Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi … · pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang
Post on 21-Oct-2019
88 Views
Preview:
Transcript
ADesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
B Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
CDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Desa WisataMembangun Desa
Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
PT Sulaksana Watinsa Indonesia2018
D Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima Miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
EDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Desa Wisata Membangun Desa
Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
PT. Sulaksana Watinsa Indonesia2018
Penulis : Slamet Rahmat Topo Susilo
Sri NajiyatiRukmini Nugroho Dewi
Dwi IstiqomahEnny Ariani
F Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
ISBN : 978-602-6754-55-4
Desa WisataMembangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi BudayaCopyright © 2018
Susunan Tim : Slamet Rahmat Topo Susilo : Anharudin : Sri Najiyati : Rukmini Nugroho Dewi : Enny Ariani : Jenny Delam : Nelson P Manurung : Dwi IstiqomahPenulis : Slamet Rahmat Topo Susilo : Sri Najiyati : Rukmini Nugroho Dewi : Dwi Istiqomah : Enny ArianiEditor : Dr. Budiman, S.Sos, M.SiDesain Layout : Indoyanu Muhamad
Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penulis
Cetakan Pertama diterbitkan dalam Bahasa IndonesiaOleh Penerbit PT. Sulaksana Watinsa IndonesiaCitylofts Sudirman Suites 2327-2329Jl. KH Mas Mansyur 121. Jakarta 10220Email : contact@swi-group.com
Anggota IKAPI No. 499/DKI/14
iDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Paradigma baru pariwisata adalah milik rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat desa yang merupakan satuan terkecil wilayah dan masyarakat
dari bangsa atau negara yang menunjukkan keragaman Indonesia. Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Pada hakekatnya rakyat memiliki nilai-nilai budaya atau tradisi yang luhur dan harta kekayaan yang tak ternilai yaitu: gotong royong, ramah, alam lingkungan yang indah, seni tradisi, budaya dan lain-lain. Semua ini sebagai modal dan aset pariwisata.
Apa yang tertuang dalam buku ini sangat penting, karena itu diharapkan menjadi suatu bentuk gambaran dalam pelaksanaan model perencanaan desa wisata sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang
Kata Sambutan
Kata Sambutan
ii Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kata Sambutan
dimiliki desa tersebut, yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat, pemerintah daerah maupun pusat. Terakhir, diucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan siapapun yang terlibat yang telah berhasil merangkum sebuah buku tentang Desa Wisata Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya dan berhasil memberikan sumbang pikiran melalui buku ini.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Dr. Suprapedi, M. Eng NIP. 19610926 1988031002
iiiDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kata Pengantar
Kata Pengantar Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, bahwa
penulisan buku tentang Desa Wisata Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya telah diselesaikan dengan tepat waktu meskipun relatif banyak kendala teknis. Substansi buku Desa Wisata Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya dimaksudkan untuk mengetahui model model pengembangan desa wisata di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah yang menjadi lokasi studi dari penelitian ini.
Buku ini disajikan dalam beberapa Bab, meliputi Bab I Pendahuluan; Bab II Kerangka Pemikiran dan Metodologi, yang menjabarkan konsep dan teori dari desa wisata itu sendiri seperti konsep pariwisata berbasis komunitas, pemberdayaan masyarakat yang mendukung desa wisata, tahapan pengembangan desa wisata, dan prinsip-prinsip pengembangan desa wisata. Lebih lanjut Bab ini juga menjelaskan tentang metodologi yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini. Selanjutnya, Bab III Hasil
iv Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kata Pengantar
Penelitian dan Pembahasan, yang menjelaskan tentang gambaran, kondisi dan potensi pariwisata Desa Banyuroto, serta kebijakan pengembangan wisata di Kabupaten Magelang. Selain itu pada Bab ini juga dilakukan pembahasan mengenai konsep pengembangan wisata Banyuroto serta kelembagaan dan peran pemda dan keterlibatan lintas sektor. Kemudian terakhir Bab IV Kesimpulan dan Saran.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penulisan buku ini. Pertama penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs Anharudin, M.Si (peneliti utama) selaku pembimbing dalam penelitian ini. Kedua, Kepala Desa Banyuroto, aparat Desa Banyuroto serta tokoh masyarakat Desa Banyuroto. Semoga kehadiran buku ini dapat memberikan masukan konstruktif mengenai konsep pengembangan wisata berbasis masyarakat, serta dapat menambah khasanah pengetahuan akademis yang berguna bagi pengambil kebijakan.
Tim Penulis
vDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Isi
iiiiv
viiviii
114
777
111619232526
313131333560616166686872
KATA SAMBUTAN KATA PENGANTARDAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Masalah, Tujuan dan Lingkup
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran
1. Pariwisata Berbasis Komunitas 2. Pemberdayaan Masyarakat Mendukung Desa Wisata 3. Tahapan Pengembangan Desa Wisata 4. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata 5. Aspek Yang dapat Dikembangkan Dalam Desa Wisata 6. Indikator Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat Adat
B. Metodologi
BAB III HASIL PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Desa Banyuroto 2. Kebijakan Pengembangan Wisata Pemkab Magelang 3. Potensi Wisata di Desa Banyuroto 4. Infrastruktur Pendukung Wisata
B. Pembahasan: Konsep Pengembangan Wisata Banyuroto 1. Konsep Wisata Terpadu 2. Konsep Pengembangan Wisata Banyuroto 3. Visi Dan Tujuan 4. Kelembagaan Desa Wisata 5. Peran Pemda dan Keterlibatan Lintas Sektor
vi Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
737374
76
79
Daftar Isi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: PERENCANAAN DESA WISATA DAN PERMASALAHANNYA
viiDesa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Tabel
1 Lokasi Pilot Project Pengembangan Desa Wisata Tahun 2017 (10 Desa)2 Aspek-Aspek Pengembangan Desa Wisata3 Data Potensi Desa Wisata Budaya
22428
Tabel Judul Tabel Hal
viii Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Gambar
1 Tahap Pengembangan Desa Wisata 2 Prinsip Pengembangan Desa Wisata 3 Lokasi Desa Banyuroto 4 Konsep Perencanaan Desa Wisata5 Konsep Kelembagaan Desa Wisata Banyuroto
1920326869
Gambar Judul Gambar Hal
1Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1
Bab IPendahuluan
A. Latar Belakang
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi mulai 2015 telah menargetkan terbentuknya desa wisata sebanyak 7.500 sampai
tahun 2019. Target ini ditetapkan dengan mempertimbangkan banyaknya potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi desa wisata dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Promosi pengembangan desa wisata juga dilaksanakan dalam kerangka mendukung salah satu kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan investasi dan devisa serta peningkatan lapangan pekerjaan yang tidak terpusat di perkotaan tetapi menyebar hingga ke perdesaan.
Upaya pengembangan desa wisata, diawali oleh pemerintah dengan memfasilitasi pengembangan pilot project desa wisata di 10 desa. Program desa wisata tersebut di bawah payung lumbung ekonomi desa yang bertujuan memperkuat ekonomi desa. Selain itu, pemerintah
Pendahuluan
2 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
daerah juga telah mulai melakukan pengembangan berbagai kegiatan untuk membuat desa wisata yang menarik wisatawan. Pemerintah daerah di beberapa Kabupaten juga telah membuat beragam kegiatan dan festival dengan mengangkat sumberdaya alam dan budaya yang bersinergi dengan pemerintah pusat dan sektor industri pariwisata sehingga menjadi agenda nasional dan sebagian telah masuk dalam agenda wisatawan asing. Selanjutnya dalam tahun-tahun belakangan mucul inisiatif dari pemda dan masyarakat desa untuk membuat paket wisata. Keberhasilan desa wisata di beberapa daerah di Indonesia telah menginspirasi banyak desa dan kepala daerah untuk mengembangkan desanya dengan membuat desa wisata. Seperti contoh Kalibiru di Kulon Progo, Pentingsari-Srowolan-Brayut di Sleman, Mangunan di Bantul, Bangsring dan Gombengsari di Banyuwangi, Ponggok di Klaten, Sade di Lombok Tengah, Tenganan di Karangasem dan Cibuntu di Kuningan.
Tabel 1. Lokasi Pilot Project Pengembangan Desa Wisata Tahun 2017 (10 Desa)
Pendahuluan
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa
1 Sumatera Utara Samosir Palipi Simbolon Purba
2 Sumatera Utara Samosir Sianjur Mula-Mula Huta Ginjang
3 Kep. Bangka Belitung Belitung Sijuk Terong
4 Banten Pandeglang Cipeucang Cikadueun
5 Jawa Tengah Magelang Borobudur Wanurejo
6 Jawa Tengah Boyolali Sambi Sambi
7 Jawa Timur Lumajang Senduro Ranupane
8 Nusa Tenggara Barat Lombok Timur Pringgasela Pengadangan
9 Nusa Tenggara Timur Manggarai Barat Sano Nggoang Liang Dara
10 Maluku Utara Kep. Morotai Morotai Timur Desa Buho-Buho
Sumber: Dit. Sarana dan Prasarana. Ditjen PPMD, 2017
3Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Inisiatif masyarakat desa untuk menjual kondisi alam dan budayanya dalam kancah industri kreatif terdorong dengan keberadaan dana desa yang sudah bergulir. Selain dihidupkan dengan kegiatan wisata, desa-desa juga sibuk oleh kegiatan pembangunan desa dengan menggunakan dana desa. Momentum ini perlu dipelihara untuk mendorong kemajuan daerah dan memberikan nilai lebih pada masyarakat desa dengan mengoptimalkan potensi desa yang ada.
Derasnya animo berbagai pihak dalam pengembangan desa wisata perlu diantisipasi agar arah dan modelnya jelas sehingga tujuan pengembangan desa wisata dapat tercapai sebagaimana diharapkan. Untuk itu, perlu kajian pengembangan desa wisata. Pada tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan telah melakukan penelitian terkait desa wisata adat dan telah dihasilkan konsep model desa wisata budaya. Pada tahun 2017, konsep model yang telah disusun perlu diujicobakan untuk lebih disempurnakan agar lebih aplikatif dan diterima masyarakat.
Pada awalnya Puslitbang Kemendesa, akan mengawal salah satu lokasi pilot project yaitu Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, namun dilihat dari letak desa yang dekat dengan obyek wisata Candi Borobudur serta banyaknya program yang sudah masuk di desa tersebut dan juga hasil diskusi dengan Dinas Pariwisata serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat lokasi penelitian dialihkan ke Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Desa Banyuroto dengan luas wilayah 622.23 hektar, terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Dengan ketinggian 1.200-1.400 di atas permukaan air laut, Desa Banyuroto terletak di sebelah barat kaki Gunung Merbabu. Jumlah penduduk 3.965 jiwa dengan mata
Pendahuluan
4 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
pencaharian mayoritas adalah sebagai petani. Secara administrasi, Desa Banyuroto dibatasi di sebelah utara dengan Desa Wulunggunung, sebelah timur dengan Taman Nasional Gunung Merbabu, di sebelah selatan Desa Wonolelo, dan sebelah barat Desa Ketep. Letaknya yang berada di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Merapi menyebabkan Desa Banyuroto merupakan daerah agrowisata dan banyak menghasilkan potensi pangan lokal, terutama petik strawberry dan sayur-sayuran.
Banyuroto memiliki beragam potensi wisata yang belum dikembangkan. Masing-masing dusun di Desa Banyuroto memiliki potensi budaya, antara lain Dusun Banyuroto memiliki Jathilan dan Topeng Ireng, Dusun Kenayan memiliki Ndarakan, Reog, Seni Tari Padat Karya dan Sholawatan, Dusun Garon memiliki Soreng dan Topeng Ireng, Dusun Sobleman memiliki Jathilan dan Topeng Ireng dan Dusun Suwanting memilki Kethoprak, Topeng Ireng, Robana, Campusari, Dangdut dan Karawitan.
B. Masalah, Tujuan dan Ruang Lingkup
Atas dasar hal tersebut, secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Apa saja potensi desa yang dapat dikembangkan sebagai obyek
wisata di Desa Banyuroto?2. Bagaimana mengembangkan potensi wisata sehingga Banyuroto
dapat berkembang menjadi menjadi desa wisata?
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. MengidentifikasipotensiDesaBanyurrotoyangdapatdikembangkan
sebagai obyek wisata
Urgensi Desa Wisata
5Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
2. Menyusun perencanaan mengembangkan potensi wisata Desa Banyuroto
3. Menyusun model pengembangan desa wisata Banyuroto
Sedangkan sasaran studi ini adalah diperolehnya:1. Informasi tentang potensi Desa Banyuroto yang dapat dikembangkan
sebagai obyek wisata.2. Tersusunnya perencanaan mengembangkan potensi wisata Desa
Banyuroto3. Tersusunnya model pengembangan desa wisata Banyuroto
Ruang lingkup kajian meliputi meliputi:1. Identifikasi potensi: atraksi wisata/potensi wisata, adat, kesiapan
individu, lembaga masyarakat, daya dukung sosial budaya, dukungan kebijakan, ekonomi dan investasi, lingkungan kebijakan pemda, SDM, sarana dan prasarana, infrastruktur, dan aksesibilitas.
2. Rekayasa potensi desa meliputi Tata Ruang, Pengembangan Produk, Pemasaran dan Kelembagaan.
Urgensi Desa Wisata
6 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Pendahuluan
7Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1
Bab IIKerangka Pemikirandan Metodologi
A. Kerangka Pemikiran
1. Pariwisata Berbasis Komunitas
Saat ini perkembangan pariwisata di daerah perdesaan (rural tourism) berkembang dengan pesat. Ada banyak faktor yang
memberikan kontribusi akan hal tersebut, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor penting yang paling awal untuk dilakukan dalam membangun desa wisata adalah perencanaan yang tepat. Menurut Ritchie dan Crouch (2003), destinasi yang menarik, efisiendanberdayasaingtinggitidakdapathadirsecarakebetulantetapimerupakan kawasan yang direncanakan secara baik yang mendukung dan memungkinkan dalam mengembangkan kepariwisataan. Kunci keberhasilannya adalah faktor perencanaan dan penciptaan kebijakan pengembangan pariwisata yang dikaitkan dengan faktor-faktor daya saing yang lain.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
8 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Desa wisata akan menjadi suatu destinasi wisata yang menarik jika memenuhi beberapa unsur yang mendukung. Damanik (2013) mengemukakan suatu destinasi wisata paling tidak ditandai dengan kepemilikan unsur-unsur berikut ini:1. Objek daya tarik wisata (salah satu atau kombinasi atraksi alam,
budaya maupun buatan). 2. Aksesibilitas yang memadai dari pusat keramaian atau transit
penumpang.3. Amenitas yang memadai dan sesuai dengan situasi lokal, antara lain,
homestay, penyediaan makanan dan minuman lokal, tempat parkir, dan lain-lain.
4. Pengelolaan berbasis lokal, seperti manajemen, sumber daya manusia, komponen jasa lainnya.
5. Sistem organisasi yang terstruktur.6. Jaringan pemasaran dan kelembagaan multi-stakeholder.7. Kunjungan wisatawan secara rutin dalam jumlah tertentu.
Keberadaan desa wisata tentunya juga tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masyarakat dan komunitas-komunitas di dalamnya sebagai sumberdaya utamanya. Pariwisata Berbasis Komunitas adalah 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan (Nurhidayati, 2013).
Suansri (2003:14) mendefinisikan Pariwisata BerbasisKomunitas sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
9Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. Pariwisata Berbasis Komunitas merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan kata lain Pariwisata Berbasis Komunitas merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Untuk itu ada beberapa prinsip dasar Pariwisata Berbasis Komunitas yaitu: 1) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata, 2) mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek, 3) mengembangkan kebanggaan komunitas, 4) mengembangkan kualitas hidup komunitas, 5) menjamin keberlanjutan lingkungan, 6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal, 7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas, 8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia, 9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas, 10) berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas.
Sunaryo (2013:218) menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengembangan pariwisata berjalan dengan baik dan dikelola dengan baik maka hal yang paling mendasar dilakukan adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata untuk masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pembangunan kepariwisataan, selain pihak pemerintah dan industri swasta.
Berdasarkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan pada hakikatnya harus diarahkan pada beberapa
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
10 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
hal sebagai berikut.1. Meningkatnya kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat
pembangunan kepariwisataan.2. Meningkatnya posisi dan kualitas keterlibatan/partisipasi
masyarakat.3. Meningkatnya nilai manfaat positif pembangunan kepariwisataan
bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat.4. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam melakukan perjalanan
wisata.
Batasan pengertian pariwisata berbasis masyarakat atau community based tourism sebagai berikut.1. Wujud tata kelola kepariwisataan yang memberikan kesempatan
kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat aktif dalam manajemen dan pembangunan kepariwisataan yang ada.
2. Wujud tata kelola kepariwisataan yang dapat memberikan kesempatan pada masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha-usaha kepariwisataan juga bisa mendapatkan keuntungan dari kepariwisataan yang ada.
3. Bentuk kepariwisataan yang menuntut pemberdayaan secara sistematik dan demokratis serta distribusi keuntungan yang adil kepada masyarakat yang kurang beruntung yang ada di destinasi.
Dalampenelitianinidefinisipembangunanpariwisataberbasiskomunitas mengacu pada pendapat Sunaryo, bahwa pembangunan desa wisata melalui konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat aktif dalam manajemen dan pembangunan kepariwisataan yang ada; memberikan kesempatan pada masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha-usaha kepariwisataan juga bisa mendapatkan
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
11Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
keuntungan dari kepariwisataan yang ada; dan menuntut pemberdayaan secara sistematik dan demokratis serta distribusi keuntungan yang adil kepada masyarakat yang kurang beruntung yang ada di destinasi.
2. Pemberdayaan Masyarakat Mendukung Desa Wisata
Setiap masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dan khas, maka dari itu, model dan strategi pengembangan masyarakat di suatu komunitas juga berbeda-beda. Salah satu unsur penting dalam masyarakat perdesaan adalah adat dan tradisi. Pada konteks yang lebih luas,dalamsetiapdaerahperdesaanpastiadamasyarakatadat/komunitas adat yang eksis dengan tradisinya. Masyarakat adat ini memiliki karakteristik budaya, geografi, sosial, politik, dan demografiyang unik, sehingga pengalaman pengembangan kapasitas di suatu komunitas masyarakat belum tentu dapat digunakan di masyarakat yang lain, bahkan sangat beresiko mengalami kegagalan dan melemahkan pengalaman orang-orang dari masyarakat tersebut, karena hal itu bukan proses yang cocok untuk mereka (Ife, 2013).
