daftar pustaka

Post on 31-Oct-2014

148 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

daftar pustaka

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia Penelitian restropektif di

RSUP Persahabatan Jakarta tahun 1997-1999 ditemukan kasus demam tifoid yang terbukti dari

kultur darah rata-rata dalam 1 bulan sebesar 5-18 kasus (Iskandar 2000)

Morbiditas dan mortalitas penyakit ini masih cukup tinggi dan terjadi perluasan dari

daerah endemik ke daerah non-endemik Penyakit ini juga banyak menimbulkan masalah

terutama pada kelompok dewasa muda karena tidak jarang disertai komplikasi dan dapat

berakhir dengan kematian Dari laporan penelitian yang dilakukan RSUP Persahabatan Jakarta

ditemukan usia penderita demam tifoid berkisar 12-74 tahun dengan usia rata-rata 14-35 tahun

(Iskandar 2000)

Diagnosis dini demam tifoid sangat bermanfaat agar dapat diberikan pengobatan yang

tepat dan dapat dihindari terjadinya komplikasi Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat

penting untuk membantu mendeteksi secara dini penyakit ini Walaupun demikian pada kasus-

kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis Pada

keadaan demikian peranan labolatorium dalam diagnosis menjadi sangat penting (Iskandar

2000)

1

BAB II

DEMAM TIFOID

Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit akut yang sering disebabkan bakteri Salmonella typhi

Demam tifoid dapat disebabkan juga oleh Salmonella paratyphi akan tetapi gejalanya kurang

berat dibandingkan dengan infeksi bakteri S typhi (Badrijah 2009)

Etiologi

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S typhi S paratyphi A S paratyphi

B dan S paratyphi C ( Aulia 2010) Demam tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa

Negara berkembang dimana sanitasi lingkungan kurang dijaga dengan baik (Badrijah 2009)

Epidemiologi

Di seluruh dunia setiap tahun terdapat 13 juta orang menderita demam tifoid dengan

lebih dari 500 ribu orang mengalami keadaan kritis Insiden demam tifoid di amerika menurun

tajam sejak awal tahun 1900 an Saat ini kira-kira ada 400 kasus tifoid dilaporkan di amerika

serikat terutama menyerang orang-orang yang telah bepergian ke tempat-tempat endemis Hal

ini terjadi karena adanya perbaikan sanitasi di Amerika Serikat Amerika selatan Mexico

Pakistan Mesir merupakan daerah endemis bagi demam tifoid ( Balentine 2011)

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik tetapi lebih sering bersifat

sporadik terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada

orang-orang serumah Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan ( Aulia 2010)

Sementara ada pendapat yang mengatakan bahwa demam tifoid merupakan penyakit

endemik di Indonesia Penyakit ini termasuk penyakit menular dan mewabah sejak tahun

Laporan dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Penyehatan Lingkungan

Pemukiman Departemen Kesehatan (Ditjen P2MLP Depkes) dari survey berbagai rumah sakit di

Indonesia dari tahun 1981 sampai 1986 memperlihatkan jumlah penderita sekitar 358 yaitu

19596 menjadi 26606 kasus Data dari Sub Direktorat Surveilans Depertemen Kesehatan

frekuensi demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 1991 1992 1993 1994 berturut-turut 92

134 158 174 154 per 10000 penduduk (Budi 2000)

2

Data dari rumah sakit di Jakarta menunjukan proporsi penderita demam tifoid yang

dirawat di rumah sakit meningkat dari 114-189 (tahun 1983-1990) menjadi 22-365 (1991-

1996) Laporan kejadian demam tifoid dari rumah sakit pusat kesehatan juga meningkat dari 92

kasus (1994) menjadi 125 kasus per 100000 orang per tahun (1996) (Budi 2000)

Pada tahun 1986 case fatality rate (CRF) demam tifoid menurut laporan Ditjen P2MPLP

Depkes tahun 1996 sebesar 108 dari seluruh kematian di Indonesia Namun demikian

berdasarkan hasil survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes

RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi

(Budi 2000)

Transmisi

Ada dua sumber penularan S typhi pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering

karier Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 bakteri pergram tinja (Aulia 2010)

Bakteri yang menyebabkan demam tifoid terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi

melalui kontak langsung dengan orang yang sudah terinkeksi tifoid Pada negara berkembang

daerah endemis demam tifoid sebagian kasus tifoid disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan air

minum yang terkontaminasi Sementara sebagian besar penderita di Negara industri menderita

tifoid setelah bepergian ke daaerah endemis Hal ini berarti S typhi terdapat pada feces dan urine

penderita Seseorang dapat terinfeksi jika mengkonsumsi makanan yang disentuh oleh tangan

penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan bersih setelah ke toilet Seseorang

juga dapat terinfeksi setelah minum air minum yang sudah terkontaminasi bakteri Styphi (

Balentine 2011)

Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita Penyebaran bakteri ke

dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah

buang air besar maupun setelah berkemih Dengan kata lain penyebarannya melalui fecal-oral

Lalat juga bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan (Badrijah et al

2009)

Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam

peredaran darah Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar

Pada kasus yang berat yang bisa berakibat fatal jaringan yang terkena bisa mengalami

perdarahan dan perforasi (perlubangan) Sekitar 3 penderita yang terinfeksi oleh Salmonella

3

typhi dan belum mendapatkan pengobatan di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama

lebih dari 1 tahun Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari

demam tifoid Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadian

meningkat setelah umur 5 tahun Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar

dibedakan dengan penyakit demam lainnya Untuk memastikan diagnosis diperlukan

pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi (Badrijah 2009)

Patofisiologi

Masuknya bakteri Salmonella Typhi dan Salmonella Parathypi ke dalam tubuh manusia

terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Sebagian bakteri dimusnahkan di dalam

lambung oleh asam lambung dan sebagian lainnya lolos ke usus halus kemudian akan

berkembang biak (Sudoyo et al 2002)

Bila respon imunitas humoral mukosa usus yakni IgA kurang baik maka bakteri akan

menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia Di lamina propia bakteri

berkembang baik dan di fagosit oleh makrofag Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di

dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar

getah bening mesenterika Selanjutnya melalui duktus torakikus bakteri yang terdapat dalam

makrofag ini akan masuk ke srkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ di RES terutama hati dan limpa Di organ-organ

ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau di ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk kembali ke sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia kedua

disertai tanda-tanda penyakit infeksi (Sudoyo et al 2002)

4

Gambar 1 Patofisiologi Demam Tifoid diambil dari Christoper 2002

Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kantung empedu Bakteri kemudian berkembang

biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus

Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses sementara sebagian lainnya masuk kedalam sirkulasi

setelah menembus usus Proses yang sama terulang lagi berhubung makrofag sudah teraktivasi

sebelumnya maka saat fagositosis bakteri salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator

inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sitemik seperti demam

malaise mialgia sakit kepala gangguan gastrointestinal instabilitas vaskuler gangguan mental

dna koagulasi (Sudoyo et al 2002)

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan (S thypi

intra makrofag menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan

nekrosis organ) Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak

peyeri uyang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding

usus Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa usus

dan dapat mengakibatkan perforasi Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular

pernapasan dan gangguan organ lainnya (Sudoyo et al 2002)

5

Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

- Anoreksia

- Malaise

- Cephalgia

- Myalgia

- Tiphoid Tongue

- Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

6

kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

(Rahman 2010)

4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

Diagnosis

Kriteria Mansoni 1987

- Demam lebih dari 7 hari

- Bradikardia relative

- Coated Tongue

- Hepatosplenomegali

- Roseola spot

- Aneosinofilia

- Gangguan GI tract konstipasi diare

Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

7

1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

- Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

- Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

- Adanya aneosinofilia

2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

(John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

8

3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

o Aglutinin H (flagela bakteri)

o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

(Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

9

jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

(John 2008)

6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

terjadi (Christoper 2002)

7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

(ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

(Brush 2010)

10

Terapi

1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

2 Medika Mentosa

Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

11

ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

pilihan (Agarwal2004)

Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

sebagai berikut (Suhendro 2000)

1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

12

Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

(diambil dari Agarwal2004)

Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

(diambil dari Agarwal2004)

Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

13

(diambil dari Agarwal 2004)

3 Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

4 Demam tifoid pada wanita hamil

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

5 Perawatan Bedah

Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

persisten (Duncan 2008)

6 Konsultasi

14

Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

(arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

7 Diet

Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

(Duncan 2008)

8 Aktivitas

Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

2008)

Diferensial Diagnosis

Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

1 malaria

2 abses dalam

3 tuberkulosis

4 abses hati amebic

5 ensefalitis

6 influenza

7 demam berdarah

8 leptospirosis

9 infeksi mononucleosis

10 endokarditis

11 brucellosis

15

12 tipus

13 visceral leishmaniasis

14 toksoplasmosis

15 penyakit lymphoproliferative

16 penyakit jaringan ikat

Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

secara umum (Christoper 2002)

Komplikasi

Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

Gastrointestinal

Haemorrhage

Gastrointestinal

perforation

Hepatitis

Cholecystitis

Asymptomatic ECG

change

Myocarditis

Shock

Encephalopathy

Delirium

Psychotic states

Meningitis

(diambil dari Duncan 2008)

Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

16

Pernafasan Hematologi Lain-lain

Bronchitis

Pneumonia

(Salmonella Staph

aureus)

Anemia

DIC

Focal Abses

Pharingitis

Abortus

Relaps

Chronic karier

(diambil dari Duncan 2008)

Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

2008)

Penderita Karier

Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

seperti semula (Ferdinando2007)

Kronik karier

Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

17

reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

Carier tanpa batu

empedu

Terapi Dosis harian

(mgKg)

Lama

Ampicillin atau

Amoxicillin +

Probenecid

100

30

3 bulan

Trimethoprim-

Sulfamethoxazole

2 tab dua kali 3 bulan

Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

Carier dengan

batu empedu

Antibiotics +

Cholecystectomy

(diambil dari Hellena 2008)

Prognosis

Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

Pencegahan

Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

masyarakat (Jhon 2010)

Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

- Sanitasi lingkungan

18

- Penyediaan sumber air yang bersih

- Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

Vaksinasi

Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

endemisitas (Moehario 2009)

Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

ahun

2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

dan bertahan selama 2 tahun

19

BAB III

KESIMPULAN

Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

20

Daftar Pustaka

Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

httpwww Medical

journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

http adulgoparfileswordpresscom

200912demam-tifoidpdf 2009

Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

(Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

431-437

Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

Developing Countries 2008 2(4) 267-271

Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

6-10

21

John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

403-405

Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

Coll 2010 19(2) 135-143

Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

22

REFERAT

DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Disusun oleh

Andyan Yugatama

03008028

Dokter Pembimbing

Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

23

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARDINAH TEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JANUARI 2013

REFERAT

ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

Disusun Oleh

Andyan Yugatama

03008028

Referat telah dipresentasikan pada

Tanggal 16 Januari 2013

Tempat RSUD Kardinah Tegal

Referat telah direvisi pada

Tanggal Revisi 17 Januari 2013

Telah Disetujui oleh

Dosen Pembimbing Penguji

24

dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

1 Dr Sunarto SpPD

2 Dr Nurmilawati SpPD

3 Dr Said Baraba SpPD

4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

Kardinah Kota Tegal

Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

kekurangan dalam referat ini

Tegal Januari 2013

25

Penulis

26

  • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

    BAB II

    DEMAM TIFOID

    Definisi

    Demam tifoid merupakan penyakit akut yang sering disebabkan bakteri Salmonella typhi

    Demam tifoid dapat disebabkan juga oleh Salmonella paratyphi akan tetapi gejalanya kurang

    berat dibandingkan dengan infeksi bakteri S typhi (Badrijah 2009)

    Etiologi

    Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S typhi S paratyphi A S paratyphi

    B dan S paratyphi C ( Aulia 2010) Demam tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa

    Negara berkembang dimana sanitasi lingkungan kurang dijaga dengan baik (Badrijah 2009)

    Epidemiologi

    Di seluruh dunia setiap tahun terdapat 13 juta orang menderita demam tifoid dengan

    lebih dari 500 ribu orang mengalami keadaan kritis Insiden demam tifoid di amerika menurun

    tajam sejak awal tahun 1900 an Saat ini kira-kira ada 400 kasus tifoid dilaporkan di amerika

    serikat terutama menyerang orang-orang yang telah bepergian ke tempat-tempat endemis Hal

    ini terjadi karena adanya perbaikan sanitasi di Amerika Serikat Amerika selatan Mexico

    Pakistan Mesir merupakan daerah endemis bagi demam tifoid ( Balentine 2011)

    Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik tetapi lebih sering bersifat

    sporadik terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada

    orang-orang serumah Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan ( Aulia 2010)

    Sementara ada pendapat yang mengatakan bahwa demam tifoid merupakan penyakit

    endemik di Indonesia Penyakit ini termasuk penyakit menular dan mewabah sejak tahun

    Laporan dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Penyehatan Lingkungan

    Pemukiman Departemen Kesehatan (Ditjen P2MLP Depkes) dari survey berbagai rumah sakit di

    Indonesia dari tahun 1981 sampai 1986 memperlihatkan jumlah penderita sekitar 358 yaitu

    19596 menjadi 26606 kasus Data dari Sub Direktorat Surveilans Depertemen Kesehatan

    frekuensi demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 1991 1992 1993 1994 berturut-turut 92

    134 158 174 154 per 10000 penduduk (Budi 2000)

    2

    Data dari rumah sakit di Jakarta menunjukan proporsi penderita demam tifoid yang

    dirawat di rumah sakit meningkat dari 114-189 (tahun 1983-1990) menjadi 22-365 (1991-

    1996) Laporan kejadian demam tifoid dari rumah sakit pusat kesehatan juga meningkat dari 92

    kasus (1994) menjadi 125 kasus per 100000 orang per tahun (1996) (Budi 2000)

    Pada tahun 1986 case fatality rate (CRF) demam tifoid menurut laporan Ditjen P2MPLP

    Depkes tahun 1996 sebesar 108 dari seluruh kematian di Indonesia Namun demikian

    berdasarkan hasil survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes

    RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi

    (Budi 2000)

    Transmisi

    Ada dua sumber penularan S typhi pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering

    karier Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 bakteri pergram tinja (Aulia 2010)

    Bakteri yang menyebabkan demam tifoid terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi

    melalui kontak langsung dengan orang yang sudah terinkeksi tifoid Pada negara berkembang

    daerah endemis demam tifoid sebagian kasus tifoid disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan air

    minum yang terkontaminasi Sementara sebagian besar penderita di Negara industri menderita

    tifoid setelah bepergian ke daaerah endemis Hal ini berarti S typhi terdapat pada feces dan urine

    penderita Seseorang dapat terinfeksi jika mengkonsumsi makanan yang disentuh oleh tangan

    penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan bersih setelah ke toilet Seseorang

    juga dapat terinfeksi setelah minum air minum yang sudah terkontaminasi bakteri Styphi (

    Balentine 2011)

    Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita Penyebaran bakteri ke

    dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah

    buang air besar maupun setelah berkemih Dengan kata lain penyebarannya melalui fecal-oral

    Lalat juga bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan (Badrijah et al

    2009)

    Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam

    peredaran darah Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar

    Pada kasus yang berat yang bisa berakibat fatal jaringan yang terkena bisa mengalami

    perdarahan dan perforasi (perlubangan) Sekitar 3 penderita yang terinfeksi oleh Salmonella

    3

    typhi dan belum mendapatkan pengobatan di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama

    lebih dari 1 tahun Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari

    demam tifoid Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadian

    meningkat setelah umur 5 tahun Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar

    dibedakan dengan penyakit demam lainnya Untuk memastikan diagnosis diperlukan

    pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi (Badrijah 2009)

    Patofisiologi

    Masuknya bakteri Salmonella Typhi dan Salmonella Parathypi ke dalam tubuh manusia

    terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Sebagian bakteri dimusnahkan di dalam

    lambung oleh asam lambung dan sebagian lainnya lolos ke usus halus kemudian akan

    berkembang biak (Sudoyo et al 2002)

    Bila respon imunitas humoral mukosa usus yakni IgA kurang baik maka bakteri akan

    menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia Di lamina propia bakteri

    berkembang baik dan di fagosit oleh makrofag Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di

    dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar

    getah bening mesenterika Selanjutnya melalui duktus torakikus bakteri yang terdapat dalam

    makrofag ini akan masuk ke srkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

    asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ di RES terutama hati dan limpa Di organ-organ

    ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau di ruang

    sinusoid dan selanjutnya masuk kembali ke sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia kedua

    disertai tanda-tanda penyakit infeksi (Sudoyo et al 2002)

    4

    Gambar 1 Patofisiologi Demam Tifoid diambil dari Christoper 2002

    Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kantung empedu Bakteri kemudian berkembang

    biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus

    Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses sementara sebagian lainnya masuk kedalam sirkulasi

    setelah menembus usus Proses yang sama terulang lagi berhubung makrofag sudah teraktivasi

    sebelumnya maka saat fagositosis bakteri salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator

    inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sitemik seperti demam

    malaise mialgia sakit kepala gangguan gastrointestinal instabilitas vaskuler gangguan mental

    dna koagulasi (Sudoyo et al 2002)

    Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan (S thypi

    intra makrofag menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan

    nekrosis organ) Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak

    peyeri uyang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding

    usus Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa usus

    dan dapat mengakibatkan perforasi Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

    dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular

    pernapasan dan gangguan organ lainnya (Sudoyo et al 2002)

    5

    Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

    1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

    10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

    - Anoreksia

    - Malaise

    - Cephalgia

    - Myalgia

    - Tiphoid Tongue

    - Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

    2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

    penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

    derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

    antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

    merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

    dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

    kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

    kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

    sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

    ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

    teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

    3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

    hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

    hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

    tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

    berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

    bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

    peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

    penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

    tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

    sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

    perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

    6

    kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

    (Rahman 2010)

    4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

    Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

    gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

    ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

    dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

    dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

    inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

    tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

    mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

    maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

    keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

    member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

    kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

    5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

    Diagnosis

    Kriteria Mansoni 1987

    - Demam lebih dari 7 hari

    - Bradikardia relative

    - Coated Tongue

    - Hepatosplenomegali

    - Roseola spot

    - Aneosinofilia

    - Gangguan GI tract konstipasi diare

    Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

    tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

    tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

    7

    1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

    - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

    - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

    - Adanya aneosinofilia

    2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

    pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

    standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

    tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

    pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

    volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

    organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

    mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

    empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

    keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

    pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

    sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

    diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

    mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

    deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

    tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

    sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

    hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

    kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

    (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

    demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

    hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

    tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

    darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

    uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

    pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

    8

    3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

    dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

    aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

    o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

    o Aglutinin H (flagela bakteri)

    o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

    Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

    demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

    (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

    diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

    cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

    oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

    spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

    oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

    antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

    dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

    pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

    dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

    labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

    dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

    ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

    setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

    agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

    4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

    dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

    pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

    Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

    invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

    dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

    semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

    tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

    9

    jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

    sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

    memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

    maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

    5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

    tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

    durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

    mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

    Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

    yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

    standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

    Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

    (John 2008)

    6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

    dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

    Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

    terjadi (Christoper 2002)

    7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

    sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

    typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

    penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

    menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

    tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

    titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

    tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

    (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

    dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

    TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

    (Brush 2010)

    10

    Terapi

    1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

    yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

    daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

    yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

    antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

    untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

    mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

    lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

    komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

    teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

    lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

    Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

    2 Medika Mentosa

    Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

    obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

    yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

    rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

    pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

    harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

    Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

    dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

    Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

    cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

    tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

    waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

    kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

    Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

    azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

    kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

    11

    ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

    pilihan (Agarwal2004)

    Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

    untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

    demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

    fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

    gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

    hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

    kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

    Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

    sebagai berikut (Suhendro 2000)

    1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

    4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

    dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

    2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

    saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

    Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

    3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

    Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

    400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

    4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

    dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

    mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

    5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

    dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

    6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

    a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

    b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

    c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

    d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

    e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

    12

    Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

    tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

    macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

    Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

    (diambil dari Agarwal2004)

    Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

    (diambil dari Agarwal2004)

    Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

    13

    (diambil dari Agarwal 2004)

    3 Kortikosteroid

    Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

    yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

    4 Demam tifoid pada wanita hamil

    Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

    terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

    Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

    Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

    adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

    5 Perawatan Bedah

    Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

    ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

    Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

    antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

    Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

    persisten (Duncan 2008)

    6 Konsultasi

    14

    Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

    Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

    perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

    (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

    7 Diet

    Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

    dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

    (Duncan 2008)

    8 Aktivitas

    Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

    demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

    harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

    2008)

    Diferensial Diagnosis

    Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

    Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

    lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

    1 malaria

    2 abses dalam

    3 tuberkulosis

    4 abses hati amebic

    5 ensefalitis

    6 influenza

    7 demam berdarah

    8 leptospirosis

    9 infeksi mononucleosis

    10 endokarditis

    11 brucellosis

    15

    12 tipus

    13 visceral leishmaniasis

    14 toksoplasmosis

    15 penyakit lymphoproliferative

    16 penyakit jaringan ikat

    Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

    1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

    2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

    3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

    Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

    endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

    secara umum (Christoper 2002)

    Komplikasi

    Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

    pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

    Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

    Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

    Gastrointestinal

    Haemorrhage

    Gastrointestinal

    perforation

    Hepatitis

    Cholecystitis

    Asymptomatic ECG

    change

    Myocarditis

    Shock

    Encephalopathy

    Delirium

    Psychotic states

    Meningitis

    (diambil dari Duncan 2008)

    Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

    16

    Pernafasan Hematologi Lain-lain

    Bronchitis

    Pneumonia

    (Salmonella Staph

    aureus)

    Anemia

    DIC

    Focal Abses

    Pharingitis

    Abortus

    Relaps

    Chronic karier

    (diambil dari Duncan 2008)

    Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

    penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

    juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

    2008)

    Penderita Karier

    Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

    10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

    demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

    seperti semula (Ferdinando2007)

    Kronik karier

    Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

    predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

    dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

    mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

    Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

    obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

    pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

    enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

    Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

    oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

    17

    reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

    penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

    Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

    intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

    Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

    Carier tanpa batu

    empedu

    Terapi Dosis harian

    (mgKg)

    Lama

    Ampicillin atau

    Amoxicillin +

    Probenecid

    100

    30

    3 bulan

    Trimethoprim-

    Sulfamethoxazole

    2 tab dua kali 3 bulan

    Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

    Carier dengan

    batu empedu

    Antibiotics +

    Cholecystectomy

    (diambil dari Hellena 2008)

    Prognosis

    Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

    demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

    beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

    pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

    Pencegahan

    Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

    menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

    kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

    masyarakat (Jhon 2010)

    Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

    - Sanitasi lingkungan

    18

    - Penyediaan sumber air yang bersih

    - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

    Vaksinasi

    Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

    resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

    Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

    endemisitas (Moehario 2009)

    Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

    1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

    subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

    ahun

    2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

    Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

    dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

    beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

    3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

    lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

    dan bertahan selama 2 tahun

    19

    BAB III

    KESIMPULAN

    Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

    bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

    buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

    yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

    menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

    intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

    mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

    20

    Daftar Pustaka

    Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

    Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

    Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

    Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

    httpwww Medical

    journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

    Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

    http adulgoparfileswordpresscom

    200912demam-tifoidpdf 2009

    Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

    Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

    Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

    Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

    httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

    Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

    Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

    Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

    Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

    Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

    Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

    (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

    Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

    431-437

    Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

    Developing Countries 2008 2(4) 267-271

    Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

    6-10

    21

    John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

    Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

    Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

    403-405

    Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

    J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

    Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

    Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

    and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

    Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

    Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

    Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

    Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

    Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

    Coll 2010 19(2) 135-143

    Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

    httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

    Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

    Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

    Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

    Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

    Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

    Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

    22

    REFERAT

    DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

    Disusun oleh

    Andyan Yugatama

    03008028

    Dokter Pembimbing

    Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

    23

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

    RSUD KARDINAH TEGAL

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    JANUARI 2013

    REFERAT

    ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

    Disusun Oleh

    Andyan Yugatama

    03008028

    Referat telah dipresentasikan pada

    Tanggal 16 Januari 2013

    Tempat RSUD Kardinah Tegal

    Referat telah direvisi pada

    Tanggal Revisi 17 Januari 2013

    Telah Disetujui oleh

    Dosen Pembimbing Penguji

    24

    dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

    Kata Pengantar

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

    berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

    TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

    Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

    menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

    Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

    Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

    kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

    pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

    1 Dr Sunarto SpPD

    2 Dr Nurmilawati SpPD

    3 Dr Said Baraba SpPD

    4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

    Kardinah Kota Tegal

    Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

    dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

    Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

    kekurangan dalam referat ini

    Tegal Januari 2013

    25

    Penulis

    26

    • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

      Data dari rumah sakit di Jakarta menunjukan proporsi penderita demam tifoid yang

      dirawat di rumah sakit meningkat dari 114-189 (tahun 1983-1990) menjadi 22-365 (1991-

      1996) Laporan kejadian demam tifoid dari rumah sakit pusat kesehatan juga meningkat dari 92

      kasus (1994) menjadi 125 kasus per 100000 orang per tahun (1996) (Budi 2000)

      Pada tahun 1986 case fatality rate (CRF) demam tifoid menurut laporan Ditjen P2MPLP

      Depkes tahun 1996 sebesar 108 dari seluruh kematian di Indonesia Namun demikian

      berdasarkan hasil survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes

      RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi

      (Budi 2000)

      Transmisi

      Ada dua sumber penularan S typhi pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering

      karier Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 bakteri pergram tinja (Aulia 2010)

      Bakteri yang menyebabkan demam tifoid terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi

      melalui kontak langsung dengan orang yang sudah terinkeksi tifoid Pada negara berkembang

      daerah endemis demam tifoid sebagian kasus tifoid disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan air

      minum yang terkontaminasi Sementara sebagian besar penderita di Negara industri menderita

      tifoid setelah bepergian ke daaerah endemis Hal ini berarti S typhi terdapat pada feces dan urine

      penderita Seseorang dapat terinfeksi jika mengkonsumsi makanan yang disentuh oleh tangan

      penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan bersih setelah ke toilet Seseorang

      juga dapat terinfeksi setelah minum air minum yang sudah terkontaminasi bakteri Styphi (

      Balentine 2011)

      Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita Penyebaran bakteri ke

      dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah

      buang air besar maupun setelah berkemih Dengan kata lain penyebarannya melalui fecal-oral

      Lalat juga bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan (Badrijah et al

      2009)

      Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam

      peredaran darah Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar

      Pada kasus yang berat yang bisa berakibat fatal jaringan yang terkena bisa mengalami

      perdarahan dan perforasi (perlubangan) Sekitar 3 penderita yang terinfeksi oleh Salmonella

      3

      typhi dan belum mendapatkan pengobatan di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama

      lebih dari 1 tahun Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari

      demam tifoid Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadian

      meningkat setelah umur 5 tahun Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar

      dibedakan dengan penyakit demam lainnya Untuk memastikan diagnosis diperlukan

      pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi (Badrijah 2009)

      Patofisiologi

      Masuknya bakteri Salmonella Typhi dan Salmonella Parathypi ke dalam tubuh manusia

      terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Sebagian bakteri dimusnahkan di dalam

      lambung oleh asam lambung dan sebagian lainnya lolos ke usus halus kemudian akan

      berkembang biak (Sudoyo et al 2002)

      Bila respon imunitas humoral mukosa usus yakni IgA kurang baik maka bakteri akan

      menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia Di lamina propia bakteri

      berkembang baik dan di fagosit oleh makrofag Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di

      dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar

      getah bening mesenterika Selanjutnya melalui duktus torakikus bakteri yang terdapat dalam

      makrofag ini akan masuk ke srkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

      asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ di RES terutama hati dan limpa Di organ-organ

      ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau di ruang

      sinusoid dan selanjutnya masuk kembali ke sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia kedua

      disertai tanda-tanda penyakit infeksi (Sudoyo et al 2002)

      4

      Gambar 1 Patofisiologi Demam Tifoid diambil dari Christoper 2002

      Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kantung empedu Bakteri kemudian berkembang

      biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus

      Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses sementara sebagian lainnya masuk kedalam sirkulasi

      setelah menembus usus Proses yang sama terulang lagi berhubung makrofag sudah teraktivasi

      sebelumnya maka saat fagositosis bakteri salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator

      inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sitemik seperti demam

      malaise mialgia sakit kepala gangguan gastrointestinal instabilitas vaskuler gangguan mental

      dna koagulasi (Sudoyo et al 2002)

      Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan (S thypi

      intra makrofag menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan

      nekrosis organ) Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak

      peyeri uyang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding

      usus Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa usus

      dan dapat mengakibatkan perforasi Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

      dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular

      pernapasan dan gangguan organ lainnya (Sudoyo et al 2002)

      5

      Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

      1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

      10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

      - Anoreksia

      - Malaise

      - Cephalgia

      - Myalgia

      - Tiphoid Tongue

      - Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

      2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

      penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

      derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

      antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

      merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

      dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

      kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

      kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

      sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

      ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

      teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

      3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

      hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

      hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

      tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

      berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

      bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

      peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

      penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

      tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

      sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

      perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

      6

      kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

      (Rahman 2010)

      4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

      Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

      gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

      ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

      dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

      dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

      inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

      tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

      mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

      maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

      keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

      member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

      kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

      5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

      Diagnosis

      Kriteria Mansoni 1987

      - Demam lebih dari 7 hari

      - Bradikardia relative

      - Coated Tongue

      - Hepatosplenomegali

      - Roseola spot

      - Aneosinofilia

      - Gangguan GI tract konstipasi diare

      Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

      tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

      tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

      7

      1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

      - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

      - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

      - Adanya aneosinofilia

      2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

      pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

      standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

      tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

      pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

      volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

      organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

      mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

      empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

      keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

      pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

      sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

      diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

      mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

      deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

      tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

      sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

      hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

      kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

      (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

      demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

      hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

      tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

      darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

      uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

      pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

      8

      3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

      dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

      aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

      o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

      o Aglutinin H (flagela bakteri)

      o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

      Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

      demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

      (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

      diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

      cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

      oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

      spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

      oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

      antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

      dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

      pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

      dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

      labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

      dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

      ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

      setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

      agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

      4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

      dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

      pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

      Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

      invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

      dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

      semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

      tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

      9

      jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

      sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

      memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

      maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

      5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

      tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

      durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

      mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

      Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

      yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

      standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

      Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

      (John 2008)

      6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

      dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

      Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

      terjadi (Christoper 2002)

      7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

      sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

      typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

      penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

      menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

      tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

      titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

      tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

      (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

      dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

      TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

      (Brush 2010)

      10

      Terapi

      1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

      yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

      daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

      yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

      antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

      untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

      mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

      lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

      komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

      teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

      lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

      Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

      2 Medika Mentosa

      Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

      obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

      yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

      rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

      pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

      harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

      Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

      dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

      Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

      cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

      tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

      waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

      kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

      Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

      azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

      kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

      11

      ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

      pilihan (Agarwal2004)

      Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

      untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

      demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

      fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

      gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

      hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

      kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

      Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

      sebagai berikut (Suhendro 2000)

      1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

      4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

      dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

      2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

      saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

      Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

      3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

      Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

      400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

      4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

      dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

      mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

      5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

      dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

      6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

      a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

      b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

      c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

      d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

      e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

      12

      Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

      tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

      macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

      Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

      (diambil dari Agarwal2004)

      Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

      (diambil dari Agarwal2004)

      Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

      13

      (diambil dari Agarwal 2004)

      3 Kortikosteroid

      Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

      yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

      4 Demam tifoid pada wanita hamil

      Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

      terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

      Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

      Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

      adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

      5 Perawatan Bedah

      Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

      ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

      Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

      antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

      Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

      persisten (Duncan 2008)

      6 Konsultasi

      14

      Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

      Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

      perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

      (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

      7 Diet

      Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

      dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

      (Duncan 2008)

      8 Aktivitas

      Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

      demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

      harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

      2008)

      Diferensial Diagnosis

      Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

      Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

      lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

      1 malaria

      2 abses dalam

      3 tuberkulosis

      4 abses hati amebic

      5 ensefalitis

      6 influenza

      7 demam berdarah

      8 leptospirosis

      9 infeksi mononucleosis

      10 endokarditis

      11 brucellosis

      15

      12 tipus

      13 visceral leishmaniasis

      14 toksoplasmosis

      15 penyakit lymphoproliferative

      16 penyakit jaringan ikat

      Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

      1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

      2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

      3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

      Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

      endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

      secara umum (Christoper 2002)

      Komplikasi

      Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

      pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

      Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

      Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

      Gastrointestinal

      Haemorrhage

      Gastrointestinal

      perforation

      Hepatitis

      Cholecystitis

      Asymptomatic ECG

      change

      Myocarditis

      Shock

      Encephalopathy

      Delirium

      Psychotic states

      Meningitis

      (diambil dari Duncan 2008)

      Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

      16

      Pernafasan Hematologi Lain-lain

      Bronchitis

      Pneumonia

      (Salmonella Staph

      aureus)

      Anemia

      DIC

      Focal Abses

      Pharingitis

      Abortus

      Relaps

      Chronic karier

      (diambil dari Duncan 2008)

      Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

      penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

      juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

      2008)

      Penderita Karier

      Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

      10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

      demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

      seperti semula (Ferdinando2007)

      Kronik karier

      Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

      predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

      dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

      mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

      Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

      obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

      pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

      enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

      Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

      oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

      17

      reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

      penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

      Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

      intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

      Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

      Carier tanpa batu

      empedu

      Terapi Dosis harian

      (mgKg)

      Lama

      Ampicillin atau

      Amoxicillin +

      Probenecid

      100

      30

      3 bulan

      Trimethoprim-

      Sulfamethoxazole

      2 tab dua kali 3 bulan

      Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

      Carier dengan

      batu empedu

      Antibiotics +

      Cholecystectomy

      (diambil dari Hellena 2008)

      Prognosis

      Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

      demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

      beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

      pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

      Pencegahan

      Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

      menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

      kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

      masyarakat (Jhon 2010)

      Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

      - Sanitasi lingkungan

      18

      - Penyediaan sumber air yang bersih

      - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

      Vaksinasi

      Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

      resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

      Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

      endemisitas (Moehario 2009)

      Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

      1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

      subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

      ahun

      2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

      Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

      dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

      beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

      3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

      lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

      dan bertahan selama 2 tahun

      19

      BAB III

      KESIMPULAN

      Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

      bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

      buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

      yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

      menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

      intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

      mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

      20

      Daftar Pustaka

      Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

      Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

      Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

      Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

      httpwww Medical

      journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

      Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

      http adulgoparfileswordpresscom

      200912demam-tifoidpdf 2009

      Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

      Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

      Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

      Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

      httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

      Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

      Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

      Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

      Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

      Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

      Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

      (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

      Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

      431-437

      Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

      Developing Countries 2008 2(4) 267-271

      Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

      6-10

      21

      John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

      Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

      Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

      403-405

      Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

      J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

      Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

      Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

      and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

      Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

      Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

      Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

      Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

      Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

      Coll 2010 19(2) 135-143

      Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

      httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

      Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

      Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

      Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

      Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

      Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

      Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

      Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

      22

      REFERAT

      DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

      Disusun oleh

      Andyan Yugatama

      03008028

      Dokter Pembimbing

      Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

      23

      KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

      RSUD KARDINAH TEGAL

      FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

      JANUARI 2013

      REFERAT

      ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

      Disusun Oleh

      Andyan Yugatama

      03008028

      Referat telah dipresentasikan pada

      Tanggal 16 Januari 2013

      Tempat RSUD Kardinah Tegal

      Referat telah direvisi pada

      Tanggal Revisi 17 Januari 2013

      Telah Disetujui oleh

      Dosen Pembimbing Penguji

      24

      dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

      Kata Pengantar

      Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

      berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

      TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

      Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

      menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

      Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

      Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

      kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

      pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

      1 Dr Sunarto SpPD

      2 Dr Nurmilawati SpPD

      3 Dr Said Baraba SpPD

      4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

      Kardinah Kota Tegal

      Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

      dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

      Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

      kekurangan dalam referat ini

      Tegal Januari 2013

      25

      Penulis

      26

      • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

        typhi dan belum mendapatkan pengobatan di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama

        lebih dari 1 tahun Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari

        demam tifoid Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadian

        meningkat setelah umur 5 tahun Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar

        dibedakan dengan penyakit demam lainnya Untuk memastikan diagnosis diperlukan

        pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi (Badrijah 2009)

        Patofisiologi

        Masuknya bakteri Salmonella Typhi dan Salmonella Parathypi ke dalam tubuh manusia

        terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Sebagian bakteri dimusnahkan di dalam

        lambung oleh asam lambung dan sebagian lainnya lolos ke usus halus kemudian akan

        berkembang biak (Sudoyo et al 2002)

        Bila respon imunitas humoral mukosa usus yakni IgA kurang baik maka bakteri akan

        menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia Di lamina propia bakteri

        berkembang baik dan di fagosit oleh makrofag Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di

        dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar

        getah bening mesenterika Selanjutnya melalui duktus torakikus bakteri yang terdapat dalam

        makrofag ini akan masuk ke srkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

        asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ di RES terutama hati dan limpa Di organ-organ

        ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau di ruang

        sinusoid dan selanjutnya masuk kembali ke sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia kedua

        disertai tanda-tanda penyakit infeksi (Sudoyo et al 2002)

        4

        Gambar 1 Patofisiologi Demam Tifoid diambil dari Christoper 2002

        Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kantung empedu Bakteri kemudian berkembang

        biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus

        Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses sementara sebagian lainnya masuk kedalam sirkulasi

        setelah menembus usus Proses yang sama terulang lagi berhubung makrofag sudah teraktivasi

        sebelumnya maka saat fagositosis bakteri salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator

        inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sitemik seperti demam

        malaise mialgia sakit kepala gangguan gastrointestinal instabilitas vaskuler gangguan mental

        dna koagulasi (Sudoyo et al 2002)

        Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan (S thypi

        intra makrofag menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan

        nekrosis organ) Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak

        peyeri uyang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding

        usus Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa usus

        dan dapat mengakibatkan perforasi Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

        dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular

        pernapasan dan gangguan organ lainnya (Sudoyo et al 2002)

        5

        Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

        1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

        10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

        - Anoreksia

        - Malaise

        - Cephalgia

        - Myalgia

        - Tiphoid Tongue

        - Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

        2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

        penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

        derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

        antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

        merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

        dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

        kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

        kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

        sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

        ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

        teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

        3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

        hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

        hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

        tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

        berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

        bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

        peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

        penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

        tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

        sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

        perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

        6

        kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

        (Rahman 2010)

