ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN … · manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah ... keinginan untuk mempelajari sisi ekonomi dari pengelolaan suatu ... Struktur Manajerial
Post on 02-Mar-2019
229 Views
Preview:
Transcript
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN
LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
KAMILA HAQQ
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH
RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
KAMILA HAQQH44050332
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2009
RINGKASAN
KAMILA HAQQ. Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaituadanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan.
Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit, limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan.
Rumah sakit Telogorejo mengawali pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun 2001. Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan sampah medis. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan limbah RS. Telogorejo yang dianalisis dari keragaan pengelolaan limbah rumah, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost dan analisis efektivitas biaya, pengaruh biaya efektif dengan kinerja IPAL serta penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo.
Berdasarkan perhitungan efisiensi, nilai efisiensi RS. Telogorejo berada pada kategori efisien (>60%-80%) dan sangat efisien (>80%) menurut Soeparman dan Suparmin (2001). Pengujian statistik dengan menggunakan uji nilai tengah menunjukkan bahwa IPAL RS. Telogorejo mampu menurunkan konsentrasi dari kelima parameter secara signifikan. Hasil uji nilai tengah untuk mengetahui pencapaian standar baku mutu menunjukkan hanya satu parameter yang dinyatakan tidak signifikan pada taraf nyata 0.05, yaitu NH3.
Besar UDC yang didapat dari perhitungan adalah Rp 1.397,04. Sedangkan rasio efektivitas biaya yang paling kecil ada pada parameter COD, yaitu Rp 0.016/mg. Rasio efektivitas biaya parameter TSS, BOD, NH3 dan PO4 adalah Rp 0.018/mg, Rp 0.044/mg, Rp 0.089/mg dan Rp 0.471/mg. Informasi ini diharapkan akan meminimisasi biaya eksternal yang dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah sehingga sistem pengelolaan limbah akan menjadi semakin baik.
R-sq terbesar dalam menganalisis pengaruh biaya efektif dengan penurunan konsentrasi adalah pada parameter NH3 sebesar 74.1%. Hal ini menunjukkan biaya pengelolaan limbah yang telah dikeluarkan dapat menjelaskan sebesar 74.1% terhadap penurunan konsentrasi NH3 yang menunjukkan kinerja IPAL dan sisanya dijelaskan faktor lain. Nilai R-sq untuk parameter BOD, COD, TSS dan PO4 adalah 65.6%, 69.2%, 45.4% dan 25.1%.
Persepsi masyarakat sekitar, yaitu warga Anggrek RT 06/RW V dalam menilai pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah sudah baik. Alasan dari
mereka adalah selama RS. Telogorejo berdiri, tidak pernah terdapat keluhan yang mengganggu kesehatan mereka. Sedangkan untuk masalah bau, mereka tidak terlalu meresahkan. Selama mereka tinggal di Anggrek mereka belum pernah mendapatkan kerugian kesehatan yang berujung pada kerugian ekonomi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada RS. Telogrejo dan pihak lainnya yang berkepentingan dalam penggunaan IPAL dan pengelolaan limbah serta pemerintah dalam menyusun kebijakan dan arahan dalam pengelolaan limbah sehingga terwujud kesehatan lingkungan yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang
Nama : Kamila HaqqNRP : H44050332
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Nuva, Sp, M.ScNIP. 19650212 199003 2 001
Diketahui,Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc19620421 198603 1 003
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT
TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO
SEMARANG” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH
Bogor, Agustus 2009
Kamila HaqqH44050332
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Kamila Haqq lahir pada tanggal 8 Oktober 1987 di
Semarang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari
pasangan Budi Harto dan Sumijati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis
adalah SD Negeri Jatingaleh II Semarang dengan tahun kelulusan 1999, kemudian
melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Semarang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri 5 Semarang sampai dengan tahun
2005.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen di tingkat II pada sistem kurikulum Mayor-Minor. Pada saat TPB,
penulis pernah menjadi Ketua Asrama Putri A1 TPB. Selain itu, selama kuliah
penulis juga aktif pada beberapa organisasi kampus yaitu, Dewan Perwakilan
Mahasiswa FEM IPB, Shariah Economics Student Club, Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa KM IPB, Badan Pengawas Resources and
Environmental Economics Student Association serta aktif dalam kepanitian yang
ada di lingkup IPB.
Penulis pernah menjadi Juara Harapan I Essay Lingkungan Hidup Se-Jawa
Tengah & D.I.Yogyakarta serta mewakili Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan sebagai mahasiswa berprestasi (tahun 2008). Penulis mempunyai
pengalaman kerja sebagai pengajar ekonomi umum di MSC Education Bogor
serta menjadi asisten praktikum Ekonomi Umum di TPB dan Pra-University IPB.
Sampai saat ini penulis adalah penerima beasiswa supersemar.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kehadirat Alloh SWT karena rahmat dan
ridhoNya penulis dimudahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Didasari dengan ketertarikan penulis mengenai limbah, penulis memiliki
keinginan untuk mempelajari sisi ekonomi dari pengelolaan suatu limbah dalam
rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor dengan menyusun skripsi yang berjudul
“Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan
Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya dalam
menurunkan konsentrasi dari masing-masing parameter limbah yang diamati serta
respon masyarakat sekitar terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sosial ekonomi dari
pengelolaan limbah rumah sakit yang selama ini seringkali diteliti hanya sebatas
permasalahan teknis serta menjadi masukan bagi pemerintah dan keseluruhan
pihak yang terkait dengan manajemen limbah rumah sakit. Penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna sehingga saran dan kritik
dari pembaca sangat diharapkan untuk kemajuan penelitian ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I . PENDAHULUAN………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ........................................................... 11.2. Perumusan Masalah.................................................... 81.3. Tujuan Penelitian........................................................ 101.4. Manfaat Penelitian...................................................... 111.5. Ruang Lingkup Penelitian.......................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………... 13
2.1. Rumah Sakit ............................................................... 132.2. Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah
Sakit............................................................................ 152.3. Limbah Rumah Sakit.................................................. 212.4. Strategi Pengelolaan Limbah ..................................... 242.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit .......... 322.6. Dampak Limbah Cair terhadap Kualitas Lingkungan
dan Kesehatan ............................................................ 362.7. Upaya Minimisasi Limbah ......................................... 37
2.7.1. Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi ......................................................... 39
2.8. Pemanfaatan Limbah.................................................. 412.9. Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit .... 412.10. Persepsi....................................................................... 422.11. Penelitian Terdahulu .................................................. 43
III. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………… 45
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................... 453.1.1.Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil
Limbah .............................................................. 453.1.2. Uji Nilai Tengah............................................... 453.1.3. Cost-Effectiveness Analysis.............................. 463.1.4. Regresi Linear Sederhana................................. 48
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional............................... 49
IV. METODOLOGI PENELITIAN…………………………... 53
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................... 534.2. Jenis dan Sumber Data ............................................... 534.3. Metode Pengambilan Sampel..................................... 53
4.4. Analisis Data .............................................................. 554.4.1. Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit... 554.4.2. Evaluasi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit dalam Pengelolaan Limbah Cair ...................... 564.4.3.Unit Daily Cost ................................................. 594.4.4.Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu
setiap Parameter Limbah Cair........................... 604.4.5.Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per
Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit.............................................. 61
4.4.6. Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ................... 62
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………… 66
5.1. Rumah Sakit Telogorejo Semarang............................ 665.1.1.Sejarah Bedirinya Rumah Sakit Telogorejo
Semarang .......................................................... 665.1.2. Visi Misi Rumah Sakit Telogorejo Semarang.. 665.1.3. Letak Geografis Rumah Sakit Telogorejo........ 675.1.4.Daya Tampung Pasien Rumah Sakit
Telogorejo......................................................... 675.2. Kawasan Anggrek Semarang Tengah............... 68
VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 70
6.1. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang ........................................ 70
6.2. Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit Telogorejo. 726.3. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo... 76
VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG........... 83
7.1. Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo .................................................................. 83
7.2. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo .................................................................. 94
7.3. Hubungan Antara Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat ....................................... 94
VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 97
8.1. Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo Semarang ........................................ 98
8.2. Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair................................................................ 100
8.3. Perhitungan Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ...................................................... 102
IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 106
9.1. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD ...................... 107
9.2. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD ...................... 108
9.3. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap Penurunan Konsentrasi TSS....................................... 109
9.4. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH3....................................... 110
9.5. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO4 ....................................... 111
X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT............... 114
10.1. Karakteristik Responden ............................................ 11510.1.1. Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek
dengan RS. Telogorejo Semarang................ 11510.1.2. Persentase Lama Tinggal Responden di
Sekitar RS. Telogorejo ................................. 11610.1.3. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden...... 11710.1.4. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden ............ 11810.1.5. Sebaran Pendapatan Responden................... 119
10.2. Hasil Survei Kepada Masyarakat Terkait dengan Penilaian Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ............. 119
XI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 125
11.1. Kesimpulan ................................................................... 12511.2. Saran ............................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 128LAMPIRAN............................................................................................. 132
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit ....................................... 7
2. Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan......................................................................... 24
3. Standardisasi Warna dan Logo Kantong Sampah....................... 26
4. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah. 27
5. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit Pengolahan Limbah ..................................................... 58
6. Penentuan H0 dan H1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter .......................... 59
7. Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat .............................. 63
8. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian .................. 64
9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo................. 90
10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Semarang.................................................................. 92
11. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ........ 93
12. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi Per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu ............................................. 93
13. Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari .......... 100
14. Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang.............................................. 104
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal 40
2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit................................................................................ 52
3. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 71
4. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang.................................................................. 75
5. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 81
6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 84
7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 85
8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007dengan Standar Baku Mutu........... 85
9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH3 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 86
10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO4 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 87
11. Sebaran Umur Responden (dalam tahun) ................................... 115
12 Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter).............................................................................. 116
13. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun) ............................................................. 117
14. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden .................................... 117
15. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden ........................................... 118
16. Sebaran Pendapatan Responden ................................................. 119
17. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah ................. 120
18. Persentase Responden yang Merasakan Bau .............................. 121
19. Persentase Responden yang Merasa Terganggu......................... 121
20. Persentase Responden yang Mengetahui Adanya Pengelolaan Limbah di RS. Telogorejo .......................................................... 122
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah ......................... 133
2. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter BOD.......................... 134
3. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter COD.......................... 135
4. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter TSS ........................... 136
5. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 ........................... 137
6. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter PO4............................ 138
7. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 139
8. Biaya Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang........................................................... 141
9. Rekapitulasi Biaya Pengelolaan IPAL RS. Telogorejo per Bulan........................................................................................... 153
10. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana antara Biaya Penurunan Parameter dengan Penurunan Konsentrasi Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang ............................ 154
11. Kuesioner Penelitian ................................................................... 162
12. Hasil Wawancara dengan Menggunakan Kuesioner kepada Warga Anggrek, Semarang Tengah............................................ 163
13. Foto-foto Hasil Pengamatan Lapang di RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 165
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena
merupakan suatu institusi yang padat karya, memiliki sifat dan ciri serta fungsi
yang khusus dalam menghasilkan jasa medik. Rumah sakit juga mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Selain melaksanakan
fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi
pendidikan dan penelitian (Boekitwetan dalam Muluk, 2001).
Keberadaan rumah sakit di suatu daerah merupakan aspek yang sangat
penting. Hal ini terkait dengan fungsi rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat serta
berdampak pada mutu sumberdaya manusia. Pelayanan kesehatan yang ada
mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan
orang meninggal.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat
jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini
menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara
biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu
adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait
dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan.
Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit,
limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan
KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit
mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Limbah padat dapat
dikelola dengan penimbunan, pembakaran ataupun sanitary landfill sedangkan
limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarnya tidak merusak
lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran
pembuangan kota, sungai ataupun diresapkan ke tanah. Limbah cair tersebut
banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta
bakteri. Sungai merupakan sumber air bagi masyarakat baik digunakan untuk
minum maupun keperluan mandi, cuci dan kakus sehingga baku mutu limbah
yang dibuang harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Keberadaan limbah tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan tanggapan negatif dari masyarakat karena mereka merasakan
dampak buruknya berupa penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, hal yang
paling membahayakan adalah apabila telah terjadi kerusakan lingkungan serta
penurunan kesehatan masyarakat ataupun kehilangan nyawa.
Pengelolaan limbah rumah sakit memiliki banyak kendala. Kendala yang
umum ditemukan dalam pengelolaan limbah adalah biaya pengelolaan yang
mahal karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan
pemantauan serta pemeliharaan pengelolaan limbah dan juga benturan yang
berhubungan dengan kebijakan pemerintah.
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik
tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).
Sekitar 10 sampai 15 persen dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan
limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain merkuri (Hg).
Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan
sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya,
sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik
(Pristiyanto,2000).
Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan
bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari.
Analisa lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah
domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen.
Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar
376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Hal
tersebut menunjukkan besarnya potensi RS untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit
(Kusminarno, 2004)9.
Pengelolaan limbah rumah sakit di Indonesia masih dalam kategori belum
cukup baik. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang
baik bila persentase limbah medis 15 persen, namun kenyatannya di Indonesia
mencapai 23,3 persen. Survei ini juga menemukan rumah sakit yang memisahkan
limbah sebesar 80,7 persen, melakukan pewadahan 20,5 persen dan pengangkutan
72,7 persen. Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah
infeksius 62 persen, limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan 37
persen (Sianturi, 2003)10.
9 Profil Kesehatan Indonesia (Depkes, 1997) dalam artikel Manajemen Limbah Rumah Sakit diakses melalui http://pdpersi.com pada tanggal 24 Februari 200910
Survei pengelolaan limbah di 88 rumah sakit di luar Kota Jakarta oleh WHO dan DepKes pada tahun 1997 dalam artikel Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik diakses melalui http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1066703478,2145 tanggal 24 Februari 2009
Pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4
persen rumah sakit yang sudah melaksanakan pengelolaan limbah cair, dan dari
rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1 persen melakukan dengan
instalasi IPAL dan septic tanc (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya
dilakukan oleh 57,5 persen rumah sakit, dan dari rumah sakit yang melakukan
pemeriksaan tersebut yang telah memenuhi syarat baku mutu adalah 63 persen
(Arifin, 2008)11.
Limbah rumah sakit tidak hanya berdampak negatif terhadap kualitas
lingkungan baik fisik, kimia, biologis serta ekosistem perairan (sungai), tetapi
juga berpotensi mengeluarkan penyakit. Sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476
rumah sakit yang ada, hanya 49 persen yang memiliki insinerator dan 30 persen
memiliki IPAL. Kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang
memenuhi syarat jumlahnya mencapai 52 persen. Kondisi tersebut dapat
disebabkan karena mahalnya biaya pembuatan insinerator ataupun IPAL pada
khususnya dan keseluruhan pengelolaan limbah pada umumnya (Djaja dan
Maniksulistya, 2006)12.
Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar
menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama
yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan
pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki
insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab dalam
11 Penelitian pada tahun 2007 oleh Badan Riset Universitas Indonesia dalam artikel Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan diakses melalui http://www.pontianak post.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=157591 pada tanggal 24 Februari 2009.12 Hasil Rapid Assessment Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota (2002)
mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat
sekitar. Pilihan ini patut dihargai karena masyarakat juga dapat dijadikan suatu
indikator dalam menilai kinerja pengelolaan limbah. Insinerator sendiri memiliki
kelemahan, yaitu pembakaran limbah padat medis jenis tertentu akan
menghasilkan gas furan atau emisi buang yang bersifat dioksin (beracun). Hal
tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi WHO untuk tidak
merekomendasikan insinerator13.
Kualitas limbah cair yang telah diolah dengan menggunakan IPAL
ditentukan per parameternya. Kualitas limbah cair dilihat dari baku mutu setiap
parameter baik fisika, kimia dan biologi. Parameter yang umumnya menjadi
perhatian umum adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4. Baku mutu setiap
parameter mengacu pada aturan pemerintah yang berlaku. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh rumah sakit diantaranya
adalah kinerja IPAL yang digunakan, biaya operasional, Standard Operational
Procedure (SOP) dan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Namun sejauh mana
faktor-faktor tersebut mempengaruhi pengelolaan limbah belum begitu
diperhatikan. Selain itu, sejauh mana keefektifan dari hasil pengelolaan limbah
rumah sakit juga belum diketahui. Hal ini terlihat dengan sedikitnya penelitian
yang mengkaji hal tersebut. Penelitian yang terkait dengan efektivitas pengolahan
limbah cair pada umumnya dilakukan oleh para peneliti dari perguruan tinggi dan
bukan pemerintah.
13 Maharani (Kepala Sanitasi RSCM) dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Akan (Perlu) Diawasi diakses melalui www.technologyindonesia.com/news.php?page_mode=detail&id=104 pada tanggal 24 Februari 2009
Kota semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan menjadi
jantung Provinsi Jawa Tengah. Sebagai kota yang pernah meraih adipura sudah
seharusnya Kota Semarang menjadikan kelestarian lingkungan sebagai salah satu
tujuan yang akan dicapai di tengah pembangunan yang ada. Kelestarian maupun
kesehatan lingkungan di dalamnya terdapat permasalahan mengenai limbah
termasuk limbah rumah sakit. Air limbah perlu dijadikan perhatian karena air
limbah biasanya dibuang ke saluran air atau sungai. Oleh karena itu, diperlukan
peraturan-peraturan mengenai kesehatan lingkungan yang mengatur tegas
mengenai pengelolaan limbah. Selanjutnya, peraturan tersebut harus didampingi
dengan pengawasan yang ketat oleh pemerintah yang berwenang.
Setiap rumah sakit seharusnya mempunyai IPAL dan pengadaan IPAL
menjadi salah satu syarat perizinan beroperasinya suatu rumah sakit. Belum ada
data mengenai kepemilikan IPAL rumah sakit di Semarang karena tidak ada
pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang mengenai hal tersebut14.
Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit dapat berada di bawah Badan
Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Kesehatan Kota (DKK). Pengawasan yang
ada kurang maksimal dan terkadang tidak benar-benar memenuhi aturan yang
telah ada dari pusat. Bahkan kedua instansi tersebut seakan lempar tanggungjawab
apabila disinggung permasalahan kesehatan lingkungan rumah sakit termasuk
masalah limbah yang dihasilkan. Pengawasan yang telah dilakukan adalah
pengujian hasil outlet limbah rumah sakit oleh laboratorium BLH Kota Semarang.
DKK Semarang sendiri tidak memiliki program supervisi khusus terkait dengan
kesehatan lingkungan rumah sakit.
14
Berdasar wawancara dengan Bapak Wahyono dan Ibu Satrida, staf pegawai Subdin Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2009.
Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang memiliki
predikat baik di mata masyarakat Kota Semarang. Masyarakat menilai dengan
melihat hanya sebatas faktor pelayanan kesehatan saja. Belum muncul pendapat
atau pemikiran masyarakat dalam menilai rumah sakit dari sisi pengelolaan
limbah.
Rumah sakit Telogorejo mulai mengawali pengelolaan limbah cair dengan
membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun 2001. Sedangkan untuk
pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan
Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan
dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan
sampah medis. Pihak rumah sakit memilih untuk mengolahnya dengan bekerja
sama dengan pihak luar karena memperhatikan kondisi rumah sakit yang letaknya
sangat dekat dengan perumahan warga.
Pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo mengacu ke Kepmen
58/MenLH/12/1995 dan peraturan lainnya yang terkait dengan kesehatan
lingkungan. Standar baku mutu yang dipakai dalam IPAL RS. Telogorejo adalah
Perda Prov. Jateng/10/2004 yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit
Parameter Baku Mutu Satuan
Suhu 30 �C
TSS 30 mg/l
pH 6 − 9
BOD 30 mg/l
COD 80 mg/l
NH3 bebas 0.1 mg/l
Fosfat 2 mg/lSumber : Perda Prov. Jateng/10/2004
Berdasarkan standar baku mutu yang ada, dapat diketahui bahwa parameter BOD
dan TSS setelah diolah dengan IPAL, baku mutu yang dapat ditoleransi adalah
sebesar 30 mg/l. Baku mutu yang disyaratkan untuk parameter COD adalah 80
mg/l. NH3 bebas dan phosphat harus dapat memenuhi standar baku mutu sebesar
0.1 dan 2 mg/l. Standar untuk NH3 bebas dirasa terlalu tinggi oleh pihak rumah
sakit karena standar baku mutu tersebut sama halnya dengan standar baku mutu
NH3 untuk air minum. Sedangkan suhu yang dikeluarkan oleh limbah cair
berstandar 30�C dan untuk derajat asam (pH) limbah berkisar antara 6-9.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya
dan dampak yang akan terjadi apabila limbah tidak dikelola dengan baik atau
bahkan tidak dikelola sama sekali. Salah satu dampak yang terjadi adalah
meningkatnya pencemaran, kualitas lingkungan dan kesehatan yang kian
memburuk yang kemudian dapat merugikan masyarakat dari sisi sosial dan
ekonomi.
Rumah Sakit Telogorejo pernah mendapat protes dari warga sekitar (Jalan
Anggrek) karena merasa terganggu dengan asap dari insinerator15. Asap hasil
pembakaran dengan menggunakan insinerator masuk ke lingkungan Jalan
Anggrek dan menimbulkan gangguan pernafasan. Solusi dari permasalahan
tersebut adalah RS. Telogorejo menutup insinerator dan menyerahkan
pembakaran sampah pada krematorium milik Yayasan Pancaka Semarang. Selain
itu, permasalahan pengelolaan limbah yang dialami oleh RS. Telogorejo adalah
15 Informasi diperoleh dari wawancara kepada Sanitarian RS. Telogorejo dan Bapak Sulis (warga Anggrek), 2009.
penurunan konsentrasi beban pencemar limbah cair. Apabila konsentrasi limbah
hasil olahan berada di atas baku mutu, maka limbah tersebut dikatakan mencemari
lingkungan.
Permasalahan lain dalam pengelolaan limbah adalah eksternalitas negatif
dari dampak limbah jika limbah tidak diproses. Limbah sebagai eksternalitas
negatif dari seluruh kegiatan di rumah sakit membutuhkan pengolahan yang
memerlukan biaya yang disebut dengan biaya eksternal sehingga biaya
keseluruhan yang dikeluarkan oleh rumah sakit bukan hanya biaya swasta
melainkan juga biaya sosial yang mencakup biaya eksternal. Selama ini,
pembiayaan pengelolaan limbah belum diperhatikan oleh Bagian Sanitasi RS.
Telogorejo. Selain itu, sejauhmana efektivitas biaya dalam menurunkan
konsentrasi masing-masing parameter limbah maupun pengaruh biaya efektif
tersebut terhadap kinerja IPAL belum diketahui.
Penilaian pengelolaan limbah rumah sakit tidak hanya melalui pengamatan
yang dilakukan di rumah sakit tetapi juga menganalisis persepsi masyarakat
terhadap pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah yang buruk dapat merugikan
warga, misalnya penurunan kesehatan sehingga masyarakat perlu mengeluarkan
biaya ekstra untuk berobat. Secara tidak langsung, pengelolaan limbah yang buruk
dapat merugikan kesejahteraan masyarakat.
Pemilihan RS. Telogorejo Semarang untuk dijadikan tempat penelitian
dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun
belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan. Selain
itu, RS.Telogorejo juga merupakan salah satu rumah sakit terkemuka dan
dipercayai oleh masyarakat Semarang dan lokasinya berdekatan dengan
permukiman warga sehingga akan lebih menarik untuk dijadikan tempat
penelitian karena nantinya manfaat yang dihasilkan dalam penelitian ini akan
dapat terasa tidak hanya bagi rumah sakit tetapi juga warga Anggrek dan
masyarakat Semarang secara umum.
Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan
dalam penelitian ini :
1. Bagaimana keragaan RS. Telogorejo Semarang dalam pengelolaan
limbah rumah sakit?
2. Bagaimana efisiensi IPAL dalam pengolahan limbah cair rumah sakit?
3. Seberapa besar biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan
pada pasien dan bagaimana efektivitas biaya IPAL dalam menurunkan
konsentrasi dari setiap parameter limbah?
4. Bagaimana pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi parameter
limbah?
5. Bagaimana penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo dalam
memandang pengelolaan limbah rumah sakit?
1.3. Tujuan Penelitian
Utamanya, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan
efektivitas pengelolaan limbah rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di
RS. Telogorejo Semarang. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji keragaan pengelolaan limbah RS. Telogorejo.
2. Menghitung dan menganalisis efisiensi IPAL dalam pengolahan
limbah cair rumah sakit.
3. Menghitung dan menganalisis biaya pengelolaan limbah cair yang
dapat dibebankan pada pasien dan efektivitas biaya IPAL dalam
menurunkan konsentrasi dari setiap parameter limbah.
4. Menganalisis pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi
parameter limbah.
5. Menganalisis penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo mengenai
pengelolaan limbah rumah sakit.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam meningkatkan
faktor-faktor kinerja, efisiensi dan efektivitas biaya dari pengelolaan
limbah rumah sakit.
2. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam menyikapi
pendapat masyarakat sekitar mengenai kinerja rumah sakit terutama
dalam hal pengelolaan limbah.
3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah atau instansi terkait lainnya
dalam menyusun kebijakan pengelolaan limbah rumah sakit.
4. Sebagai sumbangan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah rumah
sakit.
5. Sebagai informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan pada penggunaan IPAL dalam pengelolaan limbah
cair.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Masalah pengelolaan limbah rumah sakit sangat luas dan mencakup
berbagai aspek misalnya aspek teknis, ekonomi, sosial dan sebagainya. Berikut
adalah ruang lingkup penelitian ini :
1. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit dengan mengambil contoh
kasus di RS. Telogorejo Semarang.