Terkait pemberdayaan masyarakat yang mendukung pengembangan desa wisata, maka strategi yang dikembangkan antara lain; pengembangan wacana, pengembangan partisipasi, pengembangan kemitraan, pengembangan jejaring dan penghargaan terhadap proses (Acciaioli, 2006). Hambatan pokok dari pemberdayaan masyarakat ditemukan pada faktor kultural, yang meliputi lambatnya mengikuti program pembangunan dan masih patuh pada pimpinan adat dan norma hukum adat. Selanjutnya juga adanya prasangka buruk terhadap intervensi dari luar komunitas, institusi lokal kurang berperan sebagai agen pembaharuan, rendahnya komitmen lembaga pemerintah dalam mensosialisasi dan mendampingi program-program pemberdayaan.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
12 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Beberapa upaya penting yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah pertama, reorientasi masyarakat dalam pembangunan; kedua, gerakan sosial masyarakat; ketiga, membangun institusi lokal masyarakat; dan keempat, pengembangan kapasitas masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat akan menyisakan berbagai tantangan yang multidimensional. Peran kebijakan pemerintah sangat diperlukan untuk mempercepat komunitas ini lebih mandiri dan siap menyongsong perubahan sosial yang semakin memperkuat modal pembangunan (Mulyadi, 2013).
Pada level yang lebih operasional, pembangunan melalui proses pemberdayaan masyarakat umumnya menggunakan pendekatan community based development, yang artinya pemberdayaan masyarakat dilaksanakan berbasis komunitas. Untuk mewujudkan pendekatan pemberdayaan masyarakat tersebut perlu didukung oleh sejumlah langkah dan tindakan yang dapat memperlancar baik proses transformasi dan transisi dari paradigma lama ke paradigma baru, maupun dalam menjabarkan konsep pemberdayaan sebagai pendekatan yang digunakan sebagai perspektif baru dalam kegiatan yang lebih operasional. Menurut Soetomo (2011), implementasi konsep dan pendekatan pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh sejumlah langkah dan tindakan, yaitu reorientasi, gerakan sosial, institusi lokal dan pengembangan kapasitas. Proses pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat adat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Reorientasi masyarakat adat dalam pembangunan Reorientasi kebijakan terhadap keterlibatan masyarakat adat perlu dilakukan, khususnya dalam memandang masyarakat adat tidak lagi sebagai obyek tetapi subyek pembangunan. Pada tingkat implementasi, reorientasi menjadi syarat mutlak oleh pelaksana
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
13Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
pemberdayaan di lapangan. Sikap yang tadinya menempatkan masyarakat sebagai penerima program saja, berubah menjadi sikap yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pelaku pembangunan.
b. Gerakan sosial masyarakat adat dalam pembangunan Gerakan sosial tercipta dari sebuah situasi dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan kesewenang-wenangan kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Gerakan sosial tidak cukup dan berhenti pada pemahaman bahwa mereka mempunyai masalah pada ketidakberdayaan. Lebih dari itu, gerakan sosial perlu diteruskan untuk memperjuangkan nilai-nilai pemberdayaan agar masuk dalam kehidupan berbagai kalangan di masyarakat, selain itu gerakan sosial juga dimaksudkan dapat mempengaruhi pengambil kebijakan. Dengan demikian, nilai pemberdayaan lebih menjiwai kebijakan yang dirumuskan. Kebijakan yang dirumuskan tidak mempunyai arti apa-apa jika masyarakat tidak mengawal implementasi kebijakan pemberdayaan masyarakat adat, sampai keputusan.
c. Peran institusi lokal masyarakat adat dalam pembangunan Peran institusi lokal masyarakat adat saat ini banyak diabaikan oleh pemerintah daerah, padahal peran institusi lokal tersebut sangat membantu pemerintah dalam menyampaikan berbagai kebijakan yang mengatur masyarakat. Konsep pembangunan yang cenderung menampilkan partisipasi masyarakat yang semu, selama ini secara sistematis telah membuat masyarakat cukup mengatakan dirinya ikut serta dalam pembangunan. Padahal keterlibatan mereka karena seringkali dimobilisasi oleh pemerintah atau dengan kata lain, terpaksa ikut dalam pembangunan. Keterlibatan mereka belum
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
14 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
sepenuhnya didasari oleh kesadaran bahwa keterlibatan mereka adalah karena mereka subyek pembangunan. Di sinilah letak peran institusi lokal, sebagai wadah yang mendorong masyarakat untuk bangkit dan memiliki kesadaran bahwa kalau tidak masyarakat adat sendiri, siapa lagi. Institusi lokal diperlukan untuk mengubah ketimpangan struktur yang memungkinkan masyarakat adat berperan optimal dalam seluruh tahapan proses pembangunan secara mandiri.
Bentuk partisipasi nyata masyarakat yang diharapkan adalah interaksi secara aktif bahkan sampai mampu memobilisasi dirinya. Namun demikian, tingkat partisipasi ini sulit diperoleh di daerah pedesaan terutama karena adanya keterbatasan partisipasi masyarakat dalam pengembangan destinasi yang disebabkan oleh keterbatasan pada tingkat operasional karena kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan, dan kurangya informasi; keterbatasan struktural yang karena sikap kurangnya dukungan para pekerja profesional,keahlian,sistemlegal,sumberdayafinansial,SDMyangterlatih, dominasi kelompok elit, dan biaya tinggi untuk melibatkan masyarakat; hambatan kultural karena kapasitas masyarakat miskin yang terbatas, sikap apatis dan kepedulian masyarakat setempat yang rendah (Tosun, 2000). Permasalahan ini akan lebih mudah di atasi jika institusi lokal masyarakat adat berperan aktif dalam proses pembangunan dan pengembangan desa wisata.
d. Pengembangan kapasitas masyarakat adat dalam pembangunan Pada tataran teoritis dan praktik, pengembangan kapasitas masyarakat adat merupakan hal mendasar yang harus dilakukan agar terbangun kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Untuk mengembangkan
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
15Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
potensi masyarakat tersebut, maka diperlukan usaha-usaha yang dapat mendorong masyarakat, agar potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Usaha tersebut antara lain: 1) dengan mengembangkan kapasitas masyarakat, 2) dengan menggerakkan kembali kemandirian masyarakat dalam pembangunan, 3) dengan upaya pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat agar dapat berperan serta aktif dalam menjalankan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Inti dari pengembangan kapasitas masyarakat adat adalah proses peningkatan kesadaran masyarakat itu sendiri.
Salah satu aspek dari peningkatan kesadaran adalah terbukanya peluang-peluang untuk tindakan menuju perubahan. Peningkatan kesadaran itu dapat dicapai melalui beberapa strategi, diantaranya melalui kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan melalui pendidikan dan penyadaran. Pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadaran menekankan pentingnya suatu proses edukatif atau pembelajaran (dalam pengertian luas) dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka, sehingga masyarakat memiliki gagasan-gagasan, pemahaman, kosakata, dan keterampilan bekerja menuju perubahan yang efektif dan berkelanjutan (Ife, 2013).
Lebih lanjut, Ife (2013) menjelaskan secara khusus tentang community development di bidang kebudayan (cultural development). Pengembangan budaya dalam konteks pemberdayaan masyarakat, memiliki empat komponen, yaitu: preserving and valuing local culture (melestarikan dan menghargai budaya lokal), preserving and valuing indigenous culture(melestarikandanmenghargaibudayaasli/adat),
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
16 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
cultural diversity (menghargai keragaman budaya) dan participatory culture (budaya partisipatif).
Secara umum, baik secara teoritk maupun empirik, tujuan pengembangan kapasitas masyarakat adalah membangun kembali masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara dalam hal kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite profesional, dan sebagainya yang selama ini kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses.
3. Tahapan Pengembangan Desa Wisata
Pemberdayaan masyarakat untuk mendukung desa wisata tidak muncul secara kebetulan tetapi melalui proses perencanaan yang terintegrasi. Berikut adalah rencana jangka panjang pengembangan masyarakat adat mendukung desa wisata. Secara rinci, road map pemberdayaan masyarakat adat untuk pengembangan desa wisata adalah sebagai berikut.
a. Tahun Pertama (2016): Studi Pengembangan Masyarakat Adat Mendukung Desa Wisata. Studi ini telah dilakukan di lokasi success story desa wisata berbasis adat di Desa Adat Panglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali serta di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
b. Tahun Kedua (2017): Perencanaan Desa Wisata Berbasis Masyarakat Adat. Agar manfaat yang diperoleh optimal dan kerugian dapat
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
17Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
diminimalkan, dalam membangun desa wisata berbasis masyarakat adat, maka masyarakat perlu dilibatkan tidak hanya dalam proses perencanaan tetapi juga proses pengembangannya. Langkah paling awalpadatahapaniniadalahidentifikasikebutuhandankeinginanmasyarakat adat dalam pengembangan pariwisata. Selanjutnya pada awal perencanaan kawasan harus menetapkan definisi dantujuan yang jelas yang melibatkan pemangku kepentingan utama yang direpresentasikan oleh individu, kelompok atau organisasi yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi proses perencanaan dan implementasinya.
Tipologi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata dapat dikategorikan pada partisipasi pasif, partisipasi pada pemberian informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi karena insentif materi, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif, serta memobilisasi diri. Pada tahap ini, idealnya tersusun dokumen perencanaan pengembangan desa wisata berbasis masyarakat adat yang di dalamnya berisi karakteristik masyarakat adat, rencana pengembangan dan penyusunan desain kawasan, rencana manajemen dan pengelolaan destinasi hingga rencana pengembangan kapasitas masyarakat. Hasil lesson learn dari kajian desa wisata yang dilakukan di tahap pertama dapat dikolaborasikan dengan kondisi lokal di daerah dimana akan dikembangkan desa wisata.
c. Tahun Ketiga (2018): Pilot Project Rencana Aksi Desa Wisata Berbasis Masyarakat Adat Pada tahap ini mulai diinisiasi Pilot Project Rencana Aksi Desa Wisata Berbasis Masyarakat Adat. Sebagai tahap awal realisasi desa wisata, pada saat yang bersamaan, proses pengembangan kapasitas kelembagaan dan SDM, manajemen destinasi terus berlangsung
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
18 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
untuk membangun kesiapan masyarakat dan pembangunan sarana prasarana. Mulai disusun pula rencana strategi pemasaran, rencana promosi desa wisata, manajemen destinasi, dan hal terkait lainnya serta penyusunan indikator keberhasilan berdasarkan kekhasan setempat.
d. Tahun Keempat (2019): Implementasi Desa Wisata Berbasis Masyarakat Adat Pada tahap ini, dilakukan implementasi manajemen desa wisata dan pengorganisasian masyarakat. Mulai dilakukan pengembangan kewirausahaan secara lebih kreatif, pengembangan kreativitas dan inovasi produk, penciptaan kreasi-kreasi baru untuk daya tarik wisatawan. Pada saat yang sama juga dilakukan peningkatan kualitas pelayanan, promosi, pemasaran, chanelling, pengembangan atraksi, investasi, dan lain-lain.
e. Tahun Kelima (2020): Monitoring dan Evaluasi Desa Wisata Berbasis Masyarakat Adat Pada tahap ini perlu dilakukan monitoring dana evaluasi program untuk memperoleh pembelajaran atas program yang telah dilakukan dan untuk perbaikan program. Jika memungkinkan perlu juga di evaluasi mengenai Kinerja Kelembagaan dan daya saing, analisa model pengembangan desa wisata yang dikembangkan tersebut, analisa jalur wisata, studi dampak pengembangan desa wisata, studi multiplier effect dan berbagai studi lainnya yang dianggap relevan.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
19Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
Studi Pengembangan
Masyarakat Adat Mendukung Desa
Wisata
Studi Potensi: Adat, kesiapan individu,
kelompok, lembaga masyarakat, Daya
dukung sosial budaya, dukungan kebijakan,
ekonomi dan invenstasi,
lingkungan, kebijakan pemda, SDM, Sarana
Prasarana, Infra- struktur, aksesibilitas, daya dukung atraksi
wisata, potensi wisatawan
(something to see, something to buy, something to do),
SWOT.
Pengembangan Kapasitas
Kelembagaan & SDM, Manajemen
Destinasi
Pengembangan Rencana tapak
kawasan (site plan), penyusunan desain desa wisata secara
partisipatoris
Pengembangan Rencana
Pemasaran, Rencana promosi desa wisata, dll
Implementasi Manajemen Desa
Wisata & pengorganisasian
masyarakat
Monitoring
&
Evaluasi
• Pembelajaran dan perbaikan program
• Studi Kinerja Kelembagaan dan daya saing
• Analisa model pengembangan desa wisata yang dikembangan tersebut
• Analisa Jalur Wisata
• Studi Dampak Pengembangan Desa Wisata
• Studi Multiplier Effect
Studi Banding Keberhasilan Desa
Adat yang dikembangkan menjadi desa
wisata di Indonesia
Perencanaan Desa Wisata Berbasis
Masyarakat Adat
Implementasi Desa Wisata
Berbasis Masyarakat Adat
Monitoring & Evaluasi Desa
Wisata Berbasis Masyarakat Adat
2016 2019 2020 2017
Kajian Dasar
Desa Adat untuk Pengembangan
Wisata
Dokumen rencana desa wisata.
Dokumen pengembangan
SDM. Persiapan
Rencana Aksi
Dokumen Implementasi
Program. Dokumen
Pengembangan Indikator
Keberhasilan
Dokumen Monitoring &
Evaluasi Program. Pengembangan
Kemandirian dan Keberlanjutan
Manajemen
Organisasi dan Pengelolaan
Destinasi Desa Wisata
Identifikasi kebutuhan dan keinginan
masyarakat adat dalam pengembangan
pariwisata
Peningkatan Kualitas Pelayanan, Promosi,
Pemasaran, Chanelling,
Pengembangan atraksi, investasi, dll
Pengembangan Kewirausahaan, Pengembangan
kreativitas dan inovasi produk (invensi
tradisi)
2018
Pilot Project
Rencana Aksi
Desa Wisata Berbasis
Masyarakat Adat
Dokumen Rencana
Aksi Desa Wisata
Berbasis Masyarakat
Adat
Pengembangan Kapasitas
Kelembagaan & SDM,
Manajemen Destinasi
Pengembangan
Rencana Pemasaran,
Rencana promosi desa
wisata, manajemen destinasi, dll
Pengembangan
Indikator Keberhasilan
Gambar 1. Tahap Pengembangan Desa Wisata
4. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata
Pemberdayaan masyarakat memiliki tahapan dan strategi sebagaimana dikemukakan oleh banyak teoritisi dan praktisi, seperti Acciaioli (2006), Ife dan Tesoriero (2013), Adi (2013), Ife (2013),
20 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata (Kementerian Pariwisata; 2014/2015)danparapraktisilainnya.Dariberbagaiuraianteoritisdanpraktis sebagaimana telah dipaparkan di atas, dan dari kajian keberhasilan masyarakat adat mendukung desa wisata di Desa Penglipuran, Bali dan Desa Adat Kanekes, Badui, Banten, secara singkat dapat dirangkum menjadi tahapan awal yaitu dimulai dari identifikasi produk wisataberdasar keaslian, local tradition, sikap dan nilai, dan konservasi daya dukung. Bedasarkan Pedoman Pengembangan Desa Wisata yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, prinsip pengembangan desa wisata harus memperhatikan aspek produk, sumber daya manusia (SDM), manajemen dan kelembagaan, promosi dan pemasaran serta investasi, yang tergambar pada gambar berikut.
Gambar 2. Prinsip Pengembangan Desa Wisata
a.IdentifikasiProdukWisata1) Identifikasipotensidesaadatmelaluirembugbersamaseluruh
komponen desa adat dari semua kalangan. Potensi yang bisa
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
21Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
menjadi produk wisata seperti adat tradisi, keaslian, kekhasan dan keunikan kehidupan keseharian masyarakat yang melekat sebagai bentuk budayamasyarakat adat, baik terkait aktiifitasmata pencaharian, religi, maupun bentuk budaya aktifitaslainnya. Identifikasi disini untuk mementukan tipologi desawisata menurut jenis potensi sumberdaya wisata.
2) Identifikasi permasalahan yang bisa jadi penghambat bagipengembangan potensi wisata desa adat, mulai dari yang bersifat fisik,nonfisikatausosial,internaldaneksternal.Permasalahantersebut bisa juga diolah dengan cara tertentu sehingga bisa menjadi potensi.
3) Identifikasi dampak baik dampak positif maupun negatifdari sebuah kegiatan wisata sesuai kekhasan masing-masing desa. Masing-masing desa memiliki karakteristik sendiri akan menghasilkan dampak yang juga berbeda satu sama lain terutama perubahan-perubahan sosial kultural.
b. Dukungan Sumberdaya Manusia dan Partisipasi Masyarakat Adat1) Komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa adat untuk
menyamakan pendapat, persepsi dan mengangkat potensi desa guna dijadikan desa wisata. Komitmen ini menjadi dukungan terkuat bagi terwujudnya dan keberlangsungan desa wisata.
2) Komitmen yang kuat dari seluruh masyarakat desa untuk menggandeng pemerintah daerah dan jika perlu menggandeng pihakswasta.Identifikasijugadampaknyaapabilabekerjasamadengan pihak swasta. Termasuk di sini untuk penganggaran guna pembangunan desa wisata dengan menggunakan seluruh sumber daya ekonomi yang ada.
3) Melakukan pelatihan-pelatihan bagi seluruh komponen desa adat, termasuk pemerintah desa tentang manajemen pariwisata,
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
22 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
bagaimana mengelola tempat wisata, manajemen tamu/pengunjung, beserta inovasi-inovasi yang perlu dikembangkan. Pelatihan dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi pariwisata dan kebudayaan.
c. PengelolaanDesaWisataAdat(KelembagaanPokdarwis/Bumdes/Balai Ekonomi Desa).1) Menyiapkansegalaperangkat-perangkataturan/regulasinorma
yang bertujuan untuk mengawal pengembangan desa wisata adat dan mengawasi potensi-potensi penyimpangan yang mungkin saja bisa terjadi. Regulasi (peraturan daerah atau peraturan bupati atau peraturan desa) disiapkan agar berjalannya aktivitas wisata beserta dampaknya tetap berada dalam koridor regulasi sebagai payung hukum.
2) Keterlibatan masyarakat adat merupakan unsur utama dalam pengelolaan desa wisata untuk mengambil bagian aktif dalam semua proses, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, termasuk di dalamnya pengusahaan kegiatan ekonomi yang bisa dikembangkan dari desa wisata. Keterlibatan masyarakat adat dapat diwadahi dengan pembentukan kelompok masyarakat sadar wisata (pokdarwis). Sedangkan pengusahaan kegiatan ekonomi yang timbul dari pengelolaan wisata dapat diwadahi dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Badan Usaha Antar Desa (Bumades) atau Balai Ekonomi Desa (Balkondes).
d. Pemasaran dan Promosi yang Fokus dan Selektif Gunakan segala media untuk memperkenalkan dan mempublikasikan potensi wisata di desa baik media konvensional maupun non konvensional, seperti media internet. Internet kini
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
23Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
menjadi sarana publikasi yang sangat efektif yang bisa menjangkau seluruh belahan bumi. Bentuk promosi tersebut dapat berupa media digital, elektronik, offline (roadshow, farm trip), booklet, dan leaflet.
