perumusan ciri negara hukum dari konsep rechtsstaat dan rule of law
sebagaimana dikemukan oleh Julius Stahl dan A.V. Dicey kemudian
diintegrasikan pada pencirian baru yang lebih memungkinkan pemerintah bersikap
aktif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 56
Perumusan kembali ciri-ciri tersebut,
antara lain, dihasilkan oleh International Comission of Jurist yang pada
konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, mencirikan konsep negara hukum
yang dinamis atau konsep Negara hukum materiil sebagai berikut:
a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu,
konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh
perlindungan atau hak-hak yang dijamin.
b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c. Adanya pemilihan umum yang bebas.
d. Adanya kebebasan menyatakan pendapat.
e. Adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
f. Adanya pendidikan kewarganegaraan. 57
Pancasila memiliki sekurang-kurangnya empat kaedah penuntun yang harus
dijadikan pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia.
Pertama, hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan
bangsa dan karenanya tidak diperbolehkan adanya hukum-hukum yang menanam
benih-benih disintegrasi. Kedua, hukum harus mampu menjamin keadilan sosial
dengan memberikan proteksi khusus bagi golongan lemah agar tidak tereksploitasi
56
A.V. Dicey, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Terjemahan dari Introduction to the
Study of the Law of the Constitution, Nusamedia, Bandung,2007 hlm. 254-259. 57
Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:
Pustaka LP3ES, hlm. 187
Universitas Sumatera Utara
58
dalam persaingan bebas melawan golongan yang kuat. Ketiga, hukum harus
dibangun secara demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan dengan
nomokrasi (Negara hukum). Keempat, hukum tidak boleh diskriminatif
berdasarkan ikatan primordial apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi
beragama berdasarkan kemanusian dan keberadaban.58
B. Perkembangan Pemakai Jasa Transportasi Laut
Kedatangan dan keberangkatan penumpang di 25 pelabuhan strategis
Angkutan laut merupakan salah satu moda transportasi yang digunakan untuk
mendukung mobalitas penduduk yang semakin tinggi, terutama untuk wilayah
wilayah yang tidak bias dijangkau dengan moda darat ataupun udara. Tingginya
pemakai jasa angkutan laut tercermin dari banyaknya penumpang yang datang
ataupun berangkat di suatu pelabuhan.
Tabel 3.1 Banyaknya penumpang pelayaran dalam negeri dan luar negeri yang
berangkat dan datang di 25 pelabuhan strategis No Provinsi No Pelabuhan Datang Berangkat
2016 2017 2016 2017
1 Aceh 1 Lhoksemawe 0 0 0 0
2 Sumatera
Utara
2 Belawan 73604 58616 66998 72941
3 Sumatera
Barat
3 Teluk Bayur 0 24 0 563
4 Riau 4 Dumai 208328 195609 241500 233541
5 Pekan Baru 0 0 0 5900
5 Sumatera
Selatan
6 Palembang 46985 37381 50090 29743
6 Lampung 7 Panjang 0 0 0 0
7 Kepulaun Riau 8 Tanjung Pinang 751591 905035 756843 922996
9 Batam 4403888 4353896 4543672
58
Mahfud MD, Op, Cit., hlm. 56.
Universitas Sumatera Utara
59
8 Dki Jakarta 10 Tanjung Priok 158255 125859 129456 107931
9 Jawa Tengah 11 Tanjung Emas 202578 139540 210199 141905
10 Jawa Timur 12 Tanjung Perak 334417 251482 321571 285404
11 Banten 13 Banten 0 0 0 0
12 Bali 14 Benoa 333964 391217 334541 394390
13 Nusa
Tenggara
Timur
15 Tenau
133548 175259 134244 168738
14 Kalimantan
Barat
16 Pontianak 98671 574222 84093 43929
15 Kalimantan
Selatan
17 Banjarmasin 44768 22162 26431 25582
16 Kalimanan
Timur
18 Balik Papan 213320 161907 201527 131974
19 Samarinda 34258 27949 84509 69876
17 Sulawesi
Utara
20 Bitung 50953 51629 46011 38192
18 Sulawesi
Selatan
21 Makassar 373519 300844 482177 316189
19 Maluku 22 Ambon 245165 236280 220838 245902
20 Papua Barat 23 Sorong 175070 154503 217941 137297
21 Papua 24 Jaya Pura 132989 112477 95741 105680
25 Biak 48506 65772 49092 65799
Total 25 Pelabuhan Strategis 8064377 7963793 8107698 8088144
Total Seluruh Pelabuhan 21229828 22087616
2176136
2
2282892
4
Keterangan :
1. Tanjung Pinang meliputi Sri Pintan Pura, Sri Payung Batu Anam, dan Sri
Bayintan Kijang yang merupakan pelabuhan yang di usahakan
2. Batam meliputi Batam Centre, Kabil/Tenaga Punggur, Sekupang, Batu
Ampar, Tanjung Uncang, Teluk Senimba, Harbour Bay dan Nongsa yang
merupakan pelabuhan yang tidak di usahakan
Universitas Sumatera Utara
60
3. Total seluruh Pelabuhan = jumlah pelabuhan yang di usahakan + jumlah
pelabuhan yang tidak di usahakan .
