DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40889/2/AULIA... · Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua (Asnawi
Post on 26-Oct-2019
3 Views
Preview:
Transcript
DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN
MIGAS PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP
HUBUNGAN BOLIVIA – BRAZIL TAHUN 2006 – 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Aulia Rachman
1110083000005
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS
PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP HUBUNGAN BOLIVIA–
BRAZIL TAHUN 2006 – 2013
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 November 2015
Aulia Rachman
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Aulia Rachman
NIM : 1110083000005
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS
PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP HUBUNGAN
BOLIVIA – BRAZIL TAHUN 2006 – 2013
dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 4 November 2015
Mengetahui,
Kepala Program Studi Pembimbing
Badrus Sholeh, Ph.D Febri Dirgantara Hasibuan, M.M
NIP. - NIP. -
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS
PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP HUBUNGAN
BOLIVIA – BRAZIL TAHUN 2006 – 2013
Oleh
Aulia Rachman
1110083000005
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 18 Desember 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional.
Ketua Sidang,
Badrus Sholeh, Ph.D
Penguji 1, Penguji 2,
M. Adian Firnas, M.Si A. Alfajri, M.A
Ketua Program Studi,
Ilmu Hubungan Internasional
Badrus Sholeh, Ph.D
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon
yang dilakukan Bolivia pada tahun 2006 terhadap perusahaan-perusahaan
asing/swasta yang berinvestasi di sektor hidrokarbon Bolivia khususnya
perusahaan Petrobras milik Brazil di Bolivia. Pembahasan skripsi ini fokus
kepada dampak dari kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia tahun
2006 terhadap hubungan Bolivia dengan Brazil dalam bidang ekonomi, sosial
dan politik. Pertanyaan skripsi ini yaitu bagaimana dampak kebijakan
nasionalisasi perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia terhadap hubungan
Bolivia-Brazil tahun 2006–2013. Dalam menjawab permasalahan tersebut
penulis menggunakan konsep terkait, seperti kepentingan nasional, nasionalisasi,
interdependensi ekonomi, dan negosiasi. Penelitian skripsi ini menggunakan
metode kualitatif. Metode pencarian data dalam penulisan skripsi ini berdasarkan
data kajian pustaka, yakni pengumpulan data dengan mengkaji berbagai literatur
seperti buku, artikel jurnal, dan sumber-sumber lain. Skripsi ini menemukan
bahwa kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon yang dikeluarkan Bolivia pada
tahun 2006 pada akhirnya memberikan dampak yang positif terhadap hubungan
Bolivia dengan Brazil. Dampak dari kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon
Bolivia pasca tahun 2006 tersebut dapat dilihat dari meningkatnya kerjasama-
kerjasama antara Bolivia dengan Brazil dalam bidang ekonomi seperti kerjasama
perdagangan gas lanjutan berupa retroactive compensation, Sabalo gas plant,
serta peningkatan hubungan perdagangan ekspor impor Bolivia-Brazil, dan
bidang politik yang dihasilkan seperti kerjasama kedua negara dalam Initiative
for the Integration of the Regional Infrastructure of South America (IIRSA),
Mercosur 2012, serta kerjasama pemberantasan penyelundupan narkotika di
wilayah perbatasan tahun 2013.
Kata kunci: Bolivia, Brazil, Petrobras, Nasionalisasi, Hidrokarbon.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’ Alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT
yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan dalam rangka untuk
memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan sangat terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung
penulis baik secara moril ataupun materi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua (Asnawi Hamid dan
Elphis Novery), dan Abdul Arif selaku kakak yang terus mendukung,
mendoakan, dan selalu mengingatkan penulis untuk menuntaskan pendidikan ini.
Terima kasih kepada Elfino Munanda dan Eka Dian Buana selaku om dan tante
yang selalu memberikan sumbangan motivasi bagi penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Febri Dirgantara Hasibuan,
M.M selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas segala bimbingan,
motivasi, ilmu, dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam penulisan
skripsi ini. Tidak lupa juga kepada Bapak M. Adian Firnas selaku dosen
pembimbing akademik terima kasih selama tujuh semester telah menjadi
pembimbing akademik prodi Hubungan Internasional kelas A angkatan 2010.
Serta Bapak Badrus Sholeh dan Ibu Eva Mushoffa selaku Ketua dan sekretaris
Prodi Hubungan Intermasional penulis ucapkan terima kasih
Terima kasih kepada seluruh Bapak/Ibu dosen dan staff Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai sehingga Penulis dapat
menyelesaikan studi di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yuri Handayani dan
Andriean Akbar Pratama, sebagai sahabat yang selalu siap membantu dan
memberikan semangat. Terima kasih kepada teman-teman Fisip dan HI A 2010,
Uda, Pasto, Olit, Wahyu, Edo, Ode, Farhan, Rami, Detty, Yoga, Adam, Reza,
Nindi, Navis, Mul, Mahyar, Clara, Zakiya, Batok dan seluruh teman-teman
seperjuangan HI 2010 yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih kepada teman-teman 32 2010, Icang, Ilham, Takul, Izul. Dan
kawan-kawan KKN Barista Debi, Arum, Aceng, Uung, Vale, Ilham, Ipeh, Vera,
Kiki, Okta, Umi. Serta kepada keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Komisariat Fisip, dan seluruh pihak yang mendukung penulis
selama penelitian skripsi ini berlangsung, penulis ucapkan terima kasih.
Jakarta, 4 November 2015
Aulia Rachman
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………………………………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……………………………………………. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI…………………………………………… iv
ABSTRAK……………………………………………………………………………….. v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. viii
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………….. xii
DAFTAR GRAFIK……………………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………. 1
A. Pernyataan Masalah………………………………………………………………….. 1
B. Pertanyaan Penelitian………………………………………………………………… 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………………………. 9
D. Tinjauan Pustaka……………………………………………………………………… 10
E. Kerangka Teori……………………………………………………………………….. 13
1. Konsep Kepentingan Nasional…………………………………………………… 13
2. Konsep Nasionalisasi…………………………………………………………….. 15
3. Konsep Interdependensi Ekonomi………………………………………………… 18
4. Konsep Negosiasi………………………………………………………………… 19
ix
F. Metode Penelitian…………………………………………………………………… 22
G. Sistematika Penulisan………………………………………………………………. 24
BAB II HUBUNGAN BOLIVIA-BRAZIL DALAM SEKTOR HIDROKARBON… 26
A. Hubungan Ekonomi dan Politik Bolivia-Brazil Sebelum Kebijakan Nasionalisasi
Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006 .......................................................................... 26
B. Kerjasama Sektor Hidrokarbon Bolivia-Brazil……………………………………….. 29
1. Bolivia-Brazil (Gasbol) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa gas Bolivia-Brazil)…… 32
2. Bolivia-Brazil (Cuiaba) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa Gas Cuaiaba Bolivia-
Brazil).. ....................................................................................................................... 35
3. Bolivia-Brazil (Gasyrg) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa Gas Yacuiba-Rio Grande,
Bolivia – Brazil)…………………………………………………………………… 37
C. Peran Petrobras di Bolivia…………………………………………………………….. 39
BAB III KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS ASING
DI BOLIVIA ..................................................................................................................... 43
A. Sejarah Hidrokarbon di Bolivia .................................................................................... 43
B. Potensi Sektor Hidrokarbon Bolivia .............................................................................. 46
C. Kebijakan Privatisasi Tahun 1994 Sebelum Kebijakan Nasionalisasi .......................... 50
D. Kebijakan Nasionalisasi Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006 .......................................... 58
E. Kondisi Petrobras Brazil dan Bolivia Terkait Kebijakan Nasionalisasi Tahun 2006. ... 62
F. Sikap Pemerintah Brazil Terhadap Kebijakan Nasionalisasi Bolivia Tahun 2006…… 69
1. Kecaman Pemerintah Brazil Terhadap Kebijakan Nasionalisasi Bolivia Tahun
2006………………………………………………………………………………… 69
2. Renegosiasi Kontrak Baru Sektor Hidrokarbon…………………………………… 72
x
BAB 1V ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN
MIGAS PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP HUBUNGAN
BOLIVIA DENGAN BRAZIL TAHUN 2006-2013 ......................................................... 81
A. Kepentingan Nasional Bolivia…………………………………………………………. 81
B. Kepentingan Nasional Brazil ......................................................................................... 84
B. Dampak Ekonomi……………………………………………………………………… 87
1. Peningkatan Kerjasama Bolivia-Brazil Dalam Sektor Hidrokarbon Pasca Kebijakan
Nasionalisasi Bolivia Tahun 2006………………………………………………… 87
a. Kesepakatan Retroactive Compensation ........................................................... 88
b. Proyek Sábalo Gas Plant (Pengilangan Gas Sábalo) ........................................ 90
2. Peningkatan Perdagangan Bolivia-Brazil Pasca Kebijakan Nasionalisasi Sektor
Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006………………………………………………….. 91
C. Dampak Politik………………………………………………………………………… 97
1. Penguatan Eksistensi hubungan Bolivia-Brazil……………………………………. 97
2. Upaya Stabilitas Hubungan Bolivia-Brazil di Kawasan…………………………… 101
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………………… 108
DAFTAR PUSTAKA………………………………..…………………..……………….. 111
LAMPIRAN
xi
DAFTAR SINGKATAN
YPFB Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos
MNC Multinational Corporation
ISI Impor Substitution Industrialization
GASBOL Pipa Gas Bolivia-Brazil
PEB Petrobras Bolivia
GSA Gas Supply Agreement
MAS Movimiento al Socialismo
IDH Impuesto Directo Hidrocarburos
LNG Liquid Natural Gas
LPG Liquid Petroleum Gas
PETROBRAS Petroleo Brasiliero
GDP Gross Domestic Product
FDI Foreign Direct Investment
MERCOSUR Mercado Comun del Sur
FTAA Free Trade Area of the Americas
ALBA Alianza Bolivariana para los Pueblos de Nuestra America
IIRSA Initiative for the Integration of the Regional Infrastructure of
South America
DEA U.S Drug Enforcement Administration
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I.E.2.1. Negara yang Menerapkan Nasionaliasi Sebagai Kebijakan....... 17
Tabel II.A.1.2 Tabel Keterangan Pipa GASBOL di Tiap Kota……………….32
Tabel III.B.1 Tabel Overview Keberadaan Petrobras di Bolivia ..................... 38
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik.II.A.1. Ekspor Gas Alam Bolivia (1972-2019)........................................ 27
Grafik.III.B. 1. Produksi dan Konsumsi Gas Alam Bolivia (1990-2010)........... 27
Grafik IV.B.3.1. Aktivitas Ekspor Ekonomi Bolivia (1998-2013)……………..90
Grafik IV.B.3.2. Aktivitas Impor Ekonomi Bolivia (1998-2013)…...……..…...91
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.B.2. Daerah Potensi Hidrokarbon dan pengembangan di Bolivia ................. 31
Gambar III.A.1.1. Denah Pipa GASBOL Bolivia-Brazil ............................................... 50
Gambar III.A.3.1. Denah Pipa Gasryg Bolivia-Brazil .................................................... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Supremee Decree 28701 (Dekrit Nasionalisasi Hidrokarbon
Bolivia tahun 2006)
Lampiran 2 Pernyataan Klarifikasi Petrobras
Lampiran 3 Syarat dan Ketentuan Kontrak Baru Hidrokarbon
Lampiran 4 Pembukaan Konstitusi Bolivia 2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Bolivia merupakan salah satu negara termiskin dengan tingkat kemiskinan
ekstrim yang mencapai 60,6% dari total populasi di Bolivia hingga tahun 2005.1
Sebagai salah satu negara termiskin di Amerika Latin, Bolivia dinilai mempunyai
sumber daya alam potensial. Kekayaan sumber daya alam Bolivia terutama gas
alam dengan cadangan lebih dari 9,9 triliun kaki kubik membuat Bolivia termasuk
dalam negara dengan persediaan gas alam terbesar kedua di Amerika Selatan
setelah Venezuela.2 Namun kekayaan gas alam Bolivia dikuasai oleh perusahaan
asing yang berinvestasi dan mengelola gas alam Bolivia.
Melihat banyaknya kandungan gas alam potensial di Bolivia membuat
pemerintah Bolivia menerapkan kebijakan nasionalisasi dalam sektor
hidrokarbon3 pada masa pemerintahan Presiden Evo Morales. Melalui kebijakan
nasionalisasi, sektor hidrokarbon Bolivia terutama gas alam yang sebelumnya
dikelola oleh perusahaan asing, kembali ditransfer ke negara dan dikelola oleh
perusahaan migas negara Bolivia Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos
1 Massimiliano Cali dan Luis Carlos Jemio, Bolivia, Case Study for the MDG Gap Task
Force Report, Overseas Development Institute, May 2010, 3. 2 Brent Z. Kaup, “Powering up: Latin America's energy challenges: Bolivia’s Nationalised
Natural Gas: Social and Economic Stability Under Morales,” LSE IDEAS: London School of
Economics and Political Science, Vol. SU005, 2010, 22. 3 Hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang tersusun dari atom hidrogen dan atom
karbon.Senyawa hidrokarbon termasuk seperti minyak bumi, gas alam, bensin, plastik, dan
sebagainya. Tersedia di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dewi%20Yuanita%20Lestari,%20S.Si.,%20M.
Sc./HIDROKARBON.pdf diunduh pada 15 Februari 2015.
2
(YPFB).4 Kekayaan sumber daya alam dalam sektor hidrokarbon telah membuat
gas alam di Bolivia menjadi sumber pemasukan ekonomi utama dalam bidang
ekspor dan paling dikembangkan di Amerika Selatan.5
Penerapan kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon disebabkan adanya
tuntutan dari rakyat yang memicu gerakan sosial di Bolivia sebagai protes
terhadap krisis perekonomian di Bolivia pada bulan Oktober tahun 2003. Adanya
krisis perekonomian akibat dari privatisasi sektor-sektor milik negara Bolivia
salah satunya hidrokarbon membuat keadaan di Bolivia semakin terpuruk dengan
semakin tingginya tingkat kemiskinan, meningkatnya angka pengangguran, serta
upah kerja yang rendah.6 Gerakan sosial muncul akibat adanya tuntutan rakyat
terhadap pemerintah untuk segera melakukan kebijakan nasionalisasi dan
mengembalikan hak-hak rakyat dalam menggunakan fasilitas negara.7
Krisis perekonomian tersebut terjadi akibat dampak dari penerapan
kebijakan oleh Presiden sebelumnya, Gonzalo Sanchez de Lozada yang terpilih
menjadi presiden pada tahun 1993, dengan menerapkan Undang–Undang
Kapitalisasi no. 1544, yang mengizinkan program privatisasi bagi perusahaan
swasta/asing di Bolivia.8
4 Stephan Lefebvre dan Jeanete Bonifaz 24 November 2014, Lessons from Bolivia: re-
nationalisin the hydrocarbon industry, tersedia di
https://www.opendemocracy.net/ourkingdom/stephan-lefebvre-jeanette-bonifaz/lessons-from-
bolivia-renationalising-hydrocarbon-indust diunduh pada 25 Desember 2015. 5 Country Analysis Note. US energy information administration. Tersedia di
http://www.eia.gov/countries/country-data.cfm?fips=bl diunduh pada 11 Mei 2014. 6 Lefebvre dan Bonifaz, , Lessons from Bolivia: re-nationalisin the hydrocarbon industry.
7 Tom Lewis, Bolivia’s Gas War, International Socialist Review Issue 36, July–August
2004, tersedia di http://isreview.org/issues/36/gaswar.shtml, diunduh pada 25 Desember 2015. 8 Marco Antonio Urioste Viera, “Gas Political and Economic in Bolivia: How Would It
Affect The Development of The Potential Gas Market In Chile and Brazil”, Journal of The Centre
for Energy, Petroleum and Mineral Law and Policy, University of Dunde, June, 2009, 5.
3
Perundang-undangan ini melegalkan otorisasi negara dalam penjualan
minyak dan gas, perusahaan telekomunikasi, perusahaan penerbangan, perusahaan
listrik, perusahaan kereta api, serta perusahaan pengelolaan biji besi.9 Presiden
Gonzalo menjual lebih dari 50% saham perusahaan kepemilikan negara Bolivia
tersebut terhadap perusahaan swasta/asing dan menyerahkan otorisasi tersebut
berupa penguasaan pihak swasta/asing terhadap penjualan hasil-hasil produksi
dari perusahaan-perusahaan di dalam negeri.10
Kebijakan privatisasi yang diterapkan oleh pemerintah Bolivia saat itu
mengakibatkan rakyat Bolivia tidak dapat secara bebas menggunakan haknya
dalam memanfaatkan fasilitas publik seperti air, listrik, transportasi, bahan bakar,
dan lainnya. Akses masyarakat dalam menggunakan fasilitas publik tersebut
bersifat terbatas, karena adanya privatisasi yang dilakukan oleh pihak asing.
Penguasaan pihak asing terhadap perusahaan milik negara Bolivia tersebut
selain membatasi ruang gerak masyarakat Bolivia untuk mendapatkan hak-haknya
atas fasilitas publik, juga memicu pemecatan besar - besaran terhadap para pekerja
di perusahaan migas negara Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB),
yang pada tahun 1985 mempunyai 9.150 karyawan, menjadi 1.880 karyawan pada
akhir tahun 1997.11
Kejadian tersebut membuat rakyat Bolivia semakin terpuruk karena
kepemilikan atas fasilitas publik oleh pihak swasta yang membuat pihak swasta
dapat secara leluasa menerapkan kontrol, tarif atau harga jual. Penguasaan sektor
9 Benjamin H. Kohl, Impasse in Bolivia: Neoliberal Hegemony and Popular resistance,
(New York: St. Martin’s Press, 2006), 109. 10
Kohl, Impasse in Bolivia, 109. 11
Benjamin H. Kohl, “Privatization Bolivian Style: A Cautionary Tale,” International
Journal of Urban and Regional Research, Vol. 28.4, December 2004, 900.
4
hidrokarbon Bolivia oleh perusahaan asing pada akhirnya membuat besarnya
tingkat pengangguran di Bolivia akibat dari pemecatan karyawan tersebut dan
krisis perekonomian yang membuat kemiskinan serta tingkat pendapatan
masyarakat Bolivia yang begitu rendah. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan
aksi protes dan memicu terjadinya gerakan sosial di Bolivia yang bertujuan politis
serta menghendaki perubahan ekonomi.12
Setelah terpilih menjadi Presiden baru di Bolivia, Evo Morales menepati
janjinya untuk membawa perubahan serta perbaikan dalam segi politik dan
perekonomian di Bolivia. Sektor hidrokarbon terutama gas alam telah menjadi
sumber pemasukan utama bagi perekonomian Bolivia melalui ekspor gas alam ke
Brazil. Evo Morales menempatkan sektor hidrokarbon Bolivia berada di bawah
kontrol negara, dengan mengeluarkan Supreme Decree of Nationalization no.
28.701 pada tangal 1 Mei 2006 yang menyatakan bahwa keputusan tersebut
mengharuskan seluruh kegiatan produksi perusahaan transnasional dan
internasional yang bergerak di bidang pengelolaan dan eksplorasi migas untuk
kembali diatur oleh negara. Melalui perusahaan migas negara Yacimientos
Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB), Bolivia melakukan renegosiasi kontrak
baru dengan tujuan memastikan keuntungan negara yang lebih besar dari
pendapatan gas dengan pembagian 51% untuk negara dan 49% untuk perusahaan
asing.13
Melalui keputusan nasionalisasi sektor hidrokarbon tersebut, perusahaan-
perusahaan migas asing di Bolivia diberikan jangka waktu selama 180 hari setelah
12
Kohl, “Privatization Bolivian Style”, 902. 13
Christian Velasquez Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia: How are
the Gas and Oil Revenues Distributed?, (Saarbrücken: Lambert Academy Publishing, 2012), 13.
5
keputusan ditetapkan untuk memilih antara melakukan renegosiasi dan
menandatangani kontrak baru, atau meninggalkan Bolivia14
Akan tetapi,
nasionalisasi yang dilakukan Bolivia berbeda pada umumnya. Presiden Evo
Morales menjamin bahwa nasionalisasi yang dilakukan Bolivia bukan berupa
pengambilalihan atau penyitaan fasilitas, tetapi merujuk pada renegosiasi kontrak
dengan peningkatan tarif pajak dan pembangunan kembali perusahaan migas
negara.15
Di Bolivia terdapat beberapa perusahaan yang menanam investasi dengan
saham kepemilikan terbesar di sektor migas, mencakup Petrobras (Brasil), Repsol
YPF (Spanyol - Argentina), Total (Perancis), dan British Gas (Inggris).16
Melalui
keputusan Evo Morales untuk menerapkan kebijakan nasionalisasi dalam sektor
hidrokarbon Bolivia, membuat seluruh multinational corporation (MNC) besar
merasa dirugikan karena telah berinvestasi di sektor hidrokarbon Bolivia, salah
satunya perusahaan migas milik negara Brazil Petrólio Brasileiro (Petrobras) di
Bolivia. Petrobras telah melakukan investasi sebesar 1 milliar dolar AS untuk
industri gas alam Bolivia.17
Keberadaan perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia memiliki nilai
penting bagi keberlangsungan segala aktivitas sektor hidrokarbon di Bolivia dan
menjadi sumber energi utama bagi Brazil. Brazil juga memiliki nilai dan
kedudukan yang penting bagi perekonomian dan pembangunan sektor energi
Bolivia. Akan tetapi, dengan pencapaian kontribusi Brazil melalui perusahaan
14
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13. 15
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13. 16
Carin Zissis, Bolivia's Nationalization of Oil and Gas, 12 May 2006, tersedia di
http://www.cfr.org/world/bolivias-nationalization-oil-gas/p10682 diunduh pada 11 mei 2014. 17
Zissis, Bolivia's Nationalization of Oil and Gas.
6
migas Petrobras bagi peningkatan perekonomian dan pembangunan sektor migas
di Bolivia, Presiden Evo Morales tetap dengan tegasnya menjalankan kebijakan
nasionalisasi. Kebijakan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan
asing/swasta yang secara langsung mengeksploitasi sumber daya minyak dan gas
alam di Bolivia diterapkan secara bertahap.
Setelah kebijakan nasionalisasi dikeluarkan, tindakan Evo Morales dalam
mengambil kebijakan tersebut dianggap tidak memihak atas jaminan kepemilikan
dan keamanan berinvestasi terhadap investor asing di Bolivia karena menjadikan
perusahaan asing hanya sebatas penyedia jasa di sektor hidrokarbon Bolivia dan
menaikkan pajak dan royaliti sebesar 32%.18
Hal tersebut mendapat sikap kritis
serta tanggapan negatif dari beberapa negara Uni Eropa yang berinvestasi di
sektor migas Bolivia seperti Spanyol, Perancis, Belanda, dan tentunya Brazil.19
Negara-negara Uni Eropa menilai kebijakan nasionalisasi yang dikeluarkan oleh
Evo Morales dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap kebebasan berinvestasi
di Bolivia dan merugikan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
pengelolaan dan eksplorasi migas.20
Penerapan kebijakan nasionalisasi di sektor hidrokarbon oleh Evo
Morales kemudian mendorong adanya respon dari pemerintah negara-negara yang
perusahaannya terancam terutama Brazil. Brazil mengeluarkan respon
18
Military, Bolivia – Economy, tersedia di
http://www.globalsecurity.org/military/world/bolivia/economy.htm diunduh pada 25 Desember
2015. 19
Associated Press, “Morales Defends Nationalization of Energy at EU-Latin America
Summit” tersedia di http://www.foxnews.com/story/2006/05/11/morales-defends-nationalization-
energy-at-eu-latin-america-summit/ diunduh pada 11 mei 2014. 20
Associated Press, “Morales Defends Nationalization of Energy at EU-Latin America
Summit”.
7
mengancaman akan mengadukan permasalahan nasionalisasi yang dijalankan
Bolivia tersebut ke badan arbitrase internasional.21
Evo Morales tetap tegas
dengan keputusannya untuk mengedepankan kemakmuran rakyat dan negara,
tanpa ada lagi perusahaan-perusahaan asing yang mengambil hak-hak rakyat
Bolivia. Hal tersebut dibuktikan dengan ungkapan Morales dalam sebuah surat
yang ditujukan untuk PBB pada tahun 2006 yaitu “…In my government private
property will be respected. It is true that we need investment, but we need
partners, not bosses, not owners of our natural resources”.22
Dalam statement tersebut, Morales mengatakan bahwa dalam
pemerintahan Bolivia, hak kepemilikan pribadi/swasta akan dihormati. Morales
mengatakan Bolivia memang benar sekali membutuhkan investasi, tetapi untuk
hal itu Bolivia membutuhkan mitra-mitra, bukan membutuhkan penguasa-
penguasa atas sumber daya alam Bolivia.
Terkait aspek hubungan bilateral, Bolivia dan Brazil selama ini telah
menjalin hubungan yang cukup baik dan mempunyai sejarah yang dekat. Selama
lebih dari 50 tahun, Bolivia dan Brazil memiliki hubungan yang dekat karena
hubungan saling ketergantungan setelah pasca perang Chaco (1932-1935). Selain
itu, saat Bolivia dilanda krisis politik yang semakin memuncak pada tahun 2003,
Brazil bersama dengan Venezuela berperan sebagai mediator demi menstabilkan
kondisi di Bolivia.23
21
Kaup, “Powering up: Latin America's energy challenges”, 26. 22
Jeffrey St. Clair, Address to the United Nations: We Need Partners, Not Bosses,
September 22-24, 2006, tersedia di http://www.counterpunch.org/2006/09/22/we-need-partners-
not-bosses/ diunduh pada 11 mei 2014. 23
Sarah John de Sousa, Brazil and Bolivia:The Hydrocarbon ‘Conflict’, (Fride Journal,
November 2006), 5.
8
Pada dasarnya, Brazil merupakan negara konsumen terbesar gas alam
Bolivia, dan perusahaan migas Petrobras milik Brazil menjadi investor terbesar di
ladang gas alam Bolivia.24
Kebijakan nasionalisasi dianggap akan merugikan
pihak Brazil. Pemerintah Brazil bahkan memberikan sikap keras dan mengancam
akan membatalkan rencana untuk berinvestasi sebesar 2 miliar dolar AS yang
pada mulanya direncanakan untuk mengembangkan sektor hidrokarbon Bolivia.25
Presiden Brazil, Lula da Silva, menginginkan diadakannya negosiasi
sebagai masa depan proses perdagangan sektor hidrokarbon antara kedua negara
guna menyelesaikan persoalan nasionalisasi hidrokarbon tersebut.26
Jika Bolivia
tetap bersikeras untuk melakukan nasionalisasi dan memberikan kontrak baru
dengan peningkatan harga gas tanpa negosiasi yang tepat, maka Lula da Silva,
yang didukung Petrobras, akan menyerahkan permasalahan ini untuk dibawa ke
arbitrase internasional.27
Pemerintah Brazil menegaskan akan tetap menghormati
kedaulatan Bolivia, namun Lula ingin bernegosiasi dengan tegas karena kebijakan
tersebut tidak hanya menyangkut kepentingan Brazil, tetapi juga kepentingan
Petrobras.28
Setelah melalui serangkaian proses negosiasi dengan Bolivia, pada tanggal
29 Oktober 2006, Brazil pada akhirnya menyetujui isi kontrak Supreme Decree of
Nationalization no. 28.701 dan menandatanganinya.29
Maka, penandatanganan
24
Crisis Talks on Bolivia Gas Move, 3 Mei 2006, tersedia di
http://news.bbc.uk/2/hi/americas/49643000.stm diunduh pada 14 Juni 2014. 25
Norman Gall, Gas in Bolivia: conflict and contracts, tersedia di
http://www.realinstitutoelcleano.org/analisis/1092/1092_Gall_Gas_Bolivia.pdf, diunduh pada 14
Juni 2014. 26
de Sousa, Brazil and Bolivia, 4. 27
de Sousa, Brazil and Bolivia, 4. 28
Crisis Talks on Bolivia Gas Move. 29
de Sousa, Brazil and Bolivia, 4.
9
dekrit tersebut menjadi elemen penting dalam upaya penguatan kepentingan
nasional Bolivia, melalui pengimplementasian kebijakan nasionalisasi secara
nasional.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menjadi permasalahan yang
menarik untuk dikaji dan diteliti dengan judul “Dampak Kebijakan Nasionalisasi
Perusahaan Migas Petrobras Brazil di Bolivia Terhadap Hubungan Bolivia–
Brazil Tahun 2006 – 2013’’.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan serta batasan masalah yang telah
diuraikan diatas, pertanyaan penelitian yang terkait ialah: “Bagaimana Dampak
Kebijakan Nasionalisasi Perusahaan Migas Petrobras Brazil di Bolivia Terhadap
Hubungan Bolivia–Brazil Tahun 2006–2013 ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana dampak dari kebijakan nasionalisasi
perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia terhadap hubungan bolivia
dengan Brazil Tahun 2006–2013.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi Bolivia dalam mencapai
kepentingannya melalui penerapan kebijakan nasionalisasi di sektor
hidrokarbon terhadap perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia tahun
2006-2013.
