Transcript
CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI USIA 18 TAHUN
DENGAN CLOSED FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA
OLEH:
Endang Susilowati ( J500090016)
Rakhmi Tria Utami ( J500090063)
Noviana Umi Muthmainah (J500090082)
PEMBIMBING:
dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. E
Kelamin : laki-laki
Umur : 18 tahun
Alamat : Mlarak
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 25/7/2013
Tanggal pemeriksaan : 26/7/2013
II. Anamnesa
A. Keluhan utama :
Post KLL, nyeri paha kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Ponorogo dengan keluhan nyeri pada paha
kanan. Nyeri tidak menjalar sampai kaki bawah. Nyeri dirasakan
setelah kecelakaan dan pasien mengaku paha kanan sebelum
kecelakaan tidak terasa nyeri dan dapat berjalan secara normal. Nyeri
bertambah saat kaki digerakkan dan berkurang saat kaki tidak
digerakkan.
Kecelakaan ini terjadi ketika pasien berangkat ke sekolah ± pukul
06.30 am dengan mengendarai sepeda motor, kecepatan ± 90 km/jam,
memakai helm. Pasien mengatakan jatuh setelah menabrak orang yang
sedang menyebrang jalan. Pasien jatuh ke kanan, kaki kanan sebagai
tumpuan,dan kaki kanan juga tertimpa motor. Sebelumnya pasien
belum pernah jatuh.
Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri pada bagian tubuh lain,
pasien mengaku tidak mengalami pingsan sesaat setelah kejadian,
pusing (-), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-). BAB normal/+, BAK
N/-.
C. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal
D. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Gizi : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 78 x/ menit
RR : 22 x/ menit
Suhu : 36,5ºC
B. Pemeriksaan fisik
a) Kepala/Leher
Jejas (-),ekskoriasi (-), nyeri tekan (-), hematoma(-),
rhinorea(-),
Otorhea(-), conjungtiva anemis (-), pupil isokor (-), reflek
cahaya (+/+)
b) Mata
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)
c) Thoraks
Dinding torax : jejas (-)
Paru
Inspeksi : simetris, ketinggian gerak (-)
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikular, rh (-/-),wh (-
/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung tidak membesar
Auskultasi : SI-Iiregular, murmur (-)
d) Abdomen
Inspeksi : jejas (-), istensi (-), masa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, NT (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, hepar pekak
e) Ekstemitas
Atas : edema (-/-), jejas (-/-),akral hangat
(+/+)
Bawah : edema (+/-), jejas (+/-),akral
hangat(+/+)
C. Status lokalis
a) Lokasi trauma : regio femoralis dextra
b) Look
Deformitas : -/-
Edema : +/-
Luka : +/-
c) Feel
Nyeri tekan : +/-
Pulsasi arteri dorsalis pedis : +/+
Capillary refil time : < 2 detik
d) Move
False movement : +/- (krepitasi)
Nyeri gerak : +/-
N.peroneus communis : sensoris (+/+), motoris (+/+)
N. Tibialis posterior : sensoris (+/+), motoris (+/+)
ROM : terbatas karena nyeri
IV. CLINICAL ASSESMENT
Closed fraktur femur 1/3 distal dextra
V. PLANNING DIAGNOSIS
- Rencana pemeriksaan darah lengkap
VI. PLANNING TERAPI
- Infus RL 20tpm
- Reposisi terbuka
- Cefixime 2x1
- Ketorolac 3x1
- Rawat luka
VII. PLANNING MONITORING
- Monitoring cairan pasang DK
-
HASIL FOTO RONTGEN
a) Foto regio femur
- Tampak fraktur oblik displace
- Tampak fragmen fraktur mengalami translasi
HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP
Darah Lengkap tanggal 1 Agustus 2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hb 11,6 g/dL 11-16
Eritrosit 4.15x 106 g/ul 3,5-5,5
Hematokrit 31.9 % 37-54
Leukosit 2.9x 103
mg/dL 4-10
Trombosit 191x103
Mg/dL 100-300
Cloting time 7 menit 5-11
Bleeding time 2 menit 1-5
DIAGNOSIS KERJA
Closed fracture femur dextra 1/3 distal
PLANNING
a. Diagnosa
Foto rontgen femur dextra AP dan Lateral
b. Terapi
Reposisi dan Immoblisasi
Operatif
ORIF
FOLLOW UP PRE DAN POST OPERASI
Tan
ggal
S O A P
26/7
/13
Post KLL,
kecelakaan
tunggal,
menghindari
penyeberang jalan,
langsung jatuh
kekanan tertimpa
oleh motor, nyeri
kaki sebelah kiri,
pusing (-), mual (-
), muntah (-),
pingsan (-)
TD:120/90 mmHg
N: 80 x/menit
S: 36,5ºC
P: 20x/menit
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- oedem (+)
- deformitas pada bagian paha
bawah
-VE (+)
Feel:
- Kalor (+)
- NT (+)
- Nyeri gerak (+)
Move:
CF Femur
1/3 distal
dextra
- Inj.