2. Parameter yang diteliti dalam pengelolaan limbah cair adalah
parameter yang telah ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasar
yaitu BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.
3. Permasalahan teknis yang dibahas dalam penelitian ini hanya
mengenai evaluasi kemampuan IPAL.
4. Permasalahan ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini adalah
estimasi biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada
pasien serta biaya ekfektif dalam menurunkan parameter-parameter
yang ada dalam limbah cair.
5. Biaya yang diamati adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
pengelolaan limbah cair.
6. Masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar
RS. Telogorejo yaitu masyarakat di kawasan perumahan Anggrek,
Semarang Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
Rumah sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatu bagian
menyeluruh (integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan
pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan
lingkungan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta
untuk penelitian biososial (dalam Tadda, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI
(2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup
pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
tenaga kesehatan dan penelitian.
Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru di
bidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan
berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi
organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses
pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat
personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian
dari rumah sakit.
Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan
pelayanan. Klasifikasi rumah sakit milik Depkes RI atau Pemda, yaitu :
1. Rumah Sakit Kelas A
Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialis dan sub spesialis luas.
2. Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.
3. Rumah Sakit Kelas C
Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya spesialis empat dasar lengkap (bedah penyakit dalam,
kesehatan anak, serta kebidanan dan kandungan).
4. Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-
kurangnya pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2003).
Sedangkan untuk klasifikasi rumah sakit swasta adalah :
1. Rumah sakit tipe Utama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas B.
2. Rumah Sakit tipe Madya yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas C.
3. Rumah Sakit tipe Pratama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas D.
Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit
dibagi menjadi :
1. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas,
dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.
2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi :
a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik
minimal 11spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas
dengan kapasitas 300-500 tempat tidur.
b. Rumah sakit B2 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik
spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000
tempat tidur.
3. Rumah Sakit Kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam,
bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-
500 tempat tidur.
4. Rumah Sakit Kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur
kurang dari 100.
Fungsi Rumah sakit selain yang di atas juga merupakan pusat pelayanan
rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan
dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes RI, 1989). Menurut surat keputusan
Menteri Kesehatan RI no. 983/Menkes/17/1992 tentang pedoman organisasi,
rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
yang bersifat dasar, spsialistik dan sub spesialistik. Sedangkan klasifikasi
didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan
yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, (Pendidikan dan Non
Pendidikan) kelas C dan Kelas D.
2.2. Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit
Pelaksanaan pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai
dengan dasar peraturan yang berlaku. Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah
peraturan yang terkait dengan pengendalian pencemaran air. Hal ini mengingat
bahwa sebagian besar limbah dibuang ke sungai. Berikut adalah peraturan-
peraturan yang berlaku :
1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Hal-hal yang terkait adalah :
a) Kewajiban mengendalikan pencemaran lingkungan bagi yang
menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi
setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1).
b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku
mutu lingkungan (pasal 15).
c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak
boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima
limbah tersebut (pasal 15 ayat 2).
d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran
lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3).
e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22).
2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Hal-hal yang terkait adalah :
a) Hak bagi setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang
optimal (pasal 4).
b) Kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya (pasal 5).
c) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan demi terwujudnya kualitas
lingkungan yang sehat yaitu bebas dari risiko yang membahayakan
kesehatan dan keselamatan hidup manusia (pasal 22 ayat 1).
d) Kewajiban untuk memelihara dan meningkatkan lingkungan yang
sehat sesuai dengan standar dan persyaratan bagi setiap tempat atau
sarana pelayanan umum (pasal 22 ayat 4).
3. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air,
daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair dan pengawasan
kualitas air yang mencantumkan tentang :
a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu
air sesuai dengan peruntukannya.
b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42).
c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air,
daya tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima
limbah, baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan
perizinan pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26).
d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan
(pasal 17, 20, 21, 22, 25 dan 26).
e) Pengaturan pembuangan limbah cair ke dalam tanah (pasal 19).
f) Saluran pembuangan limbah cair (pasal 20), pengawasan kualitas air
(pasal 31 dan 32).
g) Kewajiban setiap penanggungjawab kegiatan yang membuang
limbahnya ke lingkungan perairan untuk melaporkan hasil
pemeriksaannya kepada Gubernur (pasal 31, ayat 2, dan pasal 32).
4. Permenkes No. 173/Menkes/Per/VIII/77 tentang Pengawasan Pencemaran
Badan Air dan Air untuk berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan
Kesehatan.
Peraturan ini mengenai lokasi rumah sakit, tanggungjawab pengelola rumah
sakit, lingkup, pembinaan teknis dan pengawasan, mencantumkan tentang
kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan
tempat penyebab penularan penyakit dari rumah sakit. Rinciannya adalah :
a) Lokasi rumah sakit harus terletak di daerah yang terhindar dari
pencemaran (pasal 1 ayat 1).
b) Tanggungjawab pengelola rumah sakit terhadap upaya menyehatkan
dan memelihara lingkungan rumah sakit dan pengaruhnya terhadap
manusia (Ketentuan Umum dari pasal 5).
c) Lingkup upaya penyehatan lingkungan rumah sakit (pasal 6).
d) Pembinaan teknis terhadap pengelola rumah sakit di tingkat pusat oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, sedangkan pembinaan teknis
penyehatan lingkungan rumah sakit di provinsi dilaksanakan oleh
Kakanwil Depkes RI yang bersangkutan (pasal 7).
e) Pelaksanaan pengawasan penyelenggara penyehatan lingkungan rumah
sakit dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Depkes RI, 1998)
5. Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, yang mempertimbangkan :
a) Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan.
b) Oleh karena itu (tindak lanjut poin a), perlu penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan
kesehatan.
6. PP No.51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).
Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan (pasal 2)
7. Kepmenkes RI No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
Pedoman teknis AMDAL yang merupakan kajian aspek kesehatan
masyarakat yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan perencanaan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dari suatu usaha dan atau
kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak penting (pasal 1).
8. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana
pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1).
b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan
kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
(pasal 32).
9. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan
Rumah Sakit.
Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan
tanggungjawab rumah sakit mencantumkan tentang :
a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan
lampiran 3, 4, 5, 6).
b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan
ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran
A dan wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambat-
lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a).
c) Rumah sakit yang tahap perencanaannya dilakukan sebelum
dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya
keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC
lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat
b).
d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola
dan memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang
berikut frekuensinya (pasal 7 dan 8).
10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-
124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, menimbang :
a) Setiap usaha atau kegiatan pembangunan yang diperkirakan
menimbulkan dampak penting terhadap kesehatan masyarakat, perlu
dilakukan pengkajian aspek kesehatan masyarakat.
b) Aspek kesehatan masyarakat merupakan bagian dalam penyusunan
AMDAL yang perlu dikaji secara mendalam sehingga dampak negatif
akibat suatu kegiatan terhadap kesehatan masyarakat dapat ditekan
serendah mungkin dan dikelola dengan baik.
2.3. Limbah Rumah Sakit
Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak/belum memilki nilai
(DKSHE IPB, 2008). Karakteristik limbah rumah sakit pada umumnya
dicerminkan dari kandungannya yang berupa zat organik, deterjen, beberapa
kandungan kimia organik, mikroorganisme pathogen, klor dan sebagainya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, produksi limbah cair dapat
ditentukan kisarannya per hari.
Limbah rumah sakit harus menjadi konsentrasi penuh bagi para pengelola
mengingat dampaknya yang dapat bersifat multiplier. Hal ini dapat ditunjukkan
kondisi pengelolaan limbah yang buruk seperti pembuangan limbah medis (misal:
jarum suntik, botol infus, dan lain-lain) di TPA dapat membawa dampak negatif
bagi masyarakat sekitar TPA, pemulung, pekerja daur ulang dan bahkan ketika
sampah tersebut mengenai kucing dan anjing dimana binatang tersebut dapat
menggigit manusia dan menularkan toksik yang ada di dalamnya. Maka dari itu,
diperlukan pemaparan yang jelas mengenai limbah rumah sakit.
Jenis-jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit antara lain :
1. Limbah padat
a) Sampah domestik (dapur, pengunjung, kantor, daun-daun),
b) Sampah medik.
2. Limbah cair yang berasal dari buangan :
a) Dapur,
b) Laundry,
c) Laboratorium,
d) Radiologi,
e) Rembesan tangki septic tank dari asrama, poliklinik rawat jalan
dan rawat inap.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan
pengelolaan limbah cair adalah perilaku pembuangan limbah di peralatan saniter
oleh petugas, pasien, pengunjung dan penunggu pasien. Selain itu, dana
pembangunan unit pengolahan juga perlu diperhatikan agar efisien baik secara
biaya maupun dalam upaya meminimisasi limbah. Fasilitas dari unit pengolahan
juga perlu diperhatikan, misalnya fungsi pompa, blower ataupun filter. Tenaga
kerja yang ditugasi untuk menangani limbah cair harus sudah mendapat pelatihan
dan memakai alat pelindung diri dengan benar.
Salah satu dampak dari limbah rumah sakit adalah pencemaran udara.
Menurut Depkes RI (1996), pencemaran udara berasal dari :
a) Debu dari pembakaran insinerator,
b) Uap asam dari laboratorium,
c) Uap air dari steam boiler,
d) Asam dan karbon sisa pembakaran sampah,
e) Pengoperasian genset, boiler dan alat masak dapur.
Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dibedakan menjadi :
a) Ruang rawat jalan (poliklinik, pengunjung dan karyawan),
b) Ruang rawat inap (ruang perawatan, pelayanan khusus seperti UGD,
dan kamar operasi),
c) Ruang penunjang medis (apotek, laboratorium dan radiologi),
d) Bangunan umum, perkantoran, kantin dan asrama.
Sampah rumah sakit dibagi menjadi infeksius dan non infeksius. Sampah
non infeksius masih dibagi menjadi sampah klinis dan non klinis. Sampah
infeksius berupa plastik, jarum suntik, plasenta, organ tubuh dan limbah klinik
lainnya seperti: perban, pembalut wanita, kapas, sampah laboratorium klinik.
Sampah tersebut dikumpulkan di kantong plastik berwarna khusus, kemudian
dibakar di insinerator. Sampah berupa jarum suntik dan benda-benda tajam
lainnya sebaiknya dikumpulkan dalam kotak karton agar tidak melukai petugas
kebersihan dan selanjutnya dibakar dalam insinerator. Perbedaan penanganan
yang mendasar antara sampah infeksius dan non infeksius adalah waktu
pemusnahannya. Sampah non infeksius dimusnahkan secara berkala ke dalam
tempat penampungan sementara. Sedangkan sampah infeksius, sampahnya
langsung diantar ke insinerator. Abu hasil pembakaran akan dikirim ke tempat
penampungan sementara dan selanjutnya diangkut ke tempat penampungan akhir
limbah di luar rumah sakit bersama sampah non infeksius.
Limbah klinis dapat dibedakan menjadi limbah benda tajam, limbah
infeksius, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah kimia, limbah radioaktif dan
limbah plastik. Limbah klinis dapat menimbulkan bahaya, baik dalam kadar
rendah maupun tinggi. Masing-masing jenis limbah memiliki karakteristik dan
potensi bahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang
tepat pada masing-masing kelompok limbah. Pembagian jenis limbah klinis
beserta cara penanganannya dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan
Jenis Limbah Potensi Bahaya dan Cara Penanganan
Limbah benda Dapat memotong atau menusuk kulit, cedera akibat sobekan atau
tajamtusukan,dan infeksi. Penanganannya dengan menempatkan limbah
ke dalam kontainer benda tajam.
Limbah Bahaya infeksi yang akan meningkat apabila limbah tersebut
infeksius diinapkan maka harus cepat dimusnahkan (misal: dengan
insinerator).
Limbah sitotoksik Menyebabkan kontaminasi. Jika terjadi tumpahan perlu
dibersihkan (dihapus) dengan segera dan dimusnahkan
menggunakan insinerator.
Limbah farmasiDapat menyebabkan keracunan (konsumsi dari obat
kadaluarsa).
Penanganannya dengan memasukkan ke dalam wadah kontainer
yang kuat dan bila dimungkinkan, hendaknya dibakar dengan
insinerator.
Limbah kimiaMenimbulkan efek kimia (misal : korosi, ledakan).
Penanganan
dengan dibuang bersama limbah umum (limbah tidak berbahaya),
reklamasi dan daur ulang (limbah berbahaya).
Limbah radioaktif
Dapat menyebabkan radiasi. Penanganan harus memenuhi standar
BATAN.
Limbah plastik Pembakarannya dapat menghasilkan emisi udara yang
berbahaya
(pencemaran udara). Penanganannya dengan pemisahan dan daur
ulang.Sumber : Depkes, 1991
2.4. Strategi Pengelolaan Limbah
Setiap organisasi rumah sakit harus memiliki strategi pengelolaan limbah
yang komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Strategi
harus mengandung prosedur dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Strategi yang ada harus dapat menjamin
bahwa semua limbah dibuang dengan aman. Hal ini berlaku terutama untuk
limbah medis yang dapat menimbulkan infeksi. Petunjuk praktis pengelolaan
limbah harus disediakan untuk semua pekerja yang terlibat
Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes
(1991), adalah :
1. Pemisahan dan Pengurangan
Limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah. Pengurangan jumlah limbah
hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pemilahan dan reduksi jumlah
limbah klinis dan sejenisnya merupakan persyaratan keamanan penting untuk
petugas pembuang sampah, petugas darurat dan masyarakat.
Pemilahan dan pengurangan limbah hendaknya mempertimbangkan
kelancaran penanganan dan penampungan limbah serta pengurangan jumlah
limbah yang memerlukan perlakuan khusus. Pemisahan limbah berbahaya dari
semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah cara pembuangan yang baik.
Limbah dimasukkan ke dalam kantong atau kontainer penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan guna mengurangi kemungkinan kesalahan
petugas dalam penanganan limbah.
2. Penampungan
Sarana penampungan limbah harus memadai. Penampungan diletakkan
pada tempat yang tepat, aman dan higienis. Pemadatan adalah cara yang efisien
dalam penyimpanan limbah yang dapat dibuang ke sanitary landfill. Akan tetapi
pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah benda tajam dan infeksius.
3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah
Kantong untuk pembuangan limbah rumah sakit hendaknya menggunakan
bermacam-macam warna untuk membedakan jenis sampah. Hal ini dapat
mengurangi kesalahan dalam pemisahan sampah. Standar nasional dengan kode
warna tertentu sangat diperlukan guna mengidentifikasi kantong dan kontainer
limbah.
Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur
yang jelas dan keterampilan petugas sampah di semua tingkat. Keuntungan
keseragaman standar kantong dari kontainer limbah adalah mengurangi biaya dan
waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan
di lingkungan rumah sakit dan di luar rumah sakit, pengurangan biaya produksi
kantong dan kontainer. Standardisasi warna dan logo menurut Depkes (1996)
digunakan untuk limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Hal
ini bertujuan agar mudah dikenal dan berlaku secara umum. Limbah infeksius
dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna
ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Pada Tabel 3 akan
dijelaskan secara ringkas mengenai standardisasi warna dan logo kantong limbah
infeksius, sitotoksik dan radioaktif.
Tabel 3. Standardisasi Warna dan Logo Kantong Limbah
Jenis Limbah Warna dan Logo
Limbah infeksiusKantong berwarna kuning dengan simbol
biohazard
Limbah sitotoksik Kantong berwarna ungu dengan simbol limbah
sitotoksik (berbentuk sel dalam stadia telophase)
Limbah radioaktifKantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif
yang telah dikenal secara internasionalSumber : Depkes RI, 1991
Warna kantong limbah klinis yang diusulkan dan diupayakan agar mudah
dikenal dan berlaku umum. Kantong dan kontainer limbah harus cukup bermutu
dan terjamin agar tidak mudah sobek atau pecah pada saat penanganan dan tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpannya. Kantong limbah ini harus sama tebal
dengan kantong limbah domestik. Perbedaan warna kantong untuk masing-
masing jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah
Warna Kantong Jenis Limbah
Hitam Limbah rumahtangga baisa (non-klinis)
Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar
Kuning dengan strip hitamJenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat
juga
dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan
pengumpulan seara terpisah dan pengaturan
pembuangan
Biru muda atau transparan Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis)
dengan strip biru tua sebelum dibuang di pembuangan akhirSumber : Depkes RI, 1991
4. Pengangkutan Limbah
Pengangkutan limbah dibagi menjadi dua bagian yaitu, pengangkutan
internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau insinerator dalam on-site
insinerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan harus jelas dan diberi
label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk pengangkutan
sampah. Setiap petugas dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan limbah klinis ke tempat pembuangan di luar rumah sakit
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh
petugas terkait. Prosedurnya harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Limbah
klinis diangkut dengan kontainer khusus yang hanya digunakan untuk
mengangkut limbah klinis dengan kontainer yang kuat, tidak bocor dengan
dilengkapi oleh alat pengumpul kebocoran, mudah memuat dan membongkar
serta mudah dibersihkan dan dicuci dengan deterjen. Ruang sopir didesain
terpisah dari limbah agar terlindung bila terjadi kecelakaan. Kendaraan harus
diberi kode atau tanda peringatan.
Pembuangan limbah ini harus dilengkapi prosedur untuk mengatasi
tumpahan pada saat kecelakaan. Air bekas cuci kendaraan harus dibuang secara
tepat. Sopir harus dilatih melakukan prosedur pekerjaan ini dengan baik dan tepat.
Pengecualian untuk staf medis, farmasi atau tenaga ahli yang membawa limbah
klinis dalam jumlah terbatas ke pusat sarana pembuangan limbah dapat
menggunakan kendaraan biasa.
Limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi. Bila
memungkinkan menggunakan kontainer khusus atau dengan cara lain. Dinas
kebersihan atau kontraktor pengelola limbah dapat menyediakan pelayanan
pengumpulan untuk institusi kecil seperti tempat praktik dokter atau poliklinik.
5. Metode Pembuangan
Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insinerator atau ke sanitary
landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus sesuai
dengan peraturan yang berlaku pada institusi dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat. Kedua metode ini dapat digunakan bersamaan
atau hanya salah satu.
6. Perlakuan sebelum Dibuang
Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya
dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan
autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah
infeksius dapat dibuang ke sanitary landfill.
7. Autoclaving
Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving.
Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi
kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan
penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai
sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu
tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah.
Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena
bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh
sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving.
Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah
mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi.
8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia
Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora.
Selain itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh mikroorganisme
termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan
efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005).
Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya,
digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci
kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi
dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi ini
dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan menimbulkan
masalah dalam penanganan.
9. Insinerator
Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar. Proses
pembakaran dilaksanakan dalam ruang ganda insinerator yang mempunyai
mekanisme pemantauan secara ketat dan parameter pengenalan pembakaran.
Kotak api atau insinerator domestik adalah ruang tunggal, pada ruangan ini
biasanya proses pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak dapat
dikendalikan.
Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat.
Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang
mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih
cermat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah
alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan
tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas
udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau
menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan emisi
udara.
10. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional.
Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka
yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi yang terisolasi,
dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan.
Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar
mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya
dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal atau
lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi yang
berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Apabila limbah
sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai.
Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata guna lahan, dekat
dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi, rasio hujan rendah,
hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh lapisan yang dapat
ditembus air tanah.
11. Sistem Saluran Air Kotor
Rumah sakit harus memanfaatkan sistem pengolahan air limbah yang
memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan yang tersedia dan dijangkau
rumah sakit. Seringkali rumah sakit belum memiliki sistem limbah perkotaan
dengan pertimbangan faktor-faktor efektivitas, kebutuhan lahan, biaya investasi,
tingkat mekanisasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta energi listrik yang
dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan pasiennya, rumah
sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem pengolahan air limbah.
12. Pelatihan
Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan
limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan
hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan pokok
dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan sejenisnya, prosedur
aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan bila terjadi kecelakaan
termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah sakit harus menunjuk seorang
pejabat yang bertanggungjawab atas sistem pembuangan limbah secara efisien
dan memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja.
2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan
hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang
terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran
rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang
ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut
langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai
mengandung zat medis (Suparmin, et.al. 2002).
Menurut Depkes (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah
berjalan adalah:
1. Tangki septik.
Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi,
kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung
untuk mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik.
2. Sistem biologi aerobik.
Sistem ini menggunakan udara yang berfungsi untuk mencerna zat organik
dan zat anorganik.
3. Sistem biologi anaerobik.
Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik
menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobik
filter.
Bioreaktor sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air
limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD,
COD, TSS dan lain-lainnya. Bioreaktor memiliki 10 komponen, yaitu NSI –
Noggerath Automatic Screen, Grit Chamber, Equalisasi, Clarifier, Buffer Tank,
Bioreaktor, Dosing Pump, Polishing Tank, Treated Water Tank dan Sludge Tank
yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari komponen yang
ada dalam bioreaktor.
NSI – Noggerath Automatic Screen
NSI berfungsi untuk menyaring sampah/kotoran yang ikut ke dalam
saluran air limbah. Sampah yang tersaring tersebut dikumpulkan, dikeringkan lalu
dikompresi secara otomatis sehingga sampah yang keluar berupa sampah padat
yang kering. Sampah kering tersebut lalu ditampung pada kantong plastik dan
kemudian dibakar di dalam insinerator.
Grit Chamber
Berfungsi sebagai bak pengendapan awal, sebelum masuk ke dalam bak
equalisasi sebagai proses lanjutan untuk proses peruraian limbah secara areob.
Equalisasi
Bak Equalisasi berfungsi sebagai :
- Penampung fluktuasi debit air limbah yang masuk.
- Penampung macam-macam karakteristik dan sifat air limbah yang
berbeda-beda.
Bak equalisasi berisikan pompa equalisasi yang berfungsi
memindah/mentransfer air limbah ke Clarifier Tank dan Submersible Aerator
yang berfungsi untuk membantu proses aerasi. Pompa equalisasi didesain dengan
kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk, maka ada
sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Bak Equalisasi.
Clarifier
Clarifier berfungsi sebagai unit pemisah antara partikel-partikel atau
padatan dengan air agar air yang keluar dari Clarifier terpisah antara air dan
padatannya. Padatan yang terkumpul dalam bentuk lumpur akan turun ke dasar
Clarifier yang berbentuk kerucut. Clarifier dilengkapi dengan Tube Settler yang
berguna untuk mempercepat proses pembentukan endapan. Clarifier dilengkapi
dengan Automatic Sludge Cleaning Systems, dimana lumpur yang terkumpul akan
dialirkan ke Sludge Tank.
Buffer Tank
Buffer Tank berfungsi sebagai bak penampung sementara, untuk
selanjutnya dipompa ke dalam Bioreaktor. Buffer Tank berisikan pompa buffer
yang berfungsi memindahkan/mentransfer air limbah ke Bioreaktor. Pompa buffer
didesain dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk,
maka ada sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Buffer Tank.
Bioreaktor
Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobik dengan
menggunakan sistem Fixed Bed Cascade. Sistem ini terdiri dari sebuah reaktor
dan di dalamnya terdapat elemen fixed bed yang berfungsi sebagai tempat
berkembangbiaknya mikroorganisme. Mikroorganisme pembentuk film akan
melekat, tumbuh dan berkembang pada permukaan elemen tersebut. Kemudian
dari sisi bawah elemen fixed bed tersebut diaerasi dengan menggunakan blower
untuk menciptakan suasana aerobik. Bioreaktor ditambahkan dengan cairan
mikroorganisma saat dioperasikan. Organisme yang ditambahkan adalah jenis
NOGGIES®, yang merupakan mikroorgnisma pembentuk film. Mikroorganisme
yang dimasukkan dalam reaktor akan tumbuh dalam waktu beberapa hari setelah
ditambahkan makanan tambahan selama limbah belum dimasukkan, kemudian
mikroorganisma tersebut akan membentuk lapisan film pada fixed bed sesuai
dengan spesifikasi makanannya.
Dosing Pump
Berfungsi untuk menginjeksikan kaporit setelah bioreaktor, untuk
mematikan bakteri-bakteri yang ada.
Pengisian kaporit
Konsentrasi : 3 mg/l
Kapasitas : 1000 liter
Calcium hypochloride : 17.5 kg
Jadwal pengisian : 14 hari
Polishing Tank
Berfungsi sebagai bak pengendapan terakhir dan bak khlorinasi sebelum
masuk ke Treated Water Tank.
Treated Water Tank
Berfungsi sebagai bak penampung terkahir dan sebagian air
didkembalikan ke bireaktor untuk mengurangi busa dengan menggunakan pompa
spayer.
Sludge Tank
Berfungsi untuk menampung lumpur yang terkumpul dari bak Clarifier dan
Polishing. Secara periodik, lumpur yang berada di dalamnya harus dibuang (SOP
Bioreaktor RS. Telogorejo Semarang, 2001).
2.6. Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan
Menurut Depkes (1993), Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum
dibuang ke tempat pembuangan akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun
dampak yang timbul apabila limbah tidak diolah adalah :
1. Mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan air.
2. Mengganggu biota air.
3. Mengganggu estetika.
4. Terjadi pendangkalan pada sungai dan badan air.
5. Menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa.
6. Menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat.
7. Mengurangi kesejahteraan masyarakat.
Zat-zat yang terdapat dalam limbah dapat menyebabkan dampak negatif
bagi kualitas lingkungan. Terdapat tiga kategori polutan limbah yaitu, fisik, kimia
dan biologis. Polutan fisik memiliki resiko lingkungan dan kesehatan yang terkait
dengan limbah medis. Resiko tersebut dapat berupa pengaruh insenerasi terhadap
kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam dan juga
cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam. Polutan kimia
kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti terbakar karena
terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan biologis dapat
menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis memiliki dosis agen
infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada pemulung dan anak-
anak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya, adanya limbah dapat
memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di sekelilingnya termasuk
pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung (Aqarwal, 2005).
