BAB v Perbaikan Intensitas Dan Stabilitas ...
Post on 19-Jan-2016
49 Views
Preview:
Transcript
5. PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA
KOPIGMENTASI INTERMOLEKULAR
PENDAHULUAN
Antosianin buah duwet berpotensi digunakan sebagai pewarna alami
untuk pangan. Antosianin buah duwet dapat diperoleh dari bagian kulit buah
yang memiliki kandungan antosianin lebih tinggi dibandingkan antosianin anggur
yang selama ini digunakan sebagai bahan baku untuk pewarna enosianin
(pewarna antosianin komersial). Antosianin buah duwet memiliki karakteristik
yang lebih stabil dibandingkan antosianin dari pewarna enosianin disebabkan
struktur antosianin buah duwet yang keseluruhannya dalam bentuk diglukosida,
yaitu delfinidin 3,5-diglukosida; petunidin 3,5-diglukosida; malvidin 3,5-
diglukosida; sianidin 3,5-diglukosida; dan peonidin 3,5-diglukosida (Brito et al.
2007; Sari et al. 2009). Namun demikian terdapat keterbatasan dalam
penggunaan antosianin buah duwet terutama intensitas warna yang rendah dan
relatif kurang stabil dalam minuman model selama perlakuan pemanasan,
pencahayaan, dan penyimpanan. Intensitas warna antosianin buah duwet kurang
kuat disebabkan glikosilasi pada antosianin merupakan diglukosida. Hal ini
diperkuat oleh Mazza dan Brouillard (1987) yang menyebutkan bahwa struktur
antosianin terutama malvidin 3,5-diglukosida menunjukkan warna yang kurang
kuat dibandingkan bentuk monoglukosida pada medium asam dan menjadi tidak
berwarna pada pH diatas 4.
Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki intensitas dan
stabilitas warna antosianin buah duwet. Menurut Francis (1989); Jackman dan
Smith (1996); Eiro dan Heinonen (2002); Castañeda-Ovando et al. (2009), warna
dan stabilitas antosianin dapat diperbaiki melalui reaksi kopigmentasi secara
intramolekular dan intermolekular sehingga intensitas warna antosianin dapat
ditingkatkan dan lebih stabil. Kopigmentasi antosianin melalui interaksi
intramolekuler dan intermolekuler dapat memberikan warna lebih cerah, kuat,
dan stabil.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki intensitas dan stabilitas
warna antosianin buah duwet melalui reaksi kopigmentasi intermolekular
menggunakan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan
ekstrak polifenol rosemary sebagai kopigmen.
65
BAHAN DAN METODE
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center
(Gedung PAU), IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA,
IPB; serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet
matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo,
Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis
tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah daun
rosemary kering yang diperoleh dari Aljazair.
Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Asam klorida
(HCl), kalium klorida, natrium asetat, asam sitrat, natrium sitrat, kalium sorbat,
dan natrium meta bisulfit diperoleh dari Merck (Darmstadt, Jerman). Asam kafeat,
asam sinapat, dan asam ferulat diperoleh dari Sigma-Aldrich (St. Louis, MO).
Etanol teknis (96%) dan gas nitrogen diperoleh dari suplier bahan kimia di Bogor.
Peralatan yang digunakan adalah pisau baja tahan-karat, hand blender,
timbangan analitik, pengaduk/stirer, batang stirer, sentrifugasi, kertas Whatman
no 1, pompa vakum, vakum evaporator putar, pH-meter, pipet mikrometer,
vortek, spektrofotometer UV-Vis, lemari pendingin, lampu fluoresens putih,
penangas air, kromameter (CR-310), dan alat-alat kaca.
Metode Penelitian
Persiapan sampel Buah duwet segar yang matang (warna ungu kehitaman) dicuci dengan
air bersih dan ditiriskan. Kulit buah duwet dikupas menggunakan pisau baja
tahan-karat. Kulit buah duwet diblansir uap (80oC) selama 3 menit. Selanjutnya
kulit buah duwet dikemas dalam kantong plastik polietilen (PE) dan disimpan
pada pendingin suhu -20oC sampai digunakan untuk pengujian.
66
Ekstraksi antosianin Kulit buah duwet beku di-thawing pada suhu ruang dan selanjutnya
dihancurkan dengan menggunakan hand blender. Hancuran kulit buah duwet
diekstraksi secara maserasi dengan diaduk (stirer) menggunakan pelarut etanol
dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:2 (b/v). Ekstraksi dilakukan pada
suhu ruang selama 60 menit, kemudian disentrifus (3552 g) selama 10 menit
untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan
menggunakan pelarut dan cara yang sama. Filtrat digabung dan disaring dengan
menggunakan penyaring vakum, lalu pelarut organik dievaporasi dengan vakum
evaporator putar pada suhu 40oC untuk mendapatkan ekstrak aqueous
antosianin (Gambar 4.1). Ekstrak ditempatkan dalam botol, diembus dengan
nitrogen lalu disimpan pada -20oC sampai digunakan untuk analisa.
Ekstraksi polifenol rosemary Ekstraksi polifenol dari daun rosemary (Rosmarinus officinalis) dilakukan
secara maserasi menggunakan pelarut etanol dengan nisbah sampel dan pelarut
1:20 (b/v). Bubuk daun rosemary diekstraksi dengan cara diaduk (stirer) selama
60 menit, kemudian disentrifus untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi
diulang kembali dengan menggunakan pelarut yang sama sampai diperoleh
warna filtrat bening. Filtrat digabung dan disaring dengan menggunakan
penyaring vakum lalu pelarut etanol dievaporasi dengan vakum evaporator putar
pada suhu 40oC sehingga diperoleh ekstrak aqueous polifenol rosemary yang
berwarna kuning kecokelatan (Gambar 5.1). Ekstrak ditempatkan dalam botol,
diembus dengan nitrogen lalu disimpan pada -20oC sampai digunakan untuk
analisis.