Selanjutnya, secara teknik perlu juga dikembangkan komunitas digital desa wisata, dimana komunitas atau masyarakat secara aktif memanfaatkan media digital untuk menginformasikan kegiatan desa wisata. Pengelola juga perlu membuat spot-spot foto yang unik untuk promosi digital secara massal sehingga desa wisata langsung dikenal secara global.
e. Investasi dengan Dukungan Aset Lokal1) IdentifikasipotensilokalsebagaimodalsepertiSDM,kelompok
masyarakat, aset desa, sarana dan prasarana yang perlu dibangun, diperbaiki dan dikembangkan dengan melakukan investasi.
2) Selain investasi yang berasal dari masyarakat adat, juga dapat diperoleh dari pihak luar dengan syarat saling menguntungkan untuk memajukan desa wisata. Investasi dapat berasal dari pemerintah maupun swasta (perusahaan atau LSM).
5. Aspek Yang dapat Dikembangkan Dalam Desa Wisata
Aspek-aspek pengembangan desa wisata adalah sebagai berikut.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
24 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Tabel 2. Aspek-Aspek Pengembangan Desa Wisata
No Aspek Keterangan1 Produk Wisata
a. Keaslian Pengembangan desa wisata berbasis adat diarahkan pada hal-hal yang sifat asli (otentik), menjaga tradisi kelokalan, sikap atau kegiatan masyarakat sehari-hari, dan nilai-nilai budaya.
Keunikan Berbeda dari yang lain.
Sifat khas Khas artinya tidak ada ditempat lain, seperti bentuk rumah, makanan, budaya sehari-hari.
b. Tradisi masyarakat setempat/ kelompok atau masyarakat berbudaya
Segala sesuatu yang berakar dan melekat dengan kehidupan di suatu daerah yang menjadi ciri atau karakter.
c. Sikap dan nilai Sikap dan nilai ditunjukkan dengan perilaku yang baik, ramah terhadap wisatawan, dan tegas terhadap aturan-aturan yang dipegang.
d. Punya peluang berkembang dari prasarana dasar, aksesibilitas dan sarana lainnya
Tersedianya prasarana dasar (jalan, jembatan, toilet, air), aksesibilatas (kendaraan/transportasi/komunikasi) dan sarana (penginapan/homestay, rumah makan, toko/warung/pasar)
2 SDM yang kompeten dan profesional
Membangun SDM lokal menjadi kelompok masyarakat (kelompok sadar wisata) yang mau bekerja/berpartisipasi dalam membangun dan menggerakan desa
SDM terlatih bidang wisata, pelibatan masyarakat dalam kegiatan desa wisata.
3 Manajemen dan pengelolaan
a. Pengembangan kelembagaan lokal untuk pengelolaan wisata
Pokdarwis/kompepar (kelompok penggerak pariwisata), Bumdes, Balkondes
b. Sosialisasi manajemen dan kelembagaan desa kepada masyarakat
Pengarahan, pelatihan, bintek, dan kursus.
c. Tersedia tenaga pengelola, pelatih, pelaku pariwisata, seni dan budaya
Peningkatan kapasistas SDM dan Kelembagaan
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
25Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
6. Indikator Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat Adat
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat adat mendukung keberadaan desa wisata diindikasikan sebagai berikut.a. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat adat apabila dapat
mewujudkan keberdayaan masyarakat untuk:1) Memungkinkan masyarakat mandiri dan mampu meningkatkan
harkat dan martabat sebagai manusia;2) Melepaskan diri dari keterbelakangan; dan3) Meningkatkan kemampuannya antara lain kemampuan
menyiapkan dan menggunakan pranata dan sumber-sumber yang ada.
b. Mampu mengupayakan dan mempertahankan keberlangsungan adat/budayamasyarakatmeliputi:
No Aspek Keterangand. Keamanan, ketertiban, dan
kebersihanSiskamling, satpam, petugas kebersihan.
4 Pemasaran dan promosi yang fokus dan selektif
a. Informasi potensi dan karakter serta produk yang dipasarkan (profil desa)
Leaflet, website, radio, TV, banner, sosial media, papan pengumuman.
b. Masuk koridor dan rute paket perjalanan wisata yang sudah dijual
Masuk jalur wisata, dan festival tahunan
5 Investasi berorientasi aset lokal
a. Identifikasi potensi lokal sebagai modal seperti SDM, kelompok masyarakat, aset desa, sarana dan prasarana
Potensi unggulan, aset komunitas desa adat, kelembagaan.
b. Bantuan program Bantuan program dapat berupa pelatihan, modal (alat dan uang), pendampingan.
c. Asal program Pemerintah, swasta (peusahaan, LSM) dan masyarakat desa adat.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
26 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1) Perlindungan untuk menjaga agar hasil budaya tidak hilang dan atau rusak;
2) Pengembangan merupakan pengelolaan aset komunitas yang menghasilkan pengolahan mutu dan atau perluasan khasanah;
3) Pemanfaatan meliputi upaya menggunakan hasil-hasil budaya untuk berbagai keperluan seperti untuk menekankan citra identitas suatu desa, untuk pendidikan kesadaran budaya baik melalui proses internalisasi maupun apresiasi multikultural untuk dijadikan muatan produk budaya dan dijadikan sebagai dayatarikwisataberbasisadat/budaya.
B. Metodologi
Penelitian dilakukan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini termasuk riset aksi dengan tahapan kegiatan pada tahun pertama sebagai berikut:
1. Identifikasipotensidesa2. Penyusunan rencana pengembangan3. Implementasi: pengembangan kelembagaan dan koordinasi
dengan stakeholder lainnya.4. Pengembangan model desa wisata
Data yang dihimpun dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Tema dan topik data serta cara memperolehnya disajikan pada tabel 4. Tema dan topik sebagaimana dalam tabel tersebut bersifat dinamis, sesuai dengan pendalaman hasil temuan di lapang. Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen seperti dokumen hasil-hasil penelitian dan perencanaan, laporan desa wisata dan dokumen lainnya yang relevan. Untuk data primer diperoleh dengan tinjauan langsung ke lapang melalui wawancara dengan informan, observasi dan
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
27Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
FGD di tingkat desa dan kawasan. Pemilihan informan dilakukan melalui metode purposive sampling /sampling bertujuan. Informan adalahseseorang yang mempunyai pengetahuan, pemahaman, informasi, atau data tentang obyek penelitian yang diperlukan sesuai dengan tujuan atau fokus penelitian.
Penelitian menggunakan teknik analisis klaster sistem sinergisme komprehensif (Najiyati, 2016). Analisis dilakukan secara bertahap yaitu penentuan klaster, sasaran klaster, dan tujuan bersama; analisis klaster; dan perumusan kerangka model. Klaster diartikan sebagai kelompok usaha dengan komoditas yang sama atau berbeda yang memiliki keterkaitan karena adanya jaringan mata rantai dari sarana produksi, produksi, hingga pemasaran. Penentuan klaster dan sasaran klaster dilakukan dengan cara sebagai berikut:1. Memilih klaster komoditas unggulan; ditentukan dengan
mempertimbangkan kebijakan daerah, potensi lokasi, dan aspirasi masyarakatyangdiidentifikasimelaluiFGD;
2. Memilih klaster pendukung; berupa sub-sistem layanan untuk memberikan dukungan pada seluruh sub-sistem pada masing-masing klaster komoditas unggulan;
3. Penentuan sasaran masing-masing klaster dan tujuan bersama; dirumuskan melalui FGD dengan mempertimbangkan kebijakan daerah, potensi, dan aspirasi masyarakat.
Analisis klaster dilakukan melalui FGD di tingkat desa, kawasan, dan kabupaten; dimaksukan untuk mengidentifikasikomponen Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) dan perannya masing-masing dalam jaringan mata rantai dari sarana produksi, produksi, pengolahan, hingga pemasaran. Analisis tersebut dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
28 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1. Mengidentifikasikegiatanyangsudahdilaksanakanolehmasing-masing komponen pada masing-masing sub-sistem klaster;
2. Mengidentifikasipermasalahanyangmasihdihadapidankegiatanyang dibutuhkan pada masing-masing sub-sistem;
3. Mengidentifikasi komponen yang akan melaksanakan kegiatanyang dibutuhkan.
Model disusun dalam sebuah kerangka yang merepresentasikan sistem sinergisme, terdiri atas beberapa klaster. Masing-masing klaster terdiri atas sub-sistem beserta komponen yang berperan. Dalam model juga dimuat tujuan utama dan sasaran masing-masing klaster agar mudah dipahami oleh masing-masing komponen sehingga dapat menjadi acuan penyusunan dan pelaksanaan kegiatan. Kerangka model disusun melalui FGD di kawasan dan disempurnakan di kabupaten. Penelitian dilakukan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 3. Data Potensi Desa Wisata Budaya
No Data Potensi Keterangan Metode1 Identifikasi Potensi Observasi dan
Wawancara mendalam
a. Keaslian Pengembangan desa wisata berbasis adat diarahkan pada hal-hal yang sifat asli (otentik), menjaga tradisi kelokalan, sikap atau kegiatan masyarakat sehari-hari, dan nilai-nilai budaya.
Keunikan Berbeda dari yang lain.
Sifat khas Khas artinya tidak ada ditempat lain, seperti bentuk rumah, makanan, budaya sehari-hari.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
29Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
No Data Potensi Keterangan Metodeb. Tradisi masyarakat
setempat/ kelompok atau masyarakat berbudaya
Segala sesuatu yang berakar dan melekat dengan kehidupan di suatu daerah yang menjadi ciri atau karakter.
c. Sikap dan nilai Sikap dan nilai ditunjukkan dengan perilaku yang baik, ramah terhadap wisatawan, dan tegas terhadap aturan-aturan yang dipegang.
d. Punya peluang berkembang dari prasarana dasar, aksesibilitas dan sarana lainnya
Tersedianya prasarana dasar (jalan, jembatan, toilet, air), aksesibilatas (kendaraan/transportasi/komunikasi) dan sarana (penginapan/homestay, rumah makan, toko/warung/pasar)
2 Perencanaan Observasi dan Wawancara mendalam
Membangun SDM lokal menjadi kelompok masyarakat (kelompok sadar wisata) yang mau bekerja/berpartisipasi dalam membangun dan menggerakan desa
SDM terlatih bidang wisata, pelibatan masyarakat dalam kegiatan desa wisata.
3 Kelembagaan Observasi dan Wawancara mendalam
a. Pengembangan kelembagaan lokal untuk pengelolaan wisata
Pokdarwis, Bumdes, Balkondes
b. Sosialisasi manajemen dan kelembagaan desa kepada masyarakat
Pengarahan, pelatihan, bintek, dan kursus.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
30 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
No Data Potensi Keterangan Metodec. Tersedia tenaga
pengelola, pelatih, pelaku pariwisata, seni dan budaya
Peningkatan kapasistas SDM dan Kelembagaan
d. Keamanan, ketertiban, dan kebersihan
Siskamling, satpam, petugas kebersihan.
Kerangka Pemikiran dan Metodologi
31Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1
Bab IIIHasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Desa Banyuroto
Desa Banyuroto dengan luas wilayah 622.23 hektar, terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Dengan ketinggian
1.200 – 1.400 di atas permukaan air laut, Desa Banyuroto terletak di sebelah barat kaki Gunung Merbabu. Jumlah penduduk 3.965 jiwa dengan matapencaharian mayoritas adalah sebagai petani. Secara administrasi, Desa Banyuroto dibatasi di sebelah utara dengan Desa Wulunggunung, sebelah timur dengan taman nasional Gunung Merbabu, di sebelah selatan Desa Wonolelo, dan sebelah barat Desa Ketep.
Letaknya yang berada di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Merapai menyebabkan Desa Banyuroto merupakan daerah agrowisata terutama petik strawberry dan sayur-sayuran serta banyak menghasilkan potensi pangan lokal. Desa Banyuroto memiliki beragam potensi wisata
Hasil Penelitian dan Pembahasan
32 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
yang belum dikembangkan seperti agrowisata (petik stroberi dan sayuran), jalur pendakian Gunung Merbabu, bumi perkemahan, potensi kesenian/budaya(sepertijathilan,topengireng,soreng,ketoprak,reog,danbrodut),danpeternakan(ternaksapidanayam).(MonografiDesaBanyuroto, 2017)
Gambar 3. Lokasi Desa Banyuroto
Sebagai desa pertanian Desa Banyuroto menghasilkan sayur-sayuran, seperti tomat, cabai, kol, bawang, sawi, dan sebagai komoditas utamanya adalah tembakau dan kubis). Mayoritas penduduk di desa ini bermata pencaharian dengan berkebun sehingga perekonomian di Desa Banyuroto sangatlah bergantung dari hasil panen.
Obyek wisata yang banyak diminati wisatawan di Desa Banyuroto saat ini adalah pendakian Gunung Merbabu. Tidak kurang dari
Hasil Penelitian dan Pembahasan
33Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
50 orang/pendaki/hari yang datang keDesa Banyurotomemerlukanpendamping untuk mendaki Gunung Marbabu. Semangat gotong royong masyarakat Banyuroto cukup tinggi, terlihat dari semangat mereka dalam mengembangan desa wisata. Saat ini telah terbentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kedepan BUMdes dan Pokdarwis direncanakan sebagai pengelola Desa Wisata Banyuroto.
Dalam rangka mengembangkan desa wisata, melalui musrenbangdes telah diusulkan pengadaan 100 paket tempat tidur untuk mendukung pengembangan homestay di Desa Banyuroto.
2. Kebijakan Pengembangan Wisata Pemkab Magelang
Kabupaten Magelang terletak pada sejumlah rangkaian pegunungan. Secara geografis di bagian timur perbatasan denganKabupaten Boyolali, Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Di bagian barat perbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo, Gunung Sumbing. Di bagian barat daya terdapat rangkaian Pegunungan Menoreh. Pada bagian tengah mengalir Kali Progo beserta anak-anak sungainya. Kabupaten Magelang terdiri atas 21 Kecamatan adalah sebagai berikut: Bandongan, Borobudur, Candimulyo, Dukun, Grabag, Kajoran, Kaliangkrik, Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, Ngablak, Ngluwar, Pakis, Salam, Salaman, Sawangan, Secang, Srumbung, Tegalrejo, Tempuran, Windusari, dan Cacaban. Ibu kota terletak di Kota Mungkid yang berada sekitar lima belas kilometer di sebelah selatan Kota Magelang. (Perda No. 4 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten Magelang).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
34 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Pemerintah Kabupaten Magelang telah menetapkan 4 kawasan strategis pengembangan pariwisata daerah. Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) adalah sebagai berikut.a. Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Gunung Sumbing yaitu
wilayah Kecamatan Windusari, Kaliangkrik, Kajoran, Tempuran, Bandongan, Sebagian Salaman dan Sebagian Secang.
b. Pengembangan Saujana Alam “Lembah Merapi-Merbabu” yaitu wilayah Kecamatan Grabag, Ngablak, Tegalrejo, Pakis, Sawangan, Candimulyo dan sebagian Kecamatan Secang.
c. Pengembangan Wisata Vulkanologi dan Budaya Merapi yaitu wilayah Kecamatan Srumbung, Dukun dan Mungkid.
d. Borobudur dalam bayangan Merapi yaitu wilayah Kecamatan Mertoyudan, Mungkid, (sebagian) Muntilan, Salam, Ngluwar, dan Borobudur.
Tantangan pariwisata di Kabupaten Magelang adalah masih lemahnya daya saing dan daya jual destinasi pariwisata dan belum optimalnya pengembangan potensi pariwisata yang ada dan masih terbatasnya sumberdaya manusia dalam bidang pariwisata. Permasalahan pariwisata di Kabupaten Magelang ada 8 poin yaitu:a. Lemahnya daya saing dan daya jual destinasi pariwisata;b. Belum optimalnya pengembangan potensi wisata yang ada;c. Belum optimalnya kemitraan antara pemerintah daerah dengan
dunia usaha pariwisata dan pemberdayaan masyarakat;d. Sarana dan prasarana pendukung obyek wisata yang kurang
mencukupi;e. Kurangnya manajemen pengelolaan pariwisata;f. Kurangnya SDM pelaku wisata;g. Promosi yang kurang optimal;h. Pengelolaan obyek wisata masih belum maksimal.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
35Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Potensi atau peluang pengembangan pariwisata antara lain:a. Menarik dan menyebarkan wisatawan nusantara dari Borobudur ke
destinasi lainnya.b. Meningkatkan lama tinggal wisatawan mancanegara ke Borobudur –
Mendut – Pawon.c. Pengembangan Desa Wisata di sekitar Borobudur – Mendut – Pawon.d. Pengembangan Desa Wisata di sekitar Merapi – Merbabu – Sumbing,
dengan segmen wisata minat khusus (sport, hobby fotografer, dan lain-lain)
e. Pengembangan potensi ekonomi kreatif.f. Kerjasama lintas daerah dan organisasi guna mewujudkan destinasi
wisata menjadi layak jual.g. Perkembangan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sangat
perpengaruh positif pada Program Promosi.
3. Potensi Wisata di Desa Banyuroto
Desa Banyuroto mempunyai 6 dusun yaitu Dusun Banyuroto, Dusun Kenayan, Dusun Garon, Dusun Grintingan, Dusun Sobleman dan Dusun Suwanting. Masing-masing dusun memiliki beragam potensi wisata yang belum dikembangkan seperti agrowisata (petik stroberi dan sayuran), jalur pendakian Gunung Merbabu, bumi perkemahan, potensi kesenian/kebudayaan (seperti jathilan, topeng ireng, soreng,ketoprak, reog, warokan, tari cikrak, tari tani, rebana, rebana klasik dankubrondangdut/brodut),danpeternakan(ternaksapidanayam).Potensi wisata tersebut dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata di Desa Banyuroto, yang secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga kategori sebagaimana disebutkan di atas yaitu: (a) Wisata Alam, berupa pendakian gunung Merbabu dan Bumi
Perkemahan,
Hasil Penelitian dan Pembahasan
36 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
(b) Wisata Budaya, berupa pertunjukan seni tradisional, dan (c) Wisata Edukasi, berupa tata cara berekebun stroberi, campingdan/
atau outbond, serta tata cara pengolahan limbah ternak sapi.