2.7. Upaya Meminimisasi Limbah
Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi
limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca
produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi
limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya
pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo (dalam Djunaedi, 2007), terdapat
beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu :
1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara
memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan
modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah,
preventive maintenance, pengaturan kondisi operasi dan proses
pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk.
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya
adalah (Hananto, 1999) :
a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya
pengolahan limbah.
c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian
alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan
petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan
yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi
yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan
rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan
menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama
tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol
infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus.
3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui
pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama
atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk
membuat barang berbahan besi.
4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan
memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang
terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari
limbah.
5. Pemanfaatan kembali ataupun daur ulang limbah rumah sakit harus
menggunakan teknologi yang benar-benar tepat. Apabila tidak, dapat
dipastikan, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan
tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada penggunanya. Apabila
pengguna ini (misal : anak-anak) terkontaminasi lalu terjangkit penyakit
HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun
diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi
pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan
virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM
menurun, bahkan menyebabkan maut.
2.7.1. Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi
Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki
kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis antara lain :
1. Mengurangi biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah
limbah yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan.
2. Mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan
limbah di luar fasilitas rumah sakit.
3. Mengurangi biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap
darurat.
4. Mengurangi biaya penanggulangan kerusakan lingkungan
5. Meningkatkan keuntungan karena penjualan atau pemanfaatan limbah.
6. Menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat karena terhindar
dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari limbah.
Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi
atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan
biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau
mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan
External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost)
yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya
yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut
dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan
adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya
tersebut adalah biaya marjinal.
Gambar 1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal
Sumber : Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan Departemen ESL, IPB (2008)
Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih besar dari biaya swasta,
besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar daripada Marginal Private
Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC dengan MEC (Marginal
External Cost). Hubungan antara MSC dan MPC dapat dilihat pada Gambar 1.
2.8. Pemanfaatan Limbah
Pemanfaatan limbah akan sangat membantu dalam mengurangi jumlah
limbah di lingkungan rumah sakit dan juga memberi nilai tambah pada limbah
yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai
nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam
ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008).
Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan
kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan
mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil
olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non
konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu.
Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya.
Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut
dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah
infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang
dapat membahayakan penggunanya. Oleh karena itu, sampah infeksius harus
selalu dimusnahkan.
2.9. Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Menurut Djunaedi (2007), kendala dalam pengelolaan limbah rumah sakit
adalah :
a. Terbatasnya lahan yang tersedia merupakan salah satu kendala dalam
pengolahan limbah. Hal ini ditentukan oleh lokasi lahan baik di perkotaan atau
pedesaan, jarak dengan sumber limbah dan penataannya.
b. Dampak terhadap lingkungan yang dapat menjadi hambatan dalam pencapaian
target pengelolaan limbah.
c. Dampak kesehatan yang timbul akibat zat pencemar yang berasal dari fasilitas
pengolahan limbah.
d. Keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat mengolah limbah dan yang
memberikan pelatihan.
e. Keterbatasan alat, bahan dan teknologi yang dapat mempengaruhi pencapaian
target pengelolaan limbah.
f. Masalah pendanaan dalam penyelenggaraan pengelolaan limbah.
2.10. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan
dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau gejala
sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut
mempengaruhi persepsi seseorang natinya akan mempengaruhi perilaku yang
dipilihnya. Persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang
mengandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan
pengalaman dan wawasan yang dimilikinya (Hammaer dan Organ dalam Syaf,
2005).
Hal-hal yang mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua, yaitu internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi: kecerdasan, minat, emosi, pendidikan,
pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal
meliputi : pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar
belakang sosial budaya.
Persepsi individu dibatasi oleh (1) perbedaan pengalaman, motivasi dan
keadaan; (2) perbedaan kemampuan alat indera; (3) perbedaan sikap, nilai dan
kepercayaan. Perbedaan tersebut selanjutnya mempengaruhi perbedaan respon
seperti kecenderungan memandang sesuatu yang sesuai dengan sikap, nilai-nilai
dan kebutuhan seseorang, kecenderungan hanya menerima stimulus yang
konsisten dengan sikap, nilai dan kepercayaan dan kecenderungan untuk
mengingat pesan yang sesuai dengan sikap, nilai dan kepercayaan. Proses
pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera
menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu persepsi visual,
auditori, perabaan, penciuman, dan pengecapan.
2.11. Penelitian Terdahulu
Djunaedi (2007), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
efektivitas IPAL dalam pengolahan limbah cair, hubungan kinerja pengelolaan
limbah dengan kualitas limbah rumah sakit dan meramalkan parameter-parameter
limbah yang harus dipantau dalam masa yang akan datang. Metode yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah efektivitas IPAL, cost-effectiveness,
dan principal component analysis (PCA).
Penelitian ini dilakukan di berbagai rumah sakit kelas A, B, C dan D di
Jakarta. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat efektivitas IPAL rumah sakit
di Jakarta bervariasi dan secara umum tidak efektif dalam menurunkan parameter
pencemar. Djunaedi mengungkapkan bahwa parameter limbah yang ada dalam
KepMen No.58./MenLH/12/1995 harus tetap dipantau. Hasil analisis dalam
menduga hubungan antara kinerja pengelolaan limbah dengan kualitas limbah
menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya kinerja pengelolaan limbah berhubungan
dengan kualitas limbah yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
empat kelas rumah sakit di Jakarta, masing-masing kelas rumah sakit tersebut
memiliki ketidak-efektifan dalam pengolahan limbah cair pada parameter-
parameter tertentu dan tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan yang
lainnya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri,
kegiatan rumah sakit berlangsung 24 jam sehari dan melibatkan berbagai aktivitas
orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah besar limbah.
Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang
berasal dari aktivitas medis maupun non medis; padatan, cairan maupun gas.
Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar
menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun
lingkungan sekitarnya.
Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi
dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke
pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan
dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah
dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan
perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah
sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar
(Yayasan Pelangi Indonesia, 2002).
3.1.2. Uji Nilai Tengah
Uji nilai tengah digunakan untuk menguji hipotesis dari suatu populasi,
bahwa nilai tengah populasinya (misal: µ) sama dengan nilai tertentu (misal: µ0)
dan lawan hipotesis alternatifnya bahwa nilai tengah populasi itu tidak sama
dengan µ0, artinya akan diuji :
H0 : µ = µ0
H1 : µ ≠ µ0
Statistik yang dapat digunakan dalam kriteria uji ini adalah varaibel acak x. Dapat
ditentukan dua wilayah kritik x1 dan x2 dengan mengambil taraf nyata sebesar α,
sedemikian sehingga x1 ≤ x ≤ x2, merupakan wilayah penerimaan dan kedua ekor
sebarannya x < x1 dan x > x2, menyusun wilayah kritiknya.
Jika jumlah n < 30 dan tidak memiliki ragam, maka uji nilai tengahnya
menggunakan uji-t. Dengan kasus yang dirubah dari kondisi semula, yaitu :
H0 : µ1 = µ2
H1 : µ1 > µ2
Maka, nilai kritik tersebut dapat diucapkan dalam nilai t melalui rumus :
diketahui tidak tetapi,asumsi
2-n
:bebasderajat dengan
/1/1
d
21
21
21
021
nv
nnSt
p
xx
Keterangan :
xn : nilai rata-rata x1 d0 : bilangan bulat
v : derajat bebas n : banyaknya nilai : ragam
Bila x jatuh pada wilayah kritik t > tα, maka dapat disimpulkan bahwa µ1 = µ2 dan
terima H0, berlaku sebaliknya.
3.1.3. Cost-Effectiveness Analysis
Menurut Dixon dan Sherman (1990), cost-effectiveness analysis adalah
suatu teknik dari analisis proyek yang mengestimasi manfaat dan fokus pada
konsep least-cost dalam rangka mencapai suatu tujuan. Pendekatan ini umumnya
digunakan untuk proyek sosial dan lingkungan dimana manfaat dalam mencapai
tujuan sulit untuk dinilai atau sukar diidentifikasi.
Cost-effectiveness analysis adalah bentuk dari analisis ekonomi yang
membandingkan biaya pengeluaran dan manfaat yang dihasilkan dari dua
kegiatan atau lebih. Analisis ini sering digunakan saat analisis biaya manfaat tidak
dapat dilakukan secara penuh. Dalam ekonomi kesehatan, Cost-effectiveness
analysis digunakan dalam kegiatan terapi atau pencegahan terhadap suatu hal
(misal : limbah), yang merupakan rasio antara biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan tersebut terhadap ukuran relevan dari efek yang dihasilkan16.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Weinstein et.al. (1996) yang
memformulasikan cost effectiveness ratio sebagai keseluruhan pengeluaran
sumberdaya dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan moneter) dibandingkan
dengan kemajuan yang terjadi dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan non-
moneter). Sehingga dapat dikatakan bahwa cost effectiveness ratio adalah
perbandingan biaya keseluruhan dengan beneficiaries yang dihasilkan.
Berdasarkan perbandingan tersebut akan didapatkan angka yang mengindikasikan
rasio efektivitas biaya dari masing-masing kegiatan (dalam Hutton, 2000).
Efektivitas biaya merupakan ukuran lain dalam kelayakan ekonomi dan
finansial dari suatu kegiatan. Efektivitas biaya dapat berarti mencapai tujuan
dengan biaya yang minimal. Dalam hal ini, semua upaya yang dapat dianggap
mencapai tujuan dibandingkan dalam hal biaya yang dikeluarkan. Salah satu yang
16 Cost Effectiveness Analysis diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/ Cost-effectiveness_ analysis pada tanggal 20 Februari 2009
paling sedikit memerlukan biaya itulah yang paling tinggi efektif biayanya
(Patton, 1986 dalam Djunaedi, 2000).
3.1.4. Regresi Linear Sederhana
Suatu variabel yang bersifat tak bebas (y) dapat dipengaruhi oleh variabel
lain yang bersifat bebas (x)., Konsep regresi dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Hubungan linear
tersebut dapat digambarkan dalam persamaan berikut :
Y = a + bX
dimana a adalah intersep dan b adalah kemiringan (gradien). Lambang Y
digunakan di sini untuk membedakan antara nilai ramalan yang dihasilkan garis
regresi dengan pengamatan y sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Penentuan a
dan b agar jumlah kuadrat galat (JKG) minimum atau dengan kata lain kesalahan
yang terjadi minimum, maka dapat digunakan kalkulus diferensial. Bila diberikan
data contoh {(xi,yi); i = 1,2,…,n}, maka nilai dugaan kuadrat terkecil bagi
parameter dalam garis regresi
Y = a + bX
Dapat diperoleh dari rumus :
n
i
n
iii
n
i
n
ii
n
iiii
xxn
yxyxn
b
1
2
1
2
1 11
xy ba
dan,
Keterangan:
y = nilai y rata-rata dari pengamatan x = nilai x rata-rata dari pengamatan
Pengujian kebaikan model, dapat dihitung dengan koefisien determinasi
(R-sq), yaitu:
21 1 1
2
12.2
1
---1
y
n
i
n
i
n
iiiii
ysn
yxbyayR
(Walpole, 1982)
R-sq dapat menunjukkan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah y yang dapat
diterangkan oleh model yang digunakan. Semakin tinggi nilai R-sq, maka semakin
baik model tersebut. Misalnya nila R-sq adalah sebesar 0.8, artinya model tersebut
dapat dijelaskan oleh x sebesar 80 persen dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Selama ini masalah limbah masih merupakan masalah lingkungan yang
perlu dicarikan jalan keluar yang tepat. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika
dikaitkan dengan biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat
meningkatkan biaya lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit.
Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam
pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak
dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem
pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan
menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit,
bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai
mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi
dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL
secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah
setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet). Rumus yang digunakan
adalah rumus efisiensi (Soeparman dan Suparmin, 2001) pada halaman 57. Selain
itu, uji-t juga digunakan dalam membandingkan nilai inlet dan outlet serta
pencapaian nilai outlet terhadap standar baku mutu pada masing-masing
parameter.
Optimalisasi pengelolaan limbah juga perlu memperhatikan keseluruhan
biaya pengelolaan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan penetapan tarif
rumah sakit. Hal tersebut terkait dengan biaya pengelolaan limbah cair yang dapat
dibebankan pada pasien kelas tertentu. Penetapan biaya pengelolaan limbah cair
dihitung dengan menggunakan konsep Unit Daily Cost. Selain itu, dalam
penelitian ini juga akan dibahas mengenai biaya efektif dalam penurunan per
satuan parameter limbah dengan menggunakan konsep cost-effectiveness. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui biaya efektif dalam menurunkan konsentrasi dalam
setiap parameter limbah.
Secara umum, kualitas limbah dipengaruhi oleh aspek-aspek penting
dalam prosedural dan kinerja pengelolaan, baik dari sisi performa SDM maupun
kemampuan teknologinya ataupun faktor lain yang mempengaruhi seperti biaya.
Hal tersebut akan dianalisis dengan melihat seberapa besar pengaruh aspek-aspek
penting dalam prosedural dan kinerja terhadap kualitas limbah yang dihasilkan.
Namun, karena hanya faktor biaya yang dapat mengalami perubahan dan
penelitian ini lebih menekankan pada sudut pandang ekonomi saja, maka
analisisnya hanya mengamati pengaruh biaya terhadap kinerja IPAL yang
ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi parameter limbah. Biaya yang diamati
pengaruhnya adalah biaya penurunan per parameter limbah yang menunjukkan
keefektifan biaya. Analisis mengenai sejauhmana pengaruh antar kedua variabel
tersebut menggunakan analisis regresi linear sederhana.
Hal yang dapat dijadikan bahan tambahan untuk pertimbangan dalam
kelangsungan pengelolaan limbah rumah sakit adalah penilaian masyarakat sekitar
rumah sakit mengenai limbah yang dihasilkan rumah sakit terutama mengenai
pengelolaan limbah rumah sakit. Hasil dari survey terhadap masyarakat dianalisis
secara deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi
feedback kepada pengembangan sistem pengelolaan limbah rumah sakit pada
khususnya dan pengelolaan limbah untuk kesehatan lingkungan pada umumnya.
Secara grafis, alur pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
Permasalahan pengelolaan limbah RS.
Telogorejo
Penurunan kadar pencemar parameter
limbah
Pemilihan dan strategi pengelolaan
limbah
Respon masyarakat sekitar mengenai
limbah
Sistem pengelolaan limbah
Limbah padat Limbah cair
Non klinis Klinis Infeksius IPAL Biaya
Penilaian masyarakat
Deskriptif Kuantiatif
Uji–t, Regresi lineardan cost-effectiveness
Dinas Kebersihan Kota
Insinerator (subkontrak)
Analisis deskriptif
Rekomendasi
Permasalahan pengelolaan limbah RS.
Telogorejo
Penurunan kadar pencemar parameter
limbah
Pemilihan dan strategi pengelolaan
limbah
Respon masyarakat sekitar mengenai
limbah
Sistem pengelolaan limbah
Limbah padat Limbah cair
Non klinis Klinis Infeksius IPAL
Penilaian masyarakat
Kualitas limbah cair
Baku mutu limbah cair (Perda)
Efisiensi; penetapan tarif; biaya efektif; pengaruh biaya;
hubungannya dengan masyarakat
Biaya
Deskriptif Kuantiatif
Uji–t, Regresi lineardan cost-effectiveness
Dinas Kebersihan Kota
Insinerator (subkontrak)
Analisis deskriptif
Rekomendasi
Permasalahan pengelolaan limbah RS.
Telogorejo
Penurunan kadar pencemar parameter
limbah
Pemilihan dan strategi pengelolaan
limbah
Respon masyarakat sekitar RS. Telogorejo
Sistem pengelolaan limbah
Limbah padat Limbah cair
Non klinis Klinis Infeksius IPAL
Penilaian masyarakat
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS. Telogorejo Semarang. Rumah sakit ini
merupakan rumah sakit tipe B yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah,
baik cair maupun padat. Selain di RS. Telogorejo Semarang, penelitian juga
dilaksanakan di kawasan perumahan penduduk sekitar, yaitu warga Jalan
Anggrek, Semarang Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan
Maret 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian pengelolaan limbah
yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan lingkungan, peraturan
atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum RS. Telogorejo
Semarang dan kawasan Anggrek, pengelolaan limbah di RS. Telogorejo
Semarang, uji laboratorium inlet dan outlet limbah RS. Telogorejo dan
keseluruhan biaya pengelolaan limbah. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah dan penelitian terdahulu
yang terkait. Sedangkan data primer yang diambil adalah respon warga Anggrek
RT 06/ RW V Semarang terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang
serta dampak yang mereka rasakan.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengelolaan limbah rumah sakit
di RS. Telogorejo Semarang. Pokok utama yang diteliti adalah pengelolaan
limbah secara keseluruhan, IPAL dan penilaian masyarakat sekitar rumah sakit.
Secara umum, data yang diambil dalam penelitian mengenai pengelolaan limbah
ini mencakup: nama rumah sakit, alamat, status, kelas, luas, jumlah tempat tidur,
prosedur pengelolaan limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang
dimiliki serta luas unit pengolahan limbah cair.
Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari
analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah
cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik
wawancara secara mendalam dengan Sanitarian RS. Telogorejo dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil mengenai kajian unit
pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, biaya instalasi, tipe unit
pengolahan limbah buatan dan metodenya, biaya operasional, waktu pemeriksaan,
kualitas limbah, tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat
digunakan, cara daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan,
pembuangan jarum suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius dan limbah
laboratorium.
Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum
memulai IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data
sekunder yang ada di BLH Kota Semarang dan RS. Telogorejo. Analisis
laboratorium terhadap sampel limbah cair meliputi parameter yang mengacu pada
Perda Prov. Jateng/10/2004, yang terdiri atas Total Suspended Solid (TSS), BOD5,
COD, NH3 bebas, dan Phosphat. Standar baku mutu mengenai parameter-
parameter tersebut terdapat dalam Tabel 1 pada halaman 7.
Data mengenai pandangan masyarakat terhadap pengelolaan limbah
diambil dengan survey menggunakan kuesioner yang mencakup: nama responden,
umur, pekerjaan, pendidikan, lama menetap, pendapatan, pengetahuan tentang
limbah rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau
atau tidak terhadap limbah dari rumah sakit, perasaan terganggu atau tidak,
mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah rumah sakit, merasa ada efek
positif atau tidak dari pengolahan tersebut dan penilaian masyarakat terhadap
pengelolaan limbah rumah sakit.
Jumlah rumahtangga yang tinggal di sekeliling gedung RS. Telogorejo
adalah 52 dan jumlah responden dalam survey ini adalah sebanyak 40
rumahtangga yang diambil secara acak. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dikarenakan pengambilan
responden dilakukan dengan memilih rumahtangga secara sengaja (dengan
kriteria tertentu) untuk dijadikan sampel. Kriteria tertentu yang dimaksud adalah
rumahtangga yang bertempat tinggal di samping RS. Telogorejo dan sejauh ini
pernah mencium bau tak sedap dari RS. Telogorejo. Selain itu, penentuan sampel
tersebut merupakan rekomendasi dari Ketua RW setempat.
4.4. Analisis Data
4.4.1. Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi pengelolaan
limbah rumah sakit yang dihasilkan. Masing-masing dari keragaan IPAL di
bagian sanitasi dalam mengolah limbah cair dan penanganan limbah padat di
bagian housekeeping rumah sakit akan dikaji secara jelas. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui keragaan pengelolaan limbah secara umum. Analisis yang
digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif.
4.4.2. Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair IPAL Rumah Sakit.
Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis dalam mengolah
limbah cair yang dihasilkan berdasarkan kualitas limbah cair yang dihasilkan.
Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan
pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam pengembangan
rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain itu, nilai efisiensi
juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan biaya yang telah
dikeluarkan untuk mengelola limbah cair.
Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan
kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan
sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen.
Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah
nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang
berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin
(2001).
100%parameter
)parameter -(parameterEfisiensi x
inlet
outletinlet
Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut:
- Sangat efisien : x > 80%
- Efisien : 60% < x ≤ 80%
- Cukup efisien : 40% < x ≤ 60%
- Kurang efisien : 20% < x ≤ 40%
- Tidak efisien : x ≤ 20%
kg/harix 1000
limbahdebit x )parameter -(parameterKapasitas
outletinlet
kg/hari x 1000
limbah)debit x (parameterPencemaranBeban
outlet
Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban
Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku
mutu pada masing-masing parameter.
100%x parameterBM
parameter -parameter)BM x (2BMLC target Pencapaian
outlet
Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut:
- 0 < BMLC < 99 pencapaian di atas baku mutu
- BMLC = 100 pencapaian sama dengan baku mutu
- 101 < BMLC < 200 pencapaian di bawah baku mutu
Keterangan:
BM = Baku Mutu BMLC = Baku Mutu Limbah Cair
Selain standar efisiensi yang dikemukakan dalam pedoman tersebut,
efisiensi pengolahan limbah cair juga dapat dikelompokkan menurut kategori
yang dikemukakan oleh Metcalf & Eddy (1991). Efisiensi pengolahan limbah cair
berdasarkan unit operasi dan unit pengolahan limbah dapat dilihat pada Tabel 5.
Dalam penelitian ini, kategori efisiensi yang digunakan adalah kategori untuk
jenis unit pengolahan activated sludge (lumpur aktif).
Data yang digunakan berupa data series dengan mengambil sampel outlet
yang diuji di laboratorium selama 36 bulan. Nilai yang dimasukkan dalam
perhitungan adalah nilai rata-rata. Data inlet yang digunakan dalam penelitian ini
hanya berupa satu titik. Hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi limbah pada
inlet tidak terlalu berbeda dari waktu ke waktu sehingga diasumsikan tetap17.
Tabel 5. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit
Pengolahan Limbah
Jenis Unit efisiensi (%)
Pengolahan BOD COD TSS
Primary Treatment 30-40 30-40 50-65
Chemical Processes 60-80 80-90 80-90
Biological Processes
Activated Sludge 80-95 80-95 10-25
Oxydation Ditch 80-95 80-85 10-25
Trickling Filter 65-80 60-80 60-85
RBC 80-85 80-85 80-85Sumber: Metcalf & Eddy (1991)
Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan
nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan
(memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini
bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan
berada di bawah nilai inlet. Uji-t dilakukan dengan menggunakan statistik t-paired
pada software Minitab 14.
Notasi yang digunakan dan artinya:
x1n = inlet parameter n dan x2n = outlet parameter n
Penentuan H0 dan H1 untuk setiap parameter:
H0 : µ1 = µ2
H1 : µ1 > µ2 jika thit > tα (Walpole, 1982)
Dimana:
17 Keputusan Sanitarian, HS RS. Telogorejo Semarang, 2009
µ1n = nilai rataan parameter n tanpa perlakuan
µ2n = nilai rataan parameter n dengan perlakuan
Selain membandingkan nilai rataan baku mutu limbah pada inlet dan
outlet, pada penelitian ini dilakukan pula pengujian nilai tengah untuk mengetahui
apakah hasil pengolahan limbah rumah sakit memenuhi standar baku mutu yang
telah disyaratkan. Data yang digunakan dalam pengujian ini adalah sama dengan
pengujian statistik sebelumnya, yaitu 36 hasil outlet dari uji laboratorium. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui apakah nilai outlet masing-masing parameter akan
berada di bawah standar baku mutunya. Misalkan, nilai outlet BOD yang
dihasilkan apakah sudah memenuhi standar baku mutunya, yaitu 30 mg/l. Uji
statistik yang digunakan adalah 1-sample t pada software Minitab 14.
Notasi yang digunakan dan artinya:
xn = nilai outlet parameter n
Penentuan H0 dan H1 untuk setiap parameter akan ditunjukkan pada Tabel 6
dimana hipotesis setiap parameter disesuaikan dengan standar baku mutu masing-
masing parameter.
Tabel 6. Penentuan H0 dan H1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter
Hipotesis BOD COD TSS NH3 PO4
H0 µ ≥ 30 µ ≥ 80 µ ≥ 30 µ ≥ 0.1 µ ≥ 2
H1 µ < 30 µ < 80 µ < 30 µ < 0.1 µ < 2
4.4.3. Unit Daily Cost
Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair
yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, et.al.
2006). Biaya pengelolaan limbah cair adalah biaya yang dikeluarkan dalam
keseluruhan proses pengolahan limbah cair, mencakup biaya instalasi serta biaya
operasional dan pemeliharaan. Setelah mengidentifikasi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair, nilai biaya tersebut dibagi dengan
kapasitas tempat tidur rumah sakit. UDC dapat dijadikan salah satu jenis biaya
yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Konsep ini diharapkan dapat
membantu rumah sakit untuk tetap mempertahankan keuntungannya dan
meningkatkan kinerja pengelolaan limbah cair.
4.4.4. Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu setiap Parameter Limbah Cair
Sama halnya dengan perhitungan UDC, sebelum menghitung biaya efektif,
yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan
limbah cair. Perhitungan biaya pengelolaan IPAL dapat dipergunakan untuk
menentukan strategi dalam mengurangi biaya pengelolaan IPAL pada khususnya
dan biaya pengelolaan rumah sakit pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari
pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya
konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah.
