BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pendekatan Pembelajaran Aktif 2.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/587/3/T1_172007014_BAB II.pdf · untuk menemukan ide pokok dari materi pembelajaran,
Post on 13-Mar-2019
223 Views
Preview:
Transcript
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pendekatan Pembelajaran Aktif
2.1.1. Pengertian pembelajaran aktif
Dalam buku “Strategi Pembelajaran Aktif” (Zaini dkk, 2004 : xvi),
pembelajaran aktif adalah suatu pembelajran yang mengajak siswa untuk belajar
secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi
aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik
untuk menemukan ide pokok dari materi pembelajaran, memecahkan persoalan,
atau mengaplikasikan apa yang baru saja mereka pelajari kedalam satu persoalan
yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk
turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga
melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan merasakan suasana yan
lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Dalam Saptono dkk (2010 : 137) dipaparkan bahwa active learning is an
“umbrella” term that refers to several models of instruction that focus the
responsibility of learning on learners. Dari peryataan tersebut dimaksudkan
bahwa pembelajaran aktif adalah sebuah istilah “payung” yang menunjuk pada
beberapa model pembelajaran yang menekankan pada tanggung jawab
pembelajaran siswa. Secara pedagogis pembelajaran aktif adalah proses
pembelajaran yang tidak hanya didasarkan pada proses mendengarkan dan
mencatat.
9
Siberman (2010 : 3), menyatakan bahwa pembelajaran aktif adalah
pembelajaran yang menyebabkan siswa menggunakan otak mereka, mempelajari
ide-ide / gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang
mereka pelajari.
Menurut Lorenzen dalam Saptono dkk (2010 : 138) menyebutkan
pembelajaran aktif sebagai metode mendidik siswa yang mengijinkan mereka
berpartisipasi dalam kelas. Metode ini mengeluarkan siswa dari peran sebagai
pendengar dan pembuat catatan yang pasif, dan membolehkan siswa menentukan
arah dan inisiatif selama pembelajaran. Peran guru bukan lagi sebagai penceramah
dan hanya mengarahkan siswa ke jalan yang memungkinkan siswa “menemukan”
bahan pelajaran manakala mereka belajar bersama siswa lain memahami
kurikulum.
Menurut L. Dee Fink dalam Saptono dkk (2010 : 138) menguraikan
konsep pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama yaitu unsur
pengalaman (experience), meliputi kegiatan melakukan (doing) dan pengamatan
(observing), dan dialogue, yang meliputi dialog dengan diri sendiri (self) dan
dialog dengan orang lain (others).
1) Melakukan (Doing)
Kegiatan ini menunjukkan pada proses pembelajaran dimana siswa
benar-benar melakukan sesuatu secara nyata. Misalnya, membuat desain
bendungan (bidang teknik), mendesain atau melakukan eksperimen (bidang
ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-sumber sejarah lokal
10
(sejarah), membuat presentasi lisan, membuat cerpen dan puisi (bidang
bahasa) dan sebagainya. Sama halnya dengan mengamati (observing),
kegiatan melakukan dapat dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung.
2) Mengamati (Observing)
Kegiatan ini terjadi dimana para siswa dapat melihat dan mendengarkan
ketika orang lain “melakukan sesuatu (doing something)”, terkait dengan apa
yang sedang dipelajarinya. Misalnya, mengamati guru sedang melakukan
sesuatu. Guru olahraga yang sedang memperagakan cara menendang bola
yang baik, guru komputer yang sedang membelajarkan cara-cara browsing di
internet, dan sebagainya.
Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya, siswa juga dapat
diajak untuk mendengarkan dan melihat dari orang lain, misalnya
menyaksikan penampilan bagaimana cara kerja seorang dokter ketika sedang
mengobati pasiennya, menyaksikan seorang musisi sedang memperagakan
kemahirannya dalam memainkan alat music gitar dan sebagainya. Begitu juga
siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan
topik yang sedang dipelajari, misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan mengamati dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Pengamatan langsung artinya siswa diajak mengamati kegiatan atau
situasi nyata secara langsung. Misalnya untuk mempelajari seluk beluk
kehidupan di bank, siswa dapat diajak langsung mengunjungi bank-bank yang
ada didaerahnya. Sedangkan pengamatan tidak langsung, siswa diajak
melakukan pengamatan terhadap situasi atau kegiatan melalui simulasi dari
11
situasi nyata, studi kasus atau diajak menonton film (video). Misalnya untuk
mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak menyaksikan
video tentang situasi kehidupan disebuah bank.
3) Dialog dengan Diri Sendiri (Dialogue with Self)
Dialog dengan diri adalah bentuk belajar dimana para siswa melakukan
berpikir reflektif mengenai suatu topik. Mereka bertanya pada diri sendiri, apa
yang sedang dan harus dipikirkan, apa yang mereka rasakan dari topik yang
dipelajarinya. Mereka “memikirkan tentang pemikirannya sendiri, (thinking
about my own thinking)” dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas, dan tidak
hanya berkaitan dengan aspek kognitif semata.
4) Dialog dengan Orang Lain (Dialogue with Others)
Dalam pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca buku teks atau
mendengarkan ceramah, pada dasarnya mereka sedang berdialog dengan
mendengarkan dari orang lain (guru, penulis buku), tetapi sifatnya sangat
terbatas karena didalamnya tidak terjadi balikan dan pertukaran pemikiran. L.
Dee Fink menyebutnya sebagai “partial dialogue”.
Bentuk lain dari dialog yang lebih dinamis adalah dengan membagi
siswa kedalam kelompok-kelompok kecil (small group), dimana para siswa
dapat berdiskusi mengenai topik-topik pelajaran secara intensif. Lebih dari itu,
untuk melibatkan siswa kedalam situasi dialog tertentu, guru dapat
mengembangkan bermacam-macam cara kreatif, misalnya mengajak siswa
untuk berdialog dengan praktisi, ahli, dan sebagainya, baik yang berlangsung
12
didalam kelas maupun diluar kelas, melalui interaksi langsung atau secara
tertulis.
Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif, atau hanya menerima dari guru, ada
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu
diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja
diterima dari guru pengajar. Belajar aktif adalah alah satu cara untuk mengikat
informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Karena salah satu
faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak
manusia itu sendiri. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran
mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar disimpan sampai waktu
yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh
seorang filosof dari Cina, Konfusius (dalam Silberman, 2010 : 1). Dia
mengatakan :
Apa yang saya dengar, saya lupa.
Apa yang saya lihat, saya ingat.
Apa yang saya lakukan, saya mengerti.
Pernyataan Konfusius tersebut telah diperluas oleh Mel Siberman yang
disebut dengan Kredo Belajar Aktif atau Paham Belajar Aktif, yaitu :
Apa yang saya dengar, saya lupa.
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.
Apa yang saya dengar, lihat dan ajukan pertanyaan tentangnya atau
diskusikan dengan orang lain saya mulai tahu
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan saya memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan
13
Apa yang saya ajarkan kepada orang lain saya kuasai.
Dalam buku “Jurnal Scholaria” (Slameto, 2011 : 65) dikatakan bahwa
prinsip pembelajaran aktif sebenarnya mirip dengan konsep Tut Wuri Handayani
yang pernah dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yang dasarnya KBM itu
berpusat kepada keaktifan siswa, dan guru hanya sebagai motivator (pendorong)
dan fasilitator terhadap siswanya. Ciri pembelajaran aktif adalah menempatkan
siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran dan adanya suasana demokratis serta
siswa lebih aktif dan produktif .
Suatu kegiatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat
KBM berarti harus memperhatikan potensi siswa (seperti tingkat perkembangna
fisik, psykhis, tingkat perkembangan belajar, pengalaman belajar, latar belakang
social budaya, bakat dan minat), dan juga memperhatikan kebutuhan siswa dalam
merancang strategi pembelajaran.
Sedangkan makna demokratisasi dalam KBM berarti siswa itu
diperlakukan secara manusiawi, sewajarnya dan siswa dipahami sebagai subyek
dalam pembelajaran yang berarti memiliki kebutuhan, keinginan dan tujuan hidup,
dan sekaligus sebagai obyek pembelajaran juga berarti siswa itu memiliki potensi
yang perlu dibina, diarahkan dan dituntut kearah yang tepat dengan penerapan
prinsip Tut Wuri Handayani.
Disamping itu, seorang guru hendaknya menyadari bahwa peserta didik
memiliki berbagai gaya belajar, ada tiga gaya belajar siswa (Silberman, 2010 :6)
yaitu :
14
1) Gaya belajar visual : paling baik belajar dengan cara melihat orang lain
melakukannya ataupun informasi yang disampaikan dalam bentuk visual,
mereka lebih senang mencatat apa yang guru katakan. Selama pelajaran
mereka biasanya tenang dan jarang terganggu oleh suara.
2) Gaya auditif : seringkali tidak terganggu melihat apa yang guru lakukan.
Mereka betul-betul ada pada kemampuannya untuk mendengar dan
mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin aktif bercakap-cakap dan
mudah terganggu oleh suara-suara.
3) Gaya kinestetik : mengutamakan belajar dengan terlibat langsung dalam
aktivitas. Selama pelajaran berlangung, mungkin mereka gelisah kecuali
mereka dapat bergerak dan melakukannya.
Selama ini proses pembelajaran lebih sering diartikan sebagai pengajar
menjelaskan materi pelajaran dan siswa mendengarkan secara pasif. Namun telah
banyak ditemukan bahwa kualitas pembelajaran akan meningkat jika para siswa
peserta proses pembelajaran memperoleh kesempatan yang luas untuk bertanya,
berdiskusi, dan menggunakan secara aktif pengetahuan baru yang diperoleh.
Dengan cara ini diketahui pula bahwa pengetahuan baru tersebut cenderung
untuk dapat dipahami dan dikuasai secara lebih baik.
Banyak cara, metode atau teknik yang dapat digunakan dalam
pembelajaran . Berikut ini adalah gambar efektifitas model pembelajaran aktif
dan pasif yang dikemukakan oleh Edgar Dale tentang penggunaan berbagai
media komunikasi dan informasi yang dikenal dengan Kerucut Dale.
