Antenatal Care Merupakan Perawatan Atau Asuhan Yang Diberikan Kepada Ibu Hamil Sebelum Kelahiran
Post on 29-Jul-2015
316 Views
Preview:
Transcript
Antenatal Care merupakan perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum
kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu hamil maupun
bayinya dengan alan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasin
yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kesehatan.
Asuhan Antenatal penting unuk menjamin proses alamiah kelahiran berjalan normal dan sehat,
baik kepada ibu maupun bayi yang akan dilahirkan.
Menurut syaifudin (2001), mengklasifikasikan ibu hamil dalam status resiko ringan, sedang dan
berat tidak bisa dijadikan patokan lagi, karena semua ibu hamil beresiko tinggi, walaupun dalam
kehamilan berjalan normal, namun dalam persalinan bisa terjadi komplikasi tanpa diprediksi
sebelumnya. Oleh karena itu, setiap ibu hamil harus meeriksa diri secara teratur dan mendapat
pelayanan kebidanan yang optimal didukung oleh sikap bidan yang baik. Sikap bidan yang baik
selama memberikan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu hamil merupakan strategi nyata
dalam upaya meningkatkan motivasi ibu hamil akan pentingnya pemeriksaan kehamilan secara
teratur.
Pelaksanaan Antenatal Care di Maluku sudah berjalan baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah
pencapaian yang ditentukan oleh Provinsi sebesar 78% mengalami peningkatan hingga 79,1%,
sedangkan untuk kota Ambon, target pencapaian yang ditentukan sebesar 80,6% mengalami
peningkatan hingga 89,5% (Dinkes, 2007). Pelaksanaan pelayanan Antenatal Care di Puskesmas
Latuhalat juga berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari data K1 dan K4 pada tahun 2006-
2007 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2006 target yang ditentukan oleh Puskesmas
Latuhala adalah 80,6% mengalami peningkatan mencapai 107,18% sedangkan pada tahun 2007,
target yang ditentukan adalah sebesar 87% juga mengalami peningkatan sebesar 107,3%.
Dengan demikian rata-rata setiap bulan, ada 80 ibu hamil yang datang memeriksakan
kehamilannya. Walaupun jumlah ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya sudah
lebih dari target yang ditentukan, namun mutu pelayanan kebidanan khususnya pelayanan
Antenatal Care perlu ditingkatkan lagi. Hal ini berhubungan dengan sikap dan penampilan bidan
dalam memberikan pelayanan Antenatal Care yang tidak dat dipisahkan dari standar pelayanan
antenatal atau 7 T yan dalam prektek pelaksanaannya sudah berjalan, naun belum secara
menyeluruh khususnya pada pelayanan konseling atau temu wicara. Hal ini dapat diketahui
berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil wawancara awal dengan beberapa ibu.
Dalam upaya untuk lebih meningkatakan motivasi ibu hamil akan pentingnya pemeriksaan
Antenatal Care secara teratur, maka sangat diperlukan peran dari bidan sebaga pelaksana dalam
memberikan pelayanan antenatal care dalam segi penampilan, sikap juga profesionalisme, karena
sebagian ibu hamil akan kembali memeriksakan diri dan kehamilannya ke tepat yang sama jika
dirinya merasa dihargai dan diasuh dengan baik. Dengan pelayanan bidan yang baik dan
profesional, diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi dan kunjungan ibu hamildalam
memeriksakan diri dan kehamilannya secara teratur.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermasud meneliti lebih jauh tentang persepsi ibu
hamil terhadap bidan sebagai pelaksana Antenatal Care di Puskesmas Latuhalat. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya kepada bidan dalam memberikan
pelayanan kepada ib hamil, agar setiap ibu hamil dapat memeriksakan kehailannya secara teratur
dan tepat waktu.
Antenatal Care
Antenatal Care adalah perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil, yang bukan saja bila ibu sakit
dan memerlukan perawatan, tetapi juga pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar tidak
terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu dan anak yang sehat. Tujuan dari asuha Antenatal
Care adalah untuk memantau kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu serta tumbuh
kembang bayi, juga untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial
ibu. Disamping tujuan di atas, Antenatal Care juga bertujuan untuk mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan yang cukup bulan,
melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mngkin,
mempersiapkan bu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif, mempersiapkan
peran ibu dan keluarga dalam menerima kesehatan bayi agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal (Mochtar, 1998).