Kualitas limbah ditentukan oleh konsentrasi dari setiap parameter. Konsep
efektivitas biaya dapat membantu mengidentifikasi biaya penurunan dari masing-
masing parameter yang paling efektif dalam pengolahan limbah cair melalui
IPAL. Rasio efektivitas biaya dalam penelitian ini ditunjukkan oleh keseluruhan
biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat yang
dihasilkan dalam pengelolaan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah penurunan
konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai rasio yang
paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio efektivitas
biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen limbah
ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter.
liter per parameter mgper penurunan
literper pengolahanbiayaparametermgper penurunan biaya
rata/hari-ratalimbah debit
i total/harbiayaliter per pengolahanbiaya
lain-lainbiaya
anpemeliharadan loperasionabiayainstalasibiayaIPALpengolahan totalbiaya
(Djaja, 2006)Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.
Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi
yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan
rutin selama tiga tahun, yaitu dari Januari 2005 sampai dengan Desember 2007.
Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter menggunakan rataan inlet
dan 36 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan parameter limbah ditunjukkan
dengan membandingkan biaya penurunan pada masing-masing parameter yang
merupakan rasio efektivitas biayanya. Hasil olah data akan terlihat biaya
penurunan parameter yang efektif diantara parameter lainnya.
4.4.5. Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas (xn = biaya penurunan per satuan parameter n) terhadap variabel tak bebas
(yn = penurunan konsentrasi parameter n dari limbah cair). Alat analisis yang
digunakan adalah regresi linear sederhana. Persamaan regresinya adalah:
yn = a+bxn
Keterangan:
yn = nilai dugaan untuk penurunan konsentrasi parameter n (dalam mg/l)
xn = biaya penurunan per satuan parameter n (dalam Rupiah)
a = intersep (bilangan konstan)
b = koefisien variabel x atau gradien
Data yang diambil dalam analisis ini adalah data series selama 36 bulan,
yaitu biaya penurunan per satuan parameter limbah rumah sakit sebagai xn dan
penurunan konsentrasi parameter limbah yang menunjukkan kinerja IPAL. Kedua
data tersebut diolah dengan menggunakan keseluruhan data biaya pengelolaan
IPAL dan uji laboratorium inlet dan outlet limbah pada bulan Januari 2005 sampai
dengan Desember 2007. Parameter limbah yang diamati mengacu pada Perda
Prov. Jateng/10/2004 yang terdiri dari BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.
4.4.6. Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Penilaian masyarakat sekitar rumah sakit terhadap pengelolaan limbah
rumah sakit diperoleh dengan cara wawancara kepada 40 rumah tangga yang
bertempat tinggal di kawasan perumahan Anggrek, Semarang Tengah.
Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner. Rumahtangga yang dimintai
keterangan adalah rumahtangga yang rumahnya berdampingan langsung dengan
dinding RS. Telogorejo. Jumlah kepala keluarga yang tinggal di samping RS.
Telogorejo adalah 52 kepala keluarga.
Data yang dalam survey ini meliputi umur dan jenis kelamin responden,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama tinggal, pengetahuan tentang limbah
rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau karena
adanya limbah rumah sakit, perasaan terganggu atau adanya keluhan warga
dengan adanya rumah sakit, mengetahui atau tidak adanya pengelolaan limbah
rumah sakit, ada atau tidaknya efek positif dari adanya pengelolaan limbah rumah
sakit dan penilaian responden terhadap pengelolaan limbah rumah sakit.
Tabel 7. Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat
Data Pilihan jawaban
Jenis kelamin (x1) Pria
Wanita
Umur (x2) (dalam tahun)
Pendidikan (x3) -
Pekerjaan (x4) -
Pendapatan (x5) (dalam rupiah)
Lama tinggal (x6) (dalam tahun)
Pengetahuan tentang limbah (x7) tahu
tidak tahu
Pengetahuan tentang dampak limbah (x8) tahu
tidak tahu
Jarak rumah dengan rumah sakit (x9) (dalam meter)
Merasa bau terhadap limbah (x10) tidak
ya
Jika merasa bau, jenis bau apa yang dirasa? -
Frekuensi merasa bau? kadang-kadang
sering
selalu
Perasaan terganggu atau adanya keluhan tidak
dengan adanya rumah sakit (x11) ya
Mengetahui ada pengelolaan limbah RS (x12) ya
tidak
Ada tidaknya efek positif dari adanya ada
pengelolaan limbah (x13) tidak
Penilaian warga terhadap pengelolaan limbah Sudah baik
rumah sakit (y) Belum baik
Sumber: Hasil Pengamatan di Lapangan, 2009
Data tersebut diolah dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
Data yang telah didapat selama penelitian di lapang ditampilkan dengan
menggunakan pie chart dengan bantuan software Microsoft Excell 2007 dan
dinyatakan dalam persentase. Keseluruhan data yang dibutuhkan dari masyarakat
dijelaskan secara ringkas pada Tabel 7.
RESUME
Tabel 8. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk PenelitianNo. Tujuan Penelitian Alat analisis Data Jenis Sumber
1 Mengkaji keragaan Deskriptif data pengelolaan sekunderRS.
Telogorejo
pengelolaan limbah limbah RS
2 Menganalisis efisiensi Standar data inlet-outlet primer & RS.
IPAL dalam pengolahan efisiensi sekunder Telogorejo
limbah cair rumah sakit. IPAL & uji-t
3 Menghitung & menganalisis UDC& cost- data biaya primer & RS.
UDC dan efektivitas biaya effectiveness pengelolaan sekunder Telogorejo
penurunan per satuan analysis IPAL & inlet-
Parameter limbah outlet
4 Menganalisis pengaruh biaya Regresi data biaya sekunder RS.
penurunan per parameter Linear pengelolaan Telogorejo
dengan hasil kualitas Sederhana IPAL
parameter limbah
5 Menganalisis penilaian Analisis hasil pengisian primer Warga
masyarakat sekitar RS. Deskriptif kuesioner dari Anggrek
Telogorejo mengenai kuantitatif masyarakat RT 06/V
pengelolaan limbah Semarang
Secara ringkas, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditampilkan
pada Tabel 8. Data yang dibutuhkan dalam mengkaji keragaan pengelolaan
limbah rumah sakit berupa data pengelolaan limbah dari RS. Telogorejo serta
dianalisis secara deskriptif. Analisis efisiensi IPAL membutuhkan data inlet-outlet
dari IPAL dan dihitung dengan menggunakan standar efisiensi IPAL serta diuji
dengan menggunakan uji-t. Data yang dibutuhkan dalam menghitung dan
menganalisis biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan pada pasien serta
efektivitas biaya penurunan per satuan parameter adalah data biaya pengelolaan
IPAL dan inlet-outlet IPAL. Data ini dianalisis dengan menggunakan konsep Unit
Daily Cost dan cost-effectiveness analysis. Data tersebut juga dibutuhkan untuk
menganalisis pengaruh biaya penurunan per satuan parameter limbah yang
dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana. Sedangkan untuk
menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit, data
yang diambil berdasarkan hasil wawancara dengan panduan kuesioner yang
dilakukan di perumahan Anggrek, Semarang Tengah.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Rumah Sakit Telogorejo Semarang
5.1.1. Sejarah Berdirinya RS. Telogorejo Semarang
Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang didirikan
pada tanggal 25 November 1951. Rumah sakit ini bukan dimiliki oleh pemilik
modal untuk mencari keuntungan melainkan berada di bawah naungan yayasan
kesehatan Telogorejo dimana anggota-anggotanya adalah tokoh masyarakat yang
terpilih sehingga diharapkan dapat mewakili kepentingan masyarakat sepenuhnya
di dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Dana yang diperoleh dari
masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan
kesehatan.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu teknologi, RS. Telogorejo
yang dulu berupa poliklinik kecil, kini telah berkembang menjadi rumah sakit
yang cukup besar di kota Semarang. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas
sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga saat ini RS. Telogorejo tetap
konsisten menjalankan misi yang diemban dari para pendahulunya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dengan mengutamakan mutu
dan kepuasan pelanggan. Berbagai prestasi medik telah berhasil diraih dengan
tidak melepaskan visi dan misi yang dijadikan landasan gerak dan langkah kerja
dari seluruh staf dan karyawan RS. Telogorejo.
5.1.2. Visi Misi RS. Telogorejo
Rumah sakit yang saat ini telah berumur 58 tahun memiliki visi “Menjadi
Rumah Sakit Pilihan Utama”. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai
visi tersebut. Misi dari RS. Telogorejo adalah :
1. Kami senantiasa menjunjung tinggi etika dalam bekerja
2. Kami senantiasa melayani pasien dengan profesional
3. Kami menyediakan pelayanan medik spesialistik
4. Kami menyediakan pelayanan dan keperawatan berstandar internasional
5. Kami senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutahir.
6. Kami senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan
7. Kami mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan
8. Kami peduli terhadap lingkungan
5.1.3. Letak Geografis RS. Telogorejo
Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit tipe B yang mempunyai
luas tanah 22.107 m2, luas lantai 21.518,68 m2 dan luas bangunan 9.910 m2 dan
sisanya tanah terbuka. Secara geografis, RS. Telogorejo terletak di Jalan KH.
Ahmad Dahlan No.1 Semarang. Adapun batas-batas RS. Telogorejo adalah
sebagai berikut :
Sebelah Barat : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek)
Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang
Sebelah Selatan : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek)
Sebelah Utara : Kompleks Sekolah Theresiana I Semarang
5.1.4. Daya Tampung Pasien Rumah Sakit Telogorejo
Rumah Sakit Telogorejo Semarang merupakan salah satu sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Semarang yang tidak hanya
melayani warga Kota Semarang saja tetapi juga daerah-daerah di luar Kota
Semarang. RS. Telogorejo yang merupakan rumah sakit tipe B ini berkapasitas
tempat tidur 295 tempat tidur berdasar data yang diperoleh pada Maret 2009.
5.2. Kawasan Anggrek Semarang Tengah
RS. Telogorejo Semarang lokasinya berdekatan dengan permukiman
warga yaitu, Jalan Anggrek RT 06/RW V Kelurahan Pekunden Kecamatan
Semarang Tengah Kota Semarang. Terdapat 52 kepala keluarga yang berada
persis di samping tembok RS. Telogorejo. Secara umum, hampir seluruh
warganya adalah suku jawa namun beberapa diantaranya terdapat pula etnis
tionghoa. Secara geografis, berikut adalah batas-batas dari Jalan Anggrek :
Sebelah barat : Jalan Gadjah Mada Semarang
Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang (RS. Telogorejo Semarang)
Sebelah Selatan : Simpang Lima Semarang
Sebelah Utara : Jalan Mayjen Sutoyo
Kawasan pinggir RS. Telogorejo ini mulai padat dari awal tahun 70-an.
Para warga memanfaatkan keberadaan RS. Telogorejo dengan membuka warung
makan. Terdapat lebih dari lima warung makan di Jalan Anggrek di sepanjang RS.
Telogorejo. Ini belum termasuk warung makan dari warga Anggrek yang dibuka
di jalan lain seperti Jalan Seroja dan KH. Ahmad Dahlan (masih sekitar RS.
Telogorejo). Mata pencaharian mereka cukup beragam, selain menjadi penjual
makanan dengan membuka warung, diantara mereka juga ada yang bekerja
sebagai tukang becak dan juga pegawai swasta.
Hubungan warga anggrek dengan RS. Telogorejo Semarang cukup baik.
Hal ini dikarenakan hubungan mereka memberikan manfaat satu sama lain. Para
pegawai Telogorejo dapat dengan mudah membeli makanan untuk konsumsi
mereka sehari-hari. Selain itu, pihak rumah sakit juga tak jarang mempekerjakan
sebagian warga dalam hal pengerjaan atau pembangunan sesuatu. Dengan adanya
Telogorejo, selain mendapatkan keuntungan ekonomi, warga Anggrek juga
diuntungkan dengan adanya lampu-lampu jalan rumah sakit yang membuat
kawasan mereka terang. Terlebih lagi, pihak rumah sakit tak sungkan memberikan
bantuan secara finansial untuk kegiatan warga.
VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
Rumah Sakit Telogorejo Semarang memiliki manajemen pengelolaan
limbah yang secara umum mengacu kepada pedoman pengelolaan limbah dari
peraturan daerah maupun pusat. RS. Telogorejo merupakan salah satu rumah sakit
di Semarang yang berperan aktif dalam pengelolaan limbah. Hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya sampah yang dihibahkan untuk diambil pihak luar dan
dijadikan bahan untuk barang daur ulang.
Sampah medis rumah sakit sangat berbahaya apabila dijadikan barang
daur ulang karena mengandung bahan-bahan beracun. Akan tetapi, untuk limbah
cair, lumpur yang dihasilkan setelah pengolahan dengan teknologi tertentu yang
sesuai dengan persyaratan, dapat dijadikan media tanam. Selain itu, air hasil
olahan IPAL juga dapat dijadikan sebagai air untuk mencuci kendaraan. Bahkan
dengan teknologi canggih, air hasil olahan juga dapat dikembalikan menjadi air
untuk konsumsi sehari-hari dan untuk air di bagian Mandi Cuci Kakus (MCK)
sehingga pengelolaan limbahnya akan menjadi zero waste. Namun demikian,
kesemua itu masih berupa hal yang jauh untuk diimplementasikan mengingat
teknologi untuk mengolahnya belum ada di Indonesia. Saat ini, IPAL cenderung
hanya dijadikan sebagai tindakan dalam mematuhi aturan dari pemerintah namun
belum ada tindakan evaluasi dari pemerintah dengan menyertakan denda atau
sanksi bagi pelanggaran atau ketidaksesuaiaan dengan peraturan yang telah ada.
6.1. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo
Penanganan limbah di RS. Telogorejo secara umum dibagi dalam dua
divisi, yaitu kebersihan yang mengelola limbah padat (sampah) dan sanitasi yang
mengelola limbah cair. Kedua divisi itu berada dalam bagian Hospitality yang
langsung di bawahi oleh General Affair Division Manager. Jumlah personel
dalam Hospitality untuk pengelolaan limbah sebanyak 8 orang dari RS.
Telogorejo dan terdapat personel tambahan untuk pelaksana kebersihan yang
didapat dari perusahaan yang bergerak di bidang outsourcing sumberdaya
manusia.
Sumber: Data Hospitality Rumah Sakit Telogorejo Semarang, 2009
Gambar 3. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang
Bagian kebersihan dipegang oleh Kepala Bagian atau Head Section dan
dibantu oleh satu staf penunjang untuk administrasi serta tiga pengangkut sampah
yang bekerja menurut jadwal. Terdapat penanggungjawab pengelolaan sampah
yang membawahi pelaksana pengelolaan sampah dan empat pengawas kebersihan
yang membawahi empat pelaksananya di bagian kebersihan, yaitu pelaksana
kebersihan blok A, blok B, Gedung OPD dan taman. Pelaksanaan kebersihan
dipegang oleh pegawai dari perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa
General Affair Divison Manager
Hospitality OIC
Sanitary HSHousekeeping HS
Administrator Petugas Pratama (Pengawas)
pelaksana
Penanggung Jawab Pengelolaan Sampah
Pengawas Kebersihan
Blok A
Pengawas Kebersihan
Blok B
Pengawas Kebersihan Gd. OPD
Pengawas Kebersihan
Taman
pelaksana pelaksana pelaksana pelaksana
General Affair Divison Manager
Hospitality OIC
tenaga kerja outsourcing. Bagian kebersihan menangani seluruh kegiatan
kebersihan rumah sakit termasuk pengumpulan dan pengelolaan sampah.
Sama halnya dengan bagian kebersihan, bagian sanitasi juga dipegang oleh
Kepala Bagian. Terdapat dua staf di bagian sanitasi yaitu, satu petugas pratama
(pengawas) dan satu pelaksana. Struktur manajerial pengelolaan limbah RS.
Telogorejo dapat dilihat di Gambar 3.
6.2. Pengelolaan Limbah Padat RS. Telogorejo
Pengelolaan limbah padat yang dipegang oleh bagian kebersihan bukan
hanya bertugas tentang pengumpulan sampah rumah sakit melainkan juga
termasuk kegiatan-kegiatan pembersihan rumah sakit seperti menyapu, mengepel,
membersihkan bagian-bagian yang berdebu dan kotor dari semua area dan unit
RS. Telogorejo. Berdasarkan pengamatan di lapangan, area dan unit-unit di RS.
Telogorejo dalam kondisi bersih. Bahkan, petugas-petugas kebersihan stand by di
masing-masing titik tempat tugas mereka sehingga peluang adanya area yang
kotor sangat kecil.
Beberapa kegiatan dari pengelolaan limbah padat adalah membersihkan
sampah atau kotoran (cleaning) dari sumber-sumber yang ada seperti ruangan
perkantoran, kamar pasien, kamar mandi, taman dan lain-lain. Khusus untuk
kegiatan cleaning kamar pasien setelah pasien keluar, terdapat dua jenis yaitu,
general cleaning dan semigeneral cleaning. General cleaning ditujukan untuk
bekas kamar pasien yang mengidap penyakit yang dapat menyebabkan infeksi
nosokomial karena virus dan bakteri. Kamar bukan hanya dibersihkan namun juga
terdapat pembunuhan kuman dengan sterilisasi selama dua jam dalam kegiatan
tersebut. Sedangkan semigeneral cleaning ditujukan untuk bekas kamar pasien
yang tidak mengidap penyakit infeksius dan dibersihkan tanpa adanya sterilisasi.
Infeksi nosokomial harus sangat dihindari sehingga perlu penanganan
yang serius dalam hal kebersihan rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial,
akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan makin
panjang, penderitaan bertambah, biaya meningkat. Permenkes No.
986/Menkes/Per/XI/1992 dan SK Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.6.44
mengatur persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, agar rumah sakit tidak
menjadi depot bagi berbagai macam kuman penyakit. Kenyataan infeksi
nosokomial masih menjadi masalah pokok di rumah sakit (Suwarni, 2001).
Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan sampah.
Alur dan proses pengumpulan sampah di RS. Telogorejo adalah sampah dari
ruang-ruang dan unit pelayanan ditampung dalam suatu bak atau tempat sampah
dengan pembedaan warna kantong plastik pada tempat sampah. Terdapat dua
warna kantong plastik yang digunakan untuk membedakan antara sampah
domestik (biasa) dan klinis (termasuk sampah medis dan infeksius). Sampah
domestik ditempatkan di kantong plastik berwarna hitam dan sampah klinis
ditempatkan di kantong plastik berwarna kuning. Setelah itu, sampah dari seluruh
ruangan yang sudah terkumpul diangkut dengan gerobak khusus yang tertutup
untuk dibuang ke tempat penampungan sementara. Petugas kebersihan yang
mengangkut sampah-sampah tersebut dilengkapi dengan personal protective
equipment (PPE) seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boot.
Proses pengumpulan sampah ini berlangsung terus-menerus dan tidak mengenal
hari libur. Selama sehari, pengumpulan sampah dibagi menjadi tiga jadwal, yaitu
jadwal pagi (pukul 07.00-14.00), jadwal siang (pukul 14.00-21.00) dan jadwal
malam (21.00-07.00). Masing-masing jadwal pengumpulan sampah dipegang oleh
satu orang petugas dengan sistem shift.
Sampah domestik akan diambil oleh truk pengangkut sampah dari Dinas
Kebersihan Kota Semarang dari tempat penampungan sementara. Pengangkutan
dilakukan pada pukul 08.30 yaitu waktu dimana orang-orang beraktivitas di luar
rumah. Pengangkutan sampah pada waktu ini sangat mungkin sekali menganggu
orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan truk sampah ataupun warga yang
berdomisili di sekitar rumah sakit. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan
ketidaknyamanan bagi lingkungan.
Setelah sampah tersebut diangkut, sampah kemudian dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). RS. Telogorejo wajib membayar retribusi sampah
sebesar Rp 1.000.000,- per bulan. Sedangkan sampah klinis dimasukkan ke dalam
peti dan diangkut oleh mobil khusus yang tertutup untuk kemudian dibakar di
insenerator di luar RS. Telogorejo, yaitu insenerator Yayasan Pancaka.
Sebenarnya, RS. Telogorejo memiliki insenerator sendiri namun tidak
dipergunakan karena bau yang dihasilkan dari proses pembakaran mengundang
protes masyarakat sekitar. Pengiriman sampah klinis dilakukan selama dua kali
dalam seminggu dimana satu kali pengiriman dapat mencapai 7-8 peti sehingga
dalam sebulan RS. Telogorejo dapat mengirim sampai 59 peti dengan biaya Rp
120.000,- per peti.
Secara ringkas, alur pengumpulan sampah atau limbah padat di RS.
Telogorejo dapat dilihat dalam Gambar 4.
Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengelolaan limbah padat RS.
Telogorejo memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
a. Pengangkutan sampah baik yang berada di ruangan maupun di TPS
dilakukan tidak lebih dari 24 jam.
b. Sampah tidak dibiarkan menumpuk dan berceceran.
c. Pemilahan sampah domestik dan klinis sudah efektif diterapkan karena
tidak ada pencampuran diantaranya.
d. Pengemasan masing-masing jenis sampah sudah baik.
e. Petugas pengumpul sampah dilengkapi dengan alat pelindung diri
seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boots.
Mobil khusus (tertutup)
- R. Perawatan- Poli Spesialis- Laboratorium- Farmasi- R. Operasi- Renal Unit- ICU- UGD- Poli Umum- Radiologis- R. Tunggu- Halaman- Parkir- Taman
Tempat sampah klinis
Tempat sampah umum
(domestik)
Troli pengangkut sampah
Troli pengangkut sampah umum
TPS Klinis
TPS/container sampah umum
insineratorSumber sampah
- Dapur/Gizi- Perkantoran
Armada/mobil Dinas Kebersihan
TPA
f. Gerobak sampah untuk proses pengumpulan adalah gerobak tertutup.
Kekurangan:
a. Belum adanya atap untuk melindungi sampah klinis dan domestik di
TPS dari hujan dan panas
b. Sampah klinis tidak langsung dibakar dalam insinerator.
6.3. Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo
IPAL RS. Telogorejo yang memiliki luas sebesar 235,84 m2 berada di
bagian belakang rumah sakit sehingga tidak berdekatan dengan pusat aktivitas
pelayanan kepada pasien dan pengunjung. Lokasi IPAL memang dekat dengan
Jalan Anggrek namun antara lokasi dengan jalan dipisahkan dengan tempat parkir
sehingga bau yang timbul dari IPAL diharapkan tidak tercium dari luar rumah
sakit. Selain itu, Jalan Anggrek yang berdekatan dengan lokasi IPAL tidak
terdapat rumah warga seperti yang ada di samping rumah sakit sehingga bau yang
dihasilkan dari IPAL tidak sampai tercium dari luar dan rumah warga.
Limbah cair RS. Telogorejo yang dihasilkan dari masing-masing ruangan
dan unit pelayanan dibuang melalui saluran berupa pipa pembuangan yang akan
terkumpul di sumpit utama untuk akhirnya diolah. Terdapat 3 sumpit di RS.
Telogorejo, yaitu Sumpit OK, Sumpit RU dan Sumpit Utama. Masing-masing
sumpit memiliki sumber sendiri dari ruangan-ruangan dan unit pelayanan. Sumpit
OK diperuntukkan gedung OPD, Auditorium, ruang OK (operasi) dan ruang
direksi. Sedangkan untuk sumpit RU diperuntukkan ruang Bougenville, Anyelir
dan Cempaka. Setelah dari sumpit OK dan RU, limbah cair akan bermuara di
Sumpit Utama bersama limbah cair dari ruang laundry, gudang, perkantoran dan
dapur serta ruang makan. Setelah semua terkumpul di sumpit utama, limbah
diolah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang
bersistem bioreaktor.
Secara rinci, berikut adalah sumber-sumber limbah cair yang ada di RS.
Telogorejo Semarang.
a. Gedung OPD lantai 1, 2, 3 dan 4
Limbah cair berasal dari laboraturium, septik tank/kloset, kafetaria,
kamar mandi, wastafel dan pantry.
b. Gedung Radiologi dan Auditorium
Limbah cair berasal dari cuci film, septik tank/kloset, kamar mandi dan
wastafel.
c. Gedung Ruang Direksi dan OK
Limbah cair berasal dari septik tank/kloset, kamar mandi dan wastafel
d. Gedung Bougenville lantai 1,2,3 dan 4
Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi
dan watafel.
e. Gedung Anyelir Lantai 1,2,3 dan Ruang Infertil.
Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi,
wastafel dan hemodialisa.
f. Gedung Cempaka lantai 1 dan 2
Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi dan
wastafel.
g. Gedung ICU dan RU
Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi, wastafel
dan Hemodialisa.
h. Ruang laundry, Gudang dan Perkantoran
Limbah cair berasal dari kamar mandi, septik tank/kloset dan air
cucian.
i. Ruang Dapur dan Ruang Makan
Limbah cair berasal dari cucian dapur, kamar mandi dan septik
tank/kloset.
Pengolahan limbah cair menggunakan IPAL bersistem bioreaktor yang
bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana
dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS, NH3, PO4 dan bakteriologis (E. Coli).
Air limbah sebelum dibuang harus memenuhi standar baku mutu air limbah yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri KLH, Kep. 58/MENLH/12/1995 dan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004, sehingga air limbah
tersebut harus diolah dahulu sebelum dibuang ke saluran umum agar tidak
mencemari lingkungan .
Air limbah mula-mula melewati NSI – Nogerrath Automatic Screen,
bertujuan untuk menyaring partikel tersuspensi kasar/ kotoran yang besar,
memampatkan dan mengeringkan padatan-padatannya, agar tidak masuk menuju
ke unit IPAL. Unit ini bekerja secara otomatis dan semua proses tersebut di atas
dilakukan di dalam satu wadah (chamber). Air limbah kemudian dimasukkan ke
Grit Chamber sebelum masuk ke dalam Bak Equalisasi (Equalization Tank) yang
dilengkapi dengan Submersible Aerator.