15
Gambar diatas menunjukkan dua kelompok model pembelajaran yaitu
pembelajaran aktif dan pembelajaran pasif. Gambar tersebut juga menunjukkan
bahwa kelompok pembelajaran aktif cenderung membuat siswa mengingat
(retention rate of knowledge) materi pelajaran. Selain itu juga konsep yang
diinformasikan melalui lambang verbal mempunyai daya serap paling rendah
dibandingkan apabila disampaikan dengan lambang visual, film dan sebagainya.
Media yang terletak pada alas kerucut menunjukkan tingkat keefektifan tertinggi.
Makin menuju kepuncak makin kerucut makin berkurang keefektifannya.
Oleh sebab itu pembelajaran aktif ini merupakan alternatif yang harus
diperhatikan jika kualitas pembelajaran ingin diperbaiki. Penggunaan cara-cara
pembelajaran aktif baik sepenuhnya atau sebagai pelengkap cara-cara belajar
tradisional akan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pasif
Aktif
10 %
20 %
30 %
50 %
70 %
90 %
16
Menurut Win Wenger dalam Saptono (2010 : 150), seorang peneliti yang
meneliti tentang otak manusia, ia memyebutkan bahwa belahan kanan korteks
manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian
bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak
yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta
mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagaian
proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar
seseorang. Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak
menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan
kurang diperhatikan. Pada pembelajaran aktif pemberdayaan otak kiri dan kanan
sangat dipentingkan.
Pembelajaran aktif pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan
memperlancar stimulus dan respon siswa dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang
membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi pembelajaran aktif
pada siswa dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat
dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses.
2.1.2. Karakteristik Pembelajaran Aktif
Dalam Saptono dkk (2010 : 141) dibahas karakteristik pembelajaran aktif
didalam ruang kelas yang meliputi :
1) Child Centered Activities (CCA)
Fokus pendidikan seharusnya pada minat anak, apa yang anak ketahui, apa
yang anak inginkan untuk menemukan dan mempelajari, dan bagaimana anak
17
didorong untuk mendapatkan jawaban. Dinyatakan CCA ketika : (1) Anak
adalah fokus aktivitas pembelajaran. (2) Anak-anak secara aktif dilibatkan
didalam pembelajaran mereka. (3) Anak-anak dan bukan guru yang sedang
banyak melakukan pembicaraan di dalam ruang kelas.
2) Language Development Though Activities
Ketika anak-anak mengambil bagian di dalam aktivitas-aktivitas yang
menarik, sosial, mempunyai makna, mempunyai suatu tujuan, yang
membangkitkan gairah mereka dan mereka dapat menikmatinya. Disini guru-
guru butuh menolong anak-anak bertambah di ih sulit, dan mendapatkan lebih
banyak bagaimana mendapatkan lebih banyak bagaimana menggunakan
bahasa. Siswa-siswa akan belajar bahasa dari berpikir, berbicara, mendengar,
membaca dan menulis. Setiap aktivitas dan pengalaman adalah kesempatan
untuk mengembangkan keterampilan bahasa dan berpikir, ketika mempelajari
suatu pengetahuan baru.
3) Encouragement
Dorongan menolong siswa-siswa untuk keyakinan dan memiliki perasaan
yang baik akan diri mereka sendiri. Ini juga akan menolong murid untuk
mencoba suatu aktivitas baru. Anak-anak perlu untuk tahu bahwa mereka
diterima dan dikasihi oleh guru-guru mereka. Guru-guru perlu mendorong
siswa-siswa untuk belajar dari kesalahan.
4) Children have opportunities to work in groups
Ketika siswa-siswa bekerja di dalam pasangan dan kelompok kecil mereka
terlibat di dalam mengkomunikasikan ide-ide / gagasan-gagasan, di dalam
18
kerjasama untuk mencapai tujuan. Siswa-siswa dapat dikelompokkan dalam
suatu jumlah dengan cara yang berbeda, dan yang juga penting adalah adanya
fleksibelilitas di dalam ukuran kelompok, anggota dan peranannya. Di sini ada
beberapa cara pengelompokkan anak-anak untuk pembelajaran :
a) Mixed ability groups : memberikan siswa-siswa kesempatan untuk belajar
dari orang lain, dan mengakui kemampuan dan talenta yang berbeda-beda
dari teman-teman sebaya di dalam kelas mereka. Cara ini juaga
menciptakan kesempatan yang baik untuk nasehat dan pengajaran
tambahan teman sebaya.
b) Same ability groups : memberikan kesempatan-kesempatan yang baik
untuk pengajaran langsung ketika memperkenalkan dan merevisi
keterampilan dan konsep-konsep baru. Struktur kelompok ini juga
menyediakan dukungan teman sebaya bagi anak-anak yang sedang
mengerjakan tugas.
c) Similar interest groups : di dalam situasi ruang kelas siswa-siswa
mempunyai pilihan aktivitas pembelajaran kemudian dengan
minat/ketertarikan mengerjakan suatu topik/tugas yang sama secara
bersama-sama. Struktur kelompok ini akan disesuaikan dengan mata
pelajaran.
Struktur kelompok ini tentu saja penting untuk mengatur garis pedoman bagi
komunikasi dan kerjasama. Garis pedoman ini juga menjamin bahwa setiap
orang memiliki pergantian di dalam berbicara, dan mendapatkan cara untuk
menganalisa pekerjaan orang lain.
19
5) Demonstrations
Pengajaran langsung adalah praktek yang terkenal, yang mana guru-guru
dapat memusatkan kelas atau kelompok melalui ceramah, membaca, dan
memimpin daripada mendemostrasikan suatu keterampilan atau tekhnik-
tekhnik baru. Guru dapat menuntun pikiran siswa dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan contoh-contoh. Di dalam suatu pembacaan kelas,
sebagai contoh, guru dapat membacakan suatu teks baru, kemudian memulai
diskusi dengan petanyaan-pertanyaan terbuka yang mendorong siswa-siswa
untuk berpikir tentang tesk tersebut.
6) Independent Learning
Siswa- siswa lebih dapat mengerjakan dan belajar dengan tidak bergantung
kepada guru. Ini berarti bahwa mereka dimotivasi untuk belajar, dapat focus
kepada tugas-tugas yang spesifik, dan memiliki keterampilan. Ini dapat berarti
siswa-siswa dapat memecahkan persoalan matematika atau konsentrasi pada
contoh-contoh soal matematika. Dapat juga berarti siswa-siswa melakukan
penelitian atau eksperimen atau menulis suatu laporan mengatasi suatu topik
pengetahuan. Semua dari cirri-ciri ini pada akhirnya menuju pada satu cirri
utama yaitu : Most Children Learn Best When They Learn Through Action.
Menurut Bonwell (1995) dalam Saptono dkk (2010 : 144), pembelajaran
aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
1) Penekanan pada prosespembelajaran bukan pada penyampaianinformasi oleh
pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan
kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
20
2) Siswa tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi kuliah.
3) Penekanan pada eksplorasi nilai- nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan
materi kuliah.
4) Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi.
5) Umpan balik lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Di samping karakteristik dia atas, secara umum suatu proses pembelajaran
aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul
selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana
konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-
sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian
untuk setiap mahasiswa sehingga terdapat individual accountability. Ketiga,
proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat
kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.
2.2 Metode Ceramah
2.2.1. Pengertian Metode Ceramah
Menurut Djamarah dkk (2006 : 97) metode ceramah adalah metode yang
boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajaran. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru
21
daripada siswa, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam
kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk
komunikasi satu arah.
Apabila guru menyampaikan informasi kepada siswa maka, guru berfungsi
sebagai transmitter dan siswa sebagai receiver. Bahasa, baik verbal dan nonverbal
merupakan satu-satunya media komunikasi. Bahan yang disampaikan dengan
bahasa sebagai alatnya disebut message (pesan). Komunikasi dikatakan baik jika
pesan diterima 100% oleh receiver. Sebaliknya, komunikasi dikatakan jelek jika
pesan yang ada pada transmitter tidak diterima sesuai dengan aslinya oleh
receiver. Hal itu bisa dikatakan terjadi communication gap (kesenjangan
komunikasi) jika pesan itu tidak diterima sama sekali oleh receiver, dan
miscommunication (kesalahan komunikasi) jika pesan itu diterima tidak sesuai
dengan apa yang dimaksud oleh transmitter. Untuk mengurangi kesalahan
tersebut, maka ceramah dilakukan sebagai berikut :
1) Penceramah dalam hal ini guru, harus menguasai dengan sungguh-sungguh
bahan ceramahnya.
2) Sistematika ceramah mempunyai urutan yang logis.
3) Penyampaian bahan secara jelas, antara lai dengan komunikasi dua arah.
4) Kemampuan menggunakan bahasa yang tepat.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa metode ceramah adalah cara
penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan
22
secara langsung terhadap siswa. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan
sebagai berikut :
1) Hemat dalam penggunaan waktu dan alat.
Melalui ceramah, bahan yang banyak dapat disampaikan dalam waktu sigkat.
Alat (termasuk media) yang digunakan juga cukup sederhana.
Pengorganisasian kelas sangat sederhana. Waktu yang diperlukan untuk
menyampaikan informasi kepada satu atau dua orang siswa sama dengan yang
diperukan untuk seratus orang.
2) Mampu membangkitkan minat dan antusias siswa.
Kontak yang terjadi antara antara guru dan siswa tidak hanya sekadar kontak
bicara, tetapi merupakan kontak pribadi dimana pribadi guru bertemu dengan
pribadi siswa. Pribadi ini dapat diartikan sebagai keseluruhan aspek rohani
(seperti kecerdasan, kemauan, kejujuran, kedisiplinan, kepercayaan pada diri
sendiri) dan jasmani (sosok fisik)yang menyatu dalam eksistensi seseorang.
3) Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarkannya.
Mendengar itu sendiri dapat tejadi dalam tiga bentuk yaitu pertama
mendengar secara marginal yaitu mendengar sambil memperhatikan hal-hal
lain, kedua mendengar evaluative yaitu mendengar sambil menilai informasi
yang didengar dari yang bersangkutan menurut sudut pandang pendengar,
ketiga mendengar proyektif yaitu mendengar dengan menenmpatkan diri pada
23
jalan pikiran si pembicara sehingga informasi yang didengar, diterima, dan
dipahami dari sudur si pembicara.