10
Manfaat dari penelitian ini bertujuan untuk:
1. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu menyumbang ilmu
pengetahuan di bidang hubungan internasional, khususnya kawasan
Amerika Selatan.
2. Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai
bagaimana dampak dari kebijakan nasionalisasi perusahaan migas
Petrobras Brazil di Bolivia terhadap hubungan bolivia dengan Brazil
Tahun 2006–2013.
3. Diharapkan penelitian ini mampu menambahkan wawasan bagi penulis
untuk mengembangkan potensi dalam penulisan karya ilmiah yang
sistematis.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian serupa dilakukan oleh Angela D. Gonzales dari Naval
Postgraduate School, Monterey, California, melalui tesisnya yang berjudul Social
Movement Mobilization and Hydrocarbon Policy in Bolivia and Ecuador Early
2000s. Tesis ini menjelaskan variasi antara Bolivia dan Ekuador dalam gerakan
mobilisasi sosial yang melahirkan nasionalisasi di sektor migas sejak tahun 2000-
an. Melalui variasi nasionalisasi di sektor migas antara Bolivia dan Ekuador dapat
membandingkan mengapa kebijakan nasionalisasi di Bolivia menuai banyak
protes dan merugikan banyak investor asing terutama Brazil melalui perusahaan
Petrobrasnya. Analisa ini membandingkan penerapan nasionalisasi di sektor
migas antara Bolivia dan Ekuador terhadap negara– negara investor asing lainnya.
Jangka waktu penelitian dari 1985 hingga saat ini memungkinkan untuk dapat
11
mengulas balik sejarah dan faktor-faktor lain yang membuat Bolivia yakin dalam
melakukan nasionalisasi di sektor hidrokarbon terutama migas. Adanya perilaku
masyarakat yang menentang model ekonomi neoliberal dalam sektor hidrokarbon
membuat munculnya gerakan mobilisasi sosial di Bolivia sejak awal tahun 2000-
an untuk menuntut nasionalisasi industri.
Penelitian kedua dilakukan oleh Agnes Chronika pada tahun 2008 dalam
judul skripsi “Relasi Brazil – Bolivia Pasca Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon
Bolivia Tahun 2006”, Program Studi Hubungan Internasional, FISIP, Universitas
Indonesia. Penelitian tersebut mengajukan petanyaan “Mengapa konflik antara
Brazil dan Bolivia dalam kasus nasionalisasi gas Bolivia 2006 dapat dihindari?”.
Dalam skripsi tersebut berusaha menjelaskan hubungan kedua negara dalam
mencapai kesepakatan renegosiasi kontrak migas pasca penerapan kebijakan
nasionalisasi tahun 2006 di Bolivia. Dengan menggunakan konsep nasionalisasi,
konflik, sektor hidrokarbon, dan bargaining theory, proses negosiasi dan
diplomasi dalam tawar – menawar kesepakatan kerjasama dilakukan sebagai jalan
menghindari konflik.
Penelitian ketiga ialah jurnal Marco Antonio Urioste Viera yang berjudul
Gas Political and Economic in Bolivia: How Would It Affect The Development of
The Potential Gas Market In Chile and Brazil?, yang dimuat dalam CAR
(CEPMLP Annual Review) Volume 12, 04 June, 2009, The Centre for Energy
Petroleum and Mineral Law and Policy, University of Dunde. Menurut Marco
Antonio Urioste Vier dalam tulisannya, Bolivia dipandang oleh rakyatnya sebagai
negara yang selalu dijarah oleh orang asing. Hal tersebut membuat Bolivia
12
menjadi negara termiskin di Amerika Latin dengan tingkat kemiskinan penduduk
60%. Privatisasi industri hidrokarbon membuat negara menderita, dan pada
akhirnya membahayakan bisnis dan transaksi yang merugikan investor asing
apalagi dengan adanya ketidakstabilan politik pada akhir tahun 1999 dan awal
tahun 2000. Dalam jurnal ini, Marco Antonio Urioste Viera juga menuliskan
mengenai keraguan akan kemajuan masa depan Bolivia di sektor migas melalui
latar belakang Bolivia yang dilanda gejolak politik. Terjadinya gejolak politik
tersebut menyebabkan ketidakstabilan sosial yang kemudian berkembang dan
berdampak pada industri migas Bolivia yang ikut terkena imbasnya dan membuat
pasokan dan transaksi bagi konsumen seperti Brazil, Chile, dan Argentina
dihentikan karena ketidakstabilan politik.
Brent Z. Kaup dalam tulisannya yang dimuat dalam LSE IDEAS, London
School of Economics and Political Science, London, UK. Vol. SU005, 2010, yang
berjudul Bolivia’s Nationalised Natural Gas: Social and Economic Stability
Under Morales 2006, juga menjelaskan bahwa nasionalisasi yang diterapkan Evo
Morales tergolong radikal dengan menyerukan kepada rakyat Bolivia bahwa “gas
adalah milik kita”. Dan juga Morales mengajukan nasionalisasi tanpa
pengambilalihan perusahaan pihak asing, akan tetapi dengan menerapkan pajak
dan tarif pembayaran yang tinggi bagi perusahaan-perusahaan asing tersebut.
Skripsi ini mengambil perbedaan dengan membahas dampak yang
dihasilkan dari Bolivia dalam menerapkan kebijakan nasionalisasi terhadap
perusahaan asing khususnya perusahaan Petrobras milik Brazil. Penelitian ini
mengkaji dengan melihat adanya berbagai dampak dalam segi ekonomi dan
13
politik dari penerapan kebijakan nasionalisasi melalui analisis kepentingan
Bolivia terhadap Brazil yang menjadi negara investor terbesar di sektor migas
melalui keputusan Evo morales. Hal tersebut disebabkan peningkatan
perekonomian dan prospek masa depan Bolivia pada akhirnya menjadi salah satu
kepentingan Bolivia yang ingin dicapai melalui pemberlakuan nasionalisasi
terhadap perusahaan–perusahaan migas di dalamnya, terutama Petrobras milik
Brazil yang menjadi negara investor migas terbesar di Bolivia.
E. Kerangka Teori
Dalam membahas dan menjawab pertanyaan penelitian tersebut,
dibutuhkan beberapa konsep yang relevan untuk dapat menganalisa fenomena apa
yang terjadi di Amerika Selatan khususnya terkait Bolivia dan Brazil, dan
mengetahui dengan jelas bagaimana dampak yang terjadi bagi Bolivia terhadap
Brazil pasca presiden Evo Morales menerapkan kebijakan nasionalisasi di sektor
hidrokarbon berupa nasionalisasi perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia
Tahun 2006-2013. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kepentingan nasional, konsep nasionalisasi, konsep interdependensi ekonomi, dan
konsep negosiasi.
1. Konsep Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional diklarifikasikan K.J.Holsti ke dalam tiga hal
sebagai berikut: Pertama, kepentingan dan nilai inti, sesuatu yang dianggap paling
vital bagi negara yang menyangkut eksistensi negara tersebut; Kedua, tujuan
jangka menengah, mengenai peningkatan derajat perekonomian suatu negara;
14
Ketiga, tujuan jangka panjang yaitu sesuatu yang bersifat ideal seperti keinginan
untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.30
Kepentingan nasional menjadi suatu alat bagi negara dalam mencapai
kesejahterannya. Kepentingan nasional digambarkan sebagai tujuan suatu negara
untuk bertahan hidup dalam membangun perekonomian untuk mencapai
kebutuhannya melalui sumber daya yang dimiliki. Konsep kepentingan nasional
itupun menjadi penting karena dapat menjelaskan perilaku politik luar negeri
suatu negara dan sebagai upaya untuk mengejar power, yang mana power tersebut
adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas
suatu negara terhadap negara lain.31
Menurut Joseph S. Nye, apapun bentuk pemerintahannya suatu negara
pasti akan selalu bertindak dalam kerangka kepentingan nasionalnya.32
Dengan
tercapainya kepentingan nasional suatu negara berarti negara akan berjalan
dengan stabil baik dari segi politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan dan
keamanan. Kepentingan nasional dianggap sebagai suatu petunjuk dasar dari
kebijakan luar negeri suatu negara yang secara otomatis mengarahkan kapan dan
kemana negara harus bergerak dalam sistem hubungan internasional. Dalam hal
ini, kepentingan nasional terutama dalam sektor hidrokarbon, dijadikan acuan oleh
Presiden Evo Morales sebagai elemen yang ingin dicapai Bolivia di masa
pemerintahannya.
30
Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, (Jakarta: Jayabaya University
Press, 1999), 63. 31
Couloumbis, A. Theodore dan James H. Wolfe, Introduction to International Relations:
Power and Justice, (New Jersey: Prentice Hall, 1982), 85. 32
Jospeh S. Nye. Understanding International Conflicts.(USA: Harper Collins College
Publisher, 1992), 40-41.
15
2. Konsep Nasionalisasi
Nasionalisasi didefinisikan sebagai pengambilalihan kepemilikan sektor–
sektor ekonomi, industri, keuangan, atau lembaga–lembaga pelayanan oleh
pemerintahan. Proses kepemilikan sesuatu yang semulanya milik asing menjadi
milik negara dapat diikuti dengan penggantian (kompensasi), atau tanpa
penggantian ganti rugi.33
Nasionalisasi melibatkan perolehan aset yang ada dan mentransfer
kepemilikannya kembali ke tangan publik.34
Menurut Keeton dan Beer, terdapat
lima alasan utama bagi negara untuk melakukan nasionalisasi yaitu ekonomi,
keuangan, sosial, strategis, dan alasan nasionalisme.35
Keeton dan Beer mengemukakan nasionalisasi dipandang bukan lagi suatu
kebijakan pengambilalihan paksa aset perusahaan milik pribadi/asing, karena
dalam era modernisasi saat ini sangat sedikit negara yang mengejar kebijakan
aktif nasionalisasi.36
Nasionalisasi menjadi suatu kebijakan mengenai pentingnya
suatu negara untuk mengontrol “commanding heights of the economy” dalam
sektor yang paling penting/utama.37
Sejumlah negara yang perekonomiannya dikontrol oleh negara, tidak dapat
sepenuhnya dikategorikan menerapkan kebijakan nasionalisasi. Nasionalisasi itu
sendiri menjadi opsi atau pilihan yang disepakati sebagai kebijakan ekonomi.
33
M. Burhan Tsani.Hukum dan Hubungan Internasional.(Yogyakarta: Liberty, 1990). 51. 34
Gavin Keeton dan Mike Beer, : a mining industry perspective. Report for the mining
industries association of southern Africa. July 2011, 1, tersedia di
http://www.miasa.org.za/Documents/Nationalisation%20%20MIASA%20position%20on%20state
%20participation%20in%20mining%202012.pdf , diunduh pada 20 September 2014. 35
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 1. 36
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 2. 37
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 1.
16
Fakta menunjukkan bahwa negara negara yang cenderung menerapkan
nasionalisasi ialah negara yang berbentuk tirani atau otokratis (contohnya Bolivia,
Venezuela, Zimbabwe).38
Pada awalnya nasionalisasi dilakukan oleh negara- negara komunis yang
dipelopori oleh Uni Soviet, negara–negara Asia-Afrika, dan Eropa Barat.
Tindakan tersebut menjadi syarat esensial untuk pelaksanaan pembangunan dan
dalam kepentingan ekonomi dan sosial suatu negara.39
Di masa lalu, ide nasionalisasi dianggap dan dipromosikan oleh fraksi-
fraksi politik bahwa negara harus mengontrol alat-alat produksi dan distribusi
dalam perekonomian. Dalam hal tersebut, ideologi menekankan tentang perlunya
negara untuk mengambil posisi dalam mengontrol pusat perekonomian dari sektor
yang paling terpenting. Untuk mencapai posisi tersebut dan melaksanakan
kebijakan kontrol negara itu dinilai memerlukan tindakan menasionalisasi
produsen/perusahaan swasta, untuk menjalankan metode berupa menciptakan
perusahaan yang dikendalikan oleh negara dari awal.40
38
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 1. 39
Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, 51. 40
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 2.
17
Tabel I.2.1. Negara yang Menerapkan Nasionalisasi Sebagai Kebijakan.
Sumber: Report for the Mining Industries Association of Southern Africa.
41
Dalam tabel diatas dapat dilihat negara-negara yang baru dan telah
menjalankan kebijakan nasionalisasi. Tabel tersebut menunjukkan sebagian
negara-negara dimana nasionalisasi belum dikesampingkan dan tetap dijalankan
sebagai kebijakan seperti Venezuela, Bolivia, Zimbabwe, dan Argentina. Dan
negara-negara yang mungkin akan membangkitkan dan menjalankan kebijakan
nasionalisasi seperti Brazil, Cina, dan Malaysia. Serta negara-negara yang
menganggap nasionalisasi hanyalah sebagai kebijakan yang masa lalu dan tidak
akan dipertimbangkan lagi untuk saat ini seperti Botswana, Nambia, Zambia,
Chili, Norwegia, dan Swedia.42
Pada skripsi ini, penulis mengimplementasikan konsep nasionalisasi yang
diterapkan oleh negara Bolivia. Bolivia menekankan kebijakan nasionalisasi
bukan berupa pengambilalihan aset perusahaan asing salah satunya Petrobras
selaku perusahaan asing terbesar di sektor hidrokarbon Bolivia. Bolivia melalui
kebijakan nasionalisasinya lebih menekankan kepada kontrol penuh sektor
hidrokarbon kembali pada negara dengan melalui YPFB selaku perusahaan migas
41
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 20. 42
Keeton dan Beer, Nationalisation: a mining industry perspective, 20.
18
milik negara Bolivia.43
Kegiatan dalam sektor hidrokarbon Bolivia yang meliputi
harga jual gas, penentuan wilayah eksplorasi, dan pembagian hasil untuk tidak
lagi dikontrol oleh perusahaan asing. Kebijakan nasionalisasi yang dijalankan
Bolivia berdasarkan pada alasan dan kepentingan ekonomi, sosial, keuangan,
strategis, dan juga nasionalisme berupa kedaulatan sumber daya alam Bolivia.
3. Konsep Interdependensi Ekonomi
Menurut Baldwin, Interdependensi menghasilkan keuntungan ketika
keterkaitan ekonomi antar negara yang berkaitan melebihi dari hasil yang dituju,
dengan kata lain interdependensi ekonomi dapat dikategorikan sebagai celah yang
dapat digunakan oleh suatu negara agar bisa balik modal dengan cepat. Namun
bila berlanjut terlalu jauh dalam mengejar kepentingannya, pada akhirnya dapat
memutus hubungan ekonomi yang telah berlangsung.44
Keohane dan Nye mengemukakan bahwa interdependensi ekonomi
mengakibatkan hubungan dengan biaya dan pengeluaran yang besar. Karena
adanya biaya yang besar dalam ketergantungan tersebut, maka dalam jangka
pendek akan terjadi indikasi pemutusan hubungan dagang antara kedua negara
seperti munculnya berbagai permasalahan dan dalam jangka panjang, pada
akhirnya dalam jangka panjang hubungan perekonomian akan putus meskipun
dilakukan berbagai pendekatan untuk memulainya kembali.45
43
Christian Velasquez Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia: How
are the Gas and Oil Revenues Distributed?, (Saarbrücken: Lambert Academy Publishing, 2012),
13. 44
Mark J.C.Crescenzi, Economic Interdependence and Conflict in World Politics. (North
Carolina: University of North Carolina, Chapel Hill, 2002), 57. 45
Crescenzi, Economic Interdependence and Conflict in World Politics, 57.
19
Menurut Keohane dan Nye, dependensi memiliki indikasi dari pengeruh
eksternal terhadap karakteristik negara dan otonominya. Dan setelah itu barulah
interdependensi menjadi tahapan selanjutnya antara dua negara.
Interdependensi dijelaskan oleh Keohane dan Nye sebagai berikut:
...characterized by reciprocal effects among countries, where there are
reciprocal (although not necessarily symmetrical) costly effects of transactions,
there is interdependence.46
Interdependensi dikategorikan dari dampak timbal balik antar negara.
Meskipun adanya timbal balik yang tidak seimbang dari perdagangan antar
negara, itulah yang disebut interdependensi (terjemahan oleh penulis).
Keohane dan Nye menjelaskan bahwa dalam interdependensi terdapat cost
and benefit. Benefit harus ada dalam hubungan interdependensi karena merupakan
tujuan utama negara, sebaliknya cost hanyalah menguntungkan satu negara dan
dan dirugikan salah satunya, dan berindikasi adanya pemutusan hubungan.47
Konsep ini penulis gunakan untuk menganalisis pengaruh ketergantungan
ekonomi antara Brazil dan Bolivia dalam penerapan nasionalisasi hidrokarbon
oleh Presiden Evo Morales.
4. Konsep Negosiasi
Negosiasi adalah pusat komponen proses pembuatan kebijakan nasional
berupa agenda setting, untuk menentukan apa masalah yang harus ditangani oleh
para pembuat kebijakan, mengeksplorasi pilihan, menemukan solusi dan
46
Crescenzi, Economic Interdependence and Conflict in World Politics, 47-48. 47
Crescenzi, Economic Interdependence and Conflict in World Politics, 48.
20
menjamin adanya dukungan dari pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa
kebijakan yang direncanakan diimplementasikan secara berkelanjutan.48
Negosiasi menurut Ikle didefinisikan sebagai:
A process which explicit proposal are put forward ostensibly for the
purpose of reaching agreement on an exchange or on the realization of common
interest where conflicting interest. It is the confrontation of explicit proposal
that distinguishes negotiation from tacit bargaining and other forms on conflict
behavior49
.
Negosiasi merupakan sebuah proses yang mencakup persetujuan yang
eksplisit berada di dalam suatu perjanjian pada suatu realisasi dimana
kepentingan saling beradu dengan kepentingan lainnya. Ini merupakan suatu
konfrontasi dialog antar proposal mengenai penggunaan negosiasi yang baik
tidak terlepas dari pertimbangan dan permasalahan yang ada (terjemahan oleh
penulis).
Ikle juga mengidentifikasi negosiasi menjadi lima tujuan yaitu:50
1. Ekstensi perjanjian: melakukan perpanjangan perjanjian yang ada
2. Normalisasi perjanjian: bertujuan untuk mengakhiri konflik kekerasan,
atau untuk menjalin kembali hubungan diplomatik
3. Redistribusi perjanjian: permintaan untuk mengubah keuntungan
seseorang, yang dianggap merugikan pihak lainnya
4. Inovasi perjanjian: pengaturan hubungan atau kewajiban /peraturan baru
bagi pihak-pihak yang terlibat (dalam suatu perjanjian)
5. Mempengaruhi, di luar isi perjanjian: melalui propaganda, intelijen, atau
menghalangi pihak lawan
Ikle memaparkan bagaimana proses negosiasi mengarahkan kepada
penentuan persyaratan tertentu dalam suatu perjanjian, bahwa setiap pihak pada
48
Tanya Alfredson dan Azeta Cungu, “Negotiation Theory and Practice: A Review of the
Literature.” FAO EASYPol Online Resource Materials for Policy Making.Vol. 179 2008, 2. 49
Fred Charles Ikle, Modern Diplomacy, (New York: Longman, 1989), 76-77. 50
Fred Charles Ikle, How Nations Negotiate, 1964, dalam Alexandra Garcia Iragorri,
“Negotiation In International Relations”, Revista De Derecho, Universidad Del Norte, 19: 91-102,
2003, 94.
21
dasarnya memiliki tiga pilihan: a) menerima kesepakatan sesuai syarat-syarat
yang diperkirakan dapat diterima oleh pihak lawan – persyaratan terbuka, b)
menghentikan negosiasi tanpa disertai kesepakatan, dan juga tanpa adanya
maksud untuk melanjutkannya kembali, dan c) mencoba meningkatkan
persyaratan (yang tersedia) melalui perundingan yang lebih lanjut.51
Ikle
berpendapat bahwa masing-masing pihak dapat mendorong atau menghalangi
lawan melalui penggunaan strategi peringatan, gertakan, ancaman, serta komitmen
secara tepat.52
Zartman dan Berman mendefinisikan negosiasi sebagai:53
A process in which divergent values are combined into an agreed decision,
and it is based on the idea that there are appropriate stages, sequences,
behaviors, and tactics that can be identified and used to improve the conduct of
negotiations and better the chances of success.
Suatu proses dimana nilai-nilai yang berlainan digabungkan menjadi suatu
keputusan yang disepakati, dengan berdasarkan pada ide/gagasan bahwa
terdapat kesesuaian dalam hal tahapan, urutan, perilaku, serta taktik yang dapat
diidentifikasi dan digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan negosiasi serta
memperbesar peluang keberhasilan (terjemahan oleh penulis).
Untuk menjelaskan bagaimana proses negosiasi berlangsung, Zartman dan
Berman memperkenalkan suatu model yang mengindentifikasi tiga tahapan,
masing-masing berlaku untuk persoalan dan perilaku yang berbeda. Tiga tahapan
tersebut yakni: 1) Mendiagnosis suatu situasi/keadaan lalu memutuskan untuk
mencoba bernegosiasi, 2) Menegosiasikan suatu rumusan atau definisi umum dari
sesuatu yang diperselisihkan untuk menemukan dan menyetujui sebuah solusi,
dan 3) Menegosiasikan rincian untuk mengimplementasikan rumusan atas poin-
51
Ikle, How Nations Negotiate, 94. 52
Ikle, How Nations Negotiate, 94. 53
Zartman, I.W. dan Berman, M.R. The Practical Negotiator. (New Haven. CT: Yale
University Press. 1982), 2.
22
poin yang tepat bagi suatu sengketa/perselisihan.54
Kedua penulis tersebut juga
menyarankan bahwa tahapan-tahapan tersebut lebih konseptual dibandingkan
kenyataan, dan bahwa dalam negosiasi yang sesungguhnya, fase tersebut tidak
selalu terbatas, melainkan cenderung saling tumpang-tindih.55
Dalam kebijakan nasionalisasi tersebut, Bolivia menekankan untuk
renegosiasi kontrak baru sektor hidrokarbon terhadap perusahaan-perusahaan
asing khususnya Petrobras. Bolivia melalui kebijakan nasionalisasinya
menginginkan adanya redistribusi dan inovasi perjanjian kontrak perdagangan gas
antara YPFB dengan Petrobras. Adanya kepentingan kedua negara dalam sektor
hidrokarbon tersebut membuat negosiasi menjadi pilihan demi mencapai
kepentingan masing-masing negara.
Bolivia mempunyai kepentingan untuk memberantas kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengembalikan sektor hidrokarbon
dikontrol kembali oleh negara, sedangkan Brazil mempunyai kepentingan untuk
menjamin ketersediaan energi bagi negaranya dan mendapatkan harga beli yang
murah. Dalam mencapai kesepakatan renegosiasi kontrak sektor hidrokarbon
tersebut, Bolivia mewakili YPFB dan Brazil mewakili Petrobras melakukan
negosiasi untuk mencapai kesepakatan.
F. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
yang dilatarbelakangi oleh pemikiran rasional dan menekankan objektivitas dan
54
Zartman, I.W. dan Berman, M.R. dalam Alexandra Garcia Iragorri, “Negotiation In
International Relations”, Revista De Derecho, Universidad Del Norte, 19: 91-102, 2003, 97. 55
Ibid, 97.
23
dipaparkan secara deskriptif analisis. Penelitian kualitatif ini merupakan suatu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.56
Penelitian ini dibuat
denganmenjelaskan dan menganalisa permasalahan berdasarkan data dan
informasi yang dikumpulkan. Dalam penelitian kualitatif, para peneliti tidak
mencari kebenaran dan moralitas, tetapi lebih kepada mencari pemahaman.57
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan dengan
mencari informasi berupa berita analisis, konsep-konsep hasil pemikiran para ahli
yang dimuat dalam buku karya tulis ilmiah, artikel, jurnal hubungan internasional
dan jurnal politik, dan juga didapat dari lembaga-lembaga pemerintahan, juga
studi kepustakaan ke berbagai perpustakaan seperti perpustakaan Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional
Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia. Data kualitatif yang sudah diperoleh
kemudian diolah dan dijelaskan menggunakan analisis deskriptif.
Sebagai pedoman penulisan karya ilmiah ini, teknik penulisan dilakukan
berdasarkan pada buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012,
disusun oleh tim Penyusun Panduan Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
56
Bogdan, dan Tylor, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 1989), 3. 57
LexMoelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya, 1990), 8.
24
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini akan dibagi
menjadi lima bab yang dirinci sebagai berikut:
BAB I memaparkan mengenai pendahuluan yang berisi pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II menjelaskan mengenai hubungan Bolivia-Brazil dalam sektor
hidrokarbon. Dalam bab ini memaparkan mengenai hubungan ekonomi dan
politik Bolivia-Brazil sebelum kebijakan nasionalisasi tahun 2006, kerjasama
hidrokarbon antara bolivia dengan brazil melalui pembangunan tiga jalur pipa
yakni jalur pipa Gasbol, Cuiaba, dan Gasyrg, dan peran Petrobras di Bolivia.
BAB III menjelaskan mengenai kebijakan nasionalisasi perusahaan migas
asing di Bolivia. Bab ini mencakup tentang sejarah hidrokarbon di Bolivia,
potensi sektor hidrokarbon di Bolivia, pemaparan tentang kebijakan privatisasi
tahun 1994 yang menjadi awal mula perusahaan asing menguasai sektor
hidrokarbon di Bolivia, kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia tahun
2006, kondisi Petrobras Brazil dan Bolivia terkait kebijakan nasionalisasi tahun
2006, serta sikap pemerintah Brazil terhadap kebijakan nasionalisasi sektor
hidrokarbon Bolivia tahun 2006 yang mencakup mengenai kecaman pemerintah
Brazil terhadap kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia dan
renegosiasi kontrak baru sektor hidrokarbon Bolivia antara Bolivia dengan Brazil
melalui YPFB dan Petrobras.
25
BAB IV merupakan bagian paling terpenting dari penelitian ini. Dalam
bab ini akan dikaji hasil penelitian penulis mengenai analisis dampak kebijakan
nasionalisasi perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia terhadap hubungan
Bolivia dengan Brazil tahun 2006-2013. Bab ini menjelaskan mengenai
kepentingan nasional Bolivia dalam melakukan kebijakan nasionalisasi terhadap
Petrobras Brazil, kepentingan nasional Brazil, dan juga menjelaskan dampak
ekonomi dan politik yang dihasilkan terhadap hubungan Bolivia-Brazil pasca
penerapan kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia tahun 2006.
BAB V merupakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dipaparkan dan
dianalisa sebelumnya.
26
BAB II
HUBUNGAN BOLIVIA – BRAZIL DALAM SEKTOR HIDROKARBON
Bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, penjelasan mengenai
hubungan ekonomi dan politik Bolivia dengan Brazil sebelum kebijakan nasionalisasi
tahun 2006. Bagian kedua, menjelaskan tentang kerjasama antara Bolivia dengan
Brazil dalam sektor hidrokarbon, terutama gas alam mencakup dalam kerjasama
proyek jalur pipa Gasbol, proyek jalur pipa Cuiaba, dan proyek jalur pipa Gasyrg.
Kemudian bagian ketiga, menjelaskan tentang perusahaan Petrobras Brazil di Bolivia
mencakup perannya di dalam sektor hidrokarbon Bolivia.
A. Hubungan Ekonomi dan Politik Bolivia-Brazil Sebelum Kebijakan
Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006
Hubungan ekonomi antara Bolivia dengan Brazil telah terjalin sejak lama
melalui perdagangan ekspor-impor kedua negara. Bolivia pada dasarnya bergantung
pada Brazil dalam hal impor barang-barang industri, bahan baku, maupun kendaraan
bermotor. Begitu pula dengan Brazil yang bergantung bahan bakar gas alam dari
Bolivia. Brazil dinilai mempunyai peran yang penting terhadap aktivitas ekspor
Bolivia. Pada tahun 2001, Brazil menggeser posisi AS sebagai tujuan utama ekspor
Bolivia. Begitu pula di akhir tahun 2005, kedudukan Brazil sebagai negara tujuan
ekspor utama Bolivia semakin menempati posisi yang signifikan dengan menempati
27
urutan pertama negara tujuan ekspor Bolivia dengan tingkatan sejumlah: Brazil
(45,5%), AS (10,8%), Argentina (9,2%), Kolombia (6,8%), Jepang (5,5%), dan Korea
Selatan (4,3%).58
Bolivia dan Brazil juga aktif tercatat sebagai anggota dalam berbagai forum
kerjasama ekonomi di wilayah Amerika Latin. Kerjasama ekonomi di regional
tersebut berawal sejak era import substitution pada tahun 1950an-1960an untuk
memperkuat isolasi komersial antar negara Amerika Latin satu sama lain. Kemudian
beralih kepada common markets sejak tahun 1960an-1970an yang diawali dengan
perjanjian tertulis dalam konten ekonomi kecil.59
Bolivia dan Brazil turut aktif dalam keanggotaan FTAA yang diciptakan pada
bulan Desember tahun 1994 yang bertujuan untuk menciptakan pasar bebas di
Amerika Latin bagi seluruh produsen di dunia. Namun. FTAA sendiri mengalami
kegagalan dan berakhir di tahun 2005.60
Begitupula dengan keikutsertaan Bolivia dan
Brazil dalam perjanjian-perjanjian kerjasama perdagangan regional di Amerika Latin
seperti Andean Community, Central American Common Market, Caribbean
Community, dan Mercosur yang juga mengalami kegagalan di awal tahun 2000an.61
Hingga pada akhirnya, hubungan perdagangan bilateral antar negara yang menjadi
58
“Bolivia”, tersedia di http://www.cia.gov/ diunduh pada 9 Januari 2016. 59
Sherry M. Stephenson dan Gary Clyde Hufbauer, The Free Trade Area of the Americas: How
Deep an Integration in the Western Hemisphere?, Revised December 2004, 4. tersedia di
https://www.aeaweb.org/assa/2005/0107_1015_1402.pdf diunduh pada 10 Januari 2016. 60
Fast Facts, Free Trade Agreement of The Americas (FTAA), 1. Tersedia di
http://www.exportvirginia.org/fast_facts/Current/FF_Issues_FTAA.pdf diunduh pada 10 Januari 2016. 61
Stephenson dan Hufbauer, The Free Trade Area of the Americas, 8.