Bubuk daun rosemary Ekstrak polifenol rosemary
Gambar 5.1 Bubuk daun rosemary dan ekstrak polifenol rosemary.
67
Reaksi kopigmentasi intermolekular Kopigmentasi antosianin buah duwet dilakukan secara intermolekular
menggunakan senyawa asam sinamat (asam kafeat, asam sinapat, dan asam
ferulat) serta ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular
dilakukan sesuai metode Gris et al. (2007) dan Mazzaracchhio et al. (2004)
dengan sedikit modifikasi. Larutan antosianin dari ekstrak aqueous antosianin
buah duwet disiapkan dalam bufer sitrat (0,1 M; asam sitrat-natrium sitrat), pH 3
sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 pada panjang gelombang
penyerapan maksimum di daerah visibel (λvis-maks, 516 nm). Masing-masing
kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary (konsentrasi 0; 0,5; 1;
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mg/mL) ditambahkan ke dalam larutan antosianin.
Larutan campuran (5 mL) divortek lalu campuran larutan diinkubasi selama 60
menit pada 27oC agar terjadi reaksi. Untuk melihat interaksi antara antosianin
dan senyawa kopigmen maka dianalisis spektrum absorpsi menggunakan
spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 400 sampai 700 nm. Dari
pola spektra yang diperoleh dapat dilihat adanya efek hiperkromik (ΔA), yaitu
peningkatan nilai absorbans pada λvis-maks, dan pergeseran batokromik (Δλvis-maks),
yaitu pergeseran panjang gelombang (nm) pada λvis-maks (Eiro & Heinonen 2002;
Gris et al. 2007; Yawadio & Morita 2007).
Stabilitas warna antosianin tanpa dan dengan penambahan kopigmen dalam minuman model
Pengujian stabilitas warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi
dilakukan dalam minuman model menggunakan bufer sitrat (0,1 M; asam sitrat-
natrium sitrat) pada pH 3 yang mengandung ekstrak aqueous antosianin buah
duwet sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 (λvis-maks, 516 nm).
Kalium sorbat dengan konsentrasi 0,05% (b/v) ditambahkan untuk mencegah
pertumbuhan mikroba selama perlakuan. Kopigmen asam sinamat (asam
sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary, masing-
masing konsentrasi 1 mg/mL, ditambahkan ke dalam larutan antosianin lalu
distirer. Larutan campuran diinkubasi selama 60 menit pada 27oC agar terjadi
reaksi. Stabilitas warna antosianin buah duwet terkopigmentasi dianalisis
terhadap pengaruh suhu pemanasan, pencahayaan, serta kondisi penyimpanan
yang dibandingkan dengan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi.
68
Pengaruh suhu pemanasan terhadap stabilitas warna antosianin
terkopigmentasi dilakukan dengan merendam botol-botol transparan yang berisi
larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi di dalam
penangas air pada suhu 80 and 98oC selama interval waktu 0, 30, 60, 90, dan
120 menit. Suhu pemanasan 80 dan 98oC yang dipilih berdasarkan perlakuan
panas (heat treatment) untuk bahan pangan (misal blansir, pasteurisasi, dan
perebusan). Pengaruh cahaya terhadap stabilitas warna antosianin
terkopigmentasi dilakukan dengan menyinari botol-botol transparan yang berisi
larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan
lampu fluoresens putih (lampu Philip, 23 watt) didalam kotak berukuran 58 x 72 x
60 cm sehingga diperoleh intensitas pencahayaan 4000 lux. Pencahayaan
dilakukan selama interval waktu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 hari pada suhu 32oC.
Kontrol untuk perlakuan pemanasan dan pencahayaan dibuat dengan
membungkus botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin
terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan aluminium foil
kemudian disimpan pada suhu ruang untuk perlakuan suhu pemanasan dan
disimpan pada suhu 32oC untuk perlakuan pencahayaan. Pengujian stabilitas
warna antosianin terkopigmentasi terhadap kondisi penyimpanan dilakukan pada
suhu refrigerasi dan ruang selama 4 minggu pada kondisi gelap.
Masing-masing sampel untuk setiap perlakuan diukur nilai absorbans
pada λvis-maks menggunakan spektrofotometer untuk menentukan nilai retensi
warna. Nilai persen retensi warna dihitung menggunakan persamaan: % Retensi
warna = At/A0 x 100, t = waktu; At = absorbans setelah perlakuan (waktu t); A0 =
absorbans sebelum perlakuan (waktu 0) (Cevallos-Casals & Cisneros-Zevallos
2004; Gris et al. 2007). Sampel untuk setiap perlakuan juga diukur warna
kromasitas dengan kromameter dan warna polimerik (polymeric colour).
Pengukuran warna kromasitas menggunakan sistem pengukuran CIELAB
(Gonnet 1998). Kandungan warna polimerik dianalisis menggunakan metode
bleaching bisulfit (Giusti & Wrolstad 2001). Pengukuran warna kromasitas
(CIELAB) dan warna polimerik dan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan.
Warna polimerik (polymeric color) Warna polimerik (WP) dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya
degradasi warna antosianin. Kandungan warna polimerik (polymeric color) dalam
minuman model dianalisa menggunakan metode bleaching bisulfit (Giusti &
69
Wrolstad 2001). Kandungan warna polimerik dinyatakan sebagai % dari total
densitas warna (colour density). Pengukuran warna polimerik dilakukan pada
awal dan akhir perlakuan. Perbedaan nilai WP sebelum dan setelah perlakuan
dinyatakan sebagai nilai ΔWP. Semakin tinggi nilai ΔWP menunjukkan terjadinya
degradasi antosianin selama perlakuan semakin besar.