4) Merangsang kemampuan siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber.
Hal ini tergantung pada kemampuan si penceramah untuk menimbulkan
keingintahuan si pendengar melalui ceramahnya. Kalau isi ceramah dianggap
penting dan menarik, maka siswa akan menindak lanjuti dengan
mengembangkan pemahamannya tentang itu melalui berbagai sumber yang
dicarinya diperpustakaan dan lain-lain.
5) Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui oleh siswa.
Kemampuan ini menjadi optimal jika dikembangkan pola interaksi timbale
balik antara guru dan siswa.
Selain mempunyai kelebihan metode ceramah juga mempunyai kelemahan
yaitu sebagai berikut :
1) Ceramah cenderung pada pola strategis ekspositorik yang berpusat pada guru.
Pola interaksi cenderung pada komunikasi satu arah. Dengan demikian, sukar
bagi guru untuk mengetahui dengan pasti sejauh mana siswa memahami
informasi yang telah disampaikannya.
2) Metode ceramah cenderung menempatkan posisis siswa sebagai pendengar
dan pencatat.
24
Kadar CBSA tidak dapat dikembangkan secara optimal. CBSA berubah pada
pola DDDC (dating, duduk, dengar, catat).
3) Keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah.
Dilihat dari segi taksonomi tujuan pengajaran, ceramah hanya mampu
mengembangkan kemampuan siswa pada tingkat pengetahuan sampai
pemahaman. Oleh karena bersifat verbal, maka kemampuan mengingat yang
diharapkan sangat terbatas. Lain halnya kalau bahan pelajaran berupa fakta riil
yang dilihat sendiri secara langsung oleh siswa. Apa yang dilihat sendiri
secara langsung oleh siswa. Apa yang dilihat, dapat dilihat lebih lama daripada
apa yang didengar. “To hear, to forget, to see, to remember, to do, to
understand”. Karena yang didengar itu bersifat verbal, maka daya serapnya
paling lama.
4) Proses ceramah berlangsung menurut kecepatan bicara dan logat bahasa yang
dipakai oleh
guru.
Ada guru yang berbicara cepat sehingga sukar diikuti oleh siswa. Ada juga
guru yang logat bahasanya dipengaruhi oleh bahasa daerah sehingga sukar
ditangkap oleh siswa dari daerah lain.
2.2.2. Metode Ceramah Bervariasi
Metode ceramah pada dirinya belum termasuk kedalam pembelajaran
aktif. Karena metode ceramah cenderung lebih bannyak menuntut keaktifan guru
daripada siswa, sehingga siswa menjadi pasif. Upaya untuk mengaktifkan siswa
dengan metode ceramah, selain memenfaatkan kelebihan dari metode ceramah itu,
25
juga diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi ini disebut
ceramah bervariasi (W. Gulo, 2004 : 142). Selain itu Djamarah dkk (2006 : 98)
menyebutkan bahwa metode ceramah termasuk dalam pembelajaran aktif apabila
divariasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain sehingga disebut
metode ceramah bervariasi.
Menurut W. Gulo (2004 : 142) menyebutkan bahwa disebut ceramah
bervariasi karena dalam strategi ini terdapat beberapa komponen atau unsur yang
masing-masing bervariasi. Komponen- komponen tersebut adalah :
1) Variasi Metode
Ceramah murni hanya efektif untuk sekitar 15 menit yang pertama. Menit-
menit berikutnya, daya serap siswa terhadap ceramah mulai menurun. Oleh
karena itu, supaya keefektifan belajar tetap tinggi, ceramah sebagai metode
pengajaran yang pokok hanya dapat digunakan pada sekitar 15 menit yang
pertama. Sesudah itu metode ceramah harus diganti dengan metode lain.
Dengan demikian, interaksi pembelajaran menjadi variasi.
2) Variasi Media
Alat indera siswa dilibatkan sebanyak mungkin dalam proses pembelajaran.
Untuk maksud tersebut media pembelajaran divariasikan, sehingga fungsi
melihat (visual), fugsi mendengar (audio), dan fungsi meraba atau mencium
diaktifkan pada hal-hal tertentu misalnya media audio divariasikan dengan
media visual.
26
3) Variasi Penampilan
Dalam variasi penampilan dibagi ke dalam beberapa variasi yaitu :
a) Variasi gerak
b) Variasi isyarat/mimik
c) Variasi suara
d) Selingan diam
e) Kontak pandang
f) Pemusatan perhatian
4) Variasi Bahan Sajian
Dalam menyampaikan materi atau bahan sajian seorang guru, tidak monoton
materi saja. Mereka harus menyajikan contoh-contoh yang kongret dan
relevan misalnya dengan disertai gambar-gambar yang sesuai dengan materi
yang diajarkan.
Ada macam-macam contoh metode ceramah bervariasi yaitu :
1) Ceramah, Tanya Jawab, dan Tugas
Mengingat ceramah banyak segi yang kurang menguntungkan,maka
penggunaannya harus didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain.
Karena itu, setelah guru memberikan ceramah, maka dipandang perlu untuk
memberikan kesempatan kepada siswanya mengadakan tanya jawab. Tanya jawab
ini diperlukan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah
disampaikan guru melalui metode ceramah.
27
Untuk lebih memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan yang telah
disampaikan, maka pada tahap selanjutnya siswa diberi tugas, misalnya membuat
kesimpulan hasil ceramah, mengerjakan pekerjaan rumah, diskusi, dan
sebagainya.
2) Ceramah, Diskusi, dan Tugas
Penggunaaan ketiga jenis mengajar ini dapat dilakukan diawali dengan
pemberian kepada siswa tentang bahan yang akan didiskudikan oleh siswa, lalu
memberikan masalah untuk didiskusikan. Kemudian diikuti dengan tugas-tugas
yang harus dilakukan siswa.
Ceramah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan/informasi mengenai
bahan yang akan dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pada akhir kegiatan diskusi siswa diberikan beberapa tugas yang harus
dikerjakan saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa
melalui diskusi tersebut. Dengan demikian, tugas ini sekaligus merupakan umpan
balik bagi guru terhadap hasil diskusi yang dilakukan siswa.
3) Ceramah, Demontrasi, dan Eksperimen
Penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen.
Apapun yang didemonstrasikan, baik oleh guru maaupun oleh siswa, tanpa diikuti
dengan eksperimen tidak akan mencapai hasil yang efektif. Dalam melaksanakan
demonstrasi, seorang demonstrator menjelaskan apa yang akan
28
didomonstrasikannya, sehinggga semua siswa dapat mengikuti jalannya
demontrasi tersebut dengan baik.
Metode eksperimen adalah metode yang siswanya mencoba
mempraktikkan suatu proses tersebut, setelah melihat atau mengamati apa yang
telah didemonstrasikan oleh seorang demonstrator. Eksperimen juga dapat
dilakukan untuk membuktikan kebenaran sesuatu, misalnya menguji sebuah
hipotesis. Dalam pelaksanaannya, metode demontrasi dan eksperimen dapat
digabungkan, artinya setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti oleh
eksperimen dengan disertai penjelasan secara lisan (ceramah).
4) Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan
Metode latihan umumnya dilakukan untuk memperoleh suatu ketangkasan
atau keterampilan dari bahan yang dipelajarinya. Karena itu metode ceramah
dapat digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah
untuk memberikan penjelasan kepada siswa mengenai bentuk keterampilan
tertentu yang akan dilakukannya.
Sedangkan demonstrasi yang dimaksudkan untuk memperagakan atau
mempertunjukkan suatu kesimpulan yang akan dipelajari siswa. Misalnya belajar
tari jaipong. Siswa sebelum berlatih tari jaipong siswa diberikan penjelasan dulu
seluruh gerakan tangan, gerakan badan, dan sebagainya melalui ceramah. Lalu
guru mendemostrasikan tari jaipong dan siswa memperhatikan demonstrasi
tersebut. Setelah itu baru siswa mulai latihan tari jaipong seperti yang dilakukan
guru.
29
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam prakteknya atau kenyataannya,
metode mengajar tidak digunakan sendiri sendiri, melainkan merupakan
kombinasi dari beberapa metode mengajar. Hal itu dilakukan agar siswa tidak
merasa bosan atau jenuh dalam mengikuti proses belajar.
2.3. Media Pembelajaran
Dalam pembelajaran, guru selain menggunakan metode pembelajaran juga
dituntut untuk menggunakan media pembelajaran agar siswa merasa senang dan
tertarik terhadap mata pelajaran yang sedang diajarkan. Selain itu juga agar
materi-materi yang dirasa sulit dipahami oleh siswa, dengan bantuan media
pembelajaran tersebut dapat membantu mengkonkretkan hal-hal yang dirasa sulit
oleh siswa, jadi lebih mudah untuk dipahami.
2.3.1. Pengertian Media Pembelajaran
Dalam Sadiman dkk (2008 : 6) kata media berasal dari bahasa Latin media
yang merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti “perantara
atau pengantar”. Dengan demikian, media merupakan perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam dunia pendidikan biasanya disebut
media pendidikan atau media pengajaran.
Menurut AECT (Association for Education and Comunication
Technology) dalam Miarso (2004 : 457) mengartikan media sebagai segala bentuk
dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi. Media
memang lebih bisa dipahami dalam konteks komunikasi. Didalam setiap
30
komunikasi selalu ada dua pihak yang berhubungan yaitu pemberi pesan
(komunikator) dan penerima pesan (komunikan) dan pesan itu disampaikan
melalui media.
Sedangkan menurut Asosiasi pendidikan Nasional (National Education
Association /NEA) dalam Sadiman (2008 : 7) memiliki pengertian yang berbeda.
Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan
dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan diantara batasan tersebut
yaitu bahwa media adalah segala sesuatuyang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi.
Menurut Gagne dalam Angkowo (2007 : 10) mengartikan media sebagai
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa
untuk belajar. Media mencakup benda-benda seperti barang cetakan, grafik, foto,
komunikasi audio, televisi, dan komputer. Media mempunyai dua komponen yaitu
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras
adalah mesin-mesian atau alat-alat yang digunakan untuk memproduksi atau
menyajikan pesan (missal : proyektor film, OHP, dll). Perangkat lunak adalah
materi-materi yang disalurkan melalui perangkat keras (missal : film, transparansi,
rekaman, dll).
