Transcript
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
1/22
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENENTUAN MINIMUM
INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI SUATU SEDIAAN UJI
YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK
Kelompok 1
260110140078 Ayu Apriliani Tujuan, Prinsip, Prosedur
Alat bahan, Simpulan,
Revisi,dan Kirim.
260110140079 Putri Raraswati Teori Dasar
260110140080 Ummi Habibah Data Pengamatan
260110140081 Ayyu Widyazmara Pembahasan
260110140082 Anggia D. Amaliah Teori Dasar
260110140083 Siti Nurrohmah Pembahasan
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : RABU, 7 OKTOBER 2015
ASISTEN :1. BETHARY K
2. HIMMATUL ULYA
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI PENYAKIT INFEKSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
2/22
I. Tujuan
Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji terhadao
bakteri gram positif maupun gram negative, dengan menggunakan metoda MIC
cair atau MIC padat.
II. Prinsip
1. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Konsentrasi terendah obat tersebut
yang masih mampu mengahambat pertumbuhan organisme ( yang tampak baik
dengan mata atau instrumen) (Sacher, 2000).
2. Makrodilusi Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba yang di uji, dengan ukuran volume bisa lebih
dari 1 mL (Lay, 1994)..
3. Pertumbuhan Bakteri. Perbanyakan sel dan peningkatan ukuran populasi yang
di tandai dengan adanya kekeruhan pada media cair (Schlegel, 1994).
4. Teknik Aseptis Proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari
mikroba kontaminan, teknik aseptis digunakan sepanjang percobaan
berlangsung, baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan (Anton,
2008).
III. Teori Dasar
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain
mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi
rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan
fungi(Koolman & Roehm, 2005 ).
Berdasarkan ketahanan suatu mikroba terhadap antibiotika, maka
antibiotika dapat digolongkan menjadi :
a.
Bakteriostatik, yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan bakteri.
b.
Bakteriosida, yaitu antibiotika yang membunuh bakteri (Wahyuni, 2005).
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
3/22
Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki
spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino
ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah
bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia,
mycoplasma, bahkan rickettsia. Generasi pertama meliputi tetrasiklin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari
sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki
karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume
distribusi yartg lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas
lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam).
Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadapstafilokokus yang resisten terhadap
tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, En-
terococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif ( Boyd,
1980).
Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan
dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pada dasarnya,
antibiotik tetrasiklin ini berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri atau
bakterisidal. Kemampuan antibiotic tetrasiklin untuk mencegah dan menekan
hidup bakteri agar tidak berkembang di dalam tubuh secara sporadis. Antibiotic
tetrasiklin ini di buat dari senyawa yang diambil dari inang bakteri yaitu dari
kelompol Stretomyces. Antibiotik tetrasiklin kini dijadikan obat modern untuk
membantu dalam menekan pertumbuhan dan penyebaran bakteri didalam tubuh.
Cara kerja dari antibiotik tetrasiklin ini adalah dengan menghambat proses sintesis
protein dari bakteri yang menyerang dalam tubuh. Akibatnya bakteri tidak dapat
tumbuh dan berkembang didalam tubuh. Ini menyebabkan pola destruktif
terhadap bakteri tersebut ( Anne Ahira, 2009).
Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri / kuman
uji dengan kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan diuji pada
konsentrasi yang semakin kecil.Kepekaan bahan uji terhadap bahan anti-bakteri
ditentukan dengan pengamatan secara makroskopis setelah masa inkubasi
http://um.ac.id/http://um.ac.id/http://um.ac.id/http://um.ac.id/7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
4/22
berakhir yaitu dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan koloni kuman / bakteri
uji dalam tabung ( medium cair ) yang ditandai keruhnya medium cair yang
dipakai (Pelczar, 1988).
Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC
(Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika
atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai
MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC
dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas
dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas
mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas
dari bakteri akan semakin besar (Jawetz et al.,1996).
Secara umum untuk penentuan MIC, pengenceran antimikroba dilakukan
dengan penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5,
0,25 g/ml konsentrasi terendah yang menunjukan hambatan pertumbuhan
dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomatis dan otomatis,
disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/MIC (Unila, 2015).
MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk
mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan
dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah
antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah
antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain
dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda
dalam hal sensitivitasnya (Greenwood, 1995).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambatan dan harus
dikontrol adalah :
a.