28
interaksi ekonomi yang berjalan dikarenakan forum kerjasama ekonomi di regional
dinilai tidak berjalan efisien. Hal tersebut membuat hubungan Bolivia dan Brazil
dalam melakukan kerjasama bilateral sektor hidrokarbon di bidang perdagangan gas
alam semakin dekat.
Hubungan politik antara Bolivia dan Brazil pada dasarnya terbilang cukup
harmonis jika dilihat dari sejarah kedua negara. Kedekatan geografis antar kedua
negara membuat interaksi politik berjalan dengan baik. Hubungan bilateral antara
kedua negara mulai terlihat aktif di akhir tahun 1900an, disaat Brazil yang pada saat
itu sudah hampir mencapai kestabilan ekonomi dan politik mulai mencoba untuk
mengembangkan keinginannya sebagai salah satu kekuatan regional Amerika Selatan
yang baru.62
Ketika Bolivia mengalami krisis politik dan semakin memuncak pada tahun
2003, Brazil secara pribadi memberikan saran dan nasihat politik baik kepada
Presiden Bolivia saat itu Presiden Gonzalo, dan juga terhadap pemimpin utama
kelompok oposisi pada saat itu, Evo Morales. Hal tersebut dilakukan Brazil untuk
membantu Bolivia dalam mencapai kestabilan politik serta perdamaian di interal
Bolivia.63
Namun pada perkembangannya, hubungan politik antara Bolivia dengan
Brazil juga terlibat permasalahan. Adanya isu nasionalisasi berupa referendum
62
Cynthia Arnson dan Paulo Sotero, Brazil As a Regional Power: Views From the Hemisphre,
Latin America Program Brazil Institute, Wodrow Wilson International Center for Scholars, 7. 63
de Sousa, Brazil and Bolivia, 5.
29
kebijakan nasionalisasi tahun 2004 yang dilakukan pemerintah Bolivia membuat
Brazil mulai mengkhawatirkan ketersediaan energinya dari gas alam Bolivia dan
menekan pemerintahan Bolivia pada saat itu agar kebijakan nasionalisasi Bolivia
tidak diputuskan secara sepihak.
B. Kerjasama Sektor Hidrokarbon Bolivia-Brazil
Hubungan antara Bolivia dengan Brazil telah terjalin cukup lama dan
mempunyai sejarah yang dekat. Selama lebih dari 50 tahun, Bolivia dan Brazil
memiliki kedekatan hubungan dan saling ketergantungan setelah pasca perang Chaco
(1932-1935).64
Ketergantungan kedua negara tersebut membuat adanya kerjasama
antara Bolivia dengan Brazil. Melihat banyaknya kandungan cadangan gas alam
Bolivia, dan Kurangnya sumber energi gas alam di Brazil membuat kedua negara
tersebut menjalin kerjasama dalam sektor hidrokarbon terutama gas alam.
Potensi kekayaan sumber daya alam dan cadangan gas Bolivia mulai
diketahui pada tahun 1996. Bolivia memiliki cadangan gas alam bersertifikat sebesar
47 triliun kaki kubik dan 452 juta barel cadangan minyak mentah. Hal ini yang
membuat Bolivia menjadikan sektor hidrokarbon gas alam menjadi sumber
pemasukan utama.65
64
de Sousa, Brazil and Bolivia, 5. 65
Lykee E. Andersen dan Robert Faris, Natural Gas and Income Distribution in Bolivia, Andean
Competitive Project Working Papers, Instituto de Investigaciones Socio-Económicas Universidad
Católica Boliviana, La Paz, Bolivia, Center for International Development Harvard University,
Cambridge, Massachusetts, 1.
30
Grafik II.B.1. Ekspor Gas Alam Bolivia (1972 – 2019)
Sumber: YPFB dalam lykee E. Andersen & Robert Faris66
Dalam grafik tersebut dapat dilihat pertama kali sejak tahun 1972 Bolivia
melakukan ekspor gas alamnya ke Argentina hingga berakhir pada pertengahan tahun
1999. Hingga pada akhirnya dilanjutakan oleh Brazil sebagai importir utama gas alam
Bolivia dengan perjanjian perdagangan yang dimulai pada tahun 1999 hingga
diproyeksikan jumlah ekspor gas alam ke Brazil hingga tahun tahun 2019 semakin
meningkat.
Bolivia membutuhkan pasar ekspor baru bagi gas alamnya sebagai pengganti
Argentina. Di lain pihak, Brazil melalui Petrobras mulai memanfaatkan sumber daya
gas alam sebagai energi sekunder di awal tahun 1990-an, dengan persentase distribusi
2% dibandingkan minyak. Brazil memprediksi bahwa seiring dengan meningkatnya
66
Andersen dan Faris, Natural Gas and Income Distribution in Bolivia, 9.
31
harga minyak dunia, maka dalam jangka panjang permintaan akan kebutuhan energi
alternatif juga akan semakin meningkat. Hal tersebut membuat Brazil menilai gas
alam Bolivia dapat dijadikan sumber energi baru bagi negerinya.67
Kurun waktu tahun 1999 hingga tahun 2004, permintaan dunia terhadap
sektor gas alam meningkat hingga 20% per tahun. Pemasok gas dari Bolivia ke Brazil
hampir mencapai setengah dari total impor gas alam Brazil (42%). Impor gas alam
digunakan sebagian besar untuk sektor industri baik swasta maupun BUMN yang ada
di Brazil yang mengkonsumsi hampir 60% dari total pasokan gas alam, kemudian
digunakan untuk pembangkit tenaga listrik sejumlah 22,5%, dan sektor transportasi
sejumlah 14%.68
Kerjasama sektor hidrokarbon Bolivia dengan Brazil dimulai pada bulan
November 1991, Petrobras dan Yacimentos Petroliferos Fiscales Bolivinos (YPFB)
dengan kementerian energi dan hidrokarbon Bolivia menandatangani Letter of Intent
dalam membentuk integrasi energi antara Bolivia dan Brazil.69
Dokumen letter of
intent tersebut menyatakan keputusan kedua Negara mengenai kesepakatan
pembelian dan penjualan gas alam Bolivia dengan volume awal 8 juta meter kubik
per hari, dengan rencana akan menggandakan penjualan volume gas berikutnya
67
Peter L. Law dan Nelson de Franco, International Gas Trade-The Bolivia-Brazil Gas Pipeline,
Public Policy for the Private Sector, The World Bank Group Finance, Private Sector, and
Infrastructure Network, Note No.144, May 1998, 1-2. 68
“Bolivia” http://www.cia.gov/ dalam skripsi agnes chronika, Relasi Brazil-Bolivia Pasca
Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Program
Sarjana Reguler Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Juni 2008, 67. 69
Edna Maria B. Gama Coutinho, Bolivia-Brazil Gas Pipeline, Infrastructure Report,
Infrastructure Projects Division, April 2000 No.45, 1.
.
32
menyesuaikan dengan pertumbuhan pasar perekonomian Brazil dan ukuran cadangan
gas alam Bolivia.70
Brazil melalui Petrobras melakukan kerjasama untuk berpartisipasi dalam
kegiatan eksplorasi dan produksi di sektor hidrokarbon Bolivia. Petrobras merupakan
perusahaan besar kepemilikan Brazil yang bergerak di sektor energi. Petrobras
beroperasi sebagai perusahaan yang terintegrasi di sektor energi mencakup eksplorasi
dan produksi, penyulingan, pemasaran, transportasi, petrokimia, distribusi produk
minyak, gas alam, listrik, gas kimia, serta biofuel. Petrobras didirikan pada 3 Oktober
1953 oleh presiden Brazil saat itu, Getúlio Vargas, untuk melakukan kegiatan di
sektor minyak Brazil.71
1. Bolivia-Brazil (Gasbol) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa gas Bolivia-
Brazil)
Pada 17 februari 1993, Petrobras72
dan YPFB73
mulai menandatangani
kontrak pembelian dan penjualan dengan menerima pembiayaan pembangunan
70
Coutinho, Bolivia-Brazil Gas Pipeline, 1. 71
Petrobras, History, tersedia di http://www.petrobras.com/en/about-us/our-history/ diunduh
pada 8 Maret 2015. 72
Petrobras atau Petróleo Brasileiro S.A. merupakan sebuah perusahaan energi milik negara
Brazil yang bergerak dalaqm eksplorasi minyak dan gas alam; produksi, penyulingan dan pasokan
minyak mentah serta produk minyak; termasuk juga pembangkit tenaga listrik yang menggunakan
sumber energi terbarukan. Hasil produk Petrobras di antaranya petrokimia, biofuel, bensin, etanol,
pelumas, minyak oli, aspal, pupuk, LPG, LNG dan VNG. Lihat BN Americas, Petróleo Brasileiro
S.A., tersedia di http://www.bnamericas.com/company-profile/en/petroleo-brasileiro-sa-petrobras-
brasil diunduh pada 29 Desember 2015 73
YPFB atau Yacimentos Petroliferos Fiscales Bolivinos adalah perusahaan hidrokarbon negara
Bolivia yang didirikan tahun 1936 dan berbasis di La Paz dengan menjalankan eksplorasi, produksi,
penyulingan, transportasi dan distribusi minyak, gas, serta turunannya. Perusahaan ini memiliki
beberapa anak perusahaan meliputi unit-unit hulu YPFB Andina dan YPFB Chaco, ataupun unit
M
e
n
u
r
u
t
33
proyek jalur pipa gas yang menghubungkan ladang gas Bolivia ke Brazil. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan ekspor gas Bolivia ke wilayah industri Sao Paolo di
Brazil. Kontrak tersebut terus direvisi untuk mengakomodasi perubahan tenggang
waktu pembangunan dan volume gas hingga tahun 1996. Setelah pembiayaan
pembangunan diselesaikan, proyek jalur pipa Bolivia-Brazil mulai dijalankan pada
bulan Juli 1997.74
Jalur pipa gas tersebut menjadi proyek infrastruktur besar pertama
yang melibatkan sektor swasta di Brazil, meskipun pada tahun itu kondisi pasar dan
infrasruktur distribusi gas alam masih sangat terbatas.75
Gambar II.B.1.1. Denah Jalur Pipa Gasbol Bolivia- Brazil
Sumber: Bolivia-Brazil Gas Pipeline, Infrastructure Projects Division.
76
operasi hilir YPFB Transporte, YFPB Refinación, YPFB Logistica dan YPFB Aviación. Lihat BN
Americas, Yacimentos Petroliferos Fiscales Bolivinos, tersedia di
http://www.bnamericas.com/company-profile/en/yacimientos-petroliferos-fiscales-bolivianos-ypfb
diunduh pada 29 Desember 2015. 74
Petrobras, History. 75
Law & de Franco, Public Policy for the Private Sector, 1. 76
Coutinho, opcit. 2.
34
Gambar tersebut menjelaskan mengenai proyek pembangunan pipa Gasbol
Bolivia ke Brazil yang terdiri dari 3.150 km jalur pipa yang menghubungkan kota Rio
grande di Bolivia, ke kota Porto Alegre di Brazil. Dalam gambar tersebut dapat
dilihat pemasangan pipa untuk mentransfer gas alam dari Bolivia ke Brazil
membentang melewati 5 negara bagian di Brazil, dan 135 kota (11 di negara bagian
Mato Grosso do Sul, 70 di Sao Paulo, 13 di Parana, 27 di Santa Catarina, dan 14 di
Rio Grande do Sul). Proyek pembangunan pipa ini menjadi proyek terbesar di
Amerika Selatan. Total investasi yang dilakukan Brazil dalam proyek pembangunan
pipa ini diperkirakan mencapai US $ 2.154 miliar, sejumlah US $ 1.719 miliar
disesuaikan dengan banyaknya pipa di Brazil.77
Tabel II.B.1.2. Tabel Keterangan Pipa GASBOL di Tiap Kota.
Sumber: Gaspetro, dalam Bolivia-Brazil Gas Pipeline, Infrastructure Projects
Division.78
77
Coutinho, opcit. 1. 78
Coutinho, opcit. 1.
35
Tabel diatas menjelaskan panjang dan lebar pembangunan pipa Gasbol di tiap
kota Bolivia-Brazil dengan stasiun kompresor di tiap kota nya. Pipa gas memiliki
diameter 32 inci dari sepanjang bagian wilayah Rio Grande di Bolivia hingga ke
wilayah Campinas di Brazil, dan memiliki 16 stasiun kompresor. Empat stasiun akan
ditempatkan di Bolivia (Izozog, Chiquitos, Roboré, Yacuses) dan 12 stasiun lainnya
ditempatkan di Brazil (Albuquerque, Guaicurus, Anastacio, Campo Grande, Mimoso,
Rio Verde, Mirandopolis, Penápolis, Ibitinga, São Carlos, Araucária dan Biguaçu).79
Proyek pipa Gasbol mulai beroperasi pada 1 Juli 1999. Jumlah rata–rata
pengiriman gas selama tahun 1999 sejumlah 1.99 juta /hari. Dan pada 31 Maret
2000, tahap kedua pipa gas diresmikan untuk memenuhi permintaan di Brazil selatan
dengan peningkatan total pengiriman gas sebesar 8 juta /hari.80
2. Bolivia-Brazil (Cuiaba) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa Gas Cuaiaba
Bolivia–Brazil)
Pada tahun 2000-2001, adanya krisis energi di Brazil membuat pemerintah
brazil ingin melakukan reformasi di sektor energi pada saat itu. Brazil menggunakan
pembangkit listrik tenaga air sebagai sumber energinya. Namun, adanya kekeringan
yang parah membuat sektor-sektor industri di Brazil kekurangan pasokan energi dan
membuat kebutuhan negara akan pertumbuhan ekonomi kurang terpenuhi. Hingga
pada akhirnya pada tahun 2000, pemerintah Brazil mengembangkan rencana untuk
79
Coutinho, opcit. 2. 80
Coutinho, opcit. 4.
36
melakukan diversifikasi pasokan energi listrik melalui tenaga air, dan memenuhi
meningkatnya permintaan listrik di Brazil dengan menggunakan pasokan gas alam.81
Pembangunan jalur pipa di wilayah Cuiaba, Brazil, merupakan proyek pipa
kedua Bolivia dengan Brazil setelah pembangunan pipa Gasbol. Proyek
pembangunan jalur pipa sepanjang 391 mil dioperasikan pada bulan April 2002.
Pembangunan jalur pipa ini dimulai dari wilayah Rio San Miguel, Bolivia, kemudian
melewati San Matias dan meluas ke Cuiaba.82
Pipa ini mengambil jalur dari pipa
utama Gasbol yang telah ada sebelumnya (lihat gambar sebelumnya II.A.1.1. denah
pipa Gasbol) yang berdiameter 32 inci, kemudian disambung dengan pipa
berdiameter lebih kecil berukuran 18 inci di Bolivia yang terhubung hingga ke
pembangkit listrik berkapasitas 480 megawatt ada di wilayah Cuiaba di negara bagian
Mato Grosso, Brazil. Total biaya pembangunan pipa ini hampir sejumlah 600 juta
dolar AS, dengan sekitar 200 juta dolar AS untuk pembangunan pipa gas, dan 400
juta dolar AS untuk pembangkit listrik.83
Menteri energi Brazil pada saat itu, Dilma Rouseff mengumumkan pada
bulan Desember 2003 mengenai keinginan presiden Brazil, Lula da Silva di tahun
2004 untuk menyusun rencana mengenai peningkatan penggunaan gas alam sebagai
81
Chris Ellsworth & Eric Gibbs, “Critical Issues in Brazil’s Energy Sector. Brazil Natural Gas
Industry: Missed Opportunities On The Road To Liberalizing Markets”, James A. Baker III Institute
for Public Policy, March 2004, 1. 82
World Markets Research Centre, WMRC Country Report: Bolivia (Energy), 03 January 2005. 83
The Cuiabá Integrated Energy Project: An Overview by the Overseas Private Investment
Corporation. An Agency of the United States Government, dalam
http://www.aata.info/WEIMS/Start.htm, diakses pada 21 Maret 2015.
37
model pembaharuan dalam sektor listrik Brazil demi membantu pertumbuhan
perekonomian di Brazil.84
Rouseff mengatakan hal ini mengingat bahwa harga yang
lebih rendah dalam penggunaan gas alam yang dijual di Brazil, baik yang diproduksi
secara lokal maupun impor dapat menjadi model energi Brazil yang baru dengan
meningkatkan penggunaan gas dalam sektor industri, kendaraan, dan pembangkit
termoelektrik85
melalui pasokan gas alam.86
3. Bolivia-Brazil (Gasyrg) Gas Pipeline (Proyek Jalur Pipa Gas Yacuiba-
Rio Grande, Bolivia – Brazil)
Pada operasi selanjutnya, Petrobras menginvestasikan 600 juta dolar AS yang
dilakukan pada tahun 2003-2004, dengan membangun proyek jalur pipa Gasryg.
Pembangunan jalur pipa Gasyrg dilakukan pada tahun 2003 untuk mengangkut gas
alam dari ladang gas alam San Alberto dan San Antonio di Bolivia, dan
menghabiskan 20 juta dolar AS untuk meningkatkan kualitas produk olahan gas.87
84
Chris Ellsworth & Eric Gibbs, opcit, 3. 85
Termoelektrik bekerja dengan mengkonversi energi panas menjadi listrik secara langsung
(generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik).
Tersedia di http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1091919348&9, diunduh pada 21 maret
2015. 86
Chris Ellsworth & Eric Gibbs. opcit, 3. 87
Business News Americas staff reporter, Petrobras to invest US$600mn in 2003/4, kamis 17
desember 2002, tersedia di
http://www.bnamericas.com/news/oilandgas/Petrobras_to_invest_US*600mn_in_2003_4 diunduh
pada 24 maret 2015.
38
Gambar II.B.3.1. Denah Pipa Gasyrg Bolivia-Brazil
Sumber: Rio Pipeline Conference & Exposition 2003
88
Gambar tersebut memperlihatkan jalur pemasangan pipa proyek Gasyrg
Bolivia-Brazil. Proyek pipa Gasryg dibangun sepanjang 432 km, dengan diameter 32
inci dimulai dari wilayah Yacuiba, Provinsi Tarija dekat perbatasan Argentina dan
Paraguay, dengan mengangkut gas dari ladang gas yang terletak di San Antonio dan
San Alberto ke provinsi Santa Cruz de la Sierra, dan dihubungkan ke jalur utama pipa
Gasbol ke Brazil.89
General manager Petrobras di Bolivia, Decio Odonne, mengatakan bahwa
Petrobras telah melakukan investasi 1,1 miliar dolar AS terhitung sejak tahun 1996,
dengan total sebanyak 600 juta dolar AS untuk mengakuisisi dua ladang gas terbesar
di Bolivia yang memiliki cadangan 751 juta barel, sejumlah 400 juta dolar AS untuk
88
Mauro de Oliveira Loureiro, José Rubén Montano, “Yacuiba – Rio Grande Gas Pipeline
(GASYRG), in Bolivia – The Development of a Company and the Construction of the Pipeline in a
Regulated and Competitive Environment”, Rio Pipeline Conference & Exposition 2003, 2. 89
Summary of Project Information (SPI), tersedia di
http://ifcext.ifc.org/ifcext/spiwebsite1.nsf/1ca07340e47a35cd85256efb00700cee/8E32626A7E7
57EE4852576BA000E25D6 diunduh pada 24 Maret 2015.
39
pembangunan pipa Gasryg, 100 juta dolar AS digunakan untuk operasi kilang, dan
sisanya digunakan untuk proyek-proyek lainnya.90
C. Peran petrobras di Bolivia
Petrobras mulai berinvestasi di sektor hidrokarbon Bolivia pada tahun 1996,
setelah adanya sistem kapitalisasi di Bolivia pada masa pemerintahan Gonzalo
Sanchez de Lozada. Pada saat itu, Bolivia membuka pasar bebas untuk menjalin
kemitraan dengan investor asing. YPFB sebagai perusahaan milik negara yang
memonopoli sektor hidrokarbon Bolivia dikapitalisasi dan dijual kepada perusahaan–
perusahaan asing yang berbeda.
Penandatanganan Petrobras dalam pembelian gas alam dan perjanjian pada
tahun 1992 untuk berpartisipasi dalam kegiatan eksplorasi dan produksi di sektor
hidrokarbon Bolivia menjadikan petrobras sebagai perusahaan energi terbesar di
Bolivia. Tujuan Petrobras pada saat itu untuk mengembangkan produksi gas alam di
Bolivia, bersamaan dengan mencukupi permintaan gas alam di Brazil.91
Pada tahun 1996, sesuai perjanjian kerjasama antara Bolivia dengan Brazil
dalam membentuk integrasi energi bagi kedua negara, Petrobas resmi menaungi
Bolivia dalam sektor energi di Bolivia dengan menciptakan perusahaan Petrobras
Bolivia (PEB). Petrobras Bolivia (PEB) secara keseluruhan dibiayai Brazil yang
90
Business News Americas Staff Reporter, Petrobras to invest US$600mn in 2003/4, opcit.. 91
Luisa Lemme, Petrobras in Bolivia: The Expansion of The Gas Sector In a Changing Latin
America, May 2008, Washington University in St. Louis, Graduate Department of Arts & Science,
Master of Arts of International Affairs, 9.
40
bertujuan pada kegiatan ekstraksi, pemurnian, dan distribusi gas alam Bolivia dengan
Brazil, hingga tersusunnya rencana konstruksi pembangunan proyek pipa Gasbol.92
Pada tahun 1999, Petrobras mengakuisisi dua kilang minyak terbesar di
Bolivia: Guillermo Elder Bell, di Santa Cruz de La Sierra, dan Gualberto Villarroel,
di Cochabamba, yang menciptakan sebuah perusahaan baru bernama Petrobras
Bolivia Refinación. Sejak itu, Petrobras telah menjadi perusahaan terbesar di Bolivia.
Dengan demikian pada tahun 2005, Petrobras Bolivia bertanggung jawab atas 18
persen dari Bolivia Produk Domestik Bruto (GDB) dan 24 persen dari semua pajak
yang dipungut di Bolivia.93
Tabel II.C.1. Tabel Overview Keberadaan Petrobras di Bolivia.
1. Eksplorasi dan Produksi (E&P)
Petrobras melakukan produksi di ladang gas yang terletak di wilayah San Alberto dan
Colpacaranda.
Cadangan gas terbukti: 681MM boe
Rara-rata produksi di seluruh ladang gas: 46.400 boe/d
Daerah eksplorasi: Rio Hondo, Ingre, dan Blok Irenda
2. Gas Supplay Agreement (GSA):
Operasi jalur pipa Yacuiba-Rio Grande sepanjang 431km yang membawa kapasitas gas
alam 17 juta /hari
Ekspor gas alam Bolivia ke Brazil tahun 2004 melalui ladang gas San Alberto dan Sabalo
sebesar 14,4 juta /hari
3. Pengolahan dan Distribusi
Petrobras mempunyai dua pabrik pengolahan gas alam di Bolivia dengan ukuran kapasitas
60.000 barel / hari.
25% dari saham Bolivia terletak di sektor distribusi
Terdapat 103 gas station, dan sejumlah 92 beroperasi secara aktif
LUBRAX94
mulai dikenalkan pada pasar Bolivia
92
Lemme, Petrobras in Bolivia, 9. 93
Agência O Globo, dalam Jair Antunes, Evo Morales and the fraud of “nationalization” in
Bolivia, http://wsws.org/en/articles/2007/05/boli-m22.html, diunduh pada 27 Maret 2015. 94
Produk minyak pelumas yang diproduksi oleh petrobras, tersedia di
http://www.br.com.br/wps/portal/portalconteudo/lubrax/!ut/p/c4/04_SB8K8xLLM9MSSzPy8xBz9CP
0os3gjf09TAxcjT1__YEdXA0_XEDP_MD9zd2MLY_2CbEdFAEMzpiw!/?PC_7_2OI50D2IMOSAE
0IET6OVN7G3A2000000_WCM_CONTEXT=/wps/wcm/connect/Portal+de+Conteudo/Hot+Site/Petr
obras+Marine+-+English+version/Products/ diunduh pada 27 Maret 2015.
41
Sumber: Petrobras-YPFB Contract (October 31, 2006)95
Tabel tersebut menjelaskan peran dan keberadaan Petrobras di Bolivia
sebelum nasionalisasi. Dapat dilihat sebelum tahun 2006 Petrobras melakukan
produksi di ladang gas terbesar Bolivia, San Alberto dan Colpacaranda. Begitupula
dalam Gas Supply Agreement (GSA), pengolahan, serta distribusi gas dapat dilihat
jika Petrobras sangat berperan dalam sektor gas alam Bolivia dengan membantu
dalam eksplorasi maupun produksi.
Petrobras juga menghasilkan 100 persen bensin dan 60 persen dari bahan
bakar diesel yang dikonsumsi di Bolivia. Sejak tahun 2000, Petrobras mulai bertindak
sebagai distributor utama bahan bakar di Bolivia sendiri, menciptakan jaringan besar
SPBU di bawah bendera sendiri (dekat dengan seperempat dari SPBU yang ada di
negara tersebut).96
Brazil dengan Petrobrasnya menjadi kekuatan regional terbesar yang memiliki
investasi besar di sektor hidrokarbon Bolivia dan bergantung sebanyak 51% gas alam
dari Bolivia. Bahkan di kawasan industri Sao Paulo, kebutuhan konsumsi gas alam
meningkat hingga 75%. Petrobras menguasai 46% sumber/kilang gas dari Bolivia,
95
Petrobras-YPFB Contract (October 31, 2006),
www.petrobras.com.br/ri/pdf/ContratoPetrobrasYPFBiNG.PDF dalam skripsi Agnes Chronika, Relasi
Brazil-Bolivia Pasca Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik, Program Sarjana Reguler Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Juni 2008, 69. 96
Jair Antunes, Evo Morales and the fraud of “nationalization” in Bolivia,
http://www.wsws.org/en/articles/2007/05/boli-m22.html, diunduh pada 27 Maret 2015.
42
dan 95% menguasai gas dari kapasitas penyulingan. Petrobras mempunyai
pendapatan yang sama dengan 19% dari GDP Bolivia.97
Hadirnya Petrobras di Bolivia beserta perannya dinilai sangat membawa
perubahan bagi sektor hidrokarbon Bolivia dan juga perekonomian Bolivia. Hal
tersebut terlihat dari pertama, Petrobras telah berkontribusi terhadap 57% produksi
gas alam di Bolivia. Kedua, Petrobras juga bertanggung jawab pada 98% proses
pengolahan gas alam, dimana seluruh produk ini dijual melalui jaringan 100 buah gas
station milik Petrobras atau mencakup seperempat dari total gas station yang ada di
Bolivia. Ketiga, Petrobras merupakan perusahaan terbesar di Bolivia dengan
kontribusi sebesar 20 % terhadap GDP Bolivia. Keempat, Petrobras mempekerjakan
sekitar 850 orang Bolivia dan merepresentasikan sejumlah 563 juta dolar AS dari
pendapatan Bolivia di tahun 2005.98
97
Marcus Kollbrunner, Latin America in revolt against neo-liberalism, tersedia di
http://www.socialismtoday.org/102/southamerica.html, diunduh pada 30 Oktober 2015. 98
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia: Impacts for
Development”, Working Papers , No. 23, Juni 2008, 68-69.