Cefixime
- Inj.
Ketorolac
31/7
/13
Post op, luka bekas
op terasa panas
- ROM terbatas akibat nyeri
- False movement (+)
- Krepitasi (+)
Rontgen tanggal 26/7/13
A= deformitas (translasasi)
Foto AP: fraktur ke lateral
Foto lateral : fraktur ke dorsal
B= densitas tulang padat, batas
antara korteks-medula jelas
C = dislokasi (-)
S = oedem (+)
True Length= D: 82 cm, S: 86 cm
App Length= D: 93 cm, S: 95 cm
CF Femur 1/3 distal dextra
TD: 120/80 mmHg
N: 84 x/m
S: 37,4ºC
Status lokalis:
Look: oedem (+) paha kanan atas,
VL (+)
Feel: kalor (+), NT(+), nyeri
gerak(+)
Move: false movement (-), ROM (+)
minimal, krepitasi(-)
Foto Rontgen:
29/07/13
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50%. Fungsi system musculoskeletal sangat
tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka
tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot yang
melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik.
Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh
manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang
kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia),tulang pipih (sternum) dan tulang
tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular
atau spongius).Tulang tersusun atas sel,matrik protein,deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi
dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik
merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun.
Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi
tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam
panghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran
fibrus padat di namakan periosteum mengandung saraf,bempembuluh darah dan
limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus.
Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang
panjang dan dalam pipih.Sumsum tulang merah yang terletak di
sternum,ilium,fertebra dan rusuk pada orang dewasa,bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang .Tulang mulai tarbentuk
lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)
B. FRAKTUR
1. Definisi Fraktur dan Mekanisme Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai
pembuluh darah, otot dan persarafan.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan
dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang
disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.
2. Etiologi / Predisposisi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
B. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah
periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan peningkatan dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial.
Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung syaraf.
C. Pembagian Fraktur
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang
fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur
tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang
yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar
maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi.
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete,
dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta
incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1. Fissure/Crack/Hairline: tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di
tempat, biasa terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture: biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture: fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :
1. Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu
tulang)
2. Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari
sumbu tulang)
3. Longitudinal: garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted: terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
1. Undisplace: fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
2. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
- Shifted Sideways: menggeser ke samping tapi dekat
- Angulated: membentuk sudut tertentu
- Rotated: memutar
- Distracted: saling menjauh karena ada interposisi
- Overriding: garis fraktur tumpang tindih
- Impacted: satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
D. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. rotasi
b. translasi
c. angulasi
d. krepitasi
2. Pergerakan abnormal.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
syaraf/perdarahan ).
8. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui
keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi).
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan rontgen: Dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior
dan lateral Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Pemeriksaan ini
juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal
setelah trauma.
F. Diagnosis Fraktur
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah
sebagai fraktur sampai terbukti lain.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan
kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan
dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat
bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas
atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera
digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian
dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.
Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi,
imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
Reduksi/reposisi
yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
a) Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
b) Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur
pada posisi anatomik normalnya.
c) Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan
reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup
pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi
dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik
sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat
lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali
pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency.
