Diskusi Energi
Post on 12-Jun-2015
741 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Menggugat Dominasi Asing dalamIndustri Migas Nasional
Marwan BatubaraIndonesian Resources Studies, IRESS
Diskusi KAHMIJakarta, 12 November 2012
Latar Belakang• Indonesia kaya sumber daya alam, dan
pemanfaatanya diamanatkan oleh konstitusi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
• Namun pada kenyataannya penerimaan negara dari SDA masih belum optimal, sehingga banyak rakyat yang masih hidup miskin, jauh dari sejahtera
• Kondisi ini antara lain disebabkan masih belum tegaknya kedaulatan negara, belum lengkapnya peraturan, dominasi asing dan swasta, marginalnya posisi BUMN, salah kelola, terjadinya moral hazard, maraknya KKN, dll.
Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi mendorong negara-negara
secara global untuk memastikan ketersediaan pasokan energi dalam negeri. Saat ini konsumsi minyak dunia berada pada kisaran 85 juta barel per hari
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintahan negara adalah mendapatkan cadangan migas dan penguatan serta dominasi national oil companies/ NOC/BUMN yang dimiliki
Secara nasional, Indonesia juga mengalami kebutuhan energi/migas yang terus meningkat, sekitar 5%/th. Namun cadangan dan produksi minyak nasional terus menurun. Kondisi ini diperparah dengan tidak akurat dan tidak konsistennya pengembangan energi nasional, serta masih marginalnya peran Pertamina dalam penguasaan migas di Indonesia (sekitar 15%)
Penguasaan blok-blok migas yang potensial maupun yang habis masa kontrak merupakan upaya yang dapak dilakukan untuk membesarkan NOC/Pertamina, sekaligus jalan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional
Cadangan Gas Indonesia Per 2010
Sumber: Ditjen Migas
2011: Minyak: 902 bph - Gas: 1499 bph - Total: 2401 bph
2009: 7962 MMSCFD - 2010: 8857 MMSCFD - 2011: 8415 MMSCFD
Produksi Pertamina: 15,28% Produksi migas nasional
Bauran Energi Nasional
Masalah Kedaulatan• Pemegang kedaulatan SDA menurut UUD 1945
• Mineral Right: Negara• Mining Right: Pemerintah• Economic Right: BUMN
• Masalah kedaulatan atas SDA merupakan hal yang diperjuangkan sejak masa penjajahan hingga sekarang. Kedaulatan disini terutama terkait hak ekonomi kuasa pertambangan (KP) dan itu seharusnya diberikan kpd BUMN
• Kegagalan mencapai kedaulatan SDA sangat tergantung pada kualitas dan komitmen kepemimpinan nasional untuk berpegang teguh pada konstitusi
• BUMNKarena komitmen pemimpin yang berubah dan pengaruh asing, posisi pemegang Economic Rihgt berubah-ubah, tidak selalu di tangan
Masalah KedaulatanSektor Migas • Sejak proklamasi, Indonesia baru bisa
memperoleh kedaulatan migas dgn ditetapkannya UU No.44 Prp. Tahun 1960 Tttg Migas
• Kemudian UU No.44 Prp. Tahun 1960 diperkuat dengan ditetapkannya UU No.8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Migas Negara KP di tangan BUMN
• Pada tahun 2001, setelah gagal dibahas dan ditetapkan pada era Presiden Habibie, DPR bersama Pemerintah menetapkan UU No.22/2001.
• Dengan UU No.22/2001, kedaulatan kembali hilang dari BUMN dan dialihkan kepada kontraktor KP di tangan Asing(KP: Kuasa Pertambangan)
Masalah kedaulatanSektor Minerba• VOC menguasai sektor mineral sebelum kemerdekaan.
