Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...
Post on 02-Oct-2021
3 Views
Preview:
Transcript
STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN
AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN
KOLOM SEDIMENTASI
TUGAS AKHIR
Oleh
AMBAR RITA
15 0407 002
Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Universitas Sumatera Utara
STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN
AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN
KOLOM SEDIMENTASI
TUGAS AKHIR
Oleh
AMBAR RITA
15 0407 002
Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Universitas Sumatera Utara
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:
STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN
AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN
KOLOM SEDIMENTASI
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini adalah hasil karya saya
kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya
atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Medan, November 2019
Ambar Rita
NIM. 150407002
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PRAKATA
Bismillahirrohmanirohim, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
penulis yang berjudul “Studi Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) sebagai
koagulan dalam pengolahan air permukaan menggunakan kolom sedimentasi”. Tugas akhir ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di Program
Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Netti Herlina Siregar, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I dan Bapak M. Faisal, S.T.,
M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, membantu, dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini;
3. Bapak Dr. Ir. Munir Tanjung, M.M. selaku dosen penguji I dan Bapak Ivan Indrawan, S.T.
M.T., selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk tugas akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan
untuk menyempurnakan tugas akhir ini.
Medan, November 2019
Ambar Rita
Universitas Sumatera Utara
ii
DEDIKASI
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :
1. Orang tua tercinta Bapak Suroso dan Ibu Siti Amina atas segala doa, kasih sayang,
perhatian dan dukungan yang selalu penulis terima;
2. Sudara penulis Mentari Cahya dan Isva lanna;
3. Sahabat terdekat penulis yang telah banyak membantu selama mengarungi masa
perkuliahan Adillah Silviani, Yustika Ramadhani, Hartaty Ariany Bako, Siska Maharani,
dan Ardiansyahputra Pransiska;
4. Partner tugas akhir Adillah Silviani, dan Muna Nabila Napitupulu;
5. Seluruh teman-teman seperjuangan Teknik Lingkungan USU 2015 yang telah memberikan
semangat dan bantuan dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.
Universitas Sumatera Utara
iii
ABSTRAK
Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi kelangsungan
hidup manusia. Kurangnya pengolahan pada sumber daya air yang diakibatkan oleh limbah
domestik dan berbagai industri dapat menyebabkan meningkatnya kadar kandungan bahan kimia dan logam berat dalam badan air seperti kekeruhan dan padatan tersuspensi (TSS). Dalam
menurunkan Total Suspended Solid (TSS) dan kekeruhan (Turbidity) dapat dilakukan dengan
berbagai proses pengolahan air seperti proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi. Pada penelitian ini fokus terhadap pengendapan tipe II yaitu Flocculant Settling. Pengendapan tipe ini
adalah tipe pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok
gabungan partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Biji asam jawa (Tamarindus indica l) mampu mengikat kotoran atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat
warna sehingga membentuk gumpalan serta dapat memperbesar gumpalan, sehingga relatif
mudah untuk diendapkan. Kemampuan biji asam jawa pada proses Jar Test dalam menurunkan
TSS dan Kekeruhan terbaik pada dosis 15 mg/l yang dimana mampu menyisihkan TSS sebesar 96,9%, sedangkan pada kekeruhan mampu menyisihkan 97.5% dan pada proses sedimentasi
laju pengendapan tertinggi mencapai 95% pada nilai kekeruhan dan pada TSS 92%.
Kata Kunci: Air permukaan, Flocculant settling, Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L), Kekeruhan dan TSS.
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
Water is an element that can not be separated from human life, namely for the sake of human
survival. Lack of treatment of water resources caused by domestic waste and various industries
can cause increased levels of chemicals and heavy metals in water bodies such as turbidity and suspended solids (TSS). In reducing Total Suspended Solid (TSS) and turbidity can be done
with various water treatment processes such as the process of coagulation-flocculation and
sedimentation. In this study the focus on deposition of type II is Flocculant Settling. This type of precipitation is a type of precipitation of flocculant particles in water. Flocculant particles are
combined flocks of suspended and dissolved particles due to the influence of coagulants.
Tamarind seeds (Tamarindus indica l) are capable of binding impurities or breaking chains in the bonds of dyestuff compounds to form clots and can enlarge clots, making it relatively easy
to precipitate. The ability of tamarind seeds in the Jar Test process to reduce TSS and turbidity
was best at a dose of 15 mg / l which was able to set aside TSS by 96.9%, while in turbidity was
able to set aside 97.5% and in the sedimentation process the highest deposition rate reached
95% at value turbidity and at TSS 92%.
Keywords: Surface water, Flocculant settling, Tamarind seeds (Tamarindus indica L),
Turbidity and TSS.
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
PRAKATA i
DEDIKASI ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR RUMUS xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang I-1
1.2 Rumusan Masalah I-8
1.3 Tujuan Penelitian I-8
1.4 Ruang Lingkup I-8
1.5 Manfaat Penelitian I-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air II-1
2.2 Kualitas Air Bersih II-2
2.3 Air Sungai dan Indikator Pencemaran Sumber Daya Air Sungai II-3
2.4 Parameter Penelitian II-4
2.4.1 Total Suspended Solid (TSS) II-4
2.4.2 Kekeruhan (Turbidity) II-5
2.5 Jar Test II-6
2.6 Koagulasi dan Flokulasi II-6
2.7 Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) II-6
2.7.1 Peran biji asam jawa sebagai koagulan II-7
2.7.2 Alasan biji asam jawa dimanfaatkan pada penelitian ini II-7
2.8 Sedimentasi II-8
2.8.1 Pengertian Sedimentasi II-8
2.8.2 Klasifikasi sedimentasi II-8
2.8.2.1 Sedimentasi Tipe I II-9
2.8.2.2 Sedimentasi Tipe II II-9
2.8.2.3 Sedimentasi Tipe III dan IV II-10
Universitas Sumatera Utara
vi
2.8.3 Gaya Pada Sedimentasi II-11
2.8.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi II-11
2.8.5 Proses Sedimentasi II-11
2.8.6 Proses Sedimentasi skala kecil II-12
2.8.7 Fokus Penelitian (Sedimentasi Tipe II) II-13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian III-1
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian III-2
3.2.1 Lokasi Penelitian III-2
3.2.2 Waktu Penelitian III-2
3.3 Variabel Penelitian III-2
3.3.1 Variabel berubah III-2
3.3.2 Variabel tetap III-2
3.4 Sampel Air III-2
3.5 Metode Pengumpulan Data III-3
3.5.1 Data Primer III-3
3.6 Pelaksanaan Penelitian III-3
3.6.1 Bahan dan Peralatan III-3
3.6.2 Prosedur Kerja Biji Asam Jawa III-4
3.6.2.1 Tahap Pembuatan Serbuk Biji Asam Jawa III-4
3.6.2.2 Pembuatan Variasi Dosis Biokoagulan III-4
3.6.3 Cara Kerja pada pilot plant kolom sedimentasi III-4
3.5 Analisis Data III-5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Air Sampel Penelitian IV-1
4.2 Analisa Jar Test IV-2
4.2.1 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Kekeruhan IV-2
4.2.2 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Total Suspended Solid
(TSS) IV-5
4.2.3 Hasil Analisis pH pada proses Jar Test IV-8
4.3 Hasil Analisis Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch IV-9
4.3.1 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada Kekeruhan menggunakan Kolom
sedimentasi sistem Batch IV-9
Universitas Sumatera Utara
vii
4.3.2 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada TSS menggunakan Kolom sedimentasi
sistem Batch IV-14
4.3.3 Hasil Analisis pH IV-19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan V-1
5.2 Saran V-1
DAFTAR PUSTAKA xiii
LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Empat tipe Sedimentasi II-9
Gambar 2.2 Sketsa kolom sedimentasi tipe II II-9
Gambar 2.3 Grafik isoremoval II-10
Gambar 2.4 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif II-10
Gambar 2.5 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011) II-12
Gambar 2.6 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011) II-13
Gambar 2.7 Sketsa kolom sedimentasi tipe II II-14
Gambar 2.8 Grafik isoremoval II-14
Gambar 2.9 Penentuan kedalaman H1, H2 dan seterusnya II-15
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-1
Gambar 3.2 Pengolahan Air Permukaan dengan biokoagulan biji asam jawa Menggunakan
Kolom Sedimentasi III-5
Gambar 4.1 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda
dengan Kadar Kekeruhan awal 50 NTU IV-3
Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda
dengan Kadar Kekeruhan awal 250 NTU IV-4
Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda
dengan Kadar Kekeruhan awal 500 NTU IV-4
Gambar 4.4 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan
Kadar TSS 66 mg/l IV-6
Gambar 4.5 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan
Kadar TSS 250 mg/l IV-6
Gambar 4.6 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan
Kadar TSS 452 mg/l IV-7
Gambar 4.7 Grafik Nilai pH setelah proses Jar Test pada masing-masing kekeruhan
IV-8
Gambar 4.8 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah
Proses Sedimentasi IV-10
Gambar 4.9 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air setelah
Proses Sedimentasi IV-11
Gambar 4.10 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 15 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi IV-11
Gambar 4.11 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi IV-12
Universitas Sumatera Utara
ix
Gambar 4.12 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah
Proses Sedimentasi IV-13
Gambar 4.13 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU dengan nilai TSS 69 mg/l (Dosis
5 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-15
Gambar 4.14 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU dengan nilai TSS 351 mg/l
(Dosis 10 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-15
Gambar 4.15 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 403 mg/l
(Dosis 15 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-16
Gambar 4.16 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 504 mg/l
(Dosis 10 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-17
Gambar 4.17 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 511 mg/l
(Dosis 5 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-17
Gambar 4.18 Grafik Nilai pH setelah proses Sedimentasi Menggunakan Kolom Sedimentasi
pada masing-masing Kekeruhan IV-19
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Studi Penelitian Terdahulu I-4
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas II-2
Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sampel Sungai Deli IV-1
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR RUMUS
Rumus %100(%) xB
ABE
III-5
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Bahan Penelitian
Lampiran II Metode Uji Kekeruhan, TSS dan pH
Lampiran III Proses pengujian Jar test
Lampiran IV Data Kolom Sedimentasi Sistem Batch
Lampiran V Data Nilai Removal %
Lampiran VI Data Hasil Laboratorium Pada penelitian di PDAM Tirtanadi IPA Delitua
Lampiran VII Data Hasil Uji Kandungan Pada Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)
Lampiran VIII Desain Air bersih untuk Skala kecil (Komunal)
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi kelangsungan
hidup manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten
kehidupan manusia tidak akan mencapai tingkat yang dapat dinikmati sampai saat ini. Oleh
karena itu, pengembangan dan pengelolaan sumber daya air merupakan dasar kelangsungan
hidup manusia.
