Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman
banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta
telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah
terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir
sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Banjir yang terjadi selalu menimbulkan
kerugian bagi mereka yang terkena banjir baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dikenal sebagai dampak banjir.
Dampak banjir yang terjadi sering kali menganggu kesehatan lingkungan dan
kesehatan warga. Lingkungan tidak sehat karena segala sampah dan kotoran yang
hanyut seringkali mencemari lingkungan. Sampah-sampah terbawa air dan
membusuk mengakibatkan penyakit gatal-gatal di kulit, dan lalat banyak beterbangan
karena sampah yang membusuk sehingga sakit perut juga banyak terjadi. Sumber air
bersih tercemar sehingga mereka yang terkena banjir kesulitan air bersih dan
mengkonsumsinya karena darurat, sebagai penyebab diare.
Penyakit Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan satu biliun kejadian sakit
dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada 20-35 juta kejadian
diare terjadi setiap tahunnya, sedangkan pada 16,5 juta anak sebelum berusia 5
tahun menghasilkan 2,1-3,7 juta anak yang harus berobat ke dokter akibat dari
penyakit diare tersebut. Selain itu 500 bayi dan anak di Amerika Serikat
meninggal karena diare pertahunnya.1,2
1
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan yang tinggi yaitu 200 - 400
kejadian diare di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Di Indonesia
diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya,
sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak di bawah umur 5 tahun .Bayi
dan balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita diare, kerentanan
kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur anak,
pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.3
Kelurahan Pejaten Timur, Jakarta Selatan di pilih menjadi tempat penelitian
dikarenakan menurut catatan di puskesmas kelurahan Pejaten Timur angka
kejadian diare pada anak di sana khususnya pada balita menempati posisi yang
cukup tinggi setelah penyakit ISPA dan penyakit infeksi kulit. Selain itu RW 05,
RW 07 dan RW 08 dipilih dikarenakan daerah di lingkungan tersebut
merupakan daerah yang rawan banjir pada musim penghujan. Dimana hal
tersebut nantinya akan sangat berkaitan erat dengan peran kesehatan
lingkungan sebagai faktor penyebab angka kejadian penyakit diare.
Berdasarkan uraian-uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor kesehatan lingkungan apa sajakah yang mempunyai hubungan sehingga dapat
dilakukan tindakan pencegahan untuk menekan angka kejadian diare tersebut.
2
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalahfaktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita pasca
banjir terutama di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, Tahun 2013.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tercapainya penurunan kejadian diare pasca banjir pada balita
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui hubungan antara Pengadaan sarana air bersih, jamban dan
pengelolaan sampah terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan
Pejaten Timur.
b) Mengetahui hubungan antara usia, ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak,
kebersihan tangan dan kuku terhadap angka kejadian diare pada balita di
Kelurahan Pejaten Timur.
c) Mengetahui hubungan antara usia pendidikan, pengetahuan, penghasilan,
kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak terhadap
angka kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.
3
1.4. HIPOTESIS
Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : ( jadi kerangka konsep kita kan berubah,mana aja yg mw diilangin
a) Ada hubungan antara faktor lingkungan yang meliputi Pengadaan sarana air
bersih terhadap angka kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
b) Ada hubungan antara faktor anak yaitu usia terhadap angka kejadian diare
pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
c) Ada hubungan antara faktor ibu yang meliputi usia, pendidikan, pengetahuan,
penghasilan, kebiasaan mencuci tangan terhadap angka kejadian diare pada
balita di Kelurahan Pejaten Timur.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat bagi peneliti
Untuk menambah pengalaman belajar serta wawasan tentang ilmu kedokteran
khususnya tentang hubungan kesehatan lingkungan dengan penyakit diare dan juga
untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat khususnya dalam
melakukan penelitian ilmiah.
2. Manfaat bagi masyarakat
Memberikan gambaran kesehatan untuk masyarakat umumnya mengenai
pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan.
4
3. Manfaat bagi instansi kesehatan
Bagi instansi kesehatan yang terkait yaitu Puskesmas Kelurahan
Pejaten Timur, untuk mengetahui gambaran hubungan antara Perilaku hidup bersih
dan sehat serta faktor lingkungan di masyarakat terhadap angka kejadian diare
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diteliti pada penelitian ini.
Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya diare pasca
banjir
4. Manfaat bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan data awal dan acuan bagi peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti lebih dalam mengenai kesehatan lingkungan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor perilaku hidup bersih dan
sehat serta faktor lingkungan di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
2.1.1 Definisi
Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya
kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air
yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau
pecahnya bendungan sungai.Di banyak daerah yang gersang di dunia, tanahnya
mempunyai daya serapan air yang buruk, atau jumlah curah hujan melebihi
kemampuan tanah untuk menyerap air. Ketika hujan turun, yang kadang terjadi
adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air.
2.1.2 Penyebab Banjir
Banjir merupakan bencana yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-
hari, baik yang terjadi di lingkungan sekitar kita maupun yang jauh dari tempat kita
berada. Banjir sangat merugikan karena bisa merusak roda perekonomian di suatu
daerah, menghentikan aktivitas kegiatan manusia, meninggalkan kerusakan harta
benda, menebar penyakit, bahkan dapat pula menelan korban jiwa.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan banjir :
1. Luapan Air Sungai
Sungai yang lebar dan kedalamannya tidak berubah, namun di sekitarnya
terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan dapat menyebabkan
ketidakmampuan sungai untuk menampung secara keseluruhan air buangan, air hujan
6
dan sampah yang masuk ke dalamnya. Jika sudah penuh, maka air akan menggenangi
pinggiran sungai dan daerah rendah lainnya.
2. Pendangkalan Sungai, Kali, Selokan, Danau, Situ, Dll
Jika membuang sampah di sungai atau terus-menerus terjadi erosi tanah di
sekitarnya, maka akan terjadi pendangkalan. Sungai, danau dan selokan yang dangkal
tidak akan mampu menampung air dalam jumlah besar sehingga air akan meluap
menggenangi sekitarnya dan daerah-daerah yang rendah.
3. Kegagalan Tanah Menyerap Air
Jika jumlah luas keseluruhan lahan terbuka hijau dan tanah kosong berkurang
drastis di suatu daerah akibat berbagai sebab, maka air hujan yang turun akan
langsung dengan cepat ke selokan, sungai dan akhirnya ke laut. Jika air yang
mengalir tersebut sangat banyak jumlahnya, maka otomatis tidak akan tertampung di
saluran air yang ada. Akibatnya air yang tidak dapat ditampung oleh saluaran
pembuangan air akan tergenang bebas dan menyebabkan banjir.
4. Penggundulan Hutan
Hutan yang berisi berbagai macam pohon-pohon lebat serta semak belukar
yang rimbun dengan lantai hutan yang penuh dengan kompos alami sampah hutan
dapat menyerap air hujan dalam jumlah besar. Jika hutan digunduli dan dipersempit,
maka air hujan akan meluncur ke sungai dan kemudian berakhir di laut. Jika sungai
tidak mampu menampung air dalam jumlah besar, maka akan terjadi banjir di sekitar
sungai dan daerah rendah yang ada di sekitarnya.
7
5. Air Bah / Banjir Bandang
Air bah atau air banjir bandang yang datangnya cepat dan tiba-tiba bisa saja
terjadi akibat terjadinya sesuatu hal seperti jebol tanggul, jebol bendungan, tanah
longsor, hujan lebat di daerah sekitar hulu sungai, salju mencair massal secara tiba-
tiba dan lain sebagainya. Banjir yang tiba-tiba ini bisa saja langsung menggenangi
daerah pemukiman penduduk.
6. Hujan Deras Yang Lama
Jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang panjang
bisa mengakibatkan suatu daerah yang tidak biasa banjir menjadi banjir jika tidak
sigap menghadapi kuantitas air yang tidak wajar di luar kebiasaan normalnya.
7. Air Laut Pasang (Rob)
Permukaan air laut yang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan
permukaan daratan yang terus-menerus mengakibatkan pada saat air pasang, daerah-
daerah pantai dan daerah yang rendah akan digenangi air laut yang asin.
8. Saluran Air Mampet
Jika got, selokan, comberan, parit dan atau sebangsanya mampet karena
sampah, maka aliran air akan terhambat, dengan begitu air yang tidak bisa menembus
tumpukan sampah tersebut akan meluap dan menggenangi di sekitar saluran air
tersebut. Oleh sebab itu perlu kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak
membuang sampah sembarangan.
8
9. Perubahan Sistem Drainase Pembuangan Air
Suatu daerah yang biasanya tidak banjir bisa saja menjadi daerah langganan
banjir baru jika daerah di sekitarnya melakukan sesuatu yang mengubah sistem
drainase yang sudah ada tanpa memperhatikan amdal (analisis mengenai dampak
lingkungan). Contohnya seperti peninggian secara keseluruhan suatu wilayah rendah
untuk komplek perumahan baru, menyempitkan saluran air yang ada untuk suatu
pembangunan, hilangnya daerah rawa-rawa untuk dijadikan mall, dan lain
sebagainya.
10. Tsunami Air Laut
Adanya gempa bumi, pergeseran lempengan bumi, tumbukan meteor besar,
ledakan bom, angin besar, tanah longsor, es longsor, dan lain sebagainya bisa saja
menyebabkan gelombang tinggi air laut yang menyapu suatu daratan baik skala kecil
maupun besar. Banjir air laut akibat sunami bisa mencapai ketinggian ratusan meter
sehingga dapat menewaskan banyak orang yang dilaluinya.
2.1.3 Penanganan Banjir
Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi banjir.
1. Normalisasi fungsi sungai dan selokan.
2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah
di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar.
3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon
adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Pohon selain sebagai
9
penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat
hujan melalui akar-akarnya.
2.2 Kesehatan Lingkungan
2.2.1 Definisi
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya (UU RI No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup).
Kesehatan Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang
optimal pula.4
2.2.2 Tujuan & Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Secara umum tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan
adalah :5
1) Melakukan korelasi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2) Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber- sumber lingkungan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
3) Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat
dan isntitusi pemerintah serta lembaga non- pemerintah dalam menghadapi
bencana alam atau wabah penyakit menular.
10
Sedangkan tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus
meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup
manusia yang diantaranya berupa:5
1) Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara
luas oleh masyarakat.
3) Pencemaran udara akibat sisa pembakaran kendaraan bermotor, batubara,
kebakaran hutan atau gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup
lain dan menjadi penyebab perubahan ekosistem.
4) Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan,
industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5) Kontrol terhadap vektor-vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan
penyakitnya.
6) Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7) Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.
8) Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan
lingkungan.