Pengukuran warna dengan kromameter
Pengukuran warna menggunakan alat Minolta Chroma CR-310
colorimeter menggunakan sistem pengukuran CIELAB. Pengukuran dilakukan
pada awal dan akhir perlakuan. Parameter-parameter yang diukur meliputi L*
(lightness), a* (redness), b* (yellowness), C* (chroma), H* (hue angle), and ΔE
(perbedaan warna secara keseluruhan). Perbedaan warna secara keseluruhan
dihitung menggunakan persamaan, ΔE = [(ΔL*)2 + (ΔC*)2 + (ΔH*)2]1/2. Nilai ΔE
merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna
kromasitas secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan perubahan
warna sampel selama perlakuan semakin besar (Gonnet 1998).
Kinetika degradasi antosianin Degradasi warna antosianin selama perlakuan pemanasan,
pencahayaan, dan penyimpanan mengikuti kinetika reaksi orde pertama. Kinetika
degradasi antosianin secara umum berlangsung pada orde pertama (Kirca &
Cemeroglu 2003; Cevallos-Casals & Cisneros-Zevallos 2004; Wang & Xu 2007).
Konstanta laju reaksi (k) dan waktu paruh (t1/2), waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya kerusakan/degradasi antosianin sebesar 50%, untuk reaksi orde
pertama dihitung menggunakan persamaan berikut :
ln(At/Ao) = -kt + C
ln (retensi warna) = -kt + C
t1/2 = -ln 0.5 x k-1
A0 = absorbansi sebelum perlakuan (waktu 0), At = absorbansi setelah perlakuan
(waktu t); k = konstanta laju reaksi; t1/2 = waktu paruh.
Analisa data secara statistik Data hasil pengujian dianalisis secara statistika dengan menghitung nilai
rata-rata dan standar deviasi demenggunakan aplikasi Microsoft Office EXCEL
2007 serta analisis sidik ragam (uji ANOVA) kemudian dihitung nilai bedanya
70
dengan uji beda Duncan Multiple Range Test pada taraf 5% (p < 0,05)
menggunakan aplikasi SPSS 17.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kopigmentasi Intermolekular terhadap Intensitas Warna Antosianin Buah Duwet
Keseluruhan antosianin yang terkandung dalam buah duwet dalam
bentuk diglukosida sehingga mempunyai intensitas warna yang rendah. Hal ini
diperkuat dari hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada pH 3
warna antosianin buah duwet kurang berwarna (pudar) dan pada pH di atas 4
warna antosianin buah duwet menjadi tidak berwarna. Untuk meningkatkan
intensitas warna antosianin buah duwet dilakukan secara kopigmentasi
intermolekular dengan mereaksikan antosianin buah duwet dengan asam
sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary. Kopigmen
atau agensia peningkat warna (color enhancer) yang digunakan pada penelitian
ini adalah asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat serta ekstrak polifenol
rosemary (Gambar 5.2). Basaga et al. (1997); Brenes et al. (2005) menyebutkan
bahwa senyawa polifenol utama larut air yang terkandung dalam rosemary
(Rosmarinus officinalis) adalah asam rosmarinat (rosmarinic acid). Kopigmen
seperti asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, serta ekstrak polifenol rosemary
digunakan sebagai kopigmen untuk meningkatkan warna dan stabilitas
antosianin (Markovic et al. 2000; Eiro & Heinonen 2002; Brenes et al. 2005; Gris
et al. 2007; Yawadio & Morita 2007).
Gambar 5.2 Struktur kimia kopigmen yang digunakan dalam penelitian.
asam kafeat asam ferulat asam sinapat
asam rosmarinat
71
Gambar 5.3 memperlihatkan pengaruh penambahan asam sinamat
(asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary pada
kisaran konsentrasi 0-4 mg/mL terhadap karakteristik spektral (visibel) antosianin
buah duwet dalam minuman model pH 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan
intensitas warna antosianin buah duwet yang ditunjukkan dengan adanya
peningkatan nilai absorbans setelah ditambahkan asam sinamat dan ekstrak
polifenol rosemary. Penggunaan asam sinamat seperti asam sinapat, asam
kafeat, dan asam ferulat sebagai agensia peningkat warna (color enhancer)
memiliki keterbatasan karena tidak dapat larut sempurna dalam air. Penggunaan
asam sinamat dengan konsentrasi lebih besar 1 mg/mL hanya sedikit dapat
meningkatkan warna dengan ditunjukkan peningkatan warna yang cenderung
konstan dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam sinamat yang
ditambahkan. Kecuali untuk asam ferulat masih menunjukkan sedikit peningkatan
nilai absorbans dengan meningkatnya konsentrasi. Penggunaan asam sinamat
untuk aplikasi pada pangan yang berbasis air kurang menguntungkan karena
karakteristik kelarutannya yang rendah pada medium asam.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Konsentrasi (mg/ml)
Abso
rban
s pa
da λ
vis-
mak
s
Asn+ASAsn+AKAsn+AFAsn+EPR
Gambar 5.3 Pengaruh penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol
rosemary terhadap karakteristik spektral (visibel) warna antosianin buah duwet. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Ekstrak polifenol rosemary yang ditambahkan pada minuman model
memberikan peningkatan warna yang paling tinggi dibandingkan penggunaan
asam sinamat. Penambahan ekstrak polifenol rosemary memperlihatkan
kecenderungan peningkatan warna yang semakin tinggi dengan semakin
72
meningkat konsentrasi yang ditambahkan. Ekstrak polifenol rosemary
menunjukkan sebagai agensia peningkat warna yang paling baik untuk
antosianin buah duwet dibandingkan asam sinamat. Penambahan ekstrak
polifenol rosemary sebesar 4 mg/mL dapat meningkatkan warna antosianin buah
duwet hingga 120%. Diantara ketiga jenis asam sinamat yang digunakan, asam
ferulat merupakan agensia peningkat warna terbaik yang dapat meningkatkan
warna antosianin buah duwet hingga 80%, sedangkan asam sinapat dan kafeat
dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 40% dan 55% pada
konsentrasi 4 mg/mL.
