Transcript
PERBANDINGAN PENAMBAHAN
MIDAZOLAM 1 MG DAN MIDAZOLAM 2 MG PADA
BUPIVAKAIN 15 MG HIPERBARIK TERHADAP LAMA KERJA BLOKADE
SENSORIK ANESTESI SPINAL
TESIS
Oleh
dr. FREDDY T.M. NAIBORHU
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2009
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
PERBANDINGAN PENAMBAHAN MIDAZOLAM 1 MG DAN MIDAZOLAM 2 MG PADA BUPIVAKAIN 15 MG HIPERBARIK TERHADAP LAMA KERJA BLOKADE
SENSORIK ANESTESI SPINAL
TESIS
FREDDY T.M. NAIBORHU
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Asmin Lubis, DAF SpAn Dr. Yutu Solihat, SpAn KAKV
NIP. 130 701 881 NIP. 140 202 538
Ketua Penguji Sekretaris Penguji
Dr. A.Sani P. Nasution SpAn KIC Dr. Nazaruddin Umar SpAn KNA
NIP. 130 702 290 NIP. 130 905 364
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi Anestesiologi dan Reanimasi
FK USU/ RSUP HAM Medan FK USU/RSUP HAM Medan
Dr. Hasanul Arifin, SpAn Prof.Dr Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC
NIP. 130 702 001 NIP. 130 900 680
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
PERBANDINGAN PENAMBAHAN
MIDAZOLAM 1 MG DAN MIDAZOLAM 2 MG PADA BUPIVAKAIN 15 MG HIPERBARIK TERHADAP LAMA KERJA BLOKADE SENSORIK ANESTESI
SPINAL
TESIS
Oleh
dr. FREDDY T.M. NAIBORHU
Pembimbing I : Dr. Asmin Lubis, DAF SpAn
Pembimbing II : Dr. Yutu Solihat, SpAn KAKV
Tesis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi
Departemen / SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP. H. Adam Malik
Medan
2009
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan karena atas karunia-Nya saya
berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian
ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan keahlian di bidang Anestesiologi.
Semoga karya tulis ini merupakan sumbangsih bagi perkembangan Anestesiologi di Indonesia.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas ini.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas ini.
Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum
Pirngadi Medan, Rumah Sakit Haji Mina Medan yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan Rumah Sakit ini.
Dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih kepada dr. Asmin Lubis, DAF
SpAn dan dr. Yutu Solihat, SpAn KAKV sebagai pembimbing penelitian saya, dimana atas
bimbingan, pengarahan dan sumbang saran yang telah diberikan, saya dapat menyelesaikan
penelitian ini tepat pada waktunya.
Juga dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih kepada Prof. dr.
Achsanuddin Hanafie SpAn KIC, ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Hasanul
Arifin SpAn, sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Nazaruddin Umar,
SpAn KNA sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Akhyar H.
Nasution SpAn KAKV sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Reanimasi atas
nasehat, kesabaran dan keikhlasan telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada saya
selama saya menjalani program pendidikan ini.
Rasa hormat dan terimakasih saya sampaikan kepada guru-guru saya: Dr A. Sani P.
Nasution SpAn KIC, Dr. Chairul Mursin, SpAn, Dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn, Dr. Soejat Harto,
SpAn, Dr Muhammad AR SpAn, Dr. Veronica H.Y, SpAn, KIC, Dr. Tjahaya Indra Utama,
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
SpAn, Dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn, Dr Walman Sitohang SpAn, Dr Tumbur SpAn, Dr
Dadik W.Wijaya SpAn, Dr M. Ihsan SpAn, Dr Guido M Solihin SpAn, dan guru-guru saya
sewaktu saya menjalani program pendidikan di Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya Prof.