11
2.2.3 Sanitasi Sumber Air
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun
dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air. Kebutuhan air rata-rata setiap
individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon, kebutuhan tersebut
bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan
masyarakat. Berdasarkan analisis WHO pada negara-negara maju setiap orang
memerlukan air antara 60-120 liter perhari, sedangkan pada negara berkembang tiap
orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari.4
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai
sumber, berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi):5
a) Air Angkasa atau Air Hujan
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Air ini
dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Walau pada saat presipitasi
merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran
ketika berada di atmosfer. Pencemaran tersebut dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme dan juga gas.
b) Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, air tersebut
meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk yang sebagian
besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Oleh karena keadaannya
yang terbuka, maka air permukaan mudah terkena pengaruh pencemaran, baik oleh
tanah, sampah maupun lainnya.
12
c) Air Tanah (Ground Water)
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian
mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi alamiah,
sehingga membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan
proses yang telah dialami air hujan tersebut.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau6. Air dinyatakan tercemar apabila mengandung bibit penyakit, parasit,
bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Berikut ini
merupakan batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman:3
a) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c) Tidak berasa dan tidak berbau
d) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik/rumah tangga
e) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen
Kesehatan RI
2.2.4 Penyediaan Jamban Keluarga
Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara
sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan
dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam
pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut
biasanya ditemukan terutama pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh
perkotaan5.
13
Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus
memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Harus diperhatikan juga
keadaan tanah, kemiringannya, permukaan tanah, pengaruh banjir pada musim hujan
dan sebagainya4. Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya. Dikenal
macam- macam tempat pembuangan tinja (jamban/kakus), yaitu7:
a) Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana yang sering dijumpai
masyarakat di pedesaan. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang
di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Jamban semacam ini masih
menimbulkan gangguan karena baunya.
b) Jamban Plengsengan
Nama jamban ini berasal dari kata ”melengseng” yang artinya miring dan
digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat penampungan kotoran
dihubungkan oleh suatu saluran yang miring.
c) Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan menggunakan bor. Jamban bor mempunyai keuntungan bau yang
ditimbulkan sangat berkurang, akan tetapi kekurangannya adalah perembesan kotoran
akan lebih jauh dan mengotori air tanah.
d) Jamban Leher Angsa (Angsatrine / Water Seal Latrine)
Jamban jenis ini di bawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah
timbulnya bau karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang
melengkung.
14
e) Jamban di atas Balong/Empang (Fishpond Latrine)
Jamban jenis ini semacam rumah-rumahan di atas kolam, rawa, balong,
empang atau sungai. Kerugiannya adalah mengotori air permukaan tersebut
sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar melalui media
air tersebut.
f) Jamban Septic Tank
Dipergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi
proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang bersifat anaerob.
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan tinja
secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan
dan perkembangbiakan lalat . Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat
keadaan tersebut misalnya adalah diare, disentri, tifoid, penyakit infeksi cacing,
penyakit infeksi gastrointestinal lain.3
2.2.5 Sarana Pembuangan Sampah
Menurut definisi (WHO) , Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,
tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan dan taraf hidup manusia. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah6:
a) Jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya maka akan semakin
banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju
pertambahan penduduk.
15
b) Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka
semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.
c) Kemajuan Teknologi, dengan kemajuan teknologi akan menambah jumlah
maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara
pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.
Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah terbagi menjadi
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik misalnya sisa makanan,
daun, sayuran, buah. Sedangkan sampah anorganik misalnya logam, barang
pecah belah atau abu. Berdasarkan bisa atau tidaknya dibakar, sampah terbagi
menjadi sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, plastik, daun kering, kayu.
Dan sampah yang tidak mudah terbakar misalnya kaleng, besi, gelas. Jika
berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk, sampah terbagi menjadi sampah yang
mudah membusuk misalnya sisa makanan. Dan sampah yang sulit membusuk
misalnya plastik.8
Berdasarkan ciri atau karakteristiknya, sampah dapat dibedakan menjadi7:
a) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan
cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini dapat ditemukan ditempat
pemukiman, rumah makan, pasar, dan sebagainya.
b) Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu rubbish yang mudah terbakar yang terdiri atas
zat-zat organik misalnya kayu, kertas, daun kering. Dan rubbish yang tidak
mudah terbakar yang terdiri atas zat-zat anorganik misalnya kaca, kaleng.
c) Ashes, merupakan semua sisa pembakaran industri.
d) Street Sweeping, merupakan sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin
atau manusia.
16
e) Dead Animal, merupakan bangkai binatang besar misal anjing atau kucing yang
mati akibat kecelakaan atau secara alami.
f) House Hold Refuse, merupakan sampah campuran (berasal dari rubbish,
garbage, ashes) yang berasal dari perumahan.
g) Abandoned Vehicles, merupakan jenis sampah yang berasal dari bangkai
kendaraan.
h) Demolotion Waste & Constructions Waste merupakan sampah yang berasal dari
sisa-sisa hasil pembangunan atau perombakan gedung.
i) Sampah Industri, merupakan sampah yang berasal dari industri pengolahan hasil
bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.
j) Sewage Solid, terdiri dari benda-benda solid atau kasar yang umumnya
berupa zat organik hasil saringan pada pintu masuk pusat pengolahan air buangan.
k) Sampah Khusus, yaitu sampah yang membutuhkan penanganan khusus dalam
pengelolaannya. Misal kaleng, zat radioaktiif.
Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan
lingkungannya. Pengaruh dari pengelolaan sampah yang tidak benar tampak pada 3
aspek yaitu8 :
a) Aspek Kesehatan
Sampah dapat memberikan tempat tinggal yang baik bagi vektor penyebab
penyakit, seperti serangga, tikus, cacing dan jamur. Dan dari vektor tersebut dapat
menimbulkan penyakit seperti diare dengan vektor pembawanya adalah lalat.
17
b) Aspek Lingkungan
Sampah dapat mempengaruhi estetika lingkungan, penurunan kualitas
udara dan pencemaran air.
c) Aspek Sosial Masyarakat
Pengelolaan sampah yang tidak baik dapat mencerminkan status keadaan
sosial masyarakat.
2.3 Penyakit Diare
2.3.1 Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya yakni
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam9. Diare merupakan salah satu penyebab
kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia karena pada usia tersebut sangat
rentan terhadap dehidrasi.9
2.3.2 Klasifikasi
Diare dapat di klasifikasikan berdasarkan:
1) Lamanya waktu diare :
a) Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkan
menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normalnya dan berlangsung kurang dari 14 hari.
b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari c) Diare Persisten
merupakan kelanjutan dari diare akut, peralihan antara diare akut dan kronik.9
18
2) Berdasarkan Mekanisme Patofisiologiknya9 :
a) Diare Osmotik, disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat- obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi
umum dan defek dari absorpsi mukosa usus.
b) Diare Sekretorik, disebabkan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek enterotoksin
pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan
hormon, reaksi ileum dan efek obat laksatif.
3) Berdasarkan ditemukannya darah yang terlihat secara kasat mata disebut dengan
Disentri1.
2.3.3 Etiologi
Diare disebabkan oleh banyak penyebab dan dapat dibedakan menjadi diare
infeksi dan diare non-infeksi2.
1) Diare Infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis agen-agen penyebab,
yaitu:2
a) Enteropatogen Bakteri
Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang atau non radang dan
enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah satu manifestasi klinis. Umumnya
diare radang akibat Aeromonas spp, Campylobacter jejuni, Clostridium difficle, E.
coli enteroinvasif, E. coli enterohemorhagik, Salmonella spp, Shigella spp, Vibrio
parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan diare non radang dapat
disebabkan oleh E. coli enteropatogen, E.coli enterotoksik, dan Vibrio cholerae.
19
b) Enteropatogen Parasit
Enteropatogen parasit yang paling sering di Amerika Serikat adalah Giardia
lamblia. Patogen yang lainnya adalah Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,
Strongyloides stercoralis, Isospora belli dan Enterocytozoon bieneusi.
c) Enteropatogen Virus
Penyebab gastroenteritis virus adalah Rotavirus, Adenovirus enterik,
Astovirus, Kalsivirus dan Virus Norwalk.
2) Sedangkan diare non-infeksi disebabkan oleh2 :
a) Kesukaran Makan
b) Kelainan Struktur Anatomi pada saluran cerna, misal pada atrofi mikrovilli,
penyakit Hirschprung, dan sebagainya.
c) Pada Malabsorpsi
d) Pada Endokrinopati
e) Pada Keracunan Makanan
f) Pada Neoplasma
g) Macam-macam lainnya, misal karena obat pencahar, alergi susu, penyakit
Crohn, kolitis ulseratif, pada penyakit defisiensi imun.
2.3.4 Faktor Risiko
Kelompok risiko tinggi yang mungkin mengalami diare infeksi adalah10 :
1) Orang yang baru saja bepergian ke negara berkembang, daerah tropis. Misal pada
orang yang sering berkemah atau pergi ke tempat endemik.
20
2) Orang dengan imunosupresi dan imunodefisiensi, misal pada penderita HIV atau
penekanan sistem imun karena obat-obatan.
3) Orang yang baru saja menggunakan obat-obatan antimikroba pada institusi,
misal di rumah sakit.
4) Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa, misal makan makanan
mentah atau mengkonsumsi makanan yang terpapar agen penyebab diare, misal:
Salmonella, Shigella.
2.3.5 Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis yang timbul akibat diare adalah10 :
1) Akibat kehilangan cairan tubuh:
a) turgor kulit berkurang
b) nadi lemah
c) takikardi
d) mata cekung
e) suara parau
f) kulit dingin
g) jari-jari sianosis
h) membran mukosa kering
i) buang air kecil kurang (anuria)
21
2) Akibat gangguan keseimbangan asam basa dan kehilangan elektrolit:
a) Defisit bikarbonat (asidosis), dengan gejala: muntah, pernafasan cepat
dan dalam
b) Defisiensi kalium, dengan gejala: lemah otot, aritmia jantung, ileus paralitik
c) Kejang dan koma
2.3.6 Patofisiologi
Mekanisme utama dalam diare adalah terjadinya kelainan transport air dan
elektrolit. Distensi usus akibat bertambahnya cairan dan gas di lumen usus akan
merangsang timbulnya hiperperistalsis11. Ada beberapa mekanisme utama
patofisiologi dasar diare. Yang pertama, diare sekretorik akibat sekresi air dan
elektrolit yang berlebihan ke usus akibat rangsangan toksin suatu bakteri pada
mukosa usus. Yang kedua merupakan diare osmotik akibat makanan yang
mengandung zat yang sukar diserap. Yang ketiga akibat gangguan transport ion,
misal karena ketidakmampuan usus menyerap ion klor, akhirnya terjadi diare akibat
kekacauan motilitas usus seperti pada sindrom kolon iritabel. Dan yang keempat
adalah gabungan dari mekanisme tersebut.12
2.3.7 Diagnosis
Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapatkan pasien terutama anak
dengan diare akut 2 :
1) menilai tingkat dehidrasi dan memberikan pengganti cairan dan
elektrolit
2) mencegah penyebaran enteropatogen
3) menentukan agen etiologi dan memberikan terapi spesifik jika terindikasi.