        4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

        Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

        gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

        ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

        dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

        dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

        inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

        tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

        mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

        maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

        keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

        member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

        kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

        5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

        Diagnosis

        Kriteria Mansoni 1987

        - Demam lebih dari 7 hari

        - Bradikardia relative

        - Coated Tongue

        - Hepatosplenomegali

        - Roseola spot

        - Aneosinofilia

        - Gangguan GI tract konstipasi diare

        Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

        tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

        tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

        7

        1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

        - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

        - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

        - Adanya aneosinofilia

        2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

        pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

        standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

        tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

        pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

        volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

        organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

        mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

        empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

        keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

        pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

        sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

        diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

        mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

        deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

        tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

        sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

        hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

        kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

        (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

        demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

        hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

        tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

        darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

        uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

        pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

        8

        3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

        dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

        aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

        o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

        o Aglutinin H (flagela bakteri)

        o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

        Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

        demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

        (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

        diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

        cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

        oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

        spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

        oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

        antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

        dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

        pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

        dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

        labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

        dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

        ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

        setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

        agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

        4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

        dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

        pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

        Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

        invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

        dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

        semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

        tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

        9

        jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

        sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

        memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

        maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

        5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

        tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

        durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

        mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

        Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

        yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

        standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

        Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

        (John 2008)

        6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

        dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

        Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

        terjadi (Christoper 2002)

        7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

        sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

        typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

        penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

        menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

        tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

        titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

        tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

        (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

        dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

        TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

        (Brush 2010)

        10

        Terapi

        1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

        yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

        daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

        yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

        antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

        untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

        mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

        lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

        komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

        teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

        lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

        Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

        2 Medika Mentosa

        Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

        obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

        yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

        rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

        pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

        harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

        Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

        dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

        Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

        cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

        tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

        waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

        kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

        Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

        azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

        kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

        11

        ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

        pilihan (Agarwal2004)

        Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

        untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

        demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

        fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

        gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

        hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

        kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

        Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

        sebagai berikut (Suhendro 2000)

        1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

        4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

        dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

        2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

        saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

        Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

        3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

        Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

        400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

        4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

        dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

        mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

        5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

        dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

        6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

        a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

        b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

        c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

        d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

        e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

        12

        Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

        tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

        macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

        Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

        (diambil dari Agarwal2004)

        Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

        (diambil dari Agarwal2004)

        Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

        13

        (diambil dari Agarwal 2004)

        3 Kortikosteroid

        Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

        yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

        4 Demam tifoid pada wanita hamil

        Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

        terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

        Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

        Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

        adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

        5 Perawatan Bedah

        Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

        ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

        Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

        antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

        Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

        persisten (Duncan 2008)

        6 Konsultasi

        14

        Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

        Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

        perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

        (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

        7 Diet

        Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

        dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

        (Duncan 2008)

        8 Aktivitas

        Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

        demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

        harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

        2008)

        Diferensial Diagnosis

        Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

        Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

        lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

        1 malaria

        2 abses dalam

        3 tuberkulosis

        4 abses hati amebic

        5 ensefalitis

        6 influenza

        7 demam berdarah

        8 leptospirosis

        9 infeksi mononucleosis

        10 endokarditis

        11 brucellosis

        15

        12 tipus

        13 visceral leishmaniasis

        14 toksoplasmosis

        15 penyakit lymphoproliferative

        16 penyakit jaringan ikat

        Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

        1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

        2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

        3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

        Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

        endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

        secara umum (Christoper 2002)

        Komplikasi

        Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

        pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

        Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

        Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

        Gastrointestinal

        Haemorrhage

        Gastrointestinal

        perforation

        Hepatitis

        Cholecystitis

        Asymptomatic ECG

        change

        Myocarditis

        Shock

        Encephalopathy

        Delirium

        Psychotic states

        Meningitis

        (diambil dari Duncan 2008)

        Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

        16

        Pernafasan Hematologi Lain-lain

        Bronchitis

        Pneumonia

        (Salmonella Staph

        aureus)

        Anemia

        DIC

        Focal Abses

        Pharingitis

        Abortus

        Relaps

        Chronic karier

        (diambil dari Duncan 2008)

        Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

        penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

        juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

        2008)

        Penderita Karier

        Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

        10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

        demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

        seperti semula (Ferdinando2007)

        Kronik karier

        Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

        predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

        dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

        mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

        Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

        obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

        pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

        enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

        Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

        oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

        17

        reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

        penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

        Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

        intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

        Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

        Carier tanpa batu

        empedu

        Terapi Dosis harian

        (mgKg)

        Lama

        Ampicillin atau

        Amoxicillin +

        Probenecid

        100

        30

        3 bulan

        Trimethoprim-

        Sulfamethoxazole

        2 tab dua kali 3 bulan

        Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

        Carier dengan

        batu empedu

        Antibiotics +

        Cholecystectomy

        (diambil dari Hellena 2008)

        Prognosis

        Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

        demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

        beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

        pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

        Pencegahan

        Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

        menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

        kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

        masyarakat (Jhon 2010)

        Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

        - Sanitasi lingkungan

        18

        - Penyediaan sumber air yang bersih

        - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

        Vaksinasi

        Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

        resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

        Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

        endemisitas (Moehario 2009)

        Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

        1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

        subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

        ahun

        2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

        Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

        dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

        beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

        3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

        lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

        dan bertahan selama 2 tahun

        19

        BAB III

        KESIMPULAN

        Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

        bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

        buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

        yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

        menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

        intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

        mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

        20

        Daftar Pustaka

        Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

        Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

        Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

        Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

        httpwww Medical

        journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

        Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

        http adulgoparfileswordpresscom

        200912demam-tifoidpdf 2009

        Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

        Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

        Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

        Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

        httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

        Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

        Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

        Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

        Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

        Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

        Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

        (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

        Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

        431-437

        Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

        Developing Countries 2008 2(4) 267-271

        Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

        6-10

        21

        John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

        Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

        Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

        403-405

        Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

        J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

        Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

        Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

        and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

        Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

        Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

        Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

        Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

        Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

        Coll 2010 19(2) 135-143

        Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

        httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

        Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

        Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

        Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

        Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

        Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

        Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

        Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

        22

        REFERAT

        DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

        Disusun oleh

        Andyan Yugatama

        03008028

        Dokter Pembimbing

        Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

        23

        KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

        RSUD KARDINAH TEGAL

        FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

        JANUARI 2013

        REFERAT

        ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

        Disusun Oleh

        Andyan Yugatama

        03008028

        Referat telah dipresentasikan pada

        Tanggal 16 Januari 2013

        Tempat RSUD Kardinah Tegal

        Referat telah direvisi pada

        Tanggal Revisi 17 Januari 2013

        Telah Disetujui oleh

        Dosen Pembimbing Penguji

        24

        dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

        Kata Pengantar

        Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

        berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

        TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

        Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

        menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

        Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

        Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

        kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

        pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

        1 Dr Sunarto SpPD

        2 Dr Nurmilawati SpPD

        3 Dr Said Baraba SpPD

        4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

        Kardinah Kota Tegal

        Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

        dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

        Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

        kekurangan dalam referat ini

        Tegal Januari 2013

        25

        Penulis

        26

        • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

          Gambar 1 Patofisiologi Demam Tifoid diambil dari Christoper 2002

          Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kantung empedu Bakteri kemudian berkembang

          biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus

          Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses sementara sebagian lainnya masuk kedalam sirkulasi

          setelah menembus usus Proses yang sama terulang lagi berhubung makrofag sudah teraktivasi

          sebelumnya maka saat fagositosis bakteri salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator

          inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sitemik seperti demam

          malaise mialgia sakit kepala gangguan gastrointestinal instabilitas vaskuler gangguan mental

          dna koagulasi (Sudoyo et al 2002)

          Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan (S thypi

          intra makrofag menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia jaringan dan

          nekrosis organ) Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak

          peyeri uyang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel mononuclear di dinding

          usus Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa usus

          dan dapat mengakibatkan perforasi Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

          dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskular

          pernapasan dan gangguan organ lainnya (Sudoyo et al 2002)

          5

          Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

          1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

          10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

          - Anoreksia

          - Malaise

          - Cephalgia

          - Myalgia

          - Tiphoid Tongue

          - Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

          2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

          penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

          derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

          antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

          merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

          dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

          kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

          kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

          sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

          ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

          teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

          3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

          hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

          hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

          tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

          berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

          bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

          peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

          penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

          tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

          sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

          perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

          6

          kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

          (Rahman 2010)

          4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

          Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

          gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

          ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

          dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

          dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

          inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

          tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

          mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

          maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

          keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

          member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

          kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

          5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

          Diagnosis

          Kriteria Mansoni 1987

          - Demam lebih dari 7 hari

          - Bradikardia relative

          - Coated Tongue

          - Hepatosplenomegali

          - Roseola spot

          - Aneosinofilia

          - Gangguan GI tract konstipasi diare

          Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

          tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

          tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

          7

          1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

          - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

          - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

          - Adanya aneosinofilia

          2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

          pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

          standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

          tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

          pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

          volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

          organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

          mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

          empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

          keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

          pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

          sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

          diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

          mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

          deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

          tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

          sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

          hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

          kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

          (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

          demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

          hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

          tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

          darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

          uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

          pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

          8

          3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

          dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

          aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

          o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

          o Aglutinin H (flagela bakteri)

          o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

          Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

          demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

          (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

          diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

          cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

          oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

          spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

          oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

          antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

          dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

          pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

          dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

          labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

          dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

          ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

          setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

          agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

          4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

          dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

          pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

          Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

          invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

          dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

          semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

          tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

          9

          jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

          sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

          memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

          maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

          5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

          tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

          durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

          mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

          Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

          yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

          standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

          Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

          (John 2008)

          6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

          dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

          Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

          terjadi (Christoper 2002)

          7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

          sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

          typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

          penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

          menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

          tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

          titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

          tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

          (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

          dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

          TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

          (Brush 2010)

          10

          Terapi

          1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

          yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

          daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

          yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

          antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

          untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

          mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

          lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

          komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

          teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

          lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

          Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

          2 Medika Mentosa

          Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

          obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

          yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

          rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

          pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

          harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

          Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

          dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

          Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

          cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

          tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

          waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

          kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

          Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

          azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

          kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

          11

          ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

          pilihan (Agarwal2004)

          Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

          untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

          demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

          fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

          gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

          hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

          kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

          Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

          sebagai berikut (Suhendro 2000)

          1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

          4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

          dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

          2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

          saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

          Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

          3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

          Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

          400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

          4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

          dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

          mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

          5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

          dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

          6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

          a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

          b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

          c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

          d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

          e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

          12

          Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

          tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

          macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

          Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

          (diambil dari Agarwal2004)

          Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

          (diambil dari Agarwal2004)

          Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

          13

          (diambil dari Agarwal 2004)

          3 Kortikosteroid

          Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

          yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

          4 Demam tifoid pada wanita hamil

          Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

          terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

          Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

          Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

          adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

          5 Perawatan Bedah

          Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

          ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

          Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

          antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

          Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

          persisten (Duncan 2008)

          6 Konsultasi

          14

          Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

          Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

          perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

          (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

          7 Diet

          Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

          dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

          (Duncan 2008)

          8 Aktivitas

          Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

          demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

          harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

          2008)

          Diferensial Diagnosis

          Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

          Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

          lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

          1 malaria

          2 abses dalam

          3 tuberkulosis

          4 abses hati amebic

          5 ensefalitis

          6 influenza

          7 demam berdarah

          8 leptospirosis

          9 infeksi mononucleosis

          10 endokarditis

          11 brucellosis

          15

          12 tipus

          13 visceral leishmaniasis

          14 toksoplasmosis

          15 penyakit lymphoproliferative

          16 penyakit jaringan ikat

          Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

          1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

          2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

          3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

          Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

          endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

          secara umum (Christoper 2002)

          Komplikasi

          Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

          pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

          Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

          Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

          Gastrointestinal

          Haemorrhage

          Gastrointestinal

          perforation

          Hepatitis

          Cholecystitis

          Asymptomatic ECG

          change

          Myocarditis

          Shock

          Encephalopathy

          Delirium

          Psychotic states

          Meningitis

          (diambil dari Duncan 2008)

          Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

          16

          Pernafasan Hematologi Lain-lain

          Bronchitis

          Pneumonia

          (Salmonella Staph

          aureus)

          Anemia

          DIC

          Focal Abses

          Pharingitis

          Abortus

          Relaps

          Chronic karier

          (diambil dari Duncan 2008)

          Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

          penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

          juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

          2008)

          Penderita Karier

          Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

          10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

          demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

          seperti semula (Ferdinando2007)

          Kronik karier

          Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

          predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

          dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

          mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

          Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

          obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

          pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

          enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

          Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

          oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

          17

          reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

          penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

          Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

          intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

          Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

          Carier tanpa batu

          empedu

          Terapi Dosis harian

          (mgKg)

          Lama

          Ampicillin atau

          Amoxicillin +

          Probenecid

          100

          30

          3 bulan

          Trimethoprim-

          Sulfamethoxazole

          2 tab dua kali 3 bulan

          Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

          Carier dengan

          batu empedu

          Antibiotics +

          Cholecystectomy

          (diambil dari Hellena 2008)

          Prognosis

          Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

          demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

          beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

          pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

          Pencegahan

          Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

          menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

          kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

          masyarakat (Jhon 2010)

          Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

          - Sanitasi lingkungan

          18

          - Penyediaan sumber air yang bersih

          - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

          Vaksinasi

          Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

          resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

          Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

          endemisitas (Moehario 2009)

          Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

          1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

          subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

          ahun

          2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

          Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

          dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

          beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

          3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

          lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

          dan bertahan selama 2 tahun

          19

          BAB III

          KESIMPULAN

          Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

          bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

          buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

          yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

          menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

          intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

          mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

          20

          Daftar Pustaka

          Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

          Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

          Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

          Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

          httpwww Medical

          journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

          Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

          http adulgoparfileswordpresscom

          200912demam-tifoidpdf 2009

          Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

          Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

          Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

          Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

          httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

          Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

          Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

          Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

          Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

          Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

          Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

          (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

          Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

          431-437

          Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

          Developing Countries 2008 2(4) 267-271

          Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

          6-10

          21

          John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

          Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

          Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

          403-405

          Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

          J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

          Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

          Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

          and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

          Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

          Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

          Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

          Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

          Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

          Coll 2010 19(2) 135-143

          Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

          httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

          Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

          Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

          Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

          Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

          Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

          Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

          Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

          22

          REFERAT

          DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

          Disusun oleh

          Andyan Yugatama

          03008028

          Dokter Pembimbing

          Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

          23

          KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

          RSUD KARDINAH TEGAL

          FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

          JANUARI 2013

          REFERAT

          ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

          Disusun Oleh

          Andyan Yugatama

          03008028

          Referat telah dipresentasikan pada

          Tanggal 16 Januari 2013

          Tempat RSUD Kardinah Tegal

          Referat telah direvisi pada

          Tanggal Revisi 17 Januari 2013

          Telah Disetujui oleh

          Dosen Pembimbing Penguji

          24

          dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

          Kata Pengantar

          Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

          berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

          TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

          Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

          menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

          Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

          Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

          kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

          pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

          1 Dr Sunarto SpPD

          2 Dr Nurmilawati SpPD

          3 Dr Said Baraba SpPD

          4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

          Kardinah Kota Tegal

          Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

          dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

          Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

          kekurangan dalam referat ini

          Tegal Januari 2013

          25

          Penulis

          26

          • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

            Perjalanan Penyakit dan Manifestasi Klinis

            1 Masa inkubasi Masa inkubasi berlangsung 7-21 hari walaupun pada umumnya adalah

            10-12 hari Gejala awal yang biasa terjadi adalah (Rahman 2010)

            - Anoreksia

            - Malaise

            - Cephalgia

            - Myalgia

            - Tiphoid Tongue

            - Gangguan gastroinstestinal (diare konstipasi kembung)

            2 Minggu pertama Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari gejala infeksi sama seperti

            penyakit infeksi akut lainnya seperti demam tinggi berkepanjangan 39 derajat sampai 40

            derajat sakit kepala pusing pegal-pegal anoreksia mual muntah batuk dengan nadi

            antara 80-100 kali per menit denyut lemah pernapasan makin cepat perut kembung dan

            merasa tidak nyaman diare dan konstipasi Rose Spot umumnya muncul di hari ke tujuh

            dan hanya terdapat di dada tidak merata bercak-bercak ini berlangsung 3-5 hari

            kemudian hilang dengan sempurna Roseola terjadi terutama pada penderita golongan

            kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm berkelompok timbul paling

            sering pada kulit perut lengan atas atau dada bagian bawah kelihatan memucat bila

            ditekan Pada infeksi yang berat purpura kulit yang difus dapat dijumpai Limpa menjadi

            teraba dan abdomen mengalami distensi (Rahman 2010)

            3 Minggu ke-2 Jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

            hari yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam

            hari Karena itu pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

            tinggi (demam) Suhu badan yang tinggi dengan penurunan sedikit pada pagi hari

            berlangsung Terjadi bradikardia relatif nadi penderita Yang semestinya nadi meningkat

            bersama dengan peningkatan suhu saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan

            peningkatan suhu tubuh Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

            penderita yang mengalami delirium Gangguan pendengaran umumnya terjadi Lidah

            tampak keringmerah mengkilat Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun

            sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

            perdarahan Pembesaran hati dan limpa Perut kembung dan sering berbunyi Gangguan

            6

            kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

            (Rahman 2010)

            4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

            Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

            gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

            ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

            dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

            dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

            inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

            tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

            mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

            maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

            keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

            member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

            kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

            5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

            Diagnosis

            Kriteria Mansoni 1987

            - Demam lebih dari 7 hari

            - Bradikardia relative

            - Coated Tongue

            - Hepatosplenomegali

            - Roseola spot

            - Aneosinofilia

            - Gangguan GI tract konstipasi diare

            Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

            tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

            tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

            7

            1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

            - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

            - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

            - Adanya aneosinofilia

            2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

            pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

            standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

            tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

            pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

            volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

            organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

            mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

            empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

            keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

            pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

            sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

            diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

            mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

            deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

            tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

            sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

            hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

            kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

            (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

            demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

            hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

            tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

            darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

            uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

            pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

            8

            3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

            dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

            aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

            o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

            o Aglutinin H (flagela bakteri)

            o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

            Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

            demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

            (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

            diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

            cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

            oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

            spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

            oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

            antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

            dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

            pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

            dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

            labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

            dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

            ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

            setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

            agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

            4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

            dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

            pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

            Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

            invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

            dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

            semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

            tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

            9

            jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

            sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

            memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

            maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

            5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

            tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

            durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

            mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

            Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

            yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

            standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

            Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

            (John 2008)

            6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

            dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

            Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

            terjadi (Christoper 2002)

            7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

            sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

            typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

            penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

            menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

            tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

            titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

            tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

            (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

            dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

            TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

            (Brush 2010)

            10

            Terapi

            1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

            yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

            daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

            yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

            antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

            untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

            mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

            lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

            komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

            teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

            lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

            Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

            2 Medika Mentosa

            Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

            obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

            yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

            rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

            pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

            harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

            Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

            dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

            Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

            cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

            tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

            waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

            kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

            Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

            azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

            kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

            11

            ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

            pilihan (Agarwal2004)

            Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

            untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

            demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

            fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

            gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

            hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

            kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

            Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

            sebagai berikut (Suhendro 2000)

            1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

            4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

            dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

            2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

            saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

            Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

            3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

            Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

            400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

            4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

            dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

            mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

            5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

            dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

            6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

            a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

            b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

            c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

            d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

            e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

            12

            Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

            tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

            macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

            Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

            (diambil dari Agarwal2004)

            Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

            (diambil dari Agarwal2004)

            Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

            13

            (diambil dari Agarwal 2004)

            3 Kortikosteroid

            Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

            yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

            4 Demam tifoid pada wanita hamil

            Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

            terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

            Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

            Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

            adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

            5 Perawatan Bedah

            Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

            ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

            Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

            antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

            Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

            persisten (Duncan 2008)