Air termasuk salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat vital bagi kehidupan
makhluk hidup yang ada di muka bumi. Kebutuhan terhadap penyediaan dan pelayanan air
bersih dari waktu ke waktu semakin meningkat yang terkadang tidak diimbangi oleh
kemampuan pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah
penduduk, peningkatan derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/kawasan pelayanan
ataupun hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
diikuti dengan peningkatan jumlah kebutuhan air per kapita (Putri, 2014).
Pada umumnya masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh perusahaan air minum
memanfaatkan sumber air bersih yang berasal dari air permukaan seperti air sungai. Air
permukaan merupakan air yang berasal dari air hujan namun tidak mengalami infiltrasi
(peresapan). Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Menurut Soemarwoto (2001), Air Sungai merupakan ekosistem perairan yang
sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Pada umumnya sungai dimanfaatkan untuk
keperluan aktivitas rumah tangga (mandi, cuci, kakus), bahan baku air minum dan sebagainya.
Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lainnya berdampak negatif terhadap sumber daya air,
termasuk penurunan kualitas air, gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air (Effendi, 2003). Dan Menurut Sudaryoto (2000), Kurangnya
pengolahan pada sumber daya air yang diakibatkan oleh limbah domestik dan berbagai industri
dapat menyebabkan meningkatnya kadar kandungan bahan kimia dan logam berat dalam badan
air seperti kekeruhan dan padatan tersuspensi (TSS).
Total Suspended Solid (TSS) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau
partikel-partikel yang tersuspensi dalam air. Menurut Sunu (2001), Keberadaan residu
tersuspensi dalam air tidak diinginkan karena alasan menurunnya estetika air disamping residu
tersuspensi dapat menjadi tempat penyerapan bahan kimia atau biologi seperti mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
I-2
penyebab penyakit. Menurut Suripin (2002), Kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi
yang meliputi proses pelepasan, penghanyutan serta pengendapan. Tingkat kekeruhan yang
tinggi pada air sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari
air permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan.
Dalam menurunkan Total Suspended Solid (TSS) dan kekeruhan (Turbidity) dapat dilakukan
dengan berbagai proses pengolahan air seperti proses koagulasi-flokulasi (siska, 2016), proses
pengolahan sedimentasi (Allen dan yanuar, 2014), proses pengolahan filtrasi (Ganjar dan abadi,
2011), dan proses pengolahan menggunakan membran (Kardo dkk, 2017).
Pada proses sedimentasi, Jenis pengendapan terbagi menjadi empat tipe, yang dimana pada jenis
pengendapan tipe II (flocculent) ditujukan pada partikel ukuran flok ketika partikel ukuran besar
akan menyusul partikel-partikel ukuran lebih kecil untuk membentuk suatu ikatan pengendapan
lanjutan dengan kecepatan pengendapan terus bertambah dari kecepatan awal masing-masing
partikel, dan dimana pada flocculent dibutuhkan bantuan koagulan untuk dapat mengendap.
Pengolahan air dengan koagulasi/flokulasi dapat dilakukan menggunakan berbagai macam
koagulan baik sintetik maupun alamiah. Jenis koagulan sintetik telah banyak diterapkan.
Menurut Kawamura (1991), Koagulan sintetik yang sering digunakan ialah koagulan seperti
alum sulfat, poly aluminium chloride, ferri sulfat (FeSO4), dan ferri khlorida (FeCl3).
Penelitian Riza Yuni Kartika (2015), menggunakan Poly Aluminium Chloride (PAC) untuk
menurunkan Kadar Total Suspended Solid (TSS). Dan Pada penelitian Pasca (2016),
menggunakan Al2(So4)3 dan Aluminium Chloride (PAC) untuk Pengolahan Air Bersih.
Adapun beberapa jenis koagulan alamiah yang telah diteliti. Seperti penelitian Hestiningsih
(2014), menggunakan biji kelor mampu menurunkan kekeruhan sebesar 99,22%. Cecilia dan
Alfan (2016), menggunakan Kitosan dari limbah udang mampu menurunkan kekeruhan sebesar
78,75%. Dan penelitian Tri dkk (2016), menggunakan Biji kacang babi mampu menurunkan
kekeruhan sebesar 99,70% dan Total suspended solid sebesar 99,27%.
Koagulan jenis sintetik memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan jenis koagulan alamiah,
antara lain yaitu efisiensi pengolahan lebih tinggi, tidak menurunkan ph, kecepatan
pengendapan lebih tinggi dan lain-lain. Namun demikian, koagulan sintetik juga memiliki
kelemahan seperti pengolahan yang lebih sulit, ketersediaan lebih terbatas khususnya di daerah
desa-desa terpencil.
Universitas Sumatera Utara
I-3
Menurut Ozacar (2003), bahwa koagulan kimia dapat memicu timbulnya penyakit Alzheimer.
Oleh karena itu, saat ini sedang dikembangkan pemanfaatan bahan alami sebagai koagulan
karena memiliki beberapa keuntungan antara lain bersifat biodegradable, lebih aman terhadap
kesehatan manusia. Koagulan alami dapat dijumpai dengan mudah karena dapat diambil atau
diekstrak dari bahan lokal berupa tumbuhan dan hewan (Prihatinningtyas dan Efendi, 2013).
Dan penggunaan koagulan alamiah diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang timbul
akibat penggunaan koagulan sintetik. Ada banyak sejumlah bahan-bahan dipedesaan yang dapat
dimanfaatkan sebagai koagulan alamiah.
Beberapa penelitian melakukan penelitian menggunakan koagulan alamiah seperti Biji Asam
Jawa (Tamarindus indica L), yang dimana Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sehingga mampu berperan sebagai polielektrolit alami,
Protein yang terkandung dalam Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) dapat mengikat partikel-
partikel koloid, sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar
dan pada akhirnya akan terendapkan.
Pada penelitian Riska dkk (2017) menggunakan biji asam jawa (Tamarindus indica L) dalam
proses perbaikan kualitas air yang dimana mampu menurunkan Total suspended solid sebesar
99,27% dan kekeruhan sebesar 99,60%. Namun, studi yang dilaporkan hanya sebatas
pengolahan skala laboratorium saja. Maka, dalam studi ini penulis bertujuan untuk
menginvestigasi proses sedimentasi dengan studi kolom sedimentasi sistem batch, yang dimana
untuk mengetahui pengaruh koagulan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) terhadap laju
pengendapan dalam pengolahan air permukaan secara sedimentasi sistem batch serta penyisihan
Total suspended solid (TSS) dan Kekeruhan. Dan diharapkan biji asam jawa dapat membantu
masyarakat dalam pengolahan air bersih, yang dimana biokoagulan Biji Asam Jawa
(Tamarindus indica L) dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh
perusahaan air minum. Adapun penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.1
Universitas Sumatera Utara
I-4
Tabel 1.1 Studi Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil
1
Allen
Kurniawan
dan Yanuar Chandral
Wirasembada
2016
Penyisihan Fraksi Total
Suspended Solid Air
Limbah Industri Pada Unit Sedimentasi
Berdasarkan Tipe
Flocculent Settling
menentukan persentase
penyisihan TSS skala
laboratorium berdasarkan
tipe flocculent settling
sehingga persentase penyisihan TSS, nilai waktu
detensi, dan overflow rate
dapat diprediksi berdasarkan
kondisi karakterisitik air
limbah terkini.
Metode penelitian
dilakukan berdasarkan
pengujian konsentrasi TSS
air limbah hasil proses
koagulasi flokulasi pada
beberapa titik sampling
per satuan waktu. Variasi
persentase penyisihan
adalah 10, 20, 30, 40,
50,60, dan 70%.
Hasil perhitungan total
penyisihan fraksi 155 dengan
variasi penyisihan 10, 20, 30,
40, 50, 60 dan 70% berturut-
turut yaitu 42,49%; 56,79%;
63,74%; 70,43%, 75,57%,
78,21% dan 82,86%. Nilai
tersebut kemudian dijadikan
sebagai dasar atau acuan
terhadap penentuan overflow
rate dan waktu detensi unit
sedimentasi.
