BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai
Post on 04-Dec-2020
1 Views
Preview:
Transcript
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Praanggapan merupakan bagian dari pragmatik yang sangat menarik untuk
diteliti. Melalui praanggapan dapat diketahui berjalan sesuai tujuan atau tidaknya
suatu komunikasi, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan
yang dimaksud penutur. Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus
tentang praanggapan. Berikut ini dikaji hasil penelitian terdahulu yang relevan atau
yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Peneliti menemukan
dua penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini yaitu penelitian
dari Setia Cristiana dan Eri Astuti.
Penelitian yang pertama berjudul “Kajian Praanggapan Iklan Makanan pada
Enam Stasiun Televisi” oleh Setia Cristiana tahun 2012 dari program studi pendidikan
Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto membahas kajian praanggapan pada iklan makanan pada
enam stasiun televisi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu
kajian praanggapan iklan makanan di televisi yang meliputi enam stasiun televisi.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Penelitian kedua berjudul “Analisis Praanggapan Wacana Iklan Busana
Wanita pada Tabloid Wanita Indonesia Edisi April - Juni 2013” oleh Eri Astuti tahun
2014 dari program studi pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto menganalisis iklan busana wanita
6
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
7
pada tabloid Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian tersebut yaitu analisis praanggapan iklan busana wanita pada tabloid
Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Metode yang digunakan dalam menganalisis
data menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Dari penelitian terdahulu itu menunjukan bahwa penelitian tentang
praanggapan sudah pernah dilakukan oleh peneliti. Namun, penelitian mengenai
praanggapan pada film “Habibie dan Ainun” karya Faozan Rizal belum ada. Alasan
peneliti mengkaji praanggapan pada film karena peneliti berasumsi bahwa banyak
terdapat bentuk-bentuk dan macam-macam yang terdapat dalam film tersebut dan
belum pernah ada yang mengkajinya. Oleh karena itu, penelitian praanggapan pada
film ini perlu dilakukan dengan tujuan agar penelitian ini dapat melengkapi hasil
penelitian sebelumnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu data, sumber
data, dan hasil akhir penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pernyataan pada film “Habibie dan Ainun”, sedangkan penelitian sebelumnya
mengkaji tentang praanggapan pada iklan. Sumber data dalam penelitian ini yaitu file
film “Habibie dan Ainun”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu pendeskripsian tentang praanggapan.
B. Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat sebagai pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
8
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan
adaptasi. Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting
dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat menjalankan kehidupan
sosialnya. Banyak pengertian bahasa yang telah dibuat oleh pakar bahasa, definisi
tersebut dapat ditemukan dalam kamus atau dari beberapa buku teks tentang bahasa.
1. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri
(Kridalaksana, 2008: 24). Menurut Depdiknas (2008: 116) bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Keraf (2004: 1) menyatakan
bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu
dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara bertahap dan dapat
dikaidahkan (Chaer dan Leoni, 1995: 15).
Dari beberapa definisi mengenai bahasa menurut beberapa ahli diatas, dapat
disimpilkan bahwa Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Masyarakat berbahasa tergantung pada penggunaan bahasa yang digunakan
oleh penutur bahasa di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Bahasa adalah alat
komunikasi. Karena, dengan bahasa kita bisa saling berinteraksi dengan orang lain
secara baik. Bahasa sebagai alat komunikasi juga mempunyai fungsi-fungsi dan
ragam-ragam tertentu.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
9
2. Fungsi Bahasa
Menurut Keraf (2004: 3) fungsi bahasa dapat diturunkan dari motif
pertumbuhan bahasa itu sendiri, bila ditinjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa
sejak awal hingga sekarang. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis
besarnya dapat berupa: bahasa untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa sebagai alat
komunikasi, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta bahasa
untuk mengadakan kontrol sosial.
Pertama, bahasa untuk menyatakan ekspresi diri yaitu bahasa menyatakan
secara terbuka segala sesuatu yang tersirat oleh pikiran dan perasaan manusia. Unsur-
unsur yang mendorong manusia mengespresikan dirinya dengan bahasa adalah (1)
agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, (2) keinginan manusia untuk
membebaskan diri dari semua tekanan emosi. Pada taraf permulaan, bahasa pada
anak-anak sebagian berkembang sebaga alat untuk menyatakan dirinya sendiri.