Untuk dapat mendeteksi/mengkoreksi/menatalaksanakan/mengobati sedini mungkin segala
kelainan yang terdapat pada ibu dan janinnya, dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik mulai dari
anamnese yang teliti sampai dapat ditegakkan diagnosa diferensial dan diagnosa sementara
beserta prognosanya.
Perlunya mendeteksi penyakit dan bukan penilaian risiko dikarenakan pendekatan risiko bukan
merupakan strategi yang efisien ataupun efektif untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Pendekatan PAN kini mengenalkan pendekatan terbaru, yaitu: Antenatal Terfokus (Focused
ANC), yang mengutamakan kualitas kunjungan daripada kuantitasnya. Pendekatan ini
mengenalkan 2 kunci realitas, yaitu: Pertama, kunjungan berkala tidak serta merta meningkatkan
hasil akhir kehamilan, dan di negara berkembang secara logistik dan finansial adalah mustahil
bagi fasilitas kesehatan dan komunitas yang mereka layani. Kedua, banyak wanita yang
diidentifikasi “berisiko tinggi” tidak pernah mengalami komplikasi, sementara wanita “berisiko
rendah” sering kali mengalami komplikasi. Antenatal Terfokus (Focused ANC) bergantung pada
evidence-based, goal directed interventions yang layak untuk umur kehamilan dan ditujukan
secara khusus pada isu-isu kesehatan yang paling utama bagi wanita hamil dan jabang bayi.
Strategi kunci Antenatal Terfokus (Focused ANC) lainnya adalah, setiap kunjungan ditangani
oleh penyedia tenaga kesehatan yang ahli –yaitu bidan, dokter, perawat, atau tenaga kesehatan
yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja secara
efektif untuk mencapai tujuan PAN. Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang
bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya
4 kali kunjungan selama periode antenatal:
satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)
satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke-36)
Kunjungan antenatal yang terpenting adalah kualitasnya, bukan kuantitasnya
IMUNISASI1. Imunisasi
a. Pengertian imunisasi
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Kuman termasuk antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, perlu dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001).
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahaya bagi bayi dan anak (RS
UD DR. Saiful Anwar, 2002).
b. Jenis imunisasi wajib
Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau kematian. Sedangkan imunisasi yang dianjurkan untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak seberat kelompok pertama. Jenis imunisasi wajib terdiri dari: (Sri Rezeki, 2005)
1). BCG (Bacille Calmette Guerin)
Imunisasi BCG berguna untuk mencegah penyakit tuberkulosis berat. Misalnya TB paru berat. Imunisasi ini sebaiknya diberikan sebelum bayi berusia 2 – 3 bulan. Dosis untuk bayi kurang setahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Disuntikkan secara intra dermal di bawah lengan kanan atas. BCG tidak menyebabkan demam. Tidak dianjurkan BCG ulangan. Suntikan BCG akan meninggalkan jaringan parut pada bekas suntikan.
BCG tidak dapat diberikan pada pasien pengidap leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pengidap HIV. Apabila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
2). Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan apakah ibu mengandung virus Hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan. Ulangan imunisasi Hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B maka diberikan secepatnya.
Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia yang disebabkan virus Hepatitis B. Penyakit ini sangat menular dan disebabkan virus yang menimbulkan peradangan pada hati. Pada bayi respon imun alami tidak dapat membersihkan virus dari dalam tubuh. Kurang lebih 90 persen bayi dan 5 persen orang dewasa akan terus membawa virus ini dalam tubuhnya setelah masa akut penyakit ini berakhir.
Seorang wanita hamil pembawa virus Hepatitis B atau menderita penyakit itu selama kehamilannya, maka dia dapat menularkan penyakit itu pada anaknya. Paling tidak 3,9 persen ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45 persen. Karena itu, vaksinasi hepatitis B merupakan cara terbaik untuk memastikan bayi terlindungi dari Hepatitis B. Jika tidak dilakukan, hati akan mengeras dan menimbulkan kanker hati di kemudian hari.
3). DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Imunisasi DPT untuk mencegah bayi dari tiga penyakit, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri Corynebacteriumdiphtheriae yang sangat menular. Dimulai dengan gangguan tenggorokan dan dengan cepat menimbulkan gangguan pernapasan dengan terhambatnya saluran pernapasan oleh karena terjadi selaput di tenggorokan dan menyumbat jalan napas, sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu juga menimbulkan toksin atau racun yang berbahaya untuk jantung.