Setelah merdeka, perbaikan baru bisa diperoleh setelah Mosi TM Hasan dgn penetapan UU No.37 Prp. 1960 Ttg Pertambangan Umum KP di tangan BUMN
• Setelah pergantian Orla ke Orba, asing berhasil memaksakan pemberlakuan UU No.11 Tahun 1967, mengganti UU No.37 Prp 1960 KP di tangan Kontraktor
• Freeport memperoleh KK di Timika tahun 1967, diperpanjang tahun 31/12/1991 hingga 2021, dengan opsi perpanjangan 2 X 10 tahun hingga 2041 Pola kontrak : G to B
• Indonesia menetapkan UU Minerba No.4/2009, menganut rezim perijinan Pola kontrak: B to B
• Hingga saat ini Renegosiasi KK belum juga tuntas; Asing bertahan dng KK dan Pola G to B. Pemerintah tidak berdaya
• Ada potensi KK diperpanjang mengorbankan kedaulatan untuk kepentingan dukungan politik dan logistik Pemilu 2014
Pertarungan Merebut Kedaulatan• UU No.44 Prp. Tahun 1960 berhasil ditetapkan setelah adanya Mosi
usaha menegakkan UUD 1945 oleh Tengku M. Hasan
• Setelah diundangan, UU tsb baru bisa diterapkan pada IIAPCO pada 1966, Chevron/Texaco pada 1971 dan Esso/Exxon pada 1985
• Namun, asing terus melakukan perlawanan dan berhasil memanfaatkan krisis 1998 dan momentum reformasi untuk memaksakan perubahan: penetapan UU No.22/2001. Pola kontrak menjadi G to B.
• Upaya publik/rakyat melakukan JR atas UU Migas ke Mahkamah Konstitusi menghasilkan pencabutan atas 3 Pasal
• Namun hingga saat ini UU Migas tak kunjung diamandemen akibat kuatnya pengaruh asing terhadap Pemerintah, DPR dan Partai2
• Terakhir, upaya perlawanan dilakukan dengan pemuatan iklan kaleng dengan menyebar berbagai kebohongan pada publik
Pentingnya Penguasaan BUMN• Merupakan amanat konstitusi untuk memperoleh
manfaat SDA guna sebesar-besar kemakmuran rakyat
• Agar kedaulatan negara tetap terjaga, serta ketahanan dan kemandirian energi nasional terjamin
• Agar hak cadangan migas yang ada dapat dimonetisasi dan digunakan oleh BUMN untuk berbagai aksi korporasi. Pola kontrak secara B to B
• Agar BUMN dapat berkembang lebih besar, meningkatkan keuntungan dan memberikan pendapatan maksimal bagi negara
• Hal ini merupakan hal yang lumrah berlaku di banyak negara (Catatan: Lebih dari 75% cadangan migas dunia dikuasai NOC/BUMN, bukan IOC; 16 dari 20 perusahan top migas global adalah NOC)
Dominasi BUMN Hilang
• Dengan UU Migas No.22/2001 sekarang, dominasi BUMN mengecil (15%) dan asing menguat (80%). Pertamina diperlakukan sama dengan kontaktor asing tanpa privilege.
• Di sektor mineral, Antam hanya menguasai sekitar 5% produksi emas nasional, 6% produksi nikel, dan tidak memproduksi tembaga. Lebih dari 90% produksi emas dan tembaga nasional dikuasai asing, Freeport dan Newmont.
• Untuk batubara, PTBA hanya menguasai 6% produksi nasional. Sisanya dikuasai oleh swasta nasional dan asing seperti KPC, Adaro, Berau, dll
• Booming harga emas dinikmati asing tanpa windfall tax bagi negara. PLN sangat tergantung pada fluktuasi harga batubara global dan rawan terhadap keamaman pasokan jangka panjang
Pelanggaran Konstitusi • Pasal 12 ayat 3 UU Nomor 22/2001 terkait
pemegang Kuasa Pertambangan telah dicabut MK, namun KP tetap dialihkan kepada asing.
• Pasal 28 Ayat (2) terkait pemberlakuan harga BBM domestik berdasarkan mekanisme pasar, namun Pemerintah tetap melaksanakan penjualan Pertamax sesuai meaknisme pasar.
• Dalam kedua aspek di atas dapat dikatakan Presiden SBY telah melanggar konstitusi dan layak untuk di-impeach sesuai Pasal 7A dan 7B UUD 1945
Permasalahan Kebijakan & Politik • Secara faktual Pemerintah dan DPR menyadari bahwa
UU Migas No.22/2001 merupakan peraturan yang bermasalah, ditetapkan atas tekanan IMF, sudah ditolak MK dan merugikan
• Namun karena ketidakjelasan visi, komitmen pada konstitusi dan rakyat, kebijakan dan komitmen untuk perbaikan, RUU Migas baru tak kunjung dituntaskan
• Penyebab lain gagalnya penetapan UU Migas baru adalah: pelecehan terhadap konstitusi, intervensi asing, prilaku KKN, perburuan rente, nafsu berkuasa, dll.