43
BAB III
KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN MIGAS ASING DI
BOLIVIA
Untuk memahami bagaimana awal mula lahirnya kebijakan nasionalisasi
di Bolivia, pada bab ini penulis akan memaparkan mengenai kebijakan
nasionalisasi perusahaan migas asing di Bolivia dalam enam sub bab. Pada sub
bab pertama, menjelaskan tentang sejarah hidrokarbon serta sejarah singkat
persoalan migas di Bolivia hingga penerapan privatisasi dan nasionalisasi. Sub
bab kedua mengenai potensi sektor hidrokarbon Bolivia yang menjadi kekuatan
utama ekonomi Bolivia. Sub bab ketiga akan menjelaskan tentang kebijakan
privatisasi tahun 1994 sebelum kebijakan nasionalisasi, yang menjadi awal mula
dimana kebijakan nasionalisasi mulai direalisasikan. Sub bab keempat,
menjelaskan tentang kebijakan nasionalisasi Bolivia tahun 2006. Sub bab kelima,
memaparkan tentang kondisi perusahaan Petrobras Brazil dan Bolivia terkait
kebijakan nasionalisasi di Bolivia tahun 2006. Dan sub bab keenam, menjelaskan
tentang sikap pemerintah Brazil dalam merespon adanya kebijakan nasionalisasi
Bolivia dan proses negosiasi dalam mencari jalan keluar.
A. Sejarah Hidrokarbon di Bolivia
Sektor hidrokarbon Bolivia pada mulanya berfokus pada pengembangan
sektor minyak bumi dibandingkan gas alam. Kandungan minyak bumi di Bolivia
pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh Manuel Cuellar ketika sedang
melakukan eksplorasi minyak di Bolivia. Kandungan gas alam potensial
44
kemudian ditemukan saat dilakukannya eksplorasi minyak bumi di Bolivia pada
tahun 1953. Seiring perkembangannya, sektor hidrokarbon Bolivia telah menjadi
ketertarikan internasional dan kontestasi bagi negara-negara yang mempunyai
perusahan energi. Pada tahun 1920, perusahaan minyak Standard Oil milik AS
menjadi perusahaan pertama yang berinvestasi di sektor hidrokarbon Bolivia.99
Namun terkait produksi minyak bumi tersebut, Bolivia terlibat konflik
dengan Paraguay dalam perang Chaco. Setelah perang berakhir, Bolivia
menganggap perusahaan Standard Oil telah memasok minyak ilegal ke Paraguay
selama perang berlangsung. Hal tersebut menjadi nasionalisasi pertama yang
dilakukan Bolivia, membuat Bolivia menasionalisasi perusahaan Standard Oil dan
memindahkan aset dengan mengantinya dan membentuk perusahaan hidrokarbon
nasional Yacimientos Petroliferos Fiscales Bolivianos (YPFB) dibawah
kepemimpinan David Toro pada tanggal 21 Desember 1936.100
Sebelum mencapai nasionalisasi pada tahun 2006, Bolivia telah melewati
berbagai tahapan termasuk yang pertama nasionalisasi perusahaan minyak
Standard Oil milik AS. Kemudian yang kedua, nasionalisasi perusahaan Bolivian
Gulf Oil yang telah berinvestasi dan telah menemukan cadangan gas alam yang
signifikan. Disaat sektor energi Bolivia berkembang dan memberikan penghasilan
yang menguntungkan, pemerintah Bolivia kembali melakukan nasionalisasi
99
Kaup, Powering up: Latin America's energy challenges, 23. 100
Caroline Jova, “Nationalization in Bolivia: Curse or Blessing?”, LACC Working Paper
Series 12, August 2006. Latin American And Carribean Center. Florida International University.
Miami, Florida, 3.
45
dengan mengambilalih perusahaan Bolivian Gulf Oil pada masa pemerintahan
militer nasionalis Alfredo Ovando pada tahun 1969.101
Nasionalisasi yang dilakukan Bolivia terhadap perusahaan Bolivian Gulf
Oil telah membuat pendanaan dari bank dunia untuk sektor hidrokarbon Bolivia
mulai dihentikan. Hal tersebut membuat Bolivia mulai menyadari dan
memerlukan investor baru dalam sektor hidrokarbon, hingga pada akhirnya
pemerintah Bolivia mengeluarkan undang-undang baru Ley General de
Hidrocarburos pada tahun 1972 sebagai langkah awal perjanjian antara YPFB
dengan perusahaan migas asing di Bolivia. Adanya undang-undang baru tersebut
membuat 13 perusahaan asing menandatangani kontrak dengan YPFB dan
menginvestasikan 220 juta dolar AS di sektor hidrokarbon Bolivia sekaligus
menjadikan gas alam Bolivia menjadi penjualan utama dalam perjanjian kontrak
tersebut.102
Penerapan undang-undang Ley General de Hidrocarburos pada tahun
1972 membuat Bolivia melakukan perdagangan gas alamnya untuk pertama kali.
Bolivia melakukan perdagangan gas alam dengan Argentina mulai tahun 1972
dengan menyalurkannya melalui pipa selama 20 tahun. Kerjasama perdagangan
gas alam Bolivia dengan Argentina seiring perkembangannya membuat kegiatan
eksplorasi dalam sektor gas alam di Bolivia mulai dilakukan secara intensif dan
101
Jova, “Nationalization in Bolivia”, 4. 102
Lykke E. Andersen, Johan Caro, Robert Faris, dan Mauricio Medinaceli, “Natural Gas
and Inequality in Bolivia After Nationalization”, Development Research Working Paper Series No.
05/2006, August 2006, Institute for Advance Development Studies, 7.
46
menghasilkan peningkatan dalam penemuan kandungan gas alam di Bolivia, dan
menjadi awal mula Natural Gas Boom di Bolivia.103
Setelah masa perjanjian perdagangan gas alam dengan Argentina hampir
berakhir, Bolivia pada masa pemerintahan presiden Gonzalo Sanchez de Lozada
kembali membuka kontrak kerjasama dengan Brazil hingga 20 tahun kedepan
yang dimulai pada tahun 1994. Kontrak tersebut berisi mengenai pembangunan
jalur pipa gas Bolivia-Brazil (Gasbol) serta pengiriman 30 juta gas alam per
hari.104
Namun pada saat itu Bolivia mengalami keterpurukan ekonomi akibat
sistem perekenomiannya yang terdahulu, dan membuat pemerintah Bolivia
bekerjasama dengan IMF untuk menerapkan model privatisasi dengan membuka
pasar bebas dan memberikan peluang bagi perusahaan asing untuk berinvestasi
secara besar-besaran dalam berbagai sektor perekonomian Bolivia. Sistem
privatisasi yang diterapkan tersebut membuat rakyat Bolivia menjadi semakin
terpuruk dan kehilangan hak nya dalam mengunakan fasilitas negara, dan pada
akhirnya memicu demonstrasi penentangan sistem privatisasi di Bolivia dan
menjadi awal mula kembalinya nasionalisasi di Bolivia yang akan dijelaskan
selanjutnya.
B. Potensi Sektor Hidrokarbon Bolivia
Pada awalnya sistem perekonomian di Bolivia berfokus pada satu
komoditas tunggal. Dalam kondisi sistem perekonomiannya yang belum
maksimal, dahulu Bolivia lebih bergantung pada satu komoditas tunggal dari
103
Andersen, Caro, dan Medinaceli, “Natural Gas and Inequality in Bolivia After
Nationalization”, 7. 104
Maria de Fatima Salles Abreu Passos, Bolivia-Brazil Gas Pippeline, tersedia di
http://fatimapassos.mpo.gov.br diunduh pada 21 Juli 2015.
47
perak, beralih ke timah, lalu ke tanaman koka.105
Kegiatan ekspor beberapa
komoditas tunggal tersebut juga telah bertahan selama ratusan tahun seperti perak
sampai abad ke-19, timah selama abad ke-20, serta gas alam dan tanaman koka di
tahun 1980-an.106
Di Bolivia sendiri, kebutuhan energi negara relatif rendah akan tetapi
tumbuh secara konsisten. Bolivia menggunakan energi minyak untuk sebagian
besar kebutuhan listrik, yang kemudian diikuti oleh gas alam.107
Konsistennya
pertumbuhan energi membuat sektor hidrokarbon saat ini menjadi salah satu
kegiatan ekonomi yang paling utama di Bolivia dan menjadi pendorong utama
peningkatan kinerja ekspor internasional terutama gas alam.
Sektor energi di Bolivia mulai beroperasi secara signifikan ketika
pemerintah pada masa presiden Gonzalo Sanchez de Lozada mengizinkan
program privatisasi pada pertengahan tahun 1990-an yang membuat perusahaan
internasional dengan cepat melakukan investasi terhadap sumber-sumber energi di
Bolivia terutama gas alam, hal tersebut membuat Bolivia dipandang sebagai salah
satu pemain di pasar energi dunia.108
105
Ken Albala, Food Cultures of the World Encyclopedia: Four Volumes,
(California: ABC-CLIO, 2011), 37. 106
Jeffery D. Sachs, Developing Country Debt and Economic Performance, Volume 2:
Country Studies--Argentina, Bolivia, Brazil, Mexico. (Chicago: The University of Chicago Press,
2007), 257. 107
Country Profile: Bolivia."Library of Congress Federal Research Division”. January
2006, 13. Tersedia di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/profiles/Bolivia.pdf , diunduh pada 28 0ktober
2014. 108
Country Profile: Bolivia."Library of Congress Federal Research Division”.
48
Grafik II.B.1. Produksi dan Konsumsi Gas Alam Bolivia Tahun 1990-2010.
Sumber: U. S Energi Information Administration (EIA)109
Dalam grafik tersebut dapat dilihat produksi dan konsumsi gas alam
Bolivia di tahun 1990 hingga 2010. Tingginya tingkat produksi gas alam
dibandingkan tingkat konsumsi gas alam membuat Bolivia mengekspor gas alam
ke Brazil melalui pipa Gasbol pada tahun 1999. Tingkat produksi gas alam
Bolivia juga semakin meningkat hingga tahun 2010. Besarnya tingkat konsumsi
gas alam oleh Bolivia hingga tahun 2010 tidak melebihi dari tingkat produksi gas
alam Bolivia, sehingga banyaknya tingkat produksi gas alam membuat tingkat
ekspor gas alam Bolivia semakin meningkat.
Bolivia mempunyai cadangan gas alam lebih dari 9,9 triliun kaki kubik,
menurut Oil & Gas Journal, Bolivia berada di peringakat cadangan gas alam
terbesar kelima di wilayah Amerika Selatan.110
Daerah Tarija mempunyai lebih
dari 85% cadangan gas alam (terletak di wilayah San Alberto, Margarita, Sabalo,
109
Bolivia Background, U.S. Energy Information Administration (EIA), 2012 tersedia di
http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Bolivia/bolivia.pdf, diunduh pada 29 Oktober 2014. 110
Bolivia Background, U.S. Energy Information Administration (EIA), 2012.
49
dan ladang Itau), lalu diikuti oleh darah Santa Cruz sebesar 10,6%, dan
Cochabamba sebesar 2,5%, kemudian kandungan gas potensial kembali
ditemukan oleh Repsol YPF dan Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos
(YPFB), yang masing-masing menemukan volume besar gas alam di lapangan
Santa Cruz Rio Grande.111
Gambar II.B.2.Daerah Potensi Hidrokarbon dan Pengembangan Bolivia.
Sumber: Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB)112
Peta diatas menunjukkan luas area Bolivia yang berpotensi mengandung
hidrokarbon terutama gas alam, dan wilayah yang sedang dalam pengembangan.
Pengembangan tersebut dilakukan dengan melihat hingga saat ini telah terdapat
111
Bolivia Background, U.S. Energy Information Administration (EIA), 2012. 112
Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB), dalam buku John Crabtree,
Laurence Whitehead, Unresolved Tensions: Bolivia Past and Present, (Pittsburgh: the University
of Pittsburgh Press, 2998), 180.
50
banyak kombinasi gas alam dan cairan (kondensat) dengan jumlah yang layak
secara komersial.113
Bolivia menjadi negara penghasil gas alam kering terbesar ketiga di
daratan Amerika Selatan setelah Venezuela dan Argentina. Produksi gas alam
kering di Bolivia sejumlah 644 milyar kaki kubik pada tahun 2012, meningkat
24% dari lima tahun yang lalu, sementara negara mengkonsumsi hanya 131
milyar kaki kubik pada tahun yang sama.114
Sekitar tiga-perlima dari produksi gas alam Bolivia berasal dari ladang gas
di Sabalo sebanyak 34% dan San Alberto sebanyak 26%. Kedua wilayah tersebut
berada di daerah Tarija yang jika dijumlahkan menyumbang lebih dari 70%
produksi gas alam Bolivia.115
Saat ini Bolivia menjadi pemasok utama gas alam di
wilayah Amerika Selatan dengan melakukan ekspor melalui pipa ke konsumen
utama yaitu Brazil dan Argentina.116
C. Kebijakan Privatisasi Tahun 1994 Sebelum Kebijakan Nasionalisasi
Dengan berfokus pada perekonomian dengan satu komoditas tunggal
membuat bolivia melakukan ekspor melalui pengembangan terhadap satu sektor
perekonomian. Dahulu, Bolivia memfokuskan satu komoditas tunggalnya dalam
sektor pertanian. Namun sektor pertanian tersebut hanya dapat menjangkau
113
John Crabtree, Laurence Whitehead, Unresolved Tensions: Bolivia Past and Present,
(Pittsburgh: the University of Pittsburgh Press, 1998), 179. 114
Bolivia Country Analysis Note, U.S. Energy Information Administration (EIA), June
2014, tersedia di http://www.eia.gov/countries/country-data.cfm?fips=BL. Diunduh pada 29
Oktober 2014. 115
Bolivia Background, U.S. Energy Information Administration (EIA), 2012. 116
Bolivia Country Analysis Note, U.S. Energy Information Administration (EIA), June
2014, tersedia di http://www.eia.gov/countries/country-data.cfm?fips=BL. diunduh pada 29
Oktober 2014.
51
kebutuhan ekonomi pribadi saja, walaupun 40% dari jumlah penduduk Bolivia
bermata pencaharian dalam sektor tersebut.117
Hal ini membuat Bolivia lebih
banyak melakukan impor dikarenakan tidak melakukan pengembangan terhadap
sektor-sektor perekonomian yang lain. Ketergantungan Bolivia akan impor
tersebut membuat Bolivia melakukan berbagai tindakan dalam meminimalisir
ketergantungan impor tersebut.
Pada masa revolusi Bolivia tahun 1952, diterapkan salah satu upaya dalam
meminimalisir ketergantungan impor dengan mengadopsi impor substitution
industrialization (ISI) yang berjalan dari tahun 1950-an hingga 1980-an yang
bertujuan untuk memproteksi industri lokal dengan menerapkan hambatan tarif,
menempatkan sumber daya alam dibawah kontrol pemerintah, pemerintah
mengontrol sektor strategis, dan meningkatkan infrastruktur–infrastruktur yang
produktif.118
Namun sistem subtitusi impor tersebut tidak berhasil dan hanya
menambah banyak hutang luar negeri Bolivia.Proteksi yang dilakukan pemerintah
terhadap industri lokal dan tingginya tingkat korupsi pada saat itu membuat
perekonomian Bolivia semakin kacau. Berbagai tindakan dalam mencari pinjaman
dilakukan oleh pemerintah Bolivia ke lembaga-lembaga keuangan dunia. Hutang
luar negeri Bolivia yang semula pada tahun 1972 hanya 500 juta dolas AS, dan
tahun 1978 sejumlah 2.5 milliar dolar AS, melonjak di tahun 1982 mencapai 3.8
117
Benjamin Kohl, Linda C. Farthing, Impasse in Bolivia: Neoliberal Hegemony and
Popular Resistance, (London: Zedbooks, 2006), 38. 118
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 48.
52
milliar dolar AS.119
Hal ini juga diikuti dengan tingginya tingkat inflasi yang
meningkat dalam tahun 1984–1985 mencapai 20.000 %, dan juga di tahun
tersebut, GDP menurun dari 5.9 miliar dolar AS menjadi 4.79 miliar dolar AS.120
Semakin terpuruknya keadaan Bolivia pada saat itu membuat Bolivia
bekerja sama dengan IMF dalam upaya untuk memerangi inflasi besar-besaran
yang terjadi di Bolivia dengan menandatangani program – program yang diajukan
oleh IMF. Program – program yang diajukan IMF tersebut meminta Bolivia untuk
melakukan perubahan dalam kebijakan perekonomiannya dengan mengharuskan
Bolivia untuk melakukan mengganti nilai tukar mata uangnya dengan nilai tukar
mengambang, deregulasi kebijakan ekonomi, mengacu kepada pasar bebas,
membuka diri terhadap investasi asing langsung dan mengakhiri kebijakan
proteksi, serta melakukan privatisasi.121
Program – program yang diajukan oleh IMF tersebut mengarah pada pasar
bebas dan investasi asing. Kebijakan yang mengarah pada pasar bebas ini mulai
dikembangkan pada masa pemerintahan Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada
pada tahun 1994 dengan melakukan privatisasi melalui structural adjustment
programme di hampir semua perusahaan milik negara dengan mengontrol tujuh
industri yaitu dalam sektor minyak dan gas, penyulingan minyak bumi, tambang
timah, kereta api, penerbangan, pembangkit listrik, dan telepon.122
119
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 51-55. 120
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 55. 121
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 61. 122
Alberto Chong, Florencio Lopez De Silanes, Privatization in Latin America: Myths and
Reality, (Washington: World Bank Publications, 2005), 122.
53
Pada masa pemerintahannya, Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada
menyimpan berbagai agenda neoliberalisme yang diterapkannya dalam plan de
todos, yang merupakan rencana untuk mempromosikan demokrasi pasar yang
terdiri dari ekonomi kapitalis yang diatur secara minimal.123
Plan de todos yang
dicanangkan Presiden Lozada mencakup dua Undang–Undang yang memberikan
dampak bagi negara yakni mencakup hukum partisipasi rakyat, yang dirancang
untuk mendesentralisasikan pemerintahan, dan hukum kapitalisasi untuk
memprivatisasi perusahaan milik negara.124
Presiden Lozada juga mengeluarkan Undang–Undang baru mengenai
investasi pihak asing di sektor hidrokarbon melalui penerapan Undang–Undang
Kapitalisasi 1994 no. 1544, dan Undang– Undang Hidrokarbon 1996 yang
menjadi dasar dalam mereformasi sektor hidrokarbon dengan melakukan
privatisasi.125
Sebelum adanya reformasi dalam sektor hidrokarbon di Bolivia,
negara bertanggung jawab dalam pembuatan kebijakan sektor, peraturan, dan
monitoring, serta bertindak sebagai pemilik dan operator dari perusahaan sektor
tersebut. Namun setelah adanya reformasi dalam sektor hidrokarbon, negara
membatasi diri untuk pembuatan kebijakan dan fungsi regulasi, dan digantikan
oleh perusahaan asing yang bertanggung jawab untuk kegiatan bisnis, yang
membuat badan regulasi independen diciptakan.126
123
Richard Peet, Geography of Power: Making Global Economic Policy, (London:
Zedbooks, 2007), 177. 124
Jerry Harris, The Nation in the Global Era: Conflict and Transformation,(Leiden: Brill,
2009), 242. 125
Paulina Beato, Juan Benavides, Gas Market Integration in the Southern Cone, (New
York: IDB, 2004), 41. 126
Beato dan Benavides, Gas Market Integration in the Southern Cone, 42.
54
Adanya privatisasi dan penerapan Undang–Undang Hidrokarbon 1996
sangat mengundang perusahaan asing untuk melakukan investasi di sektor
hidrokarbon Bolivia, terutama gas alam yang menjadi potensi ekonomi di Bolivia.
Hal ini dikarenakan dalam privatisasi tersebut, perusahaan asing menjadi operator
utama dalam menyiapkan dan mengusulkan peraturan untuk menerapkan undang–
undang hidrokarbon, mengusulkan standar dan peraturan untuk perlindungan
sektor lingkungan, mempersiapkan administrasi dalam denah resmi yang tersedia
untuk melakukan eksplorasi, melakukan kontrol terhadap gas alam, memonitoring
pemenuhan standar teknik keamanan untuk eksplorasi dan produksi, dan
menentukan harga jual gas alam.127
Gas alam Bolivia yang sebelumnya dikelola dan dikontrol oleh perusahaan
migas milik negara, Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB), telah
diprivatisasi dan diambil alih oleh perusahaan asing. Privatisasi terhadap YPFB
ini dinilai sebagai bentuk “kapitalisasi” pada masa pemerintahan Presiden Lozada.
Dalam proses privatisasi ini, YPFB dibagi menjadi tiga perusahaan yang terpisah
yakni Empresa Petrolera Chaco, Empresa Petrolera Andina, dan Transredes.128
Total 50% saham dari masing–masing ketiga perusahaan tersebut dijual kepada
perusahaan–perusahaan migas multinasional.129
Adanya potensi gas alam yang dimiliki Bolivia membuat Presiden Lozada
mengundang para investor-investor asing untuk berinvestasi di sektor hidrokarbon
Bolivia. Perusahaan–perusahaan asing yang berinvestasi dan menjadi pemain
127
Beato dan Benavides, Gas Market Integration in the Southern Cone, 42. 128
Jeffery Webber, From Rebellion to Reform in Bolivia: Class Struggle, Indigenous
Liberation, and the Politics of Evo Morales, (Chicago: Haymarket Books, 2011), 78. 129
Webber, From Rebellion to Reform in Bolivia, 78.
55
utama dalam sektor hidrokarbon Bolivia mayoritas yakni perusahaan migas milik
negara Brazil yaitu Petrobras, Repsol (Spanyol), Total (Perancis), dan British
Petroleum dan British Gas Group (Inggris).130
Perusahaan Petrobras milik Brazil menjadi perusahaan asing yang
menanamkan investasi paling besar terhadap gas alam Bolivia. Sejak Undang–
Undang Hidrokarbon tahun 1996 mulai dijalankan, Petrobras mulai melakukan
eksploitasi terhadap ladang gas di Bolivia dan menjalin kesepakatan untuk
pembangunan jaringan pipa yang menghubungkan cadangan gas alam di Bolivia
dengan kawasan industri di Sao Paulo.131
Presiden Lozada semula berjanji bahwa pembagian dari kebijakan
privatisasi ini sebesar 51% untuk negara dan 49% untuk perusahaan asing dengan
tujuan kepemilikan negara terhadap perusahaan tetap terjaga.132
Perusahaan asing
memilih untuk berjanji melakukan investasi dengan nilai tunai yang sama selama
tujuh tahun kedepan, dibandingkan membayar kepada pemerintah Bolivia untuk
bisnis gas alam yang baru mereka kelola.133
Namun pada akhirnya berbanding
terbalik, perusahaan asing menuntut otoritasnya dalam berinvestasi di sektor
hidrokarbon Bolivia yang membuat pembagian berubah menjadi 49% untuk
negara dan 51% untuk perusahaan asing.
130
Webber, From Rebellion to Reform in Bolivia, 78. 131
Igor Fuser, Petrobras and the conflicts for resources in South America, tersedia di
http://storage.globalcitizen.net/data/topic/knowledge/uploads/2009040223243533.pdf diunduh
pada 30 Oktober 2014. 132
Jim Shultz, Melissa Draper, Dignity and Defiance: Stories from Bolivia's Challenge to
Globalization, (California: University of California Press, 2008), 86. 133
Shultz dan Draper, Dignity and Defiance, 86.
56
Namun kebijakan privatisasi pada masa Presiden Lozada yang mengarah
pada proses kapitalisasi ini tidak selalu menjadi kebijakan ekonomi yang buruk.
Penerapan structural adjustment programme pada saat itu mampu menuai
keberhasilan dan juga menjadi salah satu keberhasilan IMF dengan
neoliberlismenya melalui usulan programnya bagi negara dalam mencapai
kestabilan makro ekonomi. Tingginya tingkat inflasi yang mencapai 20.000%
hanya dalam beberapa bulan dapat diturunkan menjadi 9%.134
Jika dilihat secara makro perekonomian, Bolivia memang terlihat
mengalami peningkatan dalam tingkat perbaikan ekonomi. Setelah kebijakan
privatisasi dijalankan pada tahun 1994, tingkat GDP Bolivia mengalami
peningkatan mencapai 5,0% di tahun 1998, dan di tahun yang sama juga tingkat
FDI Bolivia meningkat hingga 1.024.135
Akan tetapi kebijakan privatisasi yang
dijalankan tersebut terbilang gagal dan membuat rakyat Bolivia kehilangan
kesejahteraannya. Penutupan tambang–tambang migas yang dianggap sudah tidak
produktif membuat 23.000 dari 30.000 penambang tidak mempunyai pekerjaan.136
Selain membatasi ruang gerak masyarakat Bolivia untuk mendapatkan hak-
haknya atas barang publik, adanya kepemilikan pihak asing terhadap perusahaan
milik negara Bolivia juga memicu pemecatan besar-besaran terhadap pekerja di
YPFB yang selaku perusahaan migas negara pada tahun 1985 mempunyai 9.150
karyawan, menjadi 1.880 karyawan pada akhir tahun 1997.137
134
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 61. 135
Bolivia, A Glance to The Most Important Achievements of The New Economic Model,
Ministerio de Economica y Finanzas Publicas, 15. 136
Kohl dan Farthing, Impasse in Bolivia, 71. 137
Kohl, Privatization Bolivian Style, 900.
57
Keadaan tersebut makin memperburuk keadaan Bolivia yang tingkat
kemiskinannya telah mencapai level yang tinggi. Tercatat pada tahun 2002, 59%
dari total 8.274.325 penduduk Bolivia hidup dalam kondisi kemiskinan, dan
24,4% dari total penduduk Bolivia hidup dalam tingkat kemiskinan yang
ekstrim.138
Hal ini membuat terjadinya gerakan sosial yang dilakukan oleh rakyat
Bolivia untuk menuntut hak nya. Kegagalan “neoliberal experiment” yang
dijalankan pemerintah Bolivia di tahun 1980an hingga berakhir pada tahun 2000
menimbulkan gejolak sosial pertama yang dilakukan rakyat dalam menuntut hak–
hak rakyat dalam pelayanan dan penggunaan air di daerah Cochabamba yang
terkenal dengan sebutan water war.139
Setelah water war berlalu, muncul gerakan sosial kedua yang dilakukan
rakyat Bolivia dalam menuntut hak penggunaan gas alam yang dikenal dengan
gas war. Persetujuan rencana ekspor gas ke AS menggunakan pipa melalui Chile
menjadi pemicu utama terjadinya gas war di Bolivia pada September 2003.140
Gas
war berhenti pertama kali ketika Presiden Lozada melarikan diri dari Bolivia dan
meninggalkan 70 korban tewas dalam konflik dengan tentara Bolivia saat
melakukan demonstrasi.141
Gas war pada akhirnya berhenti setelah pengunduran
diri Presiden Lozada, dan digantikan oleh wakilnya, Carlos Mesa.142
138
“Situation of poverty in the country”, tersedia di
http://www.unicef.org/bolivia/resources_2332.htm diunduh pada 30 Oktober 2014. 139
Glenn J. Dorn, The Truman Administration and Bolivia: Making the World Safe for
Liberal Constitutional Oligarchy, (Penn State Press, 2011), 207. 140
Manuela Nilsson, Jan Gustafsson, Latin American Responses to Globalization in the
21st Century, (Palgrave Macmillan, 2012), 103. 141
Nilsson dan Gustafsson, Latin American Responses to Globalization in the 21st Century,
103. 142
Nilsson dan Gustafsson, Latin American Responses to Globalization in the 21st Century,
104.
58
D. Kebijakan Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006
Terjadinya peristiwa gas war antara rakyat Bolivia dan partai sayap kiri
Bolivia yang dipimpin Evo Morales, dengan pemerintah melalui aksi protes dan
demonstrasi rakyat yang menuntut kembali hak nya dalam penggunaan gas alam
negara menimbulkan konflik dalam internal Bolivia. Banyaknya massa yang
tewas dalam gas war tersebut dan kondisi Bolivia yang belum juga stabil,
membuat Presiden Lozada melarikan diri ke AS. Setelah Presiden Lozada
mengundurkan diri pasca peristiwa gas war pada Oktober 2003 tersebut, dan
digantikan oleh wakilnya Carlos Mesa, protes dan demonstrasi massa kembali
terjadi. Rakyat Bolivia menuntut Presiden Carlos Mesa untuk mengundurkan diri
secara paksa. Hal ini disebabkan rakyat menilai adanya ketidakstabilan baru di
Bolivia yaitu perbedaan pendapat atas isu hidrokarbon di Bolivia, dan adanya
permasalahan yang mempengaruhi Brazil sebagai investor utama dan konsumen
utama hidrokarbon khususnya gas alam di Bolivia.143
Presiden Carlos Mesa telah melakukan tiga inisiatif kebijakan utama pada
masa pemerintahannya yaitu mengeluarkan referendum atas penjualan gas alam,
merevisi Undang–Undang Hidrokarbon, dan memanggil majelis konstitusi untuk
merumuskan kembali konstitusi negara.144
Referendum mengenai gas terjadi pada
bulan juli 2004, dan pada saat itu legislatif Bolivia sengaja mengesampingkan isu
nasionalisasi yang sebelumnya telah tersebar. Ketika legislatif Bolivia
memberlakukan Undang–Undang baru mengenai hidrokarbon pada bulan Mei
143
de Sousa, Brazil and Bolivia, 1. 144
Roberta Rice, The New Politics of Protest: Indigenous Mobilization in Latin America's
Neoliberal Era, (University of Arizona Press, 2012), 73.