22
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien diare adalah rehidrasi dengan menilai dari derajat
dehidrasinya. Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena
nausea atau muntah terutama pada anak- anak dan lansia. Dehidrasi bermanifestasi
sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah frekuensi urin pada
keadaan yang lanjut dapat mengarah ke gagal ginjal akut.2
Derajat Dehidrasi akibat diare pada anak dibedakan menjadi tiga yaitu13 :
1) Tanpa dehidrasi, biasanya anak tampak normal, tidak ada tanda- tanda dehidrasi
2) Dehidrasi ringan/sedang, menyebabkan anak tampak rewel atau gelisah, mata
sedikit cekung, merasa haus, turgor kulit agak lambat jika dicubit
3) Dehidrasi berat, terjadi penurunan kesadaran pada anak, mata tampak cekung,
tidak bisa minum atau malas minum, turgor kulit sangat lama kembalinya jika
dicubit, nafas cepat dan anak terlihat lemah. Sedangkan derajat dehidrasi
menurut keadaan klinisnya terbagi atas9 :
1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan < 5% berat badan
2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% berat badan
3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan > 10% berat badan
Tujuan Pengobatan yang efektif dalam menangani anak-anak yang menderita
diare akut menurut WHO adalah13 :
1) Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mengatasi
dehidrasi.
2) Pemberian makanan terutama ASI dan makanan lunak selama diare dan masa
penyembuhan tetap dilakukan untuk mencegah kekurangan gizi.
23
3) Tidak menggunakan obat antidiare, antibiotika diberikan hanya pada kasus yang
sudah diketahui secara pasti apa agen yang menjadi penyebab diare tersebut.
Misalnya pada kasus kolera atau disentri yang disebabkan oleh Shigella.
4) Memberikan petunjuk dan edukasi yang efektif bagi ibu serta pengasuh dalam
penanganan dan pencegahan masalah diare
5) Diberikan terapi tambahan misalnya dengan pemberian suplemen zinc untuk
mengurangi lama dan beratnya diare.
2.3.9 Pencegahan
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan lingkungan, yaitu3 :
1) Menggunakan sumber air bersih dan memasak air hingga mendidih
sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.
2) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan
dan sesudah buang air besar.
3) Menggunakan jamban yang sehat untuk keluarga dan membuang tinja bayi dan
anak dengan benar.
4) Menjaga higienitas makanan dan minuman.
5) Pengelolaan pembuangan sampah yang baik dan benar.
2.3.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan
balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal–oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau
24
tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Adapun faktor
resiko terjadinya diare yaitu :
Faktor Anak
Bayi dan balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita
diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.
a. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya kekebalan alami
dari anak usia dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak.7,14
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005)15 terhadap
faktor-faktor risiko kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa kelompok
umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68
%, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan paling sedikit umur 37- 60
bulan 16,67 %.
b. Status Gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare.
Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan
makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan
mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare
25
persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi.
Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-
anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)16 terhadap beberapa penelitian faktor risiko
diare di Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang buruk merupakan
faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sinthamurniwaty (2005)15 yang menyatakan bahwa balita dengan status gizi rendah
mempunyai risiko 4,21 kali terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi
baik.
c. Status Imunisasi Campak
Pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang
terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati,
cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan
disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau
menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan
kekebalan pada penderita.13,17
Faktor Orang tua
Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare
sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang
pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak
terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko
mengalami dehidrasi.
26
Faktor lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi
yang jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat
shigellosis yaitu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat
berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak- anak yang berumur 6
bulan sampai 3 tahun.17
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana
sebagian besar penularan melalui fekal-oral yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan
serta perilaku sehat dari keluarga.
Hygiene dan Kebersihan diri
Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap
pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih
yang sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada
anak dan juga setelah anak buang air besar18. Banyak penyakit mudah ditularkan
melalui makanan yang terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci
tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran cerna (tinja) maupun
saluran pernafasan. Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana
berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diare. Oleh
sebab itu pentingnya orang tua memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak
usia bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada tahapan dimana
lebih cendrung untuk memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut.
27
Faktor Resiko
EksternalInternal
Penyakit Diare
Balita(sebagai Host)Agen Penyakit
Penyimpanan sampah Pengumpulan sampahPembuangan sampah
Sarana air bersihPenyediaan JambanPengelolaan sampah individu
Syarat pembuangan kotoranSyarat bangunan jamban
LingkunganJenis KelaminUsiaStatus GiziImunisasi campak
Banjir
Faktor Ibu :UsiaPendidikanPengetahuanMencuci tangan sebelum memberikan makan
2.4 Kerangka Teori
Bagan 3.1 kerangka teori
28
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Bagan 3.2 Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan diare pada anak
29
Faktor Anak :
Usia Jenis Kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak
Kejadian diare pada balita pasca banjir
Faktor Ibu :
Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan
sebelum memberikan makan pada anak
Faktor Lingkungan :
Pengadaan sarana air bersih
Pengadaan jamban Pengelolaan sampah
3.2 Identifikasi variable penelitian
Variabel independent :
1. Faktor usia balita
2. Faktor jenis kelamin balita
3. Faktor pemberian ASI eksklusif
4. Faktor gizi balita
5. Faktor imunisasi campak
6. Faktor usia ibu dari balita yang diambil sebagai sampel
7. Faktor pendidikan ibu
8. Faktor pengetahuan ibu terhadap diare
9. Faktor penghasilan keluarga
10. Penyediaan sarana air bersih
11. Penyediaan jamban keluarga
12. Pengelolaan pembuangan sampah
Variabel dependen :
Penyakit diare pada balita pasca banjir.
30
3.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur dan Alat
ukur
Hasil Ukur Skala Referensi
Variabel Dependen
Kejadian
Diare
Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer
0 = Tidak diare1 = Diare
Nominal
Simadibrata Marcellus, Daldiyono. Diare Akut : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 408 – 413
Variabel Independent
Usia anak Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran
Cara ukur: melihat catatan medis dan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahunAlat ukur :
1 = 0-24 bulan2 =25-59 bulan
Interval
31
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Kuesioner
Jenis Kelamin
Identitas diri atau seksual anak sejak ia dilahirkan
Melihat catatan medis dan melihat langsung pasien
1 = Laki-laki2 = Perempuan
Nominal
Asi ekslusif Pemberian hanya ASI saja sampai usia bayi 6 bulan
Jawaban yang ada di kuesioner
1= mendapatkan ASI eksklusif2 = tidak mendapatkan ASI eksklusif
Ordinal
Imunisasi campak
Cakupan pemberian imunisasi campak yang didapatkan dalam 1 tahun pertama
Jawaban yang ada di kuesioner
0 = mendapatkan imunisasi campak1 = tidak mendapatkan imunisasi campak2 = belum cukup umur
Nominal
Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu
Cara ukur : Melihat dari catatan Kartu Menuju Sehat (KMS)
1 = gizi buruk2 = kurang gizi3 = normal
Ordinal
32
dibandingkan dengan standart WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standart
Usia ibu Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran
Berdasarkan isi kuesioner yang ditulis ibu
1 = 20-30 tahun (tidak berisiko)2= <20 dan >30 tahun (berisiko)
Ordinal
Pendidikan Ibu
Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus
Melihat dari pendidikan ibu yang diisi dari kuesioner
1=Tinggi (Tamat SLTA/Diploma)2=Rendah (Tamat SD – Tamat SLTP)
Ordinal
Pengetahuan
Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)
Cara Ukur : Dengan melihat skor yang diperoleh responden, kemudian membandingka n dengan skor maksimal dan dikalikan 100Alat Ukur : Kuesioner
0=Baik, bila nilai/skor ≥ 76%1=Cukup, bila nilai skor 56-75 %2=Kurang baik bila nilai/skor ≤ 55 %
Interval
33
Kebiasaan cuci tangan
Perilaku ibu untuk membersihkan tangan sebelum memberikan makan anak dengan menggunakan sabun
Jawaban dari kuesioner
1 = buruk2 = baik
Ordinal
Penghasilan keluarga
Kondisi keuangan atau penghasilan yang diperoleh keluarga per bulan
Catatan Ukur : Jawaban dari kuesionerAlat Ukur : kuesioner
1=Tinggi, bila penghasilanper bulan >2jt2=Rendah bila penghasilanper bulan <2 jt
Ordinal
Sarana air bersih
Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang memenuhi syarat kualitas air bersih
Kuesioner 1 = Tidak memenuhi kualitas air bersih2= Memenuhi kualitas air bersih
Ordinal
34
Penyediaan jamban
Jenis tempat buang air besar yang digunakan oleh keluarga yang memenuhi syarat pembuangan kotoran sesuai aturan kesehatan
Kuesioner 1= Jamban yang tidak memenuhi aturan kesehatan 2 = Jamban yang memenuhi aturan kesehatan
Ordinal
Pengelolaan Pembuangan Sampah
Jenis tempat dan pengelolaan sampah perorangan yang meliputi : Penyimpanan, Pengumpulan, dan Pembuangan
Kuesioner 1 = Tidak memenuhi kesehatan 2 = Memenuhi kesehatan
Ordinal
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Design Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mencari hubungan antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain, dengan mengunakan pendekatan
rancangan potong silang (cross sectional).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di RW 05 pada RT 05,RW 07 pada RT
16 dan RT 17, RW 08 pada RT 0 5 Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013 – 30 Maret 2013.
4.3 Subyek Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh balita di Posyandu Kelurahan Pejaten
Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.
36
4.3.2 Sampel
Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
rumus.