Batuk rejan yang juga dikenal Pertusis atau batuk 100 hari, disebabkan bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini membuat penderita mengalami batuk keras secara terus menerus dan bisa berakibat gangguan pernapasan dan saraf. “Bila dibiarkan berlarut-larut, pertusis bisa menyebabkan infeksi di paru-paru.” Selain itu, karena si penderita mengalami batuk keras yang terus menerus, membuat ada tekanan pada pembuluh darah hingga bisa mengakibatkan kerusakan otak.
Tetanus merupakan penyakit infeksi mendadak yang disebabkan toksin dari clostridium tetani, bakteri yang terdapat di tanah atau kotoran binatang dan manusia. Kuman-kuman itu masuk ke dalam tubuh melalui luka goresan atau luka bakar yang telah terkontaminasi oleh tanah, atau dari gigi yang telah busuk atau dari cairan congek. Luka kecil yang terjadi pada anak-anak pada saat bermain dapat terinfeksi kuman ini. Apabila tidak dirawat penyakit ini dapat mengakibatkan kejang dan kematian. Manusia tidak mempunyai kekebalan alami terhadap tetanus sehingga perlindungannya harus diperoleh lewat imunisasi.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua bulan dengan interval 4 – 6 minggu. DPT 1 diberikan umur 2 – 4 bulan, DPT 2 umur 3 – 5 bulan, dan DPT 3 umur 4 – 6 bulan. Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4 diberikan satu tahun setelah DPT 3 pada usia 18 – 24 bulan, dan DPT 5 pada usia 5 – 7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai kasus difteri pada umur lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml.
Imunisasi DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun. Ulangan DPT umur 18 – 24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan melindungi bayi dari tetanus apabila anak-anak tersebut sudah menjadi ibu kelak. Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi.
4). Polio
Untuk imunisasi dasar (3 kali pemberian) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang dari dua minggu. Mengingat Indonesia merupakan daerah endemik polio, sesuai pedoman PPI imunisasi polio diberikan segera setelah lahir pada kunjungan pertama. Dengan demikian diperoleh daerah cakupan yang luas.
Pemberian polio 1 saat bayi masih berada di rumah sakit atau rumah bersalin dianjurkan saat bayi akan dipulangkan. Maksudnya tak lain agar tidak mencemari bayi lain oleh karena virus polio hidup dapat dikeluarkan melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisai polio 4. Selanjutnya saat masuk sekolah usia 5-6 tahun.
5). Campak
Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml pada usia 9 bulan. Hanya saja, mengingat kadar antibodi campak pada anak sekolah mulai berkurang, dianjurkan pemberian vaksin campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar pada usia 5-6 tahun. Biasanya melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
c. Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi
No Jenis ImunisasiBulan
1 2 3 4 5 6 9 151 Hepatitis B I II III
2 BCG X
3 DPT I II III
4 Polio I II III IV
5 Campak X
Sumber: Program pengembangan imunisasi Depkes (Markum, 2002)
d. Manfaat imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat dan kematian. Sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Di dunia selama tiga dekade United Nations Childrens Funds (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak, Pertusis, Polio, Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan yang tidak menerima vaksin kira-kira 1: 9 sampai 1: 4 (Nyarko et al., 2001).
Di Amerika Imunisasi pada masa anak-anak merupakan salah satu sukses terbesar dari sejarah kesehatan masyarakat Amerika pada abad 20. Sejarah mencatat di Amerika Serikat terdapat
empat jenis imunisasi yang berhasil, seperti: Dipteri, Pertussis, Polio, dan Campak (Baker, 2000).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan pelayanan antenatal care oleh sejumlah Ibu hamil di Indonesia belum
sepenuhnya sesuai dengan pedoman yang ditetapkan. Hal ini cenderung menyulitkan tenaga
kesehatan dalam melakukan pembinaan pemeliharaan kesehatan Ibu hamil secara teratur dan
menyeluruh, termasuk deteksi dini terhadap faktor risiko kehamilan yang penting untuk segera
ditangani.