Bak Equalisasi berfungsi sebagai penampung fluktuasi debit air limbah
yang masuk dan penampung macam-macam karakteristik/sifat air limbah yang
berbeda-beda seperti: pH tinggi dari laundry/cucian, lemak dari dapur ataupun
kamar mandi. Bak equalisasi dapat menyetarakan beban air limbah baik secara
kualitas maupun kuantitas, sehingga sistem dapat berjalan dengan efisien dan
optimal.
Air limbah dipompa menuju Clarifier Tank setelah dari bak. Hal ini
bertujuan untuk mengendapkan padatan-padatan yang tidak tersaring pada screen.
Air limbah secara visual sudah lebih bersih dari Clarifier tetapi beban polutannya
masih di ambang batas, seperti BOD, COD dan lain-lain, masih hampir sama
seperti waktu air limbah masuk. Air kemudian masuk ke dalam Buffer Tank
setelah dari Clarifier, kemudian dipompa ke dalam reaktor yang disebut
Bioreaktor atau Biodetox.
Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobic dengan
menggunakan sistem Fixed Bed Cascade yang merupakan paten dari Jerman.
Sistem ini merupakan alih teknologi dari Jerman. Sistem ini mempunyai keunikan
dalam aliran air dan desain rumah bakteri. Sistem ini terdiri dari sebuah reactor
yang didalamnya terdapat elemen fixed bed atau media film yang berfungsi
sebagai tempat berkembang biaknya mikroorganisme. Dengan sistem ini,
mikroorganisme pembentuk film akan melekat, tumbuh dan berkembang.
Bioreaktor menggunakan media lumpur aktif (activated sludge) dalam
pengoperasiannya.
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dengan spektrum yang amat luas
dengan adanya media tersebut, seperti: Bakteri lipolitik untuk pemakan lemak,
bakteri Proteolitik untk pemakan protein, bakteri pemakan detergent, bakteri
warna dan lain sebagainya. Pada sistem ini aerasi diperlukan karena
mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob.
Air limbah diproses secara aerobic dengan efisiensi yang tinggi di dalam
Bioreaktor,. BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah akan mengalami
penurunan 90-98 persen (tergantung jenis limbah yang akan diolah). Air limbah
yang keluar dari Bioreaktor sudah memenuhi baku mutu dari segi BOD dan COD
tetapi kadang masih terlihat padatan-padatan sehingga lanjutan dari proses seperti
proses pengendapan lanjutan (di dalam polishing tank) dan khlonirasi masih
diperlukan.
Polishing tank ini berfungsi untuk mengendapkan padatan atau partikel
yang keluar dari Bioreaktor. Air yang keluar dari Polishing Tank sudah
memenuhi syarat yang ditentukan (BOD, COD, TSS, dan lain-lain) dan
layak/dapat dibuang. Setelah dari Polishing tank, air secara overflow dialirkan ke
Treated Water Tank lalu ke saluran umum. Sebagian air dari Treated Water Tank
digunakan untuk spraying Sistems pada Bioreaktor, yaitu kolam ikan yang
dijadikan sebagai indikator alami dalam menguji kelayakan baku mutu limbah
hasil olahan IPAL.
Uji baku mutu air limbah hasil pengolahan (outlet) juga wajib dilakukan di
laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Semarang. Biaya yang
dikeluarkan untuk pengujian outlet ini ditanggung oleh rumah sakit. Besar biaya
yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 185.000,-. Pengujian outlet limbah
merupakan salah satu bentuk pengawasan pemerintah kota dalam menyikapi
permasalahan limbah. Pengujian inlet tidak dilakukan karena selain tidak
diharuskan dalam peraturan, pengujian limbah akan menambah beban biaya bagi
rumah sakit.
Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang
Sumpit RU
R. Laundry, Gudang dan Perkantoran
1. Gd. OPD Lt 1,2,3,42. Gd. Auditorium3. Gd. Ruang OK + Direksi
1. Gd. Bougenville Lt. 1,2,3,42. Gd. Anyelir 1,2,3 + R.
Infertil3. Gd. Cempaka Lt. 1,24. Radiologi+
Sumpit OK
Sumpit Logistik(Utama)
R. Dapur, R. Makan Grease Trap
Noggerath(Automatic Screen)
Equalization Tank
Clarifier Tank
Buffer Tank
Bioreaktor/biodetox
Chlorination Tank
Polishing Tank
Grit Chamber
Submersible aerator
Fixed bed cascade sistem
Treated Water Tank
Sludge tank
lumpur
lumpur
Uji Laboratorium (BLH)
Kolam Ikan(Spraying sistem)
Saluran umum kota
Selain itu, RS. Telogorejo juga melakukan pengujian di laboatorium lain seperti di
Sucofindo, Dinas Perdagangan dan Perindustrian ataupun Dinas Kesehatan
dengan biaya yang bervariasi dan lebih dari Rp 185.000,-. Pengujian di tempat-
tempat tersebut tidak bersifat rutin seperti yang dilakukan di BLH dan tujuannya
hanya untuk dijadikan pembanding. Secara ringkas, berdasar pemaparan
mengenai alur dan proses pengelolaan termasuk pengolahan limbah cair RS.
Telogorejo melalui IPAL dapat dilihat dalam Gambar 5.
IPAL RS. Telogorejo menggunakan dua macam air dalam
pengoperasiannya, yakni air PAM dan air tanah. Setiap harinya rata-rata debit
limbah yang diolah adalah sebesar 300 m3 atau 300.000 liter. Air limbah hasil
olahan IPAL RS. Telogorejo tidak dimanfaatkan kembali padahal air limbah
tersebut sudah dikhlorinasi dan seharusnya dapat dimanfaatkan kembali misalnya
air olahan tersebut dapat digunakan untuk mencuci kendaraan operasional rumah
sakit.
VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
Rumah sakit ataupun industri dan kegiatan usaha lainnya yang
menghasilkan limbah cair diwajibkan untuk membuat IPAL untuk menurunkan
konsentrasi limbah. Namun, sejauh mana pengawasan terhadap hasil olahan IPAL
dan bagaimana efisiensi dari pengolahan tersebut belum banyak dipelajari dan
diamati. Penilaian efisiensi pengolahan IPAL perlu dilakukan setidaknya sebagai
media pengawasan dan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan (misal:
perairan) yang terjadi akibat tingginya konsentrasi limbah yang dibuang. Tidak
menutup kemungkinan masih banyak rumah sakit atau kegiatan yang
menghasilkan limbah yang nilai konsentrasinya di atas standar yang telah
ditetapkan. Pengadaan IPAL bisa saja hanya menjadi suatu syarat usaha atau
perizinan. Seharusnya, kemampuan fisik IPAL tetap harus diawasi agar kualitas
lingkungan tetap terjaga. Kemampuan fisik IPAL dapat diukur dengan
menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik dengan menggunakan konsep
uji nilai tengah.
7.1. Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo
Berdasar pengolahan data dari uji laboratorium terhadap sampel hasil
olahan IPAL RS. Telogorejo, nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan
mengalami penurunan. Sebelum dilakukan perhitungan efisiensi, setidaknya dapat
diketahui bahwa IPAL RS. Telogorejo dapat menurunkan parameter BOD. Rata-
rata inlet BOD adalah sebesar 53.61 mg/l dimana jumlah tersebut berada jauh
lebih tinggi daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sebesar 30 mg/l. Setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi
20.36 mg/l. Penurunan tersebut secara nyata menempatkan RS. Telogorejo pada
posisi di bawah standar baku mutu atau dengan kata lain air limbah dapat dibuang
tanpa membahayakan perairan. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet BOD dapat dilihat di Gambar 6.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)
Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Penurunan yang terjadi pada parameter COD melebihi apa yang ada pada
parameter BOD. Rata-rata inlet COD sebesar 129.58 mg/l. Standar baku mutu
yang diberlakukan untuk parameter COD tidak seketat BOD. Besar standar baku
mutu untuk COD adalah 80 mg/l. Berdasarkan data outlet yang ada di RS.
Telogorejo, didapat perhitungan rata-rata outlet sebesar 42.72 mg/l. Jumlah
tersebut sangat jauh dari standar baku mutu dan nilainya hampir mencapai
setengah dari standar. Hal ini membuktikan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan
baik dalam menurunkan COD. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet COD dapat dilihat di Gambar 7.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)
Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Parameter ketiga yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Rata-rata
inlet TSS dari limbah RS. Telogorejo adalah 93.33 mg/l. setelah dilakukan
pengolahan, besar konsentrasi rata-rata TSS adalah 15.31 mg/l. Nilai tersebut
berada di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 30 mg/l.
Dengan hasil tersebut, TSS limbah RS. Telogorejo tidak membahayakan badan air
yang menerimanya. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan
outlet TSS dapat dilihat di Gambar 8.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)
Gambar 8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Sedangkan untuk parameter NH3 yang memiliki standar baku mutu yang
sangat ketat, yaitu 0.1 mg/l, rata-rata inlet NH3 RS. Telogorejo sebesar 23.37
mg/l. Nilai tersebut sangat jauh dari standar. Setelah dilakukan pengolahan, nilai
outlet limbah adalah sebesar 6.18 mg/l. Penurunan tersebut menunjukkan IPAL
RS. Telogorejo bekerja dengan baik. Namun, hasil outlet dari NH3, nilainya masih
berada di atas standar yang ditetapkan. Ini artinya, NH3 dari RS. Telogorejo masih
belum aman menurut standar. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet NH3 dapat dilihat di Gambar 9.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)
Gambar 9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH3 Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah PO4. Rata-
rata besar konsentrasi inlet PO4 adalah sebesar 3.53 mg/l yang masih berada di
atas standar baku mutu, yaitu 2 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan, konsentrasi
PO4 menurun dan berada di bawah standar baku mutu. Nilai inlet PO4 adalah
sebesar 0.60 mg/l. Menurut Odum(1971), nilai PO4 atau fosfat yang besarnya
lebih dari 0.50 mg/l masih harus diwaspadai karena dapat merangsang
pertumbuhan fitoplankton (blooming) yang tidak terkendali dalam perairan.
Blooming tersebut dapat memfiksasi nitrogen secara langsung dari atmosfir
(dalam Djunaedi, 2007). Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan
outlet PO4 dapat dilihat di Gambar 10.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)
Gambar 10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO4 dengan Standar Baku Mutu
Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan
salah satu cara mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan standar
perhitungan efisiensi yaitu penurunan konsentrasi dibanding dengan inlet limbah.
Kemampuan fisik IPAL RS. Telogorejo yang bersistem bioreaktor ini diamati
dengan mengambil sampel inlet dan outlet dari parameter BOD, COD, TSS, NH3
dan PO4. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata
inlet dan outlet masing-masing parameter, yaitu sebesar 53.61 mg/l dan 20.36
mg/l untuk BOD, 129.58 mg/l dan 42.72 mg/l untuk COD, 93.33 mg/l dan 15.31
mg/l untuk TSS, 23.37 mg/l dan 6.18 mg/l untuk NH3 dan 3.53 mg/l dan 0.60
mg/l untuk PO4. Fluktuasi nilai inlet masing-masing parameter dari waktu ke
waktu tidak terlalu signifikan. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di outlet.
Nilai outlet berfluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi nilai
outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan nyala listrik
untuk kerja pompa. Apabila debit limbah tinggi, bakteri harus bekerja lebih keras
dalam menurunkan konsentrasi limbah dan pada saat terjadi mati listrik, oksigen
yang dibutuhkan bakteri berkurang sehingga kerja bakteri terganggu.
Dari data laboratorium mengenai uji limbah, diperoleh rata-rata nilai
efisiensi > 60 persen untuk kelima parameter yang diuji. Hal ini menunjukkan
kemampuan fisik IPAL yang baik dan efisien dari IPAL RS. Telogorejo. Nilai
efisiensi terendah adalah penurunan parameter BOD, yaitu sebesar 62.03 persen
yang berarti IPAL RS. Telogorejo efisien menurunkan konsentrasi BOD 62.03
persen atau sebesar 33.25 mg/l. Efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS,
yaitu sebesar 83.60 persen yang berarti IPAL RS. Telogorejo sangat efisien dalam
menurunkan konsentrasi TSS 83.60 persen atau sebesar 78.03 mg/l. Sedangkan
nilai efisiensi untuk parameter lain adalah sebesar 67.03 persen atau penurunan
sebesar 86.06 mg/l untuk parameter COD, 73.56 persen atau 17.19 mg/l untuk
NH3 dan 83.03 persen atau sebesar 2.93 mg/l untuk PO4. Secara rinci terdapat dua
parameter limbah yang sangat efisien diolah dengan IPAL, yaitu TSS dan PO4.
Sedangkan ketiga parameter lainnya, yaitu BOD, COD dan NH3 diolah secara
efisien dengan menggunakan IPAL.
Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf & Eddy (1991) untuk parameter
BOD, COD dan TSS, RS. Telogorejo yang menggunakan media lumpur aktif
dikatakan efisien dalam menurunkan atau mengolah parameter TSS saja. Efisiensi
untuk TSS menurut Metcalf & Eddy adalah 10-25 persen. Sedangkan nilai
efisiensi untuk TSS pada penelitian ini adalah sebesar 83.60 persen. Nilai tersebut
berada di atas nilai efisiensi yang disyaratkan. Dengan kata lain, IPAL RS.
Telogorejo sangat efisien menurunkan atau mengolah TSS. Sedangkan untuk
kedua parameter lain, yakni BOD dan COD, nilai efisiensi yang ada belum
memenuhi nilai efisiensi Metcalf & Eddy sebesar 80-95 persen.
Kapasitas pengolahan limbah juga dapat diperkirakan dari data inlet dan
outlet yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan sampai seberapa
besar daya tampung IPAL dalam mengolah limbah pada masing-masing
parameter. Kapasitas untuk masing-masing parameter ditentukan dengan
mengalikan penurunan konsentrasi parameter dengan debit limbah. Data debit
limbah yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa nilai rata-rata debit
limbah RS. Telogorejo pada setiap harinya, yaitu sebesar 300 m3.
Rata-rata kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter
COD yaitu sebesar 26.06 kg/hari. Sedangkan yang terkecil adalah rata-rata
kapasitas pengolahan pada parameter PO4 yang sebesar 0.88 kg/hari. Rata-rata
kapasitas pengolahan pada parameter TSS, BOD dan NH3, masing-masing sebesar
23.41 kg/hari, 9.98 kg/hari dan 5.16 kg/hari. Perhitungan ini diharapkan dapat
memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya tampung IPAL dalam
mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah.
Nilai yang perlu ditafsirkan dari pengolahan limbah selain efisiensi dan
kapasitas adalah beban pencemaran atau beban limbah nyata. Nilai ini
menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap harinya.
Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet dengan
debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata beban pencemaran yang
tertinggi adalah COD yang sebesar 12.81 kg/hari. Nilai rata-rata beban
pencemaran yang terendah adalah PO4, yaitu sebesar 0.18 kg/hari. Sedangkan
nilai rata-rata beban pencemaran untuk BOD, TSS dan NH3 adalah sebesar 6.11
kg/hari, 4.59 kg/hari dan 1.85 kg/hari. Dengan adanya nilai beban pencemaran,
dapat pula diketahui apakah beban pencemaran masing-masing parameter masih
dapat diterima oleh lingkungan atau sesuai dengan standar baku mutu yang ada.
Berdasarkan standar baku mutu limbah cair rumah sakit yang ada dalam
Perda Prov. Jateng/10/2004 yang lebih ketat daripada KepMen
58/MenLH/12/1995, dapat dihitung beban pencemaran maksimum. Hasil
perhitungan beban pencemaran limbah RS. Telogorejo, dalam hal ini disebut
dengan beban pencemaran aktual (BPA) dapat dibandingkan dengan beban
pencemaran berdasar standar baku mutu limbah cair yang disebut dengan beban
pencemaran maksimum (BPM). BPM dapat dihitung dengan mengalikan standar
baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah. Berdasar standar baku
mutu limbah cair yang ditetapkan pada Perda Prov. Jateng/10/2004, BPM untuk
masing-masing parameter serta perbandingan antara BPM dan BPA dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo Semarang
Parameter BPM (kg/hari) BPA (kg/hari) Keterangan
BOD 9 6.11 tidak mencemari
COD 24 12.81 tidak mencemari
TSS 9 4.59 tidak mencemari
NH3 0.03 1.85 mencemari
PO4 0.6 0.18 tidak mencemari
Hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameter-parameter limbah
yang disyaratkan dalam Perda Prov. Jateng/10/2004 hampir keseluruhan dapat
dikatakan tidak mencemari lingkungan atau berada di bawah BPM. Parameter-
parameter tersebut adalah BOD, COD, TSS dan PO4. Sedangkan parameter NH3
tidak memenuhi persyaratan karena berada di atas BPM. Namun, penurunan
konsentrasi NH3 untuk menuju nilai di bawah BPM adalah hal yang sulit karena
standar baku mutu yang ditetapkan untuk NH3 sebesar 0.1 mg/l merupakan
standar yang terlalu tinggi. Nilai 0.1 mg/l untuk NH3 sama halnya dengan
persyaratan air minum.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan IPAL bukan hanya beban
pencemarannya melainkan juga pencapaian target baku mutu limbah cair
(BMLC). Nilai ini menunjukkan seberapa besar pencapaian target untuk
disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter limbah. Nilai
pencapaian target BMLC dapat dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali
baku mutu dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter
serta dinyatakan dalam persentase.
Berdasar perhitungan yang telah dilakukan, nilai BMLC RS. Telogorejo
tidak ada yang tepat sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai rata-
rata BPA dimana terdapat satu parameter yang tidak memenuhi target pencapaian
atau berada di atas standar baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu parameter NH3
yang nilai BMLCnya sebesar -5978.53 persen. Sedangkan parameter BOD, COD,
TSS dan PO4 memenuhi target pencapaian BMLC atau berada di bawah baku
mutu karena nilainya berkisar antara 101 persen sampai dengan 200 persen.
Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter BOD, COD, TSS dan
PO4 adalah 132.15 persen, 146.60 persen, 148.98 persen dan 170.02 persen.
Keseluruhan hasil perhitungan nilai rata-rata efisiensi, kapasitas, beban
pencemaran aktual dan pencapaian target BMLC serta informasi mengenai
rincian standar baku mutu per parameter, debit limbah rata-rata per hari, rata-rata
inlet dan rata-rata outlet dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Tahun 2005-2007
Par
Std
BM
Debit
rata- rata
Inlet
rata- rata
Outlet
rata- rata
Efisiensi
rata-rata
Kapasitas
rata-rata
BPA
rata-rata
BMLC
rata-rata
(mg/l) (m3/hari) (mg/l) (mg/l) ( persen) (kg/hari) (kg/hari) ( persen)
BOD 30 53.61 20.36 62.03 9.98 6.11 132.15
COD 80 129.58 42.72 67.03 26.06 12.81 146.60
TSS 30 300 93.33 15.31 83.60 23.41 4.59 148.98
NH3 0.1 23.37 6.18 73.56 5.16 1.85 -5978.53
PO4 2 3.53 0.60 83.03 0.88 0.18 170.02
7.2. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang
Kemampuan IPAL dalam mengolah limbah dapat dinilai dengan
signifikansi penurunan konsentrasi limbah, yaitu dengan melihat selisih inlet
dengan outlet. Penurunan konsentrasi limbah yang signifikan menunjukkan
kemampuan yang baik dalam pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL.
Signifikansi penurunan konsentrasi limbah didapat dengan menguji 36 data outlet
limbah berdasar uji laboratorium BLH Kota Semarang.
Uji-t yang dilakukan menggunakan selang kepercayaan sebesar 95 persen.
P-value dari uji-t yang dilakukan untuk semua parameter yang diuji, yaitu BOD,
COD, TSS, NH3 dan PO4 adalah 0.000. P-value yang nilainya kurang dari taraf
nyata 5 persen, menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi limbah RS.
Telogorejo adalah sangat signifikan. Hasil dari uji-t dalam mengetahui
signifikansi penurunan konsentrasi parameter limbah dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007
No. Indikator ObservasiUji Statistik: T-
Paired
Mean Std Dev T-ValueP-
Value
1 BOD inlet 54 0.000 31.92 0.000*
outlet 20.3556 6.3239
2 COD inlet 129.58 0.000 39.64 0.000*
outlet 42.716 13.149
3 TSS inlet 93.0000 0.0000 70.06 0.000*
outlet 15.3056 6.6540
4 NH3 inlet 23.37 0.0000 20.37 0.000*
outlet 6.18 4.921
5 PO4 inlet 3.53 0.0000 80.43 0.000*
outlet 0.59951 0.21245Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
Kualitas yang diharapkan dalam pengelolaan limbah adalah bukan hanya
penurunan konsentrasi secara signifikan melainkan juga pemenuhan standar baku
mutu yang disyaratkan. Digunakan uji-t dengan menggunakan data outlet
sebanyak 36 titik untuk mengetahui apakah pemenuhan kualitas masing-masing
parameter dengan standar baku mutu tercapai dengan uji statistik,. Sama halnya
dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi limbah, selang
kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95 persen.
Tabel 12. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu
No.Indikator Observasi Uji Statistik: T-Paired
Mean Std Dev T-Value P-Value
1BOD outlet 20.3556 6.3239 -9.15 0.000*
2COD outlet 42.7164 13.1492 -17.01 0.000*
3TSS outlet 15.3056 6.654 -13.25 0.000*
4NH3 outlet 6.18000 4.92098 7.2 1.000
5PO4 outlet 0.599506 0.212451 -38.44 0.000*
Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
P-Value dari uji-t untuk kesemua parameter BOD, COD, TSS dan PO4
adalah 0.000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa outlet dari parameter BOD,
COD, TSS dan PO4 secara signifikan telah memenuhi standar baku mutu yang
disyaratkan. Nilai tersebut terkecuali untuk NH3 yang memiliki P-Value sebesar
1.000 yang artinya, IPAL RS. Telogorejo tidak signifikan dalam menghasilkan
kualitas limbah yang sesuai dengan standar baku mutu untuk parameter NH3.
Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi pencapaian kualitas limbah yang
sesuai dengan standar baku mutu dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan pengamatan dan pengolahan data limbah RS. Telogorejo,
dapat dikatakan IPAL RS. Telogorejo signifikan dalam menurunkan konsentrasi
per parameter limbah. Sesuai dengan standar baku mutu yang telah disyaratkan
pada Perda Prov. Jateng/10/2004, RS. Telogorejo telah berhasil memenuhi standar
baku mutu untu parameter BOD, COD, TSS dan PO4. Sedangkan standar baku
mutu NH3 tidak terpenuhi. Standar baku mutu NH3 sebesar 0.1 mg/l memang sulit
dicapai karena nilainya begitu ketat. Nilai 0.1 mg/l untuk NH3 biasanya
diperuntukkan dalam penggunaan air sebagai air minum10.
7.3. Hubungan antara Perhitungan Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat
Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat pengelola
rumah sakit wajib untuk membangun dan menjalankan IPAL agar dampak atau
eksternalitas negatif dari limbah dapat diatasi. Pendirian IPAL dan pembuatan
10 Berdasar wawancara yang dilakukan dengan sanitarian RS. Telogorejo, Suharno, AMKL pada tanggal 29 Desember 2008 di RS. Telogorejo Semarang.
sistem pengelolaan limbah secara utuh memerlukan biaya yang tinggi. Oleh
karena itu, biaya yang dikeluarkan oleh pengelola rumah sakit bukan hanya biaya
privat untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, melainkan juga biaya
pengelolaan limbah yang termasuk dalam biaya eksternal. Keseluruhan biaya
tersebut merupakan biaya sosial yang besarnya lebih dari biaya privat.
Rumah Sakit Telogorejo belum pernah membandingkan kinerja IPAL
dengan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam mengelola limbah sampai
saat ini. Nilai efisiensi dapat dijadikan bahan pembanding mengenai manfaat
yang didapat dari pengelolaan limbah dengan keseluruhan biaya pengelolaan
limbah. Apabila nilai efisiensi atau manfaat yang dihasilkan dirasa belum sesuai
dengan biaya yang telah dikeluarkan, maka pengelola RS. Telogorejo perlu
melakukan evaluasi lebih lanjut baik dalam hal teknis maupun pembiayaan
pengelolaan limbah. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan
pertimbangan apabila pengelola RS. Telogorejo mengganti jenis atau unit
pengolahan limbah cair.
Hasil dari perhitungan efisiensi dan beban pencemar aktual dapat dijadikan
informasi penting bagi pengelola RS. Telogorejo untuk menjustifikasi bahwa
limbah hasil olahan dengan menggunakan IPAL sudah layak atau belum untuk
dibuang. Sebagaimana yang terjadi pada Rumah Sakit Telogorejo Semarang yang
memiliki nilai efisiensi di atas 60 persen untuk parameter BOD, COD, TSS, NH3
dan PO4, nilai tersebut dapat menguatkan pernyataan bahwa RS. Telogorejo sudah
mengolah limbah cair dengan baik. Selain nilai efisiensi, nilai BPA dari keempat
parameter yang dipantau dinyatakan tidak mencemari. Hanya satu parameter yang
dinyatakan mencemari, yaitu NH3. Jika konsentrasi NH3 tinggi, salah satu
dampaknya adalah adanya potensi iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung,
tenggorokan dan paru-paru karena bau dari amoniak. Potensi tersebut dapat
menyebabkan ketidaknyamanan atau bahkan gangguan kesehatan bagi orang yang
merasakannya. Selain itu, NH3 dalam air sangat beracun bagi ikan, udang dan
binatang air lainnya. NH3 dapat menimbulkan kesuburan tanaman air (eutropia)
sehingga dapat menganggu biota air lainnya yang berfungsi sebagai bahan
makanan manusia. Dampak yang ditimbulkan ini dapat menimbulkan kerugian
ekonomi bagi masyarakat, baik berupa biaya untuk berobat (kesehatan) maupun
penurunan tangkapan biota laut untuk konsumsi manusia ataupun pemanfaatan
lainnya.