dr. Karjadi Wirjoatmojo, SpAn KIC, Prof. dr. Herlien H Megawe, SpAn KIC, Prof. dr Siti
Chasnak Saleh, SpAn KIC, KNA, Prof. DR. dr. Eddy Rahardjo, SpAn KIC, Prof. dr. Sri
Wahjoeningsih, SpAn KIC, Prof. dr. Koeshartono. SpAn KIC PallMed (ECU), Dr. Bambang
Wahjuprajitno, SpAn KIC, dr. Tommy Sunartomo, SpAn KIC, dr. Teguh Sylvaranto, SpAn KIC,
Prof. DR. dr. Nancy Margarita Rehatta, SpAn KNA, dr. Hardiono, SpAn. KIC, dr. Herdy
Sulistyono, SpAn. KIC, dr. Elizeus Hanindito, SpAn. KIC, dr. Hari Anggono D, SpAn. KIC, Dr.
Puger Rahardjo, SpAn, KIC dan lain-lain baik di Fakultas Kedokteran USU Medan maupun di
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan
kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M,Kes yang
telah meluangkan sebagai pembimbing metode penelitian dan analisa statistik pada penelitian ini
yang banyak memberikan masukan, arahan, kritikan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP.H. Adam Malik Medan, RS Haji Medan ,RS
Pirngadi Medan dan RSU Dr. Soetomo Surabaya yang besar perannya sebagai guru kedua saya
dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang berperan serta dalam penelitian ini, rasa
sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya
dapatkan dan pelajari, saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang
berkenan di hati.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh teman-teman Program
Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi, karyawan, paramedis Anestesiologi
dan Reanimasi FK USU dan FK Unair yang telah banyak membantu dan memberi semangat
dalam penyelesaian program pendidikan dan penelitian ini.
Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan
kepada orang tua saya tercinta, Bapak dr A. Naiborhu MSc (alm), dan ibu saya A. br Marpaung
atas segala jeri payah, pengorbanan, doa, dan kasih sayang beliau berdua dalam mengasuh,
membesarkan dan membimbing saya dengan keringat dan air mata.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Dari hati yang tulus saya mengucapkan terimakasih yang tak terkira kepada isteriku
tercinta dra Merly Samosir dan anakku tersayang Jeremias Almendo Naiborhu atas pengertian,
doa, dorongan semangat, kesabaran, dan kesetiaan yang tulus dalam suka dan duka mendampingi
saya selama pendidikan yang panjang dan cukup melelahkan.
Akhirnya hanya kepada Tuhan segala pujian dan ucapan syukur, semoga kita semua
senantiasa diberi karuniaNya.
Medan, Mei 2009
Dr. Freddy Naiborhu
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..i
DAFTAR ISI.. iv
DAFTAR TABEL.. ix
DAFTAR GAMBAR......... x
DAFTAR LAMPIRAN...... xi
DAFTAR SINGKATAN.... xii
ABSTRAK...... xiii
ABSTRACT........ xiv
BAB 1
PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah......... 3
1.3 Hipotesis... 3
1.4 Tujuan Penelitian. 3
1.4.1Tujuan Umum... 3
1.4.2Tujuan Khusus...... 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA.................................. 5
2.1 Anestesi Spinal..5
2.2 Anatomi Kolumna Vertebra...... 6
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Obat Anestesi Lokal ....................................7
2.4. Kontraindikasi................. 9
2.5. Anestesi Lokal.......... 10
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
2.5.1. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal.............. 10
2.5.2. Sifat Fisikokimia Obat Anestesi Lokal ....... 10
2.6. Bupivakain................................ .. 11
2.7. Midazolam....................................... 13
2.8. Kerangka Konsep............. 16
BAB 3
METODE PENELITIAN 17
3.1 Desain.. 17
3.2 Tempat dan Waktu... 17
3.2.1 Tempat.. 17
3.2.2 Waktu 17
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian........... 17
3.3.1Populasi ................................................................................. 17
3.3.2 Sampel ...................................................................................... 17
3.4 Estimasi Besar Sampel......... 18
3.5 Kriteria Inkusi dan Eklusi........ 18
3.5.1 Inklusi... 18
3.5.2 Eklusi.... 18
3.6 Inform Consent.... 18
3.7 Cara Kerja.... 19
3.8 Alur Penelitian..... 21
3.9 Identifikasi Variabel......... 21
3.9.1 Variabel Bebas.......... 21
3.9.2 Variable Tergantung....... 21
3.10 Rencana Pengolahan dan Analisa Data.............. 22
3.11 Definisi Operasional....... 22
3.12 Masalah Etika..........24
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 4
HASIL PENELITIAN.. 26
4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian pada Kedua Kelompok................ 26
4.2 Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian.......... 27
4.3. Lama Kerja Blokade Sensorik.................................................................................... 28
4.4. Derajat Sedasi............................................................................. 29
BAB 5
PEMBAHASAN.......... 31