Konsentrasi mikroba pada permukaan medium. Semakin tinggi konsentrasi
mikroba maka zona penghambatan akan semakin kecil.
b.
Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium pada cawan
petri maka zona penghambatan akan semakin kecil.
c. Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi
asam dan beberapa basa kondisi alkali/basa.
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
5/22
d.
Kondisi aerob/anaerob. Beberapa antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi
aerob dan yang lainnya pada kondisi aerob (Greenwood, 1995)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah
anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar,
Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning.
Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.
Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat
mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosa (Todar, 2002).
Suhu optimum untuk pertumbuhan staphylococcus aureus adalah 35037 0
C dengan suhu minimum 6,7 0 C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat tumbuh pada
pH 4,0 9,8 dengan pH optimum 7,0 7,5. Staphylococcus aureus hidup sebagai
saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan
hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu
batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan
kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus
juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul,
meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan
(Rahayu, 2007).
IV. Alat dan Bahan
Alat
1. Cawan petri
2. Inkubator
3.
Labu ukur 100 ml
4. Mortir dan stamfer
5.
Ose dan pembakar spirtus
6. Rak tabung
7. Tabung reaksi besar dan kecil
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
6/22
8.
Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml
Bahan
1.
Air suling
2. Berbagai suspensi bakteri Gram positif maupun Gram negative
3. Pelarut sediaan uji
4. Sediaan uji
5. Nutrient Agar (NA)
6.
Nutrient Broth (NB) double strength
7. Nutrient Broth (NB)
Gambar Alat
Cawan Petri Inkubator Labu Ukur
Mortir dan Stamper Ose Pembakar spritus
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
7/22
Rak Tabung Tabung Reaksi
Volume Pipet
V. Prosedur
Metode cair
Dimasukkan sediaan uji ke dalam labu ukur, dilarutkan dengan sedikit pelarutnya.
Kemudian ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji
berbentuk padat, gerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukan dalam labu ukur.
Direncanakan pengenceran dan hitung konsentrasi campuran pada masing-
masing tabung besar dan tabung-tabung kecil. Dibuat pengenceran bertingkat
larutan sediaan uji dengan air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar. Diisi
tabung reaksi kecil pertama dengan 1 ml NB double strength, sedangkan tabung-
tabung reaksi selanjutnya dengan 1 ml NB biasa. Dipipet 1 ml hasil pengenceran
terakhir ke dalam tabung 1 berisi NB double strength, kocok sampai homogen.
Dipipet1 ml campuran dari tabung 1 ke tabung 2, kocok sampai homogen.
Diulangi langkah tersebut sampai tabung terakhir. Dibuang 1 ml campuran dari
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
8/22
tabung terakhir. Ditambahkan 1 ose bakteri ke dalam masing-masing tabung kecil,
dikocok sampai homogen. Dibuat1 kontrol postif dan 1 kontrol negatif. Kontrol
positif terdiri dari 1 ml NB dan 1 ose bakteri. Kontrol negatif hanya berisi 1 ml
NB. Diinkubasikan semua tabung kecil pada suhu 37 C selama 18-24 jam,
diamati kekeruhan yang terjadi, dibandingkan dengan kontrol positif dan negative.
Ditentukan dimana MIC nya. MIC terletak pada tabung bening yang terakhir, atau
sebelum tabung keruh pertama.
Metode Padat
Dimasukkan sediaan uji ke dalam labu ukur, dilarutkan dengan sedikit pelarutnya.
Kemudian ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji
berbentuk padat, gerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu
ukur. Direncanakan pengenceran dan hitung konsentnsi campuran pada masing-
masing tabung besar dan cawan-cawan petri. Dibuat pengenceran bertingkat
larutan sediaan uji dengan air suling dalam tabung-tabung reaksi besar. Dibagi
permukaan dasar cawan menjadi area-area sama besar. Diberi label nama bakteri
yang akan digunakan pada setiap area. Dipipet 1 ml masing-masing pengenceran
ke dalam cawan-cawan petri. Ditambahkan 19 ml NA cair bersuhu 40-500 C,
digoyangkan beberapa saat, lalu diamkan sampai membeku. Digoreskan masing-
masing bakteri pada area yang terpisah dengan menggunakan ose. Dibuat Kontrol
positif yang terdiri dari 20 ml NA dalam cawan petri, yang digores oleh bakteri-
bakteri yang digunakan di area yang terpisah. Diinkubasikan semua cawan petri
pada suhu 37 C selama 18-24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri dari koloni-
koloni yang tampak. Dibandingkan morfologi koloni-koloni tersebut dengan
kontrol positif. Ditentukan dimana MIC nya. MIC terletak pada cawan petri
terakhir yang tidak tampak koloni bakteri.