Reaksi kopigmentasi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran panjang
gelombang (nm) yang lebih tinggi pada absorpsi spektra maksimum, λvis-maks
(pergeseran batokromik, Δλvis-maks) dan peningkatan absorpsi spektra pada λvis-
maks (efek hiperkromik, ΔA) (Eiro & Heinonen 2002). Gambar 5.4 menunjukkan
terjadi pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah duwet
yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada
minuman model pH 3 (reaksi kopigmentasi intermolekular). Kopigmentasi
intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary
menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang ke nilai panjang
gelombang yang lebih besar (Gambar 5.4a) yang ditunjukkan terjadi perubahan
nilai Δλvis-maks 1,16-1,94%. Panjang gelombang (λvis-maks) antosianin buah duwet
sebelum kopigmentasi 516 nm dan setelah reaksi kopigmentasi maka panjang
gelombang (λvis-maks) berubah pada kisaran 522-526 nm. Reaksi kopigmentasi
intermolekular pada antosianin buah duwet juga dapat meningkatkan nilai
absorbans pada λmaks (efek hiperkromik), Gambar 5.4b. Efek hiperkromik dari
reaksi kopigmentasi antosianin buah duwet ditunjukkan dari nilai ΔA yang
meningkat pada kisaran 19,63-117,33%. Pada penambahan kopigmen dengan
konsentrasi 0%, nilai Δλvis-maks dan ΔA adalah 0% yang menunjukkan tidak terjadi
pergeseran batokromik dan efek hiperkromik. Dari keempat jenis kopigmen yang
digunakan, kopigmentasi intermolekular dengan ekstrak polifenol rosemary
memberikan nilai pergeseran λvis-maks dan peningkatan nilai absorbans pada λvis-
maks yang paling besar. Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat
warna yang baik untuk antosianin buah duwet dan memiliki karakteristik larut air
sehingga memudahkan dalam aplikasi pada pangan. Hasil penelitian Markovic et
al. (2000) juga menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5-diglukosida
(malvin) dengan asam ferulat dan kafeat dapat berlangsung serta menghasilkan
73
peningkatan Δλvis-maks dan ΔA pada larutan bufer pH 2,5 dan 3,65. Nisbah
konsentrasi antosianin dan asam fenolik yang digunakan 1:20, 1:40, 1:60, dan
1:100. Kompleks kopigmentasi malvin-asam ferulat memberikan peningkatan
intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan kompleks malvin-asam kafeat.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
11.2
1.4
1.6
1.8
2
Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR
Δ λ
vis-
max
(%) /
Per
gese
ran
Bat
okro
mik
0
20
40
60
80
100
120
Asn+AS Asn-AK Asn-AF Asn+EPR
Δ A
bsor
bans
(%) /
Efe
k H
iper
krom
ik
Gambar 5.4 Pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah
duwet yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Diagram batang dari kiri ke kanan, untuk masing-masing kopigmen, mewakili berturut-turut konsentrasi kopigmen 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mg/ml. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Reaksi kopigmentasi intermolekular dapat membentuk kompleks
antosianin-kopigmen melalui transfer muatan (charge-transfer) atau interaksi
elektron -. Kopigmen (senyawa fenolik) merupakan sistem kaya elektron
dapat berinteraksi dengan ion flavilium yang kekurangan elektron membentuk
ikatan yang lemah. Densitas elektronik ditransfer dari cincin yang kaya elektron
ke cincin yang kekurangan elektron. Ion flavilium dari antosianin yang bermuatan
A
B
74
positif merupakan senyawa yang sesuai untuk pembentukan kompleks dengan
substrat kaya elektron (kopigmen) melalui transfer muatan, Gambar 5.5
(Castañeda-Ovando et al. 2009).
Gambar 5.5 Pembentukan kompleks antosianin-kopigmen secara transfer muatan (charge-transfer) atau interkasi - (interaksi antosianin dengan senyawa fenolik) (Castañeda-Ovando et al. 2009).
Interaksi intermolekular dapat terjadi pada kation flavilium dan basa
kuinonoidal (bentuk kesetimbangan berwarna dari antosianin). Kation flavilium
dan basa kuinonoidal merupakan senyawa planar, secara efisien melakukan
delokalisasi elektron , membuat interaksi antara kation flavilium atau basa
kuinonoidal dengan kopigmen menjadi lebih mudah dan mungkin terjadi
menghasilkan penyusunan yang saling tumpang tindih (overlapping) di antara
kedua molekul, Gambar 5.6a. Pembentukan ikatan hidrogen antara gugus keto
dari basa kuinonoidal dan kopigmen (flavonol) juga mungkin terjadi menghasilkan
kompleks antosianin-kopigmen (Gambar 5.6b). Gugus keto pada posisi C-7 atau
C-4’ dari antosianin dapat berikatan secara ikatan hidrogen dengan gugus
hidroksil dari flavonol pada posisi C-7, C-3’ atau C-4’ (Williams & Hrazdina,
1979). Kopigmen intermolekular dapat terjadi melalui ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, atau interaksi ionik (elektrostatik) (Williams & Hrazdina 1979; Chen &
Hrazdina 1981).