Secara lebih rinci, ketiga kategori tesebut dijelaskan sebagai berikut:a. Wisata Alam: Pendakian Puncak Gunung Merbabu
Pendakian Gunung Merbabu terdapat di Dusun Suwanting, yang merupakan salah satu jalur atau pintu masuk untuk mencapai puncak Gunung Merbabu. Jalur ini pernah dibuka antara tahun 1990-1998, kemudian ditutup dan dibuka lagi pada tahun 2015. Sebagai jalur baru pendakian Suwanting banyak diminati karena lokasi yang indah dan alami. Di Dusun Suwanting terdapat base camp berupa rumah milik warga yang disediakan untuk persiapan, istirahat sebelum mendaki gunung Merbabu. Setelah melalui base camp dilanjutkan dengan Pos 1, 2, 3 dan puncak Keteng Songo.
Wisata pendakian di Dusun Swanting telah didukung oleh sarana transportasi, base camp, pemandu dan porter pendakian, dan sarana pendakian. Di lokus wisata alam pendakian ini ditemukan masalah, antara lain jalan sepanjang 5 km dari base camp rusak, sehingga kalau musim hujan licin dan musim kemarau berdebu sehingga dibutuhkan kegiatan trap jalan (pengerasan). Melalui anggaran desa (APBDesa) dan swadaya masyarakat telah dilakukan perbaikan jalan sepanjang 385 m. Selain perbaikan yang telah dilakukan oleh pemerintah desa, kegiatan juga bersumber dari dana swadaya dan juga membutuhkan dukungan dari sektor lain yaitu Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata dan juga Dinas Pemberdayaan Masyarakat.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
37Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Jalur pendakian menuju puncak Gunung Merbabu ditempuh melalui medan yang tidak terlalu sulit, namun tetap terdapat potensi bahaya jika tidak diantisipasi, seperti kabut yang tebal, suhu yang dingin, hutan yang tidak mendukung sarana bertahan hidup. Sebelum melakukan pendakian pada jalur Suwanting ini harus melakukan registrasi terlebih dahulu di pos perizinan yang dibangun sebelum gapura memasuki jalur pendakian. Menurut tim dari base camp, Regitrasi dilakukan untuk pendataan dan untuk memantau, sekaligus tim dapat memberikan bantuan apabila terjadi sesuatu dari para pendaki.
Setelah sampai di base camp dapat melakukan registrasi dengan tarif sekarang Rp 10,000 per orang. Jika menitipkan motor dikenai biaya Rp 5000 per motor. Di Gunung Merbabu tidak diberlakukan sistembatas/kuota, jadi tidakadabatasanberapa jumlahpendakiyang boleh naik kecuali ada hal-hal penting tertentu seperti kebakaran hutan, atau jalur pendakian longsor atau juga ada pencarian pendaki yang hilang. Untuk melakukan registrasi kita bisa menggunakan KTP, atau SIM untuk keperluan pendataan jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan. Di Gunung gunung Merbabu terdapat tiga puncak utama yakni Puncak Trianggulasi, Puncak Kentengsongo serta Puncak Syarif. Masing-masing puncak memiliki pemandangan yang hampir sama.
Akses menuju Suwanting bisa menggunakan transportasi bus melalui Magelang lalu dilanjutkan ke Ketep, sampai di Suwanting bisa beristirahat di base camp Suwanting. Terdapat beberapa tarif antar jemput dan jarak untuk wisatawan sebagai berikut:a) jalur Base camp - Lempuyang/Tugu (Jogja)dengankendaraan
mobil sebesar Rp 450.000 dan tarif motor Rp 150.000;
Hasil Penelitian dan Pembahasan
38 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
b) jalur Base camp - Poncol Tawang Semarang) dengan kendaraan mobil sebesar Rp 500.000 dan tarif motor Rp 200.000;
c) jalur Base camp–Magelang/Blabak/Muntilandengankendaraanmobil sebesar Rp 350.000 dan tarif motor Rp 60.000;
d) jalur Base camp – Pasar Sari (Salatiga) dengan kendaraan mobil sebesar Rp 450.000 dan tarif motor Rp 150.000;
e) jalur Base camp - Kaponan dengan kendaraan mobil sebesar Rp 250.000 dan tarif motor Rp 35.000;
f) jalur Base camp - Selo dengan kendaraan mobil sebesar Rp 250.000 dan tarif motor Rp 60.000;
g) jalur Base camp - Boyolali dengan kendaraan mobil sebesar Rp 500.000 dan tarif motor Rp 200.000;
Disamping itu untuk jasa Porter/sewapendampingdikenakan300.000 sampai dengan 400.000 rupiah, tergantung jauh dekatnya, bahkan porter bisa dimungkinkan untuk sama-sama menginap dengan pendaki tetapi harus pakai tenda tersendiri; berikutnya untuk jasa guide 350.000 rupiah; termasuk logistik berupa ikut mengantar tamu dengan maksimum beban yang ikut diangkat sebesar 25 kilogram.
Moda angkutan umum untuk mencapai ke lokasi belum ada yang mengcover sampai daerah obyek wisata sehingga wisatawan harusmenggunakanmoda angkutan swasta/pribadi. Kawasan inibisa dituju dari berbagai jurusan, Sawangan (Blabak), Muntilan, Magelang atau dari Boyolali. Informasi wisata yang cukup lengkap terdapat di Ketep Pass yang menawarkan pemandu dan interpreter wisata obyek wisata lain masih belum ada. Guide/ Pemandu /interpreter wisata yang bisa berbahasa inggris sangat diperlukan pada waktu ada wisatawan Eropa berkunjung. Informasi tentang
Hasil Penelitian dan Pembahasan
39Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
pertunjukan seni seperti tari-tarian tradisi, wayang masih sangat kurang. Keterdapatan brosur peta, petunjuk jalan, toilet umum, telepon kantor, atau informasi website tempat wisata hanya terdapat di Ketep Pass.
Pemilik penduduk setempat dapat dipakai oleh pendaki gratis 1-3 malam, biasanya dipakai sebelum pendaki naik gunung. Dan apabila ingin diantar oleh masayarakat keluarga dari pemilik base camp tersebut sampai dengan Pos 1 pakai ojek biayanya sebesar 10.000 rupiah. Selama tinggal di base camp biasanya para pendaki akan membeli makanan jajanan dari pemilik base camp tersebut, sepertinasigoreng,mierebus/goreng,minuman,danlain-lain.
Wisata alam pendakian Gunung Marbabu saat ini perlu didukung oleh sub-sistem yang lain seperti transportasi, base camp, pemandu dan porter, dan sarana pendakian. Untuk sarana transportasi dari Magelang ke Dusun Suwanting belum ada transporatsi regular, selama ini hanya mengandalkan transportasi dari warga apabila diperlukan dapat disewa. Kedepan diharapkan ada transportasi regular setidaknya dari Desa Banyuroto ke Dusun Suwanting.
Di Suwanting ada tiga Pos (Pos 1, Lembah Lempong, Pos 2 Selter Bendera, dan Pos 3 Ndampo Awang). Pendaki dapat mendirikan tenda di pos 1 (kapasitas jumlah tenda sekitar 50), di pos 2 (kapasitas jumlah tenda sekitar 30) dan atau di pos 3 (kapasitas jumlah tenda sekitar 200) karena lokasinya cukup luas (sabana) dan pemandangannya indah dengan latar belakang Gunung Merapi. Di sepanjang jalur pendakian memiliki tiga pos air yang bisa di gunakan untuk konsumsi, Pos air terletak di bawah Lembah Cemoro, Lembah Manding dan terakhir di bawah pos 3. Setelah dari pos 3, pendaki
Hasil Penelitian dan Pembahasan
40 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
akan melewati sabana. Sebelum mendaki, di sekitar base camp (BC) Suwanting terdapat rumah rumah yang yang menyewakan alat-alat outdoor antara lain sewa a) tenda 40.000 sampai dengan 50.000 rupiah; b) matras 5.000 rupiah c) Kompor 15.000 rupiah d) nesting 15.000 rupiah; hand lamp 5.000 rupiah; carder 60 liter 35.000 rupiah; sleeping bag 15.000 rupiah; flaisit 15.000 rupiah.
Di Dusun Swanting, Desa Banyuroto, penduduk setempat telah menyediakan rumah mereka untuk base camp bagi pendaki untuk istirahat atau persiapan untuk mendaki yang dapat dipakai oleh pendaki menginap gratis selama 1 sampai dengan 3 malam. Selama tinggal di base camp biasanya para pendaki dapat membeli makanan dan minuman dari pemilik base camp tersebut. Selanjutnya bila para pendaki ingin diantar oleh masyarakat setempat atau keluarga dari pemilik base camp tersebut menuju Pos I dapat memakai motor ojek dengan dikenakan biayanya sebesar 10.000 rupiah. untuk sekali antar.
Di base camp sebelum berangkat mendaki dapat melakukan registrasi dengan tarif sekarang 10,000 rupiah per orang. Jika menitipkan motor dikenai biaya 5000 rupiah per motor. Di kawasan Gunung Merbabu tidak diberlakukan batasan berapa jumlah pendaki yang boleh naik, kecuali ada hal-hal penting tertentu seperti kebakaran hutan, atau jalur pendakian longsor atau juga ada pencarian pendaki yang hilang. Untuk melakukan registrasi harus menunjukkan KTP, atau identitas lainnya untuk keperluan pendataan jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan. Gunung Merbabu mempunyai tiga puncak utama yakni Puncak Trianggulasi, Puncak Kentengsongo serta Puncak Syarif. Ketiga puncak tersebut memiliki pemandangan yang indah.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
41Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
b. Wisata Bumi Perkemahan Bumi perkemahan terletak di lereng (kaki) Gunung Merbabu, dari Balong, yaitu wilayah yang terletak paling atas dari Dusun Sobleman. Akses jalan menuju bumi perkemahan sudah dapat dijangkau oleh kendaraan roda dua dan empat. Bumi perkemahan berada di area datar bagian lereng gunung. Kondisi alam bumi perkemahan tersebut juga menawarkan fasilitas lokasi untuk kegiatan outbond karena berada di lereng gunung dan banyak pohon liar yang tumbuh serta kondisi jalan yang naik turun. Dari bumi perkemahan, ketika memandang ke bawah akan nampak hijaunya Desa Banyuroto dan Kota Magelang. Ketika malam hari dan langit sedang dalam keadaan cerah, maka terlihat jelas lampu-lampu penerangan di kota Magelang. Area bumi perkemahan (camping ground) yang berada di area datarsekitarkaki/lerengGunungMerbabudenganluas±3.000m2. tersebut cukup luas, sehingga mampu menampung banyak tenda dan orang (di disekitar Kawasan TNGM).
Jalur ini memiliki tiga Pos: Pos I yaitu Lembah Lempong, Pos II yaitu Selter Bendera, dan Pos III yaitu Ndampo Awang. Para pendaki dapat mendirikan tenda di pos I dengan kapasitas jumlah tenda sekitar 50, di pos II dengan kapasitas jumlah tenda sekitar 30 dan di pos 3 dengan kapasitas jumlah tenda sekitar 200. Lokasinya cukup luas (sabana) dan pemandangannya indah dengan latar belakang Gunung Merapi. Di sepanjang jalur pendakian memiliki tiga pos air yang bisa di gunakan untuk konsumsi air, Pos air terletak di bawah lembah Cemoro, Lembah Manding dan terakhir yang berada di bawah pos III. Setelah dari pos III, pendaki akan melewati sabana. Sebelum mendaki, di sekitar base camp Dusun Suwanting terdapat rumah rumah penduduk yang menyewakan alat-alat outdoor antara lain: a) sewa tenda 40.000 sampai dengan 50.000 rupiah; b) sewa
Hasil Penelitian dan Pembahasan
42 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
matras 5.000 rupiah c) sewa kompor 15.000 rupiah d) sewa nesting 15.000 rupiah; sewa hand lamp 5.000 rupiah; sewa carder 60 liter 35.000 rupiah; sewa sleeping bag 15.000 rupiah; sewa flaisit 15.000 rupiah.
Di bumi perkemahan ini kondisi alam juga memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan outbond yang berada di lereng gunung dan terdapat banyak pohon liar yang tumbuh serta kondisi perjalanan yang naik turun sekitar bukit pegunungan. Gathering: Camping dan Outbond. Wisata edukasi dalam bentuk Gathering berada di Dusun Sobleman. Di dusun ini terdapat hamparan (lanskap) yang dapat menjadi areal untuk perkemahan (bumi perkemahan), berada di area datar terletak di kaki lereng Gunung Merbabu yang luasnya ± 3000 m2. Akses jalan menuju bumi perkemahan sudah dapat dijangkau oleh kendaraan roda empat. Kegiatan outbond dapat juga dilakukan tempat wisata ini. Di bumi perkemahan, kondisi alam juga menawarkan, lokasi untuk kegiatan outbond cukup menantang karena berada di lereng gunung dan banyak pohon liar yang tumbuh serta kondisi lintasan yang naik turun.
c. Wisata Budaya: Kesenian Tradisional
Desa Banyuroto terdapat kesenian tradisionalnya yang telah dan dapat menjadi obyek wisata budaya. Kesenian tradisional yang ada di desa Banuroto antara lain adalah (i) Soreng (ii) Jatilan, (iii) Topeng Ireng, (iv) Kricak (v) Cakarlele, (vi) Kuda Lumping dan Jaranan, dan (vii) Brondut, dan lain-lain.
1) Tari Soreng Soreng merupakan kesenian berupa tari, yang menggambarkan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
43Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
cerita rakyat. Atau tari keprajuritan. Kesenian ini menceritakan mengenai perang yang dipimpin oleh Aryo Penangsang dalam merebut tahta kerajaan Demak untuk dipindahkan ke Pajang. Aryo Penangsang berperang bersama dengan prajuritnya bernama Soreng Rono, Soreng Rungkut, dan Soreng Pati sehingga kesenian ini dinamakan kesenian Soreng. Kesenian ini konon peninggalan nenek moyang yang hidup di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Andong, tepatnya di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Kesenian ini berada di Dusun Garon dan Swanting. Di Dusun Suwanting, Kecamatan Sawangan sendiri kesenian Soreng diinisiasi oleh Bapak Cipto dan diikuti oleh beberapa warga yang terbentuk dalam kelompok Cipto Budaya. Cipto Budaya ini selain tampil didalam Dusun Suwanting juga beberapa kali tampil diluar seperti di Candimulyo dan Kapuhan.
Tari Soreng menggambarkan Kesiapan Raden Mas Aryo Penangsang, Raja Demak, yang merasa tidak suka atau tidak menerima kehadiran Hadiwijaya sebagai Raja Pajang (Pewaris sah Kerajaan Demak). Dalam tari ini Arya Penangsang digambarkan sedang mempersiapkan bala tentaranya, yang akan berangkat menyerang pasukan Pajang (Di Daerah Kartosuro). Tari ini merupakan bagian dari kesadaran sejarah orang-orang Magelang (Jawa Tengah) yang lebih berorientasi ke Semarang sebagai pusat Kerajaan Islam, yaitu di Demak, dan bukan Kerajaan Pajang. Dalam pertarungan ini Raja Pajang dibela oleh Danang Sutawijaya, anak si Ki Ageng Pemanahan, yangkemufiandapatmenumpasRadenAryaPenangsang.DanangSutawijaya, karena mampu membunuh Arya Penangsang, maka kemudian menjadi Raja Mataram Pertama (Bergelar Panembahan Senopati), di daerah Yogyakarta (alas Metaok).
Kesenian Soreng merupakan cerita rakyat yang disampaikan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
44 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
melalui kesenian tari prajuritan. Kesenian Soreng menceritakan mengenai perang yang dipimpin oleh Aryo Penangsang dalam merebut tahta kerajaan Demak untuk dipindahkan ke Pajang. Aryo Penangsang berperang bersama dengan prajuritnya bernama Soreng Rono, Soreng Rungkut, dan Soreng Pati sehingga kesenian ini dinamakan kesenian soreng. Kesenian ini konon peninggalan nenek moyang yang hidup di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Andong, tepatnya di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Di Dusun Suwanting, Kecamatan Sawangan sendiri kesenian Soreng diinisiasi oleh Bapak Cipto dan diikuti oleh beberapa warga yang terbentuk dalam kelompok Cipto Budaya. Cipto Budaya ini selain tampil didalam Dusun Suwanting juga beberapa kali tampil diluar seperti di Candimulyo dan Kapuhan.
Kesenian ini ada di Dusun Garon, Kenayan, dan Suwanting. Bahkan, di Dusun Swanting kesenian ini dimainkan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Di bawah ini adalah contoh dari kesenian Soreng yang ada di Dusun Swanting (Soreng Perempuan) dan Soreng Lelaki (Di dusun Kenayan), dengan iringan musik yang berbeda. Di Dusun Grintingan, Tari Soreng bukanlah sesuatu yang baru. Namun dapat perkembangan kesenian tersebut baru tampak geliatnya di dua tahun terakhir. Sebelumnya, gerakan Soreng kurang mengenal variasi. Pesan yang dibawakan melalui Tari Soreng tetaplah sama, yaitu mengenai narasi kehidupan di desa. Pertunjukan Tari Soreng diiringi dengan seperangkat gamelan dan alat musik truntung. Jumlah partisipan Tari Soreng yang ada kurang lebih delapan puluh orang, dari Dusun Garon dan Grintingan, tapi yang aktif latihan hanya belasan. Saat Tari Soreng ditampilkan, penari yang ada sekitar delapan sampai dua belas orang. Paguyuban Kesenian Garon-Grintingan ini pernah menyabet gelar juara dua se-kecamatan dengan Tari Soreng.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
45Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Mereka juga sudah sering tampil di berbagai acara, acara desa-desa lain, dan tampil di Prambanan dan Borobudur.
Soreng di Dusun Grintingan dan Garon, misalnya, bukanlah sesuatu yang baru. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa perkembangan kesenian tersebut baru tampak geliatnya di dua tahun terakhir. Sebelumnya, gerakan Soreng kurang mengenal variasi. Variasi pada gerakan Tari Soreng diadakan supaya penonton tidak bosan. Oleh karena itu, keadaan mulai diperbaiki; gerakan-gerakan baru diciptakan. Jika ada gerakan baru, gerakan yang lama masih tetap akan dipentaskan dan tidak akan dilupakan. Itulah mengapa, jika ada acara dan Tari Soreng ditampilkan di sana, maka akan ditemukan bahwa penampilan Tari Soreng mungkin saja lebih dari sekali; dengan gerakan lama dan gerakan baru sama-sama ditarikan dengan indahnya.
