BAB III BIOGRAFI IMAM AL QURṬUBĪ DAN KITAB TAFSIR AL JĀMI ...etheses.iainkediri.ac.id/805/4/903301309-bab3.pdf · Ibnu Rawwaj, Imām al-Muḥadīth Abū Muḥammad Abdu al-Wahhāb
Post on 06-Nov-2020
6 Views
Preview:
Transcript
49
BAB III
BIOGRAFI IMAM AL QURTUBĪ DAN KITAB TAFSIR AL JĀMI` LI-
AHKĀMI AL QUR`ĀN
1. IMAM AL QURTUBĪ
a. Sekilas Riwayat Hidup
Penulis tafsir al-Qurtubī bernama Abū ‘Abdillāh Ibn Ahmad Ibn Abī
Bakar Ibn Farh al-Ansārī al-Khazrajī al-Qurtubī al-Mālikī.1 Beliau
dilahirkan di Cordova, Andalusia (Spanyol sekarang). Di sanalah beliau
mempelajari bahasa Arab, shi`r, al-Qur’ān al-Karīm, fiqh, nahwu, qirā’āt,
balāghah, ulūmu al-Qur’ān dan ilmu-ilmu lainnya. Ia dianggap sebagai
salah seorang tokoh yang bermadhhab Mālikī.2
Para penulis biografi tidak ada yang menginformasikan mengenai
tahun kelahirannya, mereka hanya menyebutkan tahun kematiannya, yaitu
671 H, di kota Maniyyah Ibn Hasib Andalusia. dan dibesarkan oleh
bapaknya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada
zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin
Yūsuf bin Hūd (625-635 H). Dikisahkan, pada saat itu ayahnya sedang
memanen dan pada waktu itu pula terjadi sebuah pemberontakan kaum
separatis Nashrani Cordova yang menuntut untuk memerdekakan diri dari
Islam.
1 Haji Khalīfah, Kashf al-Zunūn ‘An Asāmi al-Kutub wa al-Funūn, (Beirut: Dār al-Fikr, 1994), 1:
422. 2 Abū al-Yaqyan, Dirāsat fī al-Tafsīr wa Rijālih, (t.tp: t.np., t.t.), 109, Namun menurut informasi
al-Dāwudī ia meninggal di Mesir, al-Dāwudī, Tabaqāt al-Mufassirīn (Beirut: Dār al-‘Ilmiyah, tt),
70.
50
Berdasarkan salah satu sumber, Hasbi Ash-Shidieqi menyebutkan
bahwa ia lahir di Andalusia tahun 486 H, dan meninggal di Mausul tahun
567 H.3 Namun informasi ini sangat lemah, karena: pertama, Hasbi tidak
menyebut sumber yang jelas dari mana ia memperoleh informasi tersebut.
kedua, kemungkinan besar Hasbi salah kutip ketika ia menyebut tahun
kelahiran ini, karena yang benar data tersebut adalah tahun kelahiran
seseorang yang sama-sama dinisbahkan dengan nama al-Qurtubi, tetapi ia
bernama Abū Bakr Yahyā Ibn Saīd Ibn Tamām Ibn Muhammad al-Azdī al-
Qurtubī.4
Dalam kehidupannya sehari-hari, beliau mempunyai sifat yang unik
yang memang tidak semua orang memiliknya. Sehingga beliau banyak
dikenal akan sikap ketawadu`annya, kealimannya, kezuhudannya,
berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya.
Seperti yang pernah dikatakan oleh mufassir al-Za`idah, bahwa ia sering
terlihat ketika memakai sehelai jubah yang bersih dengan songkok di atas
kepalanya, serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadat kepada Allah.
Sisa dari waktunya, dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama.
”Dia adalah seorang ulama` besar yang tawadu` dan lebih mementingkan
ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadis yang menghasilkan karya
3 Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu al-Quran / tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), 291. 4 Muhammad Farīd Wajdi, Da’irah al-Ma’arif al-Qarn al-‘Isyrun, VII, (t.tp.: t.np., t.t.), 752.
