Askep Child Abouse New
Post on 03-Jan-2016
121 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK CHILD ABOUSE
Disusun untuk Mengetahui Tugas
Mata Kuliah Keperawatan Anak
Disusun oleh :
NINDI PUSPITASARI
7308017
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI S1-KEPERAWATAN
JOMBANG
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “child abouse”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang
2. Seluruh Dosen dan Staf pendidikan FIK UNIPDU yang telah banyak
memberikan bimbingan dan bantuan selama penyusunan makalah.
3. Untuk semua temen yang sudah membentu dalam proses pembuatan
makalah.
4. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini.
Khususnya dan pembaca umumnya.
Jombang, Juni 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kasus kekerasan pada anak dalam kurun waktu belakangan ini semakin
marak, baik kekerasan dalam bentuk fisik maupun non fisik. Untuk kasus
kekerasan fisik lebih mudah dilihat karena biasanya menimbulkan bekas atau
tanda fisik. Kasus ini membuat banyak pihak prihatin karena korbanya adalah
anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan perhatian dari orang
dewasa, tetapi justru mendapat perlakuan yang sebaliknya.
Child abous tau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai
segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali atau
orang lain. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and
Wolfare memberikan definisi Child Abous sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang
dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
anak sehingga keselamatan dan kesejahteraaan anak terancam.
Menurut Soetjiningsih (2006), meskipun sudah ada UU no 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak, tetapi saja banyak terjadi kekerasan pada anak
terutama kekerasan fisik, data dari WhO menunjukkan bahwa 5-15 % dari jumlah
anak yang berumur 3-15 tahun pernah mengalami penganiayaan fisik.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari child abous
b. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinik
c. Mengetahui patofisiologi dari child abous
d. Mengetahui penatalaksaan dari child abous
e. Mengetahui diagnosa yang kemungkinan muncul
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Child abous adalah sebagai tindakan mencederai oleh seseorang terhadap
orang lain. Child abous dapat menimbulkan akibat yang panjang, seorang anak
yang pernah mengalami kekerasan, dapat menjadi orang tua yang memperlakukan
anaknya dengan cara yang sama.
Macam child abous yaitu :
a. Emotional abous
Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti menolak anak, meneror,
mengabaikan anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak
dicintai, atau merasa buruk dan tak ternilai. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan mental fisik, sosial, menyal dan emosional anak. Indikator fisik
kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan. Indikator
prilaku; kelainan kebiasaan (manggigit, atau memukul-mukul)
b. Physical abous
Cereda yang dialami oleh seseorang anak bukan karena kecelakan atau
tindakan yang dapat menyebabkan cedera seruis pada anak. Biasanya
berupa luka memar, luka bakar. Indikator fisik; luka memar, gigitan
amanusia, patah tulang, cakaran. Indikator prilaku; waspada saat bertemu
orang dewasa, menyendiri, takt pada orang tua, takut untuk pulang ke
rumah, mencuri, berbohong.
c. Neglect
Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagia ank,
seperti tidak memberi rumah, makanan, pakaian, meninggalkan anak
sendiri. Indikator fisik; kelaparan, selalu mengantuk, kurangnya perhatian,
masalah kesehatan yang tidak ditangani. Indikator prilaku; sering tidur,
meminta, mencuri makanan,kurangnya perhatian yang kurang
d. Sexual abous
Menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar pornografi
anak-anak Indikator fisik; kesulitan untuk berjalan, nyeri atau gatal di area
genital, memar atau perdarahan di area genital. Indikator prilaku;
pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak sesuai
dengan usisa, perubahan pada penampilan, kurang bergaukl dengan teman
sebaya.
Faktor Resiko
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pilitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abous, yaitu:
Orang tua memiliki potensi untuk melukiai anak-anak, orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau orang tua yang tidak memahami tumbuh
kembang anak. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak
lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang
tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain
yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak
dengan berat lahir rendah(BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan,
mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah
normal bonding akan terjalin.
Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak
terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag
sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak
yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh
yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di
sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai
tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat
terjadi pada semua tingkatan.
2.2 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan.
Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Stres yang berasal adri anak :
Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda anak yang lainnya. Contoh anak mengalami cacat fisik.
Mental berbeda yaitu anak yang mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cendrung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras.
Tingkah laku berbeda, yaitu anak yang memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku aneh
di lingkungan sekitarnya.
Anak angkat, anak angkat cendrung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orang tua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat danorang tua.
2.3 Manifestasi Klinik
Akibat pada fisik anak yaitu diantaranya : Lecet, luka bekas gigitan,
luka bakar, patah tulang, adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel atau
cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf,
gangguan pendengaran, kerusakan mata.
Kematian
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak
yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak
yang normal, yaitu: Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari
anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah. Perkembangan
kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
Kecerdasan
a) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
b) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
c) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
Emosi
a) Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan konsep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan
hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
percaya diri.
b) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau
bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi
menarik diri atau menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif,
perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, dsb.
Konsepdiri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai,
tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi
aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap
teman sebayanya. Sering tindakan egresif tersebut meniru tindakan orang
tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya
sebagai hasil miskinnya konsep diri.
Hubungan sosial
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka
mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau
perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
2.4 Patofisiologi
Jumlah pelaporan pada pelayanan perlindungan anak children protective
service (CPSI) dan perwakilan pelaksanaan hukum di kecamatan dimana
penyiksaan dan penganiayaan terjadi naik dengan mantap sejak laporan diamati
pada tahun 1960. Laporan semua jenis penyiksaan naik 50%, dari 30 per 1000
anak sampai 45 per 1000, antara tahun 1985 dan tahun 1992. Pada tahun 1992, 2,9
juta laporan CPS diaripkan dan 1.261 anak meninggal karena penganiayaan. Dari
anak – anka yang dilaporkan 85% sebelum usia 5 tahun dan 45% sebelum usia 1
tahun. 60 % laporan ini “ diperkuat’’ oleh CPS. Penambahan dalam laporan ini
terutama akibat perbaikan penemuan dan pelaporan khasus. Dengan kedatangan
tim peninjauan kematian anak diharapkan lebih sedikit, dikarenakan kematian
anak lebih banyak disebabkan oleh penyiksaan fisik.
Insiden penyiksaan anak yang sebenarnya belum ditemukan dan insiden
penyiksaan anak yang diketahui, surve keluarga dengan anak – anak umur 3 – 8
tahun menunjukkan bahwa 140 dari 1000 ( 14 % ) ditendang, digigit , ditinju,
dipukul dengan obyek, dipukul habis – habisan, atau diancam dengan pisau atau
senjata api pada anak umur 1 tahun. Sekitar 10% jelas pada anak sebelum umur 5
tahun yang ditemukan pada bagian gawat darurat karena penyiksaan + 15%
jarinya dimasukkan karena luka bakar dan 50 % anak – anak sebelum usia 1 tahun
dengan fraktur karena disiksa. Pada tahun 1991, sistem data Nasional penyiksaan
dan penganiayaan anak menunjukkan bahwa 24% dari 838.232 laporan adalah
karena penyiksaan fisik 7 % anak sebelum umur 4 – 8 tahun, angka laporan
menurun pada anak yang lebih tua. Dari 1.229 penilaian yang diakukan dirumah
sakit pediatrik selama massa yang sama,pelaksanaan yang paling sering adalah
ayah (21 %) ibu (21 %), teman kencan ibu (9 %), pengasuh (8 %) dan ayah tiri (5
%). Umur rata – rata penyiksaan adalah 25 tahun.
Klasifikasi
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Dalam keluarga
Penganiayaan fisik
Kelainan atau penelantaran anak
Penganiayaan emosional
Sindrom munchausen
2. Diluar keluarga
Dalam institusi / lembaga
Ditempat kerja
Dijalan
Dimedan perang
Bukan tidak mungkin anak – anak ini mendapat perlakuan salah ini dapat
diperoleh dalam keluarga dan diluar keluarga. Misalnya anak yang ditelantarkan
dirumah, kemudian menjadi anak gelandangan dijalan – jalan, ditempat baru ini
pun ada kemungkinan mendapat perlakuan penganiayaan fisik,seksual,dsb.
