Transcript
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalahini tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan
dalam penyusunan makalahini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan
makalahini di masayang akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala bantuan semuapihak sehingga makalah ini dapat terselesaika
Jombang, Nopember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halama Judul............................................................................................................. 1
Kata Pengantar.......................................................................................................... 2
Lembar Pengesahan................................................................................................... 3
Daftar Isi..................................................................................................................... 4
BAB I : Pendahuluan................................................................................................. 5
BAB II : Konsep Dasar.............................................................................................. 8
2.1 Definisi....................................................................................................8
2.2 Macam-macam.........................................................................................
2.3 Etiologi.....................................................................................................10
2.4 Patofisiologi.............................................................................................10
2.5 Tanda dan gejala.....................................................................................11
2.6 Komplikasi................................................................................................12
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................12
2.8 Diagnosa Keperawatan...........................................................................13
2.9 Intervensi..................................................................................................14
BAB III : Asuhan Keperawatan.............................................................................................
BAB IV : Penutup...................................................................................................................
Glosarium...................................................................................................................16
Daftar Pustaka...........................................................................................................17
Pustaka Data............................................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun.
Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit
yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena
gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala
akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat.
Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin yang terdiri dari 4 rabtal polipeptida (α β γ
δ) atau biasa yang disebut tentramen. Orang dewasa normal membentuk Hb A (Adult A)
kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh Hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2
yang kadarnya tidak lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus) setelah lahir senantiasa kadar
menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak
lebih dari 4% pada keadaan normal. Tentramenglobin. Hb A1 terdiri atas rantal polipeptida :
2 rantai α dan 2 rantai β, sedangkan polipeptida Hb A2 terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai δ
(delta). Pada HbF terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ.
Kelompok kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem imun dan
hematologi dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia merupakan golongan anemia
hipokromix yang diwariskan dengan berbagai tingkat keparahan. Pada beberapa orang
kelainan dasar genetik termasu abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta hilangnya
materi genetik pada yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis rantai polipeptida
hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi klinis dan biokimia
berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ δ).
Genetik paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi rantai β (talasemia
β). Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah sekeliling laut Tengah terutama Itali,
Yunani dan juga di temukan di India dan Asia Tenggara. Tiga-8% orang Amerika keturunan
Italia,Yunani dan 0,5% kulit hitam Amerika membawa gen talasem. Insidens talasemia pada
orang-orang yang bukan berasal dari laut tengah sangat rendah tetapi kasus tipikal ditemukan
pada berbagai golongan ras. Banyak kasus dapat diklasifikasikan sebagai talisemia mayor
atau minor yang umumnya berkaitan dengan genotip homozigoot dan heterozigot.
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan hal baru. Setiap
pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia
memiliki gen pembawa talasemia. Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk
memilih apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum
sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100
persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel
darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh.
Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal
tentu saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati
terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa
mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun
pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif
kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang
seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan
kematian.
Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa
penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang salah. ”Penyakit
ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi
penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa pengobatan
optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang dikandung mengandung gen
talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa. Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta
diambil untuk diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada usia kehamilan lebih tua
pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan molekul
talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan, Jawa Tengah,
juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai
genom manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk
pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap perampungan
mencapai hasil optimal.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b. Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejalatalasemia
d. Dapat menjelaskan patofisiologi talasemia
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus talasemia
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter
yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan
hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida
hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat terjadi
anemia hemolitik ( Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD
Dr. Soetomo Surabaya,1994).
Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada orang keturunan Laut
Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an Yunani. Talasemia merupakan tipe
anemia hemolitik cacat primer pada sintesis hemoglobin, di mana eritrosit secara abnormal
cenderung mengalami hemolisis ( Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi
didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W.
Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan
menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-
thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa
hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang
menyusun molekul globin dalam hemoglobin. (www.pediarik.com)
2.2 Macam-macam Talasemia
a) Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama
adalah :
i. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering
ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1 gen).
ii. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang
di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
b) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
i. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin
dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas).
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak
lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai
terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak
lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni
batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan
tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik,
hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang
pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
ii. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si
individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-
tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila
ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo
dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap
ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.
(Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
2.3 ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor
genetik (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan
yang disebabkan oleh Gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal)
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
2.4 PATOFISIOLOGI
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan
jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb
total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2 (<
3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-
thalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan
rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan
a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir
Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai
Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis).
(www.pediatrik.com)
2.5 PNP
2.6 TANDA DAN GEJALA
Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar. Pada anak yng besar
bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatakan fasies Mongoloid.
Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan
gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya
ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran Radiologis tulang
akan memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak
memperlihatkan dploe dan pada anak besar kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering
pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut
dapat terlihat kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi
(apabila melakukan tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur muda
sebelum dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :
Face Mongoloid
Hepatosplenomegali
Ikterus atau sub-ikterus
Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak struktur “hairs on end”
Jantung membesar karena anemia kronik
Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolensensi karena adanya
anemia kronik
Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid
Gizi buruk
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)
2.7 KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering terjadi gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-
kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Ilmu Kesehatan
Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia yang dapat terjadi antara lain:
Hemosiderosis
Hipersplenisme
Patah tulang
Payah Jantung
Infark tulang
Nekrosis
Hematuria sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo
Surabaya)
2.8 PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun terdapat cara
penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia, diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi
darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.Vitamin E
200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur Hipersplenisme ditandai dengan
peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250
ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga menghidap
Talasemia.
b. Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya
talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak
terjadi bayi homozigot.
V. Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal
jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan
fraktur patologis.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo
Surabaya, Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI dan www.pediatrik.com)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Usia : anak 1 S/d 5 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan Umum
Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Bahwa thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua orang
tua kepada anak-anaknya secara resesif.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : - Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi : - Sesak nafas
e. Aktivitas / Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum
Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur
dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis
aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan
(nyeri), dan postur tubuh yang buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f. Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan
[CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g. Makanan / Cairan
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan persistem
Respirasi : Frekuensi nafas, bunyi nafas.
Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan
Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil
Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian kapiler, sirkulasi.
Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
Perkemihan : Produksi urine
i. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
j. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
k. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Perubahan perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah).
Tujuan : Tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan adequat dengan ditandai tanda-tanda syok tidak ada, TTV
normal, dll.
2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi.
No Intervensi Rasional
1 Kaji riwayat nutrisi, termasuk
makanan yang disukai.
- Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi
2 Observasi dan catat masukan makanan
Px
- Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3 Timbang BB tiap hari - Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
4 Observasi dan mencatat kejadian mual
/ muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan
- Gejala GI menunjukkan efek anemia
(Hipoksia) pada organ
5
Berikan dan bantu higiene mulut yang
baik
- Meningkatkan nafsu makan dan
pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri meminimalkan
kemungkinan infeksi
Intervensi Rasional
1. Monitor TTV - Adanya perubahan perfusi jaringan otak
dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
2. Tinggikan posisi kepala di tempat tidur
sesuai toleransi
- Meningkatnya ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi paru untuk
kebutuhan seluler.
3. Awasi upaya pernafasan, auskultasi
bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas
adventisius.
4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
dengan indikasi.
6. Ajarkan untuk menghindari penggunaan
bantalan penghangat/botol air panas.
7. Kolaborasikan untuk pemberian
PRC.Awasi ketat untuk komplikasi
transfusi.
8. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
- Dispnea, gemericik menunjukkan GJK
karena regangan jantung lama/peningkatan
kompensasi curah jantung.
- Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
mio kardal /potensial resiko inflan.
- Kenyaman pasien/kebutuhan rasa hangat
harus seimbang dengan kebutuhan untuk
menghindari panas berlebiha pencetus
vasodilatasi.
- Termoreseptor jaringan deral dangkal
karena gangguan oksigen.
-Meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen:memperbaiki difisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan.
-Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.
6 Konsul pada Ahli Gizi - Membantu dalam membuat rencana
diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan supali oksigen (O2)
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No Intervensi Rasional
1 Kaji kemampuan Px untuk
melakukan tugas
- Mempengaruhi pilihan intervensi
/ bantuan
2 Kaji kehilangan / gangguan
keseimbangan gaya jalan,
kelemahan otot
- Menunjukkan perubahan
hemolegi karena defisiensi Vit
B12 mempengaruhi keamanan Px
/ resiko cidera
3 Monitor TTV - Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah O2 adekuat ke
jaringan
4 Ubah posisi Px dengan perlahan
dan pantau terhadap pusing
-Hipotensi postural / hipoksio
serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
5 Beri bantuan dalam ambulasi -Membantu meningkatkan harga
diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sesuatu sendiri
6 Mengajukan Px untuk
menghentikan aktivitas bila
polipitas nyeri dada, nafas peridek
kelemahan atau pusing terjadi
-Regangan / stress
kardiopulmonal berlebihan /
stress dapat menimbulkan
dekonsasi / kegagalan.