59
2005 mengenai peningkatan royaliti negara dari penjualan gas alam dibandingkan
melakukan nasionalisasi terhadap cadangan gas alam negara, membuat gas war
kedua kembali terjadi.145
Pada 6 Juni 2005, Presiden Carlos Mesa mengajukan
pengunduran dirinya karena tidak mampu mengendalikan stabilitas di Bolivia.146
Presiden Carlos Mesa digantikan oleh wakilnya, Eduardo Rodriguez hingga
dimulainya pemilu Bolivia pada Desember 2005.
Setelah pemilu Bolivia berlangsung, Evo Morales memenangi dan terpilih
sebagai Presiden melalui satu putaran. Presiden Morales menang telak dengan
meraih 54% suara. Tuntutan rakyat mengenai nasionalisasi gas, memanggil
majelis konstitusi, dan memberikan hukuman bagi pejabat pemerintah yang
menggunakan kekuatan berakibat tewasnya penduduk sipil selama terjadinya gas
war menjadi bagian dari agenda Morales.147
Pada 1 Mei 2006, Presiden Morales berpidato di ladang gas San Alberto
milik Petrobras dan menyuarakan kepada rakyat bahwa “gas adalah milik kita”.
Presiden Morales menepati janjinya untuk membawa perubahan dalam kondisi
keterpurukan yang dialami Bolivia, dengan menempatkan kembali sektor
hidrokarbon Bolivia tetap berada dibawah kontrol negara yang disahkan melalui
Supreme Decree of Nationalization no. 28.701. Isi dari Supreme Decree of
Nationalization no. 28.701 tersebut mengharuskan seluruh kegiatan produksi
perusahaan transnasional dan internasional yang bergerak di bidang pengelolaan
dan eksplorasi migas untuk kembali diatur oleh negara. Melalui perusahaan migas
145
Rice, The New Politics of Protest, 73. 146
Rice, The New Politics of Protest, 73. 147
Harris, The Nation in the Global Era, 254.
60
negara Yacimientos Petrolíferos Fiscales Bolivianos (YPFB), Bolivia melakukan
renegosiasi kontrak baru dengan tujuan memastikan keuntungan negara yang
lebih besar dari pendapatan gas.148
Melalui keputusan nasionalisasi sektor hidrokarbon tersebut, perusahaan-
perusahaan migas asing di Bolivia diberikan jangka waktu selama 180 hari setelah
keputusan ditetapkan untuk memilih antara melakukan renegosiasi dan
menandatangani kontrak baru, atau meninggalkan Bolivia.149
Nasionalisasi yang
dilakukan Bolivia berbeda pada umumnya. Presiden Morales menjamin bahwa
nasionalisasi yang dilakukan Bolivia bukan berupa pengambilalihan atau
penyitaan fasilitas, tetapi merujuk pada renegosiasi kontrak dengan peningkatan
tarif pajak dan pembangunan kembali perusahaan migas negara.150
Keputusan nasionalisasi yang ditetapkan Presiden Morales tersebut dinilai
bersifat kontroversial dan tidak memihak terhadap perusahaan asing yang
berinvestasi di sektor hidrokarbon terutama gas alam Bolivia. Melalui keputusan
tersebut, Presiden Morales menekankan pembagian dalam hasil kerjasama gas
alam kembali seperti semula menjadi 51% untuk negara dan 49% untuk
perusahaan asing, dan monitoring, peraturan, eksplorasi, produksi, serta
penentuan harga jual kembali dikontrol YPFB selaku perusahaan migas milik
negara Bolivia.151
148
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13. 149
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13. 150
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13. 151
Donaldson, Analysis of the Hydrocarbon Sector in Bolivia, 13.
61
Akibat dari keputusan tersebut, seluruh perusahaan asing yang berinvestasi
di sektor hidrokarbon terutama gas alam Bolivia merasa dirugikan. Brazil melalui
Petrobras menjadi satu–satunya perusahaan asing yang paling dirugikan dengan
adanya kebijakan nasionalisasi ini karena telah melakukan investasi sebesar 1
miliar dolar AS untuk industri gas alam Bolivia.152
Pada dasarnya, Brazil merupakan negara konsumen terbesar gas Bolivia,
dan perusahaan migas Petrobras milik Brazil menjadi investor terbesar di ladang
gas Bolivia. Dalam menyikapi keputusan nasionalisasi perusahaan asing yang
dinyatakan Presiden morales, Pemerintah Brazil mengatakan akan tetap
menghormati kedaulatan Bolivia, tetapi pemerintah Brazil ingin bernegosiasi
dengan tegas karena kebijakan tersebut tidak hanya menyangkut kepentingan
Brazil, tetapi juga kepentingan Petrobras.153
Brazil menjadi salah satu negara terbesar yang menggantungkan sumber
energinya melalui gas alam Bolivia. Letak negara yang bersebelahan membuat
Brazil menanamkan investasi untuk membangun jalur pipa gas antara Bolivia–
Brazil (Gasbol) sepanjang 3.150 km, termasuk 557 km dari Santa Cruz de la
Sierra, di bagian Bolivia, ke perbatasan Bolivia dekat Corumba di Brazil dan
dialirkan ke kawasan industri Sao Paulo.154
152
Carin Zissis, Bolivia's Nationalization of Oil and Gas, 12 May 2006, tersedia di
http://www.cfr.org/world/bolivias-nationalization-oil-gas/p10682 diunduh pada 30 Oktober 2014. 153
Crisis Talks on Bolivia Gas Move, 3 Mei 2006. Tersedia di
http://news.bbc.uk/2/hi/americas/49643000.stm diunduh pada 14 Juni 2014. 154
The Bolivia-to-Brazil Pipeline, Center for Energy Economic, Bureau of Economic
Geology, Jackson School of Geosciences The University of Texas Austin, tersedia di
http://www.beg.utexas.edu/energyecon/new-era/case_studies/Bolivia_to_Brazil_Pipeline.pdf
diunduh pada 30 Oktober 2014.
62
Melihat hal tersebut, sangatlah penting keberadaan gas alam Bolivia
terhadap kebutuhan energi Brazil. Besarnya dan banyaknya investasi yang
dilakukan Pertrobras Brazil dalam mengeksploitasi dan eksplorasi ladang gas
alam Bolivia menunjukkan keseriusan Brazil dalam melakukan kerjasama sektor
hidrokarbon dengan Bolivia. Tetapi keterpurukan dan krisis perekonomian yang
dialami Bolivia menjadi alasan kuat bagi Bolivia untuk melakukan nasionalisasi
melalui renegosiasi kontrak.
Penerapan kebijakan nasionalisasi oleh Bolivia dinilai sebuah hal yang
biasa dilakukan oleh negara-negara penganut sosialis. Pada dasarnya, kebijakan
nasionalisasi dilakukan oleh negara-negara yang menerapkan pemerintah despotik
atau otokrasis, seperti Bolivia, Venezuela, dan Zimbabwe. Kebijakan nasionalisasi
dilakukan oleh negara-negara penganut sosialis seperti Venezuela, Bolivia,
Argentina, dan Zimbabwe dengan tujuan untuk mempertahankan anti kapitalis di
negaranya. Alasan utama yang mendasari negara-negara sosialis dalam
menjalankan nasionalisasi yakni untuk menghasilkan sumber pendapatan bagi
rakyat miskin.155
E. Kondisi Brazil dan Bolivia Terkait Kebijakan Nasionalisasi Tahun 2006
Pada tahun 2003, Bolivia mengalami krisis politik dan ekonomi. Brazil
bersama Argentina turut serta berperan sebagai mediator antara pemerintah
Bolivia dengan kelompok oposisi Bolivia untuk menemukan solusi kedua belah
pihak. Brazil selaku mediator menawarkan pemerintah Bolivia untuk melakukan
155
Keeton dan Beer, “Nationalisation: a mining industry perspective”, 2-3.
63
konsultasi antara Kementerian Luar Negeri kedua negara dan melakukan dialog
politik dengan kelompok oposisi Bolivia yang dipimpin oleh Evo Morales.156
Krisis politik dan ekonomi di Bolivia diawali pada bulan April tahun 2000
di kota Cochabamba, Bolivia, dengan adanya gerakan sosial oleh warga setempat
yang turun ke jalan serta kelompok oposisi Bolivia melalui partai MAS
(Movimento al Socialismo) yang dipimpin oleh Evo Morales untuk memprotes
dan mengusir keluar investor asing yang melakukan privatisasi di wilayah ladang
gas Bolivia. Lalu, berlanjut pada Gas war yang berlangsung pertengahan
September sampai bulan Oktober 2003 dengan tuntutan rakyat yang
menginginkan kejelasan mengenai apa yang harus dilakukan pemerintah Bolivia
pada saat itu mengenai cadangan gas alam Bolivia. Gas war dipicu oleh rencana
Presiden Bolivia, Gonzalo Sanchez de Lozada, untuk kembali menjual gas alam
dengan mengekspor ke Chile.157
Demonstrasi terus dilakukan sepanjang gas war berlangsung. Rakyat
Bolivia menuntut untuk dilakukannya nasionalisasi terhadap sektor hidrokarbon
Bolivia, dengan tujuan keuntungan dalam penjualan gas negara dapat dirasakan
oleh masyarakat dan membantu memperbaiki sektor yang dibutuhkan bagi
masyarakat, dibandingkan hanya menjual gas kepada investor asing. Pada
akhirnya, hampir 80 orang tewas dan ratusan orang mengalami luka-luka, hal ini
menjadi salah satu sebab Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada mengundurkan
156
de Sousa, Brazil and Bolivia, 5. 157
Benjamin Dangl, An Overview of Bolivia's Gas War, tersedia di
http://upsidedownworld.org/gaswar.htm diunduh pada 27 Maret 2015.
64
diri dan meninggalkan kantor kepresidenan pada 17 Oktober 2003, dan
digantikan oleh wakilnya Carlos Mesa.158
Pada masa pemerintahan presiden Carlos Mesa, diadakan referendum
nasional pada 18 Juli 2004. Dalam referendum tersebut, para pemilih diminta
untuk menjawab lima pertanyaan, termasuk apakah akan mencabut rencana
ekspor gas oleh Presiden sebelumnya, Gonzalo Sanchez de Lozada; meningkatkan
pendapatan dengan rencana baru; menggunakan gas sebagai cara strategis untuk
mendapatkan akses ke laut dari Chile; dan menggunakan sebagian besar
keuntungan dari rencana ekspor untuk pengembangan sekolah, rumah sakit, jalan
dan pekerjaan. Namun, bagi rakyat dan kelompok oposisi Bolivia, pilihan
nasionalisasi tidak termasuk sebagai alternatif pilihan.159
Setelah Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada mengundurkan diri dan
digantikan oleh wakilnya Carlos Mesa, kebijakan hidrokarbon pada masa
pemerintahan Presiden Lozada mulai dicabut dan tidak lagi dijalankan. Pada 17
Mei 2005, Presiden Carlos Mesa mengeluarkan hukum hidrokarbon baru 3.058
sesuai referendum 18 Juli 2004 mengenai pengakuan bahwa nilai gas alam beserta
sektor hidrokarbon lainnya sebagai sumber daya strategis bagi Bolivia untuk
mendukung tujuan sosial dan pembangunan ekonomi negara, serta kebijakan
internasional bagi Bolivia, termasuk mendapatkan kedaulatan kembali dalam
sektor hidrokarbon Bolivia (pasal 4). Semua kontrak akan ditandatangani dan
dikonversi dalam jangka waktu 180 hari (pasal 5), yaitu kontrak mengenai
158
Benjamin Dangl, An Overview of Bolivia's Gas War. 159
Benjamin Dangl, An Overview of Bolivia's Gas War.
65
produksi bersama (Pasal 72), kontrak operasi (Pasal 77), dan kontrak asosiasi
(Pasal 81).160
Ketika situasi mulai kondusif pasca Presiden Gonzalo mengundurkan diri,
gas war kembali terjadi pada Maret 2005. Rakyat Bolivia tetap menuntut dan
menginginkan pemerintah Bolivia untuk melakukan nasionalisasi terhadap para
investor dan perusahaan asing. Pada 17 Mei 2005, kongres Bolivia mengesahkan
undang-undang gas yang dikenakan pajak baru 32% pada produksi di atas royalti
yang ada 18%, namun implementasinya jauh dari yang diharapkan oleh rakyat
Bolivia. Rakyat Bolivia menilai bahwa undang-undang tersebut akan menjadikan
perusahaan asing dengan mudahnya dapat menghindari pajak sebesar 32%.
Rakyat memprotes dan meminta pengunduran diri presiden Carlos Mesa, dan
menuntut diadakan pemilu Bolivia secepatnya. Akhirnya pada 6 Juni 2005,
Presiden Mesa mengundurkan diri dan digantikan sementara oleh wakilnya,
Eduardo Rodríguez hingga percepatan pemilu Bolivia dijalankan pada Desember
2005.161
Hingga pada 18 Desember 2005, Evo Morales memenangkan pilpres
dengan meraih suara rata-rata 53,7% dalam satu putaran, mengalahkan saingannya
Jorge “Tuto” Quiroga, mantan wakil presiden pada masa pemerintahan diktator
Hugo Banser, dan Samuel Doria Medina, salah satu calon presiden yang berlatar
belakang borjuis.162
Evo Morales memenangkan kursi presiden dengan mewakili
160
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 16-17. 161
Benjamin Dangl, An Overview of Bolivia's Gas War. 162
Nur Iman Subono. “Kemenangan Evo Morales dan MAS di Bolivia”. Jurnal Sosial
Demokrasi. Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin, Mengapa Tidak!. Vol.4, No.1, Oktober-
desember 2008, Yayasan Indonesia Kita & Pergerakan Indonesia, 39
66
partai MAS (Movimento al Socialismo) sebagai partai gerakan menuju sosialisme
di Bolivia.163
Setelah dilantik menjadi presiden, pada tanggal 1 Mei 2006, beberapa hari
sebelum pemilihan Majelis Konstitusi Bolivia, Evo Morales membaca dekrit No.
28701 di hadapan rakyat Bolivia. Hal tersebut menjadi dasar pemberlakuan
nasionalisasi perusahaan minyak asing di dalam negeri. Petrobras menjadi salah
satu perusahaan yang paling terkena dampak dari keputusan nasionalisasi tersebut.
Keputusan nasionalisasi tersebut menunjukkan bahwa kebijakan nasionalisasi,
tanpa disertai dengan negosiasi yang memadai dapat menimbulkan masalah bagi
Bolivia dengan Brazil.164
Evo morales memerintahkan militer Bolivia untuk menduduki ladang gas
alam Bolivia di San Alberto provinsi Tarija yang dioperasikan oleh Petrobras
sebagai simbol akan kedaulatan Bolivia. Morales menandatangani dekrit
nasionalisasi di ladang San Alberto dan mengumumkan nasionalisasi terhadap
sektor hidrokarbon Bolivia. Penandatangan dekrit nasionalisasi menyerukan
kepada perusahaan perusahaan asing yang bergerak di sektor hidrokarbon Bolivia
untuk meninggalkan Bolivia kecuali jika mereka menandatangani kontrak baru
dalam jangka waktu enam bulan.165
Dalam pidatonya di ladang gas San Alberto yang disaksikan langsung oleh
rakyat Bolivia, Evo Morales mengatakan: "The time has come, the awaited day, a
163
Subono, “Kemenangan Evo Morales dan MAS di Bolivia”, 40. 164
de Sousa, Brazil and Bolivia, 3. 165
“Gas nationalisation just the beginning”. The Guardian 31 May, 2006. Tersedia di
http://www.cpa.org.au/z-archive/g2006/1275bolivia.html diunduh pada 21 April 2015.
67
historic day in which Bolivia retakes absolute control of our natural resources,
the looting by foreign companies has ended" yang berarti bahwa telah tiba
waktunya, hari yang ditunggu, hari yang bersejarah bagi Bolivia dimana Bolivia
kembali merebut kontrol mutlak dari sumber daya alamnya, penjarahan oleh
perusahaan asing telah berakhir.166
Presiden Evo Morales menilai bahwa kebijakan nasionalisasi yang
dijalankan oleh Bolivia menganut pada legitimasi hukum yang sah yaitu pertama,
berdasarkan pasal 139 Konstitusi Bolivia yang berisi mengenai pernyataan
tentang seluruh sektor hidrokarbon pada dasarnya dikuasai dan dimiliki oleh
pemerintah dan segala kegiatan penjualan dan perdagangan aset negara yang
dilakukan bersifat ilegal dan melanggar konstitusi yang ada. Kedua, menganut
hukum dalam negeri Bolivia yang mewajibkan bahwa seluruh perjanjian harus
melalui proses persetujuan legislatif yang diratifikasi oleh kongres Bolivia untuk
dapat dikatakan sebagai peraturan yang legal. Tindakan yang dilakukan Presiden
Gonzalo sebelumnya dengan melakukan dan mengesahkan kontrak hidrokarbon
dengan perusahaan asing tanpa melalui jalur persetujuan kongres membuat
kontrak perjanjian tersebut dinilai bersifat ilegal dan tidak sah. Ketiga, menganut
pada Referendum 2005 yang merupakan keinginan dari rakyat Bolivia untuk
menjadikan kembali sektor hidrokarbon berada dibawah kontrol negara.167
166
Monte Reel and Steven Mufson. Bolivian President Seizes Gas Industry. Tuesday, May
2, 2006. Tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2006/05/01/AR2006050100583.html diunduh pada 21 April 2015. 167
Agnes Chronika, Relasi Brazil-Bolivia Pasca Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia
Tahun 2006, 86.
68
Melihat dari dasar legitimasi yang ada, kemudian Evo Morales
mengeluarkan keputusan nasionalisasi melalui Supremee Decree 28701 yang
menjadikan dasar peraturan baru dalam sektor hidrokarbon Bolivia, mencakup
sembilan pasal yang diterapkan (lihat pada lampiran 1.). Secara umum, kebijakan
nasionalisasi tersebut mengatur mengenai:168
1. YPFB (Yacimientos Petroliferos Fiscales de Bolivia) selaku
perusahaan gas kepemilikan Bolivia, akan mengambil kontrol penuh
dalam bagian rantai produksi secara keseluruhan, mencakup dalam
kegiatan pemasaran (pasal 7 dan pasal 5).
2. Melakukan auditing terhadap seluruh perusahaan energi yang
beroperasi di Bolivia, dengan tujuan mendefinisikan tingkat investasi
yang dilakukan dan kemudian melakukan penyusunan kontrak baru
dengan Bolivia (pasal 4 ayat 3).
3. Investor asing hanya berperan sebagai penyedia jasa bagi YPFB (pasal
2).
4. Seluruh perusahaan asing yang beroperasi di sektor hidrokarbon
Bolivia diberikan pilihan selama 180 hari terhitung dari keputusan
nasionalisasi ditetapkan untuk membuat dan menandatangani kontrak
baru dengan Bolivia, atau meninggalkan Bolivia tanpa biaya
kompensasi (pasal 3).
5. Kenaikan tarif pajak dan royalti menjadi 82% (pembagian 18% untuk
royalti dan partisipasi, 32% untuk pajak IDH (Impuesto Directo
168
Bolivia Information Forum Bulletin. Bolivia 1 May 2006. No.2 May 2006, tersedia di
http://www.boliviainfoforum.org.uk/news-detail.asp?id=103 diunduh pada 25 April 2015.
69
Hidrocarburos), dan 32% untuk YPFB) untuk perusahaan yang setelah
tahun 2005 memproduksi lebih dari 100 juta kubik, terutama di ladang
gas San Alberto dan San Antonio (Perusahaan Petrobras memegang
operasi penuh di kedua ladang gas terbesar Bolivia) (pasal 4 ayat 1 dan
2).
6. Pemerintah Bolivia mengambil alih bagian saham 50%+1 dari
perusahaan-perusahaan yang telah diprivatisasi sebelumnya, dan
memberikan kembali kontrol operasional (pasal 7).
Brazil bergantung pada gas Bolivia, dan hal tersebut dinilai mustahil bagi
Brazil untuk memperoleh alternatif ekonomi dan energi lainnya minimal hingga
tahun 2008. Di sisi lain, Bolivia juga bergantung pada pasar Brasil. Industri
negara bagian Sao Paulo menjadi konsumen terbesar dan satu-satunya pasar yang
cukup besar dan mudah diakses bagi negara Andean dalam jangka pendek. Biaya
transportasi yang terjangkau bagi Brazil dapat memanfaatkan jaringan pipa gas
yang sudah ada, karena membangun pipa gas baru akan membutuhkan setidaknya
tiga tahun, sementara Bolivia belum memiliki sumber daya yang memadai. Jika
Petrobras menarik investasi dari Bolivia, maka negara akan kesulitan mengelola
ladang gas yang telah beroperasi, akibat minimnya kebutuhan akan keuangan dan
kapasitas sumber daya manusia.
F. Sikap Pemerintah Brazil terhadap Kebijakan Nasionalisasi Bolivia
Tahun 2006
1. Kecaman Pemerintah Brazil Terhadap Kebijakan Nasionalisasi
Bolivia Tahun 2006
70
Sejak tahun 2000, Brazil telah mengembangkan pasar gas alam nasional
untuk meningkatkan partisipasi negerinya dalam matriks energi dunia dengan
memanfaatkan gas alam Bolivia. Kemudian di tahun 2005, gas alam diimpor dari
negara Andean untuk mencukupi 50% dari total gas yang dikonsumsi wilayah
Brazil.169
Permintaan Brazil terhadap gas alam mencapai angka ekspektasi yang
diharapkan Bolivia, yang juga meningkatkan produksi nasional secara signifikan.
Bagi Brazil, gas alam Bolivia sangatlah vital, dan Brazil menganggap persyaratan
yang ditetapkan oleh GSA (Gas Supply Agreement), dapat menjadi beban bagi
perekonomian Brazil. Seperti pada penawaran gas alam di Sao Paulo pada tahun
2005 yang meningkat hingga 25%, dan 75% bagi Bolivia.170
Pemerintah Brazil melakukan pengaturan diplomatik untuk membahas
mengenai GSA (Gas Supply Agreement) dan renegosiasi konsesi Petrobras,
kemudian secara bersamaan Petrobras juga berupaya mencari solusi untuk
mengantisipasi persoalan akibat kebijakan nasionalisasi aset yang dilakukan pada
bulan Mei 2006, tanpa melalui tahap pengajuan sidang arbitrase di Pengadilan
Arbitrase Internasional.171
Terkait kebijakan nasionalisasi hidrokarbon Bolivia, pemerintah Brazil
mengadakan pernyataan resmi dalam sebuah catatan yang disampaikan pada pers
tanggal 3 Mei 2006. Isinya menyatakan bahwa “keputusan pemerintah Bolivia
169
Technical Note number 012/2006-SCM, Considerações da SCM/ANP acerca do Decreto
Supremo nº 28.701 published by Bolivia on May, 01, 2006, Brasília: Agência Nacional do
Petróleo, Superintendência de Comercialização e Movimentação de Petróleo, seus Derivados e
Gás Natural, May, 2006, p. 05. Dikutip dari <http://www.anp.gov.br/doc/gas/Nota_12_2006.pdf>
(April, 2008). Dalam Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia: Impacts
for Development”, (jurnal working papers , No. 23, Juni 2008), hal.20. 170
Ibid, 20. 171
Ibid, 20.
71
menasionalisasikan kekayaan sumber daya alamnya serta mengendalikan
industrialisasi, transportasi, dan perdagangan diakui oleh Brazil sebagai tindakan
yang menjadi bagian untuk menjaga kedaulatan, dan juga karena Brazil sebagai
aturan konstitusi, untuk menjalankan pengelolaan total atas kekayaan tanahnya
sendiri.”172
Kebijakan nasionalisasi yang diputuskan Evo Morales memicu ketegangan
antara Bolivia dengan Brazil. Petrobras dan kementerian Brazil memberikan
respon keras dan mengancam pemerintahan Bolivia terkait investasi Petrobras di
sektor hidrokarbon Bolivia. Menteri Pertambangan dan Energi Brazil, Silas
Rondeau, mengatakan bahwa: “It is an unfriendly move that could be understood
as a break with understandings made with the Bolivian government.” yang pada
intinya menyatakan bahwa keputusan Bolivia melalui kebijakan nasionalisasi
dianggap sebagai tindakan yang tidak bersahabat terhadap pemerintah Brazil.173
Setelah keputusan nasionalisasi dikeluarkan oleh Presiden Evo Morales,
pada 3 Mei 2006, Petrobras mengumumkan bahwa sebagai konsekuensi dari
sikap Bolivia terkait kebijakan nasionalisasi tersebut Petrobras akan bertindak
untuk: pertama, Petrobras akan melindungi kepentingannya melalui jalan
negosiasi dengan pemerintahan Bolivia, dan menggunakan segala hukum-hukum
yang berlaku melalui sistem peradilan Bolivia maupun melalui jalan badan
yuridiksi internasional. Kedua, mencabut semua investasi baru di Bolivia yang
172
Ibid, 20 173
Jeremy McDermott, Bolivia threat to foreigners as troops move into gas fields, 3 May
2006, tersedia di
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/southamerica/bolivia/1517317/Bolivia-threat-to-
foreigners-as-troops-move-into-gas-fields.html diunduh pada 25 Desember 2015.
72
telah direncanakan untuk mengembangkan sektor hidrokarbon Bolivia maupun
yang terkait dengan proyek ekspansi jalur pipa gas Bolivia-Brazil (Gasbol). Dan
ketiga, segera melakukan studi yang bertujuan untuk meningkatkan proyek
diversivikasi sumber pasokan energi, termasuk kemungkinan proyek LNG (Liquid
Natural Gas) di luar Bolivia.174
Kecaman dan ancaman keras yang dikeluarkan pemerintah Brazil maupun
Petrobras tidak membuat presiden Evo Morales membatalkan keputusan
nasionalisasinya tersebut. Morales tetap bersikeras dengan keputusannya dan
meminta Brazil melalui Petrobras serta perusahaan-perusahaan asing lainnya yang
bergerak di sektor hidrokarbon Bolivia untuk menandatangani kontrak Baru
sesuai dengan Supreme Decree No.2871.5.
2. Renegosiasi Kontrak Baru Sektor Hidrokarbon
Kecaman yang dilakukan Brazil terhadap kebijakan nasionalisasi yang
dilakukan Bolivia tidak menjadikan Evo Morales gentar dan tetap menjalankan
keputusan kebijakan nasionalisasi tersebut. Evo Morales menilai nasionalisasi
yang dijalankan Bolivia tidaklah mengambil aset perusahaan asing secara penuh
dan berpihak pada Bolivia, melainkan menerapkan sistem kontrak baru antara
pemerintah dengan perusahaan asing dalam sektor hidrokarbon dengan kontrol
yang dipegang oleh negara.
Untuk mengatasi permasalahan yang melanda Petrobras tersebut, Presiden
Brazil, Lula da Silva segera melakukan pertemuan darurat dengan Menteri Energi
174
Petrobras’s position in Bolivia after nationalization”, Alexander Gas and Oil Connection
Volume 13, issue #6-April 2008 tersedia di http://www.gasandoil.com/news/2008/04/ntl81471
diunduh pada 25 April 2015.
73
Brazil, Silas Rondou, dan juga Direktur Petrobras, Jose Sergio Gabrieli guna
mencari solusi diplomatik regional mengenai nasionalisasi yang diumumkan
Bolivia.175
Setelah melakukan rapat Internal, pada 3 mei 2006 Presiden Lula
segera mengadakan pertemuan pertama di kota perbatasan Argentina, Puerto
Igazu, dengan presiden Bolivia, Evo morales, Presiden Venezuela, Hugo Chavez,
serta Presiden Argentina, Nestor Kirchner demi mencari keputusan solusi secara
diplomatik.176
Pertemuan pertama tersebut menghasilkan pernyataan bersama dari hasil
pembicaraan para kepala negara dalam mencari jalan keluar permasalahan
nasionalisasi secara adil dan rasional yaitu: “the discussion about the gas price
must take place in a rational and equitable framework that makes the undertaking
viable”,177
yang berarti bahwa diskusi mengenai penentuan harga gas harus
berlangsung dalam kerangka nasional dan dilakukan secara adil.