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN............ 33
6.1 Kesimpulan.................. 33
6.2 Saran................ 33
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA........... 34
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Penampang posterior dan lateral kolumna spinalis ................................................... 5
Gambar 2 Rumus bangun Bupivakain ....................................................................................... 12
Gambar 3 Rumus bangun Midazolam ....................................................................................... 13
Gambar 4 GABAa reseptor ...................................................................................................... 14
Gambar 5 GABAa reseptor ........................................................................................................ 15
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian .................................................................. 26
Table 4.2 Jenis Operasi Pada Kedua Kelompok Penelitian .................................................... 27
Table 4.3 Lama Kerja Blokade Sensorik ................................................................................ 28
Table 4.4 Derajat Sedasi Pada Kedua Kelompok ................................................................... 29
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Lama kerja Blokade Sensorik pada kedua kelompok.............................................. 29
Grafik 4.2 Derajat sedasi pada kedua kelompok....................................................................... 30
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Riwayat Hidup Peneliti ....................................................................................... 33
Lampiran 2. Lembaran Penjelasan Kepada Sabjek Penelitian ................................................ 38
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan .............................................................. 41
Lampiran 4. Lembaran Observasi Perioperatif Pasien ............................................................. 42
Lampiran 5. Persetujuan Komisi Etik......................................................................................... 44
Lampiran 6 Daftar Pasien ......................................................................................................... 45
Lampiran 7 Randomisasi Blok Sampel Dan Daftar Sampel .................................................... 46
Lampiran 8. Sebaran Data Hasil Penelitian ................................................................................ 47
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
DAFTAR SINGKATAN
ASA = American Society of Anesthesiologists
BB = Berat Badan
BMI = Body Mass Index
BW = Body Weight
Cm = Concentration Minimum
GABA = Gamma Amino Butyric Acid
IV = Intra Vena
Kg = kilogram
PS = Physical State
SD = Standard Deviasi
VAS = Visual Analog Scale
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Penggunaan midazolam intratekal telah dilaporkan mempunyai kerja antinosisepsi dan sebagai obat analgetik yang efektif pada binatang percobaaan dan manusia. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan lama kerja blokade sensoris dan efek sedasi dari 2 dosis midazolam intratekal yang diberikan sebagai adjuvan pada anestesi spinal dengan Bupivakain.
Metode : Setelah mendapat persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dikumpulkan sebanyak 50 sampel penelitian, umur 18-60 tahun, status fisik ASA I-II, yang menjalani operasi elektif di Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik dan Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara random masing-masing 25 subjek. Kelompok I menggunakan Bupivakain 15 mg ditambah Midazolam 1 mg + 0,2 ml NaCl 0,9 % sedangkan kelompok II menggunakan Bupivakain 15 mg ditambah Midazolam 2 mg. Seluruh subjek diberikan infus cairan Ringer Laktat 15 ml/kgBB 30 menit sebelum dilakukan anestesi spinal dan tidak mendapat premedikasi. Dicatat lama kerja blokade sensorik dan derajat sedasi. Data hasil penelitian diuji dengan uji-t, uji Mann-Whitney, dan Chi-kuadrat.
Hasil : Dari hasil perhitungan statistik, lama kerja blokade sensorik tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg yaitu regresi 2 segmen pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg (160,4 31,4 menit) dibandingkan dengan kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg (198,1 22,5 menit), melalui uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan dengan nilai p = 0,992. Pasien mulai merasakan nyeri ringan VAS 3 pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg tidak berbeda bermakna dibanding kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg. Derajat sedasi pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan bermakna.