Sebagai contoh: Ia menangis bila lapar dan haus. Ketika mulai belajar berbahasa, ia
menyatakan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dsb. Hal tersebut berlangsung
terus hingga hinggga seorang menjadi dewasa; keadaan hatinya, suka dukanya,
semuanya diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur.
Kedua, bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi merupakan akibat lebih
jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak
diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan
semua yang kita rasakan, pikiran yang kita ketahui kepada orang lain. Bahasa sebagai
alat komunikasi merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
10
dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Mengatur
berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa
depanserta memungkinkan manusia memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini
dan masa yang akan datang.
Ketiga, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Melalui
bahasa seseorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adat-
istiadat, tingkah laku, dan tata-krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan
dirinya (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang baru dalam
masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Bila ingin hidup tentram dan
harmonis dibutuhkan penyesuaian diri, untuk itu diperlukan bahasa, yaitu bahasa
masyarakat tersebut. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah
membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama masyarakat tersebut.
Keempat, bahasa untuk mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial merupakan
usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku
itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau
diobsevasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu Tingkah laku yang tidak
dapat diobservasi). Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik jika dapat diatur
dengan menggunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk
mendapat tangggapan, baik tanggapanyang berupa tutur, maupun tanggapan yang
berbentuk perbuatan atau tindakan. Seorang pemimpin akan kehilangan wibawa, bila
bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan intruksi atau penerangan kepada
bawahannya, adalah bahasa yang kacau dan tidak teratur. Kekacauan dalam bahasanya
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
11
akan menggagalkan pula usahanya untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-
tanduk bawahannya.
C. Pragmatik
1. Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa
yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar,
dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang
dibicarakan (Verhaar: 2001: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) pragmatik adalah
syarat-syarat yang mengakibatkan serasitidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi.
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur
(Yule, 2006: 3). Menurut Depdiknas (2008: 1209) menyatakan pragmatik yaitu
berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian
bahasa dalam komunikasi.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik
merupakan cabang ilmu bahasa tentang makna yang mempelajari relasi bahasa dengan
konteksnya yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi. Jadi, makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat
konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
12
D. Praanggapan (Presupposition)
1. Pengertian Praanggapan
Yule (2006: 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah
sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu
tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Levinson (dalam
Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya
dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar
belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Menurut Nababan menyatakan bahwa praanggapan berasal dari perdebatan
dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakekat rujukan (apa-apa, benda/keadaan dan
sebagainya) yang dirujuk atau dihunjuk oleh kata, frasa atau kalimat dan ungkapan-
ungkapan rujukan (Lubis, 1993: 59). Sejalan dengan hal tersebut, Gottlob Frenge
mengemukakan suatu penjelasan tentang hal ini yang masuk akal dan diterima oleh
pakar-pakar waktu itu yaitu kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada praanggapan
bahwa nama-nama atau kata benda yang dipakai baik sederhana atau majemuk,
mempunyai suatu rujukan.
Jikalau orang mengatakan Kepler meninggal dalam kesengsaraan, maka ada
praanggapan bahwa nama “Kepler” merujuk kepada sesuatu benda atau menghunjuk
kepada seseorang nyata (Lubis, 1993: 59). Stalnaker mengatakan bahwa praanggapan
adalah sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara dalam pembicaraan sebagai dasar
pembicaraan (Lubis, 1993: 63). Praanggapan menurut Nababan istilah preposisi
adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan dan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
13
prasangkaan (Mulyana, 2005: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) praanggapan
adalah syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat.
Sebuah kalimat dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang
lain. Sebuah kalimat dikatakan mempresuposisikan kalimat yang lain ketidakbenaran
kalimat yang kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama
(yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. (Wijana, 1996: 37).