4) Resiko Tinggi Infeksi b/d transfusi darah
Tujuan : Infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Menunjukkan TTV normal, tidak ada tanda-tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1 Tingkatkan cuci tangan yang baik
oleh pemberi-pemberi perawatan
dan pasien
- Mencegah kontaminasi silang /
kolonisasi bakterial
2 Observasi TTV - Adanya proses informasi /
infeksi membutuhkan evaluasi /
pengobatan
3 Kaji semua sistem (misal : kulit,
pernafasan) terhadap tanda / gejala
infeksi secara kontinu
- Pengenaian dini dan interensi
segera dapat mencegah progesi
pada situasi / sepsis yang lebih
serius.
4 Kaji dengan tanda-tanda gejala - Tanda dan gejala menunjukkan
reaksi pirogenik seperti : demam,
mual dan muntah, sakit kepala.
adanya infeksi dan membutuhkan
intervensi segera.
5 Periksa tempat dilakukannya
prosedur infasif terhadap tanda-
tanda radang
- Identifikasi / perawatan awal dari
infeksi sekunder dapat mencegah
terjadinya sepsis.
6 Pertahankan teknik aseptik ketat
pada prosedur/perawatan luka.
- Menurunkan resiko
kolonisasi/infeksi bakteri.
7 Kolaborasikan dengan petugas lab
untuk pengambilan spesimen
- Membedakan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen khusus
dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
5) Konstipasi atau diare b/d penurunan pemasukan diet
Tujuan : membuat kembali pola normal dari fungsi usus
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup
No Intervensi Rasional
1
Observasi,warna
feses,konsistensi, frekwensi,dan
jumlah
Membantu mengidentifikasi
penyebab/factor pemberat dan
intervensi yan tepat.
2 Awasi masukan dan haluaran
dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan
Dapat mengidentifikasi
dehidrasi,kehilangan berlebihan/alat
dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
3 Dorong asupan cairan 2500-3000
ml/hari dalam toleransi jantung.
Membantu dalam memperbaiki
konsistensi feses bila konstipasi.
4
5
Hindari makanan yang
membentuk gas
Konsul dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang
dengan tinggi serat
Menurunkan distress gastric dan
distensi abdomen.
Serat menahan enzim pencernaan dan
mengabsorpsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal.
6 Berikan pelembek fese,stimulan
ringan
Mempermudah defekasi bila konstipasi
terjadi.
7 Kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian obat antidiare
(metamucil)
Menurunkan motilitas usus bila terjadi
diare.
6) Kerusakan Integritas kulit b/d perubahan fungsi dermal
Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : Mempetahankan integritas kulit
No Intervensi Rasional
1
Kaji integritas kulit,catat perubahan
pada turgor, gangguan
warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
-Kondisi kulit dipengaruhi oleh
sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.
2 Ubah posisi secara periodic dan
pijat permukaan tulang bila pasien
tidak bergerak atau di tempat tidur
-Meningkatkan sirkulasi ke semua
area kulit membatasi iskemia/atau
mempengaruhi hipoksia seluler.
3 Bantu bererak pasif atau aktif
-Meningkatkan sirkulasi jaringan,
mencegah stasis.
4 Ajarkan permukaan kulit kering
dan bersih.Batasi pengunaan sabun
-Sabun dapat mengeringkan kuliat
secara berlebihan dan mengakibatkan
iritasi.
5 Gunakan alat pelindung, mis. Kasur
tekanan udara/air.
-Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan
terhadap permukaan kulit.