Dalam pernyataan resmi melalui sebuah catatan yang disampaikan pada
pers tanggal 3 Mei 2006, Presiden Lula menyatakan bahwa:
The Brazilian government will act firmly and calmly, in all forums, in
the direction of preserving the interests of Petrobras and will conduct the
necessary negotiations in order to guarantee the balanced and mutually
beneficial relationship between the two countries". And clarifies that "the
natural gas supply for its market is assured by the political will of both
countries, as reinforced by President Evo Morales in a telephone
conversation with President Lula and, equally, by contractual provisions
supported in the International Law. In the same occasion, it was made
175
Jonathan Wheatley. Presidents to meet over gas crisis in Bolivia. 3 May 2006, tersedia di
http://www.ft.com/intl/cms/s/2/190a3d4a-da03-11da-b7de-0000779e2340.html#axzz3YfBPMdVR
diunduh pada 26 April 2015. 176
Javier Blas and Richard Lapper. Watchdog warns of ‘dangerous’ trend on energy. 3 May
2006. Tersedia di http://www.ft.com/intl/cms/s/2/0c6b641e-dadb-11da-aa09-
0000779e2340.html#axzz3YfBPMdVR diunduh pada 26 April 2015. 177
ibid.
74
clear that the issue of the natural gas price will be solved through
bilateral negotiations.178
Pemerintah Brazil akan bertindak secara tegas dan tenang dalam
menyikapi kepentingan Petrobras, dengan cara yaitu akan menegosiasikan
antar kedua negara demi hubungan yang saling menguntungkan dan
stabil”. Serta mengklarifikasi bahwa “pasokan gas alam untuk pasar
dipastikan atas kesepakatan politik kedua negara, sebagaimana dikatakan
juga oleh Evo Morales dalam percakapannya dengan presiden Lula yang
masih dalam lingkup hukum internasional. Isi percakapan itu ialah
membahas mengenai negosiasi bilateral untuk harga gas alam (terjemahan
oleh penulis).
Setelah negosiasi awal dapat meredam ketegangan, pada 11 Mei 2006 Evo
Morales mengeluarkan pernyataan yang memicu perselisihan dengan Brazil pada
pidatonya dalam Vienna Summit di Austria. Dalam pidatonya, Morales
menyatakan bahwa tidak ada kompensasi dalam pengambil-alihan aset-aset
perusahaan asing termasuk Petrobras itu sendiri, dan menuduh Petrobras telah
beroperasi secara illegal karena kontrak operasinya tidak sesuai dan melanggar
hukum yang berlaku di Bolivia.179
Merespon tuduhan Morales tersebut, Petrobras mengeluarkan bukti
pernyataan tertulis sebagai bentuk pembelaan terhadap tuduhan segala bentuk
operasi di Bolivia (lihat lampiran 2), yang secara garis besar menyatakan bahwa
Petrobras beroperasi dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku di Bolivia,
pernyataan tersebut menyatakan bahwa:180
178
Second paragraph of the note to the press of May, 03, 2006. Dikutip dari
http://www.senado.gov.br/web/senador/tiaovian/Atua%C3%A7%C3%A3o/Discuros%20Texto%2
0na%20%C3%ADntegra/2006/dicurso03do05de06.html (April, 2008). Dalam Corrêa & Sanchez,
hal.21. 179
Bolivia 'won't pay compensation'. 11 May 2006. Tersedia di
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/4760525.stm diunduh pada 26 April 2015. 180
. Lampiran 2. Petrobras press release.
75
1. Aktivitas perdagangan gas yang dilakukan Petrobras di Bolivia adalah
hasil dari perjanjian bilateral pemerintahan Brazil dengan Bolivia
sebagai instrument dalam pembangunan pipa gas Bolivia-Brazil,
melalui pembentukan mitra kerjasama antara Petrobras dengan YPFB.
Perjanjian kerjasama dalam pembangunan pipa tersebut dihentikan
setelah YPFB diprivatisasi, dan menjadikan Petrobras sebagai
pemegang kendali dalam pembangunan pipa tersebut.
2. Adanya privatisasi terhadap YPFB, membuat petrobras bertanggung
jawab dalam segala aktivitas konstruksi pembangunan proyek pipa
Bolivia-Brazil mencakup pemberi dana modal utama, meneruskan
pembangunan, berinvestasi dan melakukan eksplorasi serta produksi di
ladang gas wilayah San Alberto dan San Antonio. Pembelian gas
Bolivia sejak tahun 1999 merupakan konsekuensi Brazil dalam
menjalankan operasi tersebut. Dan Petrobras telah memberikan
kontribusi yang baik bagi pemerintah Bolivia dengan menyediakan
lapangan pekerjaan bagi rakyat Bolivia serta membayar pajak
(termasuk 25% dari penerimaan pajak).
3. Segala operasi serta penerapan kontrak tersebut dijalankan oleh
Petrobras dengan menghormati kerangka yang ada di Bolivia secara
sepenuhnya.
Pernyataan Petrobras tersebut menekankan bahwa Petrobras bertindak dan
beroperasi sesuai dengan hukum dan persyaratan yang berlaku, baik di Bolivia
maupun di negara lain dengan menerapkan syarat operasional. Presiden Lula
76
memberikan ancaman akan memanggil duta besarnya di Bolivia sebagai respon
atas pernyataan presiden Morales dalam Vienna Summit, namun Presiden Morales
meralat ucapannya dan bersedia untuk melanjutkan negosiasi mengenai
nasionalisasi dan kenaikan harga gas.181
Negosiasi kedua Bolivia-Brazil berlanjut pada tanggal 10-14 Juli 2006 di
Santa Cruz, Bolivia. Pertemuan tersebut membahas keberadaan dan kepentingan
Petrobras dalam nasionalisasi yang dilakukan Bolivia. Dalam pertemuan tersebut,
Petrobras meminta agar peningkatan harga Gas Purchase and Sales Agreement
(GSA) untuk ditinjau kembali.182
Pembahasan tersebut kemudian dilanjutkan pada pertemuan ketiga di Rio
de Janeiro pada tanggal 24-28 Juli 2006. Dalam pertemuan ketiga tersebut,
kesepakatan belum juga muncul mengenai peninjauan ulang harga GSA.183
Kemudian, pertemuan keempat diadakan pada tanggal 7-11 Agustus di Rio de
Janeiro menghasilkan kesepakatan untuk menambah waktu dalam masa proses
negosiasi selama 60 hari dikarenakan Bolivia membutuhkan waktu untuk
meninjau kembali GSA antara Bolivia dengan Petrobras.184
GSA dinilai sangatlah penting bagi Bolivia dan Brazil, karena menyangkut
harga dalam penjualan gas alam. Bolivia tidak menginginkan harga jual gas yang
rendah karena menyangkut pada kepentingan ekonominya, namun disisi lain
181
Mario Osava, Inter Press Service News Agency, Energy-Bolivia: Brazil Willing to
Negotiate, After Nationalisation, tersedia di http://www.ipsnews.net/2006/05/energy-bolivia-
brazil-willing-to-negotiate-after-nationalisation, diunduh pada tanggal 30 Mei 2015. 182
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 20. 183
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 21. 184
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 21.
77
Brazil menilai permasalahan GSA merupakan suatu hal yang menyangkut pada
peran petrobras di Bolivia. Permasalahan tersebut didasari karena Brazil bukan
hanya sebagai investor dalam sektor hidrokarbon Bolivia, tetapi juga sebagai
konsumen/pembeli gas alam Bolivia. Penerapan GSA membuat perubahan harga
jual gas diatur hingga jangka waktu 5 tahun sekali. Namun, setelah adanya
Supreme Decree 28701 membuat pemerintah Bolivia mempertanyakan kembali
mekanisme penjualan yang selama ini mengikuti dan diatur oleh GSA.185
Dalam masa negosiasinya dengan Brazil, Pemerintahan Bolivia kembali
mengeluarkan Supreme Decree 29122 tentang pengaturan segala aktivitas
komersialisasi dan eksportasi terkait hasil produksi dalam sektor hidrokarbon
Bolivia akan dikontrol penuh oleh YPFB.186
Dan di akhir jangka waktu negosiasi,
pemerintah Bolivia juga mengeluarkan Resolusi Menteri Hidrokarbon Bolivia
2006/2007 melalui Menteri Hidrokarbon Bolivia, Andreas Soliz, pada tanggal 12
September 2006 yang mengatur tentang rekondisi properti dalam segala aktivitas
mencakup rantai produksi, pengolahan, transportasi, penyimpanan serta
pengolahan minyak dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).187
Tindakan yang
dilakukan Bolivia dalam mengambil alih hampir semua aktivitas dalam operasi di
sektor hidrokarbon ini membuat Petrobras hanyalah sebagai penyedia jasa bagi
sektor hidrokarbon Bolivia, dan membuat Petrobras tidak mendapatkan
keuntungan pendapatan dalam peranannya di sektor hidrokarbon Bolivia.188
185
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 22. 186
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 22. 187
de Sousa, Brazil and Bolivia, 5. 188
Corrêa & Sanchez, “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia”, 25.
78
Melihat tindakan yang dilakukan pemerintah Bolivia, Presiden Lula
memberikan sikap keras dan kembali mengancam untuk membatalkan secara
sepihak negosiasi yang berlangsung dan mengadukan permasalahan ini ke badan
arbitrasi internasional.189
Ancaman yang dikeluarkan Presiden Lula tersebut
ternyata menuai respon bagi pemerintah Bolivia, terutama anggota Senat Bolivia
di bawah kendali pihak oposisi yang menyerukan kebijakan nasionalisasi. Hingga
pada akhirnya, pada tanggal 23 September 2006, Senat Bolivia mengajukan mosi
untuk melawan menteri energi hidrokarbon Bolivia, Andrea Soliz, dan
memberikan tekanan agar Andrea Soliz segera mengajukan pengunduran dirinya
terkait resolusi menteri hidrokarbon yang dikeluarkannya.190
Merespon hal tersebut, presiden Evo Morales dengan sigap mengganti
Andrea Soliz dengan Carlos Vilegas untuk menjabat menteri energi hidrokarbon
yang dinilai cukup moderat.191
Wakil presiden Bolivia, Alvaro Garcia Linera
menyatakan bahwa resolusi menteri hidrokarbon ini akan tetap diterapkan dan
tidak akan dihapuskan, tetapi dibekukan untuk sementara waktu hingga
permasalahan selesai. Setelah dilantik sebagai menteri energi hidrokrbon Bolivia
yang baru, Carlos Vilegas segera mengadakan konfrensi press dan menyatakan
bahwa terkait permasalahan nasionalisasi, Brazil dan Bolivia pada dasarnya saling
membutuhkan satu sama lain, oleh karena itu negosiasi akan tetap berjalan demi
menyelesaikan permasalahan.192
189
de Sousa, Brazil and Bolivia, 4. 190
Ibid, 4. 191
Ibid, 4. 192
Ibid, 5.
79
Seiring berjalannya negosiasi antara Bolivia dengan Brazil, pada tanggal
27 Oktober 2006 pemerintah Bolivia beserta YPFB mencapai kesepakatan dan
merampungkan kontrak dengan perusahaan migas asing lainnya yaitu France’s
Total dan US-based Vintage.193
Hingga pada batas hari akhir penandatanganan
nasionalisasi, pada akhirnya tanggal 29 Oktober 2006, pemerintah Bolivia
berhasil menyelesaikan penyusunan kontrak dengan Petrobras dan sepuluh
perusahaan migas asing yang juga beroperasi di Bolivia.194
Seluruh perusahaan migas asing yang beroperasi di Bolivia termasuk
Petrobras telah menyetujui dan menandatangani kontrak operasi yang baru yang
telah ditetapkan oleh presiden Evo Morales menjelang batas akhir pada tanggal
27-29 Oktober 2006. Kontrak tersebut mengatur syarat dan ketentuan (lihat
lampiran 3), seperti jangka waktu kontrak; periode eksplorasi dan kewajiban
kerja; penegasan sistem komersial; masa eksploitasi; kepemilikan dan kontrol
terhadap produksi hidrokarbon; pembayaran atas hak kepemilikan, pajak, serta
biaya ganti rugi; anggaran kompensasi untuk kontraktor; pemberian garansi;
penandatanganan dan pergantian kontrol; pembebasan (abandonment); serta
penerapan hukum dan arbitrasi.
Setelah nasionalisasi dijalankan sesuai negosiasi antara dua negara,
akhirnya kerjasama perdagangan sektor hidrokarbon dilakukan sesuai dengan
renegosiasi kontrak yang telah disepakati antara Bolivia dan Brazil hingga jangka
waktu kedepan. Seluruh kegiatan rantai produksi kembali dikontrol oleh Bolivia
193
Gretcen Gordon, Bolivia: Whiter Nationalization?, tersedia di
http://www.ww4report.com/node/2712 diunduh pada tanggal 30 Mei 2015. 194
Petrobras Reeaches a Gas Exploration and Production Agreement in Bolivia, tersedia di
http://www.agenciapetrobrasdenoticias.com.br/ diunduh pada tanggal 30 Mei 2015.
80
melalui YPFB, dan Brazil melalui Petrobras hanyalah penyedia jasa, akan tetapi
Petrobras diberikan kontrak untuk mengeksplorasi dua ladang migas potensial di
Bolivia dengan pembagian hasil perdagangan sesuai dengan isi kontrak
kesepakatan awal.
81
BAB IV
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI PERUSAHAAN
MIGAS PETROBRAS BRAZIL DI BOLIVIA TERHADAP HUBUNGAN
BOLIVIA DENGAN BRAZIL TAHUN 2006-2013
Dalam bab ini penulis mencoba menganalisis dampak dari kebijakan
nasionalisasi perusahaan migas Petrobras Brazil di Bolivia terhadap hubungan
Bolivia dengan Brazil dengan menggunakan beberapa konsep Hubungan
Internasional. Bab ini terbagi dalam tiga sub-bab yaitu pertama, menganalisis
kepentingan nasional Bolivia dalam kebijakan nasionalisasi terutama dalam sektor
hidrokarbon. Sub-bab kedua menganalisis dampak ekonomi bagi Bolivia serta
pencapaian kepentingan ekonomi Bolivia melalui kebijakan nasionalisasi, dan
kepentingan Bolivia-Brazil dalam segi ekonomi gas alam mencakup dampak
ekonomi terhadap hubungan Bolivia dengan Brazil. Pada sub-bab ketiga, penulis
akan menganalisis dampak politik mengenai keterkaitan kepentingan ekonomi
terhadap nasionalisasi gas alam dengan kepentingan politik yang dijalankan Bolivia-
Brazil baik dalam penguatan eksistensi dan upaya stabilitas hubungan kedua negara
di kawasan.
A. Kepentingan Nasional Bolivia
Setelah Evo Morales dilantik menjadi presiden pada tahun 2006,
pemerintahan Bolivia merevisi dan memberlakukan konstitusi baru pada tahun 2009.
Kebijakan model neoliberal yang dijalankan pada masa Presiden Gonzalo Sanchez de
82
Lozada dihapuskan pada masa Presiden Evo Morales, dan diganti dengan model
komunitas ekonomi sosial produktif.195
Dalam preamble konstitusi yang dikeluarkan pada tahun 2009, pemerintah
Bolivia menyatakan bahwa:
We, the Bolivian people, of plural composition, from the depths of history,
inspired by the struggles of the past, by the anti-colonial indigenous uprising, and
in independence, by the popular struggles of liberation, by the indigenous, social
and labor marches, by the water and October wars, by the struggles for land and
territory, construct a new State in memory of our martyrs.
A State based on respect and equality for all, on principles of sovereignty,
dignity, interdependence, solidarity, harmony, and equity in the distribution and
redistribution of the social wealth, where the search for a good life predominates;
based on respect for the economic, social, juridical, political and cultural
pluralism of the inhabitants of this land; and on collective coexistence with access
to water, work, education, health and housing for all.
We have left the colonial, republican and neo-liberal State in the past. We take
on the historic challenge of collectively constructing a Unified Social State of
Pluri-National Communitarian law, which includes and articulates the goal of
advancing toward a democratic, productive, peace-loving and peaceful Bolivia,
committed to the full development and free determination of the peoples. We
women and men, through the Constituent Assembly (Asamblea Constituyente) and
with power originating from the people, demonstrate our commitment to the unity
and integrity of the country.196
(lihat lampiran 4).
Kami, rakyat Bolivia, yang terbentuk dari komposisi plural, berdasarkan
kedalaman sejarah, terinspirasi perjuangan di masa lampau melalui kemunculan
masyarakat anti-kolonial, dan dalam kemerdekaan, dengan perjuangan tuntutan
pembebasan, oleh rakyat pribumi, barisan sosial dan buruh, melalui Water War
dan October War, melalui perjuangan lahan dan teritorial, dengan ini membentuk
Negara baru guna mengenang jasa para pahlawan.
Sebuah Negara yang berlandaskan pada penghormatan dan persamaan bagi
seluruh rakyat, disertai prinsip-prinsip kedaulatan, harga diri, interdependensi,
solidaritas, keselarasan, serta persamaan dalam distribusi dan redistribusi
kesejahteraan sosial, dimana pencapaian kehidupan yang baik ditonjolkan;
berdasarkan penghormatan atas ekonomi, sosial, yuridisial, pluralisme politik-
budaya rakyat pribumi tanah ini; serta rasa saling berdampingan kolektif disertai
195
Bolivia, A Glance to The Most Important Achievements of The New Economic Model,
Ministerio de Economica y Finanzas Publicas, hal.9. 196
Constitute, Bolivia (Plurinational Stat of)‟s Constitution of 2009. Oxford University Press.
11 Maret 2015. Hal. 6.
83
akses terhadap air, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal bagi
seluruh rakyat.
Kami telah meninggalkan era Negara kolonial, republikan, dan neo-liberal di
masa lampau. Kami menjawab tantangan sejarah melalui pembentukan suatu
hukum Unified Social State of Pluri-National Communitarian, yang mencakup dan
mengartikulasikan tujuan kemajuan agar tercapainya Bolivia yang demokratis,
produktif, cinta-damai dan tenteram; berkomitmen bagi pembangunan menyeluruh
dan penentuan nasib sendiri oleh rakyat. Kami, putra dan putri (Bolivia), melalui
Majelis Konstituen (Asamblea Constituyente) dan dengan kekuasaan yang
bersumber dari kehendak rakyat, membuktikan komitmen kami terhadap persatuan
dan integritas negara (Terjemahan oleh penulis).
Pembukaan konstitusi tersebut menyatakan bahwa Bolivia menyatakan diri
sebagai negara yang telah bebas dari penjajahan pihak swasta dan asing dalam
penguasaan sumber daya alam Bolivia. Konstitusi tersebut sebagai pernyataan bahwa
Bolivia telah menjadi negara baru dengan meninggalkan sistem neoliberal dan telah
memiliki persamaan terhadap rakyat. Pembukaan konstitusi tersebut menjelaskan
kepentingan nasional Bolivia dalam mewujudkan peningkatan perekonomian,
pendidikan dan kesehatan, kesejahteraan rakyat, serta pencapaian hidup yang lebih
baik.
Mengenai pengambilalihan sektor hidrokarbon dan menjadi kepemilikan
negara juga dijelaskan pada pasal 359 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:197
I. The hydrocarbons, in whatever state they are found or form in which they are, are
the inalienable and unlimited property of the Bolivian people. The State, on behalf of
and in representation of the Bolivian people, is owner of the entire hydrocarbon
production of the country and is the only one authorized to sell them. The totality of
the income received by the sale of hydrocarbons shall be the property of the State.
II. No contract, agreement or convention, whether direct or indirect, tacit or express,
may violate totally or partially that which is established in this article. In the event of
197
Ibid, 96.
84
violation, the contracts shall be null and void as a matter of law, and those who have
agreed to, signed, approved or executed them, have committed the crime of treason.
I. Hidrokarbon, dalam apa pun dan dimana pun itu ditemukannya, merupakan properti
yang tidak terbatas atas kepemilikan dari masyarakat Bolivia. Secara keseluruhan
merupakan milik dari negara Bolivia dan masyarakatnya, juga dalam produksinya
hanyalah Bolivia dan masyarakat yang memiliki hak sepenuhnya. Seluruh hasil
pendapatan dari penjualan Hidrokarbon sepenuhnya menjadi properti negara
Bolivia.
II. Tidak ada kontrak, persetujuan atau konvensi, yang menyatakan langsung atau tidak
langsung, secara diam-diam atau langsung, yang bersifat memaksa dalam pasal ini.
Meskipun adanya kontrak yg bersifat demikian, pastinya tidak berpengaruh secara
hukum, dan mereka yang telah setuju dan menandatangani kotrak tersebut, telah
berkomitmen agar tidak adanya indikasi pengkhianatan (terjemahan oleh penulis).
Dengan adanya pasal tersebut, Bolivia menyatakan bahwa sektor hidrokarbon
merupakan milik dari negara dan menjadi hak bagi semua rakyat. Hal tersebut sesuai
dengan statement presiden Evo Morales dan Supreme Decree 28.701 yang telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa Bolivia membutuhkan mitra dalam
berbisnis, bukan penguasa dalam aset properti termasuk hidrokarbon. Kebijakan
nasionalisasi yang dikeluarkan melalui Supreme Decree 28.701 dilakukan Presiden
Evo Morales untuk mencapai kepentingan nasional Bolivia demi mencapai
kesejahteran rakyat dan mengembalikan sumber daya alam Bolivia kembali menjadi
milik negara
B. Kepentingan Nasional Brazil
. Seperti halnya Bolivia, Brazil juga memiliki kepentingan yang signifikan
dalam sektor hidrokarbon Bolivia, berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik.
Disatu sisi, Brazil pada dasarnya merupakan konsumen utama sekaligus investor
terbesar di sektor hidrokarbon Bolivia terutama gas alam. Namun di sisi lain, adanya
85
kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia tahun 2006 yang dikeluarkan
pemerintah Bolivia pada masa Presiden Evo Morales membuat Brazil tidak ingin
mengalami kerugian dalam kerjasamanya terhadap Bolivia di sektor hidrokarbon dan
ingin mewujudkan kepentingan nasionalnya.
Dalam segi ekonomi, tujuan utama kepentingan Brazil terhadap Bolivia yakni
terletak pada gas alam Bolivia yang dinilai penting bagi keberlangsungan
ketersediaan energi Brazil. Saat ini Brazil merupakan salah satu negara berkembang
di Amerika Selatan yang sedang mengembangkan sektor industrinya. Seiring dengan
perkembangan industrinya, Brazil membutuhkan gas alam Bolivia sebagai bahan
bakar yang dinilai relatif murah.198
Investasi Brazil melalui Petrobras dalam gas alam Bolivia dilakukan pada
dasarnya karena penggunaan bahan bakar minyak dalam sektor industri Brazil dinilai
mahal dan tidak efisien.199
Sebelumnya, Brazil telah mengembangkan tenaga
hidroelektrik sebagai bahan bakar dan pembangkit listrik, namun pada tahun 2001
kekeringan panjang melanda Brazil dan membuat ketersediaan air yang dibutuhkan
untuk menghasilkan tenaga hidroelektrik menjadi berkurang. Hal tersebut membuat
Brazil menggunakan gas alam Bolivia untuk memenuhi ketersediaan energi di
negaranya.200
198
Ieda Gomes, Brazil: Country of the future or has its time come for natural gas?, The Oxford
Institute For Energy Studies, OIES PAPER; NG 88, OIES Senior Visiting Reesearch Fellow, 31. 199
Gomes, Brazil: Country of the future or has its time come for natural gas?, 34. 200
Brazil‟s Power Market Crisis, Bureau of Economic Geology, Jackson School of
Geosciences The University of Texas Austin, Center for Energy Economic, 5-6.
86
Dalam segi politik, tindakan Presiden Lula dengan menghormati keputusan
nasionalisasi yang dilakukan Bolivia dan menginginkan negosiasi sebagai proses
jalan keluar pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh pertimbangan politik
domestik Brazil saja tetapi juga dengan politik luar negeri Brazil. Di satu sisi, Brazil
mempunyai kepentingan untuk menjaga kestabilan serta keharmonisan antar negara-
negara di kawasan. Brazil dinilai sebagai pelopor integrasi regional di Amerika
Selatan, dan menjadi salah satu negara yang mengambil peran sebagai pemimpin
regional.201
Hal tersebut membuat Brazil yang sebagai salah satu negara utama di
kawasan secara tidak langsung harus menujukkan cara menyelesaikan permasalahan
antar negara-negara di Amerika Selatan tidak selamanya berakhir dengan konflik
dengan tujuan untuk menjaga integrasi regional serta stabilitas dan keharmonisan
antar negara kawasan.202
Disisi lain, Brazil bersama Venezuela dan Argentina mempunyai tujuan untuk
memfokuskan sektor energi sebagai penggerak utama integrasi Amerika Selatan.
Posisi Bolivia yang kaya akan sumber daya gas alam dinilai mempunyai peran yang
sangat penting di negara kawasan.203
201
Vladimir Pomar dan Valter Pomar, Between Principles and Pragmatism, Brazil: Balanced
Neutrality, Friedrich Ebert Stiftung, Felix Hett and Moshe Wien Edition, May 2015, 3. 202
Miguel Diaz dan Paulo Roberto Almeida, Brazil‟s Candidacy for Major Power Status, The
Stanley Foundation, Powers and Principles: International Leadership in a Shrinking World, Working
Paper, November 2008, 6. 203
DeShazo, Ladislaw dan Primiani: Natural Gas, Energy Policy, and Regional Development,
2.
87
C. Dampak Ekonomi
1. Peningkatan Kerjasama Bolivia-Brazil Dalam Sektor Hidrokarbon
Pasca Kebijakan Nasionalisasi Bolivia Tahun 2006
Pasca nasionalisasi tahun 2006, hubungan kedua negara dalam kerjasama
sektor hidrokarbon juga semakin baik. Sebelumnya pada masa Presiden Gonzalo,
Brazil telah membangun tiga jalur pipa gas ke wilayahnya (Gasbol pipeline, Gasryg
pipeline, dan Cuaiba gas pipeline) dan juga menyetujui kontrak kerjasama
perdagangan gas antara YPFB dan Petrobras selama 20 tahun yang dimulai pada
tahun 1999. Pada tahun 2006, setelah dijalankannya kebijakan nasionalisasi,
dilakukannya negosiasi dalam kontrak perdagangan gas tersebut terutama dalam
harga jual gas, tanpa merubah kontrak perdagangan gas selama 20 tahun hingga tahun
2019.
Hampir 68% dari seluruh produksi gas alam Bolivia, atau sekitar 80% dari
ekspor gas alam Bolivia ditujukan ke Brazil pada tahun 2010. Bahkan di tahun yang
sama pada bulan Oktober, Bolivia setuju untuk memasok gas sebanyak 78 juta kaki
kubik per hari untuk Proyek pembangkit listrik di wilayah Cuiabá Brazil.204
Pada bulan Desember 2011, Petrobras membeli saham 30% di ladang Itau
yang terletak di Provinsi Tarija, Bolivia. Pembelian saham tersebut membuat ladang
Itau menjadi operator yang baru bagi Petrobras. Pembelian saham tersebut melalui
204
Langdon D. Clough, Energy profile of Bolivia, tersedia di
http://www.eoearth.org/view/article/152476/, diunduh pada 1 November 2015.
88
kesepakatan Petrobras antara YPFB Chaco SA, Total E&P Bolivie dan BG Bolivia
Corporation yang juga memegang operator di ladang Itau, dan pembelian tersebut
disepakati oleh Dewan Perwakilan Bolivia pada tanggal 11 Desember 2011.205
Presiden YPFB, Carlos Villegas, mengatakan bahwa Petrobras dan pihak
YPFB sedang dalam pembicaraan mengenai perpanjangan kontrak perdagangan gas
alam yang akan berakhir pada tahun 2019. Carlos Villegas juga mengatakan bahwa
pada akhir tahun 2013, pihak berwenang Petrobras telah resmi menyatakan keinginan
mereka untuk memulai pembicaraan mengenai kontrak baru yang akan dimulai tahun
2020.206
Hal tersebut memperlihatkan hubungan kerjasama perdagangan gas alam
antara Bolivia dan Brazil pasca kebijakan nasionalisasi dinilai semakin baik dengan
adanya Petrobras untuk memperpanjang kontrak di tahun 2020.
a. Kesepakatan Retroactive Compensation
Petrobras (Brazil) menandatangani amandemen kesepakatan harga dan
penjualan gas dengan YPFB (Bolivia) di Rio de Janeiro, pada 18 Desember 2009.