Kesimpulan : Lama kerja blokade sensorik dan derajat sedasi pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg dan kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg tidak ada perbedaan bermakna.
Kata kunci : midazolam intratekal, bupivakain, anestesi spinal, visual analog scale, sedasi
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
ABSTRACT
Background and objective : Intrathecal administration of midazolam has been reported to have antinociceptive action, and to be an effective analgesic agent. In this study, we investigated the duration of sensory blockade and sedation effect of 2 doses of intrathecal midazolam as an adjunct to bupivacaine for spinal anesthesia.
Methods : After getting the approval from the ethic committee, fifty patients, ASA physical state 1- 2, aged 18 60 years old, undergoing elective surgery with spinal anesthesia in OR of Adam Malik General Hospital and Dr Pirngadi General Hospital Medan. The sample then divided randomly to two groups with 25 samples each group. Group I by adding 1 mg of midazolam into 15 mg 0,5 % hyperbaric bupivacaine + 0,2 ml saline whereas group II 2 mg midazolam into 15 mg 0,5 % hyperbaric bupivacaine. All patients received equal preloading with 15 ml/kg BW Lactate Ringer infusion a half an hour before spinal anesthesia. No premedication given. The duration of sensory block and sedation level were recorded. The results were analized statistically by using t-test, Mann-Whitney and chi square test.
Result : The statistically calculation showed that the duration of sensory block was not different among the groups. The 2 segment regression in 15 mg 0,5 % hyperbaric Bupivacain + Midazolam 1 mg group and 15 mg 0,5 % hyperbaric Bupivacaine + Midazolam 2 mg group were equal, (160 31,4 min) versus (198,1 22,5min) (p>0,05) . Patients began complaining of mild pain or VAS 3 pain was equal in Midazolam 1 mg group (24069,6 min) compared to Midazolam 2 mg group (25648,7 min)(p>0,05). There were no differences in sedation scale in both groups, p> 0,05.
Conclusion : The duration of sensory block and sedation scale were not different among the groups.
Keywords : intrathecal Midazolam, Bupivacaine, spinal anesthesia, verbal analog scale, sedation.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anestesi regional secara intratekal merupakan suatu alternatif yang dapat diberikan untuk
analgesia selama tindakan operasi dan untuk memberikan analgesia pada periode dini pasca
operasi. (1) Spinal anestesi telah digunakan secara luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun,
terutama untuk operasi operasi pada daerah abdomen bawah, perineum dan ekstremitas bawah.
Teknik anestesi regional dan obat anestesi lokal yang baik sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dan aman.(1)
Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat
yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak neurotoksik, dan
pemulihan blokade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga mobilisasi lebih cepat dapat
dilakukan dan resiko toksisitas sistemik yang rendah.(2,3)
Bupivakain adalah anestesi lokal golongan amino amida yang telah lama dan banyak
digunakan untuk anestesi regional. Konsentrasi bupivakain 0,5% hiperbarik adalah obat anestesi
lokal yang paling banyak digunakan untuk anestesi spinal. Bupivakain dapat menyebabkan
toksisitas sistemik karena kecelakaan penyuntikan intravena anestetika lokal atau absorbsi
sistemik dari rongga epidural pada teknik anestesi epidural. Manifestasi yang pertama kali
muncul adalah toksisitas terhadap sistem saraf pusat seperti kejang tonik klonik. Sedangkan
kejadian kardiotoksisitas membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi di dalam plasma, yaitu 4-7
kali dosis yang dapat menyebabkan kejang tonik klonik.(3)
Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang durasi
anestesi spinal. Salah satunya dengan menambahkan obat-obat adjuvan pada anestesi lokal.
Adjuvan intrathecal seperti opioid (4), ketamine (5), klonidin (6), dan neostigmin (7), sering
ditambahkan untuk memperpanjang durasi dari anestesi spinal. Penambahan opioid
memperpanjang lama kerja anestesi spinal tanpa menunda pulih kembali, dan klonidin
meningkatkan kualitas analgesia, dan mengurangi kebutuhan obat analgesia postoperasi.