Berdasarkan informasi tersebut, pengelola RS. Telogorejo dapat menyusun
strategi lebih lanjut mengenai pengolahan limbah yang lebih fokus kepada
penurunan konsentrasi NH3. Pemerintah daerah juga dapat memberikan
pandangan berupa saran atau revisi peraturan yang terkait dengan pengelolaan
limbah. Hal ini diharapkan untuk lebih menguatkan sistem pengelolaan limbah
secara umum dan secara khusus di Rumah Sakit Telogorejo sehingga dampak
kepada masyarakat, baik dampak terhadap kesehatan maupun kesejahteraan, yang
dapat ditimbulkan dari adanya limbah dapat diminimalkan.
VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH
RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
Sejauh ini, penggunaan IPAL sebagai alat pengolahan limbah cair rumah
sakit memang menjadi kewajiban namun pengawasan pemerintah mengenai hasil
pengolahan masih kurang optimal. Penelitian mengenai hal ini pun masih jarang
dilakukan dan belum menjadi perhatian bagi pemerintah. Seiring berkembangnya
ilmu pendidikan mengenai kesehatan lingkungan, sudah ada beberapa penelitian
mengenai hasil pengolahan limbah cair namun sedikit untuk kasus yang ada di
rumah sakit. Padahal, limbah rumah sakit adalah limbah yang berbahaya karena
bersifat infeksius dan seharusnya bisa dijadikan perhatian yang lebih. Walaupun
demikian, dengan teknologi canggih, limbah cair hasil olahan sebenarnya dapat
dimanfaatkan kembali misalnya sebagai air untuk cuci mobil atau media ternak
ikan. Pemanfaatan limbah cair rumah sakit pasca pengolahan masih jarang
ditemukan di Indonesia sehingga penelitian yang dilakukan mengenai limbah cair
rumah sakit masih sebatas teknis saja dan belum membahas dari sisi ekonomi.
Penelitian mengenai pengelolaan limbah dalam sudut pandang ekonomi
seharusnya juga dilakukan. Hal ini dapat membantu rumah sakit dalam efisiensi
biaya dan dapat menjadi pertimbangan untuk penghematan biaya dan dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan aturan-aturan
rumah sakit dan menjadikan hal ini sebagai stimulus positif bagi rumah sakit.
Penelitian di bidang ekonomi dapat dimulai dengan mengidentifikasi
keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan IPAL. Kemudian, dari
identifikasi tersebut, pengelola rumah sakit dapat menentukan biaya rata-rata per
hari yang dikelurakan rumah sakit untuk mengelola limbah cair serta menentukan
biaya pengelolaan limbah cair yang seharusnya dapat dibebankan kepada pasien.
Hal tersebut perlu dipertimbangkan mengingat selain bersifat sosial, RS.
Telogorejo juga tetap harus mengejar profit demi kelangsungan usaha rumah
sakit. Selain itu, meneliti seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk
menurunkan per-miligram parameter limbah juga dibutuhkan. Besaran rupiah
yang dihabiskan dalam menurunkan satu milligram parameter limbah sehingga
akan diketahui parameter mana yang biaya penurunannya lebih efektif akan
didapatkan dalam penelitian ini.
8.1. Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang
Perhitungan biaya penurunan konsentrasi dari parameter limbah,
membutuhkan keseluruhan data mengenai biaya pendirian IPAL, biaya
operasional dan pemeliharaan, penggantian komponen IPAL, gaji pegawai dan
serta biaya listrik dan air. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
biaya operasional dan pemeliharaan, gaji pegawai, pembayaran listrik dan air dari
bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2007. Sedangkan biaya
instalasi akan dibagi menurut umur ekonomis IPAL.
Biaya instalasi yang dihabiskan pada tahun 2001 adalah sebesar Rp
1.200.000.000,- dan umur ekonomis IPAL adalah 50 tahun. Dalam bangunan
IPAL terdapat tiga komponen yang memiliki umur tersendiri yaitu diffuser, sikat
NSI dan rumpon. Diffuser harus diganti setiap lima tahun sekali dengan harga Rp
15.000.000,-. Sikat NSI seharga Rp 18.000.000,- harus diganti setiap enam tahun
sekali. Sedangkan penggantian rumpon dilakukan setiap 10 tahun sekali dengan
harga Rp 20.000.000,-. Karena terdapat tiga komponen dalam IPAL yang
memiliki umur berbeda, penetapan biaya instalasi dikurangi sejumlah harga tiga
komponen tersebut sehingga besar biaya instalasi IPAL dengan umur ekonomis
selama 50 tahun adalah sebesar Rp 1.147.000.000,-
Biaya operasional dan pemeliharaan, antara lain meliputi : pembelian
pupuk untuk pakan bakteri, kaporid, disinfektan, tas plastik, sedot WC serta
penggantian kabel, pompa dan spareparts serta kebutuhan lain yang terkait
dengan pemeliharaan. Kebutuhan tersebut bukan merupakan kebutuhan rutin
bulanan melainkan tahunan sehingga dihitung sebagai biaya tahunan. Besar biaya
operasional dan pemeliharaan untuk masing-masing tahun 2005, 2006 dan 2007
adalah Rp 21.113.668,52, Rp 32.932.199,20 dan Rp 20.289.613,40. Sedangkan
untuk kebutuhan rutin bulanan adalah biaya uji laboratorium untuk outlet,
pembayaran gaji pegawai serta pembayaran listrik dan air. Pembayaran gaji
pegawai untuk pengelolaan limbah cair pada tahun 2005, 2006 dan 2007 adalah
Rp 53.376.333,60, Rp 47.949.538,- dan Rp 52.654.875. Sedangkan untuk
pembayaran listrik dan air untuk pengelolaan limbah cair di RS.Telogorejo, pada
tahun 2005 menghabiskan dana sebesar Rp 43.386.374,- serta pembayaran listrik
dan air untuk tahun 2006 dan 2007 adalah Rp 43.369.296,- dan Rp 43.386.374,-.
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair RS.
Telogorejo dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
Sebelum menghitung biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah,
perlu diidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan IPAL yang dinyatakan dalam
biaya tahunan rata-rata. Kemudian, biaya pengelolaan rata-rata per tahun
dikonversi menjadi biaya pengelolaan rata-rata per hari. Tabulasi biaya
pengelolaan IPAL rata-rata per hari ditunjukkan pada Tabel 13.
Berdasar hasil identifikasi biaya pengelolaan IPAL keseluruhan,
didapatkan besaran biaya pengelolaan IPAL rata-rata per hari sebesar Rp 412.126,
28. Besar biaya tersebut yang kemudian dapat digunakan dalam perhitungan biaya
pengelolaan IPAL yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penetapan tarif
rumah sakit dan biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah.
Tabel 13. Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari RS. Telogorejo Tahun 2005-2007
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Instalasi 22.940.000
Operasional&Pemeliharaan 24.778.494
Penggantian komponen
difuser 3.000.000
sikat NSI 3.000.000
rumpon 2.000.000
Pembayaran Gaji Pegawai 51.326.916
Listrik+Air 43.380.681
Jumlah biaya rata-rata/tahun 150.426.091
Jumlah biaya rata-rata/hari 412.126,28
Asumsi yang digunakan :
1. Umur ekonomis gedung IPAL adalah 50 tahun
2. Penggantian komponen untuk diffuser adalah setiap lima tahun, sikat NSI
adalah setiap enam tahun dan rumpon adalah setiap 10 tahun.
3. Jumlah hari dalam satu tahun adalah 365 hari
4. Keseluruhan biaya dihitung dalam rata-rata per tahunnya.
8.2. Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair
Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat suatu
konsekuensi yaitu kewajiban pengelolaan limbah yang membutuhkan biaya.
Biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah dapat disebut sebagai biaya
sosial dimana biaya sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi
eksternalitas negatif, yaitu limbah. Kebutuhan biaya yang meningkat dapat
menyebabkan aktivitas terganggu, misalnya berkurangnya jenis layanan atau
produk dan jasa yang dikeluarkan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan
keuntungan.
Sebagai rumah sakit swasta di samping harus tetap menjalankan fungsi
sosialnya, RS. Telogorejo juga harus tetap memperhatikan neraca pengeluaran
agar tetap dapat mempertahankan keuntungan demi kelangsungan rumah sakit.
Adanya kewajiban membuat IPAL akan memberi beban tambahan bagi rumah
sakit dalam hal pengeluaran. Agar tidak mengurangi jumlah keuntungan rumah
sakit, biaya pengelolaan limbah cair dapat dibebankan pada pasien yang
menempati kelas tertentu dengan konsep Unit Daily Cost (UDC).
UDC adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per
harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, 2006). Berdasarkan
perhitungan ini, akan didapatkan UDC yang dapat dijadikan salah satu biaya yang
harus ditanggung oleh pasien rawat inap. Ketentuan ini menjadi hak penuh bagi
rumah sakit untuk dilaksanakan ataupun tidak. Belum seluruh rumah sakit di
Indonesia telah menggunakan kebijakan UDC. Penetapan tarif ini dapat
dibebankan kepada seluruh pasien pada kelas apapun namun juga dapat ditetapkan
pada pasien kelas tertentu. Penetapan tarif pada kelas tertentu menunjukkan
adanya subsidi silang antar pasien. Hal ini ditujukan untuk tetap membantu pasien
dari kalangan menengah ke bawah, tanpa mengurangi layanan yang diberikan
pada mereka.
Berdasar data pembiayaan untuk pengelolaan limbah cair di RS.
Telogorejo, didapatkan biaya pengelolaan rata-rata per hari adalah sebesar Rp
412.126,28. Sedangkan kapasitas tempat tidur RS. Telogorejo adalah 295 bed.
Berdasarkan data tersebut, besar UDC yang dihasilkan adalah Rp 412.126,28
dibagi dengan 295 tempat tidur, yaitu sebesar Rp 1.397,04. Penetapan beban
pengelolaan limbah cair pada pasien, selain ditujukan untuk tetap
mempertahankan keuntungan, hal ini juga ditujukan untuk menjaga pengelolaan
limbah cair atau bahkan menjadikan pengelolaan tersebut jauh lebih baik agar
dapat meminimalkan dampak negatif dari limbah secara optimal sehingga
masyarakat dan lingkungan tidak akan menerima dampak yang dapat
menimbulkan kerugian baik secara ekonomi dan sosial.
8.3. Perhitungan Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah
Sesuai dengan rumus perhitungan menurut Djaja (2006), tahapan setelah
menghitung biaya pengelolaan IPAL rata-rata per harinya adalah menghitung
biaya pengelolaan per hari per liter limbah. Rata-rata debit limbah RS. Telogorejo
adalah sebesar 300 m3 atau 300.000 liter sehingga dapat dihitung biaya
pengelolaan per hari per liter adalah sebesar Rp 1.374,-. Biaya pengelolaan yang
digunakan dalam perhitungan dinyatakan dalam biaya per hari per liter
dikarenakan nilai konsentrasi dari limbah dinyatakan dalam mg per liter.
Biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah didapat dengan
membagi biaya pengelolaan per hari per liter dengan penurunan konsentrasi pada
masing-masing parameter. Pada parameter BOD, rata-rata dari keseluruhan
penurunan konsentrasi BOD adalah sebesar 33.254 mg/l sehingga biaya
penurunan konsentrasi untuk parameter BOD adalah sebesar Rp 0.044,-/mg.
Artinya adalah IPAL RS. Telogorejo rata-rata menurunkan 33.254 mg/l BOD
dengan biaya penurunan konsentrasinya sebesar Rp 0.044,-/mg. Sedangkan untuk
parameter COD, rata-rata penurunan konsentrasinya adalah yang tertinggi, yaitu
sebesar 86.864 mg/l sehingga didapat biaya penurunan konsentrasi yang relatif
lebih kecil daripada parameter BOD. Biaya penurunan konsentrasi parameter
COD adalah sebesar Rp 0.016,-/mg. Parameter TSS yang rata-rata besar
penurunannya berada setelah COD, yaitu 78.028 mg/l, besar biaya penurunannya
relatif lebih besar sedikit daripada COD dan relatif lebih kecil daripada BOD.
Besar biaya penurunan konsentrasi TSS adalah sebesar Rp 0.018,-/mg. Rata-rata
besar penurunan pada NH3 sebesar 17.192 mg/l. Nilai tersebut berada di bawah
rata-rata penurunan konsentrasi parameter BOD. Besar biaya penurunan
konsentrasi NH3 adalah sebesar Rp 0.089,-/mg. Sedangkan untuk rata-rata besar
penurunan parameter PO4 adalah yang terendah diantara yang lain, yaitu sebesar
2.392 mg/l dan biaya penurunan konsentrasi untuk parameter PO4 adalah sebesar
Rp 0.471,-/mg. Biaya tersebut adalah yang paling tinggi diantara parameter lain.
Berdasarkan keseluruhan perhitungan, dapat dikatakan bahwa, semakin besar
penurunan konsentrasi limbah, maka biaya penurunannya akan semakin kecil.
Efektivitas biaya dapat dilihat dengan membandingkan nilai (rasio) biaya
penurunan konsentrasi per satuan parameter. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di RS. Telogorejo, biaya penurunan konsentrasi yang paling efektif
adalah pada parameter COD dengan biaya penurunan Rp 0.016,-/mg dan
penurunan sebesar 86.864 mg/l. Biaya tersebut efektif karena dalam pengolahan
dengan IPAL, konsentrasi COD mengalami penurunan yang paling besar. Biaya
penurunan konsentrasi yang paling tidak efektif jika dibandingkan dengan
parameter lainnya adalah PO4 yang bernilai Rp 0.471,- /mg dengan penurunan
terkecil yaitu sebesar 2.932 mg/l. Biaya penurunan parameter NH3 lebih efektif
dari PO4 yaitu sebesar Rp 0.089,-/mg dengan penurunan 17.192 mg/l. namun,
penurunan NH3 tidak efektif jika dibandingkan dengan parameter BOD yang
memiliki biaya penurunan sebesar Rp 0.044,-/mg dengan penurunan sebesar
33.254 mg/l. Sedangkan parameter TSS memiliki biaya penurunan yang lebih
efektif daripada parameter BOD namun tidak efektif bila dibandingkan dengan
parameter COD. Besar biaya penurunan TSS adalah Rp 0.018,-/mg dengan
penurunan 78.028 mg/l. Rangkuman dari hasil pengamatan dan perhitungan
mengenai efektivitas biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah RS.
Telogorejo dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang
Parameter Biaya/liter (Rp)Penurunan
(mg/l) Biaya penurunan (Rp/mg)
BOD 33.254 0.044
COD 86.864 0.016
TSS 1.374 78.028 0.018
NH3 17.192 0.089
PO4 2.932 0.471
Sumber : Data Uji Inlet dan Outlet serta Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 (diolah).
Biaya efektif dapat membantu pengelola RS. Telogorejo pada khususnya
dan pengguna IPAL serta pemerintah pada umumnya terkait dengan
pengembangan strategi pengelolaan limbah atau dalam mengidentifikasi jenis unit
IPAL dengan efektivitas biaya penurunan pada parameter tertentu, misalnya
mengidentifikasi biaya penurunan parameter BOD yang sering menjadi fokus
perhatian sehingga identifikasi tersebut dapat dijadikan informasi untuk pihak lain
yang berkepentingan dalam menurunkan konsentrasi limbah untuk parameter
tertentu secara optimal.
Informasi ini diharapkan dapat meminimisasi biaya eksternal yang
dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan
limbah sehingga lingkungan tetap terjaga dan masyarakat tidak mengalami
kerugian. Selain itu, apabila terdapat pemanfaatan dari hasil olahan limbah,
penelitian yang lebih jauh di bidang ekonomi akan dapat dilakukan, misalnya
dengan menggunakan konsep benefit-cost ratio.
Limbah cair hasil olahan IPAL yang sudah melalui proses khlorinasi dapat
dimanfaatkan. Pemanfaatan tersebut dapat berupa : penggunaan air hasil limbah
olahan IPAL sebagai air cuci mobil, media ternak ikan non konsumtif seperti ikan
sapu-sapu ataupun dimanfaatkan dengan tujuan keindahan seperti air pengisi
kolam ikan hias untuk memperindah taman rumah sakit. Apabila pemanfaatan
tersebut dapat dikomersilkan, maka akan menambah manfaat yang dapat diukur
secara ekonomi. Namun, pemanfaatan air limbah hasil olahan seperti yang telah
dicontohkan sebelumnya juga dapat memberikan manfaat ekonomi yaitu
penghematan penggunaan air. Selain itu, pemanfaatan air limbah hasil olahan
IPAL akan mengurangi tingkat pencemaran di perairan karena tidak dibuang
langsung ke perairan. Berdasarkan analisis tersebut, pemanfaatan limbah dapat
menekan terjadinya kerusakan lingkungan dan meminimalkan dampak yang dapat
mengenai berbagai aspek.
IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH
RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja IPAL dalam menghasilkan
kondisi limbah yang berkualitas cukup beragam, yaitu: luas IPAL, biaya
pengelolaan, sumber air, adanya daur ulang limbah, pemakaian disinfektan,
jumlah tenaga kerja serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Berdasarkan
keseluruhan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja IPAL, faktor atau
variabel yang mengalami perubahan atau memiliki keragaman adalah biaya.
Kinerja IPAL dalam mengolah limbah cair dapat dilihat dari besarnya penurunan
konsentrasi pada masing-masing parameter limbah. Parameter yang diamati
adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.
Sebagaimana yang telah diketahui dalam bab sebelumnya, konsep
perhitungan biaya penurunan per satuan parameter limbah dapat digunakan dalam
mengidentifikasi efektivitas biaya dalam menurunkan atau mengolah masing-
masing parameter dalam limbah. Biaya penurunan konsentrasi per satuan
parameter menunjukkan keseluruhan biaya dalam mengusahakan pengelolaan
limbah cair. Berdasarkan metode perhitungan biaya penurunan konsentrasi
parameter limbah, dapat diperkirakan hubungan antara biaya penurunan
konsentrasi parameter limbah dengan penurunan konsentrasi masing-masing
parameter setelah pengolahan. Hubungan yang diduga antar keduanya adalah
negatif. Hal ini dapat dilihat dari konsep efektivitas biaya yang telah dibahas
dalam bab sebelumnya. Biaya penurunan konsentrasi parameter limbah
menunjukkan rasio efektivitas biaya diantara parameter limbah yang diamati.
Semakin efektif biaya, maka nilai (rasio) biaya penurunan konsentrasi akan
semakin kecil dan sebaliknya. Biaya efektif menunjukkan besar penurunan
konsentrasi yang besar. Berdasarkan konsep tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa
semakin kecil nilai biaya penurunan maka penurunan konsentrasi yang dihasilkan
akan semakin besar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa efektivitas biaya akan
berpengaruh pada kualitas limbah yang baik. Hipotesis tersebut akan diuji dengan
menggunakan regresi linear sederhana.
9.1. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD
Berdasarkan perhitungan biaya penurunan per satuan parameter yang ada
pada bab sebelumnya, rata-rata biaya penurunan per satuan parameter untuk BOD
adalah sebesar Rp 0.044/mg/l. Sebelum mengetahui pengaruh antara biaya
penurunan per satuan BOD dengan konsentrasi BOD pada titik outlet, akan
dihitung terlebih dahulu biaya penurunan per satuan BOD pada 36 nilai
penurunan konsentrasi BOD yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh
persamaan regresi hubungan antara biaya penurunan per satuan BOD dengan
penurunan konsentrasi BOD adalah:
yBOD = 44.2 – 246 xBOD
Secara statistik dari persamaan tersebut, dapat diartikan bahwa apabila
biaya penurunan per satuan parameter BOD menurun sebesar satu satuan, maka
penurunan konsentrasi BOD akan meningkat sebesar 201 satuan dan sebaliknya.
P-value dari variabel biaya penurunan per satuan BOD pada persamaan
tersebut adalah 0.00. Hal ini menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan
BOD berpengaruh nyata dalam kinerja IPAL yang ditunjukkan dengan besarnya
penurunan konsentrasi parameter limbah pada taraf nyata lima persen. Sedangkan
nilai koefisien determinasi (R-sq) untuk persamaan regresi tersebut adalah sebesar
65.6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menduga keragaman variabel
penurunan konsentrasi BOD, variabel biaya penurunan per satuan BOD dapat
menjelaskan sebesar 65.6 persen sedangkan untuk sisa sebesar 34.4 persen akan
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.
9.2. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD
Prosedur kerja untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biaya
penurunan per satuan parameter COD dengan penurunan konsentrasi COD adalah
sama dengan konsep regresi pada parameter BOD. Setelah menghitung masing-
masing biaya penurunan per satuan COD pada 36 nilai penurunan konsentrasi
COD, keseluruhan data dimasukkan dalam konsep regresi dan menghasilkan
persamaan regresi sebagai berikut :
yCOD = 129 – 2602 xCOD
Berdasar persamaan regresi yang dihasilkan dapat dilihat bahwa biaya
penurunan per satuan COD akan mempengaruhi kinerja IPAL pada penurunan
konsentrasi COD dengan hubungan yang terbalik (negatif). Apabila biaya
penurunan per satuan COD menurun sebesar satu satuan, maka penurunan
konsentrasi COD yang dihasilkan oleh IPAL akan meningkat sebesar 2602 satuan
dan sebaliknya.
Variabel biaya penurunan per satuan COD memilliki P-value 0.00. Hal ini
menunjukkan bahwa pada taraf nyata lima persen, biaya penurunan per satuan
COD berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi COD. Nilai R-sq pada
persamaan regresi di atas adalah sebesar 69.2 persen. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa variabel biaya penurunan per satuan COD dapat menjelaskan perubahan
pada variabel penurunan konsentrasi COD sebesar 69.2 persen. Sedangkan
sisanya sebesar 31.8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam
persamaan.
9.3. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap PenurunanKonsentrasi TSS
Sejalan dengan prosedur dalam menduga pengaruh biaya penurunan per
satuan parameter dengan penurunan konsentrasi parameter, biaya penurunan per
satuan TSS pada masing-masing penurunan konsentrasi TSS harus dihitung
terlebih dahulu. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan parameter dari
36 titik outlet TSS, data-data tersebut diolah dengan menggunakan konsep regresi
sederhana. Dengan prosedur tersebut, persamaan regresi yang dihasilkan dalam
menjelaskan pengaruh antara biaya penurunan per satuan TSS dengan penurunan
konsentrasi TSS adalah sebagai berikut :
yTSS = 94,5 – 877 xTSS
Berdasarkan persamaan tersebut, dapat ditunjukkan bahwa hubungan
antara biaya penurunan per satuan TSS adalah berkebalikan dengan penurunan
konsentrasi TSS. Pada saat biaya penurunan per satuan TSS menurun sebesar satu
satuan, maka penurunan konsentrasi TSS hasil pengolahan dengan menggunakan
IPAL meningkat sebesar 877 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi,
maka kualitas limbah untuk parameter TSS akan semakin baik karena nilai
konsentrasinya akan semakin rendah.
Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan konsep regresi
sederhana, P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan TSS adalah 0.00.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan TSS berpengaruh
nyata terhadap penurunan konsentrasi TSS pada taraf nyata lima persen.
Sedangkan nilai R-sq dari persamaan ini adalah sebesar 45.4 persen. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan TSS hanya menjelaskan
perubahan penurunan konsentrasi TSS sebesar 45.4 persen dan sisanya sebesar
54.6 persen dijelaskan oleh variabel lain yang memang tidak diamati pada
penelitian ini.
9.4. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH3
Sama halnya dengan prosedur perhitungan biaya penurunan per satuan
parameter pada parameter-parameter yang dianalisis sebelumnya, biaya
penurunan per satuan NH3 dihitung berdasarkan data penurunan konsentrasi NH3
yang ada. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan NH3, pengaruh antara
variabel biaya penurunan per satuan NH3 dengan data outlet NH3 akan dianalisis
dengan menggunakan regresi sederhana. Adapun persamaan regresi yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
yNH3 = 26.6 – 106 xNH3
Persamaan di atas menunjukkan hubungan yang negatif antara biaya
penurunan per satuan NH3 dengan penurunan konsentrasi NH3 yang dihasilkan.
Saat terjadi penurunan variabel biaya penurunan per satuan NH3 sebesar satu
satuan, maka penurunan konsentrasi NH3 hasil pengolahan dengan menggunakan
IPAL akan meningkat sebesar 106 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi,
maka kualitas limbah untuk parameter NH3 akan menjadi lebih baik karena nilai
konsentrasi akhir (outlet) akan semakin kecil.
P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan NH3 adalah 0.00. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan NH3
berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan konsentrasi NH3 pada taraf nyata
lima persen. Nilai koefisien determinasi (R-sq) dari persamaan regresi di atas
adalah 74.1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik variabel biaya
penurunan per satuan NH3 mempengaruhi perubahan variabel penurunan
konsentrasi NH3 sebesar 74.1 persen dan sisanya sebesar 25.9 persen dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.
9.5. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO4
Berdasarkan data penurunan konsentrasi PO4 yang ada, biaya penurunan
per satuan PO4 bisa didapatkan. Kemudian, dari kedua variabel tersebut, pengaruh
biaya penurunan per satuan PO4 dengan penurunan konsentrasi PO4 hasil
pengolahan dengan IPAL akan dianalisis dengan menggunakan konsep regresi
sederhana. Persamaan regresi yang didapat adalah:
yPO4 = 3.47 – 1.15 xPO4
Berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan, apabila variabel biaya
penurunan per satuan PO4 turun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi
PO4 yang dihasilkan dari IPAL akan meningkat sebesar 1.15 satuan dan
sebaliknya. Berdasarkan analisis tersebut, biaya penurunan yang rendah akan
menghasilkan kualitas limbah yang baik karena penurunan konsentrasi yang
besar. Biaya penurunan per satuan parameter yang rendah menunjukkan
efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter limbah.