Rumus populasi infinit:
n = (Za)2 PQ
(d)2
Keterangan :
n = besarnya sampel
a = batas kemaknaan, yang digunakan adalah 0,05
Za = untuk a sebesar 0,05 dari tabel dua arah didapatkan nilai 1,96
P = proporsi penyakit diare
Q = 1-P
d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p adalah 0,05
Proporsi yang digunakan berdasarkan angka proporsi kejadian diare di
Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan tahun 2011
sebesar 17%. berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel:
n = (1,96) 2 x 0,17 x (1-0,17)
(0,05) 2
= 216,819 dibulatkan menjadi 217
37
n = 217 responden
Rumus Populasi finit:
n = Besar sample yang di butuhkan untuk populasi finit
No = Besar sample dari populasi infinit = 217 responden
N = Besar sample populasi finit ( penderita penyakit diare di Kelurahan Pejaten
Timur Januari 2013 sampai Februari 2013 )
n = 217 = 89,743589
(1+217/153)
n = 89,743 dibulatkan menjadi 90
Sample akhir, N1 = n + n (10%)
N1 = 90 + 99 (0.1)
N1 = 99
Jadi besar sampel penelitian 99 sampel
38
4.4 Teknik sampling
Sampel diambil dengan menggunakan metode Simple Random Sampling,
yaitu suatu tipe sampling probabilitas, di mana peneliti dalam memilih sampel dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan
sebagai anggota sampel. Dengan teknik semacam itu maka terpilihnya individu
menjadi anggota sampel benar-benar atas dasar faktor kesempatan (chance), dalam
arti memiliki kesempatan yang sama, bukan karena adanya pertimbangan subjektif
dari peneliti . Sampel diberi nomor dan dipilih sesuai dengan jumlah sampel yang
dibutuhkan secara acak dengan bantuan software Research Randomizer. Kemudian
nomor data yang keluar diambil sebagai sampel.
4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.5.1 Kriteria Inklusi
a) Ibu yang memiliki balita yang mengunjungi Posyandu tersebut di hari
pengambilan data Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
b) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent
4.5.2 Kriteria Eksklusi
a) Ibu yang tidak kooperatif.
b) Ibu yang tidak ingin berpartisipasi dalam penelitian.
39
4.6 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi
pertanyaan tertutup dan terbuka tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan
langsung kepada responden untuk diisi, dan melalui proses wawancara.
4.7 CARA PENGUMPULAN DATA
4.7.1 Alur Pengumpulan Data
Gambar 4.1 Alur Pengumpulan Data
40
Proposal disetujui
Saringan populasi
Mengumpulkan sampel
Peneliti melakukan wawancara dan kuesioner
Peneliti mengumpulkan data
Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk
tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft
Word dan SPSS 21,0
Penyajian data dalam bentuk presentasi
Peneliti mendapatkan data yaitu populasi terjangkau berjumlah 359 Balita dari Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur
Pengumpulan Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan kuesioner pada
responden yang dilakukan di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar
Minggu, Jakarta Selatan.
Pengumpulan Data Sekunder
Data yang diperoleh dari pencatatan kejadian penyakit diare yang didapatkan
dari laporan surveillance Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur.
Pengumpulan Data Tersier
Data diperoleh dari buku teks, jurnal, dan penelitian yang ada sebelumnya.
4.8 Rencana pengolahan dan analisis data
Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui
proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang
terkumpul dari hasil kuesioner diolah, dianalisis dan dimasukkan dalam program
komputer Microsoft office excel 2007 dan SPSS 21.0.
Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan seperti tahap-tahap
dibawah ini :
1. Cleaning
Memeriksa kelengkapan data, kelengkapan kuesioner, apakah semua
pertanyaan telah dijawab dengan lengkap dan benar.
Memeriksa kesinambungan data, dalam arti tidak ditemukannya data atau
keterangan antara satu dengan yang lainnya.
Memeriksa keseragaman data, apakah ukuran yang digunakan dalam
mengumpulkan data sudah seragam atau tidak.
2. Coding
41
Pengkodean data (data coding) yaitu mengklasifikasikan data dan memberi
kode atau simbol tertentu, misal berupa angka untuk setiap jawaban.
3. Editing
Pengeditan data (editing) yaitu mengeluarkan data yang dianggap janggal,
yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan melihat
kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah
bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk dianalisa.
4. Entry
Pemasukan data (data entry) yaitu memasukkan data kedalam program
computer yaitu SPSS untuk kemudian dianalisa.
4.9 Analisa Data
4.9.1 Analisis Univariat
Analisa menggunakan distribusi frekuensi data berdasarkan nilai rata-
rata (mean) terhadap variabel-variabel yang diteliti.
4.9.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat yang digunakan adalah uji statistik chi-square, untuk
mencari hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel dependen
dengan variabel independen yang mengacu pada nilai p-value <0,05.
4.10 Penyajian Data
Tekstural, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.
Tabulasi, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
Grafik, hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan diagram
batang
BAB V
42
HASIL PENELITIAN
Kelurahan Pejaten Timur merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Pasar Minggu di Jakarta Selatan memiliki 11 RW dengan 25 Posyandu
dengan luas wilayah 2.88 km2, terdiri dari 8,145 Keluarga (KK) dengan jumlah balita
2848 jiwa.
5.1 Hasil Univariat
Analisa univariat ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari
masing-masing variabel yang diteliti di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar
Minggu Jakarta Selatan dengan responden yang berjumlah 99 ibu yang memiliki
balita.
5.1.1 Karakteristik Responden
5.1.1.1 Usia Ibu
Berdasarkan hasil penelitian dari usia responden. Adapun secara lengkap
deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Ibu menurut Usia
Usia Frekuensi Persentase ( %)
20-30 83 83.8
<=20 / >=30 16 16.2
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan usia ibu dengan terbanyak yaitu umur 20-30
tahun sejumlah 83 orang (83,8 %)
43
5.1.1.2 Pendidikan Ibu
Berdasarkan hasil penelitian dari pendidikan responden. Adapun secara
lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi ibu menurut pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase
Rendah 75 75.8
Tinggi 24 24.2
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jumlah terbanyak yaitu ibu yang
berpendidikan rendah dengan jumlah 75 orang (75,8%)
5.1.1.3 Penghasilan dalam Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dari penghasilan keluarga responden. Adapun
secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi ibu menurut penghasilan perbulan dalam keluarga
44
Penghasilan Frekuensi Persentase (%)
< Rp. 2.000.000,- 61 61.6
>Rp. 2.000.000,- 38 38.4
Total 99 100.0
Tabel di atas menunjukkan jumlah terbanyak yaitu ibu dengan penghasilan per bulan
dalam keluarga kurang dari Rp 2.000.000,- dengan jumlah 61 orang ( 61,6 %)
5.1.1.4 Pengetahuan Ibu tentang Diare
Berdasarkan hasil penelitian dari pengetahuan responden terhadap diare.
Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi ibu menurut tingkat pengetahuan
Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase ( %)
Buruk ( < = 56%) 68 68.7
Cukup( 56- 75 %) 30 30.3
Baik ( => 75%) 1 1.0
Total 99 100.0
45
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan
yang buruk tentang diare merupakan jumlah paling banyak dengan jumlah 68 orang
( 68,7 %)
5.1.1.5 Kejadian Diare pada anak
Berdasarkan hasil penelitian dari kejadian diare pada anak responden. Adapun
secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi kejadian diare pada anak
Kejadian diare Frekuensi Persentase (%)
Diare 57 57.6
Tidak diare 42 42.4
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah kejadian diare yang terbanyak
pada anak dengan jumlah 57 orang ( 57,6 %)
5.1.1.6 Usia Anak
Berdasarkan hasil penelitian dari usia anak responden. Adapun secara lengkap
deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
46
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi usia anak
Usia anak Frekuensi Persentase ( %)
0 - 24 bulan 36 36.4
25 – 59 bulan 63 63.6
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak berusia antara usia 25 – 59
bulan merupakan jumlah terbanyak yaitu 63 orang (63,6%)
5.1.1.7 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari jenis kelamin anak responden. Adapun
secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Jenis kelamin Frekuensi Persentase ( %)
Laki –laki 47 47.5
Perempuan 52 52.5
Total 99 100.0
Tabel 5.7 Distribusi jenis kelamin anak
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan jenis kelamin anak perempuan dengan
jumlah terbesar yaitu 52 orang (52,5%)
47
5.1.1.8 Asi eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian ASI eksklusif dari anak
responden. Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam
tabel sebagai berikut :
Asi eksklusif Frekuensi Persentase ( %)
Mendapat 63 63.6
Tidak mendapat 36 36.4
Total 99 100.0
Tabel 5.8 Distribusi asi eksklusif pada anak
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak yang mendapat asi eksklusif
merupakan jumlah terbanyak dengan jumlah 63 anak (63,6%)
5.1.1.9 Status Gizi Anak
Berdasarkan hasil penelitian dari status gizi anak dari responden. Adapun
secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 5.9 Distribusi status gizi anak
48
Status gizi Frekuensi Persentase ( %)
Normal 52 52.5
Kurang 46 46.5
Buruk 1 1.0
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan status gizi anak yang normal sebanyak
52 orang (52,5%),
4.1.1.10 Imunisasi campak
Berdasarkan hasil penelitian dari imunisasi campak dari anak responden.
Adapun secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 5.10 Distribusi imunisasi campak
Imunisasi campak Frekuensi Persentase (%)
Dapat 80 80.8
Belum Dapat 19 19.2
Total 99 100.0
49
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan anak yang sudah mendapat imunisasi
campak sebanyak 80 (80,4%), anak yang belum mendapatkan imunisasi campak
sebanyak 19 (19,2 %)
5.1.1.11 kebiasaan cuci tangan
Berdasarkan hasil penelitian dari kebiasaan cuci tangan responden. Adapun
secara lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 5.11 Distribusi kebiasaan cuci tangan Ibu
Kebiasaan cuci tangan Frekuensi Persentase ( %)
Baik 77 77.8
Buruk 22 22.2
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan kebiasaan cuci tangan yang baik
sebanyak 77 orang (77,8 %), kebiasaan cuci tangan yang buruk sebanyak 22 orang
(22,2%)
5.1.1.12 Ketersediaan Air Bersih
Berdasarkan hasil penelitian dari ketersediaan air bersih. Adapun secara
lengkap deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
50
Tabel 5.12 Distribusi Ketersediaan air bersih di tempat tinggal
Ketersediaan air bersih Frekuensi Persentase (%)
Tidak tersedia 66 66.7
Tersedia 33 33.3
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan ketersediaan air bersih yang tidak
tersedia di tempat tinggal sebanyak 66 (66,7 %), ketersediaan air bersih yang tersedia
di tempat tinggal sebanyak 33 (33,3%)
5.1.1.13 Pengelolaan Sampah
Berdasarkan hasil penelitian dari pengelolaan sampah. Adapun secara lengkap
deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.13 Distribusi Pengelolaan sampah di tempat tinggal
Pengelolaan sampah Frekuensi Persentase( %)
Tidak memenuhi 59 59.6
Memenuhi 40 40.4
Total 99 100.0
51
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan pengelolaan sampah yang tidak
memenuhi di tempat tinggal sebanyak 59 (59,6 %), pengelolaan sampah yang
memenuhi di tempat tinggal sebanyak 40 (40,4%)
5.1.1.14 Ketersediaan Jamban
Berdasarkan hasil penelitian dari ketersediaan jamban. Adapun secara lengkap
deskripsi distribusi responden dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.14 Distribusi Ketersediaan Jamban di tempat tinggal
Ketersediaan Jamban Frekuensi Persentase ( %)
Tidak tersedia 57 57.6
Tersedia 42 42.4
Total 99 100.0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan ketersediaan jamban di tempat tinggal
sebanyak 42 (42,4 %), jamban yang tidak tersedia di tempat tinggal sebanyak 57
(57,6%)
52
5.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini untuk melihat hubungan antara faktor-
faktor dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada analisa bivariat dilakukan uji statistic dengan uji
chi square. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat antara variabel kejadian diare
pada balita dengan variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada
balita tersebut.