Kesalahan kutip Hasbi juga dapat disimpulkan ketika ia menginformasikan kitab-kitab yang ditulis
dalam abad-abad tertentu, ternyata ia menginformasikan bahwa kitab al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān
karya al-Qurtubī ditulis pada abad ke Tujuh Hijriyah. Lihat Hasbi, Sejarah …, h. 248.
51
yang jauh lebih baik pada masanya.5 Termasuk metode penafsirannya
banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya
penafsirannya, seperti halnya Ibn Kathīr yang menjadikan kitabnya yang
terkenal yaitu al Jāmi’ li Ahkāmi al-Qur’ān atau kitab al-Qurtubī sebagai
rujukan.
Dalam pencarian keilmuannya, beliau pergi ke Mesir (yang pada
waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah), dan beliau menetap
disana sampai ajal menjemputnya pada malam Senin 9 Syawal 671 H/1273
M, dan makamnya sendiri berada di Elmania, di timur sungai Nil. Berkat
pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan
peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau
sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.
b. Guru-Guru
Diantara guru-guru Imam Al-Qurtubī adalah :
1. Ibnu Rawwaj, Imām al-Muhadīth Abū Muhammad Abdu al-Wahhāb Ibn
Rawwaj. Nama aslinya Zafir Ibn `Ali Ibn Futūh al-Azdī al-Iskandaranī
al-Mālikī, wafatnya tahun 648 H.
2. Ibnu al-Jumaizī, al-Allāmah Baha’ al-dīn Abū al-Hasan `Ali Ibn
Hibatullāh Ibn Salamah al-Misrī al-Shāfi’ī, wafat pada tahun 649 H. Ahli
dalam bidang hadis, fiqh dan Ilmu qirā’ah.
5 Abū `Abdillāh Muh{ammad al-Qurtubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān ( Beirut: Dār al-
Fikr, t.th),1: 10.
52
3. Abū al-Abbās Ahmad Ibn `Umar Ibn Ibrāhīm al-Mālikī al-Qurtubī, wafat
pada tahun 656 H. Penulis kitab al-Mufhim fi Sharh Sahīh al-Muslim.
4. Al-Hasan al-Bakarī, al-Hasan Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Amaruk al-Taimī al-Naisābūrī al-Dimashqī atau Abū `Ali Sadruddīn al-
Bakarī, wafat pada tahun 656 H.
c. Karya-Karya
Di antara karya-karya beliau yaitu:
1. al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān.
2. al-Asna fī Sharh Asmā Allah al-Husnā.
3. al-Tadhkirah bi ‘Umūr al-Ākhirah.
4. Sharh al-Taqassī.
5. al-Tidhkār fi Afdāl al-Adhkār.
6. Qam`u al-Hirs bi al-Zuhdi wa al-Qanā`ah.
7. Arjuzah Jumi’a Fīhā Asma’ al-Nabī.6
8. al-Muqtabas fī Sharh Muwāta` Mālik bin Anas.
9. Risālah fī Alqām al-Hadīth.
10. Kitab al-Aqdiyyah.
11. al-I`lām bimā fī Dīn al-Nasārā min al-Mafāsid wa al-Auhām wa Idhhār
Mahāsin al-Dīn al-Islām.7
12. al-Misbāh fī al-Jam`i baina Af`āl wa al-Sahāh.
6 Al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirūn, II, … h. 457. 7 Abū `Abdillāh Muh{ammad al-Qurtubī, Tafsir al-Jāmi` li Ah}kāmi al-Qur`ān, terj: Muhammad
Ibrahim al-Isnawi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 18.
53
2. KITAB AL-JĀMI’ LI AHKĀM AL-QUR`ĀN
a. Seputar Nama Kitab
Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurtubī, hal ini dapat
dipahami karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah
nama al-Qurtubī atau bisa juga karena dalam halaman sampul kitabnya
sendiri tertulis judul, al-Tafsīr al-Qurtubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān.