P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan PO4 pada persamaan
tersebut adalah sebesar 0.00. Nilai tersebut mengartikan bahwa variabel biaya
penurunan per satuan PO4 berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan
konsentrasi PO4 pada taraf nyata lima persen. Selain itu, nilai koefisien
determinasi pada persamaan tersebut adalah sebesar 25.1 persen. Nilai R-sq
tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan PO4 hanya
menjelaskan sebesar 25.1 persen terhadap variabel perubahan konsentrasi PO4.
Sedangkan sisanya sebesar 74.9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang
memang tidak diamati dalam penelitian ini.
Berdasarkan analisis ini, dapat dipastikan bahwa biaya penurunan per
satuan parameter yang semakin kecil akan menghasilkan kinerja IPAL yang
semakin baik. Kinerja IPAL yang baik ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi
yang semakin besar sehingga kualitas parameter limbah yang dihasilkan akan
semakin baik. Biaya penurunan per satuan parameter limbah yang kecil
menunjukkan efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter tersebut.
Nilai R-sq yang berbeda pada analisis regresi pada masing-masing
parameter menunjukkan bahwa pengaruh biaya penurunan per satuan parameter
tidak sama pada masing-masing parameter. Biaya yang telah dikeluarkan pada
pengelolaan limbah RS. Telogorejo lebih menjelaskan pada kinerja IPAL dalam
menurunkan konsentrasi NH3 karena nilai R-sq pada persamaan regresi untuk
parameter NH3 adalah yang terbesar diantara parameter lainnya. Biaya penurunan
per satuan parameter menunjukkan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan
dalam pengelolaan limbah RS. Telogorejo. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa persamaan regresi yang memiliki R-sq yang tinggi
mengindikasikan biaya pengelolaan limbah cair yang telah dikeluarkan
berpengaruh terhadap penurunan parameter tersebut. Sedangkan untuk R-sq yang
rendah, terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh dan di luar besaran
keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair di RS.
Telogorejo.
Keseluruhan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan
pengaruh biaya penurunan dengan penurunan konsentrasi parameter n hasil
pengolahan IPAL telah memenuhi uji normalitas Kolomogorov-Smirnov dan
residualnya dinyatakan menyebar normal karena memiliki P-value lebih besar dari
taraf nyata yang digunakan yaitu, lima persen. Selain itu, residual dari
keseluruhan model regresi dinyatakan saling bebas dan homogeny berdasarkan
Residual Plots dari masing-masing parameter. Hasil dari analisis regrsi dan uji
statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.
X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
Limbah rumah sakit baik yang berupa limbah padat maupun cair, harus
diolah terlebih dahulu dan setelah itu dibuang ke tempat yang layak. Pada
pengelolaan limbah cair, konsentrasi pada masing-masing parameter harus
disesuaikan dengan standar baku mutu yang berlaku. Pengelolaan limbah
bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan.
Rumah Sakit Telogorejo sebagai rumah sakit besar yang ada di lingkungan
padat permukiman memiliki potensi besar mencemari lingkungan sekitar apabila
tidak melakukan pengelolaan limbah dengan baik. Apabila hal tersebut terjadi,
masyarakat yang cenderung lebih dekat terkena dampaknya adalah masyarakat
sekitar. RS. Telogorejo berbatasan langsung dengan permukiman warga Anggrek,
Kelurahan Pekunden, Semarang Tengah. Jumlah keseluruhan kepala keluarga
yang berada pada kawasan Anggrek adalah 52 kepala keluarga yang letaknya
berdekatan tepat di sepanjang RS. Telogorejo11.
Analisis pengelolaan limbah di RS. Telogorejo termasuk kinerja
pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL telah dilakukan pada bab
sebelumnya. Survey terhadap 40 rumahtangga di kawasan Anggrek RT 06/ RW V
yang terletak di sekitar RS. Telogorejo dilakukan untuk meningkatkan nilai
manfaat pada penelitian ini. Hasil dari survey ini diharapkan dapat berujung pada
penilaian warga terhadap pengelolaan limbah di RS. Telogorejo berdasarkan
persepsi mereka masing-masing.
11 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Djuadji (Ketua RW V Kel. Pekunden)
10.1. Karakteristik Responden
Pada pengamatan yang dilakukan di Jalan Anggrek, warga yang dijadikan
responden adalah sebanyak 40 rumahtangga, dapat melalui kepala keluarga
(suami) maupun istri apabila kepala keluarga sedang tidak berada pada saat
penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan selama di lapangan,
menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 24 tahun adalah
sebanyak 5 persen. Pada selang 24-35 tahun, 36-49 tahun dan 50-62 tahun
masing-masing adalah 30 persen, 25 persen dan 37.5 persen. Sedangkan
responden yang umurnya di atas 62 tahun hanya sebesar 2.5 persen. Gambaran
karakteristik umur responden dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 11. Sebaran Umur Responden (dalam tahun)
10.1.1. Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek dengan RS. Telogorejo
Warga yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah warga yang
letak rumahnya berjarak antara 5 sampai dengan 30 meter. Sebanyak 55 persen
atau mayoritas rumah responden berjarak kurang dari 10 meter dari RS.
Telogorejo. Jumlah rumah responden yang berjarak antara 10.01 meter sampai 15
meter adalah 2.5 persen. Jarak rumah responden dengan RS. Telogorejo antara
15.01-20 meter dan 20.01 sampai 25 meter masing-masing sebanyak 2.5 persen.
Kemudian, responden yang rumahnya berjarak antara 25.01-30 meter adalah 22.5
persen. Sedangkan 5 persen responden lain rumahnya berjarak lebih dari 30
meter dari RS. Telogorejo. sebaran warga yang menjadi responden menurut jarak
rumah mereka dengan rumah sakitdapat dilihat pada Gambar 12.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 12. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter)
10.1.2. Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo
Permukiman di sekitar RS. Telogorejo Semarang mulai ada sejak tahun
1974. Sampai saat ini, jumlah warga yang berada di sekitar RS. Telogorejo
semakin banyak. Pada penelitian ini, sebanyak 37.5 persen responden telah
tinggal di sekitar RS. Telogorejo selama lebih dari 30 tahun. Responden yang
telah tinggal antara 18 sampai 30 tahun adalah sebanyak 32.5 persen. Kemudian,
jumlah responden yang telah tinggal selama 5 sampai 17 tahun adalah 25 persen.
Sedangkan responden yang telah tinggal kurang dari 5 tahun adalah sebanyak 5
persen. Keseluruhan persentase lama tinggal responden di sekitar RS. Telogorejo
dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 13. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun)
10.1.3. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
Secara umum tingkat pendidikan yang telah ditempuh dari 40 responden
pada penelitian ini adalah SD dan SMP. Banyaknya responden yang
berpendidikan SD adalah 57.5 persen. Sedangkan Persentase responden yang
berpendidikan SMP adalah sebanyak 25 persen. Sisanya sebanyak 17.5 persen
responden berpendidikan SMA/Sederajat. Berdasarkan data ini, sebagian besar
warga Anggrek yang bertempat tinggal di sekitar RS. Telogorejo memiliki tingkat
pendidikan menengah ke bawah. Sebaran tingkat pendidikan responden disajikan
pada Gambar 14.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 14. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
10.1.4. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden
Secara umum pekerjaan responden pada penelitian ini adalah penjual
makanan dengan membuka warung makan dan tukang becak. Banyak warga yang
memanfaatkan kedekatan letak rumah mereka dengan rumah sakit dengan
membuka warung makan. Usaha mereka ini tidak sia-sia karena banyak pegawai
RS. Telogorejo dan juga beberapa pengunjung yang menggunakan jasa mereka.
Selain itu, para warga pria di sekitar RS. Telogorejo berkesempatan untuk
menarik becak. Kondisi RS. Telogorejo yang bukan merupakan jalur angkutan
umum memberikan kesempatan para tukang becak untuk menawarkan jasanya
pada pengunjung RS. Telogorejo untuk menuju ke tempat pemberhentian
angkutan umum, misalnya di sekitar daerah Simpang Lima Semarang.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 15. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden
Banyaknya responden yang bekerja sebagai tukang becak adalah sebesar
37 persen dan penjual makanan warungan sebesar 20 persen. Selain itu, terdapat
25 persen responden yang menjadi pegawai/pekerja swasta. Sejumlah 18 persen
lainnya memiliki pekerjaan di luar penjual makanan warungan, tukang becak dan
pegawai/pekerja swasta. Pekerjaan tersebut diantaranya adalah pegawai
kelurahan, tukang bordir, penjual makanan keliling dan pensiunan. Sebaran jenis
pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 15.
10.1.5. Sebaran Pendapatan Responden
Pendapatan dari responden yang ada dalam penelitian ini berkisar antara
Rp 500.000,- sampai dengan lebih dari Rp 1.500.000,-. Responden yang
berpenghasilan antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 750.000,- adalah sebanyak
28 persen. Jumlah responden yang memiliki pendapatan antara lebih dari Rp
750.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- dan lebih dari Rp 1.000.000,- sampai
dengan Rp 1.500.000 masing-masing sebanyak 15 persen dan 42 persen.
Sementara itu responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.500.000
adalah sebanyak 15 persen. Secara ringkas, sebaran pendapatan responden dapat
dilihat pada Gambar 16.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 16. Sebaran Pendapatan Responden (dalam Rupiah)
10.2. Hasil Survey Kepada Masyarakat Terkait dengan PenilaianPengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden terkait dengan penilaian
mereka terhadap pengelolaan limbah rumah sakit adalah pengetahuan mereka
tentang limbah. Seluruh responden menyatakan mengetahui apa yang disebut
dengan limbah. Terdapat beberapa dari responden yang menyebutkan contoh-
contoh limbah sebagai pernyataan bahwa mereka mengetahui apa yang dimaksud
dengan limbah. Berlanjut dari hal tersebut, tidak seluruh responden mengetahui
dampak dari adanya limbah apabila limbah tidak dikelola dengan baik. Terdapat
hanya 15 persen responden yang tidak mengetahui dampak limbah. Sedangkan
sisanya menyatakan mengetahui dampak limbah apabila tidak dikelola dengan
baik. Sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa dampak dari pengelolaan
limbah yang tidak baik adalah adanya penyakit. Mereka menyadari jika dampak
dari limbah dapat menyebabkan kerugian bagi mereka. Gambar 17 adalah
persentase pengetahuan responden mengenai limbah.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 17. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah
Selanjutnya, responden akan dibawa pada pertanyaan apakah mereka
pernah merasakan bau atau menemukan limbah rumah sakit yang tercecer.
Keseluruhan responden menjawab tidak pernah menemukan limbah tercecer di
lingkungan mereka. Mereka juga menyatakan bahwa tidak pernah ada pemulung
yang memanfaatkan sampah RS. Telogorejo. Hanya saja, terdapat 35 persen
responden yang pernah merasa mencium bau yang berasal dari rumah sakit.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 18. Persentase Responden yang Merasakan Bau yang Berasal dari RS. Telogorejo
Bau tak sedap yang tercium antara lain berupa bau kabel terbakar (adanya
sengatan listrik), bau saluran pembuangan di bawah rumah mereka dan bau ketika
mobil sampah dari Dinas Kebersihan mengangkut sampah dari dalam rumah sakit
ketika pagi hari. Frekuensi mereka dalam mencium bau-bau tersebut adalah
kadang-kadang. Sejumlah 65 persen responden lainnya merasa tidak pernah
mencium bau yang berasal dari rumah sakit. Gambar 18 berikut adalah gambaran
warga yang merasakan adanya bau dan tidak.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 19. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya Bau dari RS. Telogorejo
Sebanyak 35 persen responden yang merasa pernah merasa bau, 25 persen
diantaranya merasa terganggu saat mencium bau tersebut dan 75 persen responden
lain merasa tidak masalah walaupun mereka mencium bau tersebut. Persentase
responden yang merasa terganggu dengan adanya bau tersebut dapat dilihat pada
Gambar 19.
Setelah mengetahui pengetahuan responden mengenai limbah dan
perasaan mereka terkait dengan adanya bau yang muncul dari rumah sakit,
responden ditanya apakah mereka mengetahui adanya pengelolaan limbah di
dalam rumah sakit. Hasilnya adalah sebanyak 30 persen responden mengetahui
adanya pengelolaan limbah. Sisanya, yaitu sebesar 70 persen responden yang lain
menyatakan mereka tidak mengetahui adanya pengelolaan tersebut.
Mereka yang mengetahui adanya pengelolaan limbah di RS. Telogorejo
adalah mereka yang sudah lama tinggal di Jalan Anggrek dan kenal dekat dengan
para pegawai RS. Telogorejo. Persentase responden yang mengetahui adanya
pengelolaan limbah di RS. Telogorejo ditunjukkan pada Gambar 20.
Sumber : Data Primer (diolah), 2009
Gambar 20. Persentase Responden yang Mengetahui Adanya Pengelolaan Limbah di RS. Telogorejo
Pertanyaan yang selanjutnya diberikan kepada responden adalah mengenai
ada atau tidaknya efek positif dari pengelolaan limbah. 30 persen responden yang
mengetahui adanya pengelolaan limbah menyatakan pengelolaan limbah RS.
Telogorejo telah menghasilkan efek yang positif karena mereka tidak pernah
melihat sampah bercecer, wabah penyakit ataupun dampak yang merugikan
lainnya. Sedangkan 70 persen responden yang belum mengetahui adanya
pengelolaan limbah, diberikan informasi mengenai pengelolaan limbah di RS.
Telogorejo. Setelah itu 70 persen responden tersebut diminta untuk memberikan
opini mengenai hasil dari pengelolaan limbah. Opini yang diberikan oleh seluruh
70 persen responden adalah pengelolaan limbah RS. Telogorejo telah memberikan
hasil yang positif bagi lingkungan karena tidak mencemari lingkungan mereka.
Para responden menjadi mengetahui bahwa RS. Telogorejo telah
melakukan pengelolaan limbah dengan adanya penelitian ini. Berdasar kehidupan
mereka sehari-hari, seluruh responden merasa RS. Telogorejo sudah baik dalam
mengelola limbah. Meskipun beberapa dari mereka pernah merasakan bau dan
mengaku tidak mengetahui adanya pengelolaan limbah sebelumnya, selama
tinggal bertahun-tahun di sekitar RS. Telogorejo, mereka tidak pernah merasa
mendapat gangguan yang berarti dari segi apapun termasuk gangguan penyakit.
Berdasarkan pengamatan lapangan, daerah di sekitar rumah sakit yang bau
dan kotor adalah saluran pembuangan kota di bagian depan RS. Telogorejo.
Namun, tidak dapat dipastikan bahwa rumah sakit yang mencemari karena banyak
warga yang membuang sampah sembarangan di saluran tersebut. Sedangkan
untuk IPAL RS. Telogorejo, bau yang muncul hanya tercium di sekitar gedung
IPAL dan tidak sampai keluar wilayah rumah sakit.
Seharusnya, jika ditarik hubungan antara warga yang pernah merasakan
bau dan terganggu akan bau tersebut dengan penilaian mereka terhadap
pengelolaan limbah rumah sakit, hubungan yang ada adalah positif atau searah.
Artinya, apabila mereka merasa terganggu dengan adanya bau, maka penilaian
yang seharusnya mereka sebutkan adalah belum baik. Bagi mereka, adanya bau
tersebut hanya merupakan masalah yang kecil dan tidak terlalu dirasakan.
Hubungan warga yang dekat dengan pihak rumah sakit diduga menjadi faktor
yang berpengaruh pada penilaian mereka terhadap pengelolaan limbah rumah
sakit. Selain itu, kebanyakan warga Anggrek di sekitar RS. Telogorejo merasa
diuntungkan dengan adanya rumah sakit. Para warga memiliki kesempatan untuk
dapat membuka usaha seperti warung makan dan menyediakan jasa becak.
XI. KESIMPULAN DAN SARAN
11.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penyusunan skripsi
ini,berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan.
1. Pengelola RS. Telogorejo telah berkomitmen penuh dalam mewujudkan
salah satu misinya yaitu peduli terhadap lingkungan dengan
menyelenggarakan pengelolaan limbah padat dan cair secara baik dan
profesional.
2. IPAL RS. Telogorejo yang menggunakan lumpur aktif memiliki tingkat
efisiensi lebih dari 60 persen untuk semua parameter dan tergolong efisien.
Tingkat efisiensi yang tertinggi adalah parameter TSS (83.60 persen) dan
yang terendah adalah parameter BOD (62.03 persen). Empat dari rata-rata
outlet parameter yang dipantau dalam Perda Prov Jateng/10/2004, yakni
BOD, COD, TSS, dan PO4 telah memenuhi standar baku mutu. Sedangkan
rata-rata nilai outlet NH3 masih berada di atas baku mutu.
3. Besar unit daily cost (UDC) pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah
sebesar Rp 1.397,04 dan biaya penurunan per satuan parameter yang
paling efektif pada pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo adalah
parameter COD (Rp 0.016/mg) dengan rata-rata penurunan sebesar 86.864
mg/l.
4. Biaya penurunan per satuan parameter berpengaruh nyata pada penurunan
konsentrasi parameter yang menunjukkan kinerja IPAL . Biaya penurunan
per satuan parameter yang paling berpengaruh adalah biaya penurunan per
satuan NH3 dengan R-sq dari persamaan regresi sebesar 74.1 persen.
5. Masyarakat sekitar RS. Telogorejo (Jalan Anggrek) menilai pengelolaan
limbah RS. Telogorejo sudah baik. Hal ini didasarkan bahwa selama ini
masyarakat setempat belum pernah mendapatkan dampak negatif dari RS.
Telogorejo yang dapat menimbulkan kerugian baik secara sosial maupun
ekonomi.
11.2. Saran
1. Pengelola RS. Telogorejo melakukan pemantauan kinerja IPAL bukan
hanya dari outlet limbah melainkan juga dari segi efisiensi kinerja IPAL
sehingga dapat diketahui apabila nantinya kinerja IPAL tersebut menurun
oleh karena itu diperlukan pengujian inlet dalam mendukung perhitungan
efisiensi yang lebih rinci dan akurat.
2. Hendaknya pengelola rumah sakit membandingkan nilai efisiensi yang
dihasilkan dalam penelitian dan selanjutnya dibandingkan dengan
keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair yang telah dikeluarkan untuk
mengetahui apakah sudah dirasa layak atau belum.
3. Pembiayaan pengelolaan limbah perlu diperhatikan karena terkait dengan
rencana pengeluaran rumah sakit yang dapat berpengaruh pada
pengelolaan limbah dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4. Pengelola RS. Telogorejo seharusnya dapat memanfaatkan air limbah hasil
olahan untuk dijadikan air cuci mobil, air untuk mengisi kolam ataupun
membuat ternak ikan. Hal tersebut diharapkan dapat memberi manfaat
ekonomi dan mengurangi pencemaran pada perairan karena air limbah
tidak dibuang begitu saja setelah diolah.
5. Pemerintah seharusnya lebih mengawasi permasalahan limbah yang
berasal dari rumah sakit. IPAL tidak hanya dijadikan kewajiban dalam
pendirian saja tetapi juga harus diawasi pelaksanaan dan hasilnya.
6. Wewenang pengawasan terhadap limbah seharusnya dipertegas pada
dinas-dinas tertentu sehingga tidak terjadi lempar tanggungjawab antar
dinas.
7. Pemerintah seharusnya dapat memberikan saran-saran pengelolaan limbah
yang baik dan tidak hanya memberikan evaluasi tertulis pada laporan hasil
uji limbah.
8. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah diharapkan dapat dijadikan
agenda kerja bagi seluruh stakeholders yang ada dalam pengelolaan
limbah.
9. Penelitian mengenai skenario penetapan Unit Daily Cost dan pemanfaatan
ekonomi dari air hasil pengolahan dengan menggunakan IPAL perlu
dilakukan untuk pengembangan penelitian dalam bidang pengelolaan
limbah rumah sakit dari sisi ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 2008. ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Kesehatan’. www.pontianakpost.com / berita / index. asp? Berita = Opini& id=157591Diakses: 20 Februari 2009.
Aqarwal, A.K. 2005. Limbah Medis: Batasan. School of health Sciences. Indira Gandhi National Open University, New Delhi.
Departemen Kesehatan RI. Permenkes No. 173/Menkes/Per/VIII/1977 tentang Pengawasan Pencemaran Badan Air, Air untuk berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. Permenkes RI No. 982 tentang Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Bidang Kesehatan.
_____ Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
_____ 1991. Pedoman Pengelolaan Limbah Klinis. Ditjen PPM & PLP dan WHO, Depkes RI, Jakarta.
_____ 1992. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Ditjen PPM & PLP dan Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI, Jakarta.
_____ 1992. Pedoman Teknis Perbaikan Kualitas Air. Jakarta : Ditjen PPM & PLP dan Ditjen Penyehatan Air, Depkes RI.
_____ 1993. Pedoman Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Ditjen Pelayanan Medik & Ditjen Instalasi Medik, Depkes RI, Jakarta.
_____ 1995. Pedoman Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Rumah Sakit. Depkes RI, Jakarta.
_____ 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis dan Disinfeksi & Sterilisasi di Rumah Sakit. Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta.
Dixon, A.J. & P.B.Sherman. 1990. Economics of Protected Areas – A New Look at Benefits and Costs. Earthscan Publications Ltd, London
Djaja, I.M. dan D. Maniksulistya. 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara, Kesehatan, Vol. 10, no. 2 : 60-63.
Djaja, I.M., B. Hartono dan L. Fitria. 2006. Modul Mata Kuliah Manajemen Limbah. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.
Djunaedi, A. [Basic Methods of Policy Analysis & Planning]. [Metode Dasar Perencanaan dan Analisis Kebijakan]. Bahan Kuliah MPKD UGM. 2000. Bab VI. Artikel A. http://mpkd.ugm.ac.id/homepagedj/support/materi/mtp-ii/a06-mtp2-2002-bab6-pdf. Diakses: 4 Mei 2009.
Djunaedi, H. 2007. Kajian Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Hananto, W.M. (1999). Mikroorganisme Patogen Limbah Cair Rumah Sakit dan Dampak Kesehatan yang Ditimbulkannya. Buletin Keslingmas : 18 (70) 1999: 37-44.
Haryanto, P. 2000. Tinjauan Instalasi Pengolahan Limbah Cair di RSU PMI Bogor. Laporan Parktikum. FKM-UI, Jakarta.
Hendartomo, T. 2003. Analisis Efisiensi dan Benefit Cost Ratio Pengoperasian Instalasi Pengolah Air Limbah Industri Penyamakan Kulit (Studi Kasus PT Budi Makmur Jayamurni Yogyakarta 2002). Naskah Publikasi. Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta
Himpunan Mahasiswa Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2008. Klasifikasi Rumah Sakit. Artikel. ISTN, Jakarta
Hutton, G. 2000. ‘Considerations in Evaluating The Cost-Effectiveness of The Environmental Health Interventions. Protection of The Human Environment’. WHO. Geneva. http://www.who.int/ water_sanitation_ health/Economic/costeffecthutton.pdf. Diakses: 4 Mei 2009.
Indonesia Nutrition Network. 2003. Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik. Artikel. INN, Jakarta.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. KepMen 58/MenLH/12/1995. Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.
Kementrian Lingkungan Hidup-Tim Asdep Urusan Insentif & Pendanaan Lingkungan. 2008. Efektivitas Biaya Penggunaan Briket Batubara sebagai Bahan Bakar Alternatif. Jurnal Ekonomi Lingkungan-KLH. Edisi 20. No.3 : 33-47.
Kusminarno, K. 2004. ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’. Majalah Kesehatan DepKes. www.pdpersi.co.id. Diakses: 24 Februari 2009.
Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse. 3rd Edition. New McGraw-Hill Inc, New York.
Muluk, M.R.K. 2001. Budaya Organisasi Pelayanan Publik. Jurnal Vol.1 No.2. Malang.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Kegiatan Rumah Sakit.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.
Pristiyanto, D. 2000. ‘Berita Lingkungan : Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun Berbahaya’. http://kompas.com/kompas-cetak/0005 /13/ IPTEK/limb10.htm. Diakses: 24 Februari 2009.
Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif dari Limbah Rumah Sakit Buat Anak-Anak Tetapi Mengandung Maut. Artikel. Program Magister KARS FKM-UI, Jakarta.
Purbayani, N.A. 2005. Efektivitas IPAL Industri Tahu Jomblang dalam Menurunkan BOD Limbah Cair Tahu di Kelurahan Lamper Tengah, Semarang. Skripsi. FKM-UNDIP, Semarang.
Tadda, A. 2008. ‘Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit’. http://astaqauliyah.com. Diakses: 20 Februari 2009.
Sanitasi RS. Telogorejo Semarang. 2001. Standart Operational Procedure IPAL –Bioreaktor. RS. Telogorejo, Semarang.
Soeparman, H.M. & Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Suatu Pengantar. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suparmin, et.al. 2002. Studi Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit diProvinsi Jateng Tahun 2002. Buletin Keslingmas.
Suwarni, Agus. 2001. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rata-rata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Jurnal. Warta Litbang Kesehatan. Vol. 5 (2) 2001. http://digilib. itb.ac.id/gdl.php?mod= browse&node=1558. Diakses: 24 Februari 2009.