            6 Konsultasi

            14

            Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

            Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

            perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

            (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

            7 Diet

            Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

            dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

            (Duncan 2008)

            8 Aktivitas

            Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

            demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

            harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

            2008)

            Diferensial Diagnosis

            Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

            Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

            lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

            1 malaria

            2 abses dalam

            3 tuberkulosis

            4 abses hati amebic

            5 ensefalitis

            6 influenza

            7 demam berdarah

            8 leptospirosis

            9 infeksi mononucleosis

            10 endokarditis

            11 brucellosis

            15

            12 tipus

            13 visceral leishmaniasis

            14 toksoplasmosis

            15 penyakit lymphoproliferative

            16 penyakit jaringan ikat

            Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

            1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

            2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

            3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

            Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

            endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

            secara umum (Christoper 2002)

            Komplikasi

            Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

            pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

            Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

            Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

            Gastrointestinal

            Haemorrhage

            Gastrointestinal

            perforation

            Hepatitis

            Cholecystitis

            Asymptomatic ECG

            change

            Myocarditis

            Shock

            Encephalopathy

            Delirium

            Psychotic states

            Meningitis

            (diambil dari Duncan 2008)

            Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

            16

            Pernafasan Hematologi Lain-lain

            Bronchitis

            Pneumonia

            (Salmonella Staph

            aureus)

            Anemia

            DIC

            Focal Abses

            Pharingitis

            Abortus

            Relaps

            Chronic karier

            (diambil dari Duncan 2008)

            Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

            penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

            juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

            2008)

            Penderita Karier

            Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

            10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

            demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

            seperti semula (Ferdinando2007)

            Kronik karier

            Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

            predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

            dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

            mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

            Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

            obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

            pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

            enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

            Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

            oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

            17

            reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

            penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

            Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

            intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

            Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

            Carier tanpa batu

            empedu

            Terapi Dosis harian

            (mgKg)

            Lama

            Ampicillin atau

            Amoxicillin +

            Probenecid

            100

            30

            3 bulan

            Trimethoprim-

            Sulfamethoxazole

            2 tab dua kali 3 bulan

            Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

            Carier dengan

            batu empedu

            Antibiotics +

            Cholecystectomy

            (diambil dari Hellena 2008)

            Prognosis

            Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

            demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

            beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

            pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

            Pencegahan

            Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

            menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

            kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

            masyarakat (Jhon 2010)

            Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

            - Sanitasi lingkungan

            18

            - Penyediaan sumber air yang bersih

            - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

            Vaksinasi

            Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

            resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

            Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

            endemisitas (Moehario 2009)

            Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

            1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

            subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

            ahun

            2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

            Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

            dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

            beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

            3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

            lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

            dan bertahan selama 2 tahun

            19

            BAB III

            KESIMPULAN

            Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

            bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

            buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

            yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

            menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

            intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

            mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

            20

            Daftar Pustaka

            Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

            Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

            Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

            Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

            httpwww Medical

            journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

            Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

            http adulgoparfileswordpresscom

            200912demam-tifoidpdf 2009

            Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

            Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

            Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

            Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

            Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

            httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

            Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

            Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

            Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

            Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

            Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

            Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

            (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

            Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

            431-437

            Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

            Developing Countries 2008 2(4) 267-271

            Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

            Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

            6-10

            21

            John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

            Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

            Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

            403-405

            Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

            J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

            Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

            Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

            and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

            Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

            Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

            Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

            Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

            Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

            Coll 2010 19(2) 135-143

            Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

            httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

            Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

            Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

            Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

            Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

            Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

            Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

            Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

            22

            REFERAT

            DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

            Disusun oleh

            Andyan Yugatama

            03008028

            Dokter Pembimbing

            Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

            23

            KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

            RSUD KARDINAH TEGAL

            FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

            JANUARI 2013

            REFERAT

            ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

            Disusun Oleh

            Andyan Yugatama

            03008028

            Referat telah dipresentasikan pada

            Tanggal 16 Januari 2013

            Tempat RSUD Kardinah Tegal

            Referat telah direvisi pada

            Tanggal Revisi 17 Januari 2013

            Telah Disetujui oleh

            Dosen Pembimbing Penguji

            24

            dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

            Kata Pengantar

            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

            berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

            TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

            Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

            menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

            Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

            Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

            kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

            pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

            1 Dr Sunarto SpPD

            2 Dr Nurmilawati SpPD

            3 Dr Said Baraba SpPD

            4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

            Kardinah Kota Tegal

            Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

            dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

            Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

            kekurangan dalam referat ini

            Tegal Januari 2013

            25

            Penulis

            26

            • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

              kesadaran Mengantuk terus menerus mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain

              (Rahman 2010)

              4 Minggu ke-3 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu

              Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati Bila keadaan membaik gejala-

              gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun Meskipun demikian justru pada saat

              ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi akibat lepasnya kerak

              dari ulkus Sebaliknya jika keadaan makin memburuk dimana toksemia memberat

              dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stuporotot-otot bergerak terus

              inkontinensia alvi dan inkontinensia urin Meteorismus dan timpani masih terjadi juga

              tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut Penderita kemudian

              mengalami kolaps Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

              maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

              keringat dingin gelisah sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

              member gambaran adanya perdarahan dan merupakan penyebab umum dari terjadinya

              kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Rahman 2010)

              5 Minggu ke-4 Merupakan stadium penyembuhan (Rahman 2010)

              Diagnosis

              Kriteria Mansoni 1987

              - Demam lebih dari 7 hari

              - Bradikardia relative

              - Coated Tongue

              - Hepatosplenomegali

              - Roseola spot

              - Aneosinofilia

              - Gangguan GI tract konstipasi diare

              Minimal 5 dari 7 kriteria diatas terpenuhi maka seorang penderita dapat di diagnosis demam

              tifoid Selain itu berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis demam

              tifoid meliputi (Maripaandi 2010)

              7

              1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

              - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

              - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

              - Adanya aneosinofilia

              2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

              pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

              standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

              tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

              pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

              volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

              organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

              mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

              empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

              keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

              pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

              sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

              diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

              mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

              deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

              tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

              sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

              hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

              kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

              (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

              demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

              hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

              tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

              darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

              uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

              pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

              8

              3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

              dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

              aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

              o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

              o Aglutinin H (flagela bakteri)

              o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

              Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

              demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

              (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

              diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

              cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

              oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

              spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

              oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

              antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

              dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

              pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

              dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

              labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

              dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

              ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

              setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

              agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

              4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

              dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

              pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

              Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

              invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

              dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

              semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

              tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

              9

              jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

              sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

              memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

              maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

              5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

              tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

              durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

              mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

              Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

              yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

              standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

              Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

              (John 2008)

              6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

              dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

              Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

              terjadi (Christoper 2002)

              7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

              sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

              typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

              penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

              menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

              tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

              titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

              tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

              (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

              dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

              TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

              (Brush 2010)

              10

              Terapi

              1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

              yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

              daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

              yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

              antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

              untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

              mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

              lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

              komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

              teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

              lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

              Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

              2 Medika Mentosa

              Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

              obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

              yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

              rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

              pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

              harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

              Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

              dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

              Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

              cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

              tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

              waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

              kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

              Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

              azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

              kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

              11

              ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

              pilihan (Agarwal2004)

              Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

              untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

              demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

              fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

              gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

              hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

              kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

              Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

              sebagai berikut (Suhendro 2000)

              1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

              4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

              dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

              2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

              saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

              Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

              3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

              Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

              400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

              4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

              dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

              mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

              5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

              dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

              6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

              a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

              b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

              c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

              d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

              e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

              12

              Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

              tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

              macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

              Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

              (diambil dari Agarwal2004)

              Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

              (diambil dari Agarwal2004)

              Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

              13

              (diambil dari Agarwal 2004)

              3 Kortikosteroid

              Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

              yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

              4 Demam tifoid pada wanita hamil

              Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

              terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

              Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

              Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

              adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

              5 Perawatan Bedah

              Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

              ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

              Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

              antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

              Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

              persisten (Duncan 2008)

              6 Konsultasi

              14

              Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

              Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

              perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

              (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

              7 Diet

              Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

              dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

              (Duncan 2008)

              8 Aktivitas

              Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

              demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

              harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

              2008)

              Diferensial Diagnosis

              Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

              Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

              lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

              1 malaria

              2 abses dalam

              3 tuberkulosis

              4 abses hati amebic

              5 ensefalitis

              6 influenza

              7 demam berdarah

              8 leptospirosis

              9 infeksi mononucleosis

              10 endokarditis

              11 brucellosis

              15

              12 tipus

              13 visceral leishmaniasis

              14 toksoplasmosis

              15 penyakit lymphoproliferative

              16 penyakit jaringan ikat

              Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

              1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

              2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

              3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

              Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

              endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

              secara umum (Christoper 2002)

              Komplikasi

              Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

              pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

              Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

              Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

              Gastrointestinal

              Haemorrhage

              Gastrointestinal

              perforation

              Hepatitis

              Cholecystitis

              Asymptomatic ECG

              change

              Myocarditis

              Shock

              Encephalopathy

              Delirium

              Psychotic states

              Meningitis

              (diambil dari Duncan 2008)

              Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

              16

              Pernafasan Hematologi Lain-lain

              Bronchitis

              Pneumonia

              (Salmonella Staph

              aureus)

              Anemia

              DIC

              Focal Abses

              Pharingitis

              Abortus

              Relaps

              Chronic karier

              (diambil dari Duncan 2008)

              Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

              penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

              juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

              2008)

              Penderita Karier

              Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

              10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

              demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

              seperti semula (Ferdinando2007)

              Kronik karier

              Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

              predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

              dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

              mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

              Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

              obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

              pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

              enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

              Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

              oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

              17

              reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

              penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

              Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

              intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

              Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

              Carier tanpa batu

              empedu

              Terapi Dosis harian

              (mgKg)

              Lama

              Ampicillin atau

              Amoxicillin +

              Probenecid

              100

              30

              3 bulan

              Trimethoprim-

              Sulfamethoxazole

              2 tab dua kali 3 bulan

              Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

              Carier dengan

              batu empedu

              Antibiotics +

              Cholecystectomy

              (diambil dari Hellena 2008)

              Prognosis

              Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

              demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

              beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

              pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

              Pencegahan

              Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

              menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

              kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

              masyarakat (Jhon 2010)

              Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

              - Sanitasi lingkungan

              18

              - Penyediaan sumber air yang bersih

              - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

              Vaksinasi

              Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

              resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

              Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

              endemisitas (Moehario 2009)

              Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

              1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

              subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

              ahun

              2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

              Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

              dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

              beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

              3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

              lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

              dan bertahan selama 2 tahun

              19

              BAB III

              KESIMPULAN

              Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

              bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

              buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

              yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

              menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

              intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

              mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

              20

              Daftar Pustaka

              Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

              Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

              Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

              Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

              httpwww Medical

              journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

              Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

              http adulgoparfileswordpresscom

              200912demam-tifoidpdf 2009

              Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

              Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

              Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

              Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

              Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

              httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

              Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

              Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

              Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

              Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

              Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

              Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

              (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

              Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

              431-437

              Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

              Developing Countries 2008 2(4) 267-271

              Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

              Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

              6-10

              21

              John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

              Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

              Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

              403-405

              Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

              J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

              Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

              Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

              and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

              Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

              Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

              Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

              Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

              Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

              Coll 2010 19(2) 135-143

              Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

              httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

              Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

              Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

              Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

              Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

              Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

              Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

              Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

              22

              REFERAT

              DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

              Disusun oleh

              Andyan Yugatama

              03008028

              Dokter Pembimbing

              Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

              23

              KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

              RSUD KARDINAH TEGAL

              FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

              JANUARI 2013

              REFERAT

              ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

              Disusun Oleh

              Andyan Yugatama

              03008028

              Referat telah dipresentasikan pada

              Tanggal 16 Januari 2013

              Tempat RSUD Kardinah Tegal

              Referat telah direvisi pada

              Tanggal Revisi 17 Januari 2013

              Telah Disetujui oleh

              Dosen Pembimbing Penguji

              24

              dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

              Kata Pengantar

              Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

              berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

              TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

              Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

              menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

              Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

              Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

              kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

              pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

              1 Dr Sunarto SpPD

              2 Dr Nurmilawati SpPD

              3 Dr Said Baraba SpPD

              4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

              Kardinah Kota Tegal

              Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

              dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

              Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

              kekurangan dalam referat ini

              Tegal Januari 2013

              25

              Penulis

              26

              • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                1 Pemeriksaan Darah dan Kimia Klinik

                - Menunjukkan leukopenia dan neutropenia pada 50 pasien

                - Seringkali terdapat peningkatan SGOT dan SGPT

                - Adanya aneosinofilia

                2 Gall culture Kultur darah Uji ini merupakan baku emas (Gold Standard) untuk

                pemeriksaan Demam tifoidparatifoid Kultur darah merupakan metode diagnostik

                standar Menunjukkan hasil positif pada 60-80 pasien Sensitivitas kultur darah lebih

                tinggi pada minggu pertama sakit atau dilakukan pengambilan setelah minggu

                pertamaberkurang dengan penggunaan antibiotik dan meningkat dengan banyaknya

                volume darah kultur serta rasio darah dan kaldu (Maripaandi et al 2010) Kultur

                organisme penyebab tetap menjadi prosedur diagnostik yang paling efektif dalam

                mendiagnosis dugaan demam tifoid Penelitian menunjukkan bahwa 10 suspensi

                empedu sapi adalah media terbaik untuk kultur darah Media ini tidak hanya memiliki

                keuntungan dengan menghambat pertumbuhan kontaminan kulit tetapi juga menghambat

                pertumbuhan bakteri paling patogen dari aliran darah lain sehingga tidak dapat digunakan

                sebagai tes diagnostik rutin untuk bakteremia (John 2008) Di banyak laboratorium

                diagnostik media kultur darah atau sering disebut botol untuk media kultur darah

                mungkin tidak tersedia Pemeriksaan langsung dari buffy coat telah digunakan untuk

                deteksi bakteri dalam darah tetapi dilaporkan memiliki nilai yang kecil karena kesalahan

                tergantung operator Kultur langsung dan sentrifugasi darah bagaimanapun telah sangat

                sukses Kultur langsung dengan buffy coat yang sebelumnya terbukti mengandung

                hampir semua S Typhi yang ditemukan dalam darah karena itu harus dipikirkan

                kemungkinan isolasi S Typhi tanpa perlu menggunakan media kultur darah atau botol

                (John et al 2008) Interpretasi hasil Bila positif maka diagnosis pasti untu penyakit

                demam tifoid Sebaliknya bila hasil negatif belum tentu bukan demam tifoid karena

                hasil biakan negatif palsu disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah darah lt2ml darah

                tidak segar atau dibiarkan membeku terlebih dahulu sebelum dikultur pasien saat diambil

                darah sudah diberi terapi antibiotika atau pasien sudah mendapat vaksinasi Kekurangan

                uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

                pertumbuhan bakteri yakni 7 hari (Christoper 2002)

                8

                3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

                dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

                aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

                o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

                o Aglutinin H (flagela bakteri)

                o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

                Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

                demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

                (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

                diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

                cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

                oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

                spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

                oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

                antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

                dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

                pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

                dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

                labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

                dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

                ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

                setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

                agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

                4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

                dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

                pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

                Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

                invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

                dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

                semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

                tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

                9

                jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

                sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

                memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

                maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

                5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

                tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

                durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

                mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

                Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

                yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

                standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

                Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

                (John 2008)

                6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

                dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

                Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

                terjadi (Christoper 2002)

                7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

                sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

                typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

                penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

                menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

                tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

                titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

                tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

                (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

                dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

                TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

                (Brush 2010)

                10

                Terapi

                1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

                yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

                daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

                yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

                antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

                untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

                mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

                lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

                komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

                teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

                lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

                Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

                2 Medika Mentosa

                Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

                obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

                yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

                rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

                pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

                harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

                Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

                dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

                Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

                cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

                tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

                waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

                kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

                Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

                azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

                kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

                11

                ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

                pilihan (Agarwal2004)

                Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

                untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

                demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

                fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

                gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

                hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

                kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

                Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

                sebagai berikut (Suhendro 2000)

                1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

                4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

                dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

                2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

                saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

                Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

                3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

                Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

                400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

                4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

                dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

                mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

                5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

                dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

                6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

                a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

                b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

                c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

                d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

                e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

                12

                Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                (diambil dari Agarwal2004)

                Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                (diambil dari Agarwal2004)

                Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                13

                (diambil dari Agarwal 2004)

                3 Kortikosteroid

                Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                4 Demam tifoid pada wanita hamil

                Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                5 Perawatan Bedah

                Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                persisten (Duncan 2008)

                6 Konsultasi

                14

                Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                7 Diet

                Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                (Duncan 2008)

                8 Aktivitas

                Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                2008)

                Diferensial Diagnosis

                Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                1 malaria

                2 abses dalam

                3 tuberkulosis

                4 abses hati amebic

                5 ensefalitis

                6 influenza

                7 demam berdarah

                8 leptospirosis

                9 infeksi mononucleosis

                10 endokarditis

                11 brucellosis

                15

                12 tipus

                13 visceral leishmaniasis

                14 toksoplasmosis

                15 penyakit lymphoproliferative

                16 penyakit jaringan ikat

                Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                secara umum (Christoper 2002)

                Komplikasi

                Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                Gastrointestinal

                Haemorrhage

                Gastrointestinal

                perforation

                Hepatitis

                Cholecystitis

                Asymptomatic ECG

                change

                Myocarditis

                Shock

                Encephalopathy

                Delirium

                Psychotic states

                Meningitis

                (diambil dari Duncan 2008)

                Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                16

                Pernafasan Hematologi Lain-lain

                Bronchitis

                Pneumonia

                (Salmonella Staph

                aureus)

                Anemia

                DIC

                Focal Abses

                Pharingitis

                Abortus

                Relaps

                Chronic karier

                (diambil dari Duncan 2008)

                Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                2008)

                Penderita Karier

                Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                seperti semula (Ferdinando2007)

                Kronik karier

                Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                17

                reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                Carier tanpa batu

                empedu

                Terapi Dosis harian

                (mgKg)

                Lama

                Ampicillin atau

                Amoxicillin +

                Probenecid

                100

                30

                3 bulan

                Trimethoprim-

                Sulfamethoxazole

                2 tab dua kali 3 bulan

                Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                Carier dengan

                batu empedu

                Antibiotics +

                Cholecystectomy

                (diambil dari Hellena 2008)

                Prognosis

                Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                Pencegahan

                Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                masyarakat (Jhon 2010)

                Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                - Sanitasi lingkungan

                18

                - Penyediaan sumber air yang bersih

                - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                Vaksinasi

                Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                endemisitas (Moehario 2009)

                Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                ahun

                2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                dan bertahan selama 2 tahun

                19

                BAB III

                KESIMPULAN

                Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                20

                Daftar Pustaka

                Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                httpwww Medical

                journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                http adulgoparfileswordpresscom

                200912demam-tifoidpdf 2009

                Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                431-437

                Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                6-10

                21

                John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                403-405

                Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                Coll 2010 19(2) 135-143

                Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                22

                REFERAT

                DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                Disusun oleh

                Andyan Yugatama

                03008028

                Dokter Pembimbing

                Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                23

                KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                RSUD KARDINAH TEGAL

                FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                JANUARI 2013

                REFERAT

                ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                Disusun Oleh

                Andyan Yugatama

                03008028

                Referat telah dipresentasikan pada

                Tanggal 16 Januari 2013

                Tempat RSUD Kardinah Tegal

                Referat telah direvisi pada

                Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                Telah Disetujui oleh

                Dosen Pembimbing Penguji

                24

                dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                Kata Pengantar

                Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                1 Dr Sunarto SpPD

                2 Dr Nurmilawati SpPD

                3 Dr Said Baraba SpPD

                4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                Kardinah Kota Tegal

                Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                kekurangan dalam referat ini

                Tegal Januari 2013

                25

                Penulis

                26

                • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                  3 Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di

                  dalam darah) terhadap antigen bakteri Salmonella typhi Paratyphi (reagen) Antibodi

                  aglutinin yang dicari yaitu (Salih 2008)

                  o Aglutinin 0 (dari tubuh bakteri)

                  o Aglutinin H (flagela bakteri)

                  o Aglutinin Vi (simpai bakteri)

                  Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 0 dan H yang digunakan untuk diagnosis

                  demam tifoid Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinteksi bakteri ini

                  (Rao 2010) Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering

                  diminta terutama di Negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia Sebagai uji

                  cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui Hasil positif palsu dapat disebabkan

                  oleh faktor-faktor antara lain pernah mendapatkan vaksinasi reaksi silang dengan

                  spesies lain (enterobacter) adanya faktor rheumatoid Hasil negatif palsu disebabkan

                  oleh karena penderita sudah mendapatkan terapi antibiotik pengobatan dini dengan

                  antibiotik pemberian kortikosteroid waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu

                  dan teknik pemeriksaan labolatorium (Salih 2008) Saat ini belum ada kesamaan

                  pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic Batas titer yang sering

                  dipakai hanya kesepakatan saja berlaku setempat dan berbeda-beda di masing-masing

                  labolatorium Nilai cut off yang sering dipakai adalah titer O = 1160 titer H 1160

                  dengan peningkatan titer 4 kali setelah 2 kali pemeriksaan Pemeriksaan pertama di hari

                  ke-7 dan pemeriksaan berikutnya pada minggu ke-2 Aglutinin O akan bertahan 4-6 bulan

                  setelah sembuh sementara agglutinin H menetap 6-12 bulan Reaksi widal tunggal

                  agglutinin O 1320 atau agglutinin H 1640 dapat menyokong 12 (Iskandar 2000)

                  4 Kultur Sumsum Tulang Kultur sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

                  dalam mengisolasi Styphi Menunjukkan hasil positif pada 80-85 pasien bahkan pada

                  pasien yang telah mendapat terapi antibiotik dalam beberapa hari (Agarwal 2004)

                  Isolasi S Typhi dari aspirasi sumsum tulang merupakan suatu prosedur yang sangat

                  invasif tetapi dianggap sebagai metode standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan

                  dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur darah oleh sebagian besar tetapi tidak

                  semua peneliti Para peneliti telah menghitung jumlah bakteri dalam darah dan sumsum

                  tulang dan menemukan bahwa pada isolasi S Typhi dari sumsum tulang ditemukan

                  9

                  jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

                  sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

                  memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

                  maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

                  5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

                  tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

                  durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

                  mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

                  Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

                  yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

                  standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

                  Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

                  (John 2008)

                  6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

                  dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

                  Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

                  terjadi (Christoper 2002)

                  7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

                  sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

                  typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

                  penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

                  menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

                  tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

                  titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

                  tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

                  (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

                  dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

                  TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

                  (Brush 2010)

                  10

                  Terapi

                  1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

                  yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

                  daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

                  yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

                  antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

                  untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

                  mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

                  lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

                  komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

                  teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

                  lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

                  Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

                  2 Medika Mentosa

                  Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

                  obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

                  yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

                  rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

                  pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

                  harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

                  Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

                  dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

                  Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

                  cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

                  tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

                  waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

                  kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

                  Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

                  azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

                  kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

                  11

                  ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

                  pilihan (Agarwal2004)

                  Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

                  untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

                  demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

                  fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

                  gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

                  hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

                  kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

                  Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

                  sebagai berikut (Suhendro 2000)

                  1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

                  4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

                  dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

                  2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

                  saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

                  Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

                  3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

                  Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

                  400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

                  4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

                  dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

                  mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

                  5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

                  dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

                  6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

                  a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

                  b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

                  c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

                  d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

                  e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

                  12

                  Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                  tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                  macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                  Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                  (diambil dari Agarwal2004)

                  Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                  (diambil dari Agarwal2004)

                  Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                  13

                  (diambil dari Agarwal 2004)

                  3 Kortikosteroid

                  Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                  yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                  4 Demam tifoid pada wanita hamil

                  Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                  terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                  Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                  Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                  adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                  5 Perawatan Bedah

                  Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                  ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                  Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                  antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                  Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                  persisten (Duncan 2008)

                  6 Konsultasi

                  14

                  Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                  Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                  perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                  (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                  7 Diet

                  Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                  dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                  (Duncan 2008)

                  8 Aktivitas

                  Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                  demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                  harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                  2008)

                  Diferensial Diagnosis

                  Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                  Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                  lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                  1 malaria

                  2 abses dalam

                  3 tuberkulosis

                  4 abses hati amebic

                  5 ensefalitis

                  6 influenza

                  7 demam berdarah

                  8 leptospirosis

                  9 infeksi mononucleosis

                  10 endokarditis

                  11 brucellosis

                  15

                  12 tipus

                  13 visceral leishmaniasis

                  14 toksoplasmosis

                  15 penyakit lymphoproliferative

                  16 penyakit jaringan ikat

                  Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                  1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                  2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                  3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                  Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                  endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                  secara umum (Christoper 2002)

                  Komplikasi

                  Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                  pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                  Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                  Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                  Gastrointestinal

                  Haemorrhage

                  Gastrointestinal

                  perforation

                  Hepatitis

                  Cholecystitis

                  Asymptomatic ECG

                  change

                  Myocarditis

                  Shock

                  Encephalopathy

                  Delirium

                  Psychotic states

                  Meningitis

                  (diambil dari Duncan 2008)

                  Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                  16

                  Pernafasan Hematologi Lain-lain

                  Bronchitis

                  Pneumonia

                  (Salmonella Staph

                  aureus)

                  Anemia

                  DIC

                  Focal Abses

                  Pharingitis

                  Abortus

                  Relaps

                  Chronic karier

                  (diambil dari Duncan 2008)

                  Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                  penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                  juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                  2008)

                  Penderita Karier

                  Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                  10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                  demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                  seperti semula (Ferdinando2007)

                  Kronik karier

                  Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                  predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                  dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                  mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                  Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                  obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                  pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                  enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                  Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                  oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                  17

                  reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                  penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                  Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                  intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                  Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                  Carier tanpa batu

                  empedu

                  Terapi Dosis harian

                  (mgKg)

                  Lama

                  Ampicillin atau

                  Amoxicillin +

                  Probenecid

                  100

                  30

                  3 bulan

                  Trimethoprim-

                  Sulfamethoxazole

                  2 tab dua kali 3 bulan

                  Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                  Carier dengan

                  batu empedu

                  Antibiotics +

                  Cholecystectomy

                  (diambil dari Hellena 2008)

                  Prognosis

                  Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                  demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                  beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                  pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                  Pencegahan

                  Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                  menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                  kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                  masyarakat (Jhon 2010)

                  Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                  - Sanitasi lingkungan

                  18

                  - Penyediaan sumber air yang bersih

                  - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                  Vaksinasi

                  Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                  resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                  Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                  endemisitas (Moehario 2009)

                  Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                  1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                  subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                  ahun

                  2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                  Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                  dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                  beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                  3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                  lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                  dan bertahan selama 2 tahun

                  19

                  BAB III

                  KESIMPULAN

                  Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                  bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                  buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                  yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                  menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                  intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                  mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                  20

                  Daftar Pustaka

                  Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                  Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                  Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                  Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                  httpwww Medical

                  journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                  Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                  http adulgoparfileswordpresscom

                  200912demam-tifoidpdf 2009

                  Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                  Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                  Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                  Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                  Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                  httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                  Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                  Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                  Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                  Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                  Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                  Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                  (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                  Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                  431-437

                  Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                  Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                  Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                  Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                  6-10

                  21

                  John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                  Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                  Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                  403-405

                  Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                  J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                  Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                  Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                  and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                  Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                  Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                  Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                  Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                  Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                  Coll 2010 19(2) 135-143

                  Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                  httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                  Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                  Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                  Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                  Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                  Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                  Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                  Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                  22

                  REFERAT

                  DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                  Disusun oleh

                  Andyan Yugatama

                  03008028

                  Dokter Pembimbing

                  Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                  23

                  KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                  RSUD KARDINAH TEGAL

                  FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                  JANUARI 2013

                  REFERAT

                  ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                  Disusun Oleh

                  Andyan Yugatama

                  03008028

                  Referat telah dipresentasikan pada

                  Tanggal 16 Januari 2013

                  Tempat RSUD Kardinah Tegal

                  Referat telah direvisi pada

                  Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                  Telah Disetujui oleh

                  Dosen Pembimbing Penguji

                  24

                  dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                  Kata Pengantar

                  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                  berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                  TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                  Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                  menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                  Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                  Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                  kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                  pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                  1 Dr Sunarto SpPD

                  2 Dr Nurmilawati SpPD

                  3 Dr Said Baraba SpPD

                  4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                  Kardinah Kota Tegal

                  Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                  dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                  Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                  kekurangan dalam referat ini

                  Tegal Januari 2013

                  25

                  Penulis

                  26

                  • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                    jumlah bakteri yang lebih besar dimana sepuluh kali lipat lebih banyak per volume

                    sumsum tulang daripada per volume darah Namun jika cukup dengan kultur darah

                    memungkinkan peningkatan sensitivitas kultur darah daripada kultur sumsum tulang

                    maka aspirasi sumsum tulang dapat dihindari (John 2008)

                    5 Kultur Feses Kultur feses positif hanya ditemukan pada 30 pasien Sensitifitas

                    tergantung pada jumlah kultur tinja dan hasil positif akan meningkat bersamaan dengan

                    durasi penyakit (Agarwal et al2004) Pada kultur tinja media pengayaan yang

                    mengandung Selenite telah terbukti lebih efektif daripada media pengayaan lainnya

                    Selenite dengan manitol (M Selenite) telah direkomendasikan tetapi belum ada perbedaan

                    yang signifikan dengan Selenite yang mengandung kaldu Media Selenite F merupakan

                    standar emas untuk isolasi Salmonella dari tinja untuk perbandingan Selenite F dan

                    Selenite dengan manitol perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut sebelum digunakan

                    (John 2008)

                    6 DNA Probe dan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA probe dan PCR telah

                    dikembangkan untuk mendeteksi Styphi langsung dalam darah (Agarwal et al2004)

                    Metode ini belum banyak digunakan di daerah-daerah di mana demam tifoid sering

                    terjadi (Christoper 2002)

                    7 ELISA Diagnosis demam demam tifoid bergantung pada isolasi Salmonella Typhi dari

                    sampel klinis atau dari deteksi dari naiknya serum antibodi untuk menyerang serotipe

                    typhi yakni antigen O (LPS lipopolisakarida) atau H (flagellum) (tes Widal) Pada

                    penelitian yang dilakukan di Vietnam sekitar tahun 1998 dimana saat itu Demam tifoid

                    menjadi suatu endemi diketahui bahwa respon antibode terhadap adanya kedua antigen

                    tersebut sangat bervariasi pada tiap individu yang terinfeksi Dan lagi terjadi peningkatan

                    titer antibodi pada sebagian nesar serum sampel dari individu yang sehat dari komunitas

                    tersebut Inilah peran penting dari In-house enzyme-linked immunosorbent assays

                    (ELISA) untuk mendeteksi kelas-kelas spesifik dari anti-LPS dan antiflagellum antibodi

                    dan dibandingkan dengan tes dasar lain untuk mendiagnosis demam demam tifoid (Widal

                    TO dan TH anti-serotype Typhi immunoglobulin M [IgM] dipstick dan IDeaL TUBEX)

                    (Brush 2010)

                    10

                    Terapi

                    1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

                    yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

                    daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

                    yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

                    antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

                    untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

                    mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

                    lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

                    komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

                    teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

                    lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

                    Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

                    2 Medika Mentosa

                    Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

                    obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

                    yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

                    rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

                    pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

                    harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

                    Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

                    dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

                    Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

                    cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

                    tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

                    waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

                    kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

                    Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

                    azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

                    kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

                    11

                    ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

                    pilihan (Agarwal2004)

                    Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

                    untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

                    demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

                    fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

                    gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

                    hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

                    kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

                    Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

                    sebagai berikut (Suhendro 2000)

                    1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

                    4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

                    dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

                    2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

                    saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

                    Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

                    3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

                    Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

                    400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

                    4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

                    dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

                    mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

                    5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

                    dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

                    6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

                    a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

                    b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

                    c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

                    d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

                    e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

                    12

                    Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                    tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                    macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                    Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                    (diambil dari Agarwal2004)

                    Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                    (diambil dari Agarwal2004)

                    Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                    13

                    (diambil dari Agarwal 2004)

                    3 Kortikosteroid

                    Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                    yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                    4 Demam tifoid pada wanita hamil

                    Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                    terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                    Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                    Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                    adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                    5 Perawatan Bedah

                    Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                    ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                    Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                    antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                    Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                    persisten (Duncan 2008)

                    6 Konsultasi

                    14

                    Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                    Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                    perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                    (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                    7 Diet

                    Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                    dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                    (Duncan 2008)

                    8 Aktivitas

                    Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                    demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                    harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                    2008)

                    Diferensial Diagnosis

                    Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                    Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                    lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                    1 malaria

                    2 abses dalam

                    3 tuberkulosis

                    4 abses hati amebic

                    5 ensefalitis

                    6 influenza

                    7 demam berdarah

                    8 leptospirosis

                    9 infeksi mononucleosis

                    10 endokarditis

                    11 brucellosis

                    15

                    12 tipus

                    13 visceral leishmaniasis

                    14 toksoplasmosis

                    15 penyakit lymphoproliferative

                    16 penyakit jaringan ikat

                    Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                    1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                    2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                    3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                    Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                    endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                    secara umum (Christoper 2002)

                    Komplikasi

                    Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                    pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                    Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                    Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                    Gastrointestinal

                    Haemorrhage

                    Gastrointestinal

                    perforation

                    Hepatitis

                    Cholecystitis

                    Asymptomatic ECG

                    change

                    Myocarditis

                    Shock

                    Encephalopathy

                    Delirium

                    Psychotic states

                    Meningitis

                    (diambil dari Duncan 2008)

                    Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                    16

                    Pernafasan Hematologi Lain-lain

                    Bronchitis

                    Pneumonia

                    (Salmonella Staph

                    aureus)

                    Anemia

                    DIC

                    Focal Abses

                    Pharingitis

                    Abortus

                    Relaps

                    Chronic karier

                    (diambil dari Duncan 2008)

                    Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                    penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                    juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                    2008)

                    Penderita Karier

                    Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                    10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                    demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                    seperti semula (Ferdinando2007)

                    Kronik karier

                    Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                    predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                    dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                    mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                    Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                    obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                    pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                    enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                    Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                    oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                    17

                    reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                    penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                    Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                    intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                    Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                    Carier tanpa batu

                    empedu

                    Terapi Dosis harian

                    (mgKg)

                    Lama

                    Ampicillin atau

                    Amoxicillin +

                    Probenecid

                    100

                    30

                    3 bulan

                    Trimethoprim-

                    Sulfamethoxazole

                    2 tab dua kali 3 bulan

                    Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                    Carier dengan

                    batu empedu

                    Antibiotics +

                    Cholecystectomy

                    (diambil dari Hellena 2008)

                    Prognosis

                    Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                    demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                    beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                    pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                    Pencegahan

                    Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                    menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                    kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                    masyarakat (Jhon 2010)

                    Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                    - Sanitasi lingkungan

                    18

                    - Penyediaan sumber air yang bersih

                    - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                    Vaksinasi

                    Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                    resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                    Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                    endemisitas (Moehario 2009)

                    Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                    1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                    subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                    ahun

                    2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                    Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                    dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                    beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                    3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                    lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                    dan bertahan selama 2 tahun

                    19

                    BAB III

                    KESIMPULAN

                    Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                    bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                    buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                    yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                    menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                    intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                    mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                    20

                    Daftar Pustaka

                    Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                    Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                    Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                    Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                    httpwww Medical

                    journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                    Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                    http adulgoparfileswordpresscom

                    200912demam-tifoidpdf 2009

                    Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                    Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                    Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                    Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                    httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                    Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                    Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                    Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                    Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                    Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                    Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                    (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                    Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                    431-437

                    Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                    Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                    Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                    6-10

                    21

                    John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                    Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                    Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                    403-405

                    Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                    J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                    Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                    Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                    and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                    Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                    Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                    Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                    Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                    Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                    Coll 2010 19(2) 135-143

                    Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                    httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                    Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                    Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                    Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                    Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                    Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                    Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                    Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                    22

                    REFERAT

                    DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                    Disusun oleh

                    Andyan Yugatama

                    03008028

                    Dokter Pembimbing

                    Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                    23

                    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                    RSUD KARDINAH TEGAL

                    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                    JANUARI 2013

                    REFERAT

                    ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                    Disusun Oleh

                    Andyan Yugatama

                    03008028

                    Referat telah dipresentasikan pada

                    Tanggal 16 Januari 2013

                    Tempat RSUD Kardinah Tegal

                    Referat telah direvisi pada

                    Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                    Telah Disetujui oleh

                    Dosen Pembimbing Penguji

                    24

                    dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                    Kata Pengantar

                    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                    berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                    TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                    Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                    menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                    Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                    Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                    kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                    pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                    1 Dr Sunarto SpPD

                    2 Dr Nurmilawati SpPD

                    3 Dr Said Baraba SpPD

                    4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                    Kardinah Kota Tegal

                    Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                    dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                    Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                    kekurangan dalam referat ini

                    Tegal Januari 2013

                    25

                    Penulis

                    26

                    • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                      Terapi

                      1 Perawatan Medis Jika seorang pasien menunjukkan gejala menyerupai demam tifoid

                      yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dalam waktu 60 hari setelah kembali dari

                      daerah endemik demam tifoid (demam enterik) atau setelah mengkonsumsi makanan

                      yang dipersiapkan oleh seseorang yang terinfeksi demam tifoid maka penggunaan

                      antibiotika empirik spektrum luas harus segera dimulai Pengobatan tidak boleh ditunda

                      untuk uji konfirmatori sejak ditemukan bahwa pengobatan yang tepat secara drastis

                      mengurangi risiko komplikasi dan kematian Terapi antibiotik harus dipersempit sekali

                      lagi dari informasi yang tersedia (Levine 2009) Pasien dengan penyakit tanpa

                      komplikasi dapat diobati secara rawat jalan Mereka harus disarankan untuk menerapkan

                      teknik mencuci tangan yang ketat dan menghindari menyiapkan makanan untuk orang

                      lain selama sakit Pasien harus ditempatkan dalam ruang isolasi selama fase akut infeksi

                      Tinja dan urin harus dibuang secara aman (Getenet 2008)

                      2 Medika Mentosa

                      Pada 1990-an Styphi mengembangkan resistansi secara bersamaan untuk semua

                      obat yang terdapat pada pengobatan lini pertama Sekarang fluorokuinolon adalah obat

                      yang paling efektif untuk pengobatan demam tifoid Panas berkurang dalam waktu rata-

                      rata kurang dari 4 hari dan angka kesembuhan melebihi 96 Kurang dari 2 dari

                      pasien yang dirawat telah mengalami penyakit persisten atau relaps Fluoroquinolones

                      harus digunakan pada dosis semaksimal mungkin dalam waktu minimal 10-14 hari

                      Ofloksasin telah terbukti efektif dalam kasus-kasus resisten kloramfenikol yang

                      dibuktikan dengan pemeriksaan kultur sumsum tulang (Agarwal2004)

                      Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone cefixime cefotaxime dan

                      cefoperazone) dan macrolides seperti azitromisin juga efektif untuk pengobatan demam

                      tifoid Dengan penggunaan seftriakson dan sefiksim penurunan demam terjadi dalam

                      waktu rata-rata satu minggu dan tingkat kegagalan pengobatan adalah 5-10 Tingkat

                      kekambuhan adalah 3-6 (Agarwal 2004)