Praanggapan itu sebenarnya diketahui benar tidaknya dengan ungkapan kebahasaan
khususnya dengan ketetapan dalam peniadaan (constancy under negation) tetap
kebenarannya walaupun kalimatnya ditiadakan.
Contoh praanggapan dalam kalimat “Kuliah analisis wacana diberikan di
semester V”. Dari kalimat tersebut maka dapat ditarik praanggapan bahwa Ada kuliah
analisis wacana, dan Ada semester V. Andaikata kalimat ini kita negatifkan maka
akan berbunyi “Kuliah analisis wacana tidak diberikan disemester V”. Walaupun
kalimat tersebut dinegatifkan maka, praanggapannya tetap sama yaitu Ada kuliah
analisi wacana, dan Ada semester V (Nababan dalam Lubis, 1993: 60).
Dalam konteks dialog, Stalnager mengatakan bahwa praanggapan adalah
“pengetahuan bersama” antara pembicara dan pendengar. Sumber praanggapan adalah
pembicara. Artinya perkiraan pengetahuan tentang sesuatu dimulai oleh pembaca
ketika pembicara tersebut mulai mengutarakan suatu tuturan. Hal itu bisa terjadi
karena pembicara memperkirakan orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal
yang akan diucapkannya.
Contoh:
Joko : “Ayam bangkokku sudah laku lagi.”
Amin : “Harganya seperti kemarin?.”
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
14
Dialog di atas memperlihatkan jika pembicara pertama tidak perlu
mengutarakan terlebih dahulu suatu pemberitahuan bahwa ia mempunyai ayam
bangkok. Hal itu dikarenakan, pembicara sudah beraanggapan (memperkirakan)
bahwa orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal dan maksudnya. Bahkan
jawaban Amin mengisyaratkan, bahwa kemungkinan besar Amin sudah mengetahui
ayam bangkok yang dijual temannya pada waktu sebelumnya. Oleh karena itu Amin
tidak perlu bertanya lagi “Apa kamu punya ayam bangkok?”
Contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan antara
pembicara dengan pasangan bicaranya, maka akan semakin banyak kedua pihak
berbagi pengalaman dan pengetahuan, dan semakin banyak pula praanggapan antara
mereka yang tidak perlu diutarakan secara verbal. Oleh karena itu penggunaan
praanggapan hanya ditunjukkan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki
pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
praanggapan diartikan secara berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Tetapi, para ahli
menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat
menyimpulkan dari berbagai pendapat bahwa fenomena tersebut penting untuk diteliti
dengan mengkaji anggapan awal yang tersirat pada sebuah ungkapan kebahasaan
sebagai bentuk respon awal pendengar dalam menghadapi ungkapan kebahasaan
tersebut.
2. Bentuk Praanggapan
a. Praanggapan Semantik
Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dapat ditarik dari pernyataan
atau kalimat melalui leksikon atau kosakatanya. Contoh praanggapan semantik yaitu,
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
15
“Ade tidak jadi pergi, Sepeda motornya mogok” dari kata-kata yang ada dalam
pernyataan tersebut maka dapat kita tarik praanggapan bahwa Ade seharusnya pergi
dan Ade mempunyai sepeda motor. Contoh pernyataan lain adalah dalam kalimat
“Dodo telah berhenti merokok”, dari kata-kata yang dipakai dalam pernyataan itu
terkandung beberapa peranggapan yaitu “Dodo selama ini biasa merokok” dan “Dodo
tidak merokok lagi”. (Chaniago, 1997: 2.15).
b. Praanggapan Pragmatik
Chaniago (1997: 2.15) menyatakan bahwa praanggapan pragmatik adalah
praanggapan yang ditarik berdasarkan atas konteks ketika suatu kalimat atau
pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, dan lain-
lain. Pada praanggapan pragmatik merupakan sesuatu hal yang sudah jelas diketahui
dan menjadi pendapat orang banyak. Contoh praanggapan pragmatik yaitu pada
percakapan sebagai berikut. Pada suatu waktu datang seorang tamu laki-laki ke rumah
Tono. Tono adalah seorang direktur suatu perusahaan. Tono pun mempersilahkan
tamu itu untuk masuk dan duduk diruang tamu. Tamu itu ternyata teman Tono ketika
sekolah di SMA. Dia bernama Santo yang saat ini belum bekerja.