3 Mustafa 2010
Evaluasi Laju Sedimentasi Pada
Kolom Sedimentasi
Sistem Batch Dengan
Penambahan Flokulan
Pengaruh penambahan
flokulan terhadap kecepatan
sedimentasi
Kolom sedimentasi
dirancang dari bahan mika
dengan diameter 8 cm dan
tinggi 80 cm. Slurry kapur
dibuat dengan variasi
konsentrasi
50,100,150,200dan250g/3,
5Lair.Slurry dimasukkan
ke kolom sedimentasi dan
ditambahkan flokulan
sebanyak 1 g dan 2 g.
Sampel diambil setiap 5
menit untuk mengetahui
kecepatan sedimentasinya.
Analisiskecepatansedimen
tasi dilakukan dengan
metode gafis.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada konsentrasi slurry
50 g/3,2 L terlihat kecepatan
sedimentasinya paling kecil,
sebaliknya pada konsentrasi
slurry 250 g/3,2 L, kecepatan
sedimentasinya paling besar.
Semakin banyak flokulan yang
ditambahkan semakin cepat
waktu sedimentasi.
Universitas Sumatera Utara
I-5
No. Nama
Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil
3
Ahmad Iman
Tauhid;
Wiharyanto
Oktiawan;
Ganjar
Samudro
2018
Penentuan Surface
Loading Rate (Vo) Dan
Waktu Detensi (Td) Air
Baku Air Minum
Sungai Kreo Dalam
Perencanaan
Prasedimentasi Dan
Sedimentasi Hr-Wtp
Jatibarang
Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui perubahan air
berdasarkan parameter pH,
TDS dan kadar logam setelah
melewati proses penjernihan.
Melakukan jar test untuk
mengetahui dosis
koagulan yang optimum
dan selanjutnya analisa
pengendapan dalam
perencanaan bak
prasedimentasi dan
sedimentasi.
Didapatkan dosis yang optimum
sebesar 20 mg/l. Untuk
mencapai efisiensi 70% dalam
pengolahan sedimentasi maka
dibutuhkan overflow rate
sebesar 1,3 m/h.
4 Dina Asrifah 2015
Pengolah Air Backwash Tangki
Filtrasi Menggunakan
Proses Koagulasi
Flokulasi Dan
Sedimestasi (Studi
Kasus Unit Pengolahan
Air Bersih Rsup Dr.
Sarjito)
Tujuan penulisan ini adalah
mengetahui dosis koagulan
dan waktu pengendapan
optimum pengolahan air
bekas backwash.
Pengolahan secara
koagulasi dilakukan
variasi terhadap dosis
koagulan (0 mg/L, 0,1
mg/L, 0,5 mg/L, 0,7 mg/L,
0,9 mg/L) dan dilakukan
dengan metode jar test.
Hasil penelitian ini diperoleh
dosis optimum 0,1 g/L dan
waktu optimum pengendapan
adalah 30 menit.
5
DM
Moyakhe, QP
Campbell and
E Fosso-
Kankeu
2017
The Effect of
Flocculant Type on
Settling Properties of
Fine Coal Tailings
Menyelidiki pengaruh jenis
flokulan dan dosis pada
pengendapan tailing
batubara.
Eksperimen flokulasi
dilakukan menggunakan
uji toples batch. Untuk
setiap pengujian, 1 liter
bubur asli - dengan
konsentrasi padat 4,71% -
ditransfer dalam tabung
gelas. Solusi flokulan
yang diinginkan
ditambahkan ke tabung
pengujian. Tutup
ditempatkan pada tabung
dan pencampuran
Antarmuka antara air dan
tinggi bubur bubur sebagai
fungsi waktu dicatat. Dari
Karakterisasi tailing dari pabrik
pengolahan batubara
menunjukkan bahwa lempung
kaolinit dan kuarsa menjadi
unsur utama tailing. Dalam
hubungannya dengan pH bubur
rendah, ditunjukkan bahwa
memilih polimer yang tepat
untuk pemisahan padat-cair
adalah prosedur yang kompleks
Universitas Sumatera Utara
I-6
No. Nama
Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil
grafik tinggi dan waktu
yang direkam, laju
pengendapan dari suspensi
yang mengalami flokulasi
dihitung. Pada waktu 15
menit, air supernatan
disampel untuk mengukur
kekeruhan air yang
diklarifikasi.
6
Waqas
Aleema, dan
Nurhayati
Mellon
2016
Experimental Study on
the Effect of
Parameters on
Sedimentation and
Coalescing Profiles in
Liquid-Liquid Batch
Settler
untuk pemisahan sistem
dispersi cair-cair digunakan
untuk memverifikasi data
eksperimen.
Eksperimen dilakukan
dengan minyak dalam
dispersi jenis air.
percobaan dilakukan pada
pemisah / pemukim batch
cair-cair menjaga rasio
kecil dalam kisaran yang
dapat diterima. Pengaruh
empat parameter seperti
waktu pencampuran,
tinggi dispersi, intensitas
pencampuran dan rasio
fasa minyak pada waktu
pemisahan dipelajari
dengan cermat. Sistem
diesel-air digunakan untuk
menentukan variasi
antarmuka penggabungan
dan pengendapan.
Hasil menunjukkan bahwa
dalam sebagian besar kasus
koalesensi mengontrol waktu
pemisahan.
7
M.R.
Garmsiri, dan
H. Haji Amin
Shirazi
2012
A new approach to
define batch settling
curves for analyzing the
sedimentation
characteristics
untuk menyelidiki perilaku
pengendapan dari suspensi
padatan, yang berkontribusi
pada pengental ukuran.
Metode konvensional
dalam menganalisis BST
berdasarkan prosedur
visual dan grafis
mengarah pada pengental
Hasil menunjukkan bahwa
dalam waktu yang sangat
singkat setelah dimulainya tes
settling, kecepatan settling
dalam kebanyakan kasus
Universitas Sumatera Utara
I-7
No. Nama
Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil
yang berukuran optimal
dan terpilih
mencapai nilai maksimum.
8
Yoshihiro
Nagasawa, Zenji Kato,
and Satoshi
Tanaka
2016 Particle sedimentation
monitoring in high-
concentration slurries
mengamati partikel individu
dan flokulasi dalam bubur selama sedimentasi dengan
pemindaian laser confocal,
mikroskop fluoresens.
Dalam penelitian ini,
kondisi sedimentasi
partikel dalam lumpur
konsentrasi tinggi
dijelaskan dengan
memantau keadaan
internal
Partikel-partikel itu ditemukan
mengendap dengan sangat
lambat sambil menunjukkan
gerakan yang berfluktuasi. Laju
partikel dalam bubur
konsentrasi tinggi dengan
larutan gliserol berair (η = 0,068
Pa · s) dan fraksi volume
partikel pada urutan 0,3
ditentukan menjadi 1,58 ±
0,66μm · min − 1 atas dasar dari
urutan gambar yang diperoleh
selama 24,9 jam.
9
Yi Zhanga,
Paul
Grassiaa,
Alastair
Marti, Shane
P. Usher,
Peter J.
Scales
2015
Mathematical
modelling of batch
sedimentation subject
to slow aggregate
densification
menyelidiki bagaimana volume padatan awal yang
mengalami pengurangan dan
pada saat awal tekanan pada
tingkat perlindungan dari
ketinggian suspensi dan
tempat tidur yang
dikonsolidasikan, serta
penentuan fraksi volume
padatan yang diperoleh di
bagian bawah pengumpul
batch. bagian bawah
pemukim.
Perilaku padatan dan
evolusi ketinggian
suspensi dan tinggi
unggun terkonsolidasi
dalam pemukim batch
telah diprediksi dengan
menggunakan teori
pseudo-steady state yang
diperluas.
Meningkatkan Vs menyebabkan
perubahan yang lebih sedikit
(atau bahkan tidak ada
perubahan sama sekali) di as
menjadi ketika agregat padat.
Universitas Sumatera Utara
I-8
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari tugas akhir berupa penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh variasi dosis koagulan terhadap laju pengendapan menggunakan grafik
isoremoval pada pengolahan air permukaan dengan kolom sedimentasi sistem batch?
2. Bagaimana efisiensi penyisihan Total Suspended Solid (TSS)?
3. Bagaimana efisiensi penyisihan kekeruhan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari pengaruh variasi dosis koagulan terhadap laju pengendapan menggunakan grafik
isoremoval pada pengolahan air menggunakan kolom sedimentasi sistem batch.
2. Menentukan efisiensi penyisihan Total Suspended Solid (TSS).
3. Menentukan efisiensi penyisihan kekeruhan.
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Variabel tetap pada penelitian ini:
a. Air yang digunakan pada penelitian ini yaitu air sungai sintetik dengan membuat
kekeruhan buatan menggunakan sedimen sungai.
b. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap menit ke 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120
menit.
c. Dosis terbaik hasil jartest.
d. Alat Kolom sedimentasi sistem batch.
2. Variabel berubah pada penelitian ini:
a. Variasi dosis koagulan : 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l.
b. Variasi jarak kran (pengambilan sampel air pada kolom sedimentasi) : berjarak 30 cm pada
masing-masing keran air.
c. Variasi Kekeruhan air : 50 NTU, 250 NTU, dan 500 NTU.
3. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap dua parameter, yaitu :
a. Kekeruhan
b. TSS
Universitas Sumatera Utara
I-9
1.5 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya:
1. Bagi penulis
Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan gelar Sarjana
dari Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Menambah pengalaman dalam hal pengolahan air bersih
2. Bagi Universitas Sumatera Utara
Menghasilkan produk yang mengharumkan nama Universitas Sumatera Utara dan sebagai
bahan pengembangan penelitian
3. Bagi Masyarakat
Memberikan rekomendasi pengolahan air bersih untuk kebutuhan masyarakat khususnya
masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh perusahaan air minum.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan salah satu zat yang paling penting dalam kehidupan. Air dimanfaatkan oleh
semua makhluk hidup untuk dapat bertahan hidup, dan khususnya terhadap manusia, selain
diminum untuk bertahan hidup, air juga digunakan pada berbagai kegiatan lainnya seperti
mencuci, mandi, memasak, dan lain-lain. Dalam penggunaannya, apabila air yang digunakan
terkontaminasi oleh bakteri ataupun zat kimia lainnya, maka dapat menimbulkan penyakit bagi
manusia. Berdasarkan isu yang ada terkait tentang air bersih, apabila air yang dikonsumsi oleh
masyarakat tidak higiene dan aman merupakan salah satu faktor utama dari penyebab 88 persen
kematian anak akibat diare di seluruh dunia (Rismawati et al, 2016).
Air yang dimanfaatkan manusia untuk keperluan hidup sehari-hari adalah air yang berkualitas,
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh instansi/lembaga. Standar tersebut ialah hasil
riset mutakhir sesuai dengan ilmu dan teknologi kesehatan yang berkembang saat ini, sehingga
dapat memberikan jaminan kesehatan namun air yang melimpah itu kualitasnya banyak yang
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan itu sehingga diperlukan usaha untuk
memperbaikinya (Saparuddin, 2010).
Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air
dapat ditinjau dari segi fisika, kimia dan biologi (Kusnaedi, 2010). Peningkatan kuantitas air
merupakan syarat kedua setelah kualitas air, karena semakin maju tingkat hidup seseorang,
maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk keperluan
minum dibutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter/hari, sedangkan secara keseluruhan kebutuhan
akan air suatu rumah tangga untuk masyarakat indonesia diperkirakan sebesar 120 liter/hari
(Asmadi, dkk. 2011).
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Mutu
air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kriteria
mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air. Baku mutu air ditetapkan
berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air (PP No. 82, 2001) yang dapat dilihat
pada Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
II-2
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
PARAMETER SATUAN KELAS
I II III IV
Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5
pH 6-9 6-9 6-9 5-9
TSS mg/L 50 50 400 400
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82, 2001.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu (PP No. 82, 2001):
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.2 Kualitas Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat pengawasan
kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum
adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung. Menurut Waluyo
(2009), persyaratan kesehatan untuk air bersih dan air minum meliputi persyaratan
bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik
a. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisika air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat
keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain
penting untuk aspek kesehatan juga langsung dapat terkait dengan kualitas fisik air seperti
suhu dan keasaman. Selain itu sifat fisik air juga penting untuk menjadi indikator tidak
langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.
b. Persyaratan Bakteriologis
Persyaratan biologis berarti air bersih tersebut tidak mengandung mikroorganisme yang
nantinya menjadi infiltran dalam tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam
empat group, yaitu parasit, bakteri, virus dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
II-3
tersebut, umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri, seperti Eschericia
coli.
c. Persyaratan Radioaktif
Apapun bentuk radioaktifitas efeknya sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang
terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian sel, perubahan komposisi genetik dan lain-lain.
Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel bergenerasi dari sel tidak mati sepenuhnya.
Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi. Sinar alpha,
beta, dan gamma mempunyai kemampuan menembus jaringan tubuh manusia. Persyaratan
radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan fisik, namun sering
dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda. Pada wilayah tertentu seperti
wilayah di sekitar reaktor nuklir, isu radioktif menjadi penting untuk kualitas air.
d. Persyaratan Kimia
Persyaratan kimia menjadi sangat penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air
yang memberi akibat buruk pada kesehatan, karena tidak sesuai dengan proses biokimia
tubuh. Bahan kimia seperti nitrat (NO3), arsenic (As), dan berbagai macam logam berat
khususnya mangan (Mn) dan besi (Fe) yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan
pada tubuh manusia karena dapat berubah menjadi racun dalam tubuh.
2.3 Air Sungai dan Indikator Pencemaran Sumber Daya Air Sungai
Menurut Suriawiria dan Agustiningsih (2011), Pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan yang tetap akan menyebabkan tekanan
terhadap lingkungan semakin besar. Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian akan menghasilkan
limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Sungai
merupakan alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air
di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis
sempadan.Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi). Sungai merupakan tempat berkumpulnya air
dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar
sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah
penyangga sungai (Wiwoho, 2005).
Pencemaran air adalah masuknya bahan yang tidak di inginkan ke dalam air (oleh kegiatan
manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan turunnya kualitas air tersebut sehingga
Universitas Sumatera Utara
II-4
tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan industri dan teknologi tidak
dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Dalam hal ini air sangat diperlukan agar industri dan
teknologi dapat berjalan dengan baik. Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah
adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui (Wardhana, 2001):
1. Adanya perubahan suhu air,
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi hidrogen,
3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air,
4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut,
5. Adanya mikroorganisme,
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
2.4 Parameter Penelitian
Parameter yang diuji dalam penelitian ini, yaitu Total Suspended Solid (TSS) dan Kekeruhan
(Turbidity). Penjelasan dari kedua parameter tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
2.4.1 Total suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) atau zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur,
dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen
hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati
(abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. (Mulyadi, 2015).
TSS merupakan bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan
dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat
tersuspensi, sehingga fotosintesa tidak berlangsung sempurna. Menurut Tarigan dan Edward
(2003), bahwa sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain dipengaruhi oleh masukan yang
berasal dari darat melalui aliran sungai dan erosi (pengikisan) (Tarumingkeng dan Wilhelmina,
2010).
Senyawa residu tersuspensi lainnya berasal dari aktivitas penduduk yang menggunakan air.
Limbah penduduk dan limbah industri biasanya banyak mengandung residu tersuspensi.
Keberadaan residu tersuspensi dalam air tidak diinginkan karena alasan menurunnya estetika air
disamping residu tersuspensi dapat menjadi tempat penyerapan bahan kimia atau biologi seperti
mikroorganisme penyebab penyakit (Sunu, 2001)
Universitas Sumatera Utara
II-5
2.4.2 Kekeruhan
Kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi yang meliputi proses pelepasan,
penghanyutan serta pengendapan. Hal ini akan menyebabkan turunnya produktivitas lahan
pertanian dan kualitas air serta mengurangi kapasitas sungai. Tingkat kekeruhan yang tinggi
pada air sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari air
permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan (Suripin, 2002).
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson
Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit). Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit
turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda
tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika
maupun dari segi kualitas air itu sendiri (Effendi, 2003). Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.492/ MENKES/PER/IV/2010 Tahun 2010, kadar maksimum
kekeruhan yang diperbolehkan dalam air adalah 5 NTU.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang
diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Furqoni dkk, 2016).
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut
(misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton
dan mikroorganisme lainnya (Davis dan Coenwell, 1991 dalam Effendi, 2003).
Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena zat-zat tersuspensi
terdapat dalam kolom air. Semakin keruh suatu perairan berarti semakin banyak bahan
tersuspensi dan terlarut yang ada di perairan. kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta
menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).
Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi sebanding dengan peningkatan konsentrasi
kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan. Keberadaan total padatan tersuspensi di
perairan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air. Dan
dampaknya bagi budidaya perairan adalah adanya absorsi cahaya oleh air dan bahan-bahan
terlarut, pembiasan cahaya yang di sebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Nilai kecerahan
suatu perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air (Tantowi,
2002).
Universitas Sumatera Utara
II-6
2.5 Jar Test
Jar test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan
dilakukan secara tepat, informasi dari hasil jar test berguna untuk membantu operator instalasi
dalam mengoptimalkan proses koagulasi-flokulasi dan penjernihan (Oktaviasari, dkk, 2016).
Proses laboratorium dari jar test biasanya digunakan untuk menentukan kegunaan dari koagulan
dan pembantu koagulan jika dibutuhkan serta dosis kimiawi juga dibutuhkan untuk proses
koagulasi pada air tertentu. Pada tahap ini, sampel air dituangkan dalam serangkaian beaker
glass, kemudian dosis kimia yang telah ditentukan ditambahkan ke wadah tersebut. Setelah itu
diaduk dengan kecepatan tinggi untuk mensimulasikan pencampuran dari zat tersebut, lalu
diaduk dengan kecepatan rendah untuk melihat proses flokulasi. Setelah didiamkan beberapa
saat, campuran tersebut akan memperlihatkan pembentukan flok. Aspek yang paling penting
untuk diperhatikan adalah waktu pembentukan flok, ukuran flok, karakteristik pembentukannya,
persentasi penyisihan kekeruhan (Reynolds and Richard, 1996).
2.6 Koagulasi dan Flokulasi
Salah satu proses kimiawi untuk meningkatkan efisiensi unit sedimentasi dalam pengolahan air
adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-
partikel koloid sehingga tubrukan partikel yang terjadi dapat menyebabkan pertumbuhan
partikel.