Jadi, tidak sepenuhnya salah apabila seseorang menyebut tafsir ini, dengan
karya al-Qurtubī tersebut. Judul lengkap tafsir ini adalah al-Jāmi’ li Ahkām
al-Qur`ān wa al-Mubayyin limā Tadammana min al-Sunnah wa Ay al-
Furqān yang berarti kitab ini berisi kumpulan hukum dalam al-Qur`an dan
Sunnah. Didahului dengan kalimat Sammaitu bi … (aku namakan).8 Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa judul tafsir ini adalah asli dari
pengarangnya sendiri.
b. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Qurtubī
Berangkat dari pencarian ilmu dari para ulama’ (seperti Abū al-
`Abbās Ibn `Umar al-Qurtubī Abū al-Hasan Ibn Muhammad Ibn
Muhammad al-Bakarī), kemudian Imam al-Qurtubi diasumsikan berhasrat
besar untuk menyusun kitab tafsir yang juga bernuansa fiqih dengan
menampilkan pendapat Imam-Imam madhhab fiqih dan juga menampilkan
hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu, kitab tafsir yang
telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqih. Karena itulah Imam al-Qurtubī
8 Al-Qurtubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān, 1: 2.
54
menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena
disamping menemukan tafsir, mereka juga akan mendapatkan banyak
pandangan Imam madhhab fiqih, hadis-hadis Rasulullah SAW maupun
pandangan para ulama’ mengenai masalah itu.
c. Tartib (Sistematika)
Dalam penulisan kitab tafsir dikenal adanya tiga sistematika:
pertama, sistematika Mushafī,9 yaitu penyusunan kitab tafsir dengan
berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf,
dengan dimulai dari surat al-Fātihah, al-Baqarah, dan seterusnya sampai
surat al-Nās. Kedua, sistematika Nuzūlī,10 yaitu dalam menafsirkan al-
Qur`an berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Qur`an, contoh
mufassir yang memakai sistematika ini adalah Muhammad ‘Izzah Darwazah
dengan tafsirnya yang berjudul al-Tafsīr al-Hadīth.11 Ketiga, sistematika
Maudū’i, yaitu menafsirkan al-Qur`an berdasarkan topik-topik tertentu
dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topik
tertentu kemudian ditafsirkan.
Al-Qurtubī dalam menulis kitab tafsirnya memulai dari surat al-
Fātihah dan diakhiri dengan surat al-Nās, dengan demikian, ia memakai
sistematika mushafī, yaitu dalam menafsirkan al-Qur`an sesuai dengan
urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf.12
9 Amin al-Khuli, Manāhij Tajdīd, (Mesir: Dār al-Ma’rifah, 1961), 300. 10 Ibid., h. 306. 11 Muhammad ‘Izzah Darwazah, al-Tafsīr al-Hadīth, I-XII (Mesir: ‘Isa al-Babi al-Halabi), 1962. 12 Al-Qurtubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur`an, 1: 12.
55
d. Manhaj (Metode)
Langkah-langkah yang dilakukan oleh al-Qurtubī dalam menafsirkan
al-Qur`an dapat dijelaskan dengan perincian sebagai berikut:13
1) Memberikan kupasan dari segi bahasa.
2) Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan
menyebut sumbernya sebagai dalil.
3) Mengutip pendapat ulama` dengan menyebut sumbernya sebagai alat
untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok
bahasan.
4) Menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
5) Mendiskusikan pendapat ulama` dengan argumentasi masing-masing,
setelah itu melakukan tarjīh dan mengambil pendapat yang dianggap
paling benar.
Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurtubī ini, masih mungkin
diperluas lagi dengan melakukan penelitian yang lebih seksama. Satu hal
yang sangat menonjol adalah adanya penjelasan panjang lebar mengenai
persoalan fiqhiyyah merupakan hal yang sangat mudah ditemui dalam tafsir
ini.
Dengan memperhatikan pembahasannya yang demikian mendetail,
kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang dipakainya adalah
tahlīlī, karena ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung
13 Langkah-langkah ini dapat dilihat dalam “Muqaddimah” kitab tafsirnya di hal. 2 dan hasil
pengamatan pada kitab al-Qurtubī.