31
Dalam konteks pembelajaran, media pembelajaran dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang perhatian, minat, pikiran
dan kemajuan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
siswa (Y. Miarso dalam Hujair, 2009 : 24). Maka secara umum media adalah alat
bantu yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses
pembelajaran untuk merangsang perhatian, minat, dan pikiran siswa sehingga
dapat mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting.
Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat
dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang
akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan
media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui
kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan
dengan kehadiran media. Dengan demikian, siswa lebih mudah mencerna bahan
daripada tanpa bantuan media.
2.3.2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Sadiman dkk (2008 : 17) media mempunyai beberapa fungsi
dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, ukuran, kecepatan, gerak dan distribusi.
32
� Jika obyek terlalu besar maka bias digantikan dengan gambar, film
bingkai, film atau model yang lebih kecil.
� Jika obyek kecil, maka dapat diperbesar dengan bantuan proyektor, film
bingkai atau gambar.
� Gerak yang terlalu lambat dapat dipercepat dengan dengan teknik
timelapse, sedang gerak yang terlalu cepat dapat diperlambat dengan
teknik highspeed photography untuk kemudian diputar secara lambat
(slow metion).
� Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi
lewat rekaman film, video, film bingkai, foto, atau diceritakan secara
verbal.
� Obyek yang terlalu komplek dapat disajikan dengan model, diagram, dll.
� Konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk dalam bentuk
film, film bingkai, gambar dll.
b) Mengatasi Sikap Pasif dari Pebelajar
Dengan menggunakan media yang tepat dan bervariasai maka sikap pasif
pebelajar dapat diatasi. Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
bermanfaat untuk :
� Menimbulkan kegairahan belajar.
� Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara pebelajar dengan
lingkungan.
� Memungkinkan pebelajar untuk belajar mandiri menurut kemampuan dan
minatnya.
33
c) Memudahkan Belajar Siswa Sesuai dengan Tipe Belajarnya
Ada tiga tipe bagaimana seseorang itu belajar yaitu :
� Pendengar (auditive learners)
� Tipe ini biasanya tampak seolah tidak mempedulikan apa yang
dilakukan oleh guru dan tidak membuat catatan dikelas, ia lebih
mengandalkan kemampuannya untuk mendengar dan mengingat.
� Pemirsa (Visual Learners)
� Tipe ini biasanya sangat mencermati penyajian informasi, mereka lebih
suka mencatat apa yang dikemukakan oleh gurunya.
� Pekerja (Kinestetik)
� Tipe ini biasanya reaktif, didalam kegiatan belajar biasanya tipe ini
selalu aktif.
Selain fungsi diatas, Livie dan Lentz dalam Hujair (2009 : 6)
mengemukakan empat fungsi media pebelajaran yang khususnya pada media
visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi
kompensatoris. Masing-masing fungsi tersebut, dapat dijelaskan sebagi berikut :
1) Fungsi atensi berarti media visual merupakan inti, menarik, dan mengarahkan
perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang terkait dengan
makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2) Fungsi afektif maksudnya, media visual dapatterlihat dari tigkat kenikmatan
siswa ketika belajar membaca teks bergambar. Gambar atau lambang visual
akan dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
34
3) Fungsi kognitif bermakna media visual menggungkapkan bahwa lambang
visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengarkan
informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi kompensatoris artinya media visual memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkannya kembali.
Disamping itu, Y. Miarso (2004 : 458) menyebutkan bahwa penggunaan
media dalam pembelajaran bermanfaat karena hal-hal berikut ini :
1) Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak kita,
seingga otak kita dapat berfungsi secara optimal.
2) Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para
siswa.
3) Media dapat melampaui batas ruang kelas.
4) Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan
lingkungannya.
5) Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
6) Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7) Media membangkitkan motivasi dan merngsang untuk belajar.
8) Media memberikan pengalaman yang menyeluruh dari sesuatu yang konkret
maupun abstrak.
Sedangkan menurut Hujair (2009 : 4) manfaat media pembelajaran
sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
35
1) Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami
oleh siswa, serta memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan
baik.
3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, siswa tidak bosan, dan guru tidak
kehabisan tenaga.
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan penjelasan dari guru saja, tetapi juga aktivitas lain yang
dilakukan seperti : mengamati, melakukan, dan mendemonstrasikan.
Selain itu manfaat media pembelajaran bagi guru dan siswa adalah sebagai
berikut :
1) Manfaat media pembelajaran bagi guru, yaitu :
a) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan.
b) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik.
c) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik.
d) Membantu kecermatan, ketelitian, dalam penyajian materi pelajaran.
e) Membangkitkan rasa percaya diri seorang guru.
f) Meningkatkan kualitas pengajaran.
2) Manfaat media pembelajaran bagi siswa, yaitu :
a) Meningkatkan motivasi belajar siswa.
b) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar siswa.
36
c) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan siswa untuk
belajar.
d) Memberikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematis sehingga
memudahkan siswa untuk belajar.
e) Merangsang siswa untuk berpikir dan beranalisis.
f) Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan.
Pemakaian media dalam proses pembelajaran akan dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain
itu media juga dapat berguna untuk membangkitkan gairah belajar,
memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Media dapat meningkatkan pengetahuan, serta memberikan
fleksibilitas dalam penyampaian pesan. Selain itu juga berfungsi sebagai alat
komunikasi, sebagai sarana pemecahan masalah sebagai sarana pengembangan
diri.
Jadi dapat dirumuskan bahwa fungsi media dalam pembelajaran adalah
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa dan sebagai alat komunikasi dalam
menyampaikan pesan (materi pembelajaran) yang lebih kongkret pada siswa,
sehingga lebih mudah dipahami.
37
2.3.3. Klasifikasi Media Pembelajaran
Dalam Djamarah (2006 : 124) media pembelajaran dapat diklasifikasikan
tiga yaitu dilihat dari jenisnya, dilihat dari daya liputnya, dan dari bahan serta cara
pembuatannya.
a) Dilihat dari Jenisnya, Media dapat Dibagai ke Dalam:
� Media Auditif
� Media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti
radio, kaset recorder, dll.
� Media Visual
� Media yang hanya mengandalkan indra penglihatan, seperti slides,
gambar,film, dll.
� Media Audiovisual
Media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media
ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis
media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam :
- Audiovisual Diam � media yang menampilkan suara dan gambar
diam seperti film bingkai suara (sound slides).
- Audiovisual Gerak � media yang dapat menampilkan unsur suara
dan gambar yang bergerak seperti film suara, video.
Pembagian lain dari media ini adalah :
- Audiovisual Murni � baik unsur suara maupun unsure gambar
berasal dari satu sumber film Video cassette.
38
- Audiovisual tidak Murni � yang unsure suara dan unsur gambarnya
berasal dari sumber yang berbeda.
Misalnya : Film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari
slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.
b) Dilihat dari Daya Liputnya , Media dapat Dibagai ke Dalam:
� Media dengan Daya Liput Luas dan Serentak
� Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat
menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.
Contoh : Radio dan Televisi
� Media dengan Daya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan Waktu
� Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat
yang khusus.
Contoh : Film, Sound Slide.
� Media Untuk Pengajaran Individual
� Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri, termasuk media
ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.
c) Dilihat dari Bahan Pembuatannya, Media dapat Dibagai ke Dalam:
� Media Sederhana
� Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara
pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
39
� Media Kompleks
� Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit
diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan
penggunaannya memerlukan ketrampilan yang memadai.
Menurut Haney dan Ullmer dalam Y. Miarso (2004 : 462) ada tiga
kategori utama berbagai bentuk media pembelajaran itu yaitu :
1) Media penyaji � media yang mampu menyajikan informasi. Media penyaji
ini terbagi kedalam tujuh kelompok yaitu :
a) Kelompok 1 : grafis, bahan cetak, dan gambar diam.
b) Kelompok 2 : media proyeksi diam.
c) Kelompok 3 : media audio.
d) Kelompok 4 : audio ditambah media visual diam.
e) Kelompok 5 : gambar hidup (film).
f) Kelompok 6 : televise
g) Kelompok 7 : multimedia
2) Media objek � media yang mengandung informasi
Media objek adalah benda tiga dimensi yang mengandung informasi,
tidak dalam bentuk penyajian tetapi melalui cirri fisiknya seperti ukurannya,
beratnya, bentuknya, susunannya, warnanya, fungsinya, dan sebagainnya.
Media objek meliputi dua kelompok yaitu :
a) Objek yang sebenarnya
Objek yang sebenarnya dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu
: obyek alami adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang
40
mengandung informasi bagi kehdupan baik yang hidup dan tidak hidup,
objek-objek buatan manusia, misalnya gedung-gedung dan bagunan-
bangunan lain, alat-alat, mesin-mesin, alat alat komunikasi, jaringan
transportasi, dan semua benda yang dibuat untuk keperluan manusia.
b) Objek pengganti
Objek pengganti adalah benda-benda yang dibuat untuk mewakili
atau menggantikan “benda-benda yang sebenarnya”. Objek pengganti
banyak dikenal dengan nama replika adalah suatu reproduksi statis suatu
objek dengan ukuran yang sebenarnya, model adalah merupakan suatu
reproduksi yang kelihatannya sama tetapi biasanya diperkecil atau
diperbesar dalam skala tertentu dan sering kali mempunyai bagian-bagian
yang bergerak atau unsur-unsur yang bekerja menurut pola benda yang
sesungguhnya, benda tiruan (mockup) ada dua macam yaitu (1)
merupakan bagunan yang kurang lebih menyerupai suatu benda yang
besar, (2) bentuk yang menggambarkan mekanisme kerja suatu benda.
3) Media interaktif � media yang memungkinkan untuk berinteraksi
Karakteristik terpenting kelompok ini adalah bahwa siswa tidak
hanya memerhatikan penyajian atau objek, tetapi dipaksa untuk
berinteraksi selama mengikuti pelajaran. Dalam hal ini siswa harus dapat
menyesuaikan diri dengan situasi karena tidak ada batasan yang kaku
tentang jawaban yang benar. Permainan pendidikan dan simulasi yang
berorientasi pada masalah memiliki potensi untuk memberikan
pengalaman belajar yang merangsang minat dan realistis, dan oleh karena
41
itu para pendidik perlu menganggapnya sebagai sumber terbaik untuk
belajar.