Koagulasi – flokulasi adalah sarana untuk pemisahan suspended solid (SS) dan partikel koloid.
suspended solid merupakan produk mineral-mineral alam seperti tanah liat, lumpur dan
sebagainya atau berasal dari organik (penguraian tanaman atau hewan). Adapun koloid
merupakan suspended solid dengan ukuran lebih kecil, partikel ini tidak dapat mengendap
secara alami, mempunyai diameter kurang dari 1 μm dan penyebab terjadinya warna dan
kekeruhan. Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel
tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektrinya untuk mengurangi
gaya tolak menolak antar partikel, dan bahan yang digunakan untuk penetralan disebut koagulan
(Kawamura, 1992).
Sedangkan flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel-partikel yang tidak
stabil setelah proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat sehingga terbentuk
gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya (
Hadi, 1997). Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Biokoagulan Biji Asam Jawa
(Tamarindus Indica L) untuk menurunkan kekeruhan dan Total suspended solid pada air sungai.
Universitas Sumatera Utara
II-7
Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang terpisah yaitu
(Metcalf and Eddy, Inc. 1991 dalam Ebeling dan Ogden 2004):
1. Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke dalam aliran
air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara intensif,
2. Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya
membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan,
3. Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan mengendap
kemudian dipisahkan dari aliran effluent.
2.7 Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)
Biji asam jawa mengandung protein yang cukup tinggi . Protein yang terkandung dalam
biji asam jawa inilah yang diharapkan dapat berperan sebagai polielektrolit alami yang
kegunaannya mirip dengan koagulan sintetik. Biji asam jawa juga mengandung polisakarida
alami yang tersusun atas Dgalactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan
alami. Flokulan alami terutama polisakarida, dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, biji
asam jawa juga mudah untuk diperoleh di pasar tradisional dan penjual bibit buah dengan
harga yang terjangkau (Kartika, dkk, 2016).
2.7.1 Peran biji asam jawa sebagai koagulan
Pada penelitian Riska, dkk (2017), telah melakukan penelitian menggunakan biji asam jawa
yang sudah matang terhadap perbaikan kualitas air sungai, yang dimana biji asam jawa
memiliki kandungan protein yaitu berkisar 20-25% dan beragam jenis amino dengan kadar
yang cukup tinggi. Pada penelitian ini biji asam jawa mampu menyisihkan TSS sebesar 99,27%
dan Kekeruhan sebesar 99,60%.
2.7.2 Alasan biji asam jawa dimanfaatkan pada penelitian ini
Pemanfaatan biji asam jawa (Tamarindus indica l) yang selama ini hanya sebagai limbah yang
jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan air sungai, yang lebih
ekonomis dan ramah lingkungan. Penggunaan biji asam jawa sebagai koagulan alami dalam
pengolahan air sungai telah dilakukan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh biji
asam jawa sebagai koagulan alami terhadap parameter kualitas air yang meliputi : pH,
kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) air sungai dengan menggunakan metode
sedimentasi.
Menurut Hendrawati (2013), Kemampuan biji asam jawa sebagai biokoagulan diakibatkan
kandungan proteinnya yang cukup tinggi yang dapat berperan sebagai polielektrolit alami.
Secara umum semua partikel koloid memiliki muatan sejenis. Diakibatkan muatan yang sejenis,
Universitas Sumatera Utara
II-8
maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel koloid tidak
dapat bergabung. Protein yang terkandung dalam biji asam dapat mengikat partikel-partikel
tersebut sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar dan pada
akhirnya akan terendapkan.
2.8 Sedimentasi
2.8.1 Pengertian sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi
untuk menyisihkan suspended solid. Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses
koagulasi dan flokulasi yang berfungsi untuk destabilisasi dan memperbesar gumpalan/ukuran
partikel, sehingga mudah untuk diendapkan (Asdak, 1995 : 33). Proses koagulasi menggunakan
Tawas Al2(SO4)3 untuk mengikat kotoran atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat warna
sehingga membentuk gumpalan. Sedangkan proses flokulasi dengan cara menambah larutan
polimer untuk memperbesar gumpalan, sehingga relatif mudah untuk diendapkan (Anonim1,
2008).
Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana
adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel partikel
mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di
dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan
tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap.
Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan
ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap (Geankoplis,1993).
2.8.2 Klasifikasi sedimentasi
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk
berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar 2.1), yaitu:
- Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak
ada interaksi antar-partikel
- Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran
meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah
- Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling menahan
partikel lainnya untuk mengendap
- Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat
partikel
Universitas Sumatera Utara
II-9
Gambar 2.1 Empat tipe sedimentasi
2.8.2.1 Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai
contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk
pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di
sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya
drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.
2.8.2.2 Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama
pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran
partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh
sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau
pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air
limbah.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran
dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan
column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Sketsa kolom sedimentasi tipe II
Universitas Sumatera Utara
II-10
Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada
interval waktu tertentu, dan data Removal partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Grafik isoremoval
2.8.2.3 Sedimentasi Tipe III dan IV
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana
antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya.
Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan
yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel
yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi
tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi
lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur
biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 2.4). Tujuan pemampatan
pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk
keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Gambar 2.4 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Universitas Sumatera Utara
II-11
2.8.3 Gaya Pada sedimentasi
Rancangan peralatan sedimentasi selalu didasarkan pada percobaan sedimentasi pada skala yang
lebih kecil (Mc Cabe, 1985 : 429). Selama proses berlangsung terdapat tiga buah gaya, yaitu :
1. Gaya gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel, sehingga partikel
lain lebih cepat mengendap. Gaya ini biasa dilihat pada saat terjadi endapan atau mulai
turunnya partikel padatan menuju ke dasar tabung untuk membentuk endapan.
2. Gaya apung atau melayang
Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis fluida yang sehingga
padatan berapa pada permukaan cairan.
3. Gaya Dorong
Gaya dorong terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier. Gaya dorong dapat
juga dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena adanya gaya gravitasi, maka fluida
akan memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri.
2.8.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan sedimentasi, yaitu:
1. Ukuran partikel, bentuk partikel, dan konsentrasi partikel Semakin besar semakin cepat
mengendap dan semakin banyak yang terendapkan.
2. Viskositas cairan Pengaruh viskositas cairan terhadap kecepatan sedimentasi yaitu dapat
mempercepat proses sedimentasi dengan cara memperlambat cairan supaya partikel tidak lagi
tersuspensi.
3. Temperatur Bila temperatur turun, laju pengendapan berkurang. Akibatnya waktu tinggal di
dalam kolom sedimentasi menjadi bertambah.
4. Berat jenis partikel
2.8.5 Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan dimana akibat gaya
gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih berat dari berat jenis air akan mengendap
ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan mengapung, kecepatan pengendapan partikel
akan bertambah sesuai dengan pertambahan ukuran partikel dan berat jenisnya. Pengendapan
kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit (kelas 1),
pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan (Martin D,
2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977) dan pada pengolahan air minum yang digunakan adalah
dengan pengendapan diskrit dan pengendapan flokulen.
Universitas Sumatera Utara
II-12
Air tidak jernih umumnya mengandung residu. Residu tersebut dapat dihilangkan dengan proses
penyaringan (filtrasi) dan pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan
residu tersebut perlu ditambahkan koagulan. Bahan koagulan yang sering dipakai adalah tawas
(alum). Untuk memaksimalkan proses penghilangan residu, koagulan sebaiknya dilarutkan
dalam air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan.
Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar,
sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak
harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan
Froud (NFr).
d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated baffle untuk meratakan aliran ke
bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima
air dari outlet bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang telah
mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis
(1,5cm).
2.8.6 Proses Sedimentasi skala kecil
Dalam Proses Sedimentasi dalam skala kecil ini terdapat 3 cara yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Cara Batch Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch
paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi
batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011)
Universitas Sumatera Utara
II-13
Keterangan :
A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan
2. Cara Semi-Batch Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan
masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan yang
keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.6 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011)
Keterangan :
A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan
2.8.7 Fokus Penelitian (Sedimentasi Tipe II)
Modul bab ini fokus pada Sedimentasi Tipe II. Pengendapan tipe ini adalah tipe pengendapan
partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok gabungan partikel tersuspensi
dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa koagulan
mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga akhirnya mereka bergabung menjadi
satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi berat, sehingga dapat mengendap di bak
sedimentasi. Partikel flokulan selama proses flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya
bertambah dan mengendap lebih cepat.
Bacth Settling test yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik dari pengendapan
flokulan tersuspensi. Kolom ini biasanya berdiameter antara 5 inch hingga 8 inch untuk
meminimalisir efek dari dinding Kolom, dan tingginya harus sebanding atau sama dengan
kedalaman bak yang direncanakan. Pintu masuk (port) dari sampling diletakkan pada interval
ketinggian Kolom dengan jarak tertentu.
Universitas Sumatera Utara
II-14
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran
dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan
column settling test dengan multiple withdrawal ports. (Gambar 2.7)
Gambar 2.7 Sketsa kolom sedimentasi tipe II
Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada
interval waktu tertentu, dan data removal partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Grafik isoremoval
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada waktu
tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan kedalaman H1, H2,
H3 dan seterusnya (lihat Gambar 2.9).