Penandatanganan ini muncul akibat permintaan Bolivia yang mengajukan retroactive
compensation207
dari Brazil untuk setiap “kelebihan” pengiriman hidrokarbon cair
205
Carlos Monge, Petrobras expands activities in Latin America. Natural Resource Governance
Institute, 31 December 2010, tersedia di http://www.resourcegovernance.org/news/an%C3%A1lisis-
quincenal-latin-america-update-december-2010 diunduh pada 1 Januari 2016. 206
Jeff Fick, Bolivia‟s YPFB confirms talks with Petrobras to extend natural-gas supply deal,
tersedia di http://www.jsg.utexas.edu/lacp/2014/10/bolivias-ypfb-confirms-talks-with-petrobras-to-
extend-natural-gas-supply-deal/ diunduh pada 1 November 2015. 207
Retroactive Compensation atau kompensasi retroaktif mengacu pada suatu hal yang
terjadi/disepakati sekarang dan turut mempengaruhi masa lalu „berlaku surut‟. Lihat
http://www.vocabulary.com/dictionary/retroactive. Dalam hal ini, kompensasi yang dibayar Petrobras
89
dalam ekspor gas alam sejak tahun 2007, sejumlah 80 juta sampai 100 juta dolar AS
per tahun.208
Amandemen tersebut menjadi hasil kesepakatan kedua perusahaan yang
sebelumnya telah dilakukan di bulan Februari 2007, dengan mempertimbangkan
pembayaran hidrokarbon cair berupa gas alam yang diimpor dari Bolivia setelah 2
Mei 2007. Sementara, tanggal berakhirnya kontrak disamakan dengan isi kontrak asli
(dekrit 2006), sedangkan pembayaran bulanan kepada Bolivia dikalkulasikan
berdasarkan harga pasar internasional, dengan rentang minimum 100 juta dolar AS
dan maksimum sebesar 180 juta dolar AS.209
Meskipun Petrobras pada mulanya
menilai bahwa jumlah tersebut terlalu banyak, tetapi pada akhirnya perusahaan
BUMN milik Brazil ini mematuhi keputusan politik Lula da Silva sebagai salah satu
langkah membantu pembangunan di Bolivia.210
Petrobras juga menegaskan kembali bahwa kesepakan penjualan dan harga gas,
yang sebelumnya telah didistribusikan oleh perusahaan-perusahaan di Brazil tidak
akan diubah/diamandemen.211
Dengan kata lain, transaksi Petrobras-YPFB yang
pernah dilakukan sebelumnya (sejak nasionalisasi 2006 hingga sebelum amandemen)
tidak akan mendapatkan kompensasi harga.
kepada YPFB juga dihitung sejak kontrak penentuan harga GSA yang diajukan tahun 2007, meskipun
kesepakatan ini baru ditandatangani kedua belah pihak di tahun 2009. 208
Emily Achtenberg, NACLA, Industrializing Bolivia‟s Gas in Bolivia, Not Brazil, tersedia di
https://nacla.org/blog/2013/5/23/industrializing-bolivia%E2%80%99s-gas-bolivia-not-brazil diunduh
pada 29 Desember 2015. 209
Petrobras, Agreement Between Petrobras and YPFB, tersedia di
http://www.investidorpetrobras.com.br/en/press-releases/agreement-between-petrobras-and-ypfb
diunduh pada 29 Desember 2015 210
Georges D. Landau, “The Brazilian Energy Sector: An Overview”, The Future of Oil
Companies Prismax Consulting [Report], 27 October 2010, 7 211
Petrobras, Agreement Between Petrobras and YPFB.
90
b. Proyek Sábalo Gas Plant (Pengilangan Gas Sábalo)
Tanggal 28 Februari 2012, Petrobras meresmikan unit pengolahan gas alam
yang dikenal dengan “Third Train” di blok San Antonio, disebut sebagai proyek
Pengilangan Gas Sábalo atau Sábalo Gas Plant. Proyek ini memiliki total investasi
sebesar 115 juta dolar AS dan dioperasikan oleh Petrobras Bolivia dengan
bermitrakan YPFB Andina. Peresmian Sábalo Gas Plant terwujud sebagai komitmen
kerjasama Bolivia-Brazil dalam perencanaan pembangunan ladang gas Sábalo,
melalui beberapa fase/tahapan berupa pengeboran tiga sumur kilang, sumur pertama
mulai dibor sejak akhir Desember 2011, sumur kedua mulai berproduksi awal tahun
2012 dan fase terakhir (sumur ketiga) diharapkan berlanjut di tahun 2014.212
Sejak bulan Januari 2011, proyek produksi gas telah meningkat sejumlah 15%,
ekuivalen dengan 2 juta meter kubik per harinya. Proses Sábalo Gas Plant dilakukan
dengan pemisahan dan stabilisasi gas alam sebelum dikirimkan pada YPFB, yang
kemudian akan memasok produk gas olahan ke pasar domestik Bolivia ataupun ke
luar negeri. Dengan adanya peresmian kemitraan pengilangan ini, produksi
keseluruhan di blok San Antonio tercatat pada Januari 2012 naik menjadi 17 juta
meter kubik per hari.213
Pada produksi gas cair, juga terlihat adanya peningkatan produksi dari 16.900
menjadi 20.000 barel per hari, terdata di bulan Juni 2012. Seluruh unit pengolahan
212
LNG World News, Petrobras Opens Third Unit at Bolivia Gas Plant, tersedia di
http://www.lngworldnews.com/petrobras-opens-third-unit-at-bolivia-gas-plant/ diunduh pada 29
Desember 2015. 213
LNG World News, Petrobras Opens Third Unit at Bolivia Gas Plant
91
gas Sábalo ini didukung dengan kontrol berteknologi tinggi serta inovatif.214
Berdasarkan hasil kerjasama kemitraan ini, hubungan kerjasama sektor hidrokarbon
antara Bolivia dengan Brazil pasca nasionalisasi dikatakan meningkat dan bernilai
positif dengan melihat adanya kerjasama lanjutan dalam perdagangan gas melalui
investasi Petrobras dalam Sabalo Gas Plant.
2. Peningkatan Perdagangan Bolivia-Brazil Pasca Kebijakan
Nasionalisasi Sektor Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006
Setelah kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia diterapkan,
hubungan perdagangan serta kerjasama antara Bolivia dengan Brazil semakin
meningkat baik dalam sektor hidrokarbon maupun dalam sektor lainnya. Bolivia saat
ini dinilai sebagai negara dengan lingkungan ekonomi makro yang stabil dan
memiliki potensi yang cukup untuk pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan antara
Bolivia dan Brazil pasca kebijakan nasionalisasi hidrokarbon Bolivia, sebagian besar
masih berada dalam sektor industri Brazil dan sektor migas Bolivia.
Kerjasama energi bagi kedua negara dinilai sangat penting, karena hal
tersebut mendukung kebijakan energi Brazil yang menerapkan penghematan bahan
bakar dengan menggunakan gas alam atau bahan bakar tenaga air untuk menghemat
sektor industri Brazil, dan merupakan sumber pendapatan bagi Bolivia. Kemitraan
perdagangan energi Bolivia dengan Brazil dikonsolidasikan pertama kali melalui
214
LNG World News, Petrobras Opens Third Unit at Bolivia Gas Plant
92
penandatanganan perjanjian Roboré pada tahun 1958 yang mengangkat pertanyaan
mengenai pembelian gas Bolivia dan pembangunan pipa gas Bolivia-Brazil.215
Kemudian pada tahun 1972, perjanjian kerjasama dan komplementasi industri
dilakukan untuk pembelian gas alam oleh Brazil dan mengatur proyek-proyek untuk
memperkuat ekonomi Bolivia. Pada akhir tahun 1980an ketertarikan Brazil terhadap
gas alam Bolivia diperkuat melalui kemitraan energi. Hingga akhirnya kemitraan
energi tersebut semakinj berkembang pada tahun 1999 melalui pelaksanaan pipa gas
Bolivia-Brazil (Gasbol), yang memainkan peranan penting dalam memperdalam
hubungan bilateral dan dalam menciptakan peluang bagi masuknya ekonomi Bolivia
di Mercosur.216
Brazil secara historis merupakan mitra dagang utama Bolivia dengan tujuan
utama ekspor gas alam. Hubungan ekonomi Bolivia dengan Brazil telah membantu
perkembangan pembangunan di Bolivia. Kehadiran ekonomi Brazil di Bolivia, dalam
hal surplus perdagangan, investasi, serta pemasukan keuangan dari imigran Brazil,
yang total semuanya mencapai hingga 1.6 miliar dolar AS per tahun nya.217
215
Plurinational State of Bolivia. Ministry of Foreign Affairs, tersedia di
http://www.itamaraty.gov.br/index.php?option=com_content&view=article&id=5978:plurinational-
state-of-bolivia&catid=155&lang=en&Itemid=478 diunduh pada 10 September 2015. 216
Plurinational State of Bolivia. Ministry of Foreign Affairs, tersedia di
http://www.itamaraty.gov.br/index.php?option=com_content&view=article&id=5978:plurinational-
state-of-bolivia&catid=155&lang=en&Itemid=478 diunduh pada 10 September 2015. 217
Ibid. Plurinational State of Bolivia. Ministry of Foreign Affairs.
93
Grafik IV.B.2.1. Aktivitas Ekspor Ekonomi Bolivia Tahun 1998-2013
Sumber: Instituto Nacional de Estadística (INE), dalam Ministerio de Economica y
Finanzas Publicas, Unidad de Analisis y Estudios Fiscales.218
Dalam grafik tersebut dapat dilihat bahwa sektor hidrokarbon menjadi ekspor
utama Bolivia setiap tahunnya. Ekspor hidrokarbon tersebut semakin meningkat
pasca penerapan kebijakan nasionalisasi hidrokarbon tahun 2006. Pada tahun 2006
ekspor hidrokarbon Bolivia mencapai angka 4,088 juta dolar AS, meningkat hingga
pada tahun 2013 sebanyak 12,208 juta dolar AS. Total keseluruhan ekspor Bolivia
bukan hanya dalam sektor hidrokarbon, tetapi juga dalam sektor agrikultur,
manufaktur, dan mineral.
Ekspor produk yang dilakukan Bolivia mencakup gas dan petroleum (44%),
logam mulia (7.5%), biji seng (6.8%), biji logam mulia (6.4%), dan tepung kedelai
218
Bolivia, A Glance to The Most Important Achievements of The New Economic Model,
Ministerio de Economica y Finanzas Publicas, 15.
94
(4.6%). Hingga saat ini, Bolivia masih melakukan ekspor utamanya ke Brazil (32%),
disusul oleh Amerika Serikat (16%), Argentina (15%), Peru (4.1%), dan Jepang
(3.9%).219
Bolivia adalah pemasok utama gas alam ke Brazil dengan sekitar 30 juta
meter kubik per hari melalui jalur pipa gas Bolivia-Brazil. Sekitar 70% bahan bakar
gas alam yang dikonsumsi di sektor industri Sao Paulo Brazil berasal dari Bolivia.220
Dapat dikatakan, Brazil masih bergantung terhadap Bolivia dalam sektor energi
melalui bahan bakar gas alam. Brazil sendiri masih menjadi eksportir utama Bolivia
di sektor hidrokarbon untuk menghidupi sektor industri yang ada di Brazil.
Grafik IV.B.2.2. Aktivitas Impor Ekonomi Bolivia Tahun 1998-2013
219
Observatory of Economic Complexity. Trade in Bolivia. Tersedia di
https://atlas.media.mit.edu/en/profile/country/bol/ diunduh pada 10 September 2015. 220
Bolivia: Petrobras plans to explore three new fields in Bolivia, tersedia di
http://www.energy-pedia.com/news/bolivia/petrobras-plans-to-explore-three-new-fields-in-bolivia
diunduh pada 1 Januari 2016.
95
Sumber: Instituto Nacional de Estadística (INE), dalam Ministerio de Economica y
Finanzas Publicas, Unidad de Analisis y Estudios Fiscales.221
Melihat dalam tabel diatas, hampir rata-rata impor Bolivia per tahunnya
mengalami kenaikan. Pada tahun 2006 setelah penerapan kebijakan nasionalisasi
hidrokarbon, total impor Bolivia berjumlah 2,926 juta dolar AS. Total impor Bolivia
terus meningkat, walaupun pada tahun 2009 sempat sedikit mengalami penurunan
karena efek dari krisis global. Pada tahun 2013, total impor Bolivia mencapai angka
9,353 juta dolar AS. Sebanyak 78% dari total impor selama tahun 2013 ditekankan
pada impor bahan baku dan barang modal untuk memperkuat pengembangan dan
pembangunan industri nasional di Bolivia.222
Hal tersebut dilakukan Bolivia karena
melihat bahwa sektor industri Bolivia belum cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi negara. Bolivia masih melakukan impor hasil barang-barang industri
melalui Brazil. Hal ini membuat Bolivia dan Brazil mengalami ketergantungan dalam
ekonomi, Brazil membutuhkan gas alam dari Bolivia untuk menghidupi sektor
industrinya, dan Bolivia juga membutuhkan barang-barang industri dari Brazil.
Hasil barang-barang impor Bolivia mencakup pada minyak olahan (9.4%),
mobil (6.3%), truk barang (4.2%), batangan besi mentah (2.1%), dan pestisida
(2.1%). Dan negara-negara terbesar yang melakukan impor ke Bolivia mencakup
221
Bolivia, A Glance to The Most Important Achievements of The New Economic Model,
Ministerio de Economica y Finanzas Publicas, 15. 222
Ibid. Ministerio de Economica y Finanzas Publicas, 15.
96
Brazil (17%), Chile (14%), China (12%), Amerika Serikat (10%), dan Argentina
(9.8%).223
Dapat dilihat, pasca kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon Bolivia
diterapkan, hubungan kerjasama perdagangan antara Bolivia dengan Brazil dapat
dikatakan meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan ekspor dan impor kedua
negara. Brazil menjadikan Bolivia sebagai mitra ekspor barang utama dalam sektor
perekonomian, begitupula dengan Bolivia yang menjadikan Brazil sebagai eksportir
utama penjualan gas alam yang dimana pemasukan utama Bolivia berasal dari
penjualan gas alam.
Perdagangan Brazil dengan Bolivia juga mengalami peningkatan yang pada
awalnya tahun 2002 hanya mencapai 818 juta dolar AS, meningkat hingga 4,9 miliar
dolar AS pada tahun 2012. Pertumbuhan tersebut meningkat hampir 600%. Dlam
periode 2002-2012 tersebut, ekspor yang dilakukan Brazil ke Bolivia mengalami
pertumbuhan dari 422 juta dolat AS, menjadi sekitar 1.5 miliar dolar AS, mengalami
peningkatan sebesar 355%. Ekspor yang ditawarkan Brazil ke Bolivia sangat
beragam, dengan mayoritas barang produk bernilai tinggi. Begitupula dengan bolivia,
Brazil merupakan sumber penting dari investasi dan pasar konsumen yang
menjanjikan untuk penjualan produk mineral dan energi dari Boliva.224
223
Observatory of Economic Complexity. Trade in Bolivia. 224
Plurinational State of Bolivia. Ministry of Foreign Affairs.
97
C. Dampak Politik
1. Penguatan Eksistensi Hubungan Bolivia-Brazil
Presiden Evo Morales memenangkan dua kali pemilu nasional di Bolivia. Hal
tersebut terlihat dari dukungan publik yang masih mempercayai kinerja dari Evo
Morales dalam memimpin Bolivia. Pada masa pemerintahan Presiden Gonzalo,
Bolivia menjadi negara yang neoliberal dan bersifat open market dan menjadi incaran
negara-negara perusahaan asing. Namun setelah Presiden Evo Morales memimpin
Bolivia, Evo Morales bersikap lebih keras terhadap negara-negara perusahaan asing
yang ada di Bolivia melalui kebijakan nasionalisasi.
Pada masa pemerintahan Presiden Gonzalo, Bolivia dinilai sebagai negara
terbuka terhadap pasar. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan perekonomian
negara. Akan tetapi hal tersebut dinilai tidak sebanding dengan kesejahteraan yang
didapatkan oleh rakyat. Setelah Presiden Evo Morales memimpin, Morales lebih
menguatkan eksistensi Bolivia yang berideologi Sosialis. Presiden Morales
menerapkan kebijakan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing yang bergerak
di sektor hidrokarbon Bolivia, tidak terkecuali Brazil melalui Petrobrasnya yang
secara historis merupakan mitra bisnis energi Bolivia.
Motivasi Presiden Evo Morales dalam menasionalisasi sektor hidrokarbon
Bolivia dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan mensejahterakan rakyat, serta
menentang kebijakan neoliberal yang dijalankan pemerintahan Bolivia sebelumnya.
98
Evo Morales bersama pemerintahannya yang dinaungi partai MAS menciptakan
kembali sosialisme demokratis. Pemerintahan Bolivia dibawah Evo Morales sedang
dalam proses mewujudkan keadaan pluri-nasional dengan hak yang sama bagi semua
bangsa dan rakyat, pembagian tanah, menyediakan kesehatan gratis dan pendidikan
untuk rakyat, dan menciptakan pluri-ekonomi yang meliputi publik, swasta, koperasi,
dan komunitarian.225
Pasca nasionalisasi, Brazil tetap melakukan kerjasama energi melalui
perdagangan gas alam oleh Bolivia. Hal tersebut dilihat bahwa aspek geopolitik
sangatlah berpengaruh bagi Brazil dan Bolivia untuk melakukan kerjasama dalam
perdagangan. Melihat aspek geografis Bolivia dan Brazil yang memungkinkan dalam
melakukan perdagangan, begitupula dengan aspek geopolitik Bolivia dengan Brazil
pada masa pemerintahan Lula da Silva yang merupakan sahabat dari Evo Morales.
Dan juga Presiden Brazil saat ini, Dilma Rousseff yang berasal dari partai sayap kiri
sama seperti Presiden Evo Morales.
Sehari setelah kebijakan nasionalisasi dikeluarkan, Presiden Evo Morales
dalam pidatonya di KTT Uni Eropa berbicara bahwa tindakan yang dilakukan
Petrobras di sektor hidrokarbon Bolivia dinilai bersifat illegal.226
Pada masa-masa
negosiasi kontrak, Petrobras sebagai perusahaan BUMN perpanjangan tangan dari
225
Jeffery R. Webber, From rebellion to reform Image and reality in the Bolivia of Evo
Morales, International Socialist Review. Tersedia di http://isreview.org/issue/73/rebellion-reform
diunduh pada 27 Oktober 2015. 226
Cardoso, A Energia dos Vizinhos, 2010, dalam Martin Egon Maitino, Altercasting Brazil
into Regional Leadership: the role small powers in creating regional leaders, Institute of International
Relations, University of Sao Paulo, 16.
99
Brazil memberikan klarifikasi mengenai keberadaannya dan operasinya di sektor
hidrokarbon Bolivia. Setelah kebijakan nasionalisasi dikeluarkan, disaat masa
negosiasi, Petrobras mengeluarkan pernyataan klarifikasi serta pernyataan bahwa
Petrobras beroperasi sesuai dengan hukum yang ada di Bolivia.
Pada saat kebijakan nasionalisasi dikeluarkan, pemerintah Brazil
mengeluarkan pernyataan dalam menanggapi nasionalisasi Bolivia tersebut yang
menyatakan bahwa Bolivia memiliki hak untuk menasionalisasi sumber daya yang
dimilikinya dan kebijakan nasionalisasi tersebut harus dihormati. Presiden Lula da
Silva juga mengakui hak Bolivia untuk menaikkan harga gas alamnya, dan
mengatakan Bolivia “membutuhkan bantuan, bukan tindakan arogansi”.227
Pada
pertemuan kepala negara antara Bolivia, Brazil, Argentina, dan Venezuela dalam
membahas integrasi sektor energi di Amerika Selatan dan hubungan harmonis antar
negara regional pada tanggal 4 Mei 2006, Presiden Lula mengatakan:
Brazil respects Bolivia's sovereign right to her mineral wealth I know about
Bolivia's socio-economic plight and invite the president's of Venezuela and
Argentina to join me in drawing up concrete plans to aid Bolivia's development.228
Brazil menghormati hak kedaulatan Bolivia untuk kekayaan mineralnya, Aku
mengetahui tentang keadaan buruk sosial-ekonomi Bolivia dan mengundang
Presiden Venezuela dan Argentina untuk bergabung dengan saya dalam menyusun
rencana konkrit untuk membantu pembangunan Bolivia. (terjemahan oleh penulis).
227
Cardoso, A Energia dos Vizinhos, 2010, dalam Martin Egon Maitino, Altercasting Brazil
into Regional Leadership: the role small powers in creating regional leaders, Institute of International
Relations, University of Sao Paulo, 16. 228
Justin Vogler, Bolivia's Gas Nationalization: A South American Affair, tersedia di
http://upsidedownworld.org/main/bolivia-archives-31/281-bolivias-gas-nationalization-a-south-
american-affair diunduh pada 27 Oktober 2015.
100
Dari pernyataan Presiden Brazil tersebut menyatakan bahwa keputusan
kebijakan nasionalisasi yang dilakukan Bolivia secara sepenuhnya dihormati oleh
Brazil, dan Brazil juga menghormati kedaulatan Bolivia sebagai negara. Melalui
kebijakan nasionalisasi yang dikeluarkan Bolivia, disinyalir Brazil memberikan
pengakuan politik terhadap kedaulatan Bolivia dalam mengeluarkan dan menjalankan
kebijakan-kebijakan luar negeri Bolivia.
Pengakuan serta sikap Brazil yang menghormati keputusan kebijakan
nasionalisasi Bolivia menjadi bukti kuat bahwa Brazil sebagai negara besar di
kawasan regional Amerika Selatan pada akhirnya mengakui Bolivia sebagai negara
yang terlahir kembali setelah penerapan kebijakan nasionalisasi. Selama ini, sebelum
kebijakan nasionalisasi dijalankan, Bolivia menjadi salah satu negara miskin di
Amerika Selatan dan kekayaan alam Bolivia dikuasai oleh perusahaan asing akibat
sistem pemerintahan neoliberal yang dijalankan presiden Gonzalo.229
Setelah
penerapan kebijakan nasionalisasi, Bolivia dinilai kembali mendapatkan
eksistensinya di kawasan melalui persetujuan kontrak baru perusahaan asing dalam
sektor hidrokarbon Bolivia, dan juga melalui pengakuan Brazil yang menghormati
keputusan kebijakan nasionalisasi yang dijalankan Bolivia.
Keberlangsungan kerjasama yang disertai pengakuan resmi oleh Brazil
tersebut turut menguatkan eksistensi hubungan negara Bolivia dengan Brazil. Hal ini
229
Joseph R. Rudolph Jr, Encyclopedia of Modern Ethnic Conflicts, 2nd Edition [2 volumes],
ABC-CLIO, 2015, Hal. 27
101
membuktikan bahwa pertimbangan interdependensi berhasil menyatukan aspek
politik dua negara dengan kondisi perekonomian yang berbeda (negara miskin dan
negara berkembang) mampu berada dalam posisi yang setara secara perpolitikan
bilateral maupun multilateral di kawasan.
Selain itu, baik Brazil maupun Bolivia secara ideologi politik juga menempati
posisi penting di kawasan Amerika Selatan. Pasca nasionalisasi, penguatan eksistensi
keduanya berpengaruh pada pencerminan nilai-nilai ideologi Sosialis yang menjadi
salah satu tawaran alternatif dalam menjalankan kebijakan, selain maraknya
penerapan ideologi Neoliberal yang disebarkan Amerika Serikat oleh beberapa
negara Latin.
2. Upaya Stabilitas Hubungan Bolivia-Brazil di Kawasan
Persetujuan Bolivia dan Brazil dalam renegosiasi kontrak baru hidrokarbon
tidak terlepas dari kepentingan kedua negara. Bolivia mempunyai kepentingan dalam
kebijakan nasionalisasi hidrokaron yang dikeluarkannya, begitu pula dengan Brazil
sebagai negara aktor utama di kawasan Amerika Latin.
Kebijakan nasionalisasi sektor hidrokarbon yang dikeluarkan Bolivia
memberikan keputusan dilematis bagi Brazil. Brazil sebagai negara utama di kawasan
Amerika Selatan juga mempunyai kepentingan. Disatu sisi, Brazil menilai keputusan
nasionalisasi yang dilakukan Bolivia terhadap Petrobras adalah sebuah keputusan
sepihak dengan penerapan harga jual gas serta pajak yang tinggi. Dan disisi lain,
102
Brazil mempunyai kepentingan yang tinggi terhadap Bolivia dalam menghadapi
permasalahan nasionalisasi ini.
Posisi Brazil sebagai negara di kawasan Amerika Selatan mempunyai peranan
penting. Isu nasionalisasi antara Bolivia dan Brazil pada awalnya sempat bersengketa
dan hampir memicu konflik. Namun posisi Brazil di kawasan yang merupakan aktor
krusial di Amerika Selatan membuat Brazil menghindari terjadinya konflik dengan
Bolivia akibat permasalahan isu nasionalisasi sektor hidrokarbon tersebut, walaupun
tidak didukung dari domestik Brazil sendiri. Hal tersebut pada akhirnya membuat
Brazil harus menerima keputusan kebijakan nasionalisasi Bolivia.
Peran dari organisasi-organisasi antar negara di Amerika Selatan seperti
FTAA dan ALBA dinilai gagal. Dan juga Mercosur yang mengalami krisis pada
tahhun 2005 sebelum kebijakan nasionalisasi Bolivia dikeluarkan, serta Andean
Community yang mengalami perpecahan menjadikan regional Amerika latin sulit
untuk berhubungan satu sama lain.230
Hal tersebut dilihat oleh Brazil, dan membuat
Brazil menyelesaikan permasalahan nasionalisasi dengan Bolivia melalui cara yang
diplomatis. Sisi peran Brazil sangat berpengaruh di kawasan, melalui permasalahan
nasionalisasi, Brazil mencerminkan cara penyelesaian masalah dihadapan negara-
negara lain. Hal tersebut dilakukan Brazil juga untuk menguatkan integrasi kawasan
dan menjalin baik dengan negara-negara sekitar.
230
Council on Hemispheric Affairs, The Aftermath of Bolivia‟s Gas Golpe, tersedia di
http://www.scoop.co.nz/stories/WO0605/S00109.htm diunduh pada 14 Oktober 2015.
103
Sejak tahun 1990an, hubungan bilateral antara Bolivia dan Brazil telah
bergerak ke arah yang baru. Krisis energi yang terjadi di Brazil pada saat itu
membuat hubungan kedua negara semakin dekat dengan membuat perjanjian
perdagangan gas Bolivia dan pembangunan jalur pipa gas pada tahun 1996. Hingga
saat ini Brazil menjadi mitra dagang terbesar bagi Bolivia.231
Meskipun nasionalisasi
sektor hidrokarbon Bolivia akan merugikan kepentingan Brazil terutama petrobras,
tetapi kedua negara sepakat untuk menjadikannya sebagai langkah strategis stabilisasi
politik secara jangka panjang.
Diego Von Vacano, tokoh nasionalis Bolivia sekaligus asisten profesor ilmu
politik di Universitas Texas A&M, menyatakan bahwa Presiden Lula (Brazil) ingin
menghindari perselisihan dengan Presiden Morales (Bolivia) guna mencegah
terjadinya de-stabilisasi politik di kawasan.232
Kesinambungan hubungan politik yang
stabil pasca nasionalisasi pada akhirnya berpengaruh pada penguatan integrasi
kontinental yang terpusat di Amerika Selatan dan anti imperialisme.
Di masa lalu, rezim anti imperialisme di wilayah Amerika Selatan lebih
mengarah pada penentangan agresi militer AS dan intervensi di kawasan Amerika
Selatan dan seluruh negara dunia ketiga. Namun saat ini, imperialisme di wilayah
Amerika Selatan lebih mengarah pada penjajahan perusahan asing. Rezim anti
imperialisme di Amerika Selatan dilakukan dengan tindakan „intervensi‟ dan
231
Emmanuel Brunet-Jailly, Border Disputes: A Global Encyclopedia [3 volumes]: A Global
Encyclopedia, ABC-CLIO, Santa Barbara, California, 467. 232
Carin Zissis, Bolivia‟s Nationalization of Oil and Gas, tersedia di
http://www.cfr.org/world/bolivias-nationalization-oil-gas/p10682. Diunduh pada 25 Agustus 2015
104
menentang investasi asing di sektor ekstraktif utama, menasionalisasi sektor-sektor
strategis, menentang latihan militer bersama dan misi pelatihan, mendukung gerakan
pembebasan nasionalis, diversifikasi dan investasi perdagangan untuk daerah
perekonomian, memajukan organisasi politik anti imperialisme, dan membentuk
organisasi ekonomi wilayah Amerika Selatan tanpa peran AS didalamnya.233
Presiden Evo Morales pada tanggal 26 September 2012 memberikan
pernyataan di depan PBB yang isinya menyoroti bahwa kemajuan negaranya tercapai
karena negaranya (Bolivia) tidak lagi tunduk pada imperialisme Amerika Serikat:234
All that progress was due to the fact that Bolivia was no longer subjected to the
“North American empire”, or to blackmail aimed at forcing it to give up its
resources to international private companies. When we feed ourselves politically
and economically, we do better. The United States acted as if they were masters of
the world, but they had not signed even basic multilateral instruments. Whose hands
do natural resources of a country end up in, its citizens or international companies?
As long as imperialism exists, there will never be peace, justice or sovereignty for
the peoples of the world, and that war is the business of capitalism.