Reaksi kopigmentasi intermolekular antara antosianin buah duwet dengan
asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan ekstrak
polifenol rosemary juga dimungkinkan menghasilkan pembentukan kompleks
antosianin-kopigmen melalui mekanisme transfer muatan (charge-transfer) atau
interaksi elektron - sehingga terjadi penyusunan saling tumpang tindih
(overlapping) di antara kedua molekul. Interaksi yang terjadi dapat meningkatkan
jumlah kromofor sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas warna
+
kation flavilium (merah)
pirokatekol (kaya elektron)
kompleks secara transfer muatan
(merah)
75
(ΔA). Dijelaskan oleh Yawadio dan Morita (2007); Castañeda-Ovando et al.
(2009), interaksi intermolekular (kopigmentasi) antara antosianin dan asam
karboksilat (sinamat) atau senyawa fenolik dapat meningkatkan sistem elektron
- dari antosianin sehingga meyebabkan efek hiperkromik. Sistem elektron -
dari antosianin bertanggungjawab pada absorpsi pada daerah radiasi visibel
(VIS) (Yawadio & Morita 2007). Reaksi kopigmentasi intermolekular pada
antosianin buah duwet dengan kopigmen (asam sinamat dan ekstrak polifenol
rosemary) juga dapat menyebabkan meningkatnya panjang gelombang atau
terjadi pergeseran panjang gelombang yang lebih tinggi. Pembentuknan
kompleks - pada antosianin memberikan perpanjangan konjugasi pada struktur
antosianin karena adanya tambahan struktur dari kopigmen. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. (2009), kopigmen umumnya tidak
berwarna, tetapi ketika dicampur dengan larutan antosianin akan terjadi interaksi
menghasilkan efek hiperkromik dan pergeseran batokromik.
Gambar 5.6 Kompleks molekular antosianin-kopigmen melalui interaksi intermolekular antara delfinidin 3-glukosida dan rutin, A dan B (Williams & Hrazdina, 1979) dan awobanin (delfinidin 3-(6-O-
trans-p-kumaril-ß-D-glukosida)-5-(ß-D-glukosida) dan flavo- commelin, C (Osawa, 1982).
+
A B
C
76
Stabilitas Warna Antosianin Buah Duwet yang Dikopigmentasi secara Intermolekular
Stabilitas antosianin dapat ditingkatkan melalui reaksi kopigmentasi baik
secara intramolekular dan intermolekular (Francis 1989; Jackman & Smith 1996;
Eiro & Heinonen 2002; Castañeda-Ovando et al. 2009). Pada penelitian ini
digunakan reaksi kopigmentasi secara intermolekular untuk memperbaiki
stabilitas warna antosianin buah duwet menggunakan kopigmen asam sinamat
(asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary yang
banyak mengandung asam rosmarinat. Pengujian stabilitas dilakukan terhadap
perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan. Gambar 5.7
memperlihatkan secara visual perubahan warna antosianin buah duwet setelah
direaksikan dengan kopigmen (asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary)
pada konsentrasi 1 mg/mL. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah
duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan
ekstrak polifenol rosemary dalam bufer sitrat pH 3 disajikan pada Tabel 5.1.
Perlakuan kopigmentasi menurunkan nilai L* dan meningkatkan nilai C* yang
menunjukkan intensitas warna minuman meningkat dan lebih kuat dengan
penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Perlakuan
kopigmentasi juga merubah nilai H* (hue angle) dari 0,63 ke nilai H 345-355.
Penambahan kopigmen ekstrak polifenol rosemary memberikan warna merah
keunguan.
Gambar 5.7 Warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara
intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary (1 mg/mL) pada minuman model pH 3. Asn = antosianin, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Asn Asn+AK Asn+AS Asn+AF Asn+EPR
77
Tabel 5.1. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary
Parameter warna (CIELAB) Sampel
L* C* H* Asn 62,44 24,89 0,63 Asn+AS 55,81 35,63 354 Asn+AK 57,00 34,40 355 Asn+AF 54,41 37,57 352 Asn+EPR 49,07 43,37 345
L*, kecerahan/lightness; C*, kroma/chroma; H*, sudut warna/hue angle. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Stabilitas terhadap Pemanasan
Pada Gambar 5.8 disajikan karakteristik stabilitas warna antosianin buah
duwet tanpa dan dengan kopigmentasi menggunakan asam sinamat dan ekstrak
polifenol rosemary selama perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98oC. Perlakuan
pemanasan pada suhu 80oC selama 120 menit menyebabkan penurunan retensi
warna hingga 60-70%, sedangkan pemanasan suhu 98oC dapat menyebabkan
penurunan retensi warna hingga 30-40% untuk semua sampel antosianin buah
duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Kopigmentasi intermolekular
menggunakan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada antosianin
buah duwet tidak meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama
proses pemanasan baik pada suhu 80 maupun 98oC. Selama proses pemanasan
pada kedua suhu memperlihatkan bahwa antosianin buah duwet tanpa
kopigmentasi memiliki kestabilan warna yang lebih tinggi dibandingkan
antosianin buah duwet yang dikopigmentasi. Hal ini terlihat pada nilai retensi
warna antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi lebih tinggi dibandingkan
kompleks antosianin-kopigmen. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan
asam ferulat menunjukkan stabilitas yang paling rendah.