5.2.1 Hubungan usia anak terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.15 Hubungan usia anak terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
usia anak
25-59jumlah 42 22 64
0,028 1,531Persentase 73.7% 52.4% 64.6%
0-24jumlah 15 20 35
Persentase 26.3% 47.6% 35.4%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,128 yang berarti balita dengan usia 25-59
bulan memiliki resiko diare 1,128 kali lebih besar dibandingkan dengan balita usia 0-
53
24 bulan. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,028 maka Ho
ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara
usia balita dengan kejadian diare akut pasca banjir.
5.2.2 Hubungan jenis kelamin anak terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.16 Hubungan jenis kelamin anak terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
jenis kelamin
laki-lakijumlah 28 19 47
0,702 1,068Persentase 49.1% 45.2% 47.5%
perempuanjumlah 29 23 52
Persentase 50.9% 54.8% 52.5%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,068 yang berarti balita dengan jenis
kelamin laki-laki memiliki resiko diare 1,068 kali lebih besar dibandingkan dengan
balita dengan jenis kelamin perempuan. Hasil analisis statistik dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,702 maka Ho diterima, berarti tidak bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian
diare akut pasca banjir.
54
5.2.3 Hubungan pemberian ASI ekslusif pada anak terhadap kejadian diare
pada balita
Tabel 5.17 Hubungan pemberian ASI ekslusif pada anak terhadap kejadian diare
pada balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
asi ekslusive
tidak
mendapat
jumlah 27 9 36
0,008 1,576Persentase 47.4% 21.4% 36.4%
mendapatjumlah 30 33 63
Persentase 52.6% 78.6% 63.6%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.576 yang berarti balita yang tidak
mendapat asi ekslusive memiliki resiko diare1.576 kali lebih besar dibandingkan
dengan balita yang mendapat asi ekslusive. Hasil analisis dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,008 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara asi ekslusive dengan kejadian diare akut
pasca banjir.
55
5.2.4 Hubungan imunisasi campak pada anak terhadap kejadian diare pada
balita
Tabel 5.18 Hubungan imunisasi campak pada anak terhadap kejadian diare pada
balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
imunisasi campak
belum dapatjumlah 16 3 19
0,009 1,639Persentase 28.1% 7.1% 19.2%
dapatjumlah 41 39 80
Persentase 71.9% 92.9% 80.8%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.639 yang berarti balita yang belum
mendapat imunisasi memiliki resiko diare 1.639 kali lebih besar dibandingkan
dengan balita yang sudah mendapat imunisasi campak. Hasil analisis dengan Chi-
Square menunjukan nilai p = 0,009 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara imunisasi campak dengan kejadian diare
akut pasca banjir.
56
5.2.5 Hubungan usia ibu terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.19 Hubungan usia ibu terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
Diare tidak diare
usia ibu
20-30jumlah 48 35 83
0,907 1,027Persentase 84.2% 83.3% 83.8%
<=20 / >=30jumlah 9 7 16
Persentase 15.8% 16.7% 16.2%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1,027 yang berarti balita dengan ibu berusia
20-30 tahun memiliki resiko diare 1,027 kali lebih besar dibandingkan dengan balita
dengan ibu berusia ≤20 / ≥30. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p =
0,907 maka Ho diterima, berarti tidak bermakna secara statistik sehingga disimpulkan
tidak ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare akut pasca banjir.
57
5.2.6 Hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.20 Hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
pendidikan
ibu
rendah ( sd - sltp )jumlah 48 27 75
0,022 1,706Persentase 84.2% 64.3% 75.8%
tinggi ( >=slta )jumlah 9 15 24
Persentase 15.8% 35.7% 24.2%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.706 yang berarti balita dengan ibu
berpendidikan rendah memiliki resiko diare 1.706 kali lebih besar dibandingkan
dengan balita dengan ibu berpendidikan tinggi. Hasil analisis dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,022 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare
akut pasca banjir.
58
5.2.8 Hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.21 Hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
Diare tidak diare
Kebiasaan
cuci tangan
burukjumlah 17 5 22
0,034 1,488Persentase 29.8% 11.9% 22.2%
baikjumlah 40 37 77
Persentase 70.2% 88.1% 77.8%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.488 yang berarti balita dengan ibu yang
tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan kepada balita
memiliki resiko diare 1.488 kali lebih besar dibandingkan dengan balita dengan ibu
yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan kepada balita.
Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,034 maka Ho ditolak,
berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara
kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare akut pasca banjir.
59
5.2.9 Hubungan jumlah penghasilan keluarga terhadap kejadian diare pada
balita
Tabel 5.22 Hubungan jumlah penghasilan keluarga terhadap kejadian diare pada
balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
penghasilan
rendah ( <2jt )jumlah 44 17 61
0,000 2,118Persentase 77.2% 40.5% 61.6%
tinggi ( >2jt )jumlah 13 25 38
Persentase 22.8% 59.5% 38.4%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 2.118 yang berarti balita dari keluarga
berpenghasilan rendah memiliki resiko diare 2.118 kali lebih besar dibandingkan
dengan balita dari keluarga berpenghasilan tinggi. Hasil analisis dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,000 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian
diare akut pasca banjir.
60
5.2.10 Hubungan ketersediaan air besih terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.23 Hubungan ketersediaan air besih terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare Total
P PRDiare tidak
diare
ketersediaan
air bersih
tidak tersediajumlah 43 23 66
0,031 1,540Persentase 75.4% 54.8% 66.7%
tersediajumlah 14 19 33
Persentase 24.6% 45.2% 33.3%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.540 yang berarti balita yang daerahnya
tidak memiliki ketersediaan air bersih memiliki resiko diare 1.540 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki ketersediaan air bersih. Hasil
analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,031 maka Ho ditolak, berarti
bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara ketersediaan air
bersih dengan kejadian diare akut pasca banjir.
61
5.2.11 Hubungan ketersediaan jamban terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.24 Hubungan ketersediaan jamban terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
Diare tidak diare
ketersediaan
jamban
tidak memenuhijumlah 38 19 57
0,033 1,476Persentase 66.7% 45.2% 57.6%
Memenuhijumlah 19 23 42
Persentase 33.3% 54.8% 42.4%
Total jumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai OR = 1.476 yang berarti balita yang daerahnya
tidak memiliki ketersediaan jamban yang memenuhi syarat memiliki resiko diare
1.476 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki
ketersediaan jamban yang memenuhi syarat. Hasil analisis dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,033 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara ketersediaan jamban yang memenuhi
persyaratan dengan kejadian diare akut pasca banjir.
62
5.2.12 Hubungan pengelolaan sampah terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.25 Hubungan pengelolaan sampah terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare Total
P PRDiare tidak
diare
pengelolaan
sampah
tidak
memenuhi
jumlah 41 18 59
0,004 1,737Persentase 71.9% 42.9% 59.6%
memenuhijumlah 16 24 40
Persentase 28.1% 57.1% 40.4%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.737 yang berarti balita yang daerahnya
tidak memiliki pengelolaan sampah yang memenuhi syarat memiliki resiko diare
1.737 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang daerahnya memiliki
pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Hasil analisis dengan Chi-Square
menunjukan nilai p = 0,004 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik
sehingga disimpulkan ada hubungan antara pengelolaan sampah yang memenuhi
persyaratan dengan kejadian diare akut pasca banjir.
63
5.2.13 Hubungan status gizi anak terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.26 Hubungan status gizi anak terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
Diare tidak diare
status gizi
Burukjumlah 33 14 47
0,016 1,519Persentase 57.9% 33.3% 47.5%
Baikjumlah 24 28 52
Persentase 42.1% 66.7% 52.5%
Totaljumlah 57 42 99
Persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.519 yang berarti balita yang memiliki
status gizi buruk memiliki resiko diare 1.519 kali lebih besar dibandingkan dengan
balita yang status gizinya baik. Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p
= 0,016 maka Ho ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pasca banjir.
64
5.2.14 Hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada balita
Tabel 5.27 Hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada balita
kejadian diare TotalP PR
diare tidak diare
pengetahuan
ibu ttg diare
burukjumlah 46 22 68
0,003 1,904persentase 80.7% 52.4% 68.7%
baikjumlah 11 20 31
Persentase 19.3% 47.6% 31.3%
Totaljumlah 57 42 99
persentase 100.0% 100.0% 100.0%
Analisis PR diperoleh nilai PR = 1.904 yang berarti balita yang memiliki ibu
dengan pengetahuan yang buruk tentang diare memiliki resiko diare 1.904 kali lebih
besar dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan pengetahuan yang baik
tentang diare Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukan nilai p = 0,003 maka Ho
ditolak, berarti bermakna secara statistik sehingga disimpulkan ada hubungan antara
pengetahuan ibu ttg diare dengan kejadian diare akut pasca banjir.
65
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Sarana Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2009),
Renggani (2002) dan Adhawiyah (2000) yang mendapatkan hasil sumber air bersih
berpengaruh dengan kejadian diare. Menurut penelitian Wulandari (2009)
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan
kejadian diare pada balita, hal ini disebabkan sebagian besar bakteri penyebab diare
menular melalui air yang tercemar.19,20,21
Transmisi fekal oral merupakan cara terbanyak dalam penyebaran diare.