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
9/22
VI. Data Pengamatan
TETRASIKLIN
Kadar awal = 2500
Pengenceran dengan 3 konsentrasi (500
; 250
; 125
)
Dilakukan pada tempat tabung besar
1.
Konsentrasi : 500
Ket : - antibiotik 2 ml
-8 ml aquadest
2. Konsentrasi : 250
Ket : - antibiotik 2 ml
-2 ml aquadest
3.
Konsentrasi : 125
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
10/22
Ket : - antibiotik 2 ml
-2 ml aquadest
Dilakukan Tabung kecil
Dari hasil pengenceran terakhir dilakukan kembali pengenceran berantai
Konsentrasi terakhir : 125
Pengenceran berantai dilakukan dengan cara pengambilan 1 ml dari tabung
sebelumnya
1. Tabung A
2.
Tabung B
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
11/22
3.
Tabung C
4. Tabung D
5.
Tabung E
6.
Tabung F
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
12/22
TABEL PENGAMATAN
1.
Metode cair
Ket: DS = double strength
SS = singel strength
No. TABUNG KONSENTRASI HASIL GAMBAR
1. DS bening
2. SS bening
3. SS bening
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
13/22
4. SS bening
5. SS bening
6. SS bening
2. Metode padat
CAWAN KONSENTRASI HASIL GAMBAR
1. Tidak ada pertumbuhan
bakteri
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
14/22
Kontrol negative (-)
2. Tidak ada pertumbuhan
bakteri
3.
Tidak ada pertumbuhan
bakteri
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
15/22
Kontrol positive (+)
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui minimum inhibitory
concentration (MIC) dari suatu sediaan uji yang berpotensi sebagai antibiotik.
MIC adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Tujuan praktikum kali ini adalah
untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Bakteri yang
digunakan kali ini adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus (S.
aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat
aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m.
Sedangkan antibiotik yang digunakan adalah tetrasiklin, tetrasiklin banyak
digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebaban oleh beberapa jenis bakteri
gram positif dan gram negatif. atau merupakan salah satu obat antibakteri yang
menghambat sintesis protein mikroba
Pada praktikum kali ini ada dua metode yang digunakan untuk penentuan
konsentrasi terendah pertumbuhan bakteri, yaitu metode MIC cair dan metode
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
16/22
MIC padat. Metode MIC cair adalah pengujian MIC dengan menggunakan media
yang cair, pada praktikum kali ini media yang digunakan adalah NB (Nutrient
Broth) merupakan medium yang berwarna coklat dengan bahan dasar adalah
ekstrak beef dan peptone yang memiliki konsistensi yang cair dimana medium ini
berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan
bakteri. Metode MIC padat adalah pengujian MIC dengan menggunakan media
yang padat, pada praktikum kali ini media yang digunakan adalah NA (Nutrient
Agar) yang merupakan suatu medium yang berbentuk padat, yang merupakan
perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa kimia. NA dibuat dari
campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan agar sebagai
pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya yang
mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga
tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme.
Sebelum melakukan percobaan ini, semua peralatan percobaan harus
disterilisasikan untuk memastikan peralatan benar-benar bersih dan hasil
percobaan tidak dipengaruhi oleh mikroba yang mungkin terdapat di atas
permukaan peralatan.
Pada kedua metode ini, dilakukan pengenceran tetrasiklin sebanyak 3 kali.
Tetrasiklin yang digunakan untuk pengenceran pada awalnya memiliki
konsentrasi 2500 g/ml, dan akan dilakukan pengenceran sebanyak 3 kali dari
konsentrasi 500 g/ml, 250 g/ml, dan 125 g/ml. Setelah dilakukan perhitungan
dan rencana pengenceran, pada pengenceran pertama dicampurkan 2 ml larutan
tetrasiklin lalu ditambahkan 8 ml aquadest pada tabung reaksi besar maka
konsentrasi hasil pengenceran pertama adalah 500 g/ml. Dari hasil rencana
pengenceran, pengenceran kedua dibuat konsentrasi 250 g/ml maka diambil 2 ml
tetrasiklin hasil pengenceran pertama lalu ditambahkan 2 ml aquadest pada tabung
reaksi besar. Setelah itu dilakukan pengenceran ketiga, dengan mencampurkan 2
ml tetrasiklin hasil pengenceran kedua ditambahkan 2 ml aquadest maka hasil
pengenceran ke tiga konsentrasinya adalah 125 g/ml.