Sedangkan menurut Hujair (2009 : 40) media pembelajaran dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca atau dengan menggunakan
simbol-simbol kata atau visual (bahan-bahan cetakan dan bacaan).
2) Alat-alat audiovisual, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, yaitu :
3) Media yang menggunakan teknik atau masial, yaitu slide, film strip, film
rekaman, radio, televise, video, VCD, ruang kelas otomatis, computer dan
internet.
4) Kumpulan benda-benda (material collections), yaitu berupa peninggalan
sejarah, dokumentasi, bahan-bahan yang memiliki nilai sejarah, jenis
kehidupan, mata pencaharian, perbankan, perdagangan, pemerintahan, agama,
kebudayaan, dan politik.
5) Contoh-contoh kelakuan, perilaku guru. Guru member contoh perilaku atau
perbuatan. Misalnya mencontohkan suatu perbuatan dengan gerakan tangan,
kaki, gerakan badan, mimic, dan lain-lain. Media pembelajaran dalam bentuk
ini, sangat tergantung pada inisiatif dan kreasi guru.
Media pembelajaran sangat banyak macam dan jenisnya. Maka, untuk
menggunakan media secara baik, efektif, dan efisien dalam proses pembelajaran
diperlukan kemampuan, pengetahuan dalam memilih, menggunakan dan
kemampuan untuk mendesain serta membuat suatu media pembelajaran tersebut.
42
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan media dengan tujuan
pembelajaran, metode, materi pembelajaran, dan kondisi siswa. Selain itu
pengembangan dan penggunaan media pembelajaran, sangat tergantung pada
kreasi dan inisiatif guru itu sendiri. Sebab kemampuan, kreasi dan inisiatif guru
dalam mendesain, membuat, dan mengembangkan media pembelajaran
merupakan hal yang mutlak dan tidak boleh diabaikan.
2.3.4. Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaaan Media
Agar media pengajaran yang dipilih itu tepat, disamping memenuhi
prinsip-prinsip pemilihan, juga terdapat beberapa faktor dan kriteria yang perlu
diperhatikan yaitu :
1) Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Media Pengajaran
(Djamarah, 2006 : 128) yaitu :
a) Objektivitas
b) Program Pengajaran
c) Sasaran Program
d) Situasi dan Kondisi
e) Kualitas Teknik
f) Keefektifan dan Kefisiensi Penggunaan
Selain faktor-faktor diatas menurut Dick dan Carey dalam Sudiman (2008 :
86) masih ada empat faktor lagi yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
media yaitu :
43
a) Ketersediaan sumber setempat, artinya bila media yang bersangkutan tidak
terdapat pada sumber-sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri.
b) Apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana,
tenaga dan fasilitasnya.
c) Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media
yang bersangkutan untuk waktu yang lama.
d) Efektivitas biayanya dalam jangka yang panjang.
2) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Menurut Nana Sudjana dan Ahmat Rivai dalam Djamarah (2006 : 132),
dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran
b) Dukungan terhadap isi bahan pengajaran
c) Kemudahan memperoleh media.
d) Ketrampilan guru dalam menggunakannya.
e) Tersedia waktu untuk menggunakannya.
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Sedangkan menurut Sihkabuden dalam Masnur. M (2009 : 134) dalam
memilih dan menggunakan media pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1) Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran.
44
2) Media dipilih yang paling efektif (tepat guna) untuk pencapaian tujuan
pembelajaran.
3) Media dipilih sesuai dengan kemampuan pengetahuan menarik perhatian
siswa.
Selain itu menurut Arief Sidharta dalam Mulyasa (2009 : 80 - 81)
menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan dalam memilih media
pembelajaran yang dapat dirumuskan dalam satu kata ACTION, akronim dari
access, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty.
a) Access
Kemudahan akses menjadi pertimabangan pertama dalam memilih media.
Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah, dan dapat dimanfaatkan
oleh siswa.
b) Cost
Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak media yang canggih biasanya
mahal, kita harus mempertimbangkan aspek manfaatnya media tersebut.
c) Technology
Mungkin kita tertarik pada suatu media tertentu, kita harus memperhatikan
apakah teknologinya tersedia dan mudah menggunakannya. Misalnya kita
akan menggunakan media audiovisual, maka harus dipertimbangkan apakah
fasilitas listrik, tegangan listrik tersedia dan sesuai.
d) Interactivity
Media yang kita kembangkan hendaknya dapat memunculkan komunikasi dua
arah antara guru dengan siswa.
45
e) Organization
Perlu dipertimbamgkan apakah pimpinan sekolah atau pimpinan lembaga atau
yayasan mendukung.
f) Novelty
Biasanya media yang baru lebih menarik bagi siswa sehingga baru tidaknya
suatu media hendaknya juga menjadi pertimbangan pemilihan suatu media.
Selanjutnya pemilihan media pembelajaran harus melihat komponen
perencanaan pembelajaran (Mulyasa, 2009 : 176), seperti :
a) Tujuan
Media pembelajaran hendaknya sesuai dan menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran.
b) Materi Pembelajaran
Materi yang dipilih hendaknya relevan dan tidak out of date.
c) Metode atau Pendekatan
Sebagai contoh pemilihan metode demonstrasi akan lebih banyak memerlukan
media daripada metode ceramah
d) Evaluasi
Sebetulnya evaluasi mengukur keberhasilan tujuan, oleh karena itu media
dipilih selain mengacu pada tujuan terkait juga pada evaluasi yang digunakan.
e) Siswa
Pemilihan media pembelajaran perlu disesuaikan dengan perkembangan
intelektual siswa, yaitu disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam hal
membaca, mendengar, dan melihat.
46
Dengan kreteria pemilihan media tersebut, guru dapat lebih mudah
menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah
tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran media dalam proses pengajaran
jangan dipaksakan sehingga dapat mempersulit guru, tapi sebaliknya, yakni
mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran.
2.3.5. Media Audiovisual
Menurut Hujair (2009 : 105), media audiovisual adalah seperangkat alat
yang memproyeksikan gambar bergerak dan bersuara. Paduan antara gambar dan
suara membentuk karakter sama dengan obyek aslinya.
Sedangkan menurut Djamarah (2006 : 124), mengartikan media
audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis
media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis
media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam :
- Audiovisual Diam � media yang menampilkan suara dan gambar diam
seperti film bingkai suara (sound slides).
- Audiovisual Gerak � media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar
yang bergerak seperti film suara, video.
Pembagian lain dari media ini adalah :
- Audiovisual Murni � baik unsur suara maupun unsure gambar berasal dari
satu sumber film Video cassette.
- Audiovisual tidak Murni � yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal
dari sumber yang berbeda.
47
Misalnya : Film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides
proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.
Alat-alat yang termasuk dalam kategori media audiovisual adalah sebagai berikut:
a. Televisi
Televisi dalam pengertiannya berasal dari dua kata yaitu kata tele yang
berarti jauh dan visi berarti penglihatan. Television (bahasa Inggris) bermakna
melihat jauh. Kata melihat jauh mengandung makna bahwa gambar yang
diproduksi pada suatu tempat (stasiun televisi) yang dapat dilihat ditempat lain
melalui sebuah perangkat penerima yang disebut televise minitor atau televise set.
Televisi suatu perlengkapan elektronik yang pada dasarnya sama dengan
gambar hidup yang terdiri dari gambar dan suara. Dengan demikian peranan TV
baik sebagai gambar hidup maupun sebagai radio yang dapat menampilkan
gambar yang dapat dilihat dan menghasilkan suara yang dapat didengar pada
waktu yang sama.
Televisi sebagai media pendidikan dan pengajaran tentu tidak terlepas
dari kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kelemahan media televisi
adalah sebagai berikut :
1) Kelebihan media televisi
a) Memiliki daya jangkauan yang cukup luas.
b) Memiliki daya tarik yang besar, karena memiliki sifat audiovisualnya.
c) Dapat mengatasi batas ruang dan waktu.
d) Dapat menginformasikan pesan-pesan yang actual.
e) Dapat menampilkan obyek belajar seperti benda atau kejadian aslinya.
48
f) Sebuah televisi sebagai jendela dunia, membawa khalayak untuk dapat
melihat secara langsung peristiwa, suasana dan situasi tempat, daerah-
daerah yang di belahan dunia.
2) Kelemahan media televisi
a) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.
b) Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di segala
tempat.
c) Sulit dikontrol, terutama jika terkait dengan soal jadwal belajar disekolah.
d) Mudah tergoda pada penyajian acara yang bersifat hiburan, sehingga
suasana belajar kurang serius dan kurang efektif.
b. Video- VCD
Gambar bergerak yang disertai dengan unsur suara dan dapat ditayangkan
melalui medium video dan VCD. Sama seperti medium audio, program video
yang disiarkan sering digunakan oleh lembaga pendidikan jarak jauh sebagai
sarana penyampaian materi pembelajaran. Video dan televise mampu
menayangkan pesan pembelajaran secara realistic.
Media Video -VCD, sebagai media pembelajaran memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a) Gambar bergerak, yang disertai dengan unsur suara.
b) Dapat digunakan untuk sekolah jarak jauh.
c) Memiliki perangkat slow mention untuk memperlambat proses atau peristiwa
yang berlangsung.
49
Media Video dan VCD, sebai media pembelajaran juga tdak terlepas dari
kelebihan dan kelemahannya, sebagai berikut :
1) Kelebihan media video dan VCD
a) Menyajikan obyek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara
reaistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman belajar.
b) Sifatnya sangat audio, sehingga memiliki daya tarik tersendiri, dan dapat
menjadi motivasi siswa untuk belajar.
c) Sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik.
d) Dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan
dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi.
e) Menambah daya tahan ingatan tentang obyek belajar yang dipelajari siswa.