                      Tingkat penyembuhan 95 dicapai dalam 5-7 hari dengan pengobatan

                      azitromisin Demam menghilang dalam 4-6 hari dan tingkat kekambuhan dan

                      kesembuhan adalah lt3 Aztreonam13 dan imipenem merupakan obat potensial lini

                      11

                      ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

                      pilihan (Agarwal2004)

                      Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

                      untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

                      demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

                      fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

                      gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

                      hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

                      kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

                      Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

                      sebagai berikut (Suhendro 2000)

                      1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

                      4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

                      dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

                      2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

                      saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

                      Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

                      3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

                      Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

                      400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

                      4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

                      dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

                      mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

                      5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

                      dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

                      6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

                      a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

                      b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

                      c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

                      d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

                      e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

                      12

                      Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                      tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                      macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                      Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                      (diambil dari Agarwal2004)

                      Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                      (diambil dari Agarwal2004)

                      Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                      13

                      (diambil dari Agarwal 2004)

                      3 Kortikosteroid

                      Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                      yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                      4 Demam tifoid pada wanita hamil

                      Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                      terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                      Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                      Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                      adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                      5 Perawatan Bedah

                      Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                      ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                      Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                      antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                      Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                      persisten (Duncan 2008)

                      6 Konsultasi

                      14

                      Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                      Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                      perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                      (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                      7 Diet

                      Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                      dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                      (Duncan 2008)

                      8 Aktivitas

                      Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                      demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                      harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                      2008)

                      Diferensial Diagnosis

                      Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                      Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                      lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                      1 malaria

                      2 abses dalam

                      3 tuberkulosis

                      4 abses hati amebic

                      5 ensefalitis

                      6 influenza

                      7 demam berdarah

                      8 leptospirosis

                      9 infeksi mononucleosis

                      10 endokarditis

                      11 brucellosis

                      15

                      12 tipus

                      13 visceral leishmaniasis

                      14 toksoplasmosis

                      15 penyakit lymphoproliferative

                      16 penyakit jaringan ikat

                      Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                      1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                      2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                      3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                      Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                      endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                      secara umum (Christoper 2002)

                      Komplikasi

                      Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                      pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                      Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                      Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                      Gastrointestinal

                      Haemorrhage

                      Gastrointestinal

                      perforation

                      Hepatitis

                      Cholecystitis

                      Asymptomatic ECG

                      change

                      Myocarditis

                      Shock

                      Encephalopathy

                      Delirium

                      Psychotic states

                      Meningitis

                      (diambil dari Duncan 2008)

                      Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                      16

                      Pernafasan Hematologi Lain-lain

                      Bronchitis

                      Pneumonia

                      (Salmonella Staph

                      aureus)

                      Anemia

                      DIC

                      Focal Abses

                      Pharingitis

                      Abortus

                      Relaps

                      Chronic karier

                      (diambil dari Duncan 2008)

                      Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                      penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                      juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                      2008)

                      Penderita Karier

                      Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                      10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                      demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                      seperti semula (Ferdinando2007)

                      Kronik karier

                      Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                      predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                      dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                      mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                      Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                      obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                      pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                      enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                      Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                      oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                      17

                      reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                      penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                      Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                      intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                      Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                      Carier tanpa batu

                      empedu

                      Terapi Dosis harian

                      (mgKg)

                      Lama

                      Ampicillin atau

                      Amoxicillin +

                      Probenecid

                      100

                      30

                      3 bulan

                      Trimethoprim-

                      Sulfamethoxazole

                      2 tab dua kali 3 bulan

                      Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                      Carier dengan

                      batu empedu

                      Antibiotics +

                      Cholecystectomy

                      (diambil dari Hellena 2008)

                      Prognosis

                      Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                      demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                      beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                      pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                      Pencegahan

                      Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                      menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                      kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                      masyarakat (Jhon 2010)

                      Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                      - Sanitasi lingkungan

                      18

                      - Penyediaan sumber air yang bersih

                      - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                      Vaksinasi

                      Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                      resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                      Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                      endemisitas (Moehario 2009)

                      Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                      1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                      subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                      ahun

                      2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                      Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                      dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                      beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                      3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                      lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                      dan bertahan selama 2 tahun

                      19

                      BAB III

                      KESIMPULAN

                      Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                      bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                      buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                      yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                      menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                      intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                      mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                      20

                      Daftar Pustaka

                      Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                      Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                      Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                      Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                      httpwww Medical

                      journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                      Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                      http adulgoparfileswordpresscom

                      200912demam-tifoidpdf 2009

                      Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                      Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                      Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                      Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                      httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                      Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                      Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                      Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                      Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                      Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                      Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                      (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                      Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                      431-437

                      Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                      Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                      Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                      6-10

                      21

                      John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                      Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                      Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                      403-405

                      Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                      J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                      Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                      Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                      and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                      Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                      Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                      Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                      Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                      Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                      Coll 2010 19(2) 135-143

                      Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                      httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                      Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                      Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                      Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                      Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                      Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                      Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                      Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                      22

                      REFERAT

                      DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                      Disusun oleh

                      Andyan Yugatama

                      03008028

                      Dokter Pembimbing

                      Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                      23

                      KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                      RSUD KARDINAH TEGAL

                      FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                      JANUARI 2013

                      REFERAT

                      ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                      Disusun Oleh

                      Andyan Yugatama

                      03008028

                      Referat telah dipresentasikan pada

                      Tanggal 16 Januari 2013

                      Tempat RSUD Kardinah Tegal

                      Referat telah direvisi pada

                      Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                      Telah Disetujui oleh

                      Dosen Pembimbing Penguji

                      24

                      dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                      Kata Pengantar

                      Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                      berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                      TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                      Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                      menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                      Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                      Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                      kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                      pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                      1 Dr Sunarto SpPD

                      2 Dr Nurmilawati SpPD

                      3 Dr Said Baraba SpPD

                      4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                      Kardinah Kota Tegal

                      Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                      dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                      Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                      kekurangan dalam referat ini

                      Tegal Januari 2013

                      25

                      Penulis

                      26

                      • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                        ketiga Untuk demam tifoid yang berat fluoroquinolones parenteral adalah pengobatan

                        pilihan (Agarwal2004)

                        Kloramfenikol amoksisilin dan trimethoprimsulfamethoxazole tetap digunakan

                        untuk pengobatan demam tifoid di daerah-daerah di dunia di mana bakteri penyebab

                        demam tifoid masih sepenuhnya rentan terhadap obat-obatan ini dan di mana

                        fluoroquinolones tidak tersedia atau tidak terjangkau Obat-obat ini dapat menghilangkan

                        gejala dengan penurunan suhu badan sampai yg normal biasanya terjadi dalam waktu 5-7

                        hariNamun mungkin diperlukan pengobatan sampai 2-3 minggu Meskipun angka

                        kesembuhan adalah 95 tingkat relaps adalah 1-7 (Agarwal2004)

                        Sementara itu di Indonesia pemilihan antibiotika terhadapn demam tifoid adalah

                        sebagai berikut (Suhendro 2000)

                        1 Kloramenikol merupakan obat pilihan utama Dosis yang diberika adalah

                        4x500 mg per hari per oral Obat ini dapat menurunkan demam rata-rata

                        dalam 7 hari Efek samping berupa depresi sum-sum tulang

                        2 Tiamfenikol dosis dan efektivitasnya sama dengan kloramfenikol hanya

                        saja memiliki kemungkinan lebih rendah untuk komplikasi hematologinya

                        Dosisnya adalah 4x500mg Demam rata-rata turun pada hari ke-5 sampai ke-6

                        3 Kotrimoksazol dosis dan efektivitasnya hampir sama dengan kloramfenikol

                        Dosis untuk dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sufametoksazol

                        400 mg dan trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu

                        4 Ampisilin dan amoksisilin kemampuan menurunkan demam lebih rendah

                        dibandingkan kloramfenikol dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

                        mgkgBB dan digunakan selama 2 minggu

                        5 Sefalosporin generasi ke-3 seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam

                        dekstrosa 100cc diberikan frac12 jam per infuse per hari Diberikan 3-5 hari

                        6 Fluorokuinolon Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau ke-4

                        a Ofloxasin 2x400 mghari selama 7 hari

                        b Siprofloksasin 2x500 mghari selama 6 hari

                        c Pefloksasin 400 mghari selama 7 hari

                        d Fleroksasin 400 mghari selama 7 hari

                        e Norfloksasin 2x400 mghari selama 14 hari

                        12

                        Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                        tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                        macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                        Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                        (diambil dari Agarwal2004)

                        Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                        (diambil dari Agarwal2004)

                        Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                        13

                        (diambil dari Agarwal 2004)

                        3 Kortikosteroid

                        Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                        yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                        4 Demam tifoid pada wanita hamil

                        Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                        terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                        Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                        Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                        adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                        5 Perawatan Bedah

                        Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                        ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                        Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                        antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                        Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                        persisten (Duncan 2008)

                        6 Konsultasi

                        14

                        Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                        Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                        perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                        (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                        7 Diet

                        Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                        dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                        (Duncan 2008)

                        8 Aktivitas

                        Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                        demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                        harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                        2008)

                        Diferensial Diagnosis

                        Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                        Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                        lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                        1 malaria

                        2 abses dalam

                        3 tuberkulosis

                        4 abses hati amebic

                        5 ensefalitis

                        6 influenza

                        7 demam berdarah

                        8 leptospirosis

                        9 infeksi mononucleosis

                        10 endokarditis

                        11 brucellosis

                        15

                        12 tipus

                        13 visceral leishmaniasis

                        14 toksoplasmosis

                        15 penyakit lymphoproliferative

                        16 penyakit jaringan ikat

                        Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                        1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                        2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                        3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                        Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                        endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                        secara umum (Christoper 2002)

                        Komplikasi

                        Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                        pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                        Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                        Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                        Gastrointestinal

                        Haemorrhage

                        Gastrointestinal

                        perforation

                        Hepatitis

                        Cholecystitis

                        Asymptomatic ECG

                        change

                        Myocarditis

                        Shock

                        Encephalopathy

                        Delirium

                        Psychotic states

                        Meningitis

                        (diambil dari Duncan 2008)

                        Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                        16

                        Pernafasan Hematologi Lain-lain

                        Bronchitis

                        Pneumonia

                        (Salmonella Staph

                        aureus)

                        Anemia

                        DIC

                        Focal Abses

                        Pharingitis

                        Abortus

                        Relaps

                        Chronic karier

                        (diambil dari Duncan 2008)

                        Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                        penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                        juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                        2008)

                        Penderita Karier

                        Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                        10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                        demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                        seperti semula (Ferdinando2007)

                        Kronik karier

                        Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                        predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                        dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                        mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                        Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                        obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                        pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                        enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                        Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                        oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                        17

                        reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                        penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                        Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                        intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                        Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                        Carier tanpa batu

                        empedu

                        Terapi Dosis harian

                        (mgKg)

                        Lama

                        Ampicillin atau

                        Amoxicillin +

                        Probenecid

                        100

                        30

                        3 bulan

                        Trimethoprim-

                        Sulfamethoxazole

                        2 tab dua kali 3 bulan

                        Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                        Carier dengan

                        batu empedu

                        Antibiotics +

                        Cholecystectomy

                        (diambil dari Hellena 2008)

                        Prognosis

                        Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                        demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                        beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                        pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                        Pencegahan

                        Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                        menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                        kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                        masyarakat (Jhon 2010)

                        Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                        - Sanitasi lingkungan

                        18

                        - Penyediaan sumber air yang bersih

                        - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                        Vaksinasi

                        Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                        resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                        Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                        endemisitas (Moehario 2009)

                        Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                        1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                        subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                        ahun

                        2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                        Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                        dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                        beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                        3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                        lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                        dan bertahan selama 2 tahun

                        19

                        BAB III

                        KESIMPULAN

                        Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                        bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                        buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                        yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                        menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                        intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                        mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                        20

                        Daftar Pustaka

                        Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                        Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                        Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                        Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                        httpwww Medical

                        journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                        Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                        http adulgoparfileswordpresscom

                        200912demam-tifoidpdf 2009

                        Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                        Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                        Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                        Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                        httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                        Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                        Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                        Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                        Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                        Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                        Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                        (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                        Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                        431-437

                        Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                        Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                        Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                        6-10

                        21

                        John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                        Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                        Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                        403-405

                        Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                        J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                        Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                        Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                        and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                        Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                        Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                        Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                        Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                        Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                        Coll 2010 19(2) 135-143

                        Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                        httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                        Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                        Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                        Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                        Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                        Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                        Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                        Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                        22

                        REFERAT

                        DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                        Disusun oleh

                        Andyan Yugatama

                        03008028

                        Dokter Pembimbing

                        Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                        23

                        KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                        RSUD KARDINAH TEGAL

                        FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                        JANUARI 2013

                        REFERAT

                        ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                        Disusun Oleh

                        Andyan Yugatama

                        03008028

                        Referat telah dipresentasikan pada

                        Tanggal 16 Januari 2013

                        Tempat RSUD Kardinah Tegal

                        Referat telah direvisi pada

                        Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                        Telah Disetujui oleh

                        Dosen Pembimbing Penguji

                        24

                        dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                        Kata Pengantar

                        Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                        berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                        TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                        Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                        menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                        Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                        Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                        kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                        pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                        1 Dr Sunarto SpPD

                        2 Dr Nurmilawati SpPD

                        3 Dr Said Baraba SpPD

                        4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                        Kardinah Kota Tegal

                        Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                        dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                        Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                        kekurangan dalam referat ini

                        Tegal Januari 2013

                        25

                        Penulis

                        26

                        • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                          Kadang perlu pemakaian 2 kombinasi antibiotika yang diindikasikan hanya pada keadaan

                          tertentu saja seperti toksik tifoid peritonitis atau perforasi septic syok dimana pernah terbukti 2

                          macam organisme selain bakteri Salmonella (Suhendro2000)

                          Tabel 1 Terapi Antibiotika Lini Pertama Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                          (diambil dari Agarwal2004)

                          Tabel 2 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

                          (diambil dari Agarwal2004)

                          Tabel 3 Terapi Antibiotika Lini Kedua Pada Demam Tifoid Severe

                          13

                          (diambil dari Agarwal 2004)

                          3 Kortikosteroid

                          Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                          yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                          4 Demam tifoid pada wanita hamil

                          Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                          terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                          Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                          Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                          adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                          5 Perawatan Bedah

                          Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                          ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                          Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                          antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                          Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                          persisten (Duncan 2008)

                          6 Konsultasi

                          14

                          Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                          Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                          perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                          (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                          7 Diet

                          Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                          dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                          (Duncan 2008)

                          8 Aktivitas

                          Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                          demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                          harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                          2008)

                          Diferensial Diagnosis

                          Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                          Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                          lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                          1 malaria

                          2 abses dalam

                          3 tuberkulosis

                          4 abses hati amebic

                          5 ensefalitis

                          6 influenza

                          7 demam berdarah

                          8 leptospirosis

                          9 infeksi mononucleosis

                          10 endokarditis

                          11 brucellosis

                          15

                          12 tipus

                          13 visceral leishmaniasis

                          14 toksoplasmosis

                          15 penyakit lymphoproliferative

                          16 penyakit jaringan ikat

                          Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                          1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                          2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                          3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                          Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                          endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                          secara umum (Christoper 2002)

                          Komplikasi

                          Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                          pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                          Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                          Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                          Gastrointestinal

                          Haemorrhage

                          Gastrointestinal

                          perforation

                          Hepatitis

                          Cholecystitis

                          Asymptomatic ECG

                          change

                          Myocarditis

                          Shock

                          Encephalopathy

                          Delirium

                          Psychotic states

                          Meningitis

                          (diambil dari Duncan 2008)

                          Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                          16

                          Pernafasan Hematologi Lain-lain

                          Bronchitis

                          Pneumonia

                          (Salmonella Staph

                          aureus)

                          Anemia

                          DIC

                          Focal Abses

                          Pharingitis

                          Abortus

                          Relaps

                          Chronic karier

                          (diambil dari Duncan 2008)

                          Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                          penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                          juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                          2008)

                          Penderita Karier

                          Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                          10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                          demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                          seperti semula (Ferdinando2007)

                          Kronik karier

                          Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                          predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                          dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                          mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                          Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                          obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                          pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                          enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                          Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                          oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                          17

                          reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                          penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                          Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                          intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                          Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                          Carier tanpa batu

                          empedu

                          Terapi Dosis harian

                          (mgKg)

                          Lama

                          Ampicillin atau

                          Amoxicillin +

                          Probenecid

                          100

                          30

                          3 bulan

                          Trimethoprim-

                          Sulfamethoxazole

                          2 tab dua kali 3 bulan

                          Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                          Carier dengan

                          batu empedu

                          Antibiotics +

                          Cholecystectomy

                          (diambil dari Hellena 2008)

                          Prognosis

                          Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                          demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                          beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                          pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                          Pencegahan

                          Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                          menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                          kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                          masyarakat (Jhon 2010)

                          Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                          - Sanitasi lingkungan

                          18

                          - Penyediaan sumber air yang bersih

                          - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                          Vaksinasi

                          Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                          resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                          Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                          endemisitas (Moehario 2009)

                          Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                          1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                          subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                          ahun

                          2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                          Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                          dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                          beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                          3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                          lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                          dan bertahan selama 2 tahun

                          19

                          BAB III

                          KESIMPULAN

                          Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                          bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                          buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                          yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                          menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                          intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                          mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                          20

                          Daftar Pustaka

                          Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                          Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                          Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                          Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                          httpwww Medical

                          journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                          Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                          http adulgoparfileswordpresscom

                          200912demam-tifoidpdf 2009

                          Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                          Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                          Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                          Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                          httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                          Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                          Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                          Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                          Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                          Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                          Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                          (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                          Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                          431-437

                          Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                          Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                          Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                          6-10

                          21

                          John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                          Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                          Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                          403-405

                          Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                          J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                          Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                          Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                          and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                          Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                          Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                          Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                          Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                          Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                          Coll 2010 19(2) 135-143

                          Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                          httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                          Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                          Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                          Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                          Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                          Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                          Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                          Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                          22

                          REFERAT

                          DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                          Disusun oleh

                          Andyan Yugatama

                          03008028

                          Dokter Pembimbing

                          Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                          23

                          KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                          RSUD KARDINAH TEGAL

                          FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                          JANUARI 2013

                          REFERAT

                          ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                          Disusun Oleh

                          Andyan Yugatama

                          03008028

                          Referat telah dipresentasikan pada

                          Tanggal 16 Januari 2013

                          Tempat RSUD Kardinah Tegal

                          Referat telah direvisi pada

                          Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                          Telah Disetujui oleh

                          Dosen Pembimbing Penguji

                          24

                          dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                          Kata Pengantar

                          Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                          berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                          TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                          Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                          menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                          Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                          Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                          kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                          pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                          1 Dr Sunarto SpPD

                          2 Dr Nurmilawati SpPD

                          3 Dr Said Baraba SpPD

                          4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                          Kardinah Kota Tegal

                          Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                          dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                          Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                          kekurangan dalam referat ini

                          Tegal Januari 2013

                          25

                          Penulis

                          26

                          • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                            (diambil dari Agarwal 2004)

                            3 Kortikosteroid

                            Penggunaan kortikosteroid diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid

                            yang mengalami syok septic dengan dosis 3x5 mg (Suhendro 2000)

                            4 Demam tifoid pada wanita hamil

                            Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat

                            terjadi partus prematurus kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonates

                            Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik

                            Klotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh digunakan Obat yang dianjurkan

                            adalah ampisilin amoksisilin dan seftriakson (Suhendro 2000)

                            5 Perawatan Bedah

                            Pembedahan biasanya ditunjukkan dalam kasus-kasus perforasi usus Kebanyakan

                            ahli bedah lebih suka penutupan perforasi sederhana dengan drainase peritoneum

                            Reseksi usus kecil diindikasikan untuk pasien dengan perforasi ganda Jika perawatan