Tabel 0.1 menunjukan kedatangan dan keberangkatan penumpang di 25
pelabuhan strategis tahun 2016 dan 2017, berbeda dengan angkutan barang,
proporsi angkutan,proporsi angkutan penumpang di 25 pelabuhan strategis
hanya 36,06 persen untuk kedatangan dan 35,43 persen untuk keberangkatan
penumpang pada tahun 2017 di 25 pelabuhan strategis mengalami penurunan
masing-masing sebesar 1,25 persen dan 0,24 persen.
Kenaikan jumlah penumpang berangkat maupun datang dari total seluruh
pelabuhan memberikan gambaran bahwa angkutan laut masi menjadi moda
angkutan yang diminati masyarakat pada tahun 2017, terutama yang bertempat
tinggal di wilayah perairan atau kepulauan seperti masyarakat yang tinggal di
provisi kepulauan Riau.
Pelabuhan batam tercatat merupakan pelabuhan dengan jumlah
penumpang paling tinggi yaitu 4,49 juta penumpang datang dan 4,54 juta
penumpang berangkat. Sementara itu, pelabuhan dengan jumlah penumpang
terendah yaitu pelabuhan Teluk Bayur dengan 24 penumpang datang dan 563
penumpang berangkat
Jumlah penumpang paling tinggi di antara empat pelabuhan utama tercatat
di pelabuhan Makassar dengan 300.844 penumpang datang dan 316.189
penumpang berangkat. Pada urutan berikutnya yaitu pelabuhan tanjung priok
dengan 125.859 penumpang datang dan 107.931 penumpang berangkat, serta
Universitas Sumatera Utara
61
pelabuhan Belawan dengan 58.616 penumpang datang dan 72.941 penumpang
berangkat.59
C. TANGGUNG JAWAB PENYEDIA JASA TRANSPORTASI LAUT
Berdasarkan amanat yang telah ada dalam UU No 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran mengenai kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut yakni :
Pasal 38 Wajib Angkut
1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau
barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian
pengangkutan.
2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.
3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.
Pasal 40 Tanggung Jawab Pengangkut
1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap
keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya.
2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati.
59
BPS, statistik transportasi laut 2016-2017, http,//www.bps.go.id, 2017, diakses 21
Februari 2018.
Universitas Sumatera Utara
62
Pasal 41
1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut;
atau
d. kerugian pihak ketiga.
2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya,
perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh
tanggung jawabnya.
3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi
perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 42
1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan
kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5
(lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Universitas Sumatera Utara
63
Managemen keselamatan yang di atur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 1996 dari perusahaan pelayaran antara lain meliputi :
a) Menyediakan peralatan keselamatan dalam operasi kapal dan keselamatan
lingkungan kerja
b) Menciptakan perlindungan atas semua resiko yang mungkin akan terjadi
atau yang di ketahui
c) Secara terus menerus meningkatkan keterampilan managemen
keselamatan dari personil darat dan kapal, termaksuk dalam keadaan
darurat yang ada hubungannya dengan keselamatan perlindungan
lingkungan.
Adapun alat-alat keselamatan sebagai mana yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan Perairan di antaranya adalah
sebagai berikut :
1) Sekoci penolong
2) Sekoci
3) Alat penolong
4) Tangga untuk memasuki sekoci penolong
5) Pelampung penolong
6) Pakaian perlindungan hawa?air dingin
7) Jaket pelampung tambahan
8) Peluncur untuk meninggalkan kapal
9) Radio untuk sekoci
10) Alat pelempar tali
Universitas Sumatera Utara
64
11) Tempat penyimpanan alat – alat yang di pergunakan dalam keadaan
darurat
12) Baju petugas pemadaman kebakaran
13) Pom pemadam darurat
14) Tabung tabung pemadam kebakaran yang dapat di jinjing / dibawa
15) Tabung-tabung pemadam api sistem tetap
16) Penutup ventilasi secara darurat
17) Mesin genator darurat
18) Lemari penyimpan alat-alat obat/ p3k
19) Pintu kedap air
20) Pintu tahan air
21) Sekat-sekat tahan api
22) Pesawat telfon darurat
23) Lonceng-lonceng tanda bahaya
24) Alat-alat bantuan pernapasan darurat
25) Peralatan untuk menangani tumpahan minyak
26) Ruang control keselamatan
27) Peralatan menanggulangi keselamatan
Universitas Sumatera Utara
65
BAB IV
EFEKTIFITAS UU NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG TRANSPORTASI LAUT
(STUDI PADA PT.ASDP INDONESIA FERRY)
A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal
Penyeberangan Di Indonesia
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kapal
penyeberangan/penumpang pelayaran memiliki pihak-pihak yang dalam dalam hal
ini bertanggung jawab secara hukum ialah sebagai berikut :
1.syahbandar
Keselamatan pelayaran tidak terlepas dari peran Syahbandar karena persoalan
terbesar terjadinya kecelakaan pelayaran diawali dari diabaikannya prosedur atau
dengan kata lain Syahbandar tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
Keberadaan Syahbandar merupakan manisfestasi dari bentuk kehadiran
Pemerintah dalam lalu lintas laut sehingga selain hubungan hukum privat maka
hubungan hukum publik pun nyata ada dalam sistem transportasi laut, sehingga
seluruh aktifitas pelayaran diatur oleh pemerintah sebagaimana diatur pada
undang-undang Nomor 17 Tahun 2008.60
Dalam Undang tersebut telah diatur
secara tegas tugas dan tanggung jawab dari Syahbandar.
Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya memiliki
kewenangan yang besar yang diberikan oleh aturan hukum Indonesia, oleh
60
Op.cit, Hari Utomo,hal 64
Universitas Sumatera Utara
66
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memiliki tugas sebagai
berikut :
1) mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban
dipelabuhan;
2) mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur
pelayaran.
3) mengawasi kegiatan alih muat diperairan pelabuhan;
4) mengawasi pemanduan mengawasi kegiatan penundaan kapal;
5) mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage;
6) mengawasi bongkar muat barang berbahaya;
7) mengawasi pengisian bahanbakar;
8) mengawasi pengerukan danrekalmasi; dan
9) mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.
2. Nahkoda
Nakhoda kapal mempunyai peranan penting dalam kapal, karena yang
mengemudikan kapal tersebut selamat sampai tempat tujuan. Nakhoda kapal
memikul tanggung jawab penting dalam sebuah kapal. Tugas seorang Nakhoda
kapal adalah bertanggung jawab ketika membawa sebuah kapal dalam
pelayaran, baik itu dari pelabuhan satu menuju ke pelabuhan lainnya dengan
selamat. Tanggung jawab itu meliputi keselamatan seluruh penumpang atau
barang yang ada dalam kapal. Nakhoda wajib mentaati dengan seksama
peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk menjamin kesanggupan
berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan pengangkutan
Universitas Sumatera Utara
67
muatannya. Ia tidak akan melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya
untuk melaksanakan itu memenuhi syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi
anak buah kapal secukupnya. Nakhoda wajib memberi pertolongan kepada
orang-orang yang ada dalam bahaya yang berada dalam kapal. Nakhoda tidak
boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya
mengancam
Kalau melihat hal tersebut di atas maka secara singkat tanggung jawab dari
seorang Nakhoda kapal adalah sebagai berikut :
1) memperlengkapi kapalnya dengan sempurna;
2) mengawaki kapalnya secara layak sesuai prosedur/aturan;
3) membuat kapalnya layak laut (seaworthy);
4) bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran;
5) bertanggung jawab atas keselamatan para pelayar yang ada diatas
kapalnya; dan
6) mematuhi perintah pengusaha kapal selama tidak menyimpang dari
peraturan perundangundangan yang berlaku.61
3. Perusahaan
Bagaimanapun kecakapan seluruh awak kapal dalam menempuh suatu
pelayaran, resiko akan terjadinya kecelakaan kapal ditengah laut tetap ada.
Sehingga dibutuhkan pengawasan yang baik dan ketat atas sebuah kapal dalam
pelayaran. Pengawasan terhadap keselamatan (safety) dari Perusahaan
Pelayaran terhadap kapal yang berlayar telah diatur dalam International Safety
61
Ibid hal 66-68
Universitas Sumatera Utara
68
Management Code (ISM Code) yaitu merupakan aturan standar internasional
tentang manajemen keselamatan dalam pengoperasian kapal serta upaya
pencegahan/ pengendalian pencemaran lingkungan. Sesuai dengan kesadaran
terhadap pentingnya faktor manusia dan perlunya peningkatan manajemen
operasional kapal dalam mencegah terjadinya kecelakaan kapal, manusia,
muatan barang/ cargo dan harta benda serta mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen
keselamatan kapal & perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan ISM
Code yang juga dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention. Pada dasarnya
ISM Code mengatur adanya manajemen terhadap keselamatan (safety) baik
Perusahaan Pelayaran maupun kapal termasuk SDM yang menanganinya.
Untuk Perusahaan Pelayaran, harus ditunjuk seorang setingkat Manajer yang
disebut DPA (Designated Person Ashore/Orang yang ditunjuk di darat). Ia
bertanggung jawab dan melakukan pengawasan terhadap keselamatan (safety)
dari Perusahaan Pelayaran tersebut. Manajer penanggung jawab ini harus
bertanggung jawab dan mempunyai akses langsung kepada Pimpinan tertinggi
(Direktur Utama/Pemilik Kapal) dari Perusahaan Pelayaran tersebut.62
4. Peran KNKT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, disingkat KNKT (bahasa
Inggris: National Transportation Safety Committee, disingkat NTSC) adalah
62
Ibid hal 69
Universitas Sumatera Utara
69
sebuah lembaga pemerintahan nonstruktural Indonesia yang melaksanakan
tugas dan fungsi investigasi kecelakaan transportasi. 63
Dalam ketentuan Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan, Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran kapal dinyatakan bahwa:
1) investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional
Keselamatan Transportasi untuk mencari fakta guna mencegah
terjadinya kecelakaan kapal dengan penyebab yang sama;
2) investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
3) dilakukan terhadap setiap kecelakaan kapal; dan
4) investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan
Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak untuk
menentukan kesalahan atau kelalaian atas terjadinya kecelakaan
kapal.