- Metode cair
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
17/22
Setelah dilakukan pengenceran, disiapkan 6 tabung reaksi kecil untuk
media pertumbuhan bakteri yang akan diuji. Dalam masing-masing tabung reaksi
kecil tersebut diisi dengan Nutrient Broth 2 ml sebagai nutrisi pertumbuhan
bakteri. Nutrient Broth yang digunakan adalah Nutrient Broth biasa dengan
Nutrient Broth double strength. Perbedaan Nutrient Broth biasa dengan Nutrient
Broth double strength adalah konsentrasi dariNutrient Broth. Pada tabung 1 diisi
dengan Nutrient Broth double strength agar pertumbuhan bakteri di tabung ini
sangat banyak sehingga saat dipindahkan ke tabung 2 dan seterusnya bakteri tetap
tumbuh dengan baik. Pada tabung reaksi kecil 2 hingga 6 diisi dengan Nutrient
Brothbiasa. Perlakukan seperti ini bertujuan untuk membuat konsentrasiNutrient
Broth dari tabung 1 hingga tabung 6 sama. Setelah itu dimsukan 1 ml tetrasiklin
hasil pengenceran ketiga kedalam tabung reaksi kecil 1 yang sudah diisi Nutrient
Broth double strength terlebih dahulu lalu dikocok agar Nutrient Broth double
strength dengan larutan tetrasiklin homogen. Selanjutnya dari tabung pertama
diambil 1 ml dan dimasukkan ketabung 2 yang telah lebih dahulu diisi Nutrient
Brothbiasa. Perlakuan ini dilakukan hingga tabung ke 6 dan 1 ml dari tabung ke 6
dibuang ke larutan desinfektan agar konsentrasi tabung 1 hingga tabung 6 sama.
Setelah itu masukkan bakteri dengan menggunakan kawat ose yang telah di
fiksasi. Kawat ose yang telah di fiksasi dimasukkan kedalam suspense bakteri lalu
dimasukkan kedalam media pertumbuhan bakteri yang telah di tambah antibiotik
tetrasiklin. Pada praktikum kali ini pekerjaan harus aseptis agar tidak ada
kontaminasi dari luar. Setelah pengolesan bakteri tabung reaksi di simpan di
incubator selama 18 24 jam.
Setelah diinkubasi selama 18
24 jam dapat dilihat bahwa pada tabung 1
hingga tabung 6 tidak tumbuh bakteri, hal ini di sebabkan karena konsentrasi
tetrasiklin dalam tabung 1 adalah 62,5 g/ml, tabung 2 adalah 31,25 g/ml,
tabung 3 adalah 15,625 g/ml, tabung 4 adalah 7,8125 g/ml, tabung 5 adalah
3,9062 g/ml dan tabung 6 adalah 1,9531 g/ml. Sedangkan konsentrasi
minimum tetrasiklin terhadap mikroba adalah 0,24 g/ml.
- Metode padat
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
18/22
Disiapkan 3 buah cawan petri yang telah disterilisasi sebagai alat untuk
penyimpanan media yaitu Nutrient Agar. Tetrasiklin yang telah diencerkan dalam
3 tabung besar dituangkan kedalam 3 cawan petri masing-masing 1 ml, kemudian
kedalam cawan perti tersebut ditambahkan 20 ml Nutrient Agar cair bersuhu 400-
500C karena jika dibawah suhu tersebut, nutrien agar akan membeku dan tidak
bisa dituang. Cawan petri tersebut digoyang-goyangkan sampai nutrient agar
tersebar rata dan bercampur dengan antibiotic, medium ini harus tercampur
sempurna, agar pertumbuhan pada bakteri yang dapat tumbuhdapat tersebar
merata. Lalu mendiamkannya sampai terbentuk agar padat, saat menunggu
nutrient agar menjadi agar padat harus didiamkan dalam keadaan aseptis.