                            antibiotik gagal untuk membasmi hepatobiliary kandung empedu harus direseksi

                            Kolesistektomi tidak selalu berhasil dalam pemberantasan karier karena infeksi hati yang

                            persisten (Duncan 2008)

                            6 Konsultasi

                            14

                            Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                            Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                            perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                            (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                            7 Diet

                            Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                            dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                            (Duncan 2008)

                            8 Aktivitas

                            Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                            demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                            harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                            2008)

                            Diferensial Diagnosis

                            Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                            Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                            lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                            1 malaria

                            2 abses dalam

                            3 tuberkulosis

                            4 abses hati amebic

                            5 ensefalitis

                            6 influenza

                            7 demam berdarah

                            8 leptospirosis

                            9 infeksi mononucleosis

                            10 endokarditis

                            11 brucellosis

                            15

                            12 tipus

                            13 visceral leishmaniasis

                            14 toksoplasmosis

                            15 penyakit lymphoproliferative

                            16 penyakit jaringan ikat

                            Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                            1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                            2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                            3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                            Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                            endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                            secara umum (Christoper 2002)

                            Komplikasi

                            Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                            pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                            Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                            Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                            Gastrointestinal

                            Haemorrhage

                            Gastrointestinal

                            perforation

                            Hepatitis

                            Cholecystitis

                            Asymptomatic ECG

                            change

                            Myocarditis

                            Shock

                            Encephalopathy

                            Delirium

                            Psychotic states

                            Meningitis

                            (diambil dari Duncan 2008)

                            Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                            16

                            Pernafasan Hematologi Lain-lain

                            Bronchitis

                            Pneumonia

                            (Salmonella Staph

                            aureus)

                            Anemia

                            DIC

                            Focal Abses

                            Pharingitis

                            Abortus

                            Relaps

                            Chronic karier

                            (diambil dari Duncan 2008)

                            Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                            penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                            juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                            2008)

                            Penderita Karier

                            Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                            10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                            demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                            seperti semula (Ferdinando2007)

                            Kronik karier

                            Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                            predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                            dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                            mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                            Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                            obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                            pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                            enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                            Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                            oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                            17

                            reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                            penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                            Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                            intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                            Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                            Carier tanpa batu

                            empedu

                            Terapi Dosis harian

                            (mgKg)

                            Lama

                            Ampicillin atau

                            Amoxicillin +

                            Probenecid

                            100

                            30

                            3 bulan

                            Trimethoprim-

                            Sulfamethoxazole

                            2 tab dua kali 3 bulan

                            Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                            Carier dengan

                            batu empedu

                            Antibiotics +

                            Cholecystectomy

                            (diambil dari Hellena 2008)

                            Prognosis

                            Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                            demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                            beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                            pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                            Pencegahan

                            Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                            menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                            kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                            masyarakat (Jhon 2010)

                            Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                            - Sanitasi lingkungan

                            18

                            - Penyediaan sumber air yang bersih

                            - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                            Vaksinasi

                            Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                            resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                            Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                            endemisitas (Moehario 2009)

                            Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                            1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                            subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                            ahun

                            2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                            Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                            dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                            beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                            3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                            lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                            dan bertahan selama 2 tahun

                            19

                            BAB III

                            KESIMPULAN

                            Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                            bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                            buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                            yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                            menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                            intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                            mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                            20

                            Daftar Pustaka

                            Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                            Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                            Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                            Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                            httpwww Medical

                            journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                            Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                            http adulgoparfileswordpresscom

                            200912demam-tifoidpdf 2009

                            Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                            Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                            Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                            Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                            Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                            httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                            Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                            Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                            Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                            Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                            Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                            Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                            (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                            Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                            431-437

                            Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                            Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                            Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                            Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                            6-10

                            21

                            John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                            Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                            Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                            403-405

                            Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                            J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                            Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                            Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                            and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                            Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                            Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                            Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                            Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                            Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                            Coll 2010 19(2) 135-143

                            Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                            httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                            Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                            Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                            Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                            Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                            Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                            Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                            Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                            22

                            REFERAT

                            DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                            Disusun oleh

                            Andyan Yugatama

                            03008028

                            Dokter Pembimbing

                            Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                            23

                            KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                            RSUD KARDINAH TEGAL

                            FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                            JANUARI 2013

                            REFERAT

                            ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                            Disusun Oleh

                            Andyan Yugatama

                            03008028

                            Referat telah dipresentasikan pada

                            Tanggal 16 Januari 2013

                            Tempat RSUD Kardinah Tegal

                            Referat telah direvisi pada

                            Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                            Telah Disetujui oleh

                            Dosen Pembimbing Penguji

                            24

                            dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                            Kata Pengantar

                            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                            berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                            TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                            Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                            menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                            Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                            Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                            kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                            pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                            1 Dr Sunarto SpPD

                            2 Dr Nurmilawati SpPD

                            3 Dr Said Baraba SpPD

                            4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                            Kardinah Kota Tegal

                            Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                            dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                            Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                            kekurangan dalam referat ini

                            Tegal Januari 2013

                            25

                            Penulis

                            26

                            • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                              Penyakit ini seharusnya dikonsultasikan kepada spesialis penyakit infeksi

                              Konsultasi dengan dokter bedah diindikasikan pada dugaan perforasi gastrointestinal

                              perdarahan gastrointestinal yang serius kolesistitis atau komplikasi ekstraintestinal

                              (arteritis endokarditis abses organ) (Duncan 2008)

                              7 Diet

                              Cairan dan elektrolit harus dimonitor dan diganti dengan rutin Nutrisi oral

                              dengan diet lunak akan dicerna lebih baik tanpa adanya distensi perut atau ileus

                              (Duncan 2008)

                              8 Aktivitas

                              Tidak ada batasan khusus untuk aktivitas yang dilakukan pada pasien dengan

                              demam tifoid Seperti kebanyakan penyakit sistemik istirahat sangat membantu Pasien

                              harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan (Duncan

                              2008)

                              Diferensial Diagnosis

                              Tifoid harus dibedakan dari penyakit demam akut dan subakut yang endemik lainnya

                              Penyakit-penyakit yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding demam tifoid antara

                              lain sebagai berikut (Christoper et al 2002)

                              1 malaria

                              2 abses dalam

                              3 tuberkulosis

                              4 abses hati amebic

                              5 ensefalitis

                              6 influenza

                              7 demam berdarah

                              8 leptospirosis

                              9 infeksi mononucleosis

                              10 endokarditis

                              11 brucellosis

                              15

                              12 tipus

                              13 visceral leishmaniasis

                              14 toksoplasmosis

                              15 penyakit lymphoproliferative

                              16 penyakit jaringan ikat

                              Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                              1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                              2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                              3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                              Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                              endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                              secara umum (Christoper 2002)

                              Komplikasi

                              Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                              pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                              Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                              Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                              Gastrointestinal

                              Haemorrhage

                              Gastrointestinal

                              perforation

                              Hepatitis

                              Cholecystitis

                              Asymptomatic ECG

                              change

                              Myocarditis

                              Shock

                              Encephalopathy

                              Delirium

                              Psychotic states

                              Meningitis

                              (diambil dari Duncan 2008)

                              Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                              16

                              Pernafasan Hematologi Lain-lain

                              Bronchitis

                              Pneumonia

                              (Salmonella Staph

                              aureus)

                              Anemia

                              DIC

                              Focal Abses

                              Pharingitis

                              Abortus

                              Relaps

                              Chronic karier

                              (diambil dari Duncan 2008)

                              Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                              penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                              juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                              2008)

                              Penderita Karier

                              Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                              10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                              demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                              seperti semula (Ferdinando2007)

                              Kronik karier

                              Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                              predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                              dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                              mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                              Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                              obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                              pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                              enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                              Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                              oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                              17

                              reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                              penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                              Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                              intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                              Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                              Carier tanpa batu

                              empedu

                              Terapi Dosis harian

                              (mgKg)

                              Lama

                              Ampicillin atau

                              Amoxicillin +

                              Probenecid

                              100

                              30

                              3 bulan

                              Trimethoprim-

                              Sulfamethoxazole

                              2 tab dua kali 3 bulan

                              Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                              Carier dengan

                              batu empedu

                              Antibiotics +

                              Cholecystectomy

                              (diambil dari Hellena 2008)

                              Prognosis

                              Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                              demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                              beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                              pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                              Pencegahan

                              Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                              menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                              kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                              masyarakat (Jhon 2010)

                              Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                              - Sanitasi lingkungan

                              18

                              - Penyediaan sumber air yang bersih

                              - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                              Vaksinasi

                              Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                              resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                              Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                              endemisitas (Moehario 2009)

                              Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                              1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                              subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                              ahun

                              2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                              Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                              dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                              beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                              3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                              lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                              dan bertahan selama 2 tahun

                              19

                              BAB III

                              KESIMPULAN

                              Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                              bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                              buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                              yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                              menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                              intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                              mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                              20

                              Daftar Pustaka

                              Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                              Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                              Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                              Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                              httpwww Medical

                              journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                              Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                              http adulgoparfileswordpresscom

                              200912demam-tifoidpdf 2009

                              Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                              Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                              Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                              Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                              Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                              httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                              Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                              Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                              Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                              Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                              Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                              Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                              (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                              Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                              431-437

                              Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                              Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                              Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                              Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                              6-10

                              21

                              John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                              Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                              Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                              403-405

                              Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                              J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                              Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                              Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                              and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                              Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                              Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                              Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                              Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                              Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                              Coll 2010 19(2) 135-143

                              Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                              httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                              Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                              Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                              Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                              Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                              Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                              Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                              Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                              22

                              REFERAT

                              DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                              Disusun oleh

                              Andyan Yugatama

                              03008028

                              Dokter Pembimbing

                              Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                              23

                              KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                              RSUD KARDINAH TEGAL

                              FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                              JANUARI 2013

                              REFERAT

                              ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                              Disusun Oleh

                              Andyan Yugatama

                              03008028

                              Referat telah dipresentasikan pada

                              Tanggal 16 Januari 2013

                              Tempat RSUD Kardinah Tegal

                              Referat telah direvisi pada

                              Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                              Telah Disetujui oleh

                              Dosen Pembimbing Penguji

                              24

                              dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                              Kata Pengantar

                              Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                              berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                              TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                              Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                              menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                              Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                              Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                              kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                              pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                              1 Dr Sunarto SpPD

                              2 Dr Nurmilawati SpPD

                              3 Dr Said Baraba SpPD

                              4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                              Kardinah Kota Tegal

                              Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                              dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                              Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                              kekurangan dalam referat ini

                              Tegal Januari 2013

                              25

                              Penulis

                              26

                              • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                12 tipus

                                13 visceral leishmaniasis

                                14 toksoplasmosis

                                15 penyakit lymphoproliferative

                                16 penyakit jaringan ikat

                                Berdasarkan etiologinya penyakit-penyakit tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

                                1 Infeksi virus infectious mononucleosis ensefalitis influenza demam berdarah

                                2 Infeksi bakteri Leptospirosis endokarditis brucellosis TBC ISK

                                3 Lain-lain penyakit jaringan ikat malaria abses dalam

                                Untuk pasien di negara-negara di mana tifoid tidak endemik riwayat bepergian ke daerah

                                endemik sangat penting ditanyakan Algoritma klinis telah dikembangkan tetapi belum divalidasi

                                secara umum (Christoper 2002)

                                Komplikasi

                                Komplikasi tifoid fever terjadi pada 10-15 pada pasien dan lebih sering terjadi pada

                                pasien yang telah demam lebih dari dua minggu (Getenet 2008)

                                Tabel 4 Komplikasi Demam Tifoid

                                Abdominal Kardiovaskuler Neuro-psychiatric

                                Gastrointestinal

                                Haemorrhage

                                Gastrointestinal

                                perforation

                                Hepatitis

                                Cholecystitis

                                Asymptomatic ECG

                                change

                                Myocarditis

                                Shock

                                Encephalopathy

                                Delirium

                                Psychotic states

                                Meningitis

                                (diambil dari Duncan 2008)

                                Tabel 5 Komplikasi Demam Tifoid

                                16

                                Pernafasan Hematologi Lain-lain

                                Bronchitis

                                Pneumonia

                                (Salmonella Staph

                                aureus)

                                Anemia

                                DIC

                                Focal Abses

                                Pharingitis

                                Abortus

                                Relaps

                                Chronic karier

                                (diambil dari Duncan 2008)

                                Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                                penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                                juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                                2008)

                                Penderita Karier

                                Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                                10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                                demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                                seperti semula (Ferdinando2007)

                                Kronik karier

                                Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                                predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                                dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                                mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                                Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                                obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                                pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                                enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                                Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                                oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                                17

                                reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                                penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                                Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                                intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                                Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                                Carier tanpa batu

                                empedu

                                Terapi Dosis harian

                                (mgKg)

                                Lama

                                Ampicillin atau

                                Amoxicillin +

                                Probenecid

                                100

                                30

                                3 bulan

                                Trimethoprim-

                                Sulfamethoxazole

                                2 tab dua kali 3 bulan

                                Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                                Carier dengan

                                batu empedu

                                Antibiotics +

                                Cholecystectomy

                                (diambil dari Hellena 2008)

                                Prognosis

                                Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                                demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                                beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                                pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                                Pencegahan

                                Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                                menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                                kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                                masyarakat (Jhon 2010)

                                Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                                - Sanitasi lingkungan

                                18

                                - Penyediaan sumber air yang bersih

                                - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                                Vaksinasi

                                Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                                resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                                Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                                endemisitas (Moehario 2009)

                                Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                                1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                                subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                                ahun

                                2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                                Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                                dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                                beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                                3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                                lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                                dan bertahan selama 2 tahun

                                19

                                BAB III

                                KESIMPULAN

                                Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                                bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                                buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                                yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                                menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                                intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                                mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                                20

                                Daftar Pustaka

                                Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                httpwww Medical

                                journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                http adulgoparfileswordpresscom

                                200912demam-tifoidpdf 2009

                                Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                431-437

                                Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                6-10

                                21

                                John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                403-405

                                Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                Coll 2010 19(2) 135-143

                                Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                22

                                REFERAT

                                DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                Disusun oleh

                                Andyan Yugatama

                                03008028

                                Dokter Pembimbing

                                Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                23

                                KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                RSUD KARDINAH TEGAL

                                FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                JANUARI 2013

                                REFERAT

                                ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                Disusun Oleh

                                Andyan Yugatama

                                03008028

                                Referat telah dipresentasikan pada

                                Tanggal 16 Januari 2013

                                Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                Referat telah direvisi pada

                                Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                Telah Disetujui oleh

                                Dosen Pembimbing Penguji

                                24

                                dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                Kata Pengantar

                                Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                1 Dr Sunarto SpPD

                                2 Dr Nurmilawati SpPD

                                3 Dr Said Baraba SpPD

                                4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                Kardinah Kota Tegal

                                Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                kekurangan dalam referat ini

                                Tegal Januari 2013

                                25

                                Penulis

                                26

                                • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                  Pernafasan Hematologi Lain-lain

                                  Bronchitis

                                  Pneumonia

                                  (Salmonella Staph

                                  aureus)

                                  Anemia

                                  DIC

                                  Focal Abses

                                  Pharingitis

                                  Abortus

                                  Relaps

                                  Chronic karier

                                  (diambil dari Duncan 2008)

                                  Komplikasi tersering adalah perdarahan gastrointestinal terjadi hingga 10 pada

                                  penderita akibat erosi dari plaks payeri yang nekrotik pada pembuluh darah enterik Re-infeksi

                                  juga dapat terjadi dan dapat dibedakan dengan relapse melalui tipe molekulernya (Duncan

                                  2008)

                                  Penderita Karier

                                  Karier temporer mengekskresi Styphi pada feces selama tiga bulan Hal ini tampak pada

                                  10 pasien yang telah sembuh Relapse terjadi pada 5-10 pasien biasanya 2-3 minggu setelah

                                  demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama

                                  seperti semula (Ferdinando2007)

                                  Kronik karier

                                  Ekskresi bakteri lebih dari satu tahun 1-4 pasien menunjukan kronik karier Faktor

                                  predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan pada kelompok usia dewasa

                                  dan cholelithiasis Pasien dengan traktus urinarius yang abnormal seperti schistosomiasis

                                  mungkin memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama (Ferdinando2007)

                                  Dewasa dan anak-anak dengan tifoid yang berat yang ditandai dengan delirium

                                  obtundation stupor komaatau shock memiliki keuntungan dengan penggunaan deksametason

                                  pada terapi Dosis awal deksametason adalah 3mgkg pelan IV diikuti dengan 1 mgkg setiap

                                  enam jam penambahan dosis mengurangi mortalitas yang signifikan (Anil2008)

                                  Pasien dengan perforasi gastrointestinal memerlukan resusitasi dengan air darah dan

                                  oksigen yang sesuai diikuti terapi dari bedah Macam-macam operasi dengan reseksi adalah

                                  17

                                  reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                                  penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                                  Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                                  intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                                  Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                                  Carier tanpa batu

                                  empedu

                                  Terapi Dosis harian

                                  (mgKg)

                                  Lama

                                  Ampicillin atau

                                  Amoxicillin +

                                  Probenecid

                                  100

                                  30

                                  3 bulan

                                  Trimethoprim-

                                  Sulfamethoxazole

                                  2 tab dua kali 3 bulan

                                  Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                                  Carier dengan

                                  batu empedu

                                  Antibiotics +

                                  Cholecystectomy

                                  (diambil dari Hellena 2008)

                                  Prognosis

                                  Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                                  demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                                  beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                                  pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                                  Pencegahan

                                  Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                                  menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                                  kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                                  masyarakat (Jhon 2010)

                                  Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                                  - Sanitasi lingkungan

                                  18

                                  - Penyediaan sumber air yang bersih

                                  - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                                  Vaksinasi

                                  Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                                  resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                                  Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                                  endemisitas (Moehario 2009)

                                  Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                                  1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                                  subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                                  ahun

                                  2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                                  Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                                  dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                                  beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                                  3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                                  lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                                  dan bertahan selama 2 tahun

                                  19

                                  BAB III

                                  KESIMPULAN

                                  Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                                  bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                                  buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                                  yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                                  menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                                  intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                                  mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                                  20

                                  Daftar Pustaka

                                  Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                  Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                  Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                  Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                  httpwww Medical

                                  journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                  Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                  http adulgoparfileswordpresscom

                                  200912demam-tifoidpdf 2009

                                  Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                  Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                  Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                  Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                  Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                  httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                  Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                  Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                  Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                  Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                  Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                  Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                  (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                  Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                  431-437

                                  Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                  Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                  Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                  Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                  6-10

                                  21

                                  John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                  Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                  Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                  403-405

                                  Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                  J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                  Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                  Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                  and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                  Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                  Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                  Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                  Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                  Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                  Coll 2010 19(2) 135-143

                                  Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                  httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                  Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                  Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                  Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                  Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                  Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                  Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                  Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                  22

                                  REFERAT

                                  DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                  Disusun oleh

                                  Andyan Yugatama

                                  03008028

                                  Dokter Pembimbing

                                  Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                  23

                                  KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                  RSUD KARDINAH TEGAL

                                  FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                  JANUARI 2013

                                  REFERAT

                                  ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                  Disusun Oleh

                                  Andyan Yugatama

                                  03008028

                                  Referat telah dipresentasikan pada

                                  Tanggal 16 Januari 2013

                                  Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                  Referat telah direvisi pada

                                  Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                  Telah Disetujui oleh

                                  Dosen Pembimbing Penguji

                                  24

                                  dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                  Kata Pengantar

                                  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                  berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                  TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                  Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                  menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                  Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                  Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                  kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                  pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                  1 Dr Sunarto SpPD

                                  2 Dr Nurmilawati SpPD

                                  3 Dr Said Baraba SpPD

                                  4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                  Kardinah Kota Tegal