56
dalam al-Qur`an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju. dan
juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’thūr14 dan diperkuat dengan
analisis lughawy (kebahasaan). Sebagai sedikit ilustrasi, dapat diambil
contoh ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya
menjadi empat bab, yaitu: bab keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab
turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab ta’min
(bacaan amin), dan bab tentang Qira`āt dan I’rab. Masing-masing dari bab
tersebut memuat beberapa masalah.15
e. Laun (Corak Tafsir)
Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurtubī kedalam
tafsir yang bercorak Fiqhīy, sehingga sering disebut sebagai tafsir Ahkām.
Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, lebih banyak dikaitkan
dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagai contoh dapat dilihat ketika
menafsirkan surat al-Fatihah, al-Qurtubī mendiskusikan persoalan-persoalan
fiqh, terutama yang berkaitan dengan kedudukan basmalah ketika dibaca
dalam salat, juga persoalan fatihah makmum ketika shalat Jahr. Terhadap
ayat yang sama-sama, dari kelompok Mufassir Ahkām hanya membahasnya
secara sepintas, seperti yang dilakukan oleh Abū Bakar al-Jassās. Ia tidak
membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya menyinggung dalam sebuah
bab yang diberi judul Bab Qirā`ah al-Fātihah fī al-Salāh. Contoh lain
14 Penafsiran yang berbentuk riwayat atau apa yang sering disebut dengan “tafsir bi al-ma’thūr”
adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan oleh Nabi atau para sahabat. 15 Bab pertama memuat tujuh buah masalah, bab kedua memuat dua puluh masalah, bab ketiga
memuat delapan masalah, dan bab keempat memuat tiga puluh enam masalah. Al-Qurtubī, al-
Jāmi’ li Ahkām al-Qur`ān, I: 93-131.
57
dimana al-Qurtubī memberikan penjelasan panjang lebar mengenai
persoalan-persoalan fiqih dapat ditemukakan ketika ia membahas ayat QS.
al-Baqarah (2): 43:
اكعين كاة واركعوا مع الر .وأقيموا الصلاة وآتوا الز
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku’”.
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara
pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. Ia mendiskusikan
berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam shalat. Di
antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Thaurī, Mālik dan Ashāb al-
Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan madhhab
yang dianutnya, dengan pernyataannya:
.إمامة الصغير جائزة إذا كان قارئا
“(Anak kecil boleh menjadi Imam jika memiliki bacaan yang baik)”.16
Dalam kasus lain ketika ia menafsirkan QS. al-Baqarah (2): 187:
فث إلى نسائكم أحل لكم ليلة يام الر ….الص
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu;…”
Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahasan ke-12, ia
mendiskusikan persoalan makannya orang yang lupa pada siang hari di
bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut tidak berkewajiban
16 Ibid., 1: 10.
58
mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Mālik sebagai Imam
madhhabnya. Dengan pernyataannya:
أكل أو شرب ناسيا فلا قضاء عليه وإن صومه تامإن من
“Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka
tidak wajib baginya menggantinya dan sesungguhnya puasanya
adalah sempurna”.
Bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi
menggambarkan betapa al-Qurtubī banyak mendiskusikan persoalan-
persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini termasuk ke dalam jajaran tafsir
yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh tersebut juga terlihat
bahwa al-Qurtubī yang bermadhhab Mālikī ternyata tidak sepenuhnya
berpegang teguh dengan pendapat Imam madhhabnya.
f. Karakteristik Penafsiran al-Qurtubī
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk
dicermati adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurtubī dalam
muqaddimah tafsirnya yang berbunyi:
وشرطي في هذا الكتاب : إضافة الأقوال إلى قائليها
والأحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة العلم أن يضاف
.القول إلى قائله
“(Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan
kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagai hadis kepada
pengarangnya, karena dikatakan bahwa diantara berkah ilmu adalah
menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya)”.17
17 Ibid., 1: 3.
59
g. Terpengaruhnya al-Qurtubī oleh Orang-Orang Sebelumnya dan Pengaruh
Qurtubī terhadap Orang-Orang Setelahnya.