Bentuk perlakuan salah pada anak tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penganiyaan fisik
Yaitu cidera fisik sebagai akibat hukuman badan diluar batas,
kekejaman atau pemberian racun
2. Kelainan
Kelainan ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidak tahuan
kesulitan ekonomi.
Bentuk kelainan ini antara lain yaitu :
a) Pemeliharaan yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan
gagal tumbuh ( failure to thrive), anak meras kehilangan kasih
sayang, gangguan kejiwaan,keterlambatan perkembangan.
b) Pengawasan yang kurang,dapat menyebabkan anak mengalami
resiko untuk terjadi trauma fisik dan jiwa.
c) Kelainan mendapat pengobatan meliputi, kegagalan merawat anak
dengan baik. Misalnya imunisasi atau kelalaian dalam mencari
pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak.
d) Kelainan dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik
anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan nya, gagal
menyekolahkan nya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk
keluarganya sehingga anak terpaksa putus sekolah.
3. Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecemasan kata-kata yang merendahkan anak atau tidak
mengakui sebagai anak. Keadaan ini sering kali berlanjut dengan
melalaikan anak, mengisolasi anak, dari lingkungan nya / hubungan
sosialnya /menyalahkan anak penganiayaan lain.
4. Penganiayaan seksual
Mengajak anak untuk melakukanaktifitas seksual yang melanggar norma –
norma sosial yang berlaku dimasyarakat, dimana anak tidak memahami /
tidak bersedia. Aktifitas seksual dapat berupa semua bentuk oral
genital,genital,anal atau sodomi. Penganiayaan seksual oleh orang yang
masih ada hubungan keluarga.
5. Sindrom Munchausen
Sindrom ini merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang
dibuat – buat dan pemberian keterangan palsu untuk menyokong tuntutan.
Pemeriksaan
a. Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau
punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok,
pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk
lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven
atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial,
perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan
tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala
dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih
dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
b. Penganiayaan seksual
Tanda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di
vagina.Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.Pubertas
prematur pada wanita
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan
teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan
pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang
menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan
takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik
diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi,
gangguan makan, dsb.
c. Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada
penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah
penganiayaan seksual. Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal
untuk genokokus. Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B analisa rambut
pubis.
d. Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan
salah pada anak, yaitu untuk:
Identifikasi fokus dari jelas
Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya
dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5
tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang,
keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya
penyaniayaan fisik.CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi
serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan
anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang
berat.MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi
yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub
arakhnoid. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya
lesi visceral. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak
yang mengalami penganiayaan seksualkegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
A. Penatalaksaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui: Pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai Prevensi primer-tujuan:
promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
a. Individu
Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
Pelayanan referensi perawatan jiwa
Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
b. Keluarga
Kelas persiapan menjadi orang tua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orang tua baru
Rujuk orang tua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)
Pelayanan sosial untuk keluarga
c. Komunitas
Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
Mengurangi media yang berisi kekerasan
Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak / keluarga /
usialanjut / wanita yang dianiaya
Kontrol pemegang senjata ap idan tajam
Prevensi sekunder-tujuan: Diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang
stress
a. Individu
Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
Tempatperawatanatau “Foster home” untukkorban.
b. Keluarga
Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).
Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
Rujuk pada lembaga atau institusi di masyarakat yang memberikan
pelayanan pada korban.
c. Komunitas
Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada
korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,
melaporkan, pelayanankasus, koordinasi dengan penegak hukum
atau dinas sosial untuk pelayanan segera.
Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan atau cedera khususnya
bayi dan anak.
Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah
setempat
Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
Kontrol pemegang senjata api dan tajam
Prevensitertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan
kekerasan.
a. Individu
Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
Konseling profesional pada individu
b. Keluarga
Reedukasi orang tua dalam pola asuh anak
Konseling profesional bagi keluarga
Self-help-group (kelompokpeduli).
c. Komunitas
“Foster home”, tempatperlindungan
Peran serta pemerintah
“follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
Kontrol pemegang senjat aapi dan tajam
Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan
yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam
pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya
sangat pribadi dan harus dijaga agar tidak diganggu orang lain.
Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap
atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional.Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda
aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari
semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2
menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya
diikutioleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya.
Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang
diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Biodata : nama lengkap, umur, alamat, pekerjaan orang tua, berat badan.
B. Dasar data pengkajian :
Psikososial
1. Baju dan rambut kotor, bau
2. Gagal tumbuh dengan baik
3. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan
psikososial
4. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
C. Muskuloskeletal
1. Fraktur
2. Dislokasi
3. Keseleo (sprain)
D. Genito Urinaria
1. Infeksi saluran kemih
2. Perdarahan per vagina
3. Luka pada vagina atau penis
4. Nyeri waktu miksi
5. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
E. Integumen
1. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3. Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4. Bengkak
3.2 Diagnose keperawatan
A. Kerusakan pengasuhan berdasarkan usia muda terutama remaja.
B. kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidak
adekuatan pengaturan perawatan anak.
C. Kapasitas adaptif: penurunan intracranial berdasarkan cedera otak
D. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
ketidak mampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan
karena faktor psikologis.
E. Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera.Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan harga diri rendah,
depresi & kecemasan, gangguan makan, kecacatan.
F. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif,
perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah
disekolah dan pekerjaan.
3.3 Perencanaan
A. Dx I: Kerusakan pengasuhan berdasarkan usia muda terutama remaja,
kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidak
adekuatan pengaturan perawatan anak.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan
disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk
mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak,
berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua.
Intervensi:
Dukung pengungkapan perasaan
Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan menjadi orang
tua
Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua atau anak
Keterampilan model peran menjadi orang tua
B. Dx II: Kapasitas adaptif: penurunan intracranial berdasarkan cedera otak
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan
peningkatan kapasitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan
keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Status
neurologis, dan status neurologis: kesadaran.
Intervensi:
Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral.
Pantau status neurologis pada interval yang teratur
Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan pada
gelombang TIK
Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan pantau
perubahan selama dan sesudah aktivitas
Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda2 yang
mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas
kejang)
Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik yang
merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas); diskusikan
intervensi yang sesuai.
C. Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berdasarkan ketidak mampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi
makanan karena faktor psikologis.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan
status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator
berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat
total).
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral
total.
Asupan cairan secara oral atau IV
Intervensi:
Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan pasien
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit
Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau
kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada
interval yang tepat
Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
Ajarkan klien atau keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
D. Dx IV : Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera
Tujuan :
Anak dapat mengurangi atau mengontrol nyeri
Intervensi :
Kaji skala, intensitas dan skala nyeri
Rasional :
mengetahui beratnya nyeri, sehingga dapat mencari alternatif mengatasi
nyeri yang tepat.
Kaji adanya luka bekas penganiayaan
Rasional :
untuk mengetahui luas dan dalamnya luka sehingga biasa dilakukan
perawatan luka secara cepat.
Monitor vital sign secara periodik.
Rasional :
untuk memantau perubahan suhu tubuh, karena peningkatan suhu tubuh
yang disertai peningkatan frekuensi denyut nadi menunjukkan adanya
infeksi pada daerah luka.
Atur posisi yang nyaman
Rasional :
mengurangi nyeri karena pengaturan posisi dapat merelaksasi bagian yang
tertekan.
Latih klien teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
Rasional :
dapat mengalihkan nyeri yang dirasakan.
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : pemberian analgetik menghilangkan nyeri.
E. Dx V : . Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
harga diri rendah, depresi & kecemasan, gangguan makan, kecacatan
Tujuan :
Anak menunjukkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jangka
panjang yang minimal.
Intervensi :
Beri perawatan pendukung
Rasional :
membantu proses perkembangan dan pertumbuhan anak.