Syaf, A.H. 2005. Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah
Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar. (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Tim Mata Kuliah Manajemen Jasa Lingkungan dan Pengendalian Dampak. 2008. Diktat Kuliah Manajemen Jasa Lingkungan dan Pengendalian Dampak. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fahutan-IPB, Bogor.
Tim Pengajar Mata Kuliah Ekonomi Lingkungan. 2008. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM-IPB, Bogor
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia, Jakarta.
Wikipedia Indonesia. 2008. Cost-effectiveness analysis. http://en.wikipedia.org/wiki/Cost-effectiveness_ analysis. Diakses: 20 Februari 2009.
Yayasan Pelangi Indonesia. 2002. Waste Minimization Program in Private Hospital. Research Report. ITB Central Library, Bandung.
Lampiran 1
Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet LimbahRS. Telogorejo (Januari 2005-Desember 2007)
No
Parameter (mg/l)
BOD COD TSS NH3 PO4
1 24 44.78 20 - -
2 16.8 27.59 10 - -
3 14 34.01 15 0.05 0.288
4 17 29.63 10 0.05 0.422
5 26 43.8 15 0.044 0.582
6 21 37.04 10 0.0671 0.328
7 12 26.92 30 0.055 0.353
8 15 22.06 30 0.034 0.172
9 17 39.37 20 0.066 0.295
10 21 37.88 20 2.0785 0.338
11 18 31.5 15 8.7594 0.446
12 38 84.24 20 5.5426 0.680
13 15 35.97 10 6.8942 0.880
14 20 32.44 15 8.4303 0.910
15 28 35.71 20 4.6449 0.880
16 41 69.23 20 3.9794 0.740
17 23 39.06 10 10.2015 0.930
18 15 28.57 30 11.4835 0.870
19 12 29.85 20 8.8552 0.870
20 17 41.18 10 0.6914 0.730
21 15 36.5 30 9.186 0.840
22 19 46.88 10 12.5521 0.720
23 20 48.95 10 13.0936 0.810
24 16 38.46 10 9.7903 0.720
25 18 35.71 20 5.9475 0.660
26 20 46.15 10 5.5946 0.710
27 21 50 10 4.8389 0.690
28 23 53.83 10 4.7395 0.550
29 24 53.85 15 3.2581 0.480
30 23 57.14 10 3.6516 0.370
31 21 50 10 12.79 0.430
32 12 30.53 13 13.4281 0.510
33 26 62.99 12 5.1276 0.550
34 25 59.26 7 15.0667 0.680
35 23 53.85 14 16.2413 0.520
36 16 42.86 10 2.8872 0.430Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)
Lampiran 2Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter BOD
BM BOD (mg/l)
in BOD (mg/l)
out BOD (mg/l)
efisiensi (%)
kapasitas (kg/hari)
BPA (kg/hari)
BMLC (%)
30 54 24 55.232 8.883 7.2 120.000
16.8 68.663 11.043 5.04 144.000
14 73.885 11.883 4.2 153.333
17 68.289 10.983 5.1 143.333
26 51.502 8.283 7.8 113.333
21 60.828 9.783 6.3 130.000
12 77.616 12.483 3.6 160.000
15 72.020 11.583 4.5 150.000
17 68.289 10.983 5.1 143.333
21 60.828 9.783 6.3 130.000
18 66.424 10.683 5.4 140.000
38 29.118 4.683 11.4 73.333
15 72.020 11.583 4.5 150.000
20 62.694 10.083 6 133.333
28 47.771 7.683 8.4 106.667
41 23.522 3.783 12.3 63.333
23 57.098 9.183 6.9 123.333
15 72.020 11.583 4.5 150.000
12 77.616 12.483 3.6 160.000
17 68.289 10.983 5.1 143.333
15 72.020 11.583 4.5 150.000
19 64.559 10.383 5.7 136.667
20 62.694 10.083 6 133.333
16 70.155 11.283 4.8 146.667
18 66.424 10.683 5.4 140.000
20 62.694 10.083 6 133.333
21 60.828 9.783 6.3 130.000
23 57.098 9.183 6.9 123.333
24 55.232 8.883 7.2 120.000
23 57.098 9.183 6.9 123.333
21 60.828 9.783 6.3 130.000
12 77.616 12.483 3.6 160.000
26 51.502 8.283 7.8 113.333
25 53.367 8.583 7.5 116.667
23 57.098 9.183 6.9 123.333
16 70.155 11.283 4.8 146.667
nilai rata- rata 20.36 62.03 9.98 6.11 132.15Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)
Lampiran 3Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter COD
BM COD in COD out COD efisiensi kapasitas BPA BMLC
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)
80 129.58 44.78 65.44 25.440 13.434 144.025
27.59 78.71 30.597 8.277 165.513
34.01 73.75 28.671 10.203 157.488
29.63 77.13 29.985 8.889 162.963
43.8 66.20 25.734 13.14 145.250
37.04 71.42 27.762 11.112 153.700
26.92 79.23 30.798 8.076 166.350
22.06 82.98 32.256 6.618 172.425
39.37 69.62 27.063 11.811 150.788
37.88 70.77 27.510 11.364 152.650
31.5 75.69 29.424 9.45 160.625
84.24 34.99 13.602 25.272 94.700
35.97 72.24 28.083 10.791 155.038
32.44 74.97 29.142 9.732 159.450
35.71 72.44 28.161 10.713 155.363
69.23 46.57 18.105 20.769 113.463
39.06 69.86 27.156 11.718 151.175
28.57 77.95 30.303 8.571 164.288
29.85 76.96 29.919 8.955 162.688
41.18 68.22 26.520 12.354 148.525
36.5 71.83 27.924 10.95 154.375
46.88 63.82 24.810 14.064 141.400
48.95 62.22 24.189 14.685 138.813
38.46 70.32 27.336 11.538 151.925
35.71 72.44 28.161 10.713 155.363
46.15 64.38 25.029 13.845 142.313
50 61.41 23.874 15 137.500
53.83 58.46 22.725 16.149 132.713
53.85 58.44 22.719 16.155 132.688
57.14 55.90 21.732 17.142 128.575
50 61.41 23.874 15 137.500
30.53 76.44 29.715 9.159 161.838
62.99 51.39 19.977 18.897 121.263
59.26 54.27 21.096 17.778 125.925
53.85 58.44 22.719 16.155 132.688
42.86 66.92 26.016 12.858 146.425
nilai rata-rata 42.71639 67.0347 26.05908 12.8149 146.605Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)
Lampiran 4Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter TSS
BM TSS in TSS out TSS Efisiensi Kapasitas BPA BMLC
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)
30 93 20 78.5714 22 6 133.333
10 89.2857 25 3 166.667
15 83.9286 23.5 4.5 150.000
10 89.2857 25 3 166.667
15 83.9286 23.5 4.5 150.000
10 89.2857 25 3 166.667
30 67.8571 19 9 100.000
30 67.8571 19 9 100.000
20 78.5714 22 6 133.333
20 78.5714 22 6 133.333
15 83.9286 23.5 4.5 150.000
20 78.5714 22 6 133.333
10 89.2857 25 3 166.667
15 83.9286 23.5 4.5 150.000
20 78.5714 22 6 133.333
20 78.5714 22 6 133.333
10 89.2857 25 3 166.667
30 67.8571 19 9 100.000
20 78.5714 22 6 133.333
10 89.2857 25 3 166.667
30 67.8571 19 9 100.000
10 89.2857 25 3 166.667
10 89.2857 25 3 166.667
10 89.2857 25 3 166.667
20 78.5714 22 6 133.333
10 89.2857 25 3 166.667
10 89.2857 25 3 166.667
10 89.2857 25 3 166.667
15 83.9286 23.5 4.5 150.000
10 89.2857 25 3 166.667
10 89.2857 25 3 166.667
13 86.0714 24.1 3.9 156.667
12 87.1429 24.4 3.6 160.000
7 92.5 25.9 2.1 176.667
14 85 23.8 4.2 153.333
10 89.2857 25 3 166.667
nilai rata-rata 15.31 83.60 23.41 4.59 148.98Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)
Lampiran 5Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter NH3
BM NH3 in NH3 out NH3 Efisiensi Kapasitas BPA BMLC
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)
0.1 23.37 0.050 99.786 6.997 0.015 150.000
0.050 99.786 6.997 0.015 150.000
0.044 99.812 6.998 0.013 156.000
0.067 99.713 6.991 0.020 132.900
0.055 99.765 6.995 0.017 145.000
0.034 99.855 7.001 0.010 166.000
0.066 99.718 6.992 0.020 134.000
2.079 91.107 6.388 0.624 -1878.500
8.759 62.522 4.384 2.628 -8559.400
5.543 76.285 5.349 1.663 -5342.600
6.894 70.502 4.943 2.068 -6694.200
8.430 63.930 4.483 2.529 -8230.300
4.645 80.126 5.618 1.393 -4444.900
3.979 82.974 5.818 1.194 -3779.400
10.202 56.352 3.951 3.060 -10001.500
11.484 50.866 3.567 3.445 -11283.500
8.855 62.112 4.355 2.657 -8655.200
0.691 97.042 6.804 0.207 -491.400
9.186 60.697 4.256 2.756 -8986.000
12.552 46.294 3.246 3.766 -12352.100
13.094 43.977 3.084 3.928 -12893.600
9.790 58.111 4.075 2.937 -9590.300
5.948 74.553 5.227 1.784 -5747.500
5.595 76.063 5.333 1.678 -5394.600
4.839 79.296 5.560 1.452 -4638.900
4.740 79.721 5.590 1.422 -4539.500
3.258 86.060 6.034 0.977 -3058.100
3.652 84.376 5.916 1.095 -3451.600
12.790 45.276 3.175 3.837 -12590.000
13.428 42.546 2.983 4.028 -13228.100
5.128 78.061 5.473 1.538 -4927.600
15.067 35.535 2.492 4.520 -14866.700
16.241 30.510 2.139 4.872 -16041.300
2.887 87.647 6.145 0.866 -2687.200
nilai rata-rata 5.837 69.472 4.871 1.751 -5647.781Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)
Lampiran 6Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter PO4
BM PO4 in PO4 out PO4 Efisiensi Kapasitas BPA BMLC
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)
2 3.53 0.288 91.8403 0.97314 0.08646 185.59
0.422 88.0408 0.93288 0.12672 178.88
0.582 83.5136 0.88491 0.17469 170.885
0.328 90.7248 0.96132 0.09828 183.62
0.353 90.0142 0.95379 0.10581 182.365
0.172 95.1444 1.00815 0.05145 191.425
0.295 91.6478 0.9711 0.0885 185.25
0.338 90.4417 0.95832 0.10128 183.12
0.446 87.3754 0.92583 0.13377 177.705
0.680 80.7475 0.8556 0.204 166
0.880 75.0849 0.7956 0.264 156
0.910 74.2356 0.7866 0.273 154.5
0.880 75.0849 0.7956 0.264 156
0.740 79.0487 0.8376 0.222 163
0.930 73.6693 0.7806 0.279 153.5
0.870 75.3681 0.7986 0.261 156.5
0.870 75.3681 0.7986 0.261 156.5
0.730 79.3318 0.8406 0.219 163.5
0.840 76.2174 0.8076 0.252 158
0.720 79.6149 0.8436 0.216 164
0.810 77.0668 0.8166 0.243 159.5
0.720 79.6149 0.8436 0.216 164
0.660 81.3137 0.8616 0.198 167
0.710 79.8981 0.8466 0.213 164.5
0.690 80.4643 0.8526 0.207 165.5
0.550 84.4281 0.8946 0.165 172.5
0.480 86.41 0.9156 0.144 176
0.370 89.5243 0.9486 0.111 181.5
0.430 87.8256 0.9306 0.129 178.5
0.510 85.5606 0.9066 0.153 174.5
0.550 84.4281 0.8946 0.165 172.5
0.680 80.7475 0.8556 0.204 166
0.520 85.2775 0.9036 0.156 174
0.430 87.8256 0.9306 0.129 178.5
nilai rata-rata 0.5662 78.4139 0.83087 0.16986 160.579Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)
Lampiran 7Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang
Results for: Worksheet 1Paired T-Test and CI: in BOD, out BOD Paired T for in BOD - out BOD
N Mean StDev SE Meanin BOD 36 54.0000 0.0000 0.0000out BOD 36 20.3556 6.3239 1.0540Difference 36 33.6444 6.3239 1.0540
95% lower bound for mean difference: 31.8637T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 31.92 P-Value = 0.000
Results for: Worksheet 2Paired T-Test and CI: in COD, out COD Paired T for in COD - out COD
N Mean StDev SE Meanin COD 36 129.580 0.000 0.000out COD 36 42.716 13.149 2.192Difference 36 86.8636 13.1492 2.1915
95% lower bound for mean difference: 83.1609T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 39.64 P-Value = 0.000
Results for: Worksheet 3Paired T-Test and CI: in TSS, out TSS Paired T for in TSS - out TSS
N Mean StDev SE Meanin TSS 36 93.0000 0.0000 0.0000out TSS 36 15.3056 6.6540 1.1090Difference 36 77.6944 6.6540 1.1090
95% lower bound for mean difference: 75.8207T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 70.06 P-Value = 0.000
Results for: Worksheet 4Paired T-Test and CI: in NH3, out NH3 Paired T for in NH3 - out NH3
N Mean StDev SE Meanin NH3 34 23.3700 0.0000 0.0000out NH3 34 6.1800 4.9210 0.8439Difference 34 17.1900 4.9210 0.8439
95% lower bound for mean difference: 15.7617T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 20.37 P-Value = 0.000
Results for: Worksheet 5Paired T-Test and CI: in PO4, out PO4 Paired T for in PO4 - out PO4
N Mean StDev SE Meanin PO4 34 3.53000 0.00000 0.00000
out PO4 34 0.59951 0.21245 0.03643Difference 34 2.93049 0.21245 0.03643
95% lower bound for mean difference: 2.86883T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 80.43 P-Value = 0.000
Results for: Worksheet 1One-Sample T: out BOD
Test of mu = 30 vs < 30
95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout BOD 36 20.3556 6.3239 1.0540 22.1363 -9.15 0.000
Results for: Worksheet 2One-Sample T: out COD
Test of mu = 80 vs < 80
95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout COD 36 42.7164 13.1492 2.1915 46.4191 -17.01 0.000
Results for: Worksheet 3One-Sample T: out TSS
Test of mu = 30 vs < 30
95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout TSS 36 15.3056 6.6540 1.1090 17.1793 -13.25 0.000
Results for: Worksheet 4One-Sample T: out NH3
Test of mu = 0.1 vs < 0.1
95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout NH3 34 6.18000 4.92098 0.84394 7.60826 7.20 1.000
Results for: Worksheet 5One-Sample T: out PO4
Test of mu = 2 vs < 2
95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout PO4 34 0.599506 0.212451 0.036435 0.661167 -38.44 0.000
Lampiran 9Rekapitulasi Biaya Pengelolaan IPAL RS. Telogorejo per Bulan
Tahun Bulan
Rincian Biaya (Rp)
O&P listrik+air SDM total
2005 Jan 1244745 3684067.9 4502282 9431094.69
Feb 1864041 3363308.58 4518757 9746106.18
Mar 4320420 3666990.4 4506492 12493902.6
Apr 3859086 3571455.63 4578455 12008995.9
May 620591.7 3684067.9 4456310 8760969.32
Jun 954604.9 3571455.63 4480603 9006663.83
Jul 3436113 3666990.4 4313678 11416781.8
Aug 1075524 3684067.9 4445013 9204604.84
Sep 726330.5 3571455.63 4594008 8891794.38
Oct 452250 3666990.4 4228323 8347563.68
Nov 970336.6 3571455.63 4438623 8980415.46
Dec 1589627 3684067.9 4313788 9587483.29
Jumlah tahun 2005 21113669 43386373.9 53376334 117876376
2006 Jan 3135575 3666990.4 4760541 11563105.7
Feb 460551.6 3363308.58 4680966 8504825.81
Mar 5616999 3684067.9 4328133 13629199.8
Apr 6842830 3571455.63 3916788 14331074
May 479304 3666990.4 3724231 7870525.78
Jun 731158.6 3571455.63 3696194 7998808.45
Jul 730254.1 3684067.9 3662839 8077161.15
Aug 352798.6 3666990.4 3693414 7713203.23
Sep 9294404 3571455.63 3849219 16715078.8
Oct 2694415 3684067.9 3545619 9924101.94
Nov 408721.7 3571455.63 4135549 8115726.49
Dec 2185188 3666990.4 3956044 9808222.88
Jumlah tahun 2006 32932199 43369296.4 47949538 124251034
2007 Jan 483166 3684067.9 4602534 8769767.9
Feb 1993025 3363308.58 4535264 9891597.6
Mar 989753.2 3666990.4 4258135 8914878.58
Apr 553608.2 3571455.63 4623566 8748629.8
May 1551071 3684067.9 4216791 9451929.82
Jun 2091439 3571455.63 4926458 10589352.8
Jul 3279603 3666990.4 3991073 10937666.7
Aug 918755.4 3684067.9 3990168 8592991.29
Sep 1624853 3571455.63 4290141 9486449.73
Oct 1957457 3666990.4 4114148 9738595.3
Nov 2941862 3571455.63 4504143 11017460.5
Dec 1905020 3684067.9 4602454 10191542.2
Jumlah tahun 2007 20289613 43386373.9 52654875 116330862Sumber : Lampiran 7 dan Data Personalia RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 (diolah)
Lampiran 10Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana antara Biaya Penurunan Parameter dengan Penurunan Konsentrasi Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang.
Regression Analysis: penurunan BOD versus biaya penurunan BOD
The regression equation ispenurunan BOD = 44.2 - 246 biaya penurunan BOD
Predictor Coef SE Coef T PConstant 44.186 1.496 29.54 0.000biaya penurunan BOD -246.11 30.57 -8.05 0.000
S = 3.76340 R-Sq = 65.6% R-Sq(adj) = 64.6%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 1 918.14 918.14 64.83 0.000Residual Error 34 481.55 14.16Total 35 1399.69
Unusual Observations
biaya penurunanObs BOD peuurunan BOD Fit SE Fit Residual St Resid12 0.084 15.610 23.513 1.363 -7.903 -2.25R16 0.149 12.610 7.516 3.258 5.094 2.70RX21 0.055 38.610 30.650 0.706 7.960 2.15R
R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: penurunan COD versus biaya penurunan COD
The regression equation ispenurunan COD = 129 - 2602 biaya penurunan COD
Predictor Coef SE Coef T PConstant 128.757 5.043 25.53 0.000biaya penurunan COD -2601.6 301.9 -8.62 0.000
S = 7.48634 R-Sq = 69.2% R-Sq(adj) = 68.3%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 1 4162.3 4162.3 74.27 0.000Residual Error 33 1849.5 56.0Total 34 6011.8
Unusual Observations
biaya penurunanObs COD penurunan COD Fit SE Fit Residual St Resid12 0.0290 45.34 53.31 4.07 -7.97 -1.27 X16 0.0310 60.35 48.11 4.65 12.24 2.09RX
R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: penurunan TSS versus biaya penurunan TSS
The regression equation ispenurunan TSS = 94.5 - 877 biaya penurunan TSS
Predictor Coef SE Coef T PConstant 94.470 3.113 30.35 0.000biaya penurunan TSS -876.9 172.7 -5.08 0.000
S = 3.85251 R-Sq = 45.4% R-Sq(adj) = 43.7%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 1 382.87 382.87 25.80 0.000Residual Error 31 460.10 14.84Total 32 842.97
Unusual Observations
biaya penurunanObs TSS penurunan TSS Fit SE Fit Residual St Resid18 0.0340 63.000 64.654 2.909 -1.654 -0.65 X
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: penurunan NH3 versus biaya penurunan NH3
The regression equation ispenurunan NH3 = 26.6 - 106 biaya penurunan NH3
Predictor Coef SE Coef T PConstant 26.591 1.076 24.70 0.000biaya penurunan NH3 -106.01 11.08 -9.57 0.000
S = 2.50067 R-Sq = 74.1% R-Sq(adj) = 73.3%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 1 572.16 572.16 91.50 0.000Residual Error 32 200.11 6.25Total 33 772.26
Unusual Observations
biaya penurunanObs NH3 penurunan NH3 Fit SE Fit Residual St Resid24 0.208 10.000 4.542 1.386 5.458 2.62RX36 0.187 7.000 6.768 1.167 0.232 0.10 X
R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: penurunan PO4 versus biaya penurunan PO4
The regression equation ispenurunan PO4 = 3.47 - 1.15 biaya penurunan PO4
Predictor Coef SE Coef T PConstant 3.4743 0.1688 20.58 0.000biaya penurunan PO4 -1.1546 0.3521 -3.28 0.003
S = 0.186958 R-Sq = 25.1% R-Sq(adj) = 22.8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 1 0.37577 0.37577 10.75 0.003Residual Error 32 1.11851 0.03495Total 33 1.49427
Unusual Observations
biaya penurunanObs PO4 penurunan PO4 Fit SE Fit Residual St Resid19 0.704 2.6600 2.6612 0.0883 -0.0012 -0.01 X24 0.786 2.7200 2.5667 0.1156 0.1533 1.04 X
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Residual
Per
cent
1050-5-10
99
90
50
10
1
Fitted Value
Res
idua
l
40302010
10
5
0
-5
-10
Residual
Freq
uen
cy
840-4-8
8
6
4
2
0
Observation Order
Re
sidu
al35302520151051
10
5
0
-5
-10
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for penurunan BOD
SRES1
Pe
rcen
t
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
0.03428StDev 1.083N 36KS 0.095P-Value
Probability Plot of SRES1Normal
Residual
Per
cent
20100-10-20
99
90
50
10
1
Fitted Value
Res
idua
l
1007550
10
0
-10
Residual
Freq
uen
cy
151050-5-10
8
6
4
2
0
Observation Order
Re
sidu
al35302520151051
10
0
-10
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for penurunan COD
SRES3
Pe
rcen
t
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
0.006630StDev 1.033N 35KS 0.102P-Value
Probability Plot of SRES3Normal
Residual
Per
cent
1050-5-10
99
90
50
10
1
Fitted Value
Res
idua
l
8580757065
6
3
0
-3
-6
Residual
Freq
uen
cy
420-2-4-6
4.8
3.6
2.4
1.2
0.0
Observation Order
Re
sidu
al302520151051
6
3
0
-3
-6
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for penurunan TSS
SRES6
Pe
rcen
t
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
0.118
-0.005299StDev 1.005N 33KS 0.136P-Value
Probability Plot of SRES6Normal
Residual
Per
cent
5.02.50.0-2.5-5.0
99
90
50
10
1
Fitted Value
Res
idua
l
2015105
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Residual
Fre
quen
cy
420-2-4
6.0
4.5
3.0
1.5
0.0
Observation Order
Re
sidu
al
35302520151051
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for penurunan NH3
SRES7
Pe
rcen
t
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
>0.150
0.01337StDev 1.035N 34KS 0.092P-Value
Probability Plot of SRES7Normal
Residual
Per
cent
0.500.250.00-0.25-0.50
99
90
50
10
1
Fitted Value
Res
idua
l
3.02.92.82.72.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
Residual
Freq
uen
cy
0.30.20.10.0-0.1-0.2-0.3
8
6
4
2
0
Observation Order
Re
sidu
al35302520151051
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data
Residual Plots for penurunan PO4
SRES8
Pe
rcen
t
3210-1-2-3
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
0.035
0.005551StDev 1.011N 34KS 0.160P-Value
Probability Plot of SRES8Normal
LAMPIRAN 11KUESIONER PENELITIAN
PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAPPENGELOLAAN LIMBAH RS. TELOGOREJO SEMARANG
Selamat pagi, siang ataupun sore kepada Bapak/Ibu warga kawasan Anggrek. Saya adalah Kamila Haqq, mahasiswa S1 Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, yang saat ini sedang melakukan penelitian di RS. Telogorejo Semarang, dengan judul penelitian : Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan penelitian saya. Mohon jawab pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan sejujur-jujurnya.
No. Responden : …….Jenis Kelamin : P/W*)
Umur : ……thnPendidikan :……………..Pekerjaan : ………………………………………..Pendapatan Keluarga*) : 1. ≥500000-750000 3. >1000001-1500000
2. >750001-1000000 4. >1500001Jarak rumah dengan RS : ……meterLama Tinggal : ……thn
Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda silang (X)!1. Apakah anda mengetahui apa itu limbah?
a. Ya b. tidak Jika ‘ya’, lanjutkan ke pertanyaan berikut!
2. Apakah anda mengetahui dampak dari adanya limbah rumah sakit?a. Ya b. tidak
3. Apakah selama tinggal di sekitar RS Anda pernah merasakan bau tidak sedap?a. Pernah b. tidak
4. Jika pernah merasa bau, apakah Anda merasa terganggu?a. Ya Tidak
5. Apakah Anda mengetahui bahwa RS. Telogorejo memiliki pengelolaan limbah?a. Tahu b. Tidak tahu
6. Menurut anda apakah pengelolaan limbah di RS. Telogorejo sudah memiliki hasil yang positif?a. Sudah b. Belum
7. Bagaimana penilaian anda mengenai pengelolaan limbah RS. Telogorejo sejauh ini?a. Sudah Baik b. Belum Baik
*)Pilih salah satu
- Terima Kasih –
Best Regards,Kamila
Lampiran 13Foto-foto Hasil Pengamatan Lapang di RS. Telogorejo Semarang
Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23Tempat Sampah Domestik Tempat Sampah Klinis (samping)Tempat Sampah
Klinis (atas)
Gambar 24 Gambar 25Gerbang Tempat Pembuangan Sementara Instalasi Pengolahan Air Limbah
Gambar 26 Gambar 27Biodetox IPAL Kolam indikator untuk IPAL
top related