Biarpun demikian, variasi ataupun gubahan pada Tari Soreng tidakberartimelupakanakar filosofis tarian tersebut.Pesanyangdibawakan melalui Tari Soreng tetaplah sama, yaitu mengenai narasi kehidupan di desa. Pertunjukan Tari Soreng diiringi dengan seperangkat gamelan dan alat musik truntung. Paguyuban kesenian di Dusun Grintingan, Desa Banyuroto masih bergabung dengan paguyuban kesenian di Dusun Garon, di desa yang sama. Latihan tari tidak diadakan secara rutin, melainkan menyesuaikan apabila ada pentas atau lomba. Biasanya, latihan diadakan dua malam sebelum hari pentas. Akan tetapi, bila ada gerakan baru di Tari Soreng, latihan bisa menjadi lebih lama, yaitu kurang lebih lima hari.
2) Tari Jathilan Jathilan adalah sebuah seni tari kolosal yang menggambarkan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
46 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
cerita dalam pewayangan. Jathilan di Banyuroto yang umumnya menggunakanfilosoficeritayangbersumberdariceritapewayangan,misalnya dengan melibatkan tokoh-tokoh seperti Hanoman, Gatutkaca, Janaka, Rahwana, dan lain-lain. Kelompok jathilan di Dusun Banyuroto sudah ada sejak lama, dengan nama tritari yang digunakan dari dahulu. Jathilan di Dusun Banyuroto ini didirikan oleh empat orang. Dulu ada pemain jathilan perempuan, tapi sekarang pemainnya lelaki semua. Anggota kelompok kesenian jathilan ini ada 60 hingga 70 orang, sementara setiap kali tampil yang keluar adalah 40 orang. Termasuk di dalam tokoh-tokoh ini ada 6 monyet, 6 buto, 2 Rahwana, dan 2 Bugis. Musik yang digunakan adalah musik gamelan klasik dengan gendhing Jawa. Jathilan secara rutin tampil setiap Lebaran atau agustusan. Waktu tampil lainnya adalah di bulan Suro dan Rajab.
Kesenian jathilan di Dusun Kenayan misalnya, diwariskan secara turun temurun dan sudah ada sejak tahun 1984. Terdapat macam-macam jathilan di Dusun Kenayan, antara lain reog, gendrungan, jathilan kreasi, gedruk kecil, gedruk besar, dan tari padat karya. Pada pertunjukan jathilan kreasi, lagu yang dipakai adalah campursari sama dangdut dan propertinya berupa jaran kepang. Di Gedruk kecil, lagu yang dipakai adalah campursari dan dangdut. Terdapat pula kemunculan buto atau raksasa di sini, yang diambil dari narasi yang lebih besar. Di gedruk besar, sama seperti gedruk kecil, lagunya adalah campursari dan dangdut. Sementara itu, tari padat karya menyimbolkan kegiatan bercocok tani dan pembangunan desa, sehingga gerakannya mewakili gerakan menanam padi, menggergaji kayu, menggunakan ani-ani, dan lain-lain. Musik yang dipakai untuk mengiringi jathilan adalah gamelan, organ, dan drum. Partisipan kesenian jathilan sendiri adalah pemuda dan pemudi Dusun
Hasil Penelitian dan Pembahasan
47Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kenayan. Jumlah lengkap semua personel ada 84. Untuk jathilan kreasi, dibutuhkan 8 penari laki-laki dan 10 penari perempuan. Setiap tampil, maksimal orangnya ada 24 orang. Jathilan biasa ditanggap atau diundang untuk tampil ketika ada acara unduh mantu, pernikahan, resepsi, maupun khitanan. Pernah pula ditanggap untuk acara pasaran bayi, merti desa, dan khataman Quran.
Sementara itu, kesenian jathilan di Dusun Soblema sudah ada sejak tahun 2000 diresmikan tahun 2005. Terbentuknya kelompok kesenian jathilan diawali oleh kebutuhan akan kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat di dusun. Kesenian jathilan di Dusun Sobleman merupakan kesenian jathilan yang melibatkan tari-tarian. Ada semacam penokohan dalam tarian, yang bisa dilihat dari perbedaan kostum. Ada yang merupakan panglima dan ada pula yang berupa sejenis hewan-hewan, sehingga ketika dipadukan maka akan menjadi simbolisasi sebuah kerukunan. Satu grup memiliki 28 penari pria dan 16 penari wanita. Anggota kesenian jathilan tersebut adalah pemuda-pemudi Dusun Sobleman. Penyanyi jathilan ini adalah pemuda asal Sobleman. Formasi tarian biasa dilakukan sebagai berikut: 28 penari pria tampil, disusul 16 penari putri, kemudian disusul 16 penari pria lagi. Kostum yang dikenakan adalah seragam untuk satu kelompok.
Jathilan Tritari Budi Tani Dusun Banyuroto, sudah ada sejak lama, dengan nama tritari yang digunakan dari dahulu. Nama budi tani adalah nama yang ditambahkan oleh generasi sekarang, yang aktif sejak tahun 2000, bersama dengan kreasi-kreasi baru yang ditambahkan. Jathilan di Dusun Banyuroto ini didirikan oleh empat orang. Di pertunjukan jathilan ini, tidak digunakan jaran kepang. Selain itu, yang membedakannya dari jathilan-jathilan lain adalah
Hasil Penelitian dan Pembahasan
48 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
blendrong-nya yang banyak dan lengkap. Blendrong adalah tari-tarian yang menyimbolkan aktivitas sehari-hari, misalnya seperti memakai pakaian. Selain blendrong, tari-tarian yang ada di jathilan Tritari Budi Tani ada mayar sewu yang digunakan sebagai awalan dan merupakan tarian kegembiraan; puspo warno yang merupakan tarian lembut dan menceritakan prajurit pewayangan yang baik; dan cangklek yang gerakannya adalah memasang gelang di tangan. Narasi danfilosofiyangdigunakanuntuk jathilan di Dusun Banyuroto ini banyak menggunakan cerita pewayangan, yaitu melibatkan tokoh-tokoh Gatutkaca, Janaka, Rahwana, dan lain-lain.
Dulu ada pemain jathilan perempuan, tapi sekarang pemainnya lelaki semua. Anggota kelompok kesenian jathilan ini ada 60 hingga 70 orang, sementara setiap kali tampil yang keluar adalah 40 orang. Termasuk di dalam tokoh-tokoh ini ada 6 monyet, 6 buto, 2 Rahwana, dan 2 Bugis. Musik yang digunakan adalah musik gamelan klasik dengan gendhing Jawa. Jathilan secara rutin tampil setiap Lebaran. Waktu tampil lainnya adalah di bulan Suro dan Rajab. Terdapat sesaji di jathilan Tritari Budi Tani, yang isinya antara lain pisang, kelapa, dan jajanan pasar. Sesaji ini digunakan untuk memenuhi permintaan roh atau makhluk baik yang telah ada dalam tubuh pemain dan bisa menjadi-jadi apabila menari jathilan.
Jathilan Turonggo Mudo di Dusun Kenayan diwariskan secara turun temurun dan sudah ada sejak tahun 1984. Terdapat macam-macam jathilan di Dusun Kenayan, antara lain reog, gendrungan, jathilan kreasi, gedruk kecil, gedruk besar, dan tari padat karya. Di jathilan kreasi, lagu yang dipakai adalah campursari sama dangdut dan propertinya berupa jaran kepang. Di Gedruk kecil, lagu yang dipakai adalah campursari dan dangdut. Terdapat pula kemunculan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
49Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
buto atau raksasa di sini, yang diambil dari narasi yang lebih besar. Di gedruk besar, sama seperti gedruk kecil, lagunya adalah campursari dan dangdut. Sementara itu, tari padat karya menyimbolkan kegiatan bercocok tani dan pembangunan desa, sehingga gerakannya mewakili gerakan menanam padi, menggergaji kayu, menggunakan ani-ani, dan lain-lain.
Musik yang dipakai untuk mengiringi jathilan adalah gamelan, organ, dan drum. Partisipan kesenian jathilan sendiri adalah pemuda dan pemudi Dusun Kenayan. Jumlah lengkap semua personel ada 84. Untuk jathilan kreasi, dibutuhkan 8 penari laki-laki dan 10 penari perempuan. Setiap tampil, maksimal orangnya ada 24 orang. Lamanya durasi tampil menyesuaikan dengan waktu dan pemain yang sudah ada. Sedangkan waktu tampil biasa dari jam 2 siang hingga 6 sore, kemudian dilanjutkan lagi dari sekitar jam 8 malam hingga tengah malam atau bahkan dini hari. Di jathilan Kenayan, semakin lama seorang pemain berlatih, maka semakin banyak pula kesempatannya menarikan jenis-jenis tarian di jathilan. Hal itu karena dia mengerti peran-peran yang harus dibawakan.
Jathilan di Dusun Sobleman bernama Kelompok Wahyu Turangga Seta. Wahyu berarti titising jawata, atau anugrah. Turangga seta berarti kuda putih. Secara keseluruhan Wahyu Turangga Seta dapat dimaknai sebagai titising jawata numpak kuda putih. Kesenian jathilan ini sudah ada sejak tahun 2000 di Sobleman dan kemudian diresmikan tahun 2005. Terbentuknya kelompok kesenian jathilan diawali oleh kebutuhan akan kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat di dusun.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
50 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kesenian jathilan di Dusun Sobleman merupakan kesenian jathilan yang melibatkan tari-tarian. Ada semacam penokohan dalam tarian, yang bisa dilihat dari perbedaan kostum. Ada yang merupakan panglima dan ada pula yang berupa sejenis hewan-hewan, sehingga ketika dipadukan maka akan menjadi simbolisasi sebuah kerukunan. Satu grup memiliki 28 penari pria dan 16 penari wanita. Anggota kesenian jathilan tersebut adalah pemuda-pemudi Dusun Sobleman. Penyanyi jathilan ini adalah pemuda asal Sobleman. Formasi tarian biasa dilakukan sebagai berikut: 28 penari pria tampil, disusul 16 penari putri, kemudian disusul 16 penari pria lagi. Kostum yang dikenakan adalah seragam untuk satu kelompok. Latihan tidak diadakan secara rutin, melainkan saat akan tampil. Meskipun demikian, wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa para anggota-anggota jathilan yang saat itu ada—sekitar 5 orang, termasuk kepala keseniannya yaitu Pak Tritumin—telah, kurang lebih, menghapal dan menginternalisasi gerakan mereka sehingga latihan rutin tidak dilakukan. Kekhasan jathilan yaitu kondisi trance para penari pun terjadi di sini. Konon trance akan terjadi saat sesajen yang diberikan di jathilan ternyata kurang. Saat sesajen kurang, akan ada arwah yang merasuki pemain guna memberitahu apa perlengkapan sesajen yang kurang. Ketika kekurangan itu telah dipenuhi, trance akan berhenti. Tidak ada ritual khusus seperti puasa yang harus dilakukan sebelum menari jathilan; seorang anggota menambahi dengan bercanda bahwa, justru, diharapkan para pemain makan dulu sebelum menari.
Jathilan dari Sobleman ini merupakan jathilan gaya klasik, dalam artian pengiringnya adalah dari gamelan klasik. Ini berbeda dari jathilan di, sebagai contoh, Dusun Kenayan, di mana dangdut dibaurkan menjadi salah satu elemennya. Gamelan yang dipakai
Hasil Penelitian dan Pembahasan
51Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
adalah gamelan lengkap, dengan pemusik sebanyak 18 orang. Jathilan dari Sobleman ini sering tampil di bulan Rajab, saat Merti Dusun. Mereka sering tampil di daerah Banyuroto. Saat tampil, biasanya durasinya dari jam 2 siang hingga 6 sore, kemudian istirahat, dan dilanjutkan dari jam 9 hingga 12 malam. Penerimaan masyarakat terhadap jathilan ini bagus. Harapan ke depannya adalah semkin sering diundang/ditanggap, kemudian bisa melakukan renovasi-renovasi, dan mulai ada regenerasi supaya tidak mati.
3) Tari Topeng Ireng Sejak tahun 2015 di dusun Kenayan terdapat kesenian Topeng Ireng. Nama kelompoknya adalah Karya Rimba. Kesenian ini awal mulanya adalah kesenian dari Borobudur. Topeng ireng dan brondut adalahkesenian-kesenianIslam.Merekamemilikifilosofiyangsaratakan pesan mengingatkan kepada kebaikan. Brondut, misalnya, menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW.
Ada pesan moral yang ingin disampaikan oleh topeng ireng maupun brondut kepada audiens, oleh karena itu, tidak ada ritual khusus sebelum menari topeng ireng. Musik yang dipakai adalah musik kontemporer dan tradisional. Perpaduan ini meliputi alat musik gamelan yang dipadukan dengan drum dan organ. Topeng ireng maupun brondut biasanya tampil ketika ada yang menanggap. Bisa pula tampil untuk acara ulang tahun dusun, syawalan, hajatan, dan acara kepemudaan. Kesenian topeng ireng ada di Dusun Banyuroto sejak tahun 1990. Pelatih kesenian ini datang dari Borobudur. Seperti umumnya topeng ireng yang lain, pesan yang dibawakan adalah pesan-pesan Islami. Menurut keterangan salah seorang anggota, Pak Yatno, topeng ireng disebut juga dayakan karena gerakannya mirip tarian Dayak.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
52 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Topeng Ireng Ponco Kawedhar Dusun Banyuroto, sudah ada di Dusun Banyuroto sejak tahun 1990. Pelatih kesenian ini datang dari Borobudur. Seperti umumnya topeng ireng yang lain, pesan yang dibawakan adalah pesan-pesan Islami. Menurut keterangan salah seorang anggota, Pak Yatno, topeng ireng disebut juga dayakan karena gerakannya mirip tarian Dayak. Ada 12 penari topeng ireng. Ada 3 versi topeng ireng di Dusun Banyuroto, yaitu dayakan, monolan, dan kewan-kewan. Monolan adalah cerita orang Jawa yang lucu. Sementara kewan-kewan adalah tari mengenai hewan-hewan. Musik yang digunakan antara lain meliputi bende, bedug, dan tiplak.
Topeng ireng ini awalnya tahun 1960-an bernama topeng kawedhar. Kawedhar ini maknanya adalah ditata mempeng dalam kebaikan. Namanya menjadi topeng ireng karena yang terkenal adalah topeng kawedhar di Bojong, Muntilan, pada tahun 1980-an. Konon, nama topeng ireng itu pun awalnya bermakna Topeng Ikatan Remaja Bojong. Disebut juga dayakan, karena setiap tampil, penonton yang datang selalu sak ndayak-ndayak (berduyun-duyun; banyak sekali).
Awalnya ada dua semacam aliran, yaitu kawedhar dan rimba. Perbedaan antara dua aliran itu adalah satu, keras atau tidak tariannya dan dua, beda cengkok lagunya. Di Kenayan sendiri, topeng irengnya menjadi sangat khas Kenayan, karena tidak ikut baik aliran kawedhar maupun aliran rimba. Di Kenayan, topeng ireng menjadi perpaduan antara kawedhar dan rimba. Topeng ireng ditarikan mayoritas oleh laki-laki, karena topeng ireng di Kenayan dipelajari secara otodidak, lagu, tarian, dan elemennya dicampur. Akan tetapi, tetap mempertahankan lagu wajib yang perlu ada yaitu antara lain Atur Sugeng, Ayo Prakanca, Pemuda.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
53Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Topeng ireng ini sekali tampil bisa ada 8, 9, hingga 15 orang. Personel topeng ireng di Kenayan terdiri atas penari, pemusik, penyanyi, dan kesemuanya dari dalam Dusun Kenayan. Total semua personel yang meliputi pemusik, penari, dan lain-lain adalah 35 orang. Topeng ireng di Kenayan adalah topeng ireng yang terbaru. Penggemarnya lumayan banyak, dikarenakan variasi setiap penampilan sehingga setiap penampilan bisa berbeda-beda dan penggemar menjadi tidak bosan. Sudah ada kesenian kobra sejak 1986. Sedangkan brondut sendiri baru dihidupkan di Kenayan pada tahun 2016. Brondut ditarikan oleh perempuan. Setiap penampilan, minimal 12 orang dan maksimal 32 orang bermain. Pemilihan jumlah ini ada kaitannya dengan pasang-pasangan atau formasi gerakan.
Musik, variasi, dan formasi brondut yang ada di Kenayan adalah hasil kreasi. Brondut memiliki lagu yang diawali dengan Assalamualaikum, Sugeng Rawuh, Selamat Datang. Ada juga lagu-lagu kenegaraan. Topeng ireng dan brondut adalah kesenian-kesenian Islam.Merekamemilikifilosofiyangsaratakanpesanmengingatkankepada kebaikan. Brondut, misalnya, menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW. Ada pesan moral yang ingin disampaikan oleh topeng ireng maupun brondut kepada audiens, oleh karena itu, tidak ada ritual khusus sebelum menari topeng ireng. Musik yang dipakai adalah musik kontemporer dan tradisional. Perpaduan ini meliputi alat musik gamelan yang dipadukan dengan drum dan organ. Topeng ireng maupun brondut biasanya tampil ketika ada yang menanggap. Bisa pula tampil untuk acara ulang tahun dusun, syawalan, hajatan, dan acara kepemudaan.
Topeng ireng di Kenayan sudah pernah tampil di Muntilan, Mungkid, Borobudur, Dukun, Pakis, Sawangan, Sragen, dan Boyolali.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
54 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Harapan dari pengelola Topeng Ireng dan brondut adalah supaya kesenian topeng ireng dan brondut dapat lestari. Diharapkan pula dapat ada regenerasi dari pemain. Harapan lainnya adalah supaya kreativitas dalam berkesenian tidak mati, karena berbekal kreativitas-lah pengembangan kesenian dapat dilakukan. Terakhir, komitmen segala pihak yang terlibat dalam kesenian topeng ireng dan brondut di Dusun Kenayan juga diharapkan, guna mengembangkan dan melestarikan kesenian tersebut.
4) Tari Cikrak Kesenian Cikrak di Banyuroto ada sejak tahun 2016. Cikrak merupakan kesenian mengenai buto. Kesenian ini diadaptasi dari asalnya di Selo, Boyolali. Ada tarian blendrongan dalam cikrak. Ada juga grasak yang mengambil cerita pewayangan dan badan para penarinya dicat. Anggota kesenian cikrak ada 60 orang sementara setiap tampil yang bermain sekitar 20 orang. Kesemua anggotanya adalah laki-laki. Musik yang digunakan adalah gamelan Jawa yang meliputi saron, demung, gong dan ditambah drum dan keyboard.
5) Tari Cakarlele Cakalele (Cakarlele) merupakan kesenian berupa tarian yang dipadukan dengan kesenian pencak silat dan dilakukan dengan menggunakan senjata. Tari ini dibawakan oleh 30 orang. Kesenian Cakalele berupa tarian perang yang berasal dari daerah Maluku Utara yang melambangkan penghormatan bagi leluhur mereka.