7) Nyeri (akut) b/d agen fisikal;pembesaran organ/nodus limfe
Tujuan : nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang
No Intervensi Rasional
1
2
Selidiki keluhan nyeri
Awasi tanda verbal, pantau
petunjuk non verbal, mis;
tegangan otot gelisah
Membantu mengkaji kebutuhan
untuk intervensi
Dapat membantu mengevaluasi
pernyataan verbal dan
3
4
5
Berikan lingkungan tenang dan
kurangi rangsangan penuh stress
Tempatkan pada posisi nyaman
dan sokong sendi, dan ekstrimitas
dengan bantal/bantalan
Kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian obat analgesik.
keefektifan intervensi.
Meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kemampuan
koping.
Dapat menurunkan ketidak
nyamanan tulang/sendi.
Menurunkan tegangan otot dan
kontrol nyeri adekuat.
8) Defisit Pengetahuan b/d ketidaktahuan pasien dan keluarga tentang penyakit yang di derita
Tujuan : keluarga mengerti dan memahami
Kriteria Hasil : - Memulai perilaku yang diperlukan / perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi.
- Berpartisipasi dalam medis untuk tindak lanjut, genetik konseling / pelayanan KB
- Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit anaknya tanda dan
pengobatan
- Orang tua dapat kooperatif dan mampu merawat anak dirumah
No Intervensi Rasional
1 Berikan informasi tentang
penyakit pasien.
- Memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat
pilihan yang tepat.
2 Diskusikan pentinganya menjalani
terapi pengobatan.
- Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam
program terapi.
3 Mendorong latihan ROM dan
aktivitas fisik teratur dengan
keseimbangan antara istirahat dan
aktivitas.
- Mencegah demineralisasi tulang
dan dapat mengurangi risiko
patah tulang. Aids dalam
mempertahankan tingkat
resistensi dan mengurangi
kebutuhan oksigen.
4 Beritahu pasien serta keluarga
untuk menghidari faktor pencetus
penyakitnya.
- Screening DNA perlu ditingkat
untuk menghindari faktor
pencetus.
5 Kolaborasi dengan psikolog untuk
membantu mengeluarkan/dapat
mengekspresikan perasaan pasien.
- Berbagi perasaan kepada orang
terdekat mampu meminimalisir
stress serta beban pikiran.
9) Gangguan Citra Diri b/d adanya penyakit kronk
Tujuan : px dan keluarga menerima keadaan dirinya
Kriteria hasil: - menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh
- Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup
Intervensi Rasional
1. Diskusikan arti kehilangan /perubahan
dengan pasien. Identifikasi persepsi
situasi/harapan yang akan datang.
- Alat dalam mengidentifikas/mengartikan
masalah untuk menfokuskan perhatian dari
intervensi secara konstruktif.
2. Catat bahasa tubuh non-verbal, perilaku
negative/bicara sendiri. Kaji
pengrusakan diri/ perilaku bunuh diri.
- Dapat mennjukkan depresi/keputusasaan,
kebutuhan untuk
pengkajianlanjut/intervensi lebih intensif.
3. Pertahankan tindakan tenang,
meyakinkan. Akui dan terima
pengungkapan perasaan kehilangan,
permusuhan.
- Dapat membantu menghilangkan takut
px akan kematian, sulit bernapas, ketidak
mampuan berkomunikasi.
4. Dorong px/ orang terdekat untuk saling
komuniksai perasaan
- Semua yag terlibat dalam mengalami
kesulitan dalam area ini, memerlukan
pemahaman bahwa mereka dapat saling
meningkatkan doronagn dan bantuan.
5. Rujuk pasien/ orang terdekat ke sumber
pendukung, seperti ahli terapi psikologis
- Menalarkan perasaan kepada orang
terdekat dapat membantu atau
memberikan dorongan kepercayaan dalam
diri.
Implementasi
a. Perubahan Perfusi Jaringan
1. Memonitor TTV
2. Meninggikan posisi kepala dari tempat sesuai dengan toleransi
3. Mengawali upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas, memperhatikan bunyi nafas adventius
4. Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
5. Mencatat keluhan rasa dingin, mempertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
6. Mengajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7. Memberikan PRC dan mengawasi komplikasi transfusi
8. Memberikan oksigen tambahan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
3. Menimbang BB tiap hari
4. Mengobservasi dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
5. Memberikan dan membantu higiene mulut dengan baik
6. Mengkonsulkan atau mendiskusikan dengan ahli gizi
c. Intoleransi Aktivitas
1. Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
2. Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3. Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
4. Mengubah posisi px dengan perlahan dan pemantau terhadap pusing
5. Memberi bantuan dalam ambulasi
6. Mengajukan px unttuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi nyeri dada, nafas
pendek kelemahan atau pusing terjadi.