Universitas Sumatera Utara
II-15
Gambar 2.9 Penentuan kedalaman H1, H2 dan seterusnya
Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengendapan dan
surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan tertentu. Langkah yang
dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga
variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan
(sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate
(sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu detensi
(td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil yang
diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara
batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu) setelah
dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor
scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale up yang
digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen. Eksperimen ini
untuk mengetahui penurunan nilai kekeruhan dan TSS serta laju pengendapan menggunakan
alat pengolahan air bersih Kolom Sedimentasi Sistem Batch. Diagram alir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Primer
a. Nilai kekeruhan
b. TSS
c. pH
Perakitan alat kolom sedimentasi
Analisa dan evaluasi
Selesai
Melakukan studi uji jar test biji asam jawa
Pengujian nilai kekeruhan dan TSS
Melakukan Proses studi Kolom sedimentasi Sistem Batch
menggunakan penambahan biokoagulan Biji asam jawa
Universitas Sumatera Utara
III-2
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi IPA Delitua jalan Delitua
Pamah.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2019 dan dilanjutkan dengan pengolahan
data, penyusunan data serta penyusunan laporan.
3.3 Variabel Penelitian
Pada penelitian terdapat dua variabel yaitu variabel berubah dan variabel tetap.
3.3.1 Variabel berubah
Pada penelitian ini variabel berubah yaitu:
1. Variasi dosis koagulan : 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l.
2. Variasi jarak kran (pengambilan sampel air pada kolom sedimentasi) : berjarak 30 cm pada
masing-masing keran air.
3. Variasi Kekeruhan air : 50 NTU, 250 NTU, dan 500 NTU.
3.3.2 Variabel tetap
Pada penelitian ini variabel tetap yaitu:
1. Air yang digunakan pada penelitian ini yaitu air sungai dengan membuat kekeruhan sintetik
menggunakan lumpur sungai.
2. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap menit ke 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120 menit.
3. Dosis terbaik hasil jartest.
4. Kolom sedimentasi dengan panjang 2 meter dan diameter 6 inc;
V= (1/4 x µ x (15,24)2 x 200
= (182,322) x 200 cm
= 36,46 cm3
= 36,46 dm3
=36,46 liter air yang dibutuhkan
Namun, pada eksperimen hanya dibutuhkan 34 liter, dikarenakan 15 cm dikosongkan.
3.4 Sampel Air
Sampel dalam penelitian ini yaitu air sungai Sintetik. Cara pembuatannya yaitu dengan
melarutkan lumpur dalam air sungai dan diaduk secara manual. Setelah larut air yang berada
Universitas Sumatera Utara
III-3
diatas yang digunakan agar endapan yang jatuh dibawah tidak terikut dalam proses pengolahan.
Adapun lumpur yang digunakan merupakan lumpur yang berada di pinggiran Sungai.
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Nilai kekeruhan dan TSS diperoleh dari hasil pengukuran air setelah melewati proses jar test
dan sedimentasi. Sampel air pada kolom sedimentasi diambil sebanyak ±100 ml dari effluent
masing-masing kran, kemudian dibawa ke laboratorium untuk di analisa kekeruhan, TSS dan
pH.
3.6 Pelaksanaan Penelitian
Urutan dalam melaksanakan penelitian ini ialah dimulai dari persiapan bahan dan peralatan,
perakitan alat, Proses Jar Test, menjalankan alat, pengambilan sampel, kemudian menganalisa
dan membahas hasil uji sampel.
3.6.1 Bahan dan Peralatan
Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan pembuatan alat
1. Biji Asam jawa (Tamarindus indcica L)
2. Ayakan 100 mesh
3. Timbangan Analitik
4. Beaker glass 1 L
5. Oven
6. Speed
7. Ember 50 liter
8. Wadah sampel plastik sebagai wadah hasil effluent
9. pH meter
10. Turbiditimeter
11. Colorimeter
12. Alat jartest
13. Comvrator Lovibon
14. Pilot plant (kolom sedimentasi) yang terbuat dari pipa PVC, terdiri dari 5 keran air dengan
jarak masing-masing 30 cm, dan alat tersebut dengan ukuran :
- Panjang : 2 meter
- Diameter : 6 inc
Universitas Sumatera Utara
III-4
3.6.2 Prosedur Kerja Biji Asam Jawa
3.6.2.1 Tahap Pembuatan Serbuk Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)
Tahap-tahap pembuatan serbuk biji asam jawa (Tamarindus indica L) adalah sebagai berikut :
1. Buah asam jawa yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah sudah masak dipohon
kering dan berwarna cokelat.
2. Buah asam jawa diambil bijinya berwarna cokelat kehitaman.
3. Biji asam jawa yang digunakan untuk penelitian dijemur selama satu hari.
4. Biji asam jawa di kuliti cangkangnya dan dihaluskan (ditumbuk).
5. Biji asam jawa yang sudah dihaluskan lalu disaring dengan ayakan 100 mesh agar
mendapatkan serbuk yang halus.
6. Serbuk biji asam jawa disimpan di toples yang steril.
3.6.2.2 Pembuatan Variasi Dosis Biokoagulan
Tahap-tahap pembuatan variasi dosis biokoagulan adalah sebagai berikut :
1. Siapkan serbuk biji asam jawa (Tamarindus indica l) masing-masing sebanyak tanpa dosis
(sebagai kontrol), 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, dan 25 mg/l.
2. Siapkan beker glass 1 liter sebanyak 6 buah
3. Masukkan serbuk biji asam jawa yang telah ditimbang ke dalam masing-masing beker
glass yang telah berisi air rekayasa 50, 250, dan 500 NTU pada beaker glass 1 L.
4. Nyalakan alat jartest dan aduk pada pengadukan cepat 140 rpm selama 5 menit, dan
pengadukan lambat selama 15 menit, dan diendapkan selama 20 menit.
5. Dengan demikian variasi dosis yang digunakan adalah tanpa dosis (sebagai kontrol), 5
mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, dan 25 mg/l.
3.6.3 Cara Kerja pada pilot plant kolom sedimentasi
1. Masukkan air yang tekah direkayasa (50, 250, 500 NTU) kedalam pilot plant kolom
sedimentasi sebanyak ±34 liter dan campurkan dosis koagulan biji asam jawa terbaik hasil
jar test sesuai Kekeruhan yang digunakan dengan dikalikan 34 liter air lalu masukkan pilot
plant juga, aduk air dan biokoagulan menggunakan agitator dan diaduk menggunakan
pengadukan cepat 140 rpm selama 5 menit dan pengadukan lambat 40 rpm selama 15 menit
dan langsung ambil sampel pada menit ke 0 selesai pengadukan.
2. Kemudian endapkan selama 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120 menit lalu ambil sampel air pada
masing-masing menit tersebut disetiap keran air sebanyak ±100 ml dan ditampung pada
wadah sampel.
3. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi Kekeruhan yang berbeda serta pada
Kekeruhan 500 NTU di variasikan menggunakan tiga variasi dosis koagulan.
Universitas Sumatera Utara
III-5
4. Amati hingga selesai, Kemudian di hitung laju pengendapan menggunakan grafik isoremoval
dan analisa parameter kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS) dan pH pada masing-masing
keran air.
Gambar 3.2 Pengolahan Air Permukaan dengan biokoagulan biji asam jawa
Menggunakan Kolom Sedimentasi
3.7 Analisis Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil analisis seperti kekeruhan dan TSS diolah menggunakan
Microsoft excel yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk mengetahui efisiensi
(dinyatakan dalam %) penyisihan yang dihasilkan, dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut:
%100(%) xB
ABE
(3.1)
Dimana:
E = Efisiensi (%)
A = Hasil sesudah pengolahan
B = Hasil sebelum pengolahan
2 m
6 inc
50 cm
30 cm
30 cm
30 cm
30 cm
30 cm
Air sintetik +
biokoagulan
Universitas Sumatera Utara
III-6
Dari hasil perhitungan yang telah didapat, kemudian dibuat grafik efisiensi penyisihan terhadap
penurunan kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS).
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Air Sampel Penelitian
Air sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan air baku sungai deli. Adapun
karakterististik awal sampel sungai deli dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sampel Sungai Deli
No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Metode
1 Kekeruhan NTU 11 Turbidimetri
2 TSS mg/L 8 Colorimetri
3 pH - 6,9-7,1 Comprator lovibon
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi kekeruhan awal 11 NTU, TSS 8 mg/l, dan
pH bekisar antara 6,9-7,1. Namun pada penelitian ini, Kekeruhan yang dibutuhkan tidak
mencukukupi, Pada penelitian ini membutuhkan kekeruhan sebesar 50 NTU, 250 NTU dan 500
NTU, sehingga perlu adanya dilakukan simulasi air agar kekeruhan sesuai nilai yang dibutuhkan.
Adapun cara pembuatan air simulasi adalah dengan cara mencampurkan tanah liat kedalam bak
berisikan air 20 Liter, dibantu kain kecil untuk membantu proses pelarutan agar partikel-partikel
kecil keluar, tambahkan sedikit demi sedikit. Endapkan sebentar, hingga endapan yang jatuh
dibawah tidak terikut, ambil air yang bagian atas, cek hasil kekeruhan
Selanjutnya akan diolah dengan proses jar test terlebih dulu untuk mengetahui dosis terbaik dan
dilanjutkan dengan proses Kolom sedimentasi untuk mengetahui penyisihan kekeruhan dan TSS
nya serta laju pengendapannya pada masing-masing variasi kekeruhan dan dimana pada kekeruhan
500 NTU divariasikan dosis Biokoagulan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica l).
4.2 Analisa Jar Test
Jar test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Salah satu proses
kimiawi untuk meningkatkan efisiensi unit sedimentasi dalam pengolahan air adalah proses
koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-partikel koloid sehingga
tubrukan partikel yang terjadi dapat menyebabkan pertumbuhan partikel.