6) Tari Kuda Lumping dan Jaranan Kuda Lumping merupakan Tari tradisional yang dilakukan dengan menunggang properti berupa anyaman kuda. Tari ini menggambarkan satria yang gagah berani, mengendarai kuda, bak untuk keperluan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
55Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Perang maupun Pacuan (kontes). Kuda lumping di Banyuroto ada di Dusun Swanting, dimainkan oleh para perempuan dengan kostum yang sangat mewah dan meriah. Gerakannya sangat halus,dan lebih mengutamakan tari. Kuda lumping di sini tidak diarahkan untuk pentas dengan “kesurupan”, makan beling, dan sebagainya. Jenis ini disebut Pegon, dan tidak dikembangkan di Banyuroto.
7) Karawitan Karawitan merupakan jenis kesenian yang oleh orang Jawa dianggap adiluhung (luhur). Karawitan mengandung makna yang sangat luhur dan bermoral, hasil buah karya pujangga-pujangga zaman dahulu. Dalam karawitan terkandung makna kehidupan yang begitu luas. Gendhing-gending mulai dari Mijil hingga Pocung, contohnya, memiliki syair yang mengandung pelajaran yang sangat bernilai, antara lain yaitu supaya manusia senantiasa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Terkandung harapan dalam karawitan sebagai suatu sarana dakwah, sebagai sarana pendekatan, dan sebagai sarana pemersatu.
Dalam karawitan, alat musik harus dimainkan secara kompak atausecarafilosofissemuaorangmemilikiposisiyangsamadalamkarawitan. Tidak ada yang lebih unggul dibanding yang lainnya. Kedalaman makna pada gendhing dapat dimengerti bila mengerti sastranya. Pemahaman frasa-frasa dapat menjelaskan bagaimana orang-orang zaman dahulu mampu mengontrol hawa nafsu mereka sehinggatidaksembaranganmengumbarangkara/kemarahan,dansalah satu cara mengontrol hawa nafsu ini adalah dengan menghayati gendhing yang berisi pesan-pesan moral.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
56 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Menurut Pak Sunarbadi, ketua kelompok kesenian karawitan di dusun Sobleman, asal muasal penciptaan gendhing-gendhing ada yangdarisunan/waliyaituuntukpemersatuumat.Padawaktuitu,karawitan dipakai untuk mengumpulkan warga, sebagai sebuah penarik bagi mereka. Sesudah mereka berkumpul, barulah dakwah dilakukan. Mengenai sejarah karawitan di Sobleman sendiri, Pak Sunarbadi hanya berketerangan bahwa kesenian ini `sudah lama`. Ada 9 orang pemain karawitan di Dusun Sobleman. Kesemuanya adalah kepala-kepala keluarga. Sinden atau penyanyi wanitanya ada seorang. Karawitan dari Dusun Sobleman bisa tampil secara mendadak, bisa pula untuk mengisi hajatan, dan bisa pula dalam acara yang berkaitan dengan dusun seperti merti dusun. Durasi setiap tampil biasanya setelah waktu salat Isya hingga jam 11 malam. Latihan karawitan di Dusun Sobleman menyesuaikan kebutuhan; tidak ada latihan rutin. Karawitan dibagi menjadi tiga, yaitu klasik murni yang menggunakan karya-karya pujangga, campursari, dan campursari semi. Gamelan yang digunakan adalah gamelan klasik yang lengkap. Semua gendhing, karena diciptakan oleh pujangga, selalu bermuatan positif. Harapan ke depannya adalah dapat ada regenerasi, guna melestarikan karawitan. Sebagai sebuah kesenian yang menyisakan sedikit sekali celah kemungkinan untuk berbuat maksiat, sangat disayangkan apabila tidak ada regenerasi dan keseniannya berakhir mati.
d. Wisata Agro/Edukasi
Wisata Agro dapat juga disebut sebagai wisata edukasi berkebun (Budidaya) stroberi. Wisata Pendidikan pertama dalam bentuk edukasi tatacara berkebun stroberi atau pengembangan budidaya tanaman stroberi. Di Desa Banyuroto sudah dilakukan oleh 5 petani dengan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
57Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
luas 3 Ha, budidaya stroberi membutuhkan inovasi teknologi untuk mendapatkan keunggulan kualitas dan kuantitas. Budidaya tanaman stroberi dengan memanfaatkan sumber daya alam lingkungan Desa Banyuroto, yaitu menggunakan bambu yang banyak tidak terpakai, teknik budidaya tanaman stroberi guna mengoptimalkan lahan pertanian dan metode perawatan dan pemeliharaan tanaman dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi untuk membuat pupuk organik. Hasil Musrenbang diusulkan agar Dinas pertanian akan melaksanakan Pengadaan Alat Pengolah Pupuk kandang untuk tahun 2018 dengan usulan RKP Desa dengan anggaran sebesar Rp 100.000.000,- per paket.
Pemberdayaan masyarakat di desa Banyuroto dilakukan secara menyeluruh di lapisan masyarakat termasuk pada Ibu-ibu PKK dengan melatih mereka memanfaatkan potensi stroberi tidak hanya untuk makanan buah segar tetapi juga dijadikan olahan lain yaitu brownies stroberi. Perawatan dan pemeliharaan tanaman stroberi dilakukan secara otodidak dan belum professional, sehingga ketika musim hujan hasilnya sangat terbatas dan menjadikan berkurangnya minat menanam stroberi. Dengan permasalahan tersebut diperlukan pelatihan budidaya usaha stroberi, teknologi pengolahan dan manajemen pemasaran.
e. Wisata Pengolahan Limbah Limbah Sapi
Penduduk Desa Banyuroto banyak yang memiliki ternak sapi, dan berpotensi dikembangkannya klaster yang mengangkat peternakan sapi sebagai wisata edukasi budidaya dan pengolahan limbah ternak sapi. Dengan jumlah penduduk 1.300 KK, dan jumlah ternak sapi sekitar
Hasil Penelitian dan Pembahasan
58 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1.000 ekor, merupakan potensi yang baik dikembangkan sebagai potensi wisata. Tidak seluruh penduduk memiliki ternak sapi, namun dalam satu KK dapat memiliki lebih dari satu ekor ternak sapi.
Umumnya pemeliharaan ternak sudah relatif baik, ternak dikandangkan dan kandang dibersihkan setiap hari. Namun demikian bukan berarti Desa Banyuroto terbebas dari polusi bau yang diakibatkan dari ternak sapi. Hal ini lebih banyak diakibatkan karena belum dilakukannya pengolahan limbah. Umumnya limbah ternak sapi langsung dimanfaatkan sebagai pupuk tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Hanya sebagian peternak saja yang telah memanfaatkannya sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Gas metana yang dihasilkan dari fermentasi kotoran sapi dengan reaktor digester merupakan sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan. Sebagian peternak yang belum melakukan pengelolaan kotoran sapi dengan baik dan belum memperhatikan lingkungan, menyebabkan polusibaumasihdirasakanolehpendudukdantamu/wisatawanyangdatang ke desa Banyuroto. Dampak lain dari pengelolaan limbah yang belum baik, menyebabkan banyak lalat di desa ini.
Kotoran ternak yang akan digunakan untuk memupuk tanaman, namun belum sempat dimanfaatkan, diletakkan dalam karung dipinggir-pinggir lahan pertanian. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya lalat yang menyerang Desa Banyuroto dan tentunya akan berdampak negatif terhadap perkembangan Desa Banyuroto sebagai desa wisata mengingat dimana-mana dijumpai lalat yang mengganggu kebersihkan dan higienitas desa serta berpotensi menjadi tempat berkembangnya berbagai penyakit.
Bila klaster budidaya dan pengolahan limbah ternak sapi akan dikembangkan lebih lanjut, maka diperlukan penanganan dan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
59Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
pendampingan bagaimana beternak sapi yang baik mulai dari budidaya, pemeliharaan, produksi, pemasaran hingga pengelolaan limbah. Pengolahan limbah menjadi biogas dapat mendorong peternak untuk belajar pengetahuan tentang beternak sapi yang lebih baik. Hal ini terkait dengan cara pembuatan kandang yang memudahkan dalam penanganan kotoran yaitu pembuatan kandang berderet saling membelakangi. Model kandang ini tujuannya untuk memudahkan dalam membersihkan kandang dan kotorannya langsung dapat dialirkan ke digester.
Diperlukan komitmen dari peternak untuk melestarikan penggunaan biogas. Sisa kotoran cair dari pengolahan biogas berupa slury, dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik padat maupun cair yang tidak berbau. Pupuk organik ini dapat dimanfaatkan untuk memupuk tanaman sendiri maupun dapat pula dijual. Dengan penanganan kotoran sapi yang baik diharapkan tidak ada lagi muncul banyak lalat di desa ini. Dengan pemanfaatan biogas, usaha peternakan sapi dapat berfungsi ganda yaitu selain sapi dapat berkembang dengan baik, peternak juga dapat menghemat biaya untuk keperluan bahan bakar rumah tangga serta tambahan pendapatan dengan datangnya wisatawan untuk wisata edukasi manajemen pengelolaan ternak sapi.
Permasalahan lain dalam pengembangan klaster ternak sapi adalah ketersediaan pakan ternak secara berkelanjutan. Walaupun peternak sudah menanam hijauan pakan ternak, namun pada saat musim kemarau masih kekurangan dan harus mencarinya hingga luar desa. Hal ini dapat diatasi dengan mengolah limbah pertanian yang ada di lokasi. Perlu adanya pembelajaran mengolah sumber pakan ternak dari potensi lokal dengan memfermentasi limbah pertanian seperti tongkol jagung, jerami padi dan lain-lainnya menjadi sumber pakan ternak disaat musim kemarau. Diperlukan waktu dan kesiapan peternak
Hasil Penelitian dan Pembahasan
60 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
serta keterlibatan anggota keluarga dalam mengembangkan peternakan yang bersih dan higienis agar peternakan sapi dapat dijadikan salah satu daya tarik wisatawan sebagai klaster edukasi.
4. Infrastruktur Pendukung Wisata
Di Desa Banyuroto sudah tersedia tempat-tempat penginapan berupa homestay sebanyak 10 buah (salah satu homestay yang besar berada dipinggir jalan, tepat di mulut pintu masuk Dusun Kenayan) hanya saja belum banyak promosi paket yang baik dari pengelola. Camping ground untuk kegiatan perkemahan sangat luas sehingga memungkinkan orang dalam jumlah yang besar untuk memanfaatkan Bumi Perkemahan Desa Banyuroto di Kawasan TNGM pada saat yang bersamaan. Homestay Desa Wisata bakal menjadi industri baru dalam pengembangan amenitas pariwisata.
Terdapat juga Fasilitas Kesehatan dan keamanan terdekat. Akses layanan kesehatan yang tersedia adalah Puskesmas. Puskemas Sawangan I adalah Puskesmas rawat jalan di wilayah Kecamatan Sawangan. Puskesmas Sawangan I memiliki 8 wilayah binaan, meliputi Desa Krogowanan, Desa Kapuhan, Desa Ketep, Desa Wonolelo, Desa Banyuroto, Desa Wulunggunung, Desa Gantang, dan Desa Jati. Polisi wisata belum terdapat hanya terdapat koramil di Sawangan dan Polsek Sawangan yang jaraknya cukup jauh.
Terkait infrastruktur pendakian dan keamanan pendaki, jalur Suwanting bisa dibilang merupakan jalur yang relatif aman bagi para pendaki, dalam hal ini mengenai kemungkinan adanya pendaki yang hilang atau tersesat di gunung. Sebelum melakukan pendakian, para tetua desa atau saver Gunung Merbabu memberikan pengarahan kepada para
Hasil Penelitian dan Pembahasan
61Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
pendaki, bagaimana karakteristik jalur yang akan dilalui dan pantangan apa saja yang tidak boleh dilanggar. Sarana dan ketersediaan air bersih sangat terbatas pada musim kemarau. Untuk itu perlu dikembangkan bak-bak penampungan air (embung) yang dapat menyimpan air hujan dan dijadikan cadangan bagi keperluan masyarakat. Desa Banyuroto tidak memiliki embung namun ada potensi tempat yang bisa dijadikan tempat embung.
Semangat gotong royong masyarakat Banyuroto cukup tinggi, terlihat dari semangat mereka dalam mengembangan desa wisata. Saat ini terbentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis) tapi belum ada kelembagaannya dan pengurus. Telah terbentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan Peraturan Desa Banyuroto Nomor 05 Tahun 2015 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa yang ditetapkan tanggal 16 Maret 2015 dan diundangkan tanggal 18 Maret 2015. Kepengurusan BUMDes, kedepan BUMDes dan Pokdarwis direncanakan sebagai pengelola Desa Wisata Banyuroto. Dalam rangka mengembangkan desa wisata, melalui musrenbangdes tanggal 17 Juli 2017 telah diusulkan pengadaan 100 paket tempat tidur untuk mendukung pengembangan homestay sebanyak 20-25 rumah di Desa Banyuroto. Pengadaan 100 paket tempat tidur menggunakan Dana Desa.
B. Pembahasan: Konsep Pengembangan Wisata Banyuroto
1. Konsep Wisata Terpadu Pengertian Pariwisata Berbasis Komunitas adalah 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
62 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada ommunitas yang kurang beruntung di pedesaan. (Nurhidayati, 2013).
AdapunDefinisilaindari CBT yaitu merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai u ntuk mengendalikan kegiatan ekowisata. (Nugroho, 2011).
Suansri(2003:14)mendefinisikanPariwisataBerbasisKomunitassebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. Pariwisata Berbasis Komunitas merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan kata lain Pariwisata Berbasis Komunitas merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Untuk itu ada beberapa prinsip dasar Pariwisata Berbasis Komunitas yaitu: 1) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata, 2) mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek, 3) mengembangkan kebanggaan komunitas, 4) mengembangkan kualitas hidup komunitas, 5) menjamin keberlanjutan lingkungan, 6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal, 7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas, 8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia, 9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas, 10) berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan ) dalam proyek yang ada di komunitas.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
63Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Sunaryo (2013:218) menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengembangan pariwisata berjalan dengan baik dan dikelola dengan baik maka hal yang paling mendasar dilakukan adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata untuk masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pembangunan kepariwisataan, selain pihak pemerintah dan industri swasta.
Berdasarkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan pada hakikatnya harus diarahkan pada beberapa hal sebagai bertikut.a. Meningkatnya kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat
pembangunan kepariwisataan.b. Meningkatnya posisi dan kualitas keterlibatan/partisipasi
masyarakat.c. Meningkatnya nilai manfaat positif pembangunan kepariwisataan
bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat.d. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam melakukan
perjalanan wisata
Batasan pengertian pariwisata berbasis masyarakat atau community based tourism sebagai berikut.a. Wujud tata kelola kepariwisataan yang memberikan kesempatan
kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat aktif dalam manajemen dan pembangunan kepariwisataan yang ada.
b. Wujud tata kelola kepariwisataan yang dapat memberikan kesempatan pada masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha-
Hasil Penelitian dan Pembahasan
64 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
usaha kepariwisataan juga bisa mendapatkan keuntungan dari kepariwisataan yang ada.
c. Bentuk kepariwisataan yang menuntut pemberdayaan secara sistematik dan demokratis serta distribusi keuntungan yang adil kepada masyarakat yang kurang beruntung yang ada di destinasi.
Dalampenelitianinidefinisipembangunanpariwisataberbasiskomunitas mengacu pada pendapat Sunaryo, bahwa pembangunan desa wisata melalui konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat aktif dalam manajemen dan pembangunan kepariwisataan yang ada; memberikan kesempatan pada masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha-usaha kepariwisataan juga bisa mendapatkan keuntungan dari kepariwisataan yang ada; dan menuntut pemberdayaan secara sistematik dan demokratis serta distribusi keuntungan yang adil kepada masyarakat yang kurang beruntung yang ada di destinasi. Pemerintah Kabupaten Magelang telah menetapkan 4 kawasan strategis pengembangan pariwisata daerah. Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) adalah sebagai berikut.a. Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Gunung Sumbing yaitu
Wilayah Kecamatan Windusari, Kaliangkrik, Kajoran, Tempuran, Bandongan, Sebagian Salaman dan Sebagian Secang.
b. Pengembangan Saujana Alam “Lembah Merapi-Merbabu” yaitu Wilayah Kecamatan Grabag, Ngablak, Tegalrejo, Pakis, Sawangan, Candimulyo dan sebagian Kecamatan Secang.
c. Pengembangan Wisata Vulkanologi dan Budaya Merapi yaitu Wilayah Kecamatan Srumbung, Dukun dan Mungkid.
d. Borobudur dalam bayangan Merapi yaitu Wilayah Kecamatan Mertoyudan, Mungkid, (sebagian) Muntilan, Salam, Ngluwar, dan Kecamatan Borobudur.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
65Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Pariwisata berbasis komunitas tentunya melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif, pembangunan pariwisata memiliki korelasi positif dengan pengembangan wisata pedesaan yang berkelanjutan. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal menjadi penting apabila dikaitkan dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri dalam hal perlindungan terhadap lingkungan, budaya maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini penting agar upaya pengembangan pariwisata tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga memberikan manfaat terhadap masyarakat Desa Banyuroto. Terlaksananya pembangunan pariwisata di Desa Banyuroto tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut dapat membuka lapangan pekerjaan dan menambah pendapatan masyarakat dari sektor perdagangan maupun jasa. Untuk mendapatkan partisipasi optimal dari masyarakat maka perlu peningkatan SDM yang memang merupakan prioritas utama dari strategi pengembangan Desa Wisata Banyuroto. Salah satu kebijakan dan program mendasar dalam hal SDM adalah meningatkan pendidikan kepariwisataan kepada mereka. Hal itu sejalan dengan Nugroho, (2011) dan Sunaryo (2013) yang menyarankan bahwa perencanaan dan pengembangan pariwisata berbasis komunitas (desa wisata) agar berkelanjutan harus diperkuat dengan pendidikan untuk masyarakat lokal yang menjadi tuan rumah di kawasan tersebut.
Dari berbagai konsep dan temuan lapangan, secara sederhana ada keterkaitan penting antara kebijakan, perencanaan dan realisasi program desa wisata. Pengembangan desa wisata dengan pelibatan komunitas lokal merupakan perencanaan yang kompleks. Oleh sebab itu, keberadaan rancang model desa wisata yang keberlanjutan dengan mempertimbangkan pelibatan komunitas lokal sangat diperlukan agar pengembangan sektor pariwisata di Desa Banyuroto dapat berjalan secara optimal.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
66 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
2. Konsep Pengembangan Wisata Banyuroto Magelang sebagai daerah tujuan wisata memperoleh keuntungan dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta dna berkunjung ke Candi Borobudur. Namun kunjungan wisatawan tersebut ternyata masih terpusat di sejumlah daerah dan lokasi saja. Ketimpangan kunjungan wisata sangat terlihat, selama ini wisatawan pergi ke Magelang sebagian besar hanya ke candi Borobudur, padahal di Magelang banyak obyek wisata lainnya, baik obyek wisata alam, budaya, kuliner dan lain sebagainya, seperti seperti Ketep Pass, Gunung Andong, Kawasan Wisata Gunung Sumbing, dan lain sebagainya. Pengembangan wisata diluar Candi Borobudur perlu menjadi perhatian serius seluruh stakeholder pariwisata daerah. Hal ini penting juga untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan pariwisata diluar Candi Borobudur memungkinkan terjadinya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ditempat lain.