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
- Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
- Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi antara lain:
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang
dipasang harus baik dan terasa nyaman.
3. Reduksi terbuka
pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan
kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
Imobilisasi
a) Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
b) Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan.
c) Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna,
traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat,
batang, dll)
Rehabilitasi
a) Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit.
b) Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol
ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi
dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali
secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutik.
PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel,
pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.
1. Inflamasi.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan
yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah.
Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih
besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi,
pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi Sel.
Setelah kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan
osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).
Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada tempat patah tulang.
Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang yang
sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Tahap Pembentukan Kalus.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat
matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen
tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai
tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah
tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga
sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-
benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan
pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional
pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling
lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak
langsung. Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis
mengalami remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan
epifisis menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi
sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara
bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana
pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance)
yang positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang
negative. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.
H. KOMPLIKASI
1. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena
beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan
tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia jaringan. Peningkatan
tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam kompartemen
(fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume kompartemen itu
sendiri. Cairan tersebut dapat berupa darah atau edema yang disebabkan
oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan intrakompartemen (interstitial)
yang melampaui tekanan perfusi kapiler (pembuluh darah), akan
menyebabkan aliran darah yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi
ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya
iskemia jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan
intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak
diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan
dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.
Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma
kompartemen, yang disingkat menjadi 5P:
- Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
- Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
- Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa
waktu
- Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
- Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan
operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam kompartemen.
2. Major Blood Loss
Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensif pada daerah femur.
Apabila terjadi perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat
secara sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia.
Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita
fraktur femur mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini
dapat diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami
fraktur, memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta
resusitasi.
3. Infeksi
Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
- Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
- Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah
- Infeksi pasca operasi
Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi
dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi
terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan
mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga
dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat.
Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.
3. Penyembuhan abnormal pada fraktur
MALUNION
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan
ulna.
Etiologi
- Fraktur tanpa pengobatan
- Pengobatan yang tidak adekuat
- Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
- Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan
- Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma
Gambaran klinis
- Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
- Gangguan fungsi anggota gerak
- Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
- Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris
- Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi
- Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologist
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi
yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi sesuai
dengan fraktur yang baru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat
digunakan sepatu orthopedic.
Operatif
- Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi
interna
- Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak – anak.
- Osteotomi yang bersifat baji
DELAYED UNION
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah)
Etiologi
Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion
Gambaran klinis
- Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan.
- Terdapat pembengkakan
- Nyeri tekan
- Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur
- Pertambahan deformitas
Pemeriksaan radiologist
- Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur
- Gambaran kista pada ujung – ujung tulang karena adanya dekalsifikasi
tulang
- Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.
Pengobatan
Konservatif
Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2 – 3 bulan.
Operatif
Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi
interna dan pemberian bone graft.
NONUNION
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu).
Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi sama – sama
dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis.
Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung – ujung fragmen tulang
sebagai berikut :
- Hipertrofik
Ujung – ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang
disebut gambaran elephant’s foot. Garis fraktur tampak dengan jelas.
Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa.
Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya hanya diperlukan
fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.
- Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada tanda – tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung tulang
lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini
disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft.
Gambaran klinis
- Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada
- Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang
disebut pseudoarthrosis.
- Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada.
- Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan
sama sekali
- Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Pemeriksaan radiologist
- Terdapat gambaran sklerotik pada ujung – ujung tulang
- Ujung – ujung tulang berbentuk bulat dan halus
- Hilangnya ruangan meduler pada ujung – ujung tulang
- Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(psedoarthrosis)
Pengobatan
- Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft
- Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid
ulna
- Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur
- Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.
PENYEBAB NONUNION DAN DELAYED UNION
- Vaskularisasi pada ujung – ujung fragmen yang kurang
- Reduksi yang tidak adekuat
- Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua
fragmen.
- Waktu imobilisasi yang tidak cukup
- Infeksi
- Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan
- Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang
- Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
- Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur
patologis)
- Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)
- Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi
- Fiksasi interna yang tidak sempurna
- Delayed union yang tidak diobati
- Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
- Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw
diantara kedua fragmen.