Komisi ini bertanggung jawab untuk melakukan investigasi atas
kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan
usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi pada masa
depan. KNKT melakukan investigasi kecelakaan didasarkan pada aspek legalitas
berupa Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan Keputusan
Presiden Nomor 105 Tahun 1999, yang didalamnya mengatur tugas pokok dan
fungsinya :
1) melakukan investigasi dan penelitian yang meliputi analisis dan
evaluasi sebab-sebab terjadinya kecelakaan transportasi;
63
Ibid
Universitas Sumatera Utara
70
2) memberikan rekomendasi bagi penyusunan perumusan
kebijaksanaan keselamatan transportasi dan upaya pencegahan
kecelakaan transportasi;
3) melakukan penelitian penyebab kecelakaan transportasi dengan
bekerja sama dengan organisasi profesi yang berkaitan dengan
penelitian penyebab kecelakaan transportasi.
5. Mahkamah Pelayaran
Mengingat pentingnya lalu lintas perkapalan maka Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan agar setiap kecelakaan
kapal yang terjadi dilakukan pemeriksaan kode etik profesi Nakhoda dan/atau
awak kapal lainnya oleh pejabat yang berwenang yaitu Mahkamah Pelayaran.
Pertanggungjawaban atas tenggelamnya kapal atau terjadinya kecelakaan kapal
memerlukan penanganan melalui lembaga yang cukup istimewa. Pemeriksaan
kecelakaan kapal yang dimaksud diatas dilakukan untuk mengetahui sebab-
sebab terjadinya kecelakaan kapal dan/atau menentukan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi kepelautan yang
dilakukan oleh Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau perwira kapal.64
Dengan demikian berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat ditempuh
langkahlangkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal
dengan sebab-sebab kecelakaan kapal yang sama dan bertujuan sebagai satu
bentuk pembinaan dan pengawasan bagi tenaga profesi kepelautan. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia belum memiliki Mahkamah
64
Ibid hal 72
Universitas Sumatera Utara
71
Maritim atau Admiralty Court seperti di negara-negara lain. Mahkamah
Pelayaran yang ada saat ini hanya mampu memberikan penindakan.65
Pelaksanaan perlindungan hukum tersebut haruslah memerhatikan hal hal sebagai
berikut :
1. Sumber Daya Awak Kapal
Sekalipun kondisi kapal prima, namun bila tidak dioperasikan oleh personal
yang cakap dalam melayarkan kapal, dan memiliki pengetahuan yang memadai
tentang peraturan dan kode serta petunjuk yang terkait dengan pelayaran maka
kinerjanya pun tidak akan optimal. Bagaimanapun modernnya suatu kapal yang
dilengkapi dengan peralatan-peralatan otomatis, namun bila tidak didukung
dengan sumber daya awak kapal pastilah akan sia-sia. Selain para awak kapal
harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan kapalnya, mereka juga harus
mampu melayarkan kapal secara aman sampai di tempat tujuan Awak kapal,
terutama Nakhoda dan para perwiranya harus memenuhi kriteria untuk dapat
diwenangkan memangku jabatan tertentu di atas kapal. Karenanya, mereka harus
mengikuti pendidikan formal lebih dahulu sebelum diberi ijazah kepelautan yang
memungkinkan mereka bertugas di kapal. Awak kapal yang tahu dan sadar akan
tugas-tugasnya akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Jika mesin kapal
65
Ibid hal 73
Universitas Sumatera Utara
72
terawat, maka umur kapal dapat lebih panjang, ini berarti nilai depresiasi/susutan
dapat diperkecil.
2. Keselamatan dan Kelaikan Kapal
Berdasarkan UU No 17 tahun tentang Pelayaran sebagai berikut :
Ayat 32.
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhanan dan lingkungan maritim.
Ayat 33.
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan,
garis muat, pemuatan,kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang,status
hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal,
dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Ayat 34
Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio,
elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri
dalam sistem transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan ekonomi,
perlu dikaji lebih mendalam, karena umur armada kapal saat ini banyak yang
Universitas Sumatera Utara
73
sudah tua, sehingga dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga,
dan dapat mempengaruhi keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi
persyaratan material, konstruksi bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas,
tata susunan serta perlengkapan radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan
sertifikat, tentunya hal ini setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Kapal
yang kondisinya prima, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta
dinyatakan laik laut, akan lebih aman menyeberangkan orang dan barang,
sebaliknya kapal yang diragukan kondisinya cenderung menemui hambatan saat
dalam pelayaran. Jika kapal mengalami kerusakan saat di perjalanan akan
memerlukan biaya tambahan seperti biaya eksploitasi yang disebabkan terjadinya
delay. Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang
memenuhi persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut,
pengawasan pemuatan, kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini semua
memerlukan modal yang cukup besar Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran
ini juga memerlukan kerjasama dan bantuan penuh dari pihak galangan kapal,
sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga dihadapkan pada kelesuan. Oleh
karena itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat kebijakannya sangat
diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha yang
kondusif, sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan dapat melaksanakan
rahabilitasi, replacement maupun perluasan armada kapal.66
66
Danny Faturachman,dkk, Analisis Keselamatan Transportasi Penyeberangan Laut Dan
Antisipasi Terhadap Kecelakaan Kapal Di Merak-Bakauheni, hlm 18-19, Diakses pada 20
Februari 2019.