Kurangnya pemanfaatan antenatal care oleh Ibu hamil ini berhubungan dengan banyak
faktor. Yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pendidikan,
jumlah anak, pendidikan suami, sikap, umur, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan Ibu hamil dan
sebagainya, faktor-faktor pemungkin/pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam jarak
fisik lokasi, biaya antenatal care, fasilitas pelayanan antenatal care, waktu tunggu dan sebagainya
Selain itu terdapat pula faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam
perilaku petugas pelayanan antenatal care, sikap petugas pelayanan antenatal care dan sikap
tokoh masyarakat.
Dampak dari kurangnya pembinaan pemeliharaan kesehatan Ibu hamil akan
menimbulkan kerugian tidak saja pada Ibu hamil itu sendiri tetapi juga berpengaruh buruk bagi
anak yang akan dilahirkan kemudian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Antenatal care
Antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan
yang aman dan memuaskan. Antenatal care ini juga disebut prenatal care.
Antenatal care ini penting untuk menjamin proses alamiah kelahiran berjalan normal dan
sehat, baik kepada ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Perawatan antenatal ini ditujukan
kepada ibu hamil, yang bukan saja bila ibu sakit dan memerlukan perawatan, tetapi juga
pengawasan dan penjagaan ibu hamil agar tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan anak
yang sehat.
B. Tujuan antenatal care
Tujuan dari Antenatal Care adalah untuk memantau kemajuan kehamilan dan
memastikan kesehatan ibu serta tumbuh kembang bayi tetap baik, juga untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu.
Disamping tujuan di atas, Antenatal Care juga bertujuan untuk mengenali secara dini
adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk riwayat
penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan yang cukup
bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mngkin,
mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif,
mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kesehatan bayi agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
C. Pemeriksaan
Kunjungan pertama ibu hamil adalah kesempatan bagi dokter untuk mengenali faktor
risiko ibu dan janin. Bila dijumpai kelainan, baik pada pemeriksaan fisik maupun laboratorium,
perlu diberi penatalaksanaan khusus. Selain itu ibu hamil juga harus diberitahu tentang
kehamilannya, perencanaan tempat bersalin, juga perawatan bayi dan menyusui.
Pemeriksaan yang dilakukan selama kunjungan ibu hamil adalah:
Anamnesis
Dengan menanyakan kapan hari pertama haid terakhirnya, dapat diperkirakan waktu persalinan
Pemeriksaan umum
Penilaian keadaan umum, kesadaran, komunikasi/kooperasi. Tanda vital ( tekanan darah,
nadi, suhu, pernapasan), tinggi serta berat badan. Kemungkinan resiko tinggi pada ibu dengan
tinggi < 145 cm, berat badan 75 kg. Batas hipertensi pada kehamilan yaitu 140/90 mmHg (nilai
diastolik lebih bermakna untuk prediksi sirkulasi plasenta).
Pemeriksaan head to toe
Kepala : ada/tidaknya nyeri ( anaemic headace nyeri frontal,hypertensive).
Mata : konjugtiva pucat/ tidak, sklera ikterik/tidak.
Mulut : THT ada tanda radang/tidak, lendir, pendarahan gusi, gigi-geligi.
Paru / jantung / abdomen inspeksi palpasi perkusi auskultasi umum.
Ekstremitas diperiksa terhadap edema, pucat, sianosis, varises, simetri (kecurigaan polio,
mungkin terdapat kelainan bentuk panggul). Jika ada luka terbuka atau fokus infeksi lain harus di
masukan dalam masalah dah perncanaan tindakan.
Status obstetricus / pemeriksaan khusus obstetrik
Abdomen
Inspeksi : membesar/tidak (pada kehamilan muda pembesaran abdomen mungkin belum nyata).
Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan dengan palpasi bimanual
dalam, dapat diperkirakan ukuran uterus - pada kehamilan lebih besar, tinggi fundus dapat diukur
dengan pita ukuran sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis os pubis).
Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukan dengan sistematika :
Leopold I
Menentukan tinggi fundus dan meraba bagian janin yang di fundus dengan kedua telapak tangan.
Leopold II
Kedua telapak tangan menekan uterus dari kiri-kanan, jari ke arah kepala pasien, mencari sisi
bagian besar (biasanya punggung) janin, atau mungkin bagian keras bulat (kepala) janin.
Leopold III
Satu tangan meraba bagian janin apa yang terletak di bawah (di
atas simfisis) sementara tangan lainnya menahan fundus untuk fiksasi.