FRAKTUR FEMUR
Anatomi dan Fisiologi Tulang Femur
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter
major dantrochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga
bola dan berartikulasidengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio
coxae. Pada pusat caput terdapatlekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu
tempat perlekatan ligamentum dari caput.Sebagian suplai darah untuk caput
femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasukitulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan
ke bawah,belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada
wanita sedikit lebihkecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut
ini perlu diingat karena dapatdirubah oleh penyakit.Trochanter major dan minor
merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yangmenghubungkan dua
trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan cristaintertrochanterica
yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat
tuberculumquadratum.Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan. Ia licin dan bulatpada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya
terdapat rabung, linea aspera.Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke
bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagaicrista supracondylaris medialis
menuju tuberculum adductorum pada condylusmedialis.Tepian lateral menyatu ke
bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Padapermukaan posterior batang
femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distaldan
membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posteriordipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan olehpermukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut
membentuk articulatio genu. Di atascondylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubunganlangsung dengan epicondylus
medialis.
Otot-otot femur terdiri dari 3 kelompok.
1. Kelompok anterior (ekstensor)
a) m. rectus femoris
b) m. vastus lateralis
c) m. vastus medialis
d) m. vastus intermedius genu
e) m. Sartorius
2. Kelompok medial (adduktor)-
a) m. pectineus
b) m.gracilis
c) m. adductor longus
d) m. adductor brevis
e) m. adductor magnus
3. Kelompok posterior (fleksor)-
a) m. biscep femoris
b) m. semitendinosus
c) m. semimembranosus
d) m. psoas major
e) m. iliacus
f) m. tensor fascia lata
Vaskularisasi femur: arteri femoralis superficial, a obturator, vena saphena
magna, venaobturator, vena femoralis.
Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas batang femur yang bias
terjadi akibat trauma langsung ( kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam syok.
Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam kapsul sendi panggul :
- Fraktur kapital: pada kaput femur
- Fraktur subkapital: fraktur yang terletak dibawah kaput femur
- Fraktur transervikal: fraktur pada kolum femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;Terjadi di luar kapsul sendi panggul :
- Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
- Fraktur intertrokanter
- Fraktur subtrokanter
Fraktur Kolum Femur
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur. Yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
Fraktur kolum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.Pada
pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur
tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah
pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila
mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul
dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral.
Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :
Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi).
Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran.
Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment).
Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen
yang bersinggungan.
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor-
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor-
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
Fraktur Batang Femur/ Diafisis femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalulintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian. patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam shock.
klasifikasi fraktur batang femur
dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.
Dibagi menjadi,
1. Tertutup
2. Terbuka
ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu :
a. Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
b. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dari luar.
c. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Gambaran Klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan
mungkin datang dalam keadaan schok.
Penatalaksanaan
a) Terapi konservatif
Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot. Traksi tulang
berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksiterutama yang bersifat kominutif dan segmental. Menggunakan
cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis
b) Terapi operatif
Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal
dan distal femur. Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain
baik dengan operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail
terutama pada fraktur diafisis.
Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,
hal inibiasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot
otot gastrocnemius, biasanyafraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggisehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Fraktur Suprakondiler Femur Dan Fraktur Interkondiler
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur.
Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur
interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.
Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) :
a. Tipe I: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T.
b. Tipe IIA: fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafisis (bentuk y)
c. Tipe II: sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.
d. Tipe III: fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang
tidak total.
DAFTAR PUSTAKA
Sukamti, E. Anatomi Ekstremitas Inferior, FIKUNY, 2010.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Anatomi-
EXTREMITAS%20INFERIOR.pdf.
Apley, G. Solomon, L. 1993, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Ed 7,
Butterworth, Heinemann Ltd.
Hanafiah, H. 2007, Konsep Teori Fraktur. Divisi Ilmu Bedah Orthopaedi dan
Traumatologi Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=frkatur%20shaft%20femur%20pdf&s
ource=web&cd=8&cad=rja&ved=0CFIQFjAH&url=http://repository.usu.ac.id/bit
stream/123456789/18785/1/mkn-jun2007-40%2520(8).pdf
top related