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral
tersebut bersama dengan air atau makanan yang tercemar. Maka dari itu
sumber air minum mempunyai peranan yang penting dalam penyebaran
penyakit tersebut (Depkes RI, 2000)
6.2 Hubungan Ketersediaan Jamban Keluarga Terhadap Kejadian Diare
Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara penyediaan jamban
keluarga dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2009),
Renggani (2002) dan Adhawiyah (2000) yang mendapatkan jenis jamban
66
berpengaruh dengan kejadian diare. Menurut penelitian Wulandari (2009)
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara jenis jamban dengan kejadian
diare pada balita, hal ini disebabkan jenis jamban merupakan sarana sanitasi yang
berkaitan dengan kejadian diare. Jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan resiko terjadinya diare.19,20
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar masyarakat di Kelurahan
Pejaten Timur menggunakan jamban jenis leher angsa. Akan tetapi ada juga sebagian
masyarakat yang dikarenakan tidak memiliki jamban sendiri didalam rumah mereka
memilih membuat jamban cemplung. Walaupun ada juga sebagian dari responden
yang tidak memiliki jamban di dalam rumah, mereka memilih untuk menumpang di
jamban tetangga apabila ingin buang air besar. Selain itu banyak juga dari ibu-ibu
terutama yang memiliki balita yang berusia di bawah 1 tahun yang tidak membuang
kotoran anaknya dengan benar, sebagian besar dari mereka membuang kotoran anak
mereka ke sembarang tempat. Hal tersebut justru akan meningkatkan risiko terjadinya
diare, karena menurut Depkes (2000) di dalam kotoran balita tersebut terdapat
banyak mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang merupakan penyebab
tersering dari penyakit diare.
6.3 Hubungan Pengelolaan Pembuangan Sampah Terhadap Kejadian Diare
Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara pengelolaan
pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawaty (2004)
yang mendapatkan hasil jenis pembuangan sampah dan saluran
pembuangan air limbah berpengaruh dengan kejadian diare.22
Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak masyarakat di Kelurahan
Pejaten Timur yang belum mengerti cara mengelola dan membuang sampah dengan
67
baik dan benar. Hal ini terlihat dari banyaknya ibu-ibu yang kurang menyediakan
sarana tempat sampah untuk di dalam rumah dan di luar rumah sehingga kebersihan
di dalam rumah menjadi kurang terjaga. Selain itu, banyak juga masyarakat yang
tidak menggunakan jasa petugas pengangkut sampah, sehingga mereka melakukan
pengelolaan dan pemusnahan sampah dengan cara mereka masing-masing. Sebagai
alternatifnya bagi masyarakat yang tidak menggunakan jasa petugas pengangkut
sampah, mereka melakukan pembakaran sampah secara masing-masing di halaman
rumahnya. Ada juga masyarakat yang hanya membuang sampah dan dibiarkan
begitu saja di suatu tempat terbuka, hal ini akan menjadi masalah karena dapat
menjadi sumber penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor atau serangga
tertentu yang membawa kuman dari sampah tersebut ke dalam makanan manusia dan
nantinya akan menyebabkan penyakit diare. Selain itu masih ada masyarakat yang
membuang sampah ke sungai, hal ini juga akan mengakibatkan rusaknya ekosistem
air dan mencemari sungai yang nantinya akan menimbulkan sumber penyakit
yang ditularkan melalui air dan akan meningkatkan kejadian diare pada balita
di musim penghujan apabila terjadi banjir akibat banyaknya masyarakat yang masih
membuang sampah ke sungai.
6.4 Hubungan Usia Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan tidak adanya hubungan antara usia ibu dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari
(2009)19 yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada
abalita dengan nilai p= 0,08. Penelitian yang dilakukan oleh Mediratta (2007) juga
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian
diare di Ethiopia, dengan nilai p= 0,995.23
68
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan
> 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-
30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
usia ibu dengan kejadian diare.15
Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun
merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar
rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.
6.5 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Sender (2005) dari hasil
penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
kejadian diare. Wulandari (2009) dalam penelitiannya pun menjelaskan bahwa tidak
ada hubungan yang significant antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare
dengan nilai p= 0,080.19,24
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Febriyanti
(2003), cahyono (2003) dan Yanbani ( 2005 ), yang menjelaskan tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak. Wulandari
(2009) dalam penelitiannya pun menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang
significant antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare dengan nilai p=
0,080.19,25,26,27
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa
(2009), tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak.
69
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku
pencegahan diare pada anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki
semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare. Hasil penelitian
Ibrahim ( 2003 ), Johar ( 2004 ), dan Fitriyani ( 2005 ), menjelaskan ada hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak 28, 29,30
Menurut Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua adalah faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan manajemen diare pada anak. Orang tua dengan
tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan
perawatan yang tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya
kemampuan menerima informasi.
Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan
seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan
pencegahannya.
6.6 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian
diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008) yang
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan
kejadian diare, dari hasil analisis didapatkan ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan tinggi sebesar 46,5% dan ibu dengan tingkat pengetahuan sedang
yaitu sebesar 53,5%.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Djunaidi (2008) juga didapatkan
bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dengan
70
hasil X2 hitung lebih dari X2 tabel yaitu 6,88 ; 8,805 dengan taraf signifikan 5%
dan probabilitas (p) = 0,032. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap
kejadian diare pada anak.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang
menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat
pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor
seperti adanya tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu),
enabling factor yaitu tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan
reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta
petugas kesehatan (Apriyanti, 2009).
6.7 Hubungan Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Diare Pada
Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan
terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini
menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu
yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan.
Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan
dengan kejadian diare. Salah satu perilaku hidup bersih yang penting dilakukan ibu
adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Perilaku cuci tangan
ibu yang tidak memenuhi syarat hygiene berpotensi untuk meningkatkan risiko
terjadinya diare pada anak.
71
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) menjelaskan dalam
penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan
ibu sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,02). Hal ini juga di dukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009), menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada anak.18
Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada
aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu
mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita.16
6.8 Hubungan Jumlah Penghasilan Keluarga Terhadap Kejadian Diare Pada
Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan pendapatan keluarga terhadap
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi
menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih
sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang
rendah.16
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan (2008),
menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status
ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian
diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi
lingkungan dan rumah yang buruk serta kurangnya kebersihan diri anak.32,33
72
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma
(2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong
keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden
masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit,
pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Hal
ini menyebabkan masyarakat rentan menderita penyakit menular seperti diare ini.
Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini
karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan
kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang,
miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka
kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit.
6.9 Hubungan Usia Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan usia anak terhadap kejadian diare
pada balita di Kelurahan Pejaten Timur. Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman
(2003) di Padang yang menyatakan adanya hubungan usia anak dengan kejadian diare
yang dinyatakan dengan p=0,022.32
6.10 Hubungan Jenis Kelamin Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman (2003) di Padang yang menyatakan
tidak adanya hubungan jenis kelamin anak dengan diare yang dinyatakan dengan
p=0,679.32
73
6.11 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Anak Terhadap Kejadian Diare Pada
Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan ASI eksklusif terhadap kejadian
diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Febriyanti (2003) di Jambi dan Giyantini
(2000)35 di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan kejadian diare.25
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Adhawiyah (2000) di Tangerang dan
Fitriyani (2005) di Palembang yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusig dengan kejadian diare.21,30
6.12 Hubungan Pemberian Imunisasi Campak Anak Terhadap Kejadian Diare
Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan imunisasi campak terhadap
kejadian diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyono (2003) di Bekasi yang menyatakan
ada hubungan antara pemberian imunisasi campak terhadap kejadian diare. 26
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Adhawiyah (2000) di Tangerang dan
Fitriyani (2005) di Palembang.21, 30
74
6.13 Hubungan Status Gizi Anak Terhadap Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan status gizi anak terhadap kejadian
diare pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hamisah (2010) di Klaten yang menyatakan
adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pada balita di
Kabupaten Klaten bermakna secara statistik dimana balita dengan dengan status gizi
tidak baik berhubungan dengan kejadian diare.36
Hal ini sesuai dengan penelitian Nugraha (2012) yang menyatakan adanya
hubungan antara frekuensi diare dengan status gizi balita dengan nilai negatif berarti
frekuensi diare berbanding terbalik dengan status gizi, artinya semakin tinggi
frekuensi diare, maka semakin turun status gizi. p = 0,001 (p < 0,05).
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Budiono (2011) yang menyatakan
hubungan antara diare dengan status gizi balita memiliki p = 0,063 dengan a = 0,05,
sehingga dikatakan tidak ada hubungan antara status gizi anak-anak dengan diare
karena nilai p>a.
75
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
a) Ada hubungan antara faktor anak (usia, ASI ekslusif, status gizi dan imunisasi
campak) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita di Kelurahan
Pejaten Timur.
b) Ada hubungan antara faktor ibu (pendidikan, pengetahuan, penghasilan,
kebiasaan mencuci tangan) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita
di Kelurahan Pejaten Timur.
c) Ada hubungan antara faktor lingkungan (Pengadaan sarana air bersih, jamban
dan pengelolaan sampah) terhadap kejadian diare akut paska banjir pada balita di
Kelurahan Pejaten Timur.
d) Tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak terhadap kejadian diare akut
paska banjir pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
e) Tidak ada hubungan antara usia ibu dari balita terhadap kejadian diare akut
paska banjir pada balita di Kelurahan Pejaten Timur.
7.2 SARAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan dan pembahasan masalah yang ada, maka
beberapa saran dapat diberikan kepada:
1. Untuk instansi kesehatan terkait yang berada di Kelurahan Pejaten
Timur, baik Puskesmas Kelurahan Pejaten TImur maupun yang lainnya
hendaknya melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemberian
asi ekslusif, peningkatan gizi balita, pemberian imunisasi campak,
pengetahuan tentang penyakit diare terutama penatalaksanaan awal dan
76
pencegahan, perilaku hidup bersih dan sehat, kebersihan dan kesehatan
lingkungan terutama dalam hal sarana air bersih, pemakaian jamban
keluarga yang sehat dan juga dalam hal pembuangan sampah. Upaya
penyuluhan tersebut hendaknya dilakukan secara rutin hingga masyarakat
dapat memahami dengan benar mengenai pentingnya kebersihan dan
kesehatan lingkungan. Selain itu juga dapat diberikan bantuan berupa
pembangunan sarana kesehatan di wilayah tersebut.
2. Untuk masyarakat Kelurahan Pejaten Timur diharapkan agar lebih
meningkatkan kesadaran pentingnya pemberian asi ekslusif, pemantauan
berkala tumbuh kembang anak di posyandu,kesehatan serta pemberian
imunisasi campak, perilaku hidup bersih dan sehat serta selalu menjaga
sanitasi kebersihan lingkungan untuk mencegah terkena penyakit diare dan
penyakit menular lainnya. Selain itu juga agar dapat diupayakan untuk
pembuatan jamban atau WC bagi masyarakat yang masih belum memiliki
jamban sendiri. Sehingga kebiasaan lama masyarakat yang masih buang
air besar di atas sungai karena tidak memiliki jamban dirumah dapat
dihilangkan.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti tentang kejadian diare
diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjtnya dan dapat
menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian diare
pada balita, misalnya mengenai keadaan rumah, kualitas bakteriologis, dan
sebagainya.