Sambil duduk Santo mengatakan:
Santo : “Aku merasa capai sekali karena berjalan kaki terlalu jauh. Tidak ada
kendaraan.”
Tono : (segera kebelakang mengambil air minum dan mempersilakan Santo
meneguknya) “Silakan diminum Santo!”
Santo : “Terima kasih kau tahu benar aku merasa haus.”
Dari percakapan diatas dapat diketahui bahwa ketika Santo bercerita tentang proses
sampainya kerumah Tono, Tono beranggapan bahwa Ada sesuatu yang diminta oleh
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
16
Santo dan Santo ingin minum. Selain itu, berdasarkan percakapan diatas dapat
diketahui percakapan praanggapan semantik kalimat tamu ialah Santo merasa capai,
dan tidak ada kendaraan di jalan. Dalam hal ini tampak perbedaan antara praanggapan
semantik dan pranggapan pragmatik.
3. Macam-macam Praanggapan
Sumarno dalam (Chaniago, dkk. 1997: 4.21) memberikan beberapa contoh
macam praanggapan yaitu: (a) praanggapan yang menjelaskan gambaran yang
ditentukan, (b) kata verba yang mengandung kenyataan (faktive), (c) kata verba
implikatur, (d) kata verbal yang mengganti keadaan, (e) pengulangan, (f) kata waktu,
(g) kalimat yang ada topik atau fokusnya, (h) kata bandingan, (i) aposisi renggang, (j)
kondisional yang berlawanan, dan (k) praanggapan pertanyaan.
a. Praanggapan yang Menyatakan Gambaran yang ditentukan
Praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan adalah praanggapan
yang menerangkan, menunjukkan, dan memperlihatkan adanya suatu gambaran yang
telah ditentukan dalam suatu kalimat atau ujaran. Contoh dalam kalimat “Tono (tidak)
melihat orang yang berkepala dua”. Pada kalimat tersebut mengandung
praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu “Ada orang berkepala
dua.” Contoh lain yaitu “Anak belakang rumah itu anak Manja. Pada kalimat
tersebut mengandung praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu
“Ada anak dibelakang rumah.” Contoh tersebut adalah bentuk praanggapan yang
didasarkan pada gambaran yang sudah ditentukan. Frase yang dicetak tebal tersebut
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
17
memberikan gambaran dari mana kalimat tersebut. Dengan demikian praanggapannya
dapat digambarkan dari frase tersebut.
b. Kata Verba yang Mengandung Kenyataan (Faktive)
Kata verba yang mengandung kenyataan (Faktive) merupakan kata verba (kata
kerja) yang menggambarkan proses, perbuatan atau keadaan sesuai dengan fakta atau
kenyataan yang ada. Contoh praanggapan kata verba yang mengandung kenyataan
yaitu pada tuturan sebagai berikut, “(tidak) aneh kalau Amerika itu suka durian”.
Kata tidak aneh dalam kalimat tersebut menunjukan bahwa kata tersebut mengandung
kenyataan bahwa “Orang Amerika kebanyakan menyukai durian”. Maka praanggapan
dari kalimat tesebut adalah “Orang amerika itu suka durian”. Contoh lain yaitu,
“Marta (tidak) menyesal membuang benda itu” praanggapan dari kalimat tersebut
adalah “Marta membuang benda itu”. Contoh tersebut merupakan bentuk praanggapan
yang didasarkan pada kata verba yang mengandung kenyataan (factive). Perhatikan
kata yang divetak tebal, kata kerja tersebut menyatakan suatu kondisi atau keadaa n.