Universitas Sumatera Utara
74
Ketentuan Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang
pelayaran, keselamatan kapal dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujuan, bahwa sertifikat keselamatan diberikan kepada
semua jenis kapal yang berukuran lebih dari 7 GT, kecuali untuk kapal perang,
kapal negara dan kapal yang digunakan untuk setiap pengadaan, pembangunan,
dan pengerjaan kapal termaksut perlengkapannya serta saat pengeoperasian kapal
di perairan Indonesia. Terhadap kapal dengan jenis dan ukuran tertentu wajib
diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk dilakukan pemeriksaan dan
pengujian, sehingga kapal dinyatakan memenuhi syarat keselamatan dan diberikan
sertifikat.
3. Sarana Penunjang Pelayaran
Selain faktor teknis kapal dan sumber daya awak kapal, Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP) juga unsur yang sangat penting dalam keselamatan
pelayaran. Sarana ini terdiri dari rambu-rambu laut yang berfungsi sebagai sarana
penuntun bagi kapal-kapal yang sedang berlayar, agar terhindar dari bahaya-
bahaya navigasi. Station Radio Pantai juga berguna sebagai sarana bantu navigasi
pelayaran untuk memungkinkan kapal-kapal melakukan pelayaran ekonomis,
sebab tanpa instrument ini kapal harus melakukan pelayaran “memutar” guna
menghindari bahaya navigasi.67
67
Ibid
Universitas Sumatera Utara
75
B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal Penyeberangan
Di Indonesia
Pemeriksaan kecelakaan kapal terdiri dari pemeriksaan pendahuluan
oleh Syahbandar dan pemeriksaan lanjutan oleh Mahkamah
Pelayaran. Sedangkan pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 245 menyatakan bahwa
: Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang
dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa:
1) Kapal tenggelam
2) Kapal terbakar
3) Kapal tubrukan dan
4) Kapal kandas
Selanjutnya pada pasal 248 tentang kewajiban nahkoda melaporkan kecelakaan
kapal sebagai berikut :
Nahkoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib melaporkan
kepada :
a. Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam
wilayah perairan Indonesia, atau ;
b. Pejabat perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah
negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar
wilayah perairan Indonesia
Selanjutnya pada Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan kapal dinyatakan
bahwa:
Universitas Sumatera Utara
76
1) Investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan
Transportasi untuk mencari fakta guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal
dengan penyebab yang sama.
2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap
kecelakaan kapal.
3) Investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak untuk menentukan kesalahan atau
kelalaian atas terjadinya kecelakaan kapal.
C. Tanggung Jawab PT.ASDP INDONESIA FERRY Dalam Melindungi
Keamanan Dan Keselamatan Penumpang
Berikut tanggung jawab PT.ASDP dalam melindungi keamanan dan
keselamatan penumpang :
1. Pemeriksaan tiket masuk pelabuhan dan tiket masuk kapal
Tanggung jawab PT.ASDP INDONESIA FERRY dalam melindungi
penumpang sudah dilakukan dari awal pada saat calon penumpang memasuki
pelabuhan dan kapal. terdapat dua tiket untuk kemudian menyeberang ke tempat
tujuan melalui PT.ASDP INDONESIA FERRY ini. yakni tiket masuk pelabuhan
dan tiket masuk ke dalam kapal. Pada saat awal penumpang akan memalui proses
pemeriksaan pada portal di pelabuhan menuju dermaga, kemudian di pintu masuk
kapal kembali dilakukan pengecekan tiket. Pengecekan ini dilakukan sebagi upaya
agar tidak terjadinya kecurangan pada saat proses pembelian tiket sehingga calon
penumpang tidak terdaftar dan tidak memiliki tiket, selain itu nama dan juga jenis
Universitas Sumatera Utara
77
kendaraan yang di bawa beserta plat nomer kendaraan juga secara terperinci di
lakukan oleh awak kapal, apakah sudah sesuai dengan yang tertera pada tiket.
Apabila setelah penumpang telah melewati proses pengecekan tiket namun tetap
masi terdapat kecurangan dan diketahui oleh awak kapal maka awak kapal akan
memberikan sanksi tegas berupa denda. selain itu penumpang yang tidak terdaftar
atau tidak memiliki bukti tiket maka pihak PT.ASDP akan terbebas dari tanggung
jawab terhadap penumpang tersebut apabila kemudian terjadi kecelakaan.
2. Perlindungan berdasarkan jenis kebutuhan
a) Penumpang berkebutuhan khusus/cacat
Sebagaimana yang telah di amanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran pasal 63 ayat (1) menyatakan bahwa penyandang cacat
dan orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dalam
angkutan perairan oleh sebab itu pula pihak PT.ASDP Indonesia Ferry juga
menyediakan kursi roda hal ini sudah menjadi mandatory atau pun kewajiban bagi
pelaksana perusaan penyeberangan tersebut, meskipun kursi roda yang di
sediakan belum dalam jumlah banyak.
b) Ibu hamil
Di sediakan pula kursi roda, si calon ibu jugak di tanyakan akan kesehatan
dan kesiapan nya untuk berlayar apabila ada gangguan pada kesehatan ibu maka
pihak awak kapal kemudian akan meminta si ibu untuk membatal kan
keberangkatannya apabila itu mengancam keselamatan si ibu dan anak. Selain itu
juga di sedikan pelambung dengan big size dan all size sehingga akan aman dan
nyaman jika digunakan oleh ibu hamil sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
78
c) Anak anak
PT.ASDP ferry memberikan tanggung jawab penuh terhadap anak anak
kepada orang tua atau pun walinya, selain itu apabila terjadi kecelakaan dan
proses evakuasi biasanya awak kapal akan kemudian mendahulukan anak-anak,
karna anak anak adalah subjek paling rentan. Selain itu untuk anak anak juga di
bedakan berdasarkan tiket nya, jadi untuk golongan anak-anak maka sudah khusus
dengan tiket anak anak, berbeda dengan tiket orang dewasa.