77
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar, Vinay, dkk. Robbins Basic Pathology, 7th ed.Jakarta: EGC;
2007: 605-609
2. Nelson WE, Behrman RE, dkk. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.
Jakarta : EGC; 2007: 55
3. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2011: 248
4. Mubarak W I, Chayatin Ns N. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
5. Chandra, Budiman. Pengantar kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC;
2006; 42-44
6. Juli Soemirat, Slamet. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press; 2009:199-205
7. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta; 2007: 229-231
8. Mukono H J. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya:
Airlangga University Press; 2008: 155-157
9. Simadibrata Marcellus, Daldiyono. Diare Akut : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 408 – 413
10. Nasronudin. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini &
Mendatang.Surabaya: Airlangga University Press; 2007 : 448 - 452
11. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Color Atlas of Pathophysiology.2nd
ed. Jakarta: EGC; 2007:162
12. A n t o n i u s H . D i a r e A k u t . D a l a m : H e g a r B ,
H a n d r y a s t u t i S , I d r i s S N , penyunting. Pedoman
78
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1.Jakarta: Badan
Penerbit IDAI ; 2010 : 58-61
13. Arif Mansjor, Kuspuji Triyanti, Rakmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani,
dan Wiwiek Setiowulan. Gastroenterologi : Diare Akut. Arif Mansjor,
Kuspuji Triyanti, Rakmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, dan Wiwiek
Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius 2001; 500-504.
14. Juffrie. Gastroenterologi- hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit
IDAI; 2011.87-121.
15. Sinthamurniwati. Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita
(studi kasus di semarang) [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro;
2006.
16. Adisasmito,W. Faktor risiko diare pada bayi dan balita di
Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan
masyarakat. Makara, kesehatan; vol. 11, no. 1, Juni 2007. hal 1-10.
17. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2
Diare. Jakarta : Ditjen PPm dan PL; 2000.
18. Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada
anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor
kejadian diare. Februari 15, 2011. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat
pada website: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-
gdl- s2-2004-amhira-1349-diare.
19. Wulandari, Anjar Purwidiana. Hubungan Antara Faktor Lingkungan
dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa
Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen tahun 2009.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.
20. Renggani, Reny Farlia. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan
Kejadian Diare pada Balita di Pemukiman Tidak Terencana Kebon
79
Singkong Kelurahan Klender Jakarta Timur tahun 2002.
Depok: Universitas Indonesia; 2002.
21. Adhawiyah, Nurul Aidil. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diare di Pemukiman Kumuh KP. Kebon Bali Kelurahan
Selapanjang Jaya Batu Ceper Kodya Tanggerang Jawa Barat tahun
2000. Depok: Universitas Indonesia; 2000.
22. Rahmawaty Dyah. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Sumber
Air Bersih, Perilaku dan Sarana Sanitasi dengan Kejadian Diare pada
Pemulung Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung
Depok tahun 2004. Depok: Universitas Indonesia; 2004.
23. Mediratta. RP, Feleke. A, Moulton. LH, Yifru. S. Sack. RB, Risk
factors and case management of acute diarrhoea in North Gondar
Zone, Ethiopia, J Health Popul Nutr,2010 Jun 28 (3): 253-263.
24. Sender, M.A. Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di
desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.
Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 2005. hal 163-193.
25. Febriyanti, Heni. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi tahun
2003 [Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia; 2003.
26. Cahyono, Imron. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian
Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Gede Kota
Bekasi tahun 2003 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia; 2003.
27. Luza, Yan Bani. Hubungan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan
Balita dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaresmi Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat
tahun 2005 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia; 2005.
28. Ibrahim. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih, Pembuangan
Limbah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Diare Balita
80
di Kota Solok, Sumatera Barat tahun 2003 [Tesis]. Depok :
Universitas Indonesia; 2003.
29. Johar. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk dengan
Kejadian Diare pada Balita di Sekitar TPA Sampah Kec. Bantar
Gebang Kota Bekasi tahun 2004 [Skripsi]. Depok : Universitas
Indonesia; 2004.
30. Fitriyani. Hubungan Faktor-faktor Risiko dengan Kejadian Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Boom Baru Palembang
tahun 2005 [Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia; 2005.
31. Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. Risk
factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord,
Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3); 2006. Hal
131-136.
32. Darmawan. Gambaran faktor- faktor yang berhubungan dengan
tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian,
Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus); 2008. Diunduh tanggal 5 Juni
2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian.
33. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among
children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of
Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009,
23 (suppl);2006. hal 17-22.
34. Kasman. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota
Padang Sumatera Barat Tahun 2003. Medan : Universitas Sumatra
Utara; 2003.
35. Giyantini, Trisiana. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Diare pada Balita di Kec. Duren Sawit Jakarta Timur [Tesis].
Depok : Universitas Indonesia; 2000.
81
36. Hamsiah, Irma. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut
pada Balita di Kabupaten Klaten. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada; 2010.
37. Nugraha, Iqbal. Hubungan Frekuensi Diare dengan Status Gizi Balita
penderita Diare Usia 2-4 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Cipedes Kota Tasikmalaya 2012 [Jurnal]. Tasikmalaya
Universitas Siliwangi; 2012.
38. Budiono. Hubungan Antara Diare Terhadap Status Gizi Balita (6-59
Bulan) di Dusun Morotanjek dan Perumahan Singhasari, Desa
Purwosari, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga; 2011.
82
Lampiran 1 :
Jadwal Kegiatan Penelitian
Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A Perencanaan
1 Orientasi dan Identifikasi Masalah
2 Pemilihan Topik
3 Penelurusan kepustakaan
4 Pembuatan Proposal
5 Konsultasi dengan pembimbing
6 Pembuatan questionnaire
7 Presentasi Proposal
B Pelaksanaan
1 Ujicoba questionnaire
2 Pengumpulan data dan Survey
3 Pengolahan data
4 Analisis data
5 Konsultasi dengan Pembimbing
C Pelaporan Hasil
1 Penulisan laporan sementara
2 Diskusi
3 Presentasi hasil laporan sementara
4 Revisi
5
Presentasi Hasil akhir
(puskesmas dan trisakti)
6 Penulisan laporan akhir
83
LAMPIRAN 2
Perkiraan Biaya Penelitian
Penggandaan Kuesioner Rp. 250.000,-
Transportasi Rp. 200.000,-
Kertas A4 Rp 30,000,-
Tinta Printer Rp. 220.000,-
Cenderamata Rp 100,000,-
Biaya tak terduga: Rp. 300.000,-
Rp. 1.100.000,-
84
Lampiran 3 :
Kuesioner
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan sebenarnya
2. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal
3. Memberikan tanda ( V ) sesuai dengan jawaban yang anda pilih
4. Jika pertanyaan terbuka tulislah dengan singkat dan jelas
Diagnosa Media Diare Bukan Diare
A. Karakteristik Anak
1. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
2. Tahun dan bulan lahir : ………………
3. Imunisasi campak : Ya Tidak
4. Bila tidak diberikan, alasannya :
Anak sakit saat akan diimunisasi
Layanan kesehatan jauh
Tidak ada biaya
Takut, , jika anak di imunisasi akan mengalami kelumpuhan dan panas
Belum cukup umur
Lain-lain………………………….
5. Berat badan saat ini : Kg
6. Tinggi badan saat ini : cm
85
7. Apakah anak medapatkan ASI : Ya Tidak
8. Sampai usia berapa anak hanya diberikan ASi saja tanpa diselingi dengan
pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) :
…………….Bulan
9. Sampai usia berapa anak mendapatkan ASI :………………………
10. Selain diberikan ASI apakah anak diberikan minuman lainnya :
Ya Tidak
11. Bila ya, jenis minuman yang diberikan :
Susu formula Sari buah/ jus buah
Air putih Air teh
Gula atau air gula Madu/ air madu
Air tajin lain-lain………………..
12. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif
ASI tidak cukup
Bayi tidak mau menyusu
Karena ibu harus bekerja
Lain-lain
13. Mulai usia berapa anak diberikan susu formula dan makanan pendamping
ASI (MP-ASI) :……………Bulan
14. Jenis MP-ASI yang diberikan pada anak :
Bubur susu
Bubur saring
Buah (pisang)
Lain-lain (sebutkan)………………
86
B . Karakteristik Ibu
1. Usia Ibu : ………….tahun
2. Pendidikan terakhir :
SD SLTP Sarjana
SLTA Diploma
3. Jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan :
< 2 juta > 2 juta
4. Kepemilikan rumah ( tempat tinggal) :
Milik sendiri
Kost
Kontrak/sewa
5. Suku Ibu :
Betawi Jawa
Sunda Luar Jawa
87
C. Pengetahuan tentang Diare
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah baik- baik pertanyaan pada setiap soal
2. Jawablah setiap pertanyaan sesuai dengan yang ibu ketahui dengan
memberikan tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling benar
Pertanyaan Pengetahuan tentang diare pada anak dan perawatannya :
1. Dibawah ini adalah pengertian diare pada anak yaitu :
a. Buang air besar cair lebih dari 3 kali pada anak
b. Buang air besar cair yang juga disertai dengan lendir dan darah
c. Anak buang air besar cair lebih dari biasa
d. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
2. Diare pada anak dapat disebabkan oleh……, kecuali…..
a. Memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri dan kuman
b. Makanan basi
c. Alergi susu
d. Penyakit keturunan
3. Penyebaran kuman penyebab diare dapat terjadi lewat perantara…
a. Tinja,makanan dan minuman yang tercemar
b. Melalui udara dan cipratan ludah
c. Memakai peralatan penderita diare yang higienis
88
4. Tanda-tanda dan gejala anak yang mengalami diare yang harus diwaspadai
orang tua…
a. Tinja cair
b. Berat badan menurun
c. Bibir kering, cubitan kulit kembali lambat, ubun-ubun cekung
d. Kulit kering dan bersisik
5. Bila anak muntah setelah diberi minum , hal yang harus dilakukan ibu
adalah ….
a. Menghentikan pemberian minum
b. Menghentikan sekitar 10 menit, kemudian mencoba memberi minum
lagi dengan pelan-pelan
c. Memaksa anak untuk minum
d. Dibiarkan saja karena anak sudah mendapatkan cairan infus
6. Bila diare pada anak tidak ditangani dengan baik maka akan
mengakibatkan terjadinya…
a. Kekurangan cairan bahkan mengakibatkan kematian
b. Kelumpuhan
c. Gangguan pernafasan
d. Gangguan kecerdasan
7. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi diare yaitu….,
kecuali..