Pada Tabel 5.2 disajikan nilai warna polimerik (ΔWP), warna kromasitas
(ΔE), kehilangan warna (KW) dan waktu paruh (t1/2) yang juga menunjukkan
terjadinya degradasi antosianin buah duwet. Nilai ΔWP, ΔE, KW yang lebih
rendah dan t1/2 yang lebih tinggi menunjukkan terjadi degradasi antosianin yang
lambat atau menunjukkan karakteristik lebih stabil dan sebaliknya. Pada kedua
suhu pemanasan 80 dan 98oC, nilai ΔWP, ΔE, KW antosianin buah duwet tanpa
perlakuan kopigmentasi lebih kecil dibandingkan dengan antosianin buah duwet
dengan perlakuan kopigmentasi. Nilai t1/2 antosianin buah duwet tanpa perlakuan
78
kopigmentasi juga menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan antosianin buah
duwet dengan perlakuan kopigmentasi. Berdasarkan nilai ΔWP, ΔE, KW, dan t1/2
juga memperlihatkan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi memiliki
kestabilan warna yang lebih baik dibandingkan antosianin buah duwet yang
dikopigmentasi. Perlakuan kopigmentasi tidak dapat meningkatkan stabilitas
warna antosianin buah duwet selama perlakuan pemanasan pada suhu 80 dan
98oC.
Gambar 5.8 Pengaruh pemanasan terhadap retensi warna antosianin buah
duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model pH 3. (A) pemanasan 80oC dan (B) pemanasan 98oC. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Ketidakstabilan kompleks antosianin-kopigmen dapat dijelaskan bahwa
energi panas dapat merusak ikatan komplek antosianin-kopigmen karena
interaksi antosianin dengan kopigmen pada kopigmentasi intermolekular
merupakan ikatan yang lemah secara hidrofobik (Eiro & Heinonen 2002)
sehingga terbentuk senyawa turunan baru yang tidak stabil dibandingkan dengan
antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi (secara alami bentuk diglukosida)
yang memiliki karakteristik lebih stabil. Berbeda pada kubis merah dimana ikatan
antara antosianin dan kopigmen (gugus asil) merupakan ikatan kovalen
(kopigmentasi intramolekular) mempunyai karakteristik yang sangat stabil
terhadap pemanasan (Gambar 4.6). Pada pemanasan suhu 80 dan 98oC,
antosianin terasilasi dari kubis merah masih mampu mempertahankan warna di
atas 98%. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard (1990), peningkatan
suhu menyebabkan peruraian (disosiasi) dari kompleks kopigmentasi
100
Ret
ensi
war
na p
ada
λ mak
s (%
)
60
70
80
90
100
0 30 60 90 12020
40
60
80
100
0 30 60 90 120
A B
Waktu (menit)
Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR
79
menghasilkan senyawa tidak berwarna dan memberikan kehilangan warna.
Markovic et al. (2000) menjelaskan bahwa pada proses kopigmentasi antara
malvidin 3,5-diglukosida dengan asam kafeat dan asam felurat menunjukkan
afinitas dari reaktan adalah rendah (ikatan yang terbentuk lemah), reaktifitas
rendah, dan pembentukan kompleks hanya stabil pada temperatur rendah.
Tabel 5.2 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin buah duwet dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98oC
Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) k t1/2 (jam)
Pemanasan 80oC Asn 7,61a 7,13a 32,30a 0,0032 3,68b Asn+AS 9,12c 9,76b 33,45ab 0,0033 3,55b Asn+AK 11,27d 9,62b 34,74b 0,0035 3,35a Asn+AF 8,39b 9,71b 36,29c 0,0036 3,21a Asn+EPR 8,69bc 10,00b 33,32ab 0,0032 3,61b Pemanasan 98oC Asn 20,75a 16,85a 62,23a 0,0079 1,46d Asn+AS 33,87b 26,77b 66,61c 0,0090 1,28b Asn+AK 36,60b 28,45b 68,23d 0,0094 1,23a Asn+AF 24,81a 26,13b 69,17e 0,0097 1,20a Asn+EPR 25,20a 28,65b 64,51b 0,0085 1,37c
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (masing-masing perlakuan pemanasan) menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t1/2, waktu paruh. Pemanasan selama 120 menit. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Hasil dari penelitian disertasi ini menunjukkan hasil yang sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Brenes et al. (2005), pasteurisasi (85oC) selama
30 menit pada sistem model jus anggur yang mengandung ekstrak polifenol
rosemary (0,2 dan 0,4%) dapat menyebabkan penurunan efek hiperkromik dan
kandungan total antosianin. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang
berbeda dengan yang dilakukan oleh Bakowska et al. (2003), efek kopigmentasi
antosianin sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5’-asam sulfonat, morin-5’-
asam sulfonat, rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat
meningkatkan stabilitas selama pemanasan 80oC pada pH 2,5-4,5. Perbedaan
hasil penelitian terjadi karena penggunaan jenis antosianin dan kopigmen yang
berbeda sehingga memberikan efek kopigmentasi yang berbeda pula.
80
Stabilitas terhadap Cahaya Cahaya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Perlakuan
pencahayaan dengan lampu fluoresens putih menyebabkan terjadinya degradasi
antosianin buah duwet baik pada antosianin tanpa dan dengan perlakuan
kopigmentasi (Gambar 5.9). Hal ini terlihat adanya penurunan nilai retensi warna
yang lebih besar pada sampel yang terkena paparan cahaya dibandingkan yang
tanpa terkena paparan cahaya. Nilai retensi warna antosianin buah duwet tanpa
dan dengan perlakuan kopigmentasi menurun dengan meningkatnya waktu
pencahayaan.
Gambar 5.9 Pengaruh pencahayaan dengan lampu fluoresens putih terhadap
retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model pH 3. (A) tanpa pencahayaan dan (B) pencahayaan dengan fluoresens putih. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Kopigmentasi antosianin buah duwet menggunakan ekstrak polifenol
rosemary, asam sinapat dan asam kafeat menunjukkan stabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan antosianin tanpa kopigmentasi, dan yang dikopigmentasi
dengan asam ferulat selama perlakuan pencahayaan. Pada pencahayaan waktu
10 hari, nilai retensi warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan
ekstrak polifenol rosemary, asam sinamat, dan asam kafeat berkisar pada nilai
40-50%, sedangkan nilai retensi warna untuk antosianin buah duwet tanpa dan
dengan dikopigmentasi asam ferulat menunjukkan nilai retensi warna ~20%.
