Transcript
Ahmad Madu
SEBUAH INSPIRASI UNTUK HIDUP LEBIH BAHAGIA.
CHAPTER -4:
ANDA LAUT MERAH ATAU LAUT MATI?
Anda sering mendengar Laut Mati atau
Laut Merah? Ya, Laut Mati yang
berada di Yordania dan Laut Merah
yang berada di bagian barat Jazirah
Arab. Kita ketahui juga bahwa Laut
mati menampung tapi tidak mengalir,
sedangkan Laut merahlah yang me-
nampung lantas mengaliri. Pada kesem-
patan ini, saya akan menjadikan Laut
mati atau Laut merah sebagai analogi
mengenai kontribusi yang kita berikan
di tempat kerja.
Laut mati menjadi gersang, tandus dan
‘mati’ akibat kadar garam yang terlalu
tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh
situasi geografisnya yang terus –
menerus menampung tanpa mendapat-
kan kesempatan untuk mengalir. Akibat-
nya, apa yang terjadi? Karena ratusan
tahun hanya menampung, terjadilah pe-
1
numpukkan yang berakhir dengan kon-
disi laut mati yang seperti sekarang. Se-
mentara itu, bandingkan dengan laut
merah, yang dianggap sebagai salah
satu tempat yang memiliki pesona laut
paling yahuuut di
dunia. Bedanya
dengan laut mati,
maka laut merah
mempunyai pola
sirkulasi air laut
serta jaring-jaring
kehidupan serta
y a n g m e-
mungkinkan ke-
hidupan terus ber-
proses di laut ter-
sebut. Hal itulah
yang justru mem-
buat laut merah
menjadi lebih hidup dibandingkan den-
gan laut mati.
Nah, dalam hidup kita, semestinya prin-
sip laut merah yang harus kita ambil.
Bukan menjadi laut mati yang hanya
menampung tapi tidak memberikan
kontribusi apapun.
Dalam kaitannya dengan hal ini saya
ingin melihat ada laut merah dan laut
mati di tempat kerja loh, dengan kisah
yang diceritakan oleh seorang majaer
HRD di bandung yang merupakan klien
saya, tentang
k e d u a a n a k
buahnya.
Anak buahnya
yang pertama,
adalah seorang
senior. Karena
senior, semua
kondisi tentang
kantornya su-
dah di ketahui,
semua training
y a n g d i s-
arankan oleh
kantornya pun
sudah pernah dia ikuti. Sampai-sampai
dia sudah sangat tahu jam berapa ha-
rus menghilang di kantor dan jam
berapa harus kembali di kantor tanpa
HRD atau CEO mengetahuinya, padahal
itu bukan jam istirahat. Hehehe ilmu
menghilang.
2
Ternyata dikantor kerjaannya hanya
duduk didepan komputer yang “ka-
tanya” mencari bahan dan pengeta-
huan untuk membuat perusahaan men-
jadi lebih maju. Tapi itu semua hanya
NATO (No Action, Talk Only). Memang
sih dia yang paling antusias untuk men-
cari informasi diberbagai media dari
internet, maja-
lah, buku dan
dukun (saking
s e n a n g n y a
mencari infor-
masi). Namun
inilah yang ter-
jadi. Si Anak
itu mengum-
pulkan banyak
informasi tetapi ia sendiri tidak mempe-
lajari informasi tersebut. Ternyata eh
ternyata memang si anak ini nampak
puas dengan hanya mengumpulkan in-
formasi. Dia tidak berpikir untuk benar-
benar mempelajarinya sehingga bisa di
bagikan kepada rekannya. Hmm… sung-
guh kontribusinya tidak maksimal. Mala-
han, yang lebih mengerikan adalah dia
punya prinsip, “Kalau perusahaan mem-
berikan gaji kecil, ngapain memberi kon-
tribusi maksimal. Gaji kecil, ya kontri-
busi juga kecil dong!”. HRD diperusa-
haannya sudah sering mendatangkan
para motivator untuk memotivasi selu-
ruh karyawan khususnya si senior itu,
tapi hasilnya tetap saja tidak ada peru-
bahan. Saking kesalnya akhirnya si sen-
ior itu dibuat tidak nyaman oleh man-
agement peru-
sahaan. Sam-
p a i p a d a
akhirnya dia
m e n g u n d u r-
kan diri. Ada
kabar bahwa
si senior mem-
buka usaha
dengan modal
cukup besar bersama dengan rekan-
nya. Namun, dengan mentalitasnya
memberikan kontribusi minimal saat
ditempat kerja dulu, usahanya yang di-
bangun pun tidak berjalan maksimal.
Malahan, belakangan usaha si senior
tersebut terancam bangkrut!