Universitas Sumatera Utara
IV-2
Serbuk biji asam jawa mengandung polimer alami (protein) seperti pati, getah, dan albuminoid.
Senyawa yang terkandung di dalam biji asam jawa dapat dimanfaatan sebagai bahan alternatif
dalam penjernihan air yaitu menggantikan bahan kimia seperti tawas. (Cicik, 2008).
4.2.1 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Kekeruhan
Adapun grafik efisisensi penyisihan kekeruhan pada masing-masing kekeruhan awal dari
Biokoagulan Biji Asam Jawa dapat dilihat pada Gambar 4.1 – 4.3
Gambar 4.1 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-
beda dengan Kadar Kekeruhan awal 50 NTU
Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 50 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap
masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada
dosis 5 mg/l dengan persentase penyisihan 55.6%.
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6
Perse
nta
se P
en
yis
ihan
Kek
eru
ha
n (
%)
Dosis Koagulan (mg/l)
0 5 10 15 20 25
Universitas Sumatera Utara
IV-3
Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-
beda dengan Kadar Kekeruhan awal 250 NTU
Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 250 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap
masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada
dosis 10 mg/l dengan persentase penyisihan 88%.
Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda
dengan Kadar Kekeruhan awal 500 NTU
Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 500 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap
masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada
dosis 15 mg/l dengan persentase penyisihan 97.5%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6
Perse
nta
se P
en
yis
ihan
Kek
eru
han
(%
)
Dosis Koagulan (mg/l)
0 5 10 15 20 25
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6
Perse
nta
se P
en
yis
iha
n
Kek
eru
ha
n (
%)
Dosis Koagulan (mg/l)
0 5 10 15 20 25
Universitas Sumatera Utara
IV-4
Maka, dapat dilihat pada masing-masing grafik diatas, bahwa dari setiap masing-masing kekeruhan
memiliki efisiensi penyisihan yang berbeda-beda pada setiap dosis yang berbeda-beda pula, dan
dapat diketahui semakin besar kekeruhan yang diolah pada proses jar test ini semakin besar pula
dosis yang dibutuhkan. Namun jika dosis yang digunakan juga terlalu besar dapat membuat air
semakin berkurang nilai dalam penyisihannya bahkan air tampak lebih keruh. Proses jar test ini
dibantu dengan adanya Kemampuan biji asam jawa sebagai biokoagulan yang dimana diakibatkan
oleh kandungan proteinnya yang cukup tinggi, yang dapat berperan sebagai polielektrolit alami.
Secara umum semua partikel koloid memiliki muatan sejenis. Diakibatkan muatan yang sejenis,
maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel koloid tidak dapat
bergabung. Protein yang terkandung dalam biji asam dapat mengikat partikel-partikel tersebut
sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar dan pada akhirnya
akan terendapkan (Hendrawati, 2013).
Jika dibandingkan pada penelitian Riska, dkk (2017) dengan dosis hasil terbaik 0,04% yang mampu
menyisihkan Kekeruhan (Turbidity) sebesar 99,60% dengan dilakukan pengenceran sedangkan pada
penelitian ini tidak dilakukan pengenceran ataupun aktifasi hanya menggunakan serbuk biji asam
jawa mampu menyisihkan Total Suspended Solid paling tinggi yaitu sebesar 97.5 % pada dosis 15
mg/l.
4.3 Hasil Analisis Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch
Pada penelitian ini fokus terhadap pengendapan tipe II yaitu Flocculant Settling. Pengendapan tipe
ini adalah tipe pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok
gabungan partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Dimana koagulan
mampu mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga akhirnya mereka bergabung
menjadi satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi berat, sehingga dapat mengendap di
bak sedimentasi. Partikel flokulan selama proses flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya
bertambah dan mengendap lebih cepat.
4.3.1 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada Kekeruhan menggunakan Kolom sedimentasi
sistem Batch
Adapun data removal dapat dilihat pada lampiran V, dan nilai laju pengendapan kekeruhan pada
kolom sedimentasi menggunakan grafik isoremoval dapat dilihat pada Gambar 4.8-4.12
Universitas Sumatera Utara
IV-5
Gambar 4.8 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah
Proses Sedimentasi
Gambar 4.9 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi
0 17 36 49 64 70 72 73
0 19 42 56 64 71 72 73
0 15 30 45 62 70 72 73
0 9 28 45 61 69 72 73
0 7 21 43 58 65 72 73
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100 120 140
Ked
ala
man
(cm
)
Waktu Pengendapan (menit)
20%
30%
40%
50%
60%70%
0 47 60 67 74 82 88 91
0 43 60 64 71 79 88 91
0 48 61 64 72 78 86 90
0 43 61 62 70 78 85 90
0 9 60 62 69 77 83 89
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100 120 140
Ked
ala
ma
n (
cm
)
Waktu Pengendapan (menit)
20%
30%
40%
50%
60%70%
80%
Universitas Sumatera Utara
IV-6
Gambar 4.10 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 15 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi
Gambar 4.11 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi
0 43 80 83 86 89 92 95
0 34 77 83 86 89 91 94
0 33 77 83 85 89 91 94
0 33 74 82 85 88 91 94
0 23 65 82 84 86 90 92
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100 120 140
Ked
ala
man
(cm
)
Waktu Pengendapan (menit)
20%
30%
40%
50%
60%70%
80%
90%
0 49 80 84 86 89 92 93
0 49 79 83 86 89 91 93
0 47 75 82 86 89 91 93
0 34 73 82 84 88 90 92
0 18 55 80 84 87 90 92
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100 120 140
Ked
ala
ma
n (
cm
)
Waktu Pengendapan (menit)
20%
30%
40%
50%
60%70%
80%
90%
Universitas Sumatera Utara
IV-7
Gambar 4.12 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air
setelah Proses Sedimentasi
Dari grafik isoremoval diatas, dapat dilihat nilai kekeruhan terhadap kedalaman tertentu, terhadap
waktu Partikel di masing-masing kran air terus-menerus berubah karena partikel saling menyatu
satu sama lain sehingga grafik ini dapat mempersentasikan nilai dari efektifitas penyisihan
Kekeruhan. Warna dari masing-masing kurva menggambarkan persentase removal hasil
perhitungan. Dan dapat dilihat laju pengendapan tertinggi pada menit ke 120 mencapai 92% pada
kedalaman 50cm.
Namun, jika dibandingkan pada variasi dosis koagulan yang digunakan pada kekeruhan 500 NTU
dengan dosis yang berbeda-beda memiliki laju pengendapan yang berbeda-beda pula, yang dimana
pada dosis 15 mg/l memiliki kemampuan paling baik dalam penyisihan kekeruhan hingga mencapai
95%, selanjutnya dosis 10 mg/l mencapai 93% dan yang terakhir dosis 5 mg/l mencapai 92%.
Sehingga dapat diketahui semakin besar nilai kekeruhan semakin besar pula dosis yang diperlukan
agar nilai penyisihan maksimal, dan dapat disimpulkan bahwa Proses flokulasi dapat meningkatkan
efisiensi penyisihan.
0 39 59 80 85 87 91 92
0 35 58 78 86 87 91 92
0 31 50 75 85 87 90 91
0 25 47 74 83 86 89 91
0 6 47 74 81 86 88 91
0
50
100
150
200
0 20 40 60 80 100 120 140
Ked
ala
man
(cm
)
Waktu Pengendapan (menit)
20%
30%
40%
50%
60%70%
80%
90%
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Studi Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus
Indica L) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih Menggunakan Kolom Sedimentasi
Sistem Batch, maka dapat disimpulkan antara lain :
1. Pada Variasi dosis menggunakan kekeruhan 500 NTU dengan dosis yang berbeda-beda
memiliki nilai laju pengendapan yang berbeda-beda pula. Dimana pada kekeruhan 500
NTU dosis 15 mg/l merupakan dosis terbaik dalam proses pengendapan menggunakan
kolom sedimentasi. Dan dengan variasi dosis tersebut diketahu bahwa dengan dosis
lebih besar proses laju pengendapan lebih cepat serta dapat diketahui bahwa Semakin
keruh air yang diolah semakin membutuhkan dosis lebih besar.
2. Pada Kolom Sedimentasi semakin lama proses pengendapan semakin baik hasil dari
nilai yang didapatkan pada parameter kekeruhan dan TSS. Konsentrasi kekeruhan
meningkat saat kedalaman reaktor bertambah dan menurun pada titik sampling yang
sama terhadap perubahan waktu pengamatan. Hal tersebut disebabkan partikel
flocculant mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama menjalani proses
pengendapan, sehingga proses pengendapan partikel flocculant tergantung pada
kedalaman tangki sedimentasi.
3. Penggunaan Dosis Biji Asam Jawa mempengaruh proses Koagulasi flokulasi sehingga
dapat menurunkan nilai Kekeruhan dan TSS, namun perbedaan penyisihan biji pada
masing-masing dosis tidak terlalu signifikan.
5.2 Saran
Berdasarkan proses pelaksanaan selama penelitian, maka dari penulis memiliki saran sebagai
berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya lebih baik dilakukan proses pengolahan lanjutan untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam menurunkan nilai kekeruhan dan TSS.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan variasi jenis koagulan dalam kolom
sedimentasi untuk mengetahui perbedaan pada laju pengendapan menggunakan kolom
sedimentasi sistem batch.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variasi dosis koagulan dalam kolom
sedimentasi untuk mengetahui mendapatkan data lebih spesifik pada laju pengendapan
menggunakan kolom sedimentasi sistem batch.