Leopold IV
Kedua tangan menekan bagian bawah uterus dari kiri-kanan, jari ke arah kaki pasien, untuk
konfirmasi bagian terbawah janin dan menentukan apakah bagian tersebut sudah masuk /
melewati pintu atas panggul (biasanya dinyatakan dengan satuan x/5)
Jika memungkinkan dalam palpasi diperkirakan juga taksiran berat janin (meskipun
kemungkinan kesalahan juga masih cukup besar). Pada kehamilan aterm, perkiraan berat janin
dapat menggunakan rumus cara Johnson-Tossec yaitu : tinggi fundus (cm) - (12/13/14)) x 155
gram.
Auskultasi : dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang ditempelkan di daerah
punggung janin, dihitung frekuensi pada 5 detik pertama, ketiga dan kelima, kemudian dijumlah
dan dikalikan 4 untuk memperoleh frekuensi satu menit. Sebenarnya pemeriksaan auskultasi
yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama satu menit.
Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut per menit. Takikardi
menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap beban / stress pada janin (fetal stress),
sementara bradikardi menunjukkan kegagalan kompensasi beban / stress pada janin (fetal
distress/gawat janin).
Genetalia externa
Inspeksi luar : keadaan vulva / uretra, ada tidaknya tanda radang, luka / perdarahan, discharge,
kelainan lainnya. Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa untuk inspeksi lebih jelas. Inspeksi
dalam menggunakan spekulum (inspeculo) : Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa, alat
spekulum Cusco (cocorbebek) dimasukkan ke vagina dengan bilah vertikal kemudian di dalam
liang vagina diputar 90o sehingga horisontal, lalu dibuka. Deskripsi keadaan porsio serviks
(permukaan, warna), keadaan ostium, ada/tidaknya darah/cairan/ discharge di forniks, dilihat
keadaan dinding dalam vagina, ada/tidak tumor, tanda radang atau kelainan lainnya. Spekulum
ditutup horisontal, diputar vertikal dan dikeluarkan dari vagina.
Genetalia interna
Palpasi : colok vaginal (vaginal touché) dengan dua jari sebelah tangan dan bimanual dengan
tangan lain menekan fundus dari luar abdomen. Ditentukan konsistensi, tebal, arah dan
ada/tidaknya pembukaan serviks. Diperiksa ada/tidak kelainan uterus dan adneksa yang dapat
ditemukan. Ditentukan bagian terbawah
Pada pemeriksaan di atas 34-36 minggu dilakukan perhitungan pelvimetri klinik untuk
memperkirakan ada/tidaknya disproporsi fetopelvik/sefalopelvik. Kontra indikasi relatif colok
vaginal adalah :
1. perdarahan per vaginam pada kehamilan trimester ketiga, karena kemungkinan adanya
plasenta previa, dapat menjadi pencetus perdarahan yang lebih berat (hanya boleh dilakukan di
meja operasi, dilakukan dengan cara perabaan fornices dengan sangat hati-hati)
2. ketuban pecah dini - dapat menjadi predisposisi penjalaran infeksi (korioamnionitis).
Pemeriksaan dalam (vaginal touché) seringkali tidak dilakukan pada kunjungan antenatal
pertama, kecuali ada indikasi.Umumnya pemeriksaan dalam yang sungguh bermakna untuk
kepentingan obstetrik (persalinan) adalah pemeriksaan pada usia kehamilan di atas 34-36
minggu, untuk memperkirakan ukuran, letak, presentasi janin, penilaian serviks uteri dan
keadaan jalan lahir, serta pelvimetri klinik untuk penilaian kemungkinan persalinan normal
pervaginam. Alasan lainnya, pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, elastisitas jaringan
lunak sekitar jalan lahir masih minimal, akan sulit dan sakit untuk eksplorasi.
Pemeriksaan rektal (rektal touché) : dilakukan atas indikasi.