c. Kata Verba Implikatur
Implikatur adalah arti atau aspek dari arti pragmatik. Dengan demikian hanya
sebagian besar saja arti dari literal (harfiah) itu yang turut mendukung arti sebenarnya
dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta disekeliling kita (atau dunia
ini) menurut situasi dan kondisinya (Lubis, 1993: 67). Jadi, kata verba implikatur
dapat diartikan sebagai kata verba atau kata kerja yang menyiratkan sesuatu yang
berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Contoh praanggapan yang merupakan
kata verba implikatur yaitu terdapat dalam kalimat “Saya tidak lupa beli buku” kata
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
18
tidak lupa merupakan kata kerja implikatur dari kalimat tersebut, maka
praanggapannya adalah “saya harus membeli buku.” Contoh lain yaitu, “Saya
berhasil menipu anak itu” kata berhasil merupakan kata kerja implikatur, kata
“berhasil” menunjukan bahwa “saya telah (terjadi) menipu anak itu,” jadi
praanggapannya yaitu “saya menipu anak itu.” Contoh diatas adalah bentuk
praanggapan yang didasarkan pada kata verba implikatur. Kata “(tidak) lupa” dan kata
“berhasil” adalah kata kerja implikatur.
d. Kata Verbal yang Mengganti Keadaan
Tarigan (2009: 101) menyatakan bahwa kata keadaan merupakan semua kata
yang dapat dibuat atau dipakai dalam perbandingan dan komparasi. Jadi, kata verba
yang mengganti keadaan merupakan kata kerja yang telah mengalami proses, cara
atau perbuatan yang mengganti suatu keadaan. Contoh praanggapan yang merupakan
kata verba yang mengganti keadaan yaitu terdapat dalam kalimat, “Dia sudah/belum
berhenti membaca surat itu” kata dia sudah/belum berhenti menunjukan kata verba
yang mengganti keadaan, atau menggambarkan keadaan yang dibentuk dari kata
verbal. Jadi praanggapannya “dia membaca surat itu”. Contoh lain yaitu “Dia
sudah/belum selesai membaca surat itu”. Praanggapannya sama yaitu “Dia membaca
surat itu”. “Dia sudah/belum selesai” menggambarkan keadaan yang dibentuk dari
kata verbal.
e. Kata Verba yang Menyatakan Pengulangan
Kata verba yang menyatakan pengulangan merupakan proses pengulangan
suatu keadaan, kejadian atau peristiwa atau aktivitas yang telah dilakukan
sebelumnya. Contoh praanggapan yang menyatakan kata verba pengulangan yaitu
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
19
terdapat dalam kalimat, “Dia kembali berkuasa” dan pada kalimat “Dia (tidak) akan
mencuri lagi”. Kata “ kembali dan (tidak) akan” pada kalimat tersebut
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan atau keadaan yang pernah terjadi. Jadi
praanggapan pada kalimat pertama adalah “dia pernah berkuasa” dan praanggapan
pada kalimat kedua adalah “dia pernah mencuri”.
f. Praanggapan Kata Waktu
Pranggapan berdasarkan kata waktu yaitu pranggapan yang menggambarkan
suatu keadaan waktu. Contoh praanggapan yang menyatakan waktu yaitu terdapat
dalam kalimat “Aku tidak mencuci piring, ketika Ali tidur”. Praanggapannya Ali
Tidur. “Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci Ibunya”
Praanggapannya “Saya pindah ke Amerika.”Kedua kalimat tersebut menunjukan
praanggapan waktu yang ditunjukkan pada kata “ketika” dan “sejak”. Karena kata
sejak dan ketika merupakan kata penunjuk waktu.
g. Kalimat yang Ada Topik atau Fokusnya
Praanggapan berdasarkan kalimat yang ada topik atau fokusnya merupakan
praanggapan yang berisi pokok pembicaraan atau tema yang sedang dibicarakan.
Contoh praanggapan yang didasarkan oleh kalimat yang mempunyai topik atau
fokusnya yaitu terdapat dalam kalimat “(bukan) Ali yang mencuri uang itu”
praanggapannya “Ali mencuri uang. ” Kalimat lainnya misalnya “Yang menyanyi itu
bukan Ali” praanggapannya “ada orang yang menyanyi. ”Kata “(bukan) Ali” dan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
20
“yang menyanyi itu” menunjukkan topik atau fokus dari kalimat tersebut. Dari
kalimat-kalimat tersebut akan menghasilkan praanggapan seperti tersebut diatas.