Walaupun demikian, penggunaannya terbatas karena dijumpainya berbagai efek samping, yang
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
terpenting diantaranya pruritus, retensio urinae, depresi pernafasan, gangguan hemodinamik,
nistagmus, nausea, dan vomitus. (4-7)
Sejak awal tahun 1980-an telah dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa penggunaan
midazolam spinal mempunyai kerja antinosisepsi(8) dan sebagai obat analgetik yang efektif pada
binatang percobaan dan manusia.(9) Midazolam adalah suatu derivat GABAa agonis yang
mempunyai efek analgesia pada medula spinalis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa
pemberian midazolam secara anestesi spinal tidak terbukti menyebabkan neurotoksik atau
inflamasi pada medula spinalis dan meningen. Tucker et al. melaporkan suatu penelitian
observasional prospektif dengan 1100 pasien yang menjalani berbagai prosedur bedah dengan
anestesi spinal dengan atau tanpa penambahan midazolam 2 mg intratekal. Pemberian
midazolam intratekal tidak berhubungan dengan peningkatan resiko kelainan neurologis seperti
perubahan fungsi motoris dan sensoris atau gangguan fungsi kandung kemih dan saluran cerna.
Secara klinis, tidak ada efek samping yang dilaporkan setelah penggunaan midazolam pada
anestesi spinal dan epidural pada manusia. (10,11,12,13)
Bharti, Madan, Mohanty, dan Kaul telah melakukan penelitian penambahan midazolam
1 mg terhadap 15 mg bupivakain hiperbarik 0,5% diberikan secara anestesi spinal pada operasi
abdomen bagian bawah melaporkan penambahan midazolam dapat memperpanjang analgesia
sampai 93% dan meningkatkan kualitas dari anestesi spinal dibandingkan kelompok 15 mg
bupivakain 0,5% hiperbarik.(11) Juliana, Nawawi, dan Husaeni, melaporkan penambahan
midazolam 2 mg terhadap 12,5 mg bupivakain 0,5% hiperbarik secara anestesi spinal
memperpanjang lama kerja blokade sensorik dibandingkan penambahan 25 g fentanil.(12)
Penelitian lain oleh Borg, penambahan midazolam 1 6 mg intratekal kontinu efektif mengatasi
nyeri muskuloskletal dan neurogenik yang refrakter. (9-11) Penelitian yang dilakukan Agrawal,
Usmani, Sehgal, Kumar, dan Bhadoria menunjukkan bahwa penambahan midazolam pada
bupivakain intratekal memperpanjang lama kerja/durasi analgesia postoperasi secara signifikan.
Waktu untuk mendapat obat analgesik postoperasi pertama kali lebih dari 17 jam pada kelompok
yang mendapat bupivakain + midazolam, dibandingkan hanya 4 jam pada grup bupivakain.(13)
Saat ini dengan perkembangan ilmu di masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan
terus meningkat. Pelayanan kesehatan tidak hanya bertujuan menurunkan kesakitan (morbiditas)
dan kematian (mortalitas), namun juga ditujukan untuk meningkatkan pelayanan yang mengacu
pada masalah efisiensi dan kenyamanan. Dalam konteks pelayanan pembiusan, seorang ahli
anestesiologi harus dapat menghilangkan nyeri selama maupun setelah operasi dalam usaha
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Penelitian Agrawal dkk mengenai penambahan
midazolam pada bupivakain hiperbarik anestesi spinal memberikan hasil yang lebih baik untuk
mengatasi nyeri paska operasi.
Penelitian Bharti dkk dengan menggunakan penambahan midazolam 1 mg pada
bupivakain 15 mg hiperbarik mendapatkan pamanjangan lama blokade sensorik; yang dinilai
dengan penurunan blok 2 segmen ( sampai 158 menit), dan lama analgesia (sampai 199 menit).