Pemeriksaan obstetri
Pemeriksaan laboratorium
Selain itu ada pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan umur kehamilan, yaitu sebagai
berikut:
Umur kehamilan Tinggi fundus uteri20 minggu 20 cm24 minggu 24 cm28 minggu 28 cm32 minggu 32 cm36 minggu 34- 46 cm
1. Kehamilan 12 minggu
Periksa suara janin dengan doppler
2. 14 sampai 16 minggu
a. Beri penilaian terhadap pertumbuhan
b. Periksa uji genetika sesuai kebutuhan
- Amniosentesis
- Alfa-fetoprotein serum ibu
c. Perhatikan ulang hasil laboratorium prenatal
3. 20 minggu
a. Auskultasi dengan stetoskop
b. Nilai ulang usia kehamilan jika tanggal klinik belum jelas
c. Pertimbangkan USG
4. 24 minggu
a. Mulai memberi pendidikan pada ibu
5. 28 minggu
a. Berikan immunoglobulin Rh bila ada indikasi
b. Lakukan pemeriksaan diabetes gestasional
c. Penilaian risiko menurut indikasi
6. 30 sampai 40 minggu
a. Observasi untuk komplikasi
b. Lakukan pengamatan janin menurut indikasi
7. 41 minggu
a. Perencanaan kehamilan lewat waktu
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan Antenatal care berperanan sangat penting bagi keselamatan ibu dah janin, meminimalis resiko-
resiko kehamilan. Dan menekan angka kematian pasca persalinan.
B. SaranUntuk itu hendaknya pelayanan keperawatan antenatal harus lah berjalan sesuai dengan standard
minimal agar BUMIL memperoleh proses persalinanyang aman dan memuaskan.
Label: keperawatan maternitas
MUNISASI; Pengertian dan Ruang Lingkup
Definisi : Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Sistem Imun Spesifik : Hanya dapat menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya
HUMORAL :
Peranan dari Limfosit B atau Sel B (Bursa Fabricius) dimana jika Sel B dirangsang ” sel plasma ” zat anti atau anti bodi ” didalam Serum Fungsi : Pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan menetapkan toksin.
Antibodi :
1. IgG :
– Komponen utama Ig serum (75%)
– Dapat menembus Placenta
– Terbentuk pada respons sekunder
– Anti bakteri, anti virus, anti jamur
2. IgM :
– Imunoglobulin terbesar
– Respons imun primer
– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder
– Mengaktifkan komplemen
3. IgA :
– Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir
– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis
– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus
4. IgD :
– Sangat rendah dalam sirkulasi
– Fungsi belum jelas
5. IgE :
– Sangat sedikit jumlahnya
– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit
SELULER
Peranan dari limfosit T atau sel T dimana Sel T dibentuk di sumsum tulang ” Proliferasi dan diferensiasi terjadi di kelenjar Timus
Fungsi : Pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, keganasan
Terdiri dari
1. Helper T-cell membantu sel B
1. Suppressor T-cell :
– Menghambat sel B
– Menghambat sel T
3. Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsung
Imunisasi Pasif Didapat
Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibu setelah pemberian Ig serum Daya lindung pendek ( 2 – 3 minggu)
• Contoh :
– Gama globulin murni penderita – campak
– ATS, ADS, Anti rabies, Anti – Snake venom
– Profilaksi & terapeutik ( pengobatan )
Reaksi aktopik
Terjadi beberapa menit dimana tubuh mengalami Shock berat, gatal seluruh tubuh, urticaria tempat suntik ” meluas, gelisah, pucat, cyanosis, dyspnoe, kejang ” mati
Therapi : Adrenalin, Corticosteroid
Serum sickness
Masa tunas : 6 – 24 hari
Panas, urticaria, exanthema, muntah, berak, bahaya urticaria (oedem) glottis ” tercekik.
Therapi : Adrenalin, Corticosteroid, Anti Histamin
Pemberian ke II (ulangan)
1. Ana phylactic reaction :
Masa tunas : Beberapa menit – 24 jam
Gejala : Sama reaksi atopik – < ringan
2. Accelerated Reaction :
Masa tunas : 1 – 5 hari
Gejala : Sama serum sickness " Pemberian serum – test lebih dahulu
Test pemberian serum
1. Skin test : 0,1 ml seru 1/10 – intra kutan tunggu 15 menit : " infiltrat > 10 mm
2. Eye test : 1 tetes serum kemudian tunggu 15 menit : + ” mata bengkak merah
Bila skin dan atau eye test positif ” pemberian Serum : Cara Bersedka
- 0,1 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi
- 0,5 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi
- Sisa serum ” Intra Muskular
Tujuan Imunisasi
• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
• Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi
Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:
1. Status Imun Penjamu:
• Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis:
– campak pada bayi
– kolustrum ASI – IgA polio
• Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag¯,kadar komplemen¯, aktifasi optonin¯.
• Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ¯ ® ditunda sampai umur 2 bulan.
• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi
• Frekuensi penyakit , dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
• Status imunologik ¯ (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang.
2. genetik
secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan vaksinasi tidak 100%
4. kualitas vaksin
a. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik
b. Dosis vaksin
– tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping
– rendah ® tidak merangsang sel imunokompeten
c. Frekuensi Pemberian
Respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak merangsang sel imunokompeten.
d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
• mempertahankan Ag tidak cepat hilang
• Mengaktifkan sel imunokompeten
e. Jenis Vaksin
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
Kandungan vaksin
1. Antigen ® virus, bakteri
– vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG
– vaksin mati : pertusis
– eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus
1. Ajuvan : persenyawaan aluminium2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.
Hal – hal yang merusak vaksin:
• Panas ® semua vaksin
• Sinar matahari ® BCG
• Pembekuan ® toxoid
• Desinfeksi/antiseptik : sabun
Jadwal Imunisasi
• Untuk keseragaman
• Mendapatkan respon imun yang baik ® Berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab kematian, kesakitan
IMUNISASI BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin
• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis 0,05 ml, sebelah kanan
• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).
Cara penyuntikan BCG
• Bersihkan lengan dengan kapas air
• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap keatas.
• Suntikan 0,05 ml intra kutan
– merasakan tahan
– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
Kenapa suntikan intra kutan?
• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi, eritema, pustula
• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darah
Bayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1. Reaksi normal ® lokal
• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula
• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.
2. Reaksi regional pada kelenjar
• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh
• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)
• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)
• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.
Komplikasi
1. Abses di tempat suntikan
• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi
• Oleh karena suntikan sub kutan
• Abses matang ® aspirasi
2. Limfadenitis supurativa
• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi
• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.
Reaksi pada yang pernah tertular TBC:
• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu timbul scar.
• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)
• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC
• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan
• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan
• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.
• < 5 mm : negatif
• 6-9 mm : meragukan
• ³ 10 mm : positif
Tes Mantoux (-)®imunisasi(+)
Kontraindikasi
• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan
• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi
• Hamil
IMUNISASI HEPATITIS B
• Vaksin berisi HBsAg murni
• Diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B
• Dosis kedua 1 bulan berikutnya
• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)
• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian
• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997
Efek samping
• Demam ringan
• Perasaan tidak enak pada pencernaan
• Rekasi nyeri pada tempat suntikan
Tidak ada kontraindikasi
IMUNISASI POLIO
• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah
• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.
• Ada 2 jenis vaksin
– IPV ® salk
– OPV ® sabin ® IgA lokal
• Penyimpanan pada suhu 2-8°C
• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin
• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang neurovirulen
• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima vaksin
Kontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannya
IMUNISASI DPT
Terdiri dari
– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan
– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan
– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya
• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.
• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.
• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.
• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis setempat.
Reaksi pasca imunisasi:
• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik
• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi selanjutnya diganti dengan DT atau DPaT
Kontraindikasi
• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang
• Ada riwayat kejang
• Penyakit degeneratif
• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan, hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.
IMUNISASI CAMPAK
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.
• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius
• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian encefalitis lebih jarang
Kontraindikasi:
* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak
IMUNISASI HIB
• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B
• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali
• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.
• Dosis 0,5 ml diberikan IM
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Di Asia belum diberikan secara rutin
• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.
IMUNISASI MMR
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:
– Measles strain moraten (campak)
– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
– Rubela strain RA (campak jerman)
• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun
• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.
Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur
IMUNISASI TYPHUS
Tersedia 2 jenis vaksin:
– suntikan (typhim) ® >2 tahun
– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis
• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM. Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat suntikan, daire, muntah.
IMUNISASI VARICELLA
Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada suhu 2-8°C
Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.
Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.
IMUNISASI HEPATITIS A
Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu makan
VAKSIN COMBO
Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV
Tujuan pemberian
• Jumlah suntikan kurang
• Jumlah kunjungan kurang
• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik
• Penambahan program imunisasi baru mudah
• Imunisasi terlambat mudah dikejar
• Biaya lebih murah
Daya proteksi
Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif. Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah. Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah
COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)
• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.
• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat
• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi
• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.
• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.
• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi es.
Disadur dari tulisan : dr. B Gebyar TB, SpA
top related