Di kesempatan lain, tersisa satu orang
anak buah lagi. Sifatnya bertolak be-
lakang dengan si senior. Dia dikenal se-
bagai referensi pengetahuan SDM pal-
3
ing up-date di perusahaan. Sikap tu-
lusnya yang dalam memberi, membuat
ia cukup banyak disukai orang. Ter-
masuk para manajer dan karyawan
dari fungsi yang berbeda. Ia pun banyak
terlibat dalam berbagi proyek yang
membutuhkan sumbangan pemikiran
dari bidang SDM. Ia pun menjadi sum-
ber acuan, apa-
bila orang men-
galami kebin-
gungan, mem-
punyai pertan-
yaan ataupun
permasalahan
yang terkait
dengan SDM,
maka semua
orang akan lari kepadanya. Karirnya
melesat dengan cepat. Kepercayaan
pun banyak diberikan kepadanya. Da-
lam meeting, kehadirannya ditunggu
dan kontribusi ide-idenya sangat di-
harapkan. Ia banyak membaca lalu
membagikannya melalui email, lalu terli-
bat bersama dalam pekerjaan dengan
hasil yang memuaskan. Ia sering men-
jadi pemimpin tim yang baik dengan se-
lalu memberikan kontribusi kerja yang
memuaskan. Semua orang tidak ragu,
bahwa kelak dialah yang akan dipromo-
sikan menjadi manajer HRD bila kesem-
patannya tiba. Namun ternyata, be-
berapa tahun bekerja, anak buahnya ini
memutuskan untuk mengundurkan diri
dan berniat untuk menjalani pekerjaan
pelayanan bagi Tuhan di suatu daerah.
K e p e r g i a n n y a
amat disayangkan.
Bahkan, perusa-
haan mengiming-
imingi dia dengan
berbagai fasilitas
lebih. Tapi, tetap
saja keputusannya
untuk pelayanan,
tidak bisa beru-
bah. Perusahaan pun melepaskannya
dengan ‘terpaksa’. Bertahun-tahun sete-
lah karyawan ini keluar, hubungannya
dengan perusahaan tempat bekerjanya
dulu tetap terjaga. Bahkan, pimpinan pe-
rusahaan yang mengenalnya seringkali
berkata, “Kalau bosan dengan aktivitas
sekarang, selalu ada pintu yang ter-
buka bagimu diperusahaan ini”.
Lihatlah sahabat, betapa berbedanya
mereka yang memilki paradigma laut
4
mati dengan laut merah. Karyawan
yang mentalitasnya laut mati, memberi-
kan kontribusi yang minim dan sangat
berhitung untung rugi dengan kontri-
businya. Tanpa sadar, mereka sedang
merusak diri mereka sendiri. Lama kela-
maan, kontribusi minim inipun menjadi
budaya dan kebiasaan dalam dirinya.
Celakanya, pada
saat ketika ia
pergi ke tempat
l a i n a t a u p u n
berkarya di la-
han pekerjaan
yang ia ciptakan
sendir i , kebu-
dayaan mem-
berikan kontri-
busi ‘minimal’ terus-menerus terbawa.
Nah, berhati-hatilah dalam memilih pas-
angan juga, jangan cari yang kontribusi-
nya minim dan sangat hitungan
hehehe..(Intermezzo).
Sementara itu mereka yang terbiasa
membangun mentalitas laut merah, se-
la lu dapat h idup d i l ingkungan
manapun. Masalahnya, mereka tidak
menghitung untung rugi tetapi selalu
berusaha untuk ‘memberi’. Inilah yang
akhirnya membuat mereka dapat diter-
ima di l ingkungan manapun. Di-
manapun, mereka akan dicari dan dibu-
tuhkan, sebab selalu ada kontribusi
maksimal dari dirinya. Saat mereka
menjadi bawahan, mereka akan men-
jadi pemain tim serta supporter yang
baik dan antu-
sias. Saat men-
jadi pimpinan
pun, mereka mu-
dah membagi
dan rela mem-
b u a t a n a k
buahnya maju
d a n b e r k e m-
bang. Mereka
akan menjadi pemimpin yang dicintai.
Selalu ada tempat bagi mereka yang
mentalitasnya adalah “laut merah”. Jadi
jika ada orang yang masih mempunyai
mentalitas “laut mati” dilingkungan
kerja Anda, yaaaaaa… gimana yaa… ya
cepat mati, karirnya.
Sahabat, semoga kisah ini dapat men-
jadikan sentuhan kepada Anda untuk
5
menjadi sosok yang mau berkontribusi
maksimal. Karir bagus, citra bagus, per-
formance bagus dan akhirnya kesejaht-
eraan semakin bagus.
Have A Great Day!
Ahmad Madu
6
top related