                                  Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                  dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                  Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                  kekurangan dalam referat ini

                                  Tegal Januari 2013

                                  25

                                  Penulis

                                  26

                                  • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                    reseksi usus dan anastomosis primer atau primary wedge resection debridemen ulkus dan

                                    penutupan Mortalitas setelsah bedah bervariasi antara 10-32 (Mohammad et al2008)

                                    Relapse harus diterapi sama seperti sebagaimana awal infeksi tifoid Mayoritas karier

                                    intestinal dapat diterapi dengan antibiotik yang lebih lama (Hellena et al 2008)

                                    Tabel 5 Terapi Demam Tifoid Karier Kronik

                                    Carier tanpa batu

                                    empedu

                                    Terapi Dosis harian

                                    (mgKg)

                                    Lama

                                    Ampicillin atau

                                    Amoxicillin +

                                    Probenecid

                                    100

                                    30

                                    3 bulan

                                    Trimethoprim-

                                    Sulfamethoxazole

                                    2 tab dua kali 3 bulan

                                    Ciprofloksacin 750 mg dua kali 28 hari

                                    Carier dengan

                                    batu empedu

                                    Antibiotics +

                                    Cholecystectomy

                                    (diambil dari Hellena 2008)

                                    Prognosis

                                    Terapi antibiotik yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien

                                    demam tifoid dengan komplikasi minimal Pemilihan obat dan durasi terapi tergantung pada

                                    beberapa faktor misal berat ringan dari penyakit kondisi pasien dan resistensi obat begitu juga

                                    pengalaman dokter dan sarana yang mendukung (Tikki 2008)

                                    Pencegahan

                                    Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Untuk

                                    menurunkan insidensi demam tifoid harus diidentifikasi bakteri penyebab meningkatkan

                                    kesehatan umumpersonal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

                                    masyarakat (Jhon 2010)

                                    Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah (Daigle 2008)

                                    - Sanitasi lingkungan

                                    18

                                    - Penyediaan sumber air yang bersih

                                    - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                                    Vaksinasi

                                    Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                                    resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                                    Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                                    endemisitas (Moehario 2009)

                                    Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                                    1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                                    subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                                    ahun

                                    2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                                    Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                                    dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                                    beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                                    3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                                    lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                                    dan bertahan selama 2 tahun

                                    19

                                    BAB III

                                    KESIMPULAN

                                    Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                                    bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                                    buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                                    yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                                    menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                                    intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                                    mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                                    20

                                    Daftar Pustaka

                                    Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                    Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                    Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                    Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                    httpwww Medical

                                    journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                    Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                    http adulgoparfileswordpresscom

                                    200912demam-tifoidpdf 2009

                                    Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                    Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                    Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                    Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                    httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                    Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                    Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                    Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                    Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                    Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                    Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                    (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                    Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                    431-437

                                    Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                    Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                    Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                    Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                    6-10

                                    21

                                    John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                    Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                    Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                    403-405

                                    Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                    J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                    Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                    Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                    and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                    Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                    Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                    Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                    Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                    Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                    Coll 2010 19(2) 135-143

                                    Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                    httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                    Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                    Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                    Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                    Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                    Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                    Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                    Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                    22

                                    REFERAT

                                    DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                    Disusun oleh

                                    Andyan Yugatama

                                    03008028

                                    Dokter Pembimbing

                                    Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                    23

                                    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                    RSUD KARDINAH TEGAL

                                    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                    JANUARI 2013

                                    REFERAT

                                    ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                    Disusun Oleh

                                    Andyan Yugatama

                                    03008028

                                    Referat telah dipresentasikan pada

                                    Tanggal 16 Januari 2013

                                    Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                    Referat telah direvisi pada

                                    Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                    Telah Disetujui oleh

                                    Dosen Pembimbing Penguji

                                    24

                                    dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                    Kata Pengantar

                                    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                    berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                    TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                    Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                    menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                    Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                    Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                    kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                    pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                    1 Dr Sunarto SpPD

                                    2 Dr Nurmilawati SpPD

                                    3 Dr Said Baraba SpPD

                                    4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                    Kardinah Kota Tegal

                                    Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                    dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                    Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                    kekurangan dalam referat ini

                                    Tegal Januari 2013

                                    25

                                    Penulis

                                    26

                                    • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                      - Penyediaan sumber air yang bersih

                                      - Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri

                                      Vaksinasi

                                      Rekomendasi WHO untuk vaksin tifoid dianjurkan untuk daerah dengan insidensi tinggi

                                      resissten terhadap antibiotik yang ada Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok pra sekolah

                                      Setiap negara demikian dianjurkan melakukan vaksinasi untuk menekan dan mengontrol

                                      endemisitas (Moehario 2009)

                                      Ada tiga tipe vaksin tifoid saat ini yang bisa dipakai (Moehario 2009)

                                      1 Heat-killed phenol extracted typhoid vaccine Diberikan dosis 05 ml injeksi

                                      subcutan dua dosis 2-4 minggu terpisah dan booster diperlukan setiap tiga

                                      ahun

                                      2 Live oral vaccine (Ty21A) Strain ini menimbulkan respon imun protektif

                                      Vaksin diberikan satu kapsul pada hari 1 3 5 dan 7 diberikan cocok untuk

                                      dewasa dan anak lebih dari 6 tahun Booster diperlukan setiap 5 tahun Pada

                                      beberapa penelitian vaksin ini memeberikan proteksi sebesar 65-95

                                      3 Purified Vi Polysaccharide vaccine diberikan secara intra muscular pada anak

                                      lebih dari 2 tahun Proteksi ini sebesar 64-72 selama dua minggu pemberian

                                      dan bertahan selama 2 tahun

                                      19

                                      BAB III

                                      KESIMPULAN

                                      Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                                      bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                                      buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                                      yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                                      menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                                      intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                                      mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                                      20

                                      Daftar Pustaka

                                      Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                      Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                      Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                      Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                      httpwww Medical

                                      journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                      Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                      http adulgoparfileswordpresscom

                                      200912demam-tifoidpdf 2009

                                      Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                      Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                      Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                      Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                      httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                      Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                      Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                      Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                      Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                      Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                      Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                      (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                      Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                      431-437

                                      Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                      Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                      Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                      Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                      6-10

                                      21

                                      John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                      Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                      Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                      403-405

                                      Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                      J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                      Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                      Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                      and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                      Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                      Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                      Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                      Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                      Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                      Coll 2010 19(2) 135-143

                                      Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                      httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                      Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                      Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                      Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                      Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                      Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                      Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                      Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                      22

                                      REFERAT

                                      DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                      Disusun oleh

                                      Andyan Yugatama

                                      03008028

                                      Dokter Pembimbing

                                      Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                      23

                                      KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                      RSUD KARDINAH TEGAL

                                      FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                      JANUARI 2013

                                      REFERAT

                                      ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                      Disusun Oleh

                                      Andyan Yugatama

                                      03008028

                                      Referat telah dipresentasikan pada

                                      Tanggal 16 Januari 2013

                                      Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                      Referat telah direvisi pada

                                      Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                      Telah Disetujui oleh

                                      Dosen Pembimbing Penguji

                                      24

                                      dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                      Kata Pengantar

                                      Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                      berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                      TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                      Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                      menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                      Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                      Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                      kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                      pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                      1 Dr Sunarto SpPD

                                      2 Dr Nurmilawati SpPD

                                      3 Dr Said Baraba SpPD

                                      4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                      Kardinah Kota Tegal

                                      Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                      dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                      Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                      kekurangan dalam referat ini

                                      Tegal Januari 2013

                                      25

                                      Penulis

                                      26

                                      • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                        BAB III

                                        KESIMPULAN

                                        Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi tropis yang mewabah dengan penyebab utama

                                        bakteri S typhi Demam Tifoid sangat berkaitan dengan transmisi fecal oral dan sanitasi yang

                                        buruk dimana pada Negara berkembang seperti di Indonesia kurang diperhatikan Host S typhi

                                        yang utama adalah manusia dan infeksi yang ditimbulkan bila tidak ditangani segera dapat

                                        menimbulkan gejala yang serius seperti pada demam tifoid terjadi perforasi usus dan perlu

                                        intervensi bedah Selain itu pengobatan pada demam tifoid terus berkembang dengan munculnya

                                        mutasi dari bakteri tersebut sehingga menimbulkan resistensi tersendiri dalam pengobatannya

                                        20

                                        Daftar Pustaka

                                        Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                        Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                        Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                        Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                        httpwww Medical

                                        journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                        Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                        http adulgoparfileswordpresscom

                                        200912demam-tifoidpdf 2009

                                        Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                        Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                        Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                        Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                        httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                        Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                        Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                        Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                        Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                        Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                        Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                        (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                        Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                        431-437

                                        Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                        Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                        Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                        Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                        6-10

                                        21

                                        John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                        Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                        Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                        403-405

                                        Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                        J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                        Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                        Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                        and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                        Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                        Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                        Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                        Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                        Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                        Coll 2010 19(2) 135-143

                                        Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                        httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                        Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                        Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                        Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                        Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                        Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                        Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                        Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                        22

                                        REFERAT

                                        DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                        Disusun oleh

                                        Andyan Yugatama

                                        03008028

                                        Dokter Pembimbing

                                        Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                        23

                                        KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                        RSUD KARDINAH TEGAL

                                        FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                        JANUARI 2013

                                        REFERAT

                                        ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                        Disusun Oleh

                                        Andyan Yugatama

                                        03008028

                                        Referat telah dipresentasikan pada

                                        Tanggal 16 Januari 2013

                                        Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                        Referat telah direvisi pada

                                        Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                        Telah Disetujui oleh

                                        Dosen Pembimbing Penguji

                                        24

                                        dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                        Kata Pengantar

                                        Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                        berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                        TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                        Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                        menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                        Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                        Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                        kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                        pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                        1 Dr Sunarto SpPD

                                        2 Dr Nurmilawati SpPD

                                        3 Dr Said Baraba SpPD

                                        4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                        Kardinah Kota Tegal

                                        Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                        dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                        Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                        kekurangan dalam referat ini

                                        Tegal Januari 2013

                                        25

                                        Penulis

                                        26

                                        • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                          Daftar Pustaka

                                          Agarwal PK Atul G RK Gupta 2004 Lecture Note Tyfoid Fever JIAM 2004 5 (1) 60-4

                                          Anil P et al 2008 A Patient With Paratyphoid A Fever An Emerging Problem in Asia and Not

                                          Always a Benign Disease Journal of Travel Medicine vol 15 Issue 5 364-365 2008

                                          Aulia D Widiyanto T Demam Tifoid Exomed Indonesia Accessed at

                                          httpwww Medical

                                          journalcocc201003demam-tifoid_04html 2010

                                          Badrijah M Demam tifoid Abdominalis Accessed at

                                          http adulgoparfileswordpresscom

                                          200912demam-tifoidpdf 2009

                                          Balentine Jerry Typhoid Fever Typhoid Fever Causes Symptoms Treatment and Vaccine

                                          Accessed at httpwwwmedicinenetcomtyphoid_feverarticlehtm2011

                                          Budi S Epidemiologi Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian IlmuPenyakitDalam FKUI Hal 1

                                          Brush Jl Typhoid Fever Deferential Diagnoses and work Up 2010 Accessed at

                                          httpemedicinemedscapecomarticle231135-diagnosis

                                          Daigle France 2008 Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis J

                                          Infect Developing Countries 2008 2(6) 431-437

                                          Christopher M et al 2002 Typhoid Fever N Engl J Med 2002 3471770-1782

                                          Duncan S 2008 The Importance of Generating Evidance on Typhoid Fever for Implementing

                                          Vacciation Strategies J Infect Developing Countries 2008 (4) 250-252

                                          Ferdinando R Salvatore NB 2007 Typhoid Fever and Acut Pancreatities Two Cases

                                          (Abstract) Le Infezioni in Medicina n1 63-65 2007

                                          Getenet B et al 2008 Typhoid Fever in Ethiopia J Infect Developing Countries 2008 2(6)

                                          431-437

                                          Hellena M BS Smith 2008 SPI-7 Sallmonellarsquos Vi-Encoding Pathogenicity Island J Infect

                                          Developing Countries 2008 2(4) 267-271

                                          Iskandar Z Diagnosis Demam Tifoid Dalam Buku Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000

                                          Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal

                                          6-10

                                          21

                                          John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                          Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                          Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                          403-405

                                          Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                          J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                          Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                          Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                          and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                          Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                          Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                          Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                          Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                          Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                          Coll 2010 19(2) 135-143

                                          Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                          httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                          Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                          Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                          Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                          Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                          Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                          Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                          Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                          22

                                          REFERAT

                                          DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                          Disusun oleh

                                          Andyan Yugatama

                                          03008028

                                          Dokter Pembimbing

                                          Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                          23

                                          KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                          RSUD KARDINAH TEGAL

                                          FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                          JANUARI 2013

                                          REFERAT

                                          ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                          Disusun Oleh

                                          Andyan Yugatama

                                          03008028

                                          Referat telah dipresentasikan pada

                                          Tanggal 16 Januari 2013

                                          Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                          Referat telah direvisi pada

                                          Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                          Telah Disetujui oleh

                                          Dosen Pembimbing Penguji

                                          24

                                          dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                          Kata Pengantar

                                          Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                          berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                          TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                          Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                          menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                          Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                          Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                          kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                          pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                          1 Dr Sunarto SpPD

                                          2 Dr Nurmilawati SpPD

                                          3 Dr Said Baraba SpPD

                                          4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                          Kardinah Kota Tegal

                                          Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                          dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                          Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                          kekurangan dalam referat ini

                                          Tegal Januari 2013

                                          25

                                          Penulis

                                          26

                                          • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                            John W et al 2008 Specimens and Culture Media for the Laboratory Diagnosis of Typhoid

                                            Fever J Infect Developing Countries 2008 2(6) 469-474

                                            Levine Morgan M 2009 Typoid Vaccines Ready for Implementation N Engl J Med 2009 361

                                            403-405

                                            Manuela R R Paul W Sebastian EW Andreas JB 2008Clinical Pathogenesis of Typhoid Fever

                                            J Infect Developing Countries 2008 (4) 260-266

                                            Maripaandi A Ali AA 2010 Case-Report Typhoid Fever with Severe Abdominal Pain

                                            Diagnosis and Clinical Findings using Abdomen Ulsanogram Hematology-Cell Analysis

                                            and the Widal Test J Infect Dev Countries 2010 4 (9) 593-596

                                            Mohammad H Ratnawati 2008 Enteric Fever in Endemi Areas of Indonesia an Increasing

                                            Problem of Resistance J Infect Developing Countries 2008 2(4) 279-282

                                            Moehario Lucky H 2009 The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros Indonesia

                                            Reveals Bacterial Migration J Infect Dev Ctries2009 3(8) 579-58

                                            Rahman A et al 2010 Typhoid Fever in Children-An Update (Review Articles) J Dhaka Med

                                            Coll 2010 19(2) 135-143

                                            Rao S Widal Test 2010 Department of Microbiology Accessed at

                                            httpwwwmicroraocommicronoteswidalpdf

                                            Salih H et al 2008 Evaluation of False Negativity of the Widal Test Among Culture Proven

                                            Typhoid Fever Cases J Infect Developing Countries 2008 2(6) 475-478

                                            Sudoyo W Setiyohadi B Alwi I et al Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

                                            Dalam Jilid III Interna Pubishing Jakarta 2009 Hal 1200-06

                                            Suhendro Inada K Hendrawanto Zulkarnain I Patogenesis Demam Tifoid Dalam Buku

                                            Panduan dan Diskusi Demam Tifoid 2000 Jakarta Subagian Penyakit Tropik Dan

                                            Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Hal 3

                                            22

                                            REFERAT

                                            DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                            Disusun oleh

                                            Andyan Yugatama

                                            03008028

                                            Dokter Pembimbing

                                            Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                            23

                                            KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                            RSUD KARDINAH TEGAL

                                            FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                            JANUARI 2013

                                            REFERAT

                                            ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                            Disusun Oleh

                                            Andyan Yugatama

                                            03008028

                                            Referat telah dipresentasikan pada

                                            Tanggal 16 Januari 2013

                                            Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                            Referat telah direvisi pada

                                            Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                            Telah Disetujui oleh

                                            Dosen Pembimbing Penguji

                                            24

                                            dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                            Kata Pengantar

                                            Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                            berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                            TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                            Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                            menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                            Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                            Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                            kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                            pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                            1 Dr Sunarto SpPD

                                            2 Dr Nurmilawati SpPD

                                            3 Dr Said Baraba SpPD

                                            4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                            Kardinah Kota Tegal

                                            Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                            dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                            Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                            kekurangan dalam referat ini

                                            Tegal Januari 2013

                                            25

                                            Penulis

                                            26

                                            • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                              REFERAT

                                              DEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

                                              Disusun oleh

                                              Andyan Yugatama

                                              03008028

                                              Dokter Pembimbing

                                              Dr Sunarto SpPD Dr Nurmilawati SpPD Dr Said Baraba SpPD

                                              23

                                              KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                              RSUD KARDINAH TEGAL

                                              FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                              JANUARI 2013

                                              REFERAT

                                              ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                              Disusun Oleh

                                              Andyan Yugatama

                                              03008028

                                              Referat telah dipresentasikan pada

                                              Tanggal 16 Januari 2013

                                              Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                              Referat telah direvisi pada

                                              Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                              Telah Disetujui oleh

                                              Dosen Pembimbing Penguji

                                              24

                                              dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                              Kata Pengantar

                                              Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                              berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                              TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                              Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                              menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                              Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                              Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                              kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                              pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                              1 Dr Sunarto SpPD

                                              2 Dr Nurmilawati SpPD

                                              3 Dr Said Baraba SpPD

                                              4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                              Kardinah Kota Tegal

                                              Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                              dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                              Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                              kekurangan dalam referat ini

                                              Tegal Januari 2013

                                              25

                                              Penulis

                                              26

                                              • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                                KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

                                                RSUD KARDINAH TEGAL

                                                FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

                                                JANUARI 2013

                                                REFERAT

                                                ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                                Disusun Oleh

                                                Andyan Yugatama

                                                03008028

                                                Referat telah dipresentasikan pada

                                                Tanggal 16 Januari 2013

                                                Tempat RSUD Kardinah Tegal

                                                Referat telah direvisi pada

                                                Tanggal Revisi 17 Januari 2013

                                                Telah Disetujui oleh

                                                Dosen Pembimbing Penguji

                                                24

                                                dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                                Kata Pengantar

                                                Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                                berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                                TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                                Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                                menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                                Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                                Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                                kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                                pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                                1 Dr Sunarto SpPD

                                                2 Dr Nurmilawati SpPD

                                                3 Dr Said Baraba SpPD

                                                4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                                Kardinah Kota Tegal

                                                Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                                dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                                Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                                kekurangan dalam referat ini

                                                Tegal Januari 2013

                                                25

                                                Penulis

                                                26

                                                • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                                  dr Sunarto SpPD dr Nurmila SpPD dr Said B SpPD

                                                  Kata Pengantar

                                                  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

                                                  berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai ldquoDEMAM

                                                  TIFOI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANrdquo

                                                  Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

                                                  menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Trisakti di RSU Kardinah

                                                  Tegal periode 18 November 2012-19 Januari 2013

                                                  Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

                                                  kepada Pembaca pada umumnya Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada

                                                  pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat iniyaitu

                                                  1 Dr Sunarto SpPD

                                                  2 Dr Nurmilawati SpPD

                                                  3 Dr Said Baraba SpPD

                                                  4 Rekan ndash rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSU

                                                  Kardinah Kota Tegal

                                                  Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu kritik

                                                  dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar reerat ini dapat menjadi lebih baik

                                                  Penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

                                                  kekurangan dalam referat ini

                                                  Tegal Januari 2013

                                                  25

                                                  Penulis

                                                  26

                                                  • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                                    Penulis

                                                    26

                                                    • ldquoDEMAM TIFOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANANrdquo

                                                      top related