Lokasi penelitian ini pada awalnya disinkronkan dengan 10 desa wisata yang Ujicobakan Ditjen PPMD, yaitu Desa Wanurejo di Kecamatan Borobudur, namun atas saran dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa serta Dinas Pariwisata diarahkan ke Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan. Letaknya yang berada di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Merapai menyebabkan Desa Banyuroto merupakan daerah agrowisata terutama petik stroberi dan sayur-sayuran serta banyak menghasilkan potensi pangan lokal. Desa Banyuroto memiliki beragam potensi wisata yang belum dikembangkan seperti agrowisata (petik stroberi dan sayuran), jalur pendakian Gunung Merbabu, bumi perkemahan, potensi kesenian/budaya(sepertijathilan, topeng ireng, soreng, ketoprak, reog, dan brodut), dan peternakan (ternak sapi dan ayam).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
67Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Desa Wisata Banyuroto Asri dideklarasikan pada tanggal 19 Agustus 2017 bertepatan dengan perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan kesepakatan antara masyarakat, aparat dan pengelola desa wisata, disepakati tema Desa wisata Banyuroto adalah: Desa Wisata Terpadu ABE (Alam, Budaya, dan Edukasi) dengan penjelasan singkat sebagai berikut:1. Wisata Alam berupa camping ground / bumi perkemahan dan
Pendakian Gunung Merbabu. 2. Wisata Budaya dan Olah Raga, terdiri dari Pertujukan Seni Tradisional
dan Tracking. Seni tradisional ada di setiap dusun (kampong) di Desa Banyuroto, berupa seni tari tradisional atau seni pertujukan masal. Sedangkan olah raga dalam bentuk tracking sepeda motor dapat ditonton di dalam sebuah sirkuit alam yang cukup menantang bagi para penggemar balapan sepeda motor.
3. Wisata Edukasi terdiri atas (1) Camping dan/atau outbond, (2) Budidaya Buah Stroberi, dan Pengolahan Bio-energy. Wisata Edukasi berupa kegiatan camping (kemah) dan outbond dapat dilakukan di dusun Sobleman di sebuah lanskap (hamparan) yang indah dengan udara sejuk. Wisata edukasi budidaya kebun, atau bisa disebut juga sebagai Wisata Agro, dapat dinikmati di dusun Garon, meliputi tata cara menanam buah stroberi dan sekaligus petik buah stroberi langsung dari tanamannya di kebun. Sedangkan wisata edukasi bio-energy, berupa tatacara pengolahan limbah ternak sapi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
68 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Gambar 4. Konsep Perencanaan Desa Wisata
3. Visi Dan Tujuan
Visi yang telah dirumuskan oleh masyarakat dan pemerintah Desa Banyuroto Asri sebagai desa wisata adalah: “Mewujudkan Desa Wisata Maju, Wisatawan Senang, Masyarakat Sejahtera”. Artinya, pengembangan wisata di desa ini harus mampu menarik wisata untuk mewujudkan desa yang maju dan masyarakat yang sejahtera. (RKP Desa Banyuroto, 2015)
4. Kelembagaan Desa Wisata Desa Banyuroto telah membentuk Badan Usaha Milik Desa atau disingkat BUMDes yang tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes) Banyuroto No 05 Tahun 2015 dan ditetapkan pada tanggal 16 Maret 2015. Selain BUMDes juga telah terbentuk Kelompok Sadar Wisata
Tema (ABE)
Wisata Budaya Wisata EdukasiWisata Alam
Klaster Bumi Perkemahan
Klaster Jalur Pendakian
Klaster Kesenian (Topeng Ireng, ketoprak,
soreng dll)
Klaster Peternakan
Klaster Budidaya &
Petik Stroberi
Klaster Pendukung (Bumdes/Pokdarwis, Homestay, Air Bersih, Kebersihan, Keamanan, Legalitas)
Desa Maju, Wisatawan Senang dan Masyarakat Sejahtera
Tujuan Bersama
Hasil Penelitian dan Pembahasan
69Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
(Pokdarwis). Pembentukan BUMDes bertujuan untuk mengembangkan perekonomian sehingga dapat meningkatkan PADes dan kesejahteraan masyarakat. BUMDesa memiliki beberapa unit usaha antara lain usaha simpan pinjam dan usaha pariwisata. Pengelolaan Desa Wisata Banyuroto berada dibawah BUMDesa unit usaha pariwisata dan dari segi manajerial dilakukan oleh Kelompok Sadar Wisata yang akan menggerakkan semua wisata yang ada di desa.
Adanya kelembagaan BUMDes dan Pokdarwis disatu sisi untuk mengelola desa wisata, disisi lain diharapkan berperan aktif untuk mempromosikan dan menjalin kersama keluar baik dengan dinas terkait, sektor swasta, perguruan tinggi maupun kelompok masyarakat yang minat terhadap desa wisata. Dan kelembagaan Desa Wisata Banyuroto kedepan dapat dibentuk atau dilaksanakan dengan beberapa alternatif sebagai berikut.
Gambar 5. Konsep Kelembagaan Desa Wisata Banyuroto
Alternatif-I. Desa Banyuroto telah membentuk BUMDes yang tertuang dalam Peraturan Desa banyuroto No 05 Tahun 2015 dan ditetapkan pada tanggal 16 Maret 2015. BUMDesa mempunyai beberapa unit usaha yang salah satu unit usaha mengelola Wisata di Desa
Hasil Penelitian dan Pembahasan
70 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Banyuroto. Ketua pengelola Kelembagaan Desa Wisata adalah ketua unit usaha desa wisata atau kelompok sadar wisata (pokdarwis). Unit usaha desa wisata membawahi 6 cluster wisata yang ada di Desa Banyuroto yaitu:
a) cluster pendakian, b) cluster wisata alam, c) cluster petik stroberi, d) cluster kebudayaan, e) cluster peternakan, f) cluster pendukung.
Retribusi akan dipungut ketika wisatawan masuk ke Desa Banyuroto. Uang retribusi ini masuk ke unit wisata yang masuk dalam BUMDesa. Ketua unit usaha wisata tersebut mempromosikan jenis-jenis wisata yang ada di Desa Banyuroto. Dana tersebut merupakan PAD Desa yang dapat digunakan untuk memperbaiki sarana prasarana di cluster wisata yang masih diperlukan. Uang parkir kendaraan baik roda dua maupun roda empat akan masuk ke kas masing-masing dusun dimana kendaraan tersebut diparkir. Untuk masuk ke masing-masing cluster yang ada di dusun, masing-masing dusun disepakati untuk menarik biaya masuk sesuai kesepakatan warga dan besarnya sama untuk masing-masing dusun.
Alternatif-II. Pengelolaan Desa Wisata Banyuroto menjadi unit usaha BUMDes. Ketua pengelolanya adalah ketua Pokdarwis. Unit usaha desa wisata mempunyai ketua sub-unit untuk masing-masing cluster. Wisatawan diharuskan membayar retribusi jika ingin menyaksikan setiap kluster wisata. Uang retribusi tersebut sebagian diserahkan ke desa sebagai pendapatan dari unit usaha wisata dari BUMDes. Biaya parkir kendaraan dikelola oleh masing-masing dusun tempat kendaraan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
71Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
tersebut diparkir yang 10-20 persen dari jumlah biaya perkir disetor ke unit usaha BUMDes.
Alternatif-III. Kepala Desa bersama-sama dengan BPD, Kepala Dusun dan masyarakat membuat peraturan tentang berapa bagian yang disetor ke desa, dan dusun. Ditentukan tempat sentral untuk mempertontonkan kesenian unutk masing-masing dusun. Kemudian disepakati Desa memperoleh apa dan Dusun memperoleh apa. Khusus untuk cluster kebudayaan, hasil diskusi menyimpulkan bahwa untuk pertunjukkan kesenian yang dilakukan di dalam dusun maupun desa Banyuroto wisatawan yang menyaksikan kesenian atau tarian diwajibkan membayar sesuai ketentuan yang telah disepakati. Hasil retribusi tersebut sebagian masuk ke unit usaha BUMDes dan sebagian lainnya diberikan kepada kelompok yang melaksanakan pertunjukkan sebagai biaya untuk perawatan kostum dan perlengkapan yang diperlukan dalam pertunjukkan. Jika pertunjukkan dilakukan di luar desa Banyuroto maka kelompok kesenian tersebut tidak diharuskan mengalokasikan uang yang diterima dari pertunjukkannya karena habis untuk biaya transportasi membawa perlengkapan pertunjukkan.
Pada tanggal 19 Agustus 2017 Desa Wisata sudah dilaunching dan dihadiri oleh Camat Sawangan Kabupaten Magelang dan jajarannya (Polsek, Danramil), peneliti dari Litbang Kemendesa serta utusan dari desa-desa sekitar dan juga warga Desa Banyuroto. Kegiatan launching ini dilakukan oleh kepala desa dan diikuti dengan festival budaya. Festival budaya dilakukan pada tanggal 19-20 Agustus 2017 secara terus menerus siang dan malam. Acara festival diisi dengan atraksi kesenian yang ada di desa Banyuroto.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
72 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
5. Peran Pemda dan Keterlibatan Lintas Sektor Pada tanggal 8 Nopember 2017 bertempat di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa telah dilakukan diskusi untuk membahas tindakanjut Desa Wisata Banyuroto. Diskusi dibuka langsung oleh Kepala Dinas Pemberdayan Masyarakat dan Desa dan selaku Moderator Kabid. Pemberdayaan Masyarakat dan diikuti SKPD terkait diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, yang hasil diperoleh kesepakatan sebagai berikut:a. Dinas Pariwisata akan membantu sepenuhnya dan mengukuhkan
Desa Banyuroto agar segera berstatus Desa Wisata melalui SK Bupati.
b. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan mendukung pengembangan desa wisata khususnya terkait dengan Wisata Edukasi terkait penyediaan PPL
c. Dinas PUPR dalam hal ini Bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) akan membantu kebutuhan penyediaan sarana air bersih khususnya terkait dengan kenyamanan kunjungan wisatawan ke Desa Banyuroto.
d. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dis. Perinnaker) membantu pada aspek pemberdayaan masyarakat melalui berbagai pelatihan yang dibutuhkan.
e. Pihak Kecamatan Sawangan sepenuhnya mendukung dan membantu untuk mengintegrasikan program wisata Desa Banyuroto dengan objek wisata di Desa sekitarnya seperti Desa Ketep yang sudah lebih dulu dikenal para wisatawan.
f. Puslitbang Kemendesa mendampingi Desa Banyuroto dalam upaya mewujudkan status Desa Wisata melalui SK Bupati.
g. Tahun 2018 Puslitbang mendapat tugas untuk mewujudkan suatu kawasan strategis wisata
Hasil Penelitian dan Pembahasan
73Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
1
Bab IVKesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai Desa Wisata, yaitu wisata Agro dan Budaya. Di desa ini, terdapat 3 (tiga) potensi wisata, yaitu wisata alam, wisata budaya dan wisata edukasi. Wisata alam meliputi Jalur Pendakian Gunung Merbabu dan Bumi Perkemahan. Wisata Budaya meliputi berbagai kesenian tradisional. Sedangkan wisata edukasi berupa Petik Stroberi dan Peternakan Sapi.
2. Penduduk Desa Banyuroto memiliki kesadaran dan apresiasi seni yang tinggi, sehingga di desa ini telah tumbuh berbagai kelompok kesenian, yang sudah sering ditampilkan baik di desa itu sendiri maupun di luar desa. Sudah muncul kesadaran masyarakat desa untuk dapat mengembangkan desanya sebagai desa wisata dalam rangka peningkatan keswadayaan dan keberdayaan masyarakat desa.
Kesimpulan dan Saran
74 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
3. Wacana dan gagasan untuk mengembangkan Desa Banyuroto menjadi model Desa Wisata sebagai penopang kawasan wisata Borobudur telah mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Magelang, karena itu dukungan Pemerintah Pusat sangat diperlukan, agarmendapatdukunganprogramatisdanfinansialseperlunya.
B. Saran
1. Potensi wisata yang begitu besar di Desa Banyuroto sebaiknya terus dikembangkan oleh seluruh stakeholder, baik oleh internal pemerintah desa dan swadaya masyarakat desa itu sendiri, maupun agen-agen eksternal, termasuk Pemda setempat dan Pemerintah Pusat. Intervensi riset ini yang telah mengangkat kesadaran masyarakat dan pemerintah Desa Banyuroto untuk menjadikan desa tersebut sebagai desa wisata. Pemerintah Pusat sebaiknya terus mendukung melalui stimulan dan pendampingan teknis programatis kepada masyarakat dan pemerintah desa tersebut. Adapun saran yang bersifat strategis dan teknis dapat diberikan sebagai berikut:
2. Pariwisata dan berbagai aktivitas turunannya harus dilihat sebagai satu kesatuan holistik. Pariwisata adalah experiences industry, suatu industri yang menawarkan pengalaman kepada wisatawan. Sebagai experiences industry, pengembangan pariwisata, destinasi pariwisata dan atraksi wisata harus terintegrasi karena bagi wisatawan pengalaman tidak bisa dipisah-pisahkan, sejak wisatawan mulai mencari informasi, datang ke lokasi hingga pulang kembali. Jadi pertanyaan penting (key question) yang harus dijawab oleh pengelola adalahpengalaman apa yang akan kita tawarkan/berikan kepadawisatawan dan mengapa pengalaman itu penting dan menarik untuk ditawarkan? Jawaban dari pertanyaan ini dapat dijadikan langkah awal dalam membuat pilot project Desa Wisata Banyuroto sehingga
Kesimpulan dan Saran
75Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Kesimpulan dan Saran
pilot project ini diharapkan berhasil dan bisa menjadi contoh untuk lokasi-lokasi atau titik-titik lain yang akan dikembangkan di desa tersebut sehingga dapat berkelanjutan.
3. Saat ini dunia mengarah ke digital based (digital tourism) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengembangan Desa Wisata Banyuroto harus memanfaatkan sarana dan prasarana digital tersebut, karena:a. Digital tourism bisa mengintegrasikan lokal bisnis dan
stakeholders sehingga mereka dapat berkolaborasi untuk pengembangan produk.
b. Digital tourism akan membuka jejaring ke level global. Desa Wisata Banyuroto dengan segala atraksinya bisa langsung masuk ke pasar global dan langsung menyasar pasar yang potensial.
c. Digital tourism sangat mendukung pemasaran (co-creation of experiences) dimana produsen bisa berinteraksi langsung dengan konsumen secara bersama-sama sejak tahap pengembangan produk, konsumsi (wisatawan melakukan kegiatan wisata) dan pulang memasarkan kembali ke komunitasnya (sharing/customer to customer). Karenanya, perlu direncanakan spot-spot khusus yang menjadi andalan Desa Wisata Banyuroto untuk tempat wisatawan mengabadikan pengalamannya baik melalui foto maupun video yang bersifat instagramable, sehingga dapat di upload ke jejaring yang lebih luas.
76 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Acciaioli, G. (2006). Environmentality Reconsidered: Indigenous to Lore Lindu Conservation Strategies and the Reclaiming of the Commons in Central Sulawesi, Indonesia. Dalam: Anonim (Ed). Survival of the Commons: Mounting Challenges and New Realities,” the Eleventh Conference of the International Association for the Study of Common Property Bali, 19-23 June. Indiana University: Digital Library of Commons.
Damanik, Janianton. (2013). Pariwisata Indonesia: Antara Peluang dan Tantangan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ife, Jim dan Tesoriero. (2013). Community Development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwiasta. (2014). Pedoman Pengembangan Desa Wisata. Dit. Pemberdayaan Masyarakat Destinasi Pariwisata. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dit. Sarana dan Prasarana. (2017). Lokasi Pilot Project Pengembangan Desa Wisata Tahun 2017. Jakarta: Ditjen PPMD.
Martin, L. and Tomas, Kincl. (2012). Tourism Destination Benchmarking: Evaluation and Selection of The Benchmarking Partners. Journal of Competitiveness, 4 (1), 99-116.
Mulyadi, Muhammad. (2013). Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan Kehutanan. (Studi Kasus Komunitas Battang di
77Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Pustaka
Kota Palopo, Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol. 10 No. 4 Desember 2013.
Nurhidayati. (2013). Community Based Tourism (CBT) sebagai Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Program Studi D3 Pariwisata FISIP. Surabaya: Universitas Airlangga.
Nugroho, Iwan. (2011). Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemerintah Kabupaten Magelang. (2015) Rencana Kerja Pembangunan Desa Banyuroto, 2015
Pemerintah Desa Banyuroto. (2017). Monografi Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan.
Ritcher, J. R. B. & Crouch, G. I. (2000). The Competitive Destination, a Sustainable Perspective. Tourism Management, 21, 1-7.
Suansri, Potjana. (2003). Community Based Tourism Handbook. Thailand: Rest Project
Sunaryo, Bambang. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Soetomo. (2011). Pemberdayaan Masyarakat, Mungkinkah Muncul Antitesisnya? Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tosun, C. (2000). Limmits to Community Participation in the Tourism Development Process in Developing Countries. Tourism Management 21; hal 613 – 633.
78 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Daftar Pustaka
Peraturan Perundangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 4 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Magelang Tahun 2014 – 2034
79Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
LAMPIRAN:
PERENCANAAN DESA WISATA DAN
PERMASALAHANNYA
80 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1Ja
lur
Pend
akian
- Ja
rak 5
km da
ri ba
se ca
mp
- Ko
ndisi
jalur
be
lum se
mua
dit
rap
- Se
panj
ang 5
km
ditra
p dan
dip
erke
ras
- Sw
aday
a m
asya
raka
t-
Pem
eliha
raan
- M
usim
hujan
lic
in da
n raw
an
longs
or.-
Mus
im p
anas
be
rdeb
u
- Tra
p pak
ai ba
tu
sepa
njan
g 2 km
- Sw
aday
a Ka
mpu
ng (t
enag
a ke
rja)
- AP
BDes
2016
DD
Perb
aikan
jalur
se
panj
ang 3
85 m
2Tra
nspo
rtasi
- Ad
a mob
il m
ilik m
asy.