Ajarkan ortu tugas perkembangan yang sesuai kelompok usia
Rasional :
orang tua dapat berperan serta dalam menstimulasi atau merangsang anak
untuk melakukan tugas perkembangan yang harus dicapai sesuai
kelompok umur.
Kaji tingkat perkembangan anak dalam seluru area fungsi menggunakan
alat-alat pengkajian yang spesifik
Rasional :
pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat untuk
menentukan berat ringannya gangguan pertumbuhan serat perkembangan
yang dialami oleh anak.
Berikan kesempatan bagi seorang anak yang sakit untuk memenuhi tugas-
tugas perkembangan sesuai kelompok usia
Rasional :
dapat membantu anak melakukan tugas perkembangannya sesuai
kelompok usia.
1. Dx VI Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif,
perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah
disekolah dan pekerjaan.
Tujuan :
orang tua akan mengembangkan keterampilan yang efektif dalam
menghindari terjadinya penganiayaan pada anak.
Intervensi :
Lakukan fungsi sebagai model peran untuk menunjukkan keterampilan
menjadi oran tua yang positif
Rasional :
model peran membantu orang tua belajar model yang baru dalam
menghindari terjadinya penganiayaan terhadap anak.
Buat rujukan (spesialisasi kehidupan anak, lembag perlindungan anak,
pekerja sosial, perawat kunjungan rumah)
Rasional :
rujukan memungkinkan anak dapat pelayanan dari ahli yang lebih
profesional.
Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya tanggung jawab individu atas
perilakunya masing-masing
Rasional :
dapat menghindarkan diri dari kejadian penganiayaan pada anak yang
dilakukan oleh orang tua.
Ajarkan keluarga menghindari situasi yang dapat menimbulakn stress
Rasional :
menambah pengetahuan orang tua mengenali stress yang terjadi sehingga
dapat menghindari terjadinya child abuse.
Ajarkan keluarga untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah
atau strategi koping
Rasional :
dapat membantu keluarga menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
keluarga.
Ajarkan keluarga keterampilan menjadi orang tua yang efektif
Rasional :
dengan keterampilan menjadu orang tua yang efektif dapat meningkatkan
perlindungan bagi anak sehingga tidak terjadi penganiayaan anak.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Abuse tidak akan terjadi apabila ada peran serta masyarakat untuk
melaporkan adanya kekerasan fisik pada anak. child abuse terjadi ketika orang tua
atau pengasuh dan pelindung anak melakukan pemukulan atau kekerasan secar
fisik pada anak. Hal ini akan diingat anak jika kekerasan fisik terjadi. Dan
banyaknya faktor penyebab anak child abuse karena adanya pengaruh faktor
kendali diri orang tua yang buruk.
Pada kenyataannya masyarakat enggan mencampuri urusan rumah tangga
orang lain. Beberapa bentuk prioritas penatalaksanaan keperawatan yang
dilakukan adalah untuk mencegah adanya akibat fatal dari physical abuse yaitu
kecacatan dan kematian. Sehingga sesegera mungkin memberikan konseling
supaya tidak terjadi kasus child abuse.
4.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat penulis sarankan pada petugas
kesehatan maupun keluarga agar :
Perawat
Melakukan konseling kepada orang tua dalam mengatasi kekerasan secara
fisik pada anak dengan physical abuse.
Keluarga
Mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya
penganiayaan pada anak dan memberikan keterampilan yang efektif dapat
meningkatkan perlindungan anak
DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. Penyakit anak – anak yang dapat menyebabkan cacat kumpulan
makalah seminar anak cacat dan permasalahannya di Bali. FK UNUD, 25
September 1982.
Verma k. A place in the sun for disabled : A perspective on IYDB (Internasional
year for disabled person ). India J. Pediat 48: 697.1981
Report on a who working group : Early Detetion of Handicap in children
Copenhagen. 1980
Murniari D. Upaya rehabilitasi komunitas dan institusi pada kelainan tumbuh
kembang. Unit Rehabilitasi Medis RSUP Denpasar,1994
top related