0
20
40
60
80
100
0 2 4 6 8 10
Waktu (hari)
0
20
40
60
80
100
0 2 4 6 8 10
100
Ret
ensi
war
na p
ada
λ mak
s (%
)
0 2 4 6 8 10
Waktu (hari)
Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR
A B
81
Perlakuan kopigmentasi mampu menurunkan nilai ΔWP, ΔE, KW serta
meningkatkan nilai waktu paruh (t1/2) (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa
pembentukan kompleks antosianin-kopigmen dapat meningkatkan stabilitas
warna antosianin buah duwet. Perbaikan stabilitas warna terjadi pada perlakuan
kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, dan
ekstrak polifenol rosemary. Penambahan asam ferulat dalam minuman model
menunjukkan karakteristik perubahan warna dan kinetika degradasi yang hampir
sama dengan antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi.
Tabel 5.3 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pencahayaan fluoresens
Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) K t1/2 (hari)
Asn 54,48c 43,07d 78,60d 0,1678 4,13a Asn+AS 24,61a 22,53a 57,43b 0,0869 7,98c Asn+AK 34,66b 26,13b 61,43c 0,0946 7,33b Asn+AF 51,51c 43,00d 81,12e 0,1701 4,07a Asn+EPR 30,23ab 29,67c 54,79a 0,0804 8,63d
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t1/2, waktu paruh. Pencahayaan dengan lampu fluoresens selama 10 hari. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, A+AK = antosianin+asam kafeat, A+AF = antosianin+asam ferulat, A+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Penelitian yang dilakukan oleh Gris et al. (2007) menunjukkan hasil yang
sama, dimana dengan penambahan asam kafeat dalam sistem model pangan
mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat meningkatkan
stabilitas selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih
dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil yang sama
juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Bakowska et al. (2003) yang
menggunakan jenis kopigmen yang berbeda. Efek kopigmentasi antosianin
sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5’-asam sulfonat, morin-5’-asam sulfonat,
rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat meningkatkan stabilitas
selama perlakuan pencahayaan dengan sinar UV dan matahari.
Degradasi oleh cahaya yang terjadi pada kompleks antosianin-kopigmen
kemungkinan juga melibatkan eksitasi dari kation flavilium sesuai yang dijelaskan
oleh Furtado et al. (1993). Mekanisme degradasi fotokimia langsung dari kation
flavilium yang menghasilkan pembentukan produk akhir degradasi yang sama
seperti pada reaksi termal.
82
Stabilitas selama Penyimpanan Pengaruh penyimpanan pada suhu refrigerasi (~5oC) dan ruang (~27oC)
pada kondisi gelap terhadap stabilitas antosianin buah duwet tanpa dan dengan
perlakuan kopigmentasi disajikan pada Gambar 5.10. Pada penyimpanan suhu
refrigerasi, perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan
ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah
duwet, sedangkan pada perlakuan kopigmentasi dengan asam ferulat
menunjukkan stabilitas yang hampir sama dengan antosianin tanpa
kopigmentasi, setelah penyimpanan 4 minggu (Gambar 5.10a). Kecenderungan
pola yang sama juga ditemukan pada perlakuan penyimpanan pada suhu ruang
(Gambar 5.10b), perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan
ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah
duwet. Pada kedua kondisi penyimpanan (suhu refrigerasi dan ruang),
kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat memberikan
peningkatan stabilitas antosianin yang paling tinggi yang ditunjukkan pada nilai
retensi warna paling tinggi. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam
ferulat pada penyimpanan suhu dingin dan ruang tidak dapat meningkatkan
stabilitas antosianin buah duwet.
Gambar 5.10 Pengaruh penyimpanan suhu refrigerasi (A) dan ruang (B)
terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model pH 3. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
70
75
80
85
90
95
100
0 1 2 3 430
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4
100
Ret
ensi
war
na p
ada
λ mak
s (%
)
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)
Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR
A B
83
Perbedaan suhu penyimpanan mempengaruhi stabilitas antosianin buah
duwet terkopigmentasi. Peningkatan suhu dari suhu ~5oC (suhu refrigerasi) ke
~27oC (suhu ruang) dapat meningkatkan degradasi antosianin buah duwet tanpa
dan dengan perlakuan kopigmentasi. Penyimpanan pada suhu refrigerasi masih
dapat mempertahankan nilai retensi warna berkisar 87-97% setelah
penyimpanan selama 4 minggu. Pada penyimpanan suhu ruang, degradasi
antosianin berlangsung lebih cepat dan menghasilkan nilai retensi berkisar 40-
60%. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan suhu penyimpanan
dapat menyebabkan terjadinya reaksi disosiasi (peruraian) kompleks
kopigmentasi antosianin-kopigmen sehingga menghasilkan senyawa tidak
berwarna yang dapat memberikan kehilangan warna, seperti yang dijelaskan
oleh Mazza dan Brouillard (1990).
Pada Tabel 5.4 disajikan perubahan nilai WP, E, KW serta nilai t1/2
selama perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Nilai ΔWP, ΔE,
KW dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam
kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan nilai parameter warna dari antosianin buah duwet tanpa perlakuan
kopigmentasi. Nilai waktu paruh (t1/2) antosianin buah duwet yang dikopigmentasi
dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan antosianin tanpa perlakuan
kopigmentasi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks antosianin-kopigmen
melalui reaksi kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak
polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet selama
perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Kompleks antosianin
buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, atau ekstrak polifenol rosemary
memiliki stabilitas warna yang lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet
tanpa perlakuan kopigmentasi dan yang dikopigmentasi dengan asam ferulat.
Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Gris et al. (2007),
peningkatan suhu dari 4oC ke 29oC menyebabkan degradasi yang lebih cepat
pada antosianin anggur Cabernet Sauvignon tanpa dan dengan perlakuan
kopigmentasi dengan asam kafeat yang ditunjukkan pada penurunan nilai retensi
warna (%) dan waktu paruh (t1/2). Penambahan asam kafeat dalam sistem model
pangan yang mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat
meningkatkan stabilitas selama perlakuan penyimpanan pada suhu 4 dan 29oC
apabila dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil
84
penelitian Markovic et al. (2000) menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5-
diglukosida dengan asam ferulat dan asam kafeat pada kondisi suhu 22-50oC
memiliki nilai absorbans yang lebih tinggi dibandingkan nilai absorbans malvidin
3,5-diglukosida tanpa perlakuan kopigmentasi.
Tabel 5.4 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan penyimpanan suhu ruang dan refrigerasi
Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) K t1/2 (minggu)
Penyimpanan suhu refrigerasi (5oC) Asn 3,37d 3,89c 13,15d 0,0324 21,59a Asn+AS 1,31a 1,86a 6,61a 0,0075 40,19d Asn+AK 1,70b 3,05b 8,50b 0,0215 32,35c Asn+AF 3,10c 3,79c 12,42d 0,0333 20,88a Asn+EPR 1,64b 3,16b 10,89c 0,0265 26,22b Penyimpanan suhu ruang (27oC) Asn 17,54d 21,59bc 52,50b 0,1894 3,66b Asn+AS 12,45a 14,61a 43,32a 0,1426 4,86d Asn+AK 15,58c 17,36a 50,27b 0,1799 3,91bc Asn+AF 21,00e 23,99c 61,63c 0,2437 2,84a Asn+EPR 14,46b 20,47b 49,14b 0,1669 4,17c
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (masing-masing perlakuan penyimpanan) menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t1/2, waktu paruh. Penyimpanan selama 4 minggu. Asn=antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.
Pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan (suhu refrigerasi dan
ruang), antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam
kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna
antosianin buah duwet. Hal ini dapat terjadi karena kompleks kopigmentasi
antara antosianin-kopigmen, melalui transfer muatan atau interaksi -, dapat
memproteksi kation flavilium dari serangan nukleofilik air pada posisi C-2, seperti
yang dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard (1987); Castañeda-Ovando et al.
(2009), sehingga pembentukan senyawa karbinol yang tidak berwarna yang
berlanjut ke pembentukan senyawa kalkon yang juga tidak berwarna dapat
dicegah. Lebih lanjut mekanisme proteksi dari efek kopigmentasi juga dijelaskan
oleh Williams dan Hrazdina (1979); Malien-Aubert et al. (2001), kopigmentasi
merupakan penyusunan molekul kopigmen pada planar polarizable dari bentuk
antosianin berwarna (kation flavilium dan basa kuinonoidal) sehingga serangan
nukleofilik air pada posisi C-2 cincin pirilium dapat dicegah. Stabilisasi bentuk
flavilium oleh kompleks elektron - hasil reaksi kopigmentasi intermolekular
85
dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. (2009), Gambar 5.11. Adanya
kopigmen (senyawa fenolik) menyebabkan reaksi kesetimbangan berubah tidak
ke bentuk struktur karbinol (tidak berwarna) melainkan ke bentuk kompleks -
yang berwarna merah. Menurut Francis (1989), efektifitas stabilisasi reaksi
kopigmentasi bergantung pada kekuatan ikatannya, kopigmentasi intramolekular
(berikatan secara kovalen) lebih efektif menstabilkan warna antosianin
dibandingkan kopigmentasi intermolekular (terjadi melalui interaksi hidrofobik
yang lemak).
Gambar 5.11 Contoh stabilisasi antosianin melalui pembentukan kompleks
secara transfer muatan (charge-transfer) atau interaksi - (interaksi antosianin dengan senyawa fenolik) (Castañeda-Ovando et al. 2009).
SIMPULAN
Kopigmentasi antosianin buah duwet (intermolekular) dalam minuman
model menggunakan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat)
dan ekstrak polifenol rosemary (konsentrasi 0,5-4 mg/ml) dapat meningkatkan
intensitas warna antosianin buah duwet (nilai ΔA meningkat pada kisaran 19,63-
117,33%). Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat warna
antosianin buah duwet yang paling efektif. Penambahan ekstrak polifenol
rosemary sebesar 4 mg/ml dapat meningkatkan nilai ΔA sebesar 117,33%.
kation flavilium (merah)
karbinol pseudobasa (tidak berwarna)
pirokatekol (kaya elektron)
kompleks secara transfer muatan (merah)
2
+
86
Pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98oC, kopigmentasi antosianin
buah duwet dalam minuman model dengan asam sinapat, asam kafeat, asam
ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary memiliki stabilitas lebih rendah yang
ditunjukkan dari nilai ΔWP (warna polimerik), ΔE (warna kromasitas), dan KW
(kehilangan warna) lebih besar serta nilai t1/2 (waktu paruh) lebih kecil dari
minuman model yang mengandung antosianin tanpa kopigmentasi (native).
Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat dan
ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah
duwet selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih serta
penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang yang ditunjukkan nilai ΔWP, ΔE,
dan KW lebih kecil serta nilai t1/2 lebih besar dari minuman model yang
mengandung antosianin tanpa kopigmentasi (native).
top related