• Pertimbangan politik yang sangat dominan dalam pembahasan dan penetapan kebijakan dan peraturan baru
• RUU Migas sudah lebih dari 5 tahun dipersiapkan dan belum jelas kapan akan ditetapkan
Permasalahan Daerah• Daerah berkesempatan memiliki saham 10% pada suatu
blok migas. Namun kebijakan tersebut tidak dilengkapi dengan aturan yang komprehensif, akuntabel dan tegas. Akibatnya BUMD dimanfaatkan oleh oknum-oknum Pusat dan Daerah untuk berburu rente. Sehingga daerah tidak memperoleh manfaat yang maksimal.
• Daerah selalu ditunggangi, dimanfaatkan dan sekaligus dirugikan dalam hampir setiap kesempatan PI blok migas, sebagimana terjadi di Bojonegoro dan Blora dalam pemilikan PI di Blok Cepu.
• Sebenarnya, yang menjadi tuntutan utama Daerah adalah bagi hasil migas adil. Faktanya, meskipun telah memiliki saham, Daerah tetap mengalami kesulitan mengakses informasi jalannya perusahaan dan perhitungan bagi hasil yang transparan.
• Kesimpulannya, meskipun BUMD berkesempatan memiliki saham, umumnya yang mendapat keuntungan lebih banyak adalah perusahaan swasta/asing yang menjadi patner BUMD. Hal ini berpotensi terjadi di Masela, Mahakam, Natuna, dll
Proposal• Perlu penetapan visi dan pernyataan yang jelas bahwa ketahanan dan
kemandirian energi adalah prioritas politik dan kebijakan negara
• Perlu penetapan kebijakan yang konstitusional, jelas, tepat, terukur, ambisus dan adaptif sebagai landasan program dan aksi
• Perlu penyusunan road map dan Program yang komrehensif berikut target pencapaian, waktu pelaksanaan, penanggungjawab pelaksana dan konsisten dijalankan
• Menjamin penguasaan cadangan migas, terutama yang potensial kepada BUMN, melalui pemberian previlege/hak istimewa
• Menyerahkan blok-blok migas yang kontraknya berakhir kepada BUM
• Menjamin hak pengelolaan /saham SDA bagi BUMD yang partisipasinya dikordinasikan oleh Pemerintah Pusat dan dikerjasamakan dengan BUMN. Hal ini harus dituangkan dalam suatu peraturan baik berupa PP atau Keppres
Proposal RUU Migas pengganti UU No.22/2001 perlu segera ditetapkan, antara lain berisi:oMenjamin dominasi dan hak penambangan serta
hak ekonomi masing2 di tangan pemerintah dan BUMN
o Pemerintah berperan sebagai penentu kebijakan strategsi, pengambil keputusan dan pemberi hak kuasa pertambangan
o BUMN berperan sebagai pemegang hak ekonomi, pelaku bisnis yang handal dan efisien dan menjadi pilar utama ketahanan energi nasional
oMemberlakukan kebijakan oil fund atau depletion premium untuk pengelolaan migas berkelanjutam
Proposal• Khusus blok yang habis masa kontrak:
Pemerintah diminta untuk menerbitkan aturan khusus yang dapat berupa PP atau Permen, berisi ketentuan yang jelas, akurat dan terjadwal atas blok-blok migas habis kontrak, terutama Blok Mahakam
• Peraturan tersebut disusun & dilaksanakan:oMengikuti prinsip-prinsip good governanceo Perlu melibatkan keputusan Presiden dan konsultasi DPRo Bebas dari kepentingan politik dan intervensi asing/kontraktoroMemuat ketentuan tentang batas waktu pengambilan keputusan
perpanjangan atau terminasi kontrak (misalnya 3 tahun sebelum berakhir)
Blok-blok Migas yang Kontraknya Berakhir2013: Siak, operator PT Chevron Pacific Indonesia (CPI)
2015: Gebang dengan operator JOB Pertamina-Costa.
2017: Mahakam, operator Total EP Indonesie, Offshore North West Java (ONWJ) yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi, Attaka (Inpex Corp), dan Lematang (PT Medco EP Indonesia).