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
b. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
c. Buang air besar ( BAB) di jamban/wc
d. Makan dan jajan di sembarang tempat
89
8. Apa yang harus dilakukan ibu apabila anak mengalami diare dirumah…
a. Berikan anak cairan yang banyak termasuk pemberian Larutan Gula
Garam (LGG)
b. Diberi obat warung untuk menghentikan diare
c. Didiamkan saja, biasanya anak diare menandakan bertambahnya
kepintaran anak
d. Diberi obat penurun panas
9. Perawatan yang diberikan pada anak diare dirumah, yaitu….kecuali…
a. Tetap berikan ASI pada anak
b. Didiamkan saja dan diberikan obat warung
c. Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya
d. Tetap berikan makanan sesuai usia anak
10. Pada kondisi apa anak harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan
( puskesmas/ rumah sakit)…………kecuali…..
a. Demam terus menerus
b. Tidak mau makan dan minum
c. Cubitan kulit kembali cepat
d. Ada darah dalam tinja
90
D. Mencuci Tangan
1. Apakah ibu mencuci tangan sebelum memberi makan pada anak ?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ibu mencuci tangan sebelum menyusui?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah ibu mencuci tangan setelah membersihkan tinja anak?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah ibu mencuci tangan setelah BAB ( buang air besar)?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah ibu mencuci tangan memakai sabun?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah ibu mencuci tangan dengan air mengalir?
a. Ya b. Tidak
E. Penyediaan Sarana air bersih
1. Untuk keperluan sehari-hari ( mencuci, mandi), apakah tersedia sumber air
bersih di tempat tinggal?
a. Ya
b. Tidak
91
2. Untuk keperluan memasak,makan dan minum menggunakan sumber air
yang berasal dari?
a. Air sumur
b. Air kemasan
c. Air sungai
d. Perusahaan air minum (PAM)
3. Apakah air yang digunakan sehari-hari berbau?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah air yang digunakan sehari-hari berwarna/ keruh?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah air yang dikonsumsi terdapat rasa ( manis, asam atau asin) ?
a. Ya
b. Tidak
92
F. Penyediaan Jamban Keluarga
1. Apa jenis jamban dirumah ibu?
a. Jamban tanpa tangki septik (jamban cemplung, jamban diatas
balong/empang/sungai)
b. Jamban dengan tangki septik ( jamban leher angsa)
2. Apakah jarak sumber air dengan tangki septik lebih dari 10 meter ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah ibu dan keluarga selalu menggunakan jamban keluarga untuk
buang air besar ( BAB) ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah ibu membuang kotoran / tinja balita ibu ke jamban?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah di jamban selalu tersedia air bersih yang cukup?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas serangga ( lalat, kecoa)?
a. Ya
b. Tidak
93
G. Sarana Pembuangan Sampah
1. Apakah ibu dan keluarga selalu menjaga kebersihan lingkungan rumah
dari sampah?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah di dalam rumah ibu tersedia tempat sampah yang memadai?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah dirumahibu tersedia tempat penampungan sampah sementara?
( berupa bak atau rumah sampah)?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah ibu dirumah mengelompokkan / memisahkan tempat sampah
berdasarkan jenisnya ( sampah organik/ mudah membusuk dan sampah
non-organik/ tidak mudah membusuk)?
a. Ya
b. Tidak
5. Bagaimana cara ibu membuang atau memusnahkan sampah hasil rumah
tangga ibu ( baik sampah organik maupun non organik)?
a. Membuangnya ke sungai
b. Menimbun sampah dengan tanah
c. Mengumpulkan sampah di suatu tempat dan dibakar
d. Sampah dibuang dan diletakkan begitu saja di tanah lapang atau di
tempat penampungan
e. Sampah dikumpulkan dan nantinya diangkut oleh petugas pengangkut
sampah
94
KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG
DIARE
1. A
2. D
3. A
4. D
5. B
6. A
7. D
8. A
9. B
10.C
95
Lampiran 4 : Data Output SPSS
usia anak * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.994a 1 .046
Continuity Correctionb 3.193 1 .074
Likelihood Ratio 3.984 1 .046
Fisher's Exact Test .058 .037
Linear-by-Linear Association 3.953 1 .047
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.27.
b. Computed only for a 2x2 table
96
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for usia anak (0-
24 / 25-59)
.429 .186 .991
For cohort kejadian diare =
diare
.683 .454 1.027
For cohort kejadian diare =
tidak diare
1.591 1.018 2.485
N of Valid Cases 99
jenis kelamin * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .146a 1 .702
Continuity Correctionb .032 1 .858
Likelihood Ratio .146 1 .702
Fisher's Exact Test .839 .429
Linear-by-Linear Association .145 1 .703
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.94.
b. Computed only for a 2x2 table
97
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenis kelamin
(perempuan / laki-laki)
.856 .385 1.903
For cohort kejadian diare =
diare
.936 .668 1.312
For cohort kejadian diare =
tidak diare
1.094 .689 1.737
N of Valid Cases 99
asi ekslusive * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.032a 1 .008
Continuity Correctionb 5.955 1 .015
Likelihood Ratio 7.280 1 .007
Fisher's Exact Test .011 .007
Linear-by-Linear Association 6.961 1 .008
N of Valid Cases 99
98
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for asi ekslusive
(mendapat / tidak mendapat)
.303 .123 .747
For cohort kejadian diare =
diare
.635 .461 .875
For cohort kejadian diare =
tidak diare
2.095 1.135 3.867
N of Valid Cases 99
imunisasi campak * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.829a 1 .009
Continuity Correctionb 5.546 1 .019
Likelihood Ratio 7.534 1 .006
Fisher's Exact Test .010 .007
99
Linear-by-Linear Association 6.760 1 .009
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.06.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for imunisasi
campak (dapat / belum
dapat)
.197 .053 .730
For cohort kejadian diare =
diare
.609 .456 .813
For cohort kejadian diare =
tidak diare
3.088 1.067 8.933
N of Valid Cases 99
usia ibu * kejadian diare
100
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .014a 1 .907
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .014 1 .907
Fisher's Exact Test 1.000 .559
Linear-by-Linear Association .014 1 .907
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.79.
b. Computed only for a 2x2 table
pendidikan ibu * kejadian diare
101
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for usia ibu (20-
30 / <=20 / >=30)
1.067 .362 3.140
For cohort kejadian diare =
diare
1.028 .643 1.644
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.964 .524 1.774
N of Valid Cases 99
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.227a 1 .022
Continuity Correctionb 4.199 1 .040
Likelihood Ratio 5.194 1 .023
Fisher's Exact Test .032 .021
Linear-by-Linear Association 5.174 1 .023
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.18.
b. Computed only for a 2x2 table
102
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pendidikan
ibu (rendah ( sd - sltp ) /
tinggi ( >=slta ))
2.963 1.144 7.672
For cohort kejadian diare =
diare
1.707 .991 2.939
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.576 .374 .888
N of Valid Cases 99
kebiasaan cuci tangan * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.493a 1 .034
Continuity Correctionb 3.516 1 .061
Likelihood Ratio 4.752 1 .029
Fisher's Exact Test .049 .028
Linear-by-Linear Association 4.447 1 .035
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.33.
b. Computed only for a 2x2 table
103
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kebiasaan
cuci tangan (baik / buruk)
.318 .107 .948
For cohort kejadian diare =
diare
.672 .492 .919
For cohort kejadian diare =
tidak diare
2.114 .946 4.728
N of Valid Cases 99
penghasilan * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 13.784a 1 .000
Continuity Correctionb 12.275 1 .000
Likelihood Ratio 13.949 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.645 1 .000
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.12.
b. Computed only for a 2x2 table
104
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for penghasilan
(rendah ( <2jt ) / tinggi
( >2jt ))
4.977 2.079 11.918
For cohort kejadian diare =
diare
2.108 1.321 3.366
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.424 .266 .674
N of Valid Cases 99
ketersediaan air bersih * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.652a 1 .031
Continuity Correctionb 3.768 1 .052
Likelihood Ratio 4.636 1 .031
Fisher's Exact Test .051 .026
Linear-by-Linear Association 4.605 1 .032
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2 table
ketersediaan jamban * kejadian diare
105
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for ketersediaan
air bersih (tidak tersedia /
tersedia)
2.537 1.078 5.973
For cohort kejadian diare =
diare
1.536 .994 2.372
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.605 .389 .941
N of Valid Cases 99
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.546a 1 .033
Continuity Correctionb 3.711 1 .054
Likelihood Ratio 4.556 1 .033
Fisher's Exact Test .041 .027
Linear-by-Linear Association 4.500 1 .034
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.82.
b. Computed only for a 2x2 table
106
Risk Estimated
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for ketersediaan
jamban (tidak memenuhi /
memenuhi)
2.421 1.066 5.497
For cohort kejadian diare =
diare
1.474 1.008 2.155
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.609 .385 .963
N of Valid Cases 99
pengelolaan sampah * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.488a 1 .004
Continuity Correctionb 7.324 1 .007
Likelihood Ratio 8.538 1 .003
Fisher's Exact Test .004 .003
Linear-by-Linear Association 8.402 1 .004
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.97.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
107
Odds Ratio for pengelolaan
sampah (tidak memenuhi /
memenuhi)
3.417 1.474 7.922
For cohort kejadian diare =
diare
1.737 1.147 2.632
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.508 .321 .806
N of Valid Cases 99
status gizi * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.850a 1 .016
Continuity Correctionb 4.907 1 .027
Likelihood Ratio 5.932 1 .015
Fisher's Exact Test .025 .013
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
108
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status gizi (1 /
2)
.364 .159 .834
For cohort kejadian diare =
diare
.657 .464 .931
For cohort kejadian diare =
tidak diare
1.808 1.090 2.998
N of Valid Cases 99
pengetahuan ibu ttg diare * kejadian diare
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.018a 1 .003
Continuity Correctionb 7.749 1 .005
Likelihood Ratio 9.025 1 .003
Fisher's Exact Test .004 .003
N of Valid Cases 99
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.15.
109
b. Computed only for a 2x2 table
110
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pengetahuan
ibu ttg diare (1 / 2)
3.802 1.555 9.296
For cohort kejadian diare =
diare
1.906 1.154 3.150
For cohort kejadian diare =
tidak diare
.501 .326 .772
N of Valid Cases 99
top related