- Ja
sa an
tar
jempu
t dan
jas
a ojeg
- Ad
a mob
il an
gkut
an ke
du
sun2
seca
ra
segu
ler yg
dik
elola
desa
-
Kond
isi
kend
araa
n rod
a 2 h
arus
bagu
s
Swad
aya
Swad
aya
mas
yara
kat
Belum
ada
Inve
ntar
is ke
ndar
aan
roda
2 ya
ng
tidak
laya
k pa
kai
Tidak
ada
Mob
il ang
kuta
n sa
mpa
i ke d
usun
se
cara
regu
ler
Swad
aya m
asya
raka
t
1.
Klas
ter P
enda
kian
Lampiran
81Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
3Ba
se Ca
mp
Base
cam
p jum
lah 1
- Ge
dung
mas
y-
Men
ggun
akan
ru
mah
milik
m
asya
raka
t
Swad
aya
Dusu
n m
enye
diaka
n ta
nah b
engk
ok
utk b
asec
amp
Cata
tan :
leta
k be
rbat
asan
dg
Tam
an N
asion
al
- Ka
pasit
as
Base
cam
p 1 t
idak
men
cuku
pi-
Belum
ada t
arif
- M
anaje
men
ba
seca
mp
- Pe
rbaik
an
man
ajem
en
base
cam
p-
Alas t
idur d
i ba
se ca
mp p
erlu
diperb
aiki d
g ya
ng le
bih te
bal
BUM
Des
Dina
s par
iwisa
ta:
man
agem
en
base
cam
p
4Pe
man
du
dan p
orte
r pe
ndak
ian
SDM
pem
andu
jum
lah cu
kup
Pem
andu
yg
kom
pete
nKo
mun
itas g
uide
wisa
ta jo
gja
Pelat
ihan
pem
andu
2 or
ang
Laya
nan
pend
akian
kur
ang
tera
mpil
Pelat
ihan
pem
andu
dan
porte
r 40 o
rang
*)Di
nas P
ariw
isata
da
n BNP
BD
5Sa
rana
Pe
ndak
ianAd
a per
sewa
an
pera
latan
pe
ndak
ian (t
enda
, jas
hujan
, sen
ter,
dll)
- Suda
h ada
Pe
ralat
an ta
ndu,
tam
bang
, sen
ter,
alat k
omun
ikasi
cuku
p-
P3K
- Swad
aya:
peny
ediaa
n pa
ket
pera
latan
Perse
waan
pake
t pe
ralat
an ku
rang
sa
rana
Peng
adaa
n pa
ket p
erala
tan
pend
akian
BUM
Des
mela
lui
unit
: men
gelol
a pe
rsewa
an pa
ket
pera
latan
Man
agem
en
belum
pro
fesion
alPe
latiha
n m
anag
emen
pe
rsewa
aan
paka
i pe
ralat
an
Pelat
ihan d
ilaku
kan
Beke
rja sa
ma
deng
an m
anag
emen
pe
rsewa
an pe
ralata
n pe
ndak
ian se
perti
di
Merap
i, Sem
eru.
Lampiran
82 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1Ja
lur
Pend
akian
- Lu
as 1
ha (m
ilik
tam
an na
siona
l M
erba
bu)
kond
isi hu
tan
pinus
- Tra
p,-
Akse
s mob
il ke
cil 60
0 m
dari
perm
ukim
an
terd
ekat
-
Suda
h ada
ijin
resm
i dar
i ta
man
nasio
nal
- Te
rsedia
sarp
ras
yg m
emad
ai (M
CK, je
nset
, ba
ngun
an au
la da
n gud
ang
pera
latan
- Te
rsedia
pe
nyew
aan a
lat
kem
ah
Tam
an N
asion
al Gu
nung
Mer
babu
Pene
rbita
n ijin
- Sa
rpra
s ke
mah
tida
k m
emad
ai da
n m
enum
pang
di
rum
ah w
arga
- Pe
mba
ngun
an
sarp
ras
Dina
s Par
iwisa
ta da
n Di
nas P
embe
rday
aan
Mas
yara
kat d
an D
esa
- Pe
ralat
an
terb
atas
- Pe
nyed
iaan a
lat
kem
ahCS
R per
usah
aan
Swas
ta
- M
anaje
men
te
rbat
as-
Pelat
ihan
man
ajem
en-
Pelak
sana
m
anaje
men
Dina
s Par
iwisa
ta U
nit
usah
a BU
MDe
s
2 Kl
aste
r Wis
ata
Ala
m
Lampiran
83Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
2Tra
cking
Dari b
umi
perke
mah
an
men
gelili
ngi
kawa
san h
utan
se
jauh 3
km
milik
TNGM
Linta
san t
rack
ing
yang
mem
adai
untu
k sep
eda
Mem
buka
jal
ur tr
ackin
g se
derh
ana
Kura
ng pr
omos
i Pe
ningk
atan
pr
omos
i. Di
nas P
ariw
isata
dan
tem
pat 2
pariw
isata
te
rdek
at de
ngan
Ba
nyur
oto (
Kete
b, Se
lo)
SDM
man
ajem
en
track
ing te
rbat
asPe
latiha
n m
aneje
men
dan
pem
andu
trac
king
Jalur
trac
king
sepe
daM
emba
ngun
an
jalur
trac
king
sepe
da
Swas
ta da
n sw
aday
a pen
dudu
k se
tem
pat
3Ou
tbou
nd-
Tem
pat s
udah
ad
a di B
umi
Perke
mah
an
- Be
lum ad
a sa
rana
outb
ond
- sa
rana
outb
ond
Bant
uan d
ari D
inas
Priw
isata
bersa
ma
pihak
swas
ta
84 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1Sa
rana
dan
Pras
aran
a-
Ada 5
peta
ni dg
luas
3 ha
- Gr
een h
ouse
75
x 13 m
- Sc
reen
0,4 h
a
- 10
ha yg
m
enge
lompo
k-
25 pe
tani
- Sa
yur 5
ha
Swad
aya p
etan
i m
enan
am se
ndiri
Peny
ediaa
n lah
an-
Baha
n Med
ia ta
nam
stra
beri
mas
ih lan
gka
(coco
pi da
n sk
am)
- Pe
ngelo
laan
supla
i med
ia
tana
m
BUM
Des
- Gr
een
hous
e m
ahal
(mod
al
terb
atas
)
- Ba
ntua
n m
odal
mela
lui B
UM
Desa
2Bu
diday
aM
asih
otod
idak
Budid
aya
tepa
t gu
naPe
tani
Belaj
ar s
endir
i-
Pada
mus
im
hujan
buah
m
enur
un da
n pe
rawa
tan
susa
h seh
ingga
m
inat p
etan
i ku
rang
Pelat
ihan
tekn
ologi
budid
aya
yg te
pat
Dina
s Per
tania
n
3.KlasterPetikStrowberydanSayur
85Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1Sa
rana
dan
Pras
aran
a-
Ada 5
peta
ni dg
luas
3 ha
- Gr
een h
ouse
75
x 13 m
- Sc
reen
0,4 h
a
- 10
ha yg
m
enge
lompo
k-
25 pe
tani
- Sa
yur 5
ha
Swad
aya p
etan
i m
enan
am se
ndiri
Peny
ediaa
n lah
an-
Baha
n Med
ia ta
nam
stra
beri
mas
ih lan
gka
(coco
pi da
n sk
am)
- Pe
ngelo
laan
supla
i med
ia
tana
m
BUM
Des
- Gr
een
hous
e m
ahal
(mod
al
terb
atas
)
- Ba
ntua
n m
odal
mela
lui B
UM
Desa
2Bu
diday
aM
asih
otod
idak
Budid
aya
tepa
t gu
naPe
tani
Belaj
ar s
endir
i-
Pada
mus
im
hujan
buah
m
enur
un da
n pe
rawa
tan
susa
h seh
ingga
m
inat p
etan
i ku
rang
Pelat
ihan
tekn
ologi
budid
aya
yg te
pat
Dina
s Per
tania
n
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
3Pe
ngola
han
Men
ggun
akan
m
ika da
n bak
ul pla
stik
Peng
olaha
n str
awbe
rry
men
jadi d
odol,
se
lai m
sh
sede
rhan
a
- Te
knolo
gi pe
ngola
han
hasil
Peta
niBe
lajar
sen
diri
- M
anaje
men
m
asih
send
iri-
Man
ajem
en
terp
adu
- Te
knolo
gi pe
ngola
han
Dina
s Per
tania
n
4Pe
mas
aran
- Pe
mbe
li wi
sata
wan
(cuku
p ban
yak)
- Ad
a sist
em
infor
mas
i ha
rga s
trobe
ri
- M
anaje
men
pe
mas
aran
be
lum ba
ik
Man
ajem
en
pem
asar
anBU
MDe
s
86 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1So
reng
Pent
as ke
luar
kabu
pate
n,
men
yam
but t
amu
Pent
as di
desa
Ba
nyur
oto
Swad
aya
mas
yara
kat
pecin
ta se
ni
Mele
ngka
pi pe
rang
kat
latar
untu
k pe
rtunj
ukka
n
- Pe
ngelo
laan
mas
ih pe
r du
sun .
Krea
si ta
ri
- Pe
latiha
n m
anaje
men
ke
senia
n-
Pelat
ihan d
esa
wisa
ta pe
ngek
reas
i ta
ri
BUM
N at
au
swas
ta
2Ke
senia
n To
peng
Iren
gSu
dah s
ering
pe
ntas
Pent
as di
Des
a Ba
nyur
oto d
an
di Du
sun d
enga
n Pa
nggu
ng ya
ng
suda
h men
etap
Swad
aya
mas
yara
kat d
an
desa
Men
yiapk
an
kostu
m da
n pe
rleng
kapa
n pe
rtunj
ukka
n
3Ku
bro
Ndan
gdut
(B
rond
ut)
Suda
h ser
ing
pent
asPe
ntas
di lu
ar de
sa
dan d
i dala
m de
saSw
aday
a m
asya
raka
tM
empe
rbaik
i m
usii p
engir
ing
dan k
ostu
m
4Ke
senia
n Ja
tilan
- Su
dah t
erse
dia
pera
latan
- La
ku di
jual
Pent
as di
desa
de
ngan
pang
gung
ya
ng su
dah t
etap
tid
ak be
rpind
ah2
Goto
ng ro
yong
m
asya
raka
t des
aPe
rbaik
an
pang
gung
dan
kostu
m
4.KlasterBudaya/Kesenian
87Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
5Re
bana
Pern
ah pe
ntas
ta
pi ku
rang
be
rkem
bang
Bisa
serin
g pen
tas
baik
di de
sa
mau
pun d
i luar
de
sa
Swad
aya
mas
yara
kat
Mem
perb
aiki
mus
ik da
n kos
tum
6Ca
karle
leSu
dah s
ering
pe
ntas
di lu
ar de
sa
dan d
i dus
un
Bisa
serin
g pen
tas
di de
sa se
hingg
a wi
sata
wan d
atan
g ke
desa
Swad
aya
mas
yara
kat
Mem
odifi
kasi
kostu
m da
n mus
ik ya
ng m
engir
ingi
7Ke
topr
akTa
mpil
pada
even
na
siona
l (ha
ri ke
mer
deka
an)
Bisa
serin
g tam
pil
di ev
en2 l
ibura
n da
n nas
ional
Swad
aya
mas
yara
kat
Mod
ifika
si ce
rita
pertu
njuk
kan.
8Ta
ri Cikr
akTa
mpil
di lu
ar de
sa
. mer
upak
an ha
sil
kary
a asli
putra
De
sa Ba
nyur
oto
Tam
pil di
desa
Ba
nyur
oto d
an di
lua
r des
a
Swad
aya
mas
yara
kat d
an
Dina
s Par
iwisa
ta
Mod
ifika
si da
ri ta
rian J
athil
anBe
lum ad
a pe
ngelo
laan
yang
prof
esion
al m
asing
mas
ih pe
r du
sun
Perlu
pem
binaa
n pe
ngelo
laan
Dina
s Par
iwisa
ta
88 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
9W
arok
anTa
mpil
di lu
ar de
sa
Bany
urot
oTa
mpil
di de
sa
Bany
urot
o dan
di
luar d
esa
Swad
aya
mas
yara
kat d
an
Dina
s Par
iwisa
ta
Mod
ifika
si da
ri ta
rian J
athil
anBe
lum ad
a pe
ngelo
laan y
ang
prof
esion
al
Perlu
pem
binaa
n pe
ngelo
laan t
ingka
t de
sa
Dina
s Par
iwisa
ta
10Ba
nten
g wa
reng
Serin
g tam
pil di
lua
r des
aTa
mpil
di de
sa
Bany
urot
o dan
di
luar d
esa d
an
puny
av ga
mela
n se
ndiri
Swad
aya
mas
yara
kat
Mem
perb
aiki
gera
kan t
ari
Mas
ih dik
elola
per
mas
ing-m
asing
du
sun
Perlu
pem
binaa
n un
tuk p
enge
lolan
da
lam ti
ngka
t des
a
Dina
s Par
iwisa
ta
dan D
iinas
Pe
mbe
rday
aan
Mas
yara
kat d
an
Desa
89Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1Sa
rana
dan
Pras
aran
aTe
rnak
sapi
sekit
ar
800 e
kor/r
ata2
se
tiap K
K mem
iliki
tern
ak sa
pi
Kond
isi pe
tern
akan
ya
ng be
rsih d
an
higien
is
Kand
ang,
air
bersi
hBi
ogas
seca
ra
kom
unal
Perlu
karp
et/k
aret
un
tuk a
las sa
pi ya
ng de
wasa
, dan
air
bersi
h mas
ih ku
rang
Peng
adaa
n air b
ersih
ya
ng cu
kup
Dina
s PU
(p
enga
iran)
Harg
a pak
an
tam
baha
n/ko
nsen
trat m
ahal.
Bi
bit sa
pi un
tuk
baka
lan m
ahal
Man
agem
en
peng
adaa
n pa
kan
dan
bibit
Bum
des?
2Bu
diday
a-
Tern
ak
dikan
dang
.-
Pete
rnak
um
umny
a m
enan
am
hijau
an pa
kan
tern
ak,
Tercu
kupin
ya
mak
anan
ta
mba
han/
ko
nsen
trat p
akan
te
rnak
Kons
entra
tPe
mbu
atan
m
akan
tern
ak
seca
ra m
andir
i
Harg
a pak
an
tam
baha
n/
kons
entra
t m
ahal
Pelat
ihan
tekn
ologi
bu
diday
aDi
nas
Pete
rnak
an
5.KlasterPeternakanSapidanPengolahanLimbah
90 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
NoSu
b Sist
emKo
ndisi
Saat
Ini
Kond
isi ya
ng
dihar
apka
n
Progra
m Ke
giatan
yang
Suda
h Dila
ksana
kan
Perm
asala
han,
Kebu
tuha
n, Ko
mpo
nen T
erka
it
Kom
pone
nPr
ogra
m/K
egiat
anPe
rmas
alaha
n ya
ng m
asih
ditem
ukan
Kebu
tuha
nKe
giata
nKo
mpo
nen T
erka
it
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
3Pe
ngelo
laan
- Sa
pi dik
anda
ngka
n.-
Kand
ang
diber
sihka
n se
tiap h
ari.
- Ju
al se
suai
bera
t bad
an
hidup
Adan
ya un
it pe
ngola
han
limba
h ter
nak
yang
dike
lola
seca
ra ba
ik
Biog
asPe
mbu
atan
pe
nam
pung
an
koto
ran h
ewan
sa
pi (d
igeste
r)
Bany
ak
pete
rnak
an
belum
mela
kuka
n pe
ngelo
laan
limba
h (pe
nyeb
ab
bany
ak la
lat ba
u tid
ak se
dap)
Pelat
ihan p
engo
lahan
lim
bah k
otor
an he
wan
deng
an bi
ogas
seca
ra
kom
unal
Dina
s Pe
tern
akan
dan
pem
berd
ayaa
n m
asya
raka
t dan
de
sa
4Pe
mas
aran
Pem
beli d
atan
g da
n ata
u lan
gsun
g dij
ual k
e pas
ar.
Ada p
asar
desa
pa
da ha
ri2
terte
ntu u
ntuk
jual
beli t
erna
k sap
i
Pasa
r hew
anPe
mba
ngun
an
pasa
r hew
an da
n pe
mbe
ntuk
an
kelom
pok
pete
rnak
sapi
Pete
rnak
m
emas
arka
n di
rum
ah ka
rena
pe
daga
ng
men
data
ngi
pete
rnak
Pelat
ihan k
elom
pok
pete
rnak
sehin
gga
pete
rnak
mem
puny
ai po
sisi t
awar
yang
kuat
Dina
s Pet
erna
kan
dan D
inas
Pem
berd
ayaa
n m
asya
raka
t dan
de
sa.
Cata
tan:
• Ad
a ka
ndan
g ko
mun
al u
ntuk
pem
bibi
tan.
Lua
s ka
ndan
g 55
0m u
ntuk
14
ekor
sap
i. Be
rpot
ensi
untu
k w
isata
edu
kasi.
D
ikel
ola
seca
ra k
elom
pok.
• Ka
pasit
as k
anda
ng d
apat
men
ampu
ng 4
0 ek
or. P
emba
ngun
an k
anda
ng k
omun
al se
cara
swad
aya.
Man
tri h
ewan
suda
h ad
a (2
ora
ng).
Biay
a A
I saa
t ini
gra
tis. S
udah
ada
pem
andu
unt
uk w
isata
edu
kasi.
91Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Lampiran
92 Desa Wisata, Membangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Penerbit:PT Sulaksana Watinsa IndonesiaCitylofts Sudirman Suites 2327-2329Jl. KH Mas Mansyur 121 Jakarta Telp/Fax : (021) 86614125Email: contact@swi-group.com
Paradigma baru pariwisata adalah milik rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat desa yang merupakan satuan terkecil wilayah dan masyarakat
dari bangsa atau negara yang menunjukkan keragaman Indonesia. Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Pada hakekatnya rakyat memiliki nilai-nilai budaya atau tradisi yang luhur dan harta kekayaan yang tak ternilai yaitu: gotong royong, ramah, alam lingkungan yang indah, seni tradisi, budaya dan lain-lain. Semua ini sebagai modal dan aset pariwisata. Buku ini membahas bentuk gambaran dalam pelaksanaan model perencanaan desa wisata sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang dimiliki desa tersebut, yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat, pemerintah daerah maupun pusat.
Desa WisataMembangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
Desa W
isata, Mem
bangun D
esa Dengan M
emanfaatkan Potensi B
udaya
Slamet Rahmat Topo SusiloAnharudinDewi Rukmini NugrohoDwi Istiqomah
Desa WisataMembangun Desa Dengan Memanfaatkan Potensi Budaya
top related