2) Kelemahan media Video dan VCD
a) Pengadaannya memerlukan biaya mahal.
b) Tergantung pada energy listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan disegala
tempat.
c) Sifat komunikasi searah, sehingga tidak memberi peluang untuk terjadi
umpan balik.
d) Mudah tergoda untuk menayangkan kaset VCD yang bersifat hiburan,
sehingga suasana belajar akan terganggu.
c. Media sound slide
Slide merupakan media pembelajaran yang bersifat audiovisual. Secara
fisik, slide suara adalah gambar tunggal dalam bentuk film positif tembus pandang
yang dilengkapi dengan bingkai yang diproyeksikan. Penggunaan dapat
50
dikombinasikan dengan audio kaset, dan dapat digunakan secara tunggal tanpa
narasi.
Pada umumnya jika digunakan untuk keperluan instruksional, slide dapat
dibuat secara berseri dan berurutan serta dikombinasikan dengan audio kaset.
Slide yang dikombinasikan dengan audio kaset disebut dengan sound slide yaitu
penyajian bahan pelajaran yang dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan
slide secara berurutan yang dikombinasikan atau dilengkapi dengan audio kaset.
Sound slide sebagai media pembelajaran juga memiliki kelebihan dan
kelemahan, sebagai berikut :
1) Kelebihan media sound slide
a) Dapat menyajikan gambar dengan proyeksi depan maupun belakang.
b) Portable, berukuran kecil dan mudah didistribusikan sehingga praktis
penggunaannya
c) Dapat dikontrol sesuai dengan keinginan penggua sehingga
memungkinkan untuk dihentikan secara spontan dan dapat diselingi
dengan tanya jawab dan diskusi singkat.
d) Memberikan visualisasi tentang obyek belajar seperti apa adanya atau
autentik, sehingga dapat mengkonkretkan obyek beajar siswa.
2) Kelemahan media sound slide
a) Pengdaannya memerlukan biaya yang mahal.
b) Untuk memproyeksikan slide proyektor memerlukan penggelapan ruang.
c) Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat secara praktis dapat
dihidupkan dan diputar disegala tempat.
51
Jadi dapat disimpulkan bahwa media audiovisual adalah suatu alat yang
digunakan dalam pembelajaran yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar.
2.3.6. Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik agar dapat menjadi
warganegara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan
mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara
bertanggungjawab. Untuk maksud tersebut pendidikan kewarganegaraan minimal
harus mencakup :
1) Penanaman ide-ide dan prinsip-prinsip etik dan moral, yang memberi arah,
makna, dan tujuan bagi seluruh bangsa.
2) Penanaman dan pengembangan pengetahuan yang diperlukan untuk berpikir
dan bertindak cerdas dalam menghadapi isu-isu kenegaraan mutakhir.
3) Pengembangan keterampilan, dan teknik-teknik yang diperlukan warganegara
dalam menunaikan tanggungjawab kenegaraannya.
Dalam Negara demokrasi pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan
untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan generasi
muda agar mereka mampu dan bersemangat untuk menjalankan, meningkatkan,
dan memperluas kehidupan demokratis. Mereka harus mempunyai pengetahuan
dan pemahaman tentang demokrasi, keyakinan-keyakinan, dan kesetiaan pada
nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi, keterampilan berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, serta kemampuan untuk menerapkan teknik-
52
teknik yang diperlukan dalam mewujudkan partisipasi dalam kehidupan
demokratis secara cerdas, efektif, dan menyenangkan.
Muatan pendidikan kewarganegaraan menurut Patrick dalam Saptono
(2010 : 17) memcangkup empat komponen dasar yaitu :
1) Pengetahuan tentang pemerintah dan kewarganegaraan dalam negara
demokrasi.
2) Keterampilan-keterampilan kognitif dari kewarganegaraan demokratis.
3) Keterampilan-keterampilan partisipasi dari kewarganegaraan demokratis.
4) Kebajikan atau disposisi-disposisi kewarganegaraan demokratis.
Pendidikan kewarganegaraan menurut Thomas Ehrlic dalam Saptono
(2010 : 18) sebaiknya dijalankan dengan memadukan pembelajaran berbasis
masalah, pembelajaran kolaboratif dan pembelajaran layanan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah melatih siswa agar mampu menjalani kehidupan
demokratis yang selalu diliputi persoalan bersama. Pembelajaran kolaboratif
melatih siswa memasuki masyarakat demokratis dimana warganegara saling
berinteraksi, saling belajar, tumbuh serta berkerja sama membangun kehidupan
bersama. Pembelajaran layanan masyarakat member kesempatan bagi siswa untuk
mempraktikkan teori yang dipelajari dikelas dan sebaliknya juga memperoleh
tilikan untuk memperjelas analisa akademiknya.
Sementara itu Qigley dalam Saptono (2010 : 18) mencatat pula bahwa di
bidang strategi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan demokratis saat ini
berkembang kecenderungan berlangsungnnya hal-hal berikut ini :
53
a) Analisa studi-studi kasus.
Para guru biasanya meminta siswa untuk menerapkan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip pokok untuk menganalisa studi kasus. Penggunaan studi kasus
dapat menampilkan vitalitas dan drama dalam kehidupan kenegaraan yang
sesungguhnya ke dalam kelas dan menuntut penerapan praktis dari konsep-
konsep atau prinsip-prinsip pokok untuk memahami tata kehidupan
kenegaraan yang senyatanya.
b) Pengembangan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan dalam
pendidikan kewarganegaan demokratis.
Para guru menggunakan studi kasus yang menyangkut isu-isu di bidang
hukum dan politik untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan membuat
keputusan. Para siswa diajar untuk mengidentifikasi isu-isu, menilai pilihan-
pilihan yang tersedia serta konsekuensinya, dan mempertahankan pilihan
masing-masing.
c) Analisa perbandingan Pemerintah dan Kewarganegaraan Internasional.
Kebangkitan global demokrasi konstitusional telah meningkatkan minat
penggunaan metode perbandingan dalam proses belajar mengajar
pemerintahan dan kewarganegaraan. Hal itu dimaksudkan untuk
memperdalam pemahaman siswa tentang lembaga-lembaga demokrasi di
negaranya sendiri seraya memperluas pemahamannya tentang prinsip-prinsip
demokrasi.
d) Pengembangan keterampilan-keterampilan berpartisipasi dan kebajikan
kewarganegaraan melalui pembelajaran kooperatif.
54
Melalui kegiatan kooperatif siswa mengembangkan berbagai ketrampilan
berpartisipasi dan nilai-nilai demokrasi yang terkait. Siswa yang terlibat dalam
pembelajaran kooperatif cenderung berkembang kepemimpinannya,
ketrampilannya ketrampilan untuk menyelesaikan konflik, bernegosiasi,
bersikap kompromis, dan memberikan kritik membangun nilai-nilai yang
berkembang antara lain toleransi, keberadaban (civility) dan kebenaran.
e) Penggunaan bahan pustaka untuk mengajarkan nilai-nilai keutamaan
warganegara.
Para pendidik kewarganegaraan mengakui bahwa mempelajari kepustakaan,
baik yang berifat fiksi maupun kesejarahan, dapat mendorong
minat/ketertarikan siswa kepada figur-figur yang merupakan teladan dalam hal
nilai-nilai keutamaan warganegara di dalam situasi-situasi dramatis. Karakter
dalam cerita itu dapat berperan sebagai model peran bagi para siswa. Paling
tidak dalam cerita itu terdapat contoh-contoh tentang nilai-nilai keutamaan
warganegara tertentu yang dapat membantu siswa memahami makna dan arti
pentingnya moralitas dalam kehidupan kenegaraan.
f) Pembelajaran aktif tentang pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai
keutamaan kewarganegaraan.
Para pendidik cenderung melibatkan siswa dalam perolehan pengetahuan,
ketrampilan dan nilai-nilai secara aktif. Contoh-contoh dari pembelajaran aktif
mencakup belajar konsep sistematis, analisa studi kasus, pengembangan
ketrampilan membuat keputusan, tugas-tugas belajar kooperatif, dan diskusi
55
kelompok interaktif yang terkait dengan nilai-nilai keutamaan warganegara
melalui studi pustaka.
Materi pokok dan proses kognitif dasar adalah faktor yang saling terkait
dalam proses belajar mengajar. Keduanya harus diajarkan secara bersama-sama.
Untuk memenuhi misi pendidikan kewarganegaraan yaitu mengembangkan
kemampuan individu untuk membangun, memelihara dan meningkatkan
pemerintahan dan kewarganegaraan demokratis di negaranya sendiri maupun
diseluruh dunia.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dalam sistem pendidikan di
Indonesia, merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi.
c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
krakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
56
d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan tersebut hendak diwujudkan melalui proses pembelajaran dengan
menggumuli materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ruang
lingkupnya meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan,
Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partiipasi dalam pembelaan
Negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hokum dan peraturan, meliputi : Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan
daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim
hokum dan peradilan nasional, Huum dan peradilan Internasional.
3) Hak asasi manusia, meliputi : Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara meliputi : HIdup gotong royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan beroganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan
warga negara.
57
5) Konstitusi Negara meliputi : Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitui yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
6) Kekuasaan dan politik meliputi : Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem
politik, Budaya politik menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers
dalam masyarakat demokrasi.
7) Pancasila meliputi : Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi
Negara, Proses perumusan pancasila sebagai dasar Negara, Pengalaman nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideoogi
terbuka.
8) Globalisasi meliputi : Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha
sadar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik
agar dapat menjadi warganegara yang baik, yaitu warga negara yang memahami,
menyadari dan mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban
kenegaraannya secara bertanggungjawab, dimana materi-materinya lebih pada
pendidikan budi pekerti, pengamalan nilai-nilai dan moral. Maka disinilah yang
menjadi fungsi dari media audiovisual, karena di sini media audiovisual dapat
mengkonkretkan pemahaman para peserta didik terhadap materi- materi yang sulit
untuk dimengerti seperti pada materi Pendidikan Kewarganegaraan.
58
2.4. Hasil Belajar
2.4.1. Pengertian Hasil Belajar
Istilah hasil belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu hasil dan belajar.
Menurut pengertian secara psikologi dalam Bayu .D (2010 : 14) belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahana tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek kehidupan.
Menurut Skinner dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 47) mengartikan
belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif. Bell Gredler mendifinisikan belajar sebagai proses
memperoleh berbagai kemampuan, keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan
tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.