Semua kemajuan (Bolivia) itu berdasarkan fakta bahwa Bolivia tidak lagi tunduk
pada "kekaisaran Amerika Utara", atau pemerasan yang memaksa untuk
menyerahkan sumber daya negara kepada perusahaan swasta internasional. Ketika
kita memberi makan diri kita sendiri (berdaulat) secara politik dan ekonomi, kita
mendapatkan (kemajuan) yang lebih baik. Amerika Serikat bertindak seolah-olah
mereka adalah penguasa dunia, tetapi mereka sendiri tidak menandatangani
instrumen multilateral dasar. Ke tangan siapa sumber daya alam dari suatu negara
akan berakhir, kepada masyarakat atau perusahaan internasional? Selama
imperialisme masih ada, tidak akan pernah tercipta perdamaian, keadilan atau
kedaulatan bagi masyarakat dunia, bahkan perang dijadikan sebagai bisnis
kapitalisme (terjemahan oleh penulis).
233
Prof. James Petras, Latin America and the Paradoxes of Anti-Imperialism and Class
Struggle, Centre for Research on Globalization, tersedia di http://www.globalresearch.ca/latin-
america-and-the-paradoxes-of-anti-imperialism-and-class-struggle/5399011 diunduh pada 1 November
2015. 234
United Nations, General Assembly of the United Nations, Bolivia (Plurinational State of),
tersedia di http://gadebate.un.org/node/396 diunduh pada 23 Desember 2015
105
Berdasarkan pernyataan di atas, Presiden Morales menekankan bahwa selama
imperialisme AS masih berlangsung, perdamaian, keadilan serta kedaulatan rakyat
tidak akan tercipta, dan mekanisme perang juga termasuk dalam kepentingan
kapitalisme.235
Eva Golinger, seorang penulis, pengamat Amerika Latin, dan
pengacara berkebangsaan Venezuela-Amerika mengatakan “The 21st century is no
longer the time when the US dominates Latin America or EU countries colonize Latin
America. This is the dawn of a new era of Latin American sovereignty, dignity and
independence (Abad ke-21 bukan lagi masa dimana AS atau Uni Eropa
mendominasi/menjajah Amerika Latin. Hal ini mengawali datangnya era kedaulatan,
kehormatan, serta kemerdekaan Amerika Latin).”236 Untuk mewujudkan independensi
Latin tersebut, Bolivia bersama dengan Brazil turut mempererat hubungan politiknya
pasca nasionalisasi hidrokarbon diimplementasikan di Bolivia, terwujud dengan
penguatan integrasi kontinental.
Dalam integrasi kontinental di Amerika Selatan/Latin, Bolivia dan Brazil
secara jangka panjang ingin menguatkan kerjasama antarnegara anggota di Amerika
Selatan dan bersifat anti imperialisme. Pertama pada tahun 2000, dalam Bolivia
dilibatkan dalam Initiative for the Integration of the Regional Infrastructure of South
America (IIRSA), kemudian dengan mempertimbangkan kemajuan negaranya setelah
235
David Mercado, RT, Morales: Obama can Invade Any Country for US Energy Needs. 236
RT, Latin America Rising: Outrage at „Imperial Hijack‟ of Morales‟ Plane, tersedia di
https://www.rt.com/news/latin-america-outrage-bolivia-plane-653/ diunduh pada 28 Desember 2015.
106
nasionalisasi, Bolivia ditunjuk Brazil sebagai focal point dalam integrasi transportasi
di kawasan Amerika Selatan.237
Lalu kedua, pasca kebijakan nasionalisasi tahun 2006, dalam pertemuan
Mercosour tahun 2012 Bolivia menjadi penggagas dan dapat dukungan penuh dari
Brazil sebagai bukti bahwa kedua negara mempunyai kepentingan bersama di
kawasan Amerika Selatan.238
Hal ini dilakukan untuk menghidupkan kembali
Mercosur yang sempat vakum, dan sebagai alternatif pengganti atas kegagalan
FTAA.
Dan ketiga, pada tahun 2013 Bolivia dan Brazil melakukan perjanjian
kerjasama pemberantasan penyelundupan narkotika di wilayah perbatasan. Pasukan
pertahanan sipil Bolivia ikut serta menjaga wilayah perbatasan Brazil. Pada saat itu,
Brazil mengambil alih peranan AS dalam memonitoring penyebaran narkoba yang
diproduksi Bolivia.239
Hal tersebut akibat sebelumnya Bolivia telah melarang dan
mengusir U.S Drug Enforcement Administration (DEA) di wilayah Bolivia.240
Dengan kata lain pasca nasionalisasi, Bolivia lebih percaya dan kooperatif dengan
Brazil daripada AS, karena sebelumnya Bolivia sangat mempercayakan
pemberantasan narkotika sepenuhnya kepada AS.
Beberapa perkembangan di atas menjadi indikator penguatan hubungan
politik kedua negara (Bolivia-Brazil). Dengan kata lain, sejak diawali perjanjian
237
Emmanuel Brunet-Jailly, Border Disputes, 467. 238
Emmanuel Brunet-Jailly, Border Disputes, 467. 239
Emmanuel Brunet-Jailly, Border Disputes, 467. 240
Emmanuel Brunet-Jailly, Border Disputes, 467.
107
perdagangan gas Bolivia dan Brazil pada tahun 1996, dan kebijakan nasionalisasi
sektor hidrokarbon Bolivia terhadap Petrobras tahun 2006 yang menimbulkan
permasalahan antara kedua negara, membuat hubungan kedua negara semakin erat
dan memberikan dampak yang baik. Sumber daya energi gas alam sangat krusial bagi
kehidupan dan kebutuhan negara, termasuk bagi Bolivia dan Brazil, menjadikan
nasionalisasi sektor hidrokarbon sangat berdampak bagi kedua negara.
Dan setelah mencapai kesepakatan dan negosiasi, ternyata secara politis kedua
negara juga mengagendakan program/kerjasama di bidang lainnya baik kerjasama
yang telah ada sebelum nasionalisasi 2006, maupun kerjasama pasca nasionalisasi
hidrokarbon tahun 2006 seperti Initiative for the Integration of the Regional
Infrastructure of South America (IIRSA) pada tahun 2000, pertemuan Mercosour
tahun 2012, dan perjanjian kerjasama pemberantasan penyelundupan narkotika di
wilayah perbatasan tahun 2013.
108
BAB V
KESIMPULAN
Kebijakan nasionalisasi dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk
mewujudkan tercapainya kepentingan ekonomi suatu negara. Nasionalisasi model
baru yang dilakukan Bolivia dengan pengambilalihan kontrol dan kontrak baru,
bukan berupa pengambilalihan aset secara paksa telah merubah persepsi dunia
internasional mengenai arti pemahaman kebijakan nasionalisasi yang sebenarnya.
Hingga beberapa tahun terakhir, hanya sedikit negara yang menerapkan nasionalisasi
model baru dalam kebijakan ekonominya baik dengan tujuan peningkatan ekonomi
maupun pengamanan sumber daya.
Penerapan kebijakan nasionalisasi oleh Bolivia pada tahun 2006 dengan
menasionalisasi Petrobras sebagai mitra perdagangan terbesar Bolivia dalam sektor
hidrokarbon didasari oleh beberapa hal. Seperti bagaimana Bolivia dalam
menentukan tujuan dan kepentingannya pasca Evo Morales memimpin pemerintahan.
Bolivia merupakan negara dengan kandungan cadangan gas alam terbesar kedua di
wilayah Amerika Latin. Sedangkan Brazil merupakan negara terbesar dengan
mengkonsumsi gas alam Bolivia sebagai bahan bakar energi utama sektor
industrinya, sehingga Bolivia dan Brazil mengalami ketergantungan satu sama lain.
Ketika suplai gas alam menjadi penting bagi Brazil untuk menghidupi sektor
industrinya, Bolivia juga membutuhkan pemasukan ekonomi dari penjualan gas alam
109
dan impor barang industri dari Brazil. Oleh sebab itu, nasionalisasi sektor
hidrokarbon dan perusahaan Petrobras Brazil di Bolivia menjadi isu penting bagi
kedua negara.
Terkait model kebijakan nasionalisasinya, Evo Morales dinilai tetap berpikir
realistis dengan menyadari bahwa Bolivia masih memiliki ketergantungan dengan
Brazil dan perusahaan asing dalam sektor hidrokarbon Bolivia. Dengan begitu, dapat
dilihat pendekatan yang dipilih Evo Morales lebih kepada renegosiasi kontrak
dibandingkan pengambilan aset secara paksa. Sehingga dalam penerapan model
kebijkan nasionalisasi, Evo Morales telah mengamankan tiga hal dalam
pemerintahannya yaitu pertama; penerapan kebijakan nasionalisasi sesuai dengan
tuntutan rakyat Bolivia telah mengamankan posisi Evo Morales dari ancaman
demonstrasi massa seperti pada mas pemerintahan Gonzalo dan Mesa. Kedua; pada
level tertentu, model kebijakan nasionalisasi tanpa pengambilalihan aset secara paksa
telah mengamankan kedudukan Bolivia dari ancaman badan arbitrase internasional.
Dan ketiga; penerapan kebijakan nasionalisasi tanpa pengambilalihan aset secara
penuh dinilai sangat memungkinkan bagi Bolivia untuk mempertahankan investor
asing untuk berinvestasi di sektor hidrokarbon Bolivia.
Nasionalisasi yang dilakukan Bolivia ditujukan untuk menjamin kontrol
perdagangan dan pendapatan yang dominan dari sektor hidrokarbon. Hal tersebut
dinilai pantas, dengan melihat adanya ketergantungan Brazil terhadap gas alam
Bolivia. Brazil disatu sisi juga menyadari ketergantungannya yang besar terhadap gas
110
alam Bolivia. Hal tersebut membuat Brazil melakukan pendekatan negosiasi yang
lebih koperatif bagi kedua negara. Sehingga pada akhirnya interdependensi antara
kedua negara tersebut telah menimbulkan kesadaran bahwa semua kepentingan akan
tercapai jika pada dasarnya Petrobras tetap mempertahankan posisinya di sektor
hidrokarbon Bolivia.
Penerapan kebijakan nasionalisasi tersebut dinilai memberikan dampak bagi
kedua negara. Setelah brazil melalui Petrobras menyetujui dan menandatangani
kontrak baru dengan Bolivia, kerjasama Bolivia dan Brazil dalam sektor hidrokarbon
dinilai memberikan dampak positif bagi kedua negara. Bolivia sudah jelas sebagai
pihak yang sangat merasakan dampak ekonomi pasca penerapan kebijakan
nasionalisasi tersebut. Setelah nasionalisasi, peningkatan kerjasama Bolivia-Brazil
pasca kebijakan nasionalisasi tahun 2006 terus meningkat. Bolivia membutuhkan
pemasukan ekonomi melalui penjualan gasnya ke Brazil. Begitupula dengan Brazil
yang mendapat ktersediaan energi dari Bolivia dan tetap bisa kembali menjalankan
sektor industrinya dan pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar gas alam
yang dinilai relatif murah dalam penggunaannya. Begitupula dengan dampak politik,
walaupun pada masa nasionalisasi hingga proses negosiasi kontrak baru hubungan
antara Bolivia dengan Brazil sempat mengalami ketegangan, tetapi setelah mencapai
kesepakatan, kedua negara semakin berhubungan erat dan memberikan dampak
positif satu sama lain. Dapat dilihat dari hubungan politik kedua negara yang pasca
nasionalisasi semakin banyak terlibat aktif dalam kerjasama antar regional.
111
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Albala, Ken. 2011. Food Cultures of the World Encyclopedia: Four Volumes.
California: ABC-CLIO.
Bakry, Umar Suryadi. 1999. Pengantar Hubungan Internasional. Jakarta:
Jayabaya University Press.
Beato, Paulina dan Juan Benavides. 2004. Gas Market Integration in the Southern
Cone. New York: IDB.
Bogdan, dan Tylor, 1989. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Karya.
Brunet-Jailly, Emmanuel. 2015. Border Disputes: A Global Encyclopedia [3
volumes]: A Global Encyclopedia. California: ABC-CLIO.
Chong, Alberto dan Florencio Lopez De Silanes. 2005. Privatization in Latin
America: Myths and Reality. Washington: World Bank Publications.
Constitute Bolivia. (Plurinational State of)‟s Constitution of 2009. Oxford
University Press.
Couloumbis, A. Theodore dan James H. Wolfe. 1982. Introduction to
International Relations: Power and Justice. New Jersey: Prentice Hall.
Crabtree, John dan Laurence Whitehead. 2008. Unresolved Tensions: Bolivia Past
and Present. Pittsburgh: the University of Pittsburgh Press.
Crescenzi, Mark J.C. 2002. Economic Interdependence and Conflict in World
Politics. North Carolina: University of North Carolina, Chapel Hill.
Donaldson, Christian Velasquez. 2012. Analysis of the Hydrocarbon Sector in
Bolivia: How are the Gas and Oil Revenues Distributed?. Saarbrücken:
Lambert Academy Publishing.
Dorn, Glenn J. 2011. The Truman Administration and Bolivia: Making the World
Safe for Liberal Constitutional Oligarchy. Penn State Press.
Harris, Jerry. 2009. The Nation in the Global Era: Conflict and Transformation.
Leiden: Brill.
112
Ikle, Fred Charles. 1989. Modern Diplomacy. New York: Longman.
Kohl, Benjamin dan Linda C. Farthing. 2006. Impasse in Bolivia: Neoliberal
Hegemony and Popular Resistance. London: Zedbooks.
Kohl, Benjamin H. 2006. Impasse in Bolivia: Neoliberal Hegemony and Popular
resistance. New York: St. Martin‟s Press.
Moelong, Lex. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya.
Nilsson, Manuela dan Jan Gustafsson, 2012. Latin American Responses to
Globalization in the 21st Century. Palgrave Macmillan.
Nye, Jospeh S. 1992. Understanding International Conflicts. USA: Harper Collins
College Publisher.
Peet, Richard. 2007. Geography of Power: Making Global Economic Policy.
London: Zedbooks.
Rice, Roberta. 2012. The New Politics of Protest: Indigenous Mobilization in
Latin America's Neoliberal Era. University of Arizona Press.
Sachs, Jeffery D. 2007. Developing Country Debt and Economic Performance,
Volume 2: Country Studies--Argentina, Bolivia, Brazil, Mexico. Chicago:
The University of Chicago Press.
Shultz, Jim dan Melissa Draper. 2008. Dignity and Defiance: Stories from
Bolivia's Challenge to Globalization. California: University of California
Press.
Tsani, M Burhan. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Liberty.
Webber, Jeffery. 2011. From Rebellion to Reform in Bolivia: Class Struggle,
Indigenous Liberation, and the Politics of Evo Morales. Chicago:
Haymarket Books.
Zartman, I.W. dan Berman, M.R. 1982. The Practical Negotiator. New Haven.
CT: Yale University Press.
Jurnal
Andersen, Lykke E. Johan Caro, Robert Faris, dan Mauricio Medinaceli. 2006.
“Natural Gas and Inequality in Bolivia After Nationalization”, Development
113
Research Working Paper Series No. 05/2006, Institute for Advance
Development Studies.
Cungu, Tanya Alfredson dan Azeta. “Negotiation Theory and Practice: A Review
of the Literature.” FAO EASYPol Online Resource Materials for Policy
Making.Vol. 179 2008.
de Sousa, Sarah John. 2006. Brazil and Bolivia: The Hydrocarbon ‘Conflict’,
Fride Journal.
Iragorri, Alexandra Garcia. 2003. “Negotiation In International Relations”,
Revista De Derecho, Universidad Del Norte, 19.
Jova, Caroline. 2006. “Nationalization in Bolivia: Curse or Blessing?”, LACC
Working Paper Series 12, August 2006. Latin American And Carribean
Center. Florida International University. Miami.
Kaup, Brent Z. 2010. “Powering up: Latin America's energy challenges: Bolivia‟s
Nationalised Natural Gas: Social and Economic Stability Under Morales,”
LSE IDEAS: London School of Economics and Political Science, Vol.
SU005, 2010.
Kohl, Benjamin H. 2004. “Privatization Bolivian Style: A Cautionary Tale,”
International Journal of Urban and Regional Research, Vol. 28.4,
December 2004.
Petrobras‟s position in Bolivia after nationalization”, Alexander Gas and Oil
Connection Volume 13, issue #6-April 2008 tersedia di
http://www.gasandoil.com/news/2008/04/ntl81471
Sanchez, Corrêa. 2008. “Property In The Natural Gas Sektor in Bolivia: Impacts
for Development”, Working Papers , No. 23, Juni 2008.
Subono, Nur Iman. 2008. “Kemenangan Evo Morales dan MAS di Bolivia”.
Jurnal Sosial Demokrasi. Belajar dari Sosialisme Baru Amerika Latin,
Mengapa Tidak!. Vol.4, No.1, Oktober-desember 2008, Yayasan Indonesia
Kita & Pergerakan Indonesia.
Viera, Marco Antonio Urioste. 2009. “Gas Political and Economic in Bolivia:
How Would It Affect The Development of The Potential Gas Market In
Chile and Brazil”, Journal of The Centre for Energy, Petroleum and Mineral
Law and Policy, University of Dunde.
114
Report
“Situation of poverty in the country”, tersedia di
http://www.unicef.org/bolivia/resources_2332.htm diunduh pada 30 Oktober
2014.
Bolivia Background, U.S. Energy Information Administration (EIA), 2012
tersedia di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Bolivia/bolivia.pdf,
Bolivia Country Analysis Note, U.S. Energy Information Administration (EIA),
June 2014, tersedia di http://www.eia.gov/countries/country-
data.cfm?fips=BL. Diunduh pada 29 Oktober 2014.
Bolivia, A Glance to The Most Important Achievements of The New Economic
Model, Ministerio de Economica y Finanzas Publicas.
Business News Americas staff reporter, Petrobras to invest US$600mn in 2003/4,
kamis 17 desember 2002, tersedia di
http://www.bnamericas.com/news/oilandgas/Petrobras_to_invest_US*600m
n_in_2003_4 diunduh pada 24 maret 2015.
Chris Ellsworth & Eric Gibbs, “Critical Issues in Brazil‟s Energy Sector. Brazil
Natural Gas Industry: Missed Opportunities On The Road To Liberalizing
Markets”, James A. Baker III Institute for Public Policy, March 2004.
Country Analysis Note. US energy information administration. Tersedia di
http://www.eia.gov/countries/country-data.cfm?fips=bl diunduh pada 11
Mei 2014.
CRS report for congress, Bolivia political and economic developments and
relations with the united states, 26 january 2007, Clare M. Ribando.
Edna Maria B. Gama Coutinho, Bolivia-Brazil Gas Pipeline, Infrastructure
Report, Infrastructure Projects Division, April 2000 No.45,
Emily Achtenberg, Bolivia: Elections in the Time of Evo, 29 September 2014,
tersedia di https://nacla.org/blog/2014/10/12/bolivia-elections-time-evo
diunduh pada 14 September 2015.
Gavin Keeton dan Mike Beer, : a mining industry perspective. Report for the
mining industries association of southern Africa. July 2011, 1, tersedia di
115
http://www.miasa.org.za/Documents/Nationalisation%20%20MIASA%20po
sition%20on%20state%20participation%20in%20mining%202012.pdf
Lestari, Dewi Yuanita. Hidrokarbon.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dewi%20Yuanita%20Les
tari,%20S.Si.,%20M.Sc./HIDROKARBON.pdf
Lykee E. Andersen dan Robert Faris, Natural Gas and Income Distribution in
Bolivia, Andean Competitive Project Working Papers, Instituto de
Investigaciones Socio-Económicas Universidad Católica Boliviana, La Paz,
Bolivia, Center for International Development Harvard University,
Cambridge, Massachusetts.
Martin Egon Maitino, Altercasting Brazil into Regional Leadership: the role small
powers in creating regional leaders, Institute of International Relations,
University of Sao Paulo.
Mauro de Oliveira Loureiro, José Rubén Montano, “Yacuiba – Rio Grande Gas
Pipeline (GASYRG), in Bolivia – The Development of a Company and the
Construction of the Pipeline in a Regulated and Competitive Environment”,
Rio Pipeline Conference & Exposition 2003.
Peter L. Law dan Nelson de Franco, International Gas Trade-The Bolivia-Brazil
Gas Pipeline, Public Policy for the Private Sector, The World Bank Group
Finance, Private Sector, and Infrastructure Network, Note No.144, May
1998.
Plurinational State of Bolivia. Ministry of Foreign Affairs, tersedia di
http://www.itamaraty.gov.br/index.php?option=com_content&view=article
&id=5978:plurinational-state-of-bolivia&catid=155&lang=en&Itemid=478
diunduh pada 10 September 2015.
Summary of Project Information (SPI), tersedia di
http://ifcext.ifc.org/ifcext/spiwebsite1.nsf/1ca07340e47a35cd85256efb0070
0cee/8E32626A7E757EE4852576BA000E25D6 diunduh pada 24 Maret
2015.
The Bolivia-to-Brazil Pipeline, Center for Energy Economic, Bureau of Economic
Geology, Jackson School of Geosciences The University of Texas Austin,
tersedia di http://www.beg.utexas.edu/energyecon/new-
era/case_studies/Bolivia_to_Brazil_Pipeline.pdf
116
The Cuiabá Integrated Energy Project: An Overview by the Overseas Private
Investment Corporation. An Agency of the United States Government,
dalam http://www.aata.info/WEIMS/Start.htm, diakses pada 21 Maret 2015.
World Markets Research Centre, WMRC Country Report: Bolivia (Energy), 03
January 2005.
Skripsi/Tesis
Chronika, Agnes. 2008. Relasi Brazil-Bolivia Pasca Nasionalisasi Sektor
Hidrokarbon Bolivia Tahun 2006, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik,
Program Sarjana Reguler Ilmu Hubungan Internasional, Universitas
Indonesia.
Gonzales, Angela D. 2010. Social Movement Mobilization and Hydrocarbon
Policy in Bolivia and Ecuador Early 2000s. Dept of National Security
Affairs. Naval Postgraduate School, Monterey, California
Lemme, Luisa. 2008. Petrobras in Bolivia: The Expansion of The Gas Sector In a
Changing Latin America. Washington University in St. Louis, Graduate
Department of Arts & Science, Master of Arts of International Affairs.
Website
“Gas nationalisation just the beginning”. The Guardian 31 May, 2006. Tersedia di
http://www.cpa.org.au/z-archive/g2006/1275bolivia.html diunduh pada 21
April 2015.
Alexandra Garcia, Evolution: How Evo Morales made an Andean Country an
Asset, April 30, 2014, tersedia di
http://www.brownpoliticalreview.org/2014/04/evolution-how-evo-morales-
made-an-andean-country-an-asset/ diunduh pada 10 September 2015.
Alexandre Spatuzza. Petrobras CEO guarantees Bolivian gas supplies. Tuesday,
May 2, 2006, tersedia di
http://www.bnamericas.com/news/oilandgas/Petrobras_CEO_guarantees_Bo
livian_gas_supplies diunduh pada 25 April 2015.
Benjamin Dangl, An Overview of Bolivia's Gas War, tersedia di
http://upsidedownworld.org/gaswar.htm diunduh pada 27 Maret 2015.
117
Bolivia Information Forum Bulletin. Bolivia 1 May 2006. No.2 May 2006,
tersedia di http://www.boliviainfoforum.org.uk/news-detail.asp?id=103
diunduh pada 25 April 2015.
Carin Zissis, Bolivia's Nationalization of Oil and Gas, 12 May 2006, tersedia di
http://www.cfr.org/world/bolivias-nationalization-oil-gas/p10682 diunduh
pada 11 mei 2014.
Council on Hemispheric Affairs, The Aftermath of Bolivia‟s Gas Golpe, tersedia
di http://www.scoop.co.nz/stories/WO0605/S00109.htm diunduh pada 14
Oktober 2015.
Country Profile: Bolivia."Library of Congress Federal Research Division”.
January 2006, 13. Tersedia di
http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/profiles/Bolivia.pdf , diunduh pada 28 0ktober
2014.
Gretcen Gordon, Bolivia: Whiter Nationalization?, tersedia di
http://www.ww4report.com/node/2712 diunduh pada tanggal 30 Mei 2015.
Igor Fuser, Petrobras and the conflicts for resources in South America, tersedia di
http://storage.globalcitizen.net/data/topic/knowledge/uploads/200904022324
3533.pdf
Jair Antunes, Evo Morales and the fraud of “nationalization” in Bolivia,
http://wsws.org/en/articles/2007/05/boli-m22.html
Jair Antunes, Evo Morales and the fraud of “nationalization” in Bolivia,
http://www.wsws.org/en/articles/2007/05/boli-m22.html, diunduh pada 27
Maret 2015.
Jake Johnston and Stephan Lefebvre, Bolivia‟s Economy Under Evo Morales in
10 Graphs, 8 October 2014, tersedia di
http://www.globalresearch.ca/bolivias-economy-under-evo-morales-in-10-
graphs/5411205 diunduh pada 10 September 2015.
Javier Blas and Richard Lapper. Watchdog warns of „dangerous‟ trend on energy.
3 May 2006. Tersedia di http://www.ft.com/intl/cms/s/2/0c6b641e-dadb-
11da-aa09-0000779e2340.html#axzz3YfBPMdVR diunduh pada 26 April
2015.
Jeffrey St. Clair, Address to the United Nations: We Need Partners, Not Bosses,
September 22-24, 2006, tersedia di
118
http://www.counterpunch.org/2006/09/22/we-need-partners-not-bosses/
diunduh pada 11 mei 2014.
Jonathan Wheatley. Presidents to meet over gas crisis in Bolivia. 3 May 2006,
tersedia di http://www.ft.com/intl/cms/s/2/190a3d4a-da03-11da-b7de-
0000779e2340.html#axzz3YfBPMdVR diunduh pada 26 April 2015.
Maria de Fatima Salles Abreu Passos, Bolivia-Brazil Gas Pippeline, tersedia di
http://fatimapassos.mpo.gov.br
Mario Osava, Inter Press Service News Agency, Energy-Bolivia: Brazil Willing to
Negotiate, After Nationalisation, tersedia di
http://www.ipsnews.net/2006/05/energy-bolivia-brazil-willing-to-negotiate-
after-nationalisation,
Norman Gall, Gas in Bolivia: conflict and contracts, tersedia di
http://www.realinstitutoelcleano.org/analisis/1092/1092_Gall_Gas_Bolivia.p
df, diunduh pada 14 Juni 2014.
Observatory of Economic Complexity. Trade in Bolivia. Tersedia di
https://atlas.media.mit.edu/en/profile/country/bol/ diunduh pada 10
September 2015.
Petrobras Reeaches a Gas Exploration and Production Agreement in Bolivia,
tersedia di http://www.agenciapetrobrasdenoticias.com.br/ diunduh pada
tanggal 30 Mei 2015.
Petrobras, History, tersedia di http://www.petrobras.com/en/about-us/our-history/
diunduh pada 8 Maret 2015.
Petrobras-YPFB Contract (October 31, 2006),
www.petrobras.com.br/ri/pdf/ContratoPetrobrasYPFBiNG.PDF
Produk minyak pelumas yang diproduksi oleh petrobras, tersedia di
http://www.br.com.br/wps/portal/portalconteudo/lubrax/!ut/p/c4/04_SB8K8
xLLM9MSSzPy8xBz9CP0os3gjf09TAxcjT1__YEdXA0_XEDP_MD9zd2
MLY_2CbEdFAEMzpiw!/?PC_7_2OI50D2IMOSAE0IET6OVN7G3A2000
000_WCM_CONTEXT=/wps/wcm/connect/Portal+de+Conteudo/Hot+Site/
Petrobras+Marine+-+English+version/Products/ diunduh pada 27 Maret
2015.
Stephan Lefebvre and Jeanette Bonifaz 24 November 2014, Lessons from Bolivia:
re-nationalising the hydrocarbon industry, tersedia di
https://www.opendemocracy.net/ourkingdom/stephan-lefebvre-jeanette-
119
bonifaz/lessons-from-bolivia-renationalising-hydrocarbon-indust diunduh
pada 14 September 2015.
Sukur, Edi. 2004. Melirik Teknologi Termoelektrik sebagai Sumber Energi
Alternatif. http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1091919348&9,
Surat Kabar Online
Associated Press, “Morales Defends Nationalization of Energy at EU-Latin
America Summit” tersedia di
http://www.foxnews.com/story/2006/05/11/morales-defends-nationalization-
energy-at-eu-latin-america-summit/ diunduh pada 11 mei 2014.
Bolivia 'won't pay compensation'. 11 May 2006. Tersedia di
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/4760525.stm diunduh pada 26 April
2015.
Crisis Talks on Bolivia Gas Move, 3 Mei 2006, tersedia di
http://news.bbc.uk/2/hi/americas/49643000.stm diunduh pada 14 Juni 2014.
Luis Hernández Navarro, Bolivia has transformed itself by ignoring the
Washington Consensus, 21 March 2012, tersedia di
http://www.theguardian.com/commentisfree/cifamerica/2012/mar/21/bolivia
-washington-consensus diunduh pada 14 September 2015.
Monte Reel and Steven Mufson. Bolivian President Seizes Gas Industry. Tuesday,
May 2, 2006. Tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2006/05/01/AR2006050100583.html diunduh pada 21
April 2015.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
top related