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR PUSTAKA
A Prima Kristijarti, S.Si., MT Prof. Dr. Ign Suharto, APU Marieanna, ST. 2013. Penentuan
Jenis Koagulan dan Dosis Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam
Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Ahmad Iman Tauhid; Wiharyanto Oktiawan; Ganjar Samudro. 2018. Penentuan Surface
Loading Rate (Vo) Dan Waktu Detensi (Td) Air Baku Air Minum Sungai Kreo Dalam
Perencanaan Prasedimentasi Dan Sedimentasi Hr-Wtp Jatibarang. Departemen
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Alien Kurniawan. 2014. Penentuan Kapasitas Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe Hindered
Zone Settling. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Alien Kurniawan dan Yanuar Chandral Wirasembada. 2014. Penvisihan Fraksi Total
Suspended Solid Air Limbah Industri Pada Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe
Flocculent Settling. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Dian Wijaya, Joni Hermana Dan I.D.A.A.Wawmadewanthi. 2014. Peningkatan Pengadukan
Dan Stabilitas Pengendapan Dengan Penambahan Serabut Kelapa Pada Sequencing
Batch Reaktor Pada Limbah Rumah Sakit. Jurusan Teknik Lingkungan, Ftsp Its.
DM Moyakhe, QP Campbell and E Fosso-Kankeu. 2017. The Effect of Flocculant Type on
Settling Properties of Fine Coal Tailings. South Africa.
Edvarda latifany. 2017. Model Persamaan Kecepatan Sedimentasi Pada Kondisi Hindered
Settling. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala.
Surabaya.
Eka Prihatinningtyas dan Agus Jatnika Effendi . 2013. Aplikasi Koagulan Alami Dari Tepung
Jagung Dalam Pengolahan Air Bersih. Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi
Bandung.
Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R. 2017. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus
Indica) Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses Pengolahan Air Sungai.
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Universitas Sumatera Utara
xiiii
Firra Rosariawari dan M.Mirwan. 2012. Effektifitas Pac Dan Tawas Untuk Menurunkan
Kekeruhan Pada Air Permukaan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
M.R. Garmsiri1 , H. Haji Amin Shiraz. 2012. A New Approach To Define Batch Settling Curves
For Analyzing The Sedimentation Characteristics. Shahid Bahonar University Of
Kerman, Kerman, Iran.
Nustafa. 2010. Evaluasi Laju Sedimentasi Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch Dengan
Penambahan Flokulan. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda.
Pasca Eka Prasetya. 2016. Perbandingan Kebutuhan Koagulan Al2(So4)3 Dan Pac Untuk
Pengolahan Air Bersih Di Wtp Sungai Ciapus Kampus Ipb Dramaga. Departemen
Teknik Sipil Dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990.
Reynolds, 1982. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Texas A&M
University, Brook/Cole Engineering Divisssion, California.
Riska Devi Purnamasari1, Ani Iryani2, Tri Aminingsih. 2017. Pemanfaatan Kacang Babi
(Vicia faba) dan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) Sebagai Koagulan Alami
Pada Proses Perbaikan Kualitas Air. Universitas Pakuan.
Roessiana D L; Setiyadi dan Sandy BH. 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi pada Proses
Sedimentasi dalam Keadaan Free Settling. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya.
Roby Hambali dan Yayuk Apriyanti. 2016. Studi Karakteristik Sedimen Dan Laju Sedimentasi
Sungai Daeng – Kabupaten Bangka Bara. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Bangka Belitung.
Setiyadi, Suratno Lourentius, Ezra Ariella W.*, Gede Prema M.S. 2014. Menentukan
Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada Sedimentasi. Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
xiiiii
Soemarwoto, O,. 2003. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Waqas Aleema dan Nurhayati Mellona. 2016. Experimental Study on the Effect of Parameters
on Sedimentation and Coalescing Profiles in Liquid-Liquid Batch Settler. Department
of Chemical Engineering, Universiti Teknologi petronas. Malaysia.
Yi Zhanga, Paul Grassia, Alastair Martin, Shane P. Usher, Peter J. Scalesc. 2015. Mathematical
modelling of batch sedimentation subject to slow aggregate densification. Australia.
Yoshihiro Nagasawa, Zenji Kato, and Satoshi Tanaka. 2016. Particle sedimentation monitoring
in highconcentration slurries. Nagaoka University of Technology. Japan.
Zakiatul Fitri. 2014. Sedimentasi. Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda
Aceh.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Lampiran I
Bahan Penelitian
Lampiran II
Pro
Biji Asam Jawa yang sudah Tua Biji Asam Jawa yang sudah dikupas
dari Kulitnya
Biji asam Jawa yang telah dipisahkan dari
dagingnya
Biji Asam jawa yang telah dipisahkan dari
cangkangnya
Biji Asam Jawa yang telah dihaluskan Pengayakan Biji asam jawa dengan ayakan
100 mesh
Universitas Sumatera Utara
Lampiran II
Analisa Kekeruhan (Turbidity)
Metode
Turbidity
Peralatan
Turbiditimeter
Kuvet
Spuit
Tisu
Bahan
Air sampel 25 ml
Prosedur Uji
1. Siapkan air sampel untuk diuji kekeruhannya.
2. Masukkan air sampel ke dalam botol kuvet yang sudah disiapkan.
3. Lalu masukkan botol yang telah berisi air sampel ke dalam alat turbidimeter.
4. Kemudian tekan tombol ON dan tekan tombol READ lalu lihat hasil kekeruhan pada air
sampel tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Analisa TSS (Total Suspended Solid)
Metode
Colorimeter
Peralatan
Alat Colorimeter
Kuvet
Spuit
Tisu
Beaker glass 500 ml
Magnetic stirrer
Bahan
Air sampel 25 ml
Akuades
Prosedur Uji
1. Siapkan air sampel untuk diuji kekeruhannya dan siapkan akuades sebagai blanko.
2. Siapkan dua botol kuvet.
3. Masukkan akuades ke dalam botol kuvet yang sudah disiapkan.
4. Lalu masukkan botol kuvet yang telah berisi akuades ke dalam alat colorimeter.
5. Kemudian tekan tombol EXIT, lalu tekan PRGM, tekan tombol 94 untuk kode TSS, lalu tekan
tombol ZERO. Akuades sebagai blanko.
6. Masukkan air sampel ke dalam beaker glass 500 ml.
7. Lalu letakkan air sampel diatas alat magnetic stirrer, kemudian masukkan stirrer kedalam beker
glass dan tekan tombol untuk mengaduk air sampel hingga angka 9 dan biarkan selama 2
menit.
8. Setelah 2 menit, matikan tombol untuk mengaduk, lalu masukkan air sembel ke dalam botol
kuvet hingga batas 25 ml.
9. Kemudian masukkan botol kuvet ke dalam alat colorimeter dan tekan tombol READ, lihat
hasil TSS yang didapat.
Universitas Sumatera Utara
Analisa pH
Metode
pH dengan indicator BTB
Peralatan
Comvrator Lovibon
Kuvet
Bahan
Larutan BTB
Air sampel 25 ml
Tisu
Prosedur Uji
a. Siapkan air untuk diuji pHnya.
b. Ambil alat Comvrator lovibon lalu masukkan air sampel ke dalam botol kuvet dan teteskan 3
kali laurtan BTB. Lalu shake dengan tangan hingga air sampel dan larutan BTB tercampur.
c. Masukkan botol kuvet ke dalam alat pH meter
d. Lalu lihat berapa pH pada air sampel.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran III
Dokumentasi proses jar test
Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 50 NTU
Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 250 NTU
Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 500 NTU
Universitas Sumatera Utara
Lampiran IV
Kolom Sedimentasi Sistem Batch
Pengadukan cepat 140 rpm 5 menit (23%)
Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit (7%)
Pengendapan 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 120 menit
Spesifikasi alat kolom sedimentasi :
1. Terbuat dari piva PVC ukuran 6 inc dengan panjang 2 meter
2. Terdapat 5 kran air dengan ukuran ½ inc dengan jarak masing-masing 30 cm
3. Terdapat agitator didalam proses kerja alat yang terbuat dari stainles steel
4. Pengaturan rpm menggunakan motor dc 12v 3 ampere dengan maksimum rpm 600
5. Terdapat kran drain pada bagian bawah alat untuk pembuangan air.
Universitas Sumatera Utara
BIOGRAFI PENULIS
Nama: Ambar Rita
NIM: 150407002
Tempat/Tgl. Lahir: Lingga Tiga/06 Desember 1996
Alamat email: ambarrita67@yahoo.co.id
No. Hp: 082213055424
Nama orang tua: Ayah : Suroso Ibu : Siti Amina
Alamat orang tua: Lingga Tiga, Dsn Janji Lobi/Rantauprapat
Asal Sekolah
1. SD Negeri 115534 Janji Lobi, tahun 2003-2009 2. SMP Negeri 2 Rantau Selatan, tahun 2009-2012 3. SMA Negeri 2 Rantau Selatan, tahun 2012-2015
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Anggota Muda Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2016-2017
2. Anggota Biasa Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2017-2018
3. Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2018-2019
4. Kerja Praktik di PDAM Tirtanadi IPA Delitua, Sumatera Utara Juli 2018 - Agustus 2018
Artikel yang sudah dipublikasi dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah -
Beasiswa yang diperoleh:
-
Universitas Sumatera Utara
top related