h. Kata Bandingan
Pranggapan berdasarkan bandingan adalah bentuk pranggapan yang
menggambarkan suatu perbandingan. Contoh praanggapan yang menyatakan
perbandingan yaitu terdapat dalam kalimat “Anak saya (tidak) bisa melompat lebih
jauh dari Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat.” Contoh lainnya seperti “Anak
saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat”. Kata
”sejauh” dan frase “lebih jauh” pada kalimat tersebut adalah bentuk kata
perbandingan.
i. Apposisi Renggang
Aposisi adalah kata atau frase yang menjelaskan frase atau klausa lain yang
mendahuluinya. Sedangkan apposisi renggang merupakan kata atau frase yang dipakai
dalam ungkapan yang dibatasi oleh jeda dalam ujaran atau oleh koma dalam tulisan
(Kridalaksana, 2008: 18). Contoh praanggapan yang manggambarkan aposisi
renggang yaitu terdapat dalam kalimat “Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu
kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini”. Praanggapannya “saya memperkenalkan
Paijem kepadamu kemarin.” Contoh kalimat lain yaitu “Pencuri itu, yang sedang
ditangkap itu, masih muda”. Praanggapannya “orang itu ditangkap. ”Klausa “yang
saya perkenalkan kapadamu kemarin” dan “yang sedang ditangkap itu” merupakan
perluasan subjek yang dalam hal ini merupakan apposisi renggangnya.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
21
j. Kondisional yang Berlawanan
Kondisional yang berlawanan merupakan bentuk praanggapan yang maknanya
berlawanan atau bertentangan dengan makna yang lain. Contoh praanggapan yang
dibengun berdasarkan kondisi yang berlawanan yaitu dalam kalimat
“Kalau/Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat”.
Praanggapannya “Anak itu tidak bangun sebelum jam lima.” Atau kalimat
“Kalau/Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan melihat
pencurian itu. ” Praanggapannya “Anak itu bangun sebelum jam lima. ” Kata “kalau”
atau kata “andaikata” pada kalimat tersebut adalah kata yang menunjukkan keadaan
barlawanan. Kata-kata tersebut akan membentuk praanggapan seperti tersebut di atas.
k. Praanggapan Pertanyaan
Praanggapan pertanyaan adalah bentuk praanggapan yang dibangun
berdasarkan bentuk tanya. Contoh praanggapan yang menyatakan pertanyaan yaitu
terdapat dalam kalimat “Kamu membeli apa di toko itu” kalimat tersebut merupakan
kalimat tanya, dari kalimat pertanyaan tersebut akan muncul praanggapannya yaitu
“kamu membeli sesuatu ditoko itu.” Contoh praanggapan pertanyaan yang lainnya
yaitu kalimat “Apakah ibu sudah tidur?” Maka muncul praanggapan bahwa “Ibu
tidur”.
E. Film
1. Pengertian Film
Pada Hakekatnya, film merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Tetapi
kejadian dalam film tidak berkonotasi pada “kelampauan”, melainkan berkonotasi
pada “kekinian”, pada sesuatu yang “sedang” terjadi. Film juga termasuk medium
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
22
audio-visual, karena suara ikut berperan di dalamnya. Apakah itu suara manusia
(dialog, monolog), suara musik, atau hanya sound effeck. Film berhubungan dengan
suara manusia karena pelaku-pelaku dalam film adalah manusia. Sedangkan musik
dibutuhkan untuk memperkuat irama film (Pamusuk, 1991: 16).
2. Bagian-bagian dalam Film
a. Tokoh
Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165) adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut
Nurgiyantoro (1998: 167-168) Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai
pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong
penyampai pesan, bahkan merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginan-
keinginan pengarang.