3. pihak PT.ASDP menyediakan jasa asuransi
Asuransi tersebut adalah jasa Raharja untuk jiwa dan jasa Raharja Putra
untuk kerugian. Untuk asuransi jasa raharja bagi kecelakaan luka-luka berat, luka-
luka ringan, sampai dengan kematian. Sedangkan untuk jasa raharja putra untuk
kerugian bagi penumpang yang biasanya membawa kendaraan nya.68
Menurut Undang-Undang No.33 Tahun 1964 Pada pasal 3 ayat 1,
disebutkan bahwa ganti kerugian diberikan kepada penumpang yang sah dari
penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan
nasional dan kapal perusahaan perkapalan.
. Menurut Undang-Undang No.34 Tahun 1964 17 Pasal pasal 4 ayat 1 Jo
pasal 10 Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1965, dijelaskan bahwa yang berhak
mendapatkan ganti kerugian adalah setiap orang yang menjadi korban mati/cacat
tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas
jalanan/pelayaran nasional;
68
Hasil wawancara dengan bapak Hendriawan selaku general menager pada PT.ASDP
Ferry Cabang Singkil pada 06 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
79
Prosedur penuntutan ganti rugi adalah cara bagaimana korban atau ahli
waris dari korban kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau yang membutuhkan biaya perawatan untuk
mendapatkan ganti rugi akibat dari kecelakaan yang dideritanya. Sehubungan
dengan terjadinya kecelakaan penumpang, maka korban atau ahli waris korban
kecelakaan penumpang dan pelayaran mengajukan tuntutan ganti rugi tersebut
kepada P.T. Jasa Raharja (Persero) 69
Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 33
tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 1964 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 1965 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun
1965. Tata cara di dalam pengajuan penuntutan ganti rugi korban kecelakaan
penumpang dan lalu-lintas jalan adalah sebagai berikut :
1) Tahap Pertama Ahli waris atau korban kecelakaan menghubungi P.T. Jasa
Raharja (Persero) terdekat, untuk kemudian mengajukan permohonan
santunan. Ahli waris atau korban mengisi formulir pengajuan santunan
dari P.T. Jasa Raharja (Persero) yang sudah disediakan. Di dalam formulir
pengajuan tersebut terdapat dua bagian, yaitu :
a) Bagian pertama diisi oleh ahli waris atau korban kecelakaan mengenai
nama, hubungan dengan korban, alamat, pekerjaan, jenis kelamin,
status, 22 sifat cedera.
69
Vickry Reza Sallamanda, Penyelesaian Ganti Rugi Akibat Kecelakaan Kendaraan
Bermotor Roda Dua Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Kecelakaan Lalu-
Lintas Jalan Di Pt. Jasa Raharja (Persero) Perwakilan Jember, http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/13866/gdl%20%2824%29xx.pdf?sequenc
e=1, diakses pada tanggal 25 april 2019.
Universitas Sumatera Utara
80
b) Bagian kedua, formulir diisi oleh petugas P.T. Jasa Raharja (Persero)
yang berada di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT),
berisi tentang kasus kecelakaan, terjadinya kecelakaan, identitas kapal
yang terlibat, identitas dan sifat cidera korban, serta kesimpulan
kecelakaan yang berisi tentang ruang lingkup jaminan.
2) Tahap Kedua Berdasarkan informasi yang diperoleh Jasa Raharja dari
korban maupun ahli warisnya dan setelah Jasa Raharja memberikan
penjelasan tentang tata cara permohonan santunan kecelakaan tersebut
kepada korban. Langkah selanjutnya korban maupun ahli waris korban
mengisi surat pengajuan santunan kecelakaan yang disediakan secara
cuma-cuma oleh P.T. Jasa Raharja (Persero), dengan melampirkan :
a) Keterangan kecelakaan lalu-lintas yang ditandatangani petugas Jasa
Raharja berupa Berita kecelakaan dari nahkoda/syahbandar dan atau
pejabat lain yang berwenang untuk kecelakaan kapal laut/sungai/danau
dan penyebrangan
b) Keterangan kesehatan dari dokter, Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS) atau rumah sakit, dimana korban dirawat atau menjalani
pengobatan. Keterangan kesehatan ini berisi tentang cidera yang secara
garis besar berisi penjelasan identitas dokter yang menangani, penjelasan
tentang cidera, atau luka-luka yang diderita korban, diagnosa keadaan serta
tindakan pertolongan yang telah atau akan dilakukan terhadap korban
c) Dalam hal korban meninggal dunia, keterangan yang dilampirkan
berupa surat keterangan kematian dari dokter rumah sakit tempat korban
Universitas Sumatera Utara
81
dirawat. Khusus mengenai hal ini, kelengkapan lain yang diperlukan yaitu
keterangan ahli waris. Keterangan ini harus diisi dan ditandatangani oleh
Kepala Desa setempat atau pejabat berwenang yang menjelaskan tentang :
identitas korban dan ahli waris korban. Untuk mendapatkan santunan,
maka korban atau ahli waris korban harus memenuhi persyaratan yang
diminta oleh pihak P.T. Jasa Raharja (Persero). Untuk kelengkapan wajib
diserahkan surat-surat bukti sebagai berikut:
a) Dalam hal kematian :
1.Proses verbal polisi lalu-lintas atau lain yang berwenang tentang
kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan yang bersangkutan,
yang mengakibatkan kematian pewaris.