Pada penelitian Juliana dkk, penambahan midazolam 2 mg pada bupivakain 12,5 mg hiperbarik
anestesi spinal juga memperpanjang lama blokade sensorik ( penurunan blok 2 segmen sampai
192 menit), dan lama analgesia (337 menit). Melihat data dari 2 penelitian diatas apakah tidak
faktor penambahan midazolam yang lebih dominan memperpanjang lama blokade sensorik
dibanding bupivakain. Karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji perbandingan penambahan
midazolam dosis 1 mg dan 2 mg pada bupivakain 15 mg terhadap lama kerja blokade sensorik
anestesi spinal.
1.2. RUMUSAN MASALAH(14)
Dari latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah penambahan Midazolam 2 mg akan memperpanjang lama kerja blokade sensorik
dan meningkatkan derajat sedasi dibandingkan dengan 1 mg Midazolam pada anestesi spinal
dengan Bupivakain hiperbarik?
1.3. HIPOTESA
Tidak ada perbedaan lama kerja blokade sensorik dan derajat sedasi pada penambahan
Midazolam 1 mg dan 2 mg terhadap anestesi spinal dengan Bupivakain hiperbarik.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan umum : Mendapatkan alternatif (pilihan) kombinasi obat untuk
memperpanjang lama kerja blokade anestesi spinal
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
1.4.2 Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui lama kerja blokade sensorik anestesi spinal setelah penambahan
Midazolam dosis 1 mg dan 2 mg pada 15 mg Bupivakain hiperbarik 0,5 %.
2. Untuk mengetahui kejadian sedasi yang timbul setelah penambahan Midazolam dosis 1
mg dan 2 mg pada anestesi spinal dengan bupivakain hiperbarik 0,5%.
1.5. MANFAAT
1.5.1. Mendapatkan dosis obat adjuvan pada anestesi lokal yang akan memberi efek
memperpanjang masa kerja anestesi spinal.
1.5.2. Dengan penelitian ini diharapkan penanganan nyeri perioperatif pada operasi yang
menggunakan anestesi spinal menjadi lebih baik.
1.5.3. Dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya dengan
membandingkan obat-obat adjuvan lainnya dengan midazolam.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Spinal
Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan anestesia umum,
khususnya untuk tindakan operasi abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas bawah.
Anestesi spinal dan epidural dapat menumpulkan respons stress terhadap pembedahan,
menurunkan perdarahan intraoperatif, menurunkan kejadian tromboemboli postoperasi, dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien pasien bedah dengan resiko tinggi.(3)
Anestesi spinal menimbulkan hambatan sementara transmisi saraf ruang subarakhnoid
sebagai hasil penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam cairan serebrospinal. Beberapa nama
anestesia spinal telah diperkenalkan diantaranya analgesia spinal, analgesia subarakhnoid, blok
spinal, blok arakhnoid, anestesi subarakhnoid dan anestesia lumbal.(1)
Anestesi spinal digunakan secara luas, aman dan berhasil sekitar 100 tahun terakhir ini.(2)
Sejak ditemukannya analgesia spinal oleh Corning tahun 1885 hingga sekarang, anestesia spinal
telah banyak berkembang, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik
mengenai teknik, peralatan/jarum spinal dan analgetika lokal. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mendapatkan efek anestesi spinal yang optimal, terutama obat anestesi lokal
dengan masa kerja panjang dan efek samping minimal, diantaranya bupivakain.(15,16,17)
Bupivakain merupakan anestesi lokal tipe amida yang disintesis oleh Ekenstamp dkk,
pada tahun 1957 dan digunakan secara klinis oleh Telivuo tahun 1963. Ekblom dan Widman
tahun 1966, menggunakan pemakaian secara intratekal dalam larutan hiperbarik. Penelitian
dilanjutkan dengan menggunakan larutan isobarik (bebas glukosa) oleh Nolte dkk, tahun 1977,
Larc dkk, tahun 1979 dan Cameron tahun 1981.