Nurgiyantoro (1998: 176-177) mengemukakan dua jenis tokoh berdasarkan
segi peran atau pentingnya tokoh yaitu: (1) Tokoh UtamaTokoh utama adalah tokoh
yang diutamakan penceritanya. Tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. (2) Tokoh Tambahan merupakan
tokoh-tokoh yang dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitanya dengan tokoh utama secara langsung
ataupun tidak langsung.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
23
b. Penokohan
Pada film terdapat tokoh-tokoh sebagai pelakunya. Film menampilkan tokoh-
tokohnya secara analitik (langsung). Tokoh dalam film tidaklah dibangun dengan
sebuah kata-kata, melainkan tokoh itu langsung hadir dihadapan penonton film,
dengan pertolongan gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan di layar putih. Atau
seperti yang dikatakan oleh Pudovkin dalam Pamusuk (1991: 29). Hal yang penting
bagi penulis skenario bukanlah kata-kata yang ditulisnya, melainkan imaji visual
(visual image) yang ditimbulkan oleh kata-kata tersebut. Dengan kata lain, penulis
skenario tidak “bergulat” dengan kata-kata, melainkan “bergulat” dengan plastic
material, dengan barang-barang atau benda-benda nyata visual yang bisa dipotret
kamera.
Dari penampilan tokoh-tokoh dalam film secara langsung itulah sehingga
penonton mengetahui sifat (watak), sikap-sikap, dan kecenderungan-kecenderungan
sang tokoh. Dengan kata lain, gambar-gambar yang nampak di layar putih akan
berbicara sendiri mengenai tokoh-tokoh yang ada dalam film. Sifat seseorang dalam
film dapat diungkapkan melalui benda-benda atau lingkungan sekitarnya. Banyak
orang menonton film hanya satu kali karena prinsip ekonomis, maka tugas penulis
skenario dan sutradaralah untuk menampilkan hal-hal yang mudah dikenali dan
mudah diingat. Tokoh yang cocok untuk film adalah tokoh yang bersahaja, mudah
diingat, dan mudah dikenal sehingga sutradara tidak perlu memperkenalkannya
berkali-kali. (Asrul dalam Pamusuk, 1991: 30).
c. Alur atau Plot
Menurut Pamusuk (1991: 19) menyatakan bahwa plot merupakan pengisahan
kejadian dalam waktu. Hanya saja, harus ditambahkan unsur sebab-akibat. Dengan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
24
demikian, alur adalah pengisahan kejadian dengan tekanan pada sebab-musabab.
Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007: 49) alur adalah jalan cerita atau
rangkaian peristiwa yang sambung bersambung berdasarkan hukum sebab akibat yang
secara erat berkaitan mendukung struktur cerita rekaan. Sebab sebuah alur tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
Dengan sambung bersambungnya peristiwa maka terjadilah sebuah cerita.
Menurut Pamusuk (1991: 23) bahwa film mempunyai keterbatasan ruang dan
keterbatasan teknik. Jangka waktu putar film biasanya berkisar antara satu setengah
jam hingga dua jam. Oleh karena itu film lebih sering memakai alur tunggal saja. Cara
lain untuk memfilmkan cerita beralur ganda ialah dengan membuat film berseri.
Sehingga sutradara film harus memperhatikan unsur tegangan (suspense), sehingga
bisa memancing rasa ingin tahu penonton untuk mengikuti cerita film secara
keseluruhan.
d. Lattar atau Setting
Menurut Himawan (2008: 62) setting adalah seluruh latar bersama propertinya.
Setting yang digunakan dalam film umumnya dibuat senyata-nyatanya dengan
konteks ceritanya. Setting harus mampu meyakinkan penontonnya jika filn tersebut
tampak sungguh-sungguh terjadi pada lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya.
Salah satu hal yang mendukung dalam film adalah setting. Tanpa itu cerita pada film
tidak mungkin dapat berjalan.
Menurut Pamusuk (1991: 34) latar dalam film ditampilkan secara visual
melalui gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan, sehingga apa yang terlihat di
layar putih seolah-olah sedang terjadi dalam kehidupan sesungguhnya (kehidupan
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
25
nyata). Lattar dalam film juga mempunyai fungsi dramatik. Oleh sebab itu, seorang
penulis skenario harus hati-hati dalam mencari dan memilih barang-barang atau
benda-benda yang paling ekspresif, jelas, dan tepat diantara sekian banyak barang-
barang atau benda-benda yang tersedia dalam kehidupan ini.
Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016
top related