2. Keputusan hakim atau pihak berwajib lain yang berwenang tentang
pewarisan yang bersangkutan.
3. Surat-surat keterangan dokter dan bukti lain yang dianggap perlu guna
pengesahan fakta kematian yang terjadi, hubungan sebab musabab
kematian tersebut dengan penggunaan alat angkutan dan hal-hal yang
menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan.
b) Dalam cacat tetap atau cidera
1.Proses verbal polisi lalu-lintas atau yang lain yang berwenang tentang
kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan yang bersangkutan,
yang mengakibatkan cacat tetap/cidera pada si penuntut.
2.Surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap/cidera yang telah terjadi
sebagai akibat kecelakaan penumpang dan lalu-lintas jalan.
Universitas Sumatera Utara
82
3.Surat-surat bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta cacat
tetap/cidera tersebut dengan penggunaan alat angkutan, dan hal-hal yang
menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan.
Untuk memperoleh jaminan pertanggungan kecelakaan penumpang dan
kecelakaan lalu-lintas jalan, selain keterangan di atas diperlukan juga bukti-bukti
lain yang harus dilampirkan seperti :
1) Laporan polisi berikut denah Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau laporan
pihak yang berwenang;
2) Kuitansi biaya perawatan dan pengobatan yang asli dan sah dalam hal korban
mengalami luka-luka;
3) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lain yang berlaku;
4) Akte Kelahiran atau Akte Kenal Lahir;
5) Surat Nikah; 24
6) Kartu Keluarga (KK);
7)Keterangan cacat tetap/cidera dari dokter.
Universitas Sumatera Utara
83
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan maka penelitian ini
memberikan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam angkutan laut adalah
sebagai berikut :
a) Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan
laut dan penyerahan barang atau orang untuk di angkut.
b) Tahap penyelenggaraan pengangkutan laut, meliputi kegiatan pemindahan
barang atau orang dengan alat pengangkutan laut dari empat
pemberangkatan sampai dengan tempat tujuan yang di sepakati.
c) Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya
penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan laut dalam hal tidak
terjadi peristiwa selama pengangkutan.
d) Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi
selama pengangkut laut atau sebagai akibat pengangkutan.
2. Bentuk perlindungan hukum bagi penumpang transportasi laut adalah sebagai
berikut :
a) Menyediakan peralatan keselamatan dalam operasi kapal dan keselamatan
lingkungan kerja
Universitas Sumatera Utara
84
b) Menciptakan perlindungan atas semua resiko yang mungkin akan terjadi
atau yang di ketahui
c) Secara terus menerus meningkatkan keterampilan managemen
keselamatan dari personil darat dan kapal, termaksuk dalam keadaan
darurat yang ada hubungannya dengan keselamatan perlindungan
lingkungan.
3. Penerapan Efektifitas UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran terhadap
keselamatan penumpang transportasi laut
a) Pihak-pihak yang bertanggung jawab secara hukum yakni
syahbandar,nahkoda,awak kapal,perusahaan , KNKT, dan juga Mahkamah
Pelayaran dalam hal ini harus terus mengoptimalkan fungsi nya dan terus
menerus mengoptimalkan sumber daya mereka dalam kesematan dan
keamanan pelayaran dan juga melengkapi sarana penunjang pelayaran.
b) Prosedur ganti rugi adalah cara bagaimana korban atau ahli waris dari
korban kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau yang membutuhkan biaya perawatan
untuk mendapatkan ganti rugi akibat dari kecelakaan yang dideritanya.
Sehubungan dengan terjadinya kecelakaan penumpang dan lalu-lintas
jalan, maka korban atau ahli waris korban kecelakaan penumpang dan
lalu-lintas jalan, mengajukan tuntutan ganti rugi tersebut kepada P.T. Jasa
Raharja (Persero) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh undang-
Undang Nomor 33 tahun 1964 dan UndangUndang Nomor 34 tahun 1964
juncto Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1965 dan Peraturan
Universitas Sumatera Utara
85
Pemerintah Nomor 18 tahun 1965. Untuk memperoleh jaminan
pertanggungan kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan,
selain keterangan di atas diperlukan juga bukti-bukti lain yang harus
lampiran;
B. SARAN
1. Dalam pelaksanaan di laut yang dilakukan oleh PT.ASDP Indonesia Ferry
Cabang Singkil hendaknya selalu mengutamakan Tanggung jawab serta
keselamatan awak kapal dan penumpang walaupun mekanisme di
lapangan masih menggunakan proses manual hingga mengurangi
kecelakaan yang di sebabkan oleh human eror
2. perusahaan pelayaran PT.ASDP Indonesia Ferry juga harus dapat
memenuhi ketetuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran didalam pengoperasiannya
3. Agar pemerintah juga melakukan sosialisi lebih kepada masyarakat
mengenai Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tetang Pelayaran agar
masyarakat dapat mengetahui dasar hukum, hak dan kewajiban mereka
sebagai pengguna jasa angkutan laut.