Menurut teori kognitivisme dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 48)
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Kleden menegaskan bahwa belajar pada dasarnya berarti mempraktekkan,
sedangkan belajar tentang sesuatu berarti mengetahui sesuatu . Cronbach
memberikan arti belajar : “learning is shown by a change is behavior as a result
of experience. Harold Spears memberikan batasan tentang belajar : learning is to
observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow
59
direction”. Sedangkan Geoch, mengatakan : “Learning is a change in
performance as a result of practice”
Menurut Winkel dalam Angkowo (1996: 21) belajar berarti perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya membaca,
mengamati, mendengarkan dan meniru. Belajar akan lebih efektif, apabila si
pembelajar melakukannya dalam suasana yang menyenangkan dan dapat
menghayati obyek pembelajaran secara langsung. Belajar bukan merupakan
kegiatan yang verbalistik. Belajar merupakan usaha penambahan pengetahuan,
dan jangan disamakan dengan menghafal. Winkel juga menganggap belajar
sebagai suatu proses perubahan kelakuan berkat pengelaman dan latihan. Belajar
akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak
hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga bentuk kecakapan,
kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri dan
sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagi hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sedangkan menurut Nana Sudjana ( 2005 : 2) hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang
60
kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina
kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun
individu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006), hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa ,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila di
bandingkan pada saat sebelum mengajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (Nana Sudjana, 2005 : 22) hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain :
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3) Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
61
Dalam mata pelajaran PKn tipe hasil belajar kognitif dan psikomotor lebih
dominan namun hasil belajar afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian
dalam proses pembelajaran Pkn.
Menurut Howard Kingsley (Nana Sudjana, 2005 : 22 ), hasil belajar dibagi
menjadi 3 macam yaitu :
a) Ketrampilan dan kebiasaan.
b) Pengetahuan dan pengertian.
c) Sikap dan cita-cita, yang masing- masing golongan dapat diisi dengan bahan
kurikulum disekolah.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
keberhasilan yang dicapai oleh siswa untuk mendapatkan suatu peningkatan
kepandaian yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang diperoleh melalui tes.
2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Menurut Slameto dalam Bayu D. (2010 : 16), hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern adalah faktor yang mempengaruhi prestasi hasil belajar yang berasal dari
dalam diri siswa. Faktor-faktor intern itu aantara lain :
1) Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan
belajar. Siswa yang kesehatannya baik akan lebih mudah dalam belajar
dibandingkan dengan siswa yang kondisi kesehatannya kurang baik, sehingga
belajarnya juga akan lebih baik.
2) Kecerdasan / Intelegensia
62
Kecerdasan / intelegensia adalah kemampuan belajar disertai kecakapan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini
sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi. Intelegensi yang normal
selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan
sebayanya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan
yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainya, sehingga seorang
anak pada usia tertentu sudah mamiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Kecerdasan / intelegensia juga berpengaruh besar dalam menentukan
seorang siswa dalam mencapai keberhasilan. Siswa yang memiliki intelegensi
sangat tinggi, prestasi belajarnya juga akan tinggi, sementara siswa yang
memiliki intelegensi rendah maka prestasi yang diperoleh akan rendah.
3) Cara Belajar
Cara belajar seseorang mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar
tanpa memperhatikan teknik dan factor fisiologis, psiologis dan ilmu
kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
4) Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan dating. Siswa yang belajar sesuai dengan
bakatnya akan lebih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar diluar
bakatnya.
63
5) Minat
Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa
tertarik pada bidang/ hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam
bidang itu. Serang siswa yang belajar dengan minat yang tinggi maka hasil
yang akan dicapai lebih baik dibandingkan dengan siswa yang kurang
berminat dalam belajar.
6) Motivasi
Motivasi sebagai factor intern berfungsi menimbulkan, mandasari,
mengarahkan perbuatan belajar. Dengan adanya motivasi maka siswa akan
memiliki prestasi yang baik, begitu pula sebaliknya.
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk elakukan belajar.
Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaiman cara mengatur
agar motivasi dapt ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar
mengajar seorang anak didika akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk
belajar.
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar yang sifatnya dari luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman,
keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Pengaruh lingkungan ini
pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan pada individu.
Faktor-faktor ekstern itu antara lain :
1) Latar belakang pendidikan orang tua
64
Latar belakang pendidikan orang tua paling mempengaruhi prestasi belajar.
Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka anak dituntut harus lebih
berprestasi dengan berbagai cara dalam pengembangan prestasi belajar anak.
2) Status ekonomi sosial orang tua
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang
sedang belajar harus terpenihi kebutuhan pokoknya. Jika anak hidup dalam
keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya
kesehatan anak terganggu. Akibatnya, belajar anak juga tergangu.
3) Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah dan di sekolah
Sarana dan prasarana mempunyai arti penting dalam pendidikan dan sebagai
tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Sekolah harus mempunyai ruang kelas, ruang guru, perpustakaan,
halaman sekolah dan ruang kepala sekolah. Sedangkan di rumah diperlukan
tempat belajar dan bermain, agar anak dapat berkreasi sesuai apa yang
diinginkan. Semua bertujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan anak
didik.
4) Media yang dipakai guru
Media digunakan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di
sekolah tergantung dari baik tidaknya media yang digunakan dalam
pendidikan yang digunakan dalam pendidikan yang dirancang. Bervariasi
potensi yang tersedia media yang baik dalam pendidikan yang berlainan untuk
tiap sekolah.
65
5) Kompetensi guru
Kompetensi guru adalah cara guru dalam pembelajaran yang dilakukannya
terhadap siswa dengan metode atau program tertentu. Metode atau program
disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan
di sekolah tergantung dari baik tidaknya program yang dirancang.
Clark dalam Angkowo dan Kosasih ( 2007 : 50 ) mengungkapkan bahwa
hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 %
dipengaruhi oleh lingkungan. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa,
selain faktor kemampuan , ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian,
sikap, kebiasaaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan
psikis. Salah satu faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil
belajar adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajarana
adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran dalam
mencapai tujuan intruksional. Pendapat ini sejalan dengan teori belajar disekolah
(Theory of school learning) dari Bloom, bahwa ada 3 (tiga) variable utama dalam
teori belajar di sekolah, yaitu karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil
belajar siswa.
Sedangkan Carol dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 51) berpendapat
bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu :
1) Faktor bakat belajar.
2) Faktor waktu yang tersedia untuk belajar.
3) Faktor kemampuan individu.
4) Faktor kualitas pengajaran.
66
5) Faktor lingkungan.
Kelima faktor tersebut, factor pertama sampai keempat berkenaan dengan
kemampuan individu, sedangkan fackor terakhir merupakan faktor yang
datangnya dari luar diri siswa yaitu faktor lingkungan.
Dari uraian yang telah dijabarkan diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa berasal dari dua hal
yaitu faktor yangberasal dari dalam diri siswa (faktor intern) dan faktor yang
berasal dari luar siswa (faktor ekstern).
2.4.3. Bentuk dan Tipe Hasil Belajar
Dalam proses pembelajarn, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai siswa penting untuk diketahui oleh guru, agar guru pada tahap selanjutnya
dapat mendesain pembelajaran secara tepat dan penuh makna. Setiap proses
pembelajaran hendaknya tingkat keberhasilannya dapat diukur, disamping dapat
diukur dari segi prosesnya. Tipe hasil belajar yang dimaksud perlu nampak dalam
prumusan tujuan pembelajaran (instruksional), sebab tujuan itulah yang akan
dicapai oleh proses pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang dapat dipakai
untuk melihat peristiwa atau proses belajar. Dari berbagai pendapat-pendapat itu
Angkowo dan Kosasih (2007 : 52) mengklasifikasikan menjadi tiga sudut
pandang, yaitu :
1) Memandang belajar sebagai proses.
2) Memandang belajar sebagai hasil.
3) Memandang belajar sebagai fungsi.
67
Ketiga cara pandang ini nampak perlu dipahami oleh guru sebab guru
adalah pembina, pembimbing dan pengarah kegiatan belajar siswa. Dalam uraian
berikut ini akan dipandang dari segi hasil.
Howard Kingsley dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 52) membagi tiga
macam hasil belajar yaitu :
1) Keterampilan dan kebiasaan.
2) Pengetahuan dan pengertian.
3) Sikap dan cita-cita
Masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dengan kurikulum
sekolah.
Gagne dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 52) mengemukakan lima
kategori tipe hasil belajar yaitu :
1) Informasi verbal (verbal information).
2) Keterampilan intelektual (intelektual skill).
3) Strategis kognitif (cognitive strategy).
4) Sikap (attitude).
5) Keterampilan motorik (motor skill).
Berbeda dengan kedua pendapat diatas, Benyamin Bloom dalam Angkowo
dan Kosasih (2007 : 53) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yang hendak
dicapai dapai diklasifikasikan menjadi tiga bidang, yakni : ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik, yang masing-masing ranah atau domain dibagi
lagi menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori ini disusun secara hirarkis,
68
sehingga menjadi taraf-taraf yang menjadi semakin bersifat kompleks mulai dari
taraf bawah ke atas.
Bloom membagi lagi ranah atau domain tersebut sebagai berikut :
1) Ranah kognitif (cognitive domain)
a) Pengetahuan (knowledge)
b) Pemahaman (comprehension)
c) Penerapan (application)
d) Analisa (analysis)
e) Sintesa (synthesis)
f) Evaluasi (evaluation)
2) Ranah afektif (affective domain)
Menurut Bloom, Kratwohl dan kawan-kawan pada ranah ini terbagi menjadi ;
a) Penerimaan (receiving)
b) Partisipasi (responding)
c) Penilaian / penentuan sikap (valuing)
d) Organisasi (organization)
e) Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex)
3) Ranah psikomotorik (psychomotoric domain) menurut Simpson :
a) Persepsi (perception)
b) Kesiapan (set)
c) Gerakan terbimbing (guided response)
d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
e) Gerakan yang kompleks (complek response)
69
f) Penyesuaian pola gerakan (adjusment)
g) Motivasi belajar (creativity)
Berkenaan dengan hasil belajar, Gagne dalam Angkowo dan Kosasih (2007 : 54)
mengemukakan lima jenis atau tipe belajar yaitu :
1) Belajar kemahiran intelektual (cognitif)
Yang termasuk dalam tipe ini adalah belajar deskriminasi, belajar konsep, dan
belajar kaidah. Belajar deskriminasi adalah kesanggupan membedakan
beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu.
2) Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar berlangsung melalui informasi verbal, apalagi belajar
di sekolah, seperti membaca, menulis, mengarang, bercerita, mendengarkan
penjelasan guru. Kesanggupan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan atau
tulisan, berkomunikasi, dan kesanggupan member arti pada setiap kata /
kalimat.
3) Belajar mengatur kegiatan intelektual
Dalam belajar kemahiran intelektual menekankan pada belajar deskriminasi,
konsep, dan kaidah, maka dalam belajar mengatur kegiatan intelektual yang
ditekankan adalah kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep atau
kaidah yang telaj dimiliki siswa. Hal ini lebih menekankan pada aplikasi
kognitif dalam pemecahan persoalan. Dua aspek penting dalam tipe belajar ini
adalah prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam pemecahan
masalah (problem solving).
70
4) Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berkaitan dengan kesanggupan
memanfaatkan gerakan badan, memiliki rangkaian urutan gerakan yang
teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar. Belajar motorik memerlukan kemahiran
dan keunggulan intelektual serta sikap. Karena dalam belajar motorik tidak
semata-mata hanya gerakan anggota badan, melainkan juga memerlukan
pemahaman dan penguasaan akan prosedur gerakan yang harus dilakukan, dan
konsep mengenai cara memerlukan gerakan. Aspek utama belajar motorik
adalah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang otomatis
merupakan puncak belajar motorik.
5) Belajar sikap
Belajar sikap merupan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau
menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti
atau tidak berarti baginya. Itulah sebabnya, sikap berhubungan dengan
pengetahuan dan perasaan seseorang terhadap objek. Sikap juga dipandan
sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi). Maka,
hasil belajar sikap Nampak dalam bentuk kemauan, minat, motivasi, perhatian,
dan perubahan perasaan. Sikap dapat dipelajari dan diubah melalui proses
belajar.
Tipe belajar kemahiran intelektual, informasi verbal dan pengaturan
kegiatan intelektual merupakan hasil belajar kognitif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendapat Gagne hamper sejalan dengan pendapat Bloom yaitu
bahwa ada tiga aspek hasil belajar yaitu : kognitif, keterampilan, dan sikap.
71
Proses pendidikan mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yang dapat
dikategorikan menjadi tiga bidang, yakni bidang kognitif (penguasaan
intelektual), bidang afektif (berhubungan sikap dan nilai), serta bidang
psikomotorik (kemampuan / keterampilan untuk bertindak berperilaku).
Ketiganya tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang akan
dicapai melalui proses pembelajaran, ketiganya harus nampak sebagai hasil
belajar siswa di sekolah. Hasil proses pembelajaran perlu nampak dalam
perubahan perilaku, dalam perubahan dan perkembangan intelektual serta dalam
bersikap mempertahankan nilai-nilai.
1) Tipe hasil belajar bidang kognitif meliputi tipe hasil belajar pengetahuan
hafalan (knowledge), tipe hasil belajar pemahaman (comprehention), tipe hasil
belajar penerapan (aplikasi), tipe hasil belajar analisis, tipe belajar sintesis dan
tipe hasil belajar evaluasi.
2) Tipe hasil belajar bidang afektif. Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan
nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.
Hasil belajar bidang afektif ini nampaknya kurang mendapat perhatian dari
para guru, sebab guru lebih banyak member perhatian pada bidang kognitif
semata-mata. Tipe hasil belajar afektif biasanya nampak dalam berbagai
tingkah laku siswa seperti :perhatian (attention) terhadap proses pembelajaran,
disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, dan teman-temannya. Beberapa
tingkatan hasil belajar dalam bidang afektif adalah sebagai berikut : receive /
72
attenting, responding atau menjawab, valuing atau penilaian, organisasi,
karakterisasi nilai dan internalisasi nilai.
3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik. Hasil belajar bidang psiomotorik
tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemamuan bertindak individu
(perseorangan). Ada 6 tingkatan keterampilan yaitu :
a) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c) Kemampuan perceptual termasuk didalamnya membedakan visual.
d) Kemampuan membedakan auditif (suara).
e) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan.
f) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang komplek.
g) Kemampuan yang berkenaan dengan nondecursive komunikasi seperti
gerakan ekspresif dan gerakan interpretative.
Dalam Djamarah dkk, 2006 : 105, yang menjadi petunjuk bahwa suatu
proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai berikut :
a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkanb mencapai prestasi
tinggi , baik secara individu maupun kelompok.
b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK)
telah dicapai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.
73
Untuk mengukur dan mengevaluasai tingkat keberhasilan belajar tersebut
dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar, berdasarkan tujuan dan ruang
lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penilaian
(Djamarah, 2006 : 106) sebagai berikut :
1) Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan
tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tetntang daya serap siswa
terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
2) Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan
dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya
serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes
subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
3) Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-
pook bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun
pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan
belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini
dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau
sebagai ukuran mutu sekolah.
74
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah
yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana prestasi (hasil balajar) yang telah
dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi
atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Istimewa/maksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai oleh siswa.
2) Baik Sekali/optimal : apabila sebagian besar (76% s/d 99%) bahan pelajaran
yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
3) Baik/minimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s/d 75%
dikuasai oleh siswa.
4) Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai
oleh siswa.
Dengan melihat daya yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam
pelajaran dan persentase keberhasilan siswa dapatlah diketahui keberhasilan
proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan siswa.
2.5. Penelitian Yang Relevan
Lilik Yuswanti (2007) dalam Sri Budi Warningsih dkk (2011) yang
berjudul “Media Audiovisual Meningkatkan Minat Belajar IPA Kelas VI SDN
Pawyatan Daha Kediri” yang menemukan bahwa kriteria keberhasilan ini dari sisi
proses dan hasil. Sisi proses yaitu siswa diberi keleluasaan untuk
menginterpretasikan sendiri materi yang didapat lewat tayangan audiovisual. Dari
75
sisi hasil, pembelajaran IPA dengan menggunakan media audiovisual terasa lebih
menyenangkan, perhatian siswa untuk menyimak materi lebih fokus, minat belajar
siswa lebih besar sehingga diharapkan hasil belajarnya nanti dapat meningkat
dengan baik. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar
dengan menggunakan media audiovisual / komputer sebagai pelengkap metode
ceramah dan metode percobaan bisa menjadi pilihan bagi guru untuk dapat
memberikan pemahaman yang nyata pada siswa, sehingga tujuan pendidikan yang
diharapkan,yaitu mengarahkan siswa belajar tuntas dapat tercapai.
Sri Budi Warningsih dkk (2011) yang berjudul “Inovasi Pendidikan
Dengan PemanfaatanMedia Audiovisual Dalam Pembelajaran IPA Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Di SD Negeri 02 Tuntang, Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ” menemukan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan media pembelajaran audiovisual dalam mata pelajaran IPA
kelas V di SD Negeri 02 Tuntang kabupaten Semarang dapat meningkatkan hasil
blajar siswa, secara umum menunjukkan hasil yang sangat baik dengan mencapai
ketuntasan hasil belajar yang maksimal, prosentase ketuntasan mencapai 100 %.
LF Kusumadewi (2011) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Seni
Tari Dengan Media Audiovisual dan Melalui Metode Ceramah Bervariasi”
menemukan bahwa pembelajara dengan menggunakan media audiovisual dan
metode ceramah bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII A
SMP N I Jambu pada mata pelajaran Seni Budaya tahun 2009 / 2010. Terbukti
adanya peningkatan prosentase ketuntasan belajar siswa dari 30 % pada pra siklus
meningkat menjadi 84 % pada siklus I dan 88 % pada siklus II. Selain itu aktivitas
76
belajar siswa juga meningkat, terbukti dari 33 siswa yang aktivitasnya kurang
baik pada pra siklus dengan rata-rata skor 2,58 % mengalami peningkatan pada
siklus I menjadi 3,82 % dengan kualifikasi cukup dan pada siklus II menjadi 4,02
atau kualifikasi baik.
2.6. Kerangka Berfikir
Berdasarkan pemaknaan-pemaknaan tentang Penerapan Metode Ceramah
Bervariasi dan Penggunaan Media Audiovisual dalam Pembelajarn Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Upaya dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa Kelas VIII E, maka disini akan mencoba membangun kerangka
berpikir teoritis sebagai berikut :
Pendekatan
pembelajaran yang
dapat meningkatkan
aktivitas siswa
Penerapan metode
ceramah
bervariasi dan
penggunaan
media audiovisual
Pembelajaran
PKn
Aktifitas belajar
siswa meningkat
Berpengaruh positif
terhadap hasil belajarnya
77
Pembelajaran PKn adalah pembelajaran yang menumbuhkembangkan
aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat menjadi warga negara yang
baik yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan mampu menggunakan
hak serta menjalankan kewajibannya secara bertanggung jawab, dimana materi-
materinya lebih pada pendidikan budi pekerti, pengamalan nilai-nilai dan moral.
Pendekatan dan metode yang dipilih guru dalam mengajar seharusnya
tidaklah bertumpu pada aspek pengetahuan saja, akan tetapi harus dapat
merangkai ketiga aspek tersebut yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Selain itu juga harus memperhatikan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran. Metode yang tepat agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses
pembelajaran adalah salah satunya dengan metode ceramah bervariasi, dan karena
dalam pembelajaran PKn itu materi-materinya lebih pada pendidikan budi pekerti,
pengamalan nilai-nilai dan moral, maka guru dalam mengajar perlu adanya media
yang tepat untuk menjelaskan materi tersebut yaitu melalui media audiovisual.
Karena dengan media audiovisual tersebut dapat mengkonkretkan pemahaman
para peserta didik terhadap materi-materi yang sulit dimengerti seperti materi
Pendidikan Kewarganegaraan.
Dengan menerapkan itu semua maka aktivitas belajar siswa akan
meningkat, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajarnya.
78
2.7. Hipotesis
Penggunaan metode ceramah bervariasi dan media audiovisual, dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII E SMP Stella Matutina
Salatiga pada semester II tahun ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
79
top related