d. Resiko Tinggi infeksi
1. Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Mengkaji tanda dan gejala infeksi
4. Mengkaji tanda reaksi pirogenik
5. Memeriksa tempat dilakukannya prosedur infasif
6. Mengambil spesimen untuk kultur / sensitivitas sesuai indikasi
7. Mempertahankan teknik-teknik aseptik ketat pada prosedur / perawatan luka
8. Mengantar pasien ke laboratorium untuk pengambilan spesimen
e. Konstipasi atau diare
1. Melakukan observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
2. Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
3. Mendorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
4. Mengingatkan pasien untuk menghindari makanan yan membentuk gas
5. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang
6. Memberikan pelembek fese,stimulan ringan
7. Memberikan obat antidiare
f. Kerusakan Integritas kulit
1. Mengkaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
2. Mengubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau
di tempat tidur
3. Membantu bergerak pasif atau aktif
4. Membetahukan kepada pasien untuk membatasi pengunaan sabun
5. Memberi saran kepada pasien untuk pengguunakan alat pelindung
g. Nyeri (akut)
1. Menyelidiki keluhan nyeri
2. Mengawasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot
gelisah
3. Memberikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
4. Menempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan
bantal/bantalan
5. Memberikan analgesik
h. Deficit pengetahuan
1. Memberikan informasi tentang penyakit anaknya, pengertian, tanda dan gejala, penyebab tau
pengobatannya.
2. Memberikan kesempatan pada orang tua untuk megajukan pertanyaan dan mengajukan
masalah
3. Menganjurkan orang tua untuk memeriksakan Hb atau darahnyaMenunjukkan indikator
positif pengobatan
i. Gangguan Citra Diri
1. Mendiskusikan arti kehilangan /perubahan dengan pasien. Identifikasi persepsi
situasi/harapan yang akan datang.
2. Mencatat bahasa tubuh non-verbal, perilaku negative/bicara sendiri. Kaji pengerusakan diri/
perilaku bunuh diri.
3. Mempertahankan tindakan tenang, meyakinkan. Akui dan terima pengungkapan perasaan
kehilangan, permusuhan.
4. Mendorong px/ orang terdekat untuk saling komuniksai perasaan
5. Merujuk pasien/ orang terdekat ke sumber pendukung, seperti ahli terapi psikologis
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Talasemia minor
Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2. Talasemia major
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan
menunjukkan tanda-tanda talasemia.
DAFTAR PUSTAKA
At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan
Anak.1994.Surabaya:RSUD Dr. Soetomo.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta:EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI.
Koolman jan. 2001, Biokimia. Jakarta: Hipotekrates.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal Publishing.
Sachrim, Rosa M.1994.PrinsipKeperawatan Pediatrik Edisi 2.Jakarta:EGC.
T. Heather H.2011.Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.
_____________________.2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:EGC.
PUSTAKA DATA
Anonimus.22 September 2010.Talasemia.25 Oktober 2012.12.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
RS Dr. Soetomo Surabaya.Talasemia.25 Oktober 2012.12.00 WIB. www.pediatrik.com.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut
tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama
Thomas B.1
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia
mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia.
Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi
lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis
thalassemia berbahaya setiap tahunnya. Thalassemia terutama menimpa keturunan Italia, Yunani,
Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis
thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang
memiliki mutated gen atau gen mutasi thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi
disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia).
Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu
dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah
adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai
penyakit thalassemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50
persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara,
Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak
yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini
memiliki penyakit thalassemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang
menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia
yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita
penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita
thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-
anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping itu, tulang-tulang
tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi penyebab utama kematian anak-anak
penderita thalassemia major yang tidak mendapat perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita
thalassemia major, transfusi darah dan suntikan antibiotic sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal. Namun, transfusi
darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping, yaitu pengendapan besi dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung dan organ- organ tubuh lain.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien thalasemia.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien thalasemia.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien thalasemia.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada klien thalasemia.
top related