Universitas Sumatera Utara
86
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anantyo,Sendy, Diponogoro Law Review volume 1 Nomor 4 Tahun 2012
(Pengangkutan Memalui Laut), Semarang, Universitas Diponogoro. S.
Al Bram, Djafar, 2011, Pengantar Hukum Pengangkutan Laut (Buku
II),Tanggung Jawab Pengangkut, Asuransi, Dan Incoterm, Seri Buku Ajar,
Jakarta selatan
Azwar, Saifuddin , 2010, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Dicey, A.V, 2007,Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Terjemahan dari
Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Bandung.
Nusamedia.
Fathoni, Abdurrahman, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,
Jakarta, Rineka Cipta. 2006
Harahap,M. Yahya, , Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.1982
Hartono, Sri Rajeki, 1980, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat,
Semarang, Universitas Diponegoro,
Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
HMN. Purwosutjipto, 1993, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum
Pelayaran Laut dan Perairan Darat), Jilid 5 (b), Jakarta, Djambatan.
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, 1994 Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi,
Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
Universitas Sumatera Utara
87
Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,
Liberty
Muhammad, Abdulkadir, 1994, hukum Pengangkutan Darat,Laut Dan Udara,
Bandung,Citra Aditya Bakti.
Muh. Hasrul, 2013, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di
Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi,
Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar.
Mertokusumo, Sudikono, 2003 Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta,
Liberty.
MD, Mahfud, 2006,Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta,
Pustaka LP3ES.
Ningrum, Lestari, 2004, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum
Bisnis, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.
NurBaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkuan Darat (jalan dan kereta api),
Universitas Trisakti, Jakarta Barat
Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Djakarta.
Punaji Setyosari, 2010, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan,
Jakarta, Kencana.
Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Soegiejatna, Tjakranegara, 1995. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,
Bandung, Rineka Cipta,
Soemitro, Ronny Hanitijo, 2003, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta,Ghalia Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
88
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum),Tesis Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sunggono, Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu
Pengantar),Jakarta, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.
Soekanto,Soerjono, 2001, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit UI
Press.
Uli, Sinta, 2006 Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport
Angkutan Laut, Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, USU press,
Medan.
Widagdo,Setiawan, 2012, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka.
B. Perundang-Undang
Undang-Undang No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Undang-Undang No 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
Undang-Undang No 30 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan
Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1996 Tentang Managemen Keselamatan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
C. Jurnal/website/Artikel
Agnes Usindi T. Soekotjo, Aspek-Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut
Laut dalam Pengangkutan Penumpang di Indonesia (Studi Kasus PT.
Pelayaran
Universitas Sumatera Utara
89
Nasional)Indonesia,http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.js
p?id=79966, Diakses pada 20 Februari 2019.
Muhammad Ihsan Keselamatan Transportasi Laut,kajian hukum internasional
terkait keselamatan, www.academia.edu, Universitas Internasional Batam,
diakses pada 9 Februari 2019.
Budi Hartono Susilo, mengamati Keselamatan Penumpang angkutan sungai dan
danau ,jurnal.unej.ac.id, Bandung, diakses pada 9 Oktober 2019.
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/angkut, di
Akses Pada Tanggal 9 Februari 2019.
Johny Malisan, Keselamatan Transportasi Laut Pelayaran Rakyat,
digilib.unhas.ac.id, Makassar, Universitas Hasanuddin, diakses pada 11
Februari 2019
Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan
Disertasi, books.gogle.id, Yokyakarta, diakses pada 9 Februari 2019.
Dedy Daulay, Tugas Dan Tanggung Jawab Awak Kapal,
bukudaulay.wordpress.com, diakses pada 26 Februari 2019.
Danny Faturachman,dkk, Analisis Keselamatan Transportasi Penyeberangan
Laut Dan Antisipasi Terhadap Kecelakaan Kapal Di Merak-Bakauheni, ,
Diakses pada 20 Februari 2019
Sendy Anantyo, dkk, Pengangkutan Melalui Laut, http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/dlr, Diakses pada 20 Februari 2019.
Syamsudin,M, Urgensi Pembaruan Commercial Code di Bidang Pelayaran Guna
Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen1 (Studi Perbandingan di
Universitas Sumatera Utara
90
Portklang Malaysia),
http://bpkn.go.id/uploads/document/7edb385a9a1868725e9a0ca84ea527cd
b7ee4c0f.pdf, Yogyakarta, diakses pada 18 Februari 2018.
Utomo, Utomo, Siapa Yang Bertanggung Jawab Menurut Hukum Dalam
Kecelakaan Kapal
http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/dowload/75/pdf,
Universitas Pertahanan,diakses pada 21 Maret 2019.
Pusjianmar, konsep Negara Maritime dan Ketahanan Nasinal,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/chaptep%201.pdf:
jsessionid=3FE819D6B84CB3B609B872F58D0E951B?sequence=5 , diakses
pada 9 Februari 2019
D. WAWANCARA
Hasil wawancara dengan bapak Hendriawan selaku general menager pada
PT.ASDP Ferry Cabang Singkil pada 06 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
top related