Penggunaan cawan petri tidak boleh dibiarkan terbuka lebar, karena ditakutkan
cawan akan terkontaminasi oleh udara luar jika dibiarkan terbuka. Setelah nutrien
agar membeku, bakteri digoreskan pada cawan petri menggunakan ose yang telah
difiksasi sebelumnya suspense bakteri dikocok terlebih dahulu agar bakteri yang
diambil benar-benar baterinya bukan hanya pelarutnya saja. Percobaan harus
dilakukan secara aseptis yaitu bekerja dekat api, hal ini bertujuan agar bakteri uji
yang digunakan tidak terkontaminasi dengan bakteri yang lain.
Penggoresan harus dilakukan secara hati-hati, supaya medium padat tidak
rusak, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang dapat tumbuh.
Setelah itu, cawan petri inidiinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam. Proses
inkubasi dilakukan untuk menciptakan suasana ideal dalam proses pembiakan
bakteri sehingga proses dapat berlangsung maksimal. Waktu 18-24 jam ditentukan
karena pada rentang waktu tersebut bakteri berada pada fase perkembangbiakan
optimal atau fase logaritma.
Setelah diinkubasi selama 18-24 jam dapat diamati dari hasil goresan
bakteri dan dibandingkan dengan control negative dan control positif, tidak
terdapat tanda-tanda pertumbuhan bakteri pada goresan tersebut, baik dari cawan
yang berisi antibiotic dengan konsentrasi 500 g/ml, 250 g/ml, dan 125 g/ml
yang menandakan bakteri tidak dapat tumbuh pada konsentrasi tersebut, dengan
demikian tidak terdapat MIC dari tetrasiklin tidak dapat dilakukan pada
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
19/22
konsentrasi tersebut. Karena dalam farmakope Indonesia pun, konsentrasi
terendah (MIC) dari tetrasiklin adalah 0,24 g/ml.
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
20/22
VIII. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dalam penentuan MIC menggunakan
larutan antibiotik tetrasiklin dan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan
media cair nutrien broth dan media padat nutrien agar dihasilkan MIC 0,24 g/ml
dikarenakan pada konsentrasi 62,5 g/ml sampai 1,9531 g/ml tidak didapatkan
pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan tidak adanya kekeruhan untuk metode
cair..
7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
21/22
DAFTAR PUSTAKA
Anne Ahira. 2009. Antibiotika Tetrasiklin. Tersedia online di
http://www.anneahira.com/antibiotictetrasiklin.html[ diakses pada 09
Oktober 2015].
Anton, W. 2008. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Brawijaya
Boyd, Robert F., 1988. General Microbiology. Second Edition. Times
Mirror/Mosby College Publishing.
Greenwood. 1995. Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial and
Chemoteraphy.USA : McGraw Hill Company.
Jawetz et. al. 1996.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : EGC.
Koolman J, Roehm KH. 2005. Color atlas of biochemistry 2nd ed. New York :
Thieme.
Lay. B. W. 1994. Analisis Mikrobiologi da Laboraorium. Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Pelczar, Michael, J., dan E.C.S. Chan. 1986.Dasar-dasar Mikrobiologi I.
UI Press, Jakarta.
Rahayu, I. D. 2007. The sensitivity of Staphylococcus aureus as Mastitis Pathogen
Bacteria.Jurnal Protein, Vol 14, No 1, pp : 31-36.
Sacher, R. A., McPherson, R. A., Campos, J. M., & Widmann, F. K.
2000.Widmann's clinical interpretation of laboratory tests. FA Davis.
Schlegel HG dan Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi ke kenam. Alih
Bahasa: Baskoro T. UGM-Press: Yogyakarta.
Soleha, Tri Umiana. 2015.Uji Kepekaan terhadap Antibiotik. Juke Unila. Vol 5
No. 9.
Todar, K. 2002. Staphylococcus. Available online athttp://www.bact.wisc.edu/ .
[Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015].
http://www.anneahira.com/antibiotictetrasiklin.htmlhttp://www.anneahira.com/antibiotictetrasiklin.htmlhttp://www.bact.wisc.edu/http://www.bact.wisc.edu/http://www.bact.wisc.edu/http://www.bact.wisc.edu/http://www.bact.wisc.edu/http://www.bact.wisc.edu/http://www.anneahira.com/antibiotictetrasiklin.html7/24/2019 78-83_Minimum Inhibitory Concentration
22/22
Wahyuni, AETH., Wibawan, WT dan Wibowo, MH., 2005. Karakterisasi Hemaglutinin
Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis
Subklinis Pada Sapi Perah.J. Sain Vet. Vol 2.
top related