2018: Tuban, Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Petrochina, Ogan Komering (JOB Pertamina-Talisman), North Sumatra Offshore B (ExxonMobil), Southeast Sumatra (CNOOC), Tengah (Total), NSO Extention (ExxonMobil), Sanga-Sanga (Vico Indonesia), dan West Pasir dan Attaka (Chevron Indonesia Company).
2019: Bula, operator Kalrez Petroleum, Seram Non Bula (Citic), Pendopo dan Raja (Pertamina-Golden Spike), dan Jambi Merang (JOB Pertamina-Hess).
2020: South Jambi B (ConocoPhillips), Malacca Strait (Kondur Petroleum), Brantas (Lapindo), Salawati (JOB Pertamina-Petrochina), Kepala Burung Blok A (Petrochina), Sengkang (Energy Equity), dan Makassar Strait Offshore Area A (Chevron Indonesia Company).
2021: Rokan (CPI), Bentu Segat (Kalila), Muriah (Petronas), dan Selat Panjang (Petroselat).
Kontrak Blok Mahakam • KKS Blok Mahakam ditandatangani Total 31 Maret 1967, jangka
waktu 30 tahun. Pemegang saham Total: Total SA, Prancis (50%) dan Inpex Coperation, Jepang (50%).
• Kontrak diperpanjang tanggal 31 Maret 1997, berakhir 31 Maret 2017. Sesuai UU Migas No.22/2001, operator boleh mengajukan perpanjangan. Negara boleh menolak perpanjangan
• BP Migas (2006): potensi gas Blok Mahakam masih tersisa sekitar 13 TCF.
• Produksi sejak 1967-2009: Gas 12,7 TCF; Minyak 1,05 miliar barel! Pendapatan > $90B
• Dengan produksi 2,6 mmsfd, maka operasi dapat berlangsung 25 tahun ke depan
• Potensi gas tersisa 2012: 12,5 TCF dengan nilai pendapatan kotor sekitar Rp 1700 triliun.
• Pada saat kontrak berakhir, cadangan blok Mahakam diperkirakan masih tersisa sekitar 8 – 9 TCF dengan potensi penpatan kotor sekitar Rp 1000 triliun
Landasan Hukum Pasal 28 ayat 1 PP 35/2004: Kontrak Kerja Sama dapat
diperpanjang dengan jangka waktu perpanjangan paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan.
Pasal 28 ayat 9 PP No.35/2004: “PT Pertamina (Persero) dapat mengajukan permohonan kepada Menteri untuk Wilayah Kerja yang habis jangka waktu Kontraknya”.
Pasal 28 ayat 10 PP No.35/2004: “Menteri dapat menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9), dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% dimiliki oleh Negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan”.
Ketentuan di atas harus dipertegas dan dijalankan untuk memihak kepentingan negara/ BUMN. Pertamina telah menyatakan mau dan mampu mengelola Blok Mahakam
Pertamina Menyatakan Minat Sejak 2008
Tanggal
►Jun 2008 Pertamina meminta untuk ikut mengelola Blok Masela & Blok Mahakam
Perihal
►Feb 2009 Pertemuan Pertamina dan BPMIGAS di Hotel Sheraton Bandara
►Sep 2009 Pertamina menyampaikan minat untuk mendapatkan Participating Interest di Blok Offshore Mahakam
► Jan 2010 Total menawarkan swap asset dengan Pertamina
► Jul 2011 Pertamina menyampaikan usulan pengelolaan Blok Mahakam paska 2017
► Jul 2012 Pertamina menyampaikan usulan pengelolaan Blok Mahakam paska 2017
Penutup Kebutuhan energi dunia dan nasional terus
meningkat dan pemerintah harus menjamin terwujudnya ketahanan energi nasional
Untuk itu pemerintah perlu mempunyai visi, kebijakan, road map dan program yang komprehensif yang harus dijalankan secara konsisten, transparan dan akuntabel.
Salah program yang mendesak adalah menetapkan UU Migas yang baru yang sejalan dengan konstitusi.
Pemerintah juga diminta mendukung penuh pengembangan dan dominasi NOC/Pertamina di sektor migas nasional melalui penguasaan cadangan blok-blok migas yang potensial dan blok-blok migas yang kontraknya berakhir seperti Blok Mahakam, Blok Siak, dll.
Mari DukungPetisi Blok Mahakam untuk Rakyat melalui:
www.satunegeri.com
Terima Kasih
top related