1. Terpengaruhnya Imam al-Qurtubī oleh Orang-Orang Sebelumnya.
Seseorang yang memperhatikan dengan seksama kitab tafsir al-
Qurtubī, pasti akan mengetahui bahwa pemikiran al-Qurtubī telah
terpengaruh oleh beberapa ulama` yang hidup sebelumnya, diantaranya
adalah :
a. Ibnu `Atiyyah. Dia adalah al-Qādī Abū Muhammad Abd al-Haqq Ibn
`Atiyyah, penulis kitab al-Muharrar al-Wajīz fī al-Tafsīr. Imam al-
Qurtubī telah mengambil banyak hal darinya, telah terpengaruh
olehnya dan telah meriwayatkan darinya dalam banyak bidang seperti
tafsīr bi al-ma’thūr, qirā’āt, lughah (bahasa arab), nahwu, balāghah,
fiqh, hukum-hukum Islam dan lain sebagainya.
b. Abū Ja’far al-Nuhās. Al-Qurtubī telah terpengaruhi oleh Abū ja’far al-
Nuhās, penulis kitab I’rab al-Qur’ān dan kitab Ma’ānī al-Qur’ān. al-
Qurtubī juga telah meriwayatkan banyak hal darinya.
c. Al-Mawardī. Dia adalah Abū al-Hasan `Ali Ibn Muhammad al-
Mawardī, wafat pada tahun 450 H. Al-Qurtubī telah mengambil
banyak hal darinya, dan telah terpengaruh olehnya serta telah
meriwayatkan darinya.
d. Al-Tabarī. Dia adalah Abū Ja’far Muhammad Ibn Jarīr al-Tabarī,
penulis kitab Jāmi’ al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān, wafat pada tahun
60
310 H. Al-Qurtubī telah mengambil banyak hal darinya dan telah
terpengaruh olehnya, terutama dalam bidang tafsir bi al-ma’thūr.
e. Abū Bakar Ibn al-`Arabī. Dia adalah penulis kitab Ahkām al-Qur’ān,
wafat pada tahun 543 H. Al-Qurtubī telah belajar darinya, berdebat
dengannya dan telah membantah serangan-serangan (kritikan-
kritikan)nya terhadap para ahli fiqih dan ulama`.
2. Pengaruh al-Qurtubī terhadap Orang-Orang Setelahnya.
Para mufassir yang hidup setelah al-Qurtubī telah terpengaruh oleh
kitab tafsirnya. Mereka telah mengambil manfaat serta belajar banyak hal
darinya. Di antara mereka adalah :
a. Al-Hāfiz Ibnu Kathīr. Dia adalah Imādu al-Dīn Abū al-Fida’ Ismā’il
Ibn `Amru Ibn Kathīr, wafat pada tahun 774 H. Dalam menulis kitab
tafsirnya, Ibnu Kathīr telah terpengaruh oleh al-Qurtubī. Dia juga
telah meriwayatkan banyak perkataan dari al-Qurtubī tetapi secara
ma`nawīy, yaitu hanya pengertiannya saja dan tidak persis dalam
teks aslinya. Akan tetapi dalam sebagian masalah, Ibnu Kathīr
mendebat dan mengomentari pendapat-pendapat al-Qurtubī.
b. Abū Hayyān al-Andalusī al-Gharnatī dalam kitab tafsirnya yang
berjudul al-Bahr al-Muhīt, wafat pada tahun 754 H.
c. Al-Shaukānī. Dia adalah al-Qādī al-Allāmah Muhammad Ibn Ali Ibn
Muhammad al-Shaukānī, wafat pada tahun 1255 H. dia telah belajar
dari al-Qurtubī serta telah meriwayatkan darinya.18
18 Al-Qurtubī, al-Jāmi’ li Ahkāmi al-Qur`ān , terj. Ibrahim al-Isnawi, 19-20.
top related