Stientra dkk, dan Beardsworth dkk, mulai melakukan penelitian bupivakain 0,5% dengan
berbagai perubahan suhu, yang mendapatkan hasil ketinggian level analgesia lebih baik dan lama
kerja yang lebih panjang. Pada awalnya diperkirakan oleh karena sifat barisitasnya (hipobarik)
tetapi telah disimpulkan ternyata akibat perubahan sifat fisikokimia analgetik lokal tersebut.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
2.2 Anatomi Kolumna Vertebra
Pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis adalah merupakan salah satu
faktor keberhasilan tindakan anestesi spinal. Di samping itu, pengetahuan tentang penyebaran
analgetika lokal dalam cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan untuk menjaga
keamanan/keselamatan tindakan anestesi spinal. (1,2,3)
Gambar 1. Penampang posterior (A), dan Lateral (C) kolumna spinalis manusia
(B) Menunjukkan variasi dari ujung korda spinalis
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis: 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral dan 4 koksigeus. Kolumna vertebralis mempunyai 4 lekukan, yaitu lordosis servikalis,
kifosis torakalis, lordosis lumbalis dan kifosis sakralis.
Lekukan kolumna vertebralis berpengaruh terhadap penyebaran obat analgetika lokal
dalam ruang subarakhnoid. Pada posisi terlentang titik tertinggi pada vertebra lumbal 3 dan
terendah pada torakal 5.
Segmen medula spinal terdiri dari 31 segmen: 8 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral dan 1 koksigeus yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok-kelompok saraf.
Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen tengah torakal lebih kurang 2 kali panjang
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
segmen servikal atau lumbal atas. Terdapat dua pelebaran yang berhubungan dengan saraf
servikal atas dan bawah. Pelebaran servikal merupakan asal serabut-serabut saraf dalam pleksus
brakhialis. Pelebaran lumbal sesuai dengan asal serabut saraf dalam pleksus lumbosakralis.
Hubungan antara segmen-segmen medula spinalis dan korpus vertebralis serta tulang belakang
penting artinya dalam klinik untuk menentukan tinggi lesi pada medula spinalis dan juga untuk
mencapainya pada pembedahan.
Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang sub arakhnoid dari luar yaitu kulit,
sub kutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum flavum dan duramater. Arakhnoid terletak
antara duramater dan piamater serta mengikuti otak sampai medula spinalis dan melekat pada
duramater. Antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang yang disebut ruang sub arakhnoid.
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2, sehingga
dibawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang sub arakhnoid merupakan
sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang berisi cairan otak, jaringan lemak,
pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang berasal dari medula spinalis. Pada orang dewasa
medula spinalis berakhir pada sisi vertebra lumbal 2. dengan fleksi tulang belakang medula
spinalis berakhir pada sisi bawah vertebra lumbal.(1,2,3)
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Obat Anestesi Lokal dalam Cairan
Serebrospinal(1,14,15,16,17)
2.3.1 Umur
Umur pasien berpengaruh terhadap level analgesi spinal. Ruang arakhnoid dan epidural menjadi
lebih kecil dengan bertambahnya umur yang membuat penyebaran obat analgetika lokal lebih
besar/luas, dengan hasil penyebaran obat analgetika lokal ke sefalad lebih banyak sehingga level
analgesia lebih tinggi dengan dosis sama dan tinggi badan sama. Sehingga dosis hendaknya
dikurangi pada umur tua. Cameron dkk telah melakukan penelitian pengaruh umur pada
penyebaran obat analgetika lokal, ternyata ada korelasi yang bermakna antara umur dan level
analgesia.
2.3.2 Tinggi Badan
Makin tinggi penderita makin panjang medula spinalisnya, sehingga penderita yang tinggi
memerlukan dosis lebih banyak daripada yang pendek.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
2.3.3 Berat Badan
Kegemukan berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga epidural yang akan
mengurangi volume cairan serebrospinal. Pengalaman klinis mengindikasikan bahwa kegemukan
berpengaruh sedikit terhadap penyebaran obat analgetika lokal dalam cairan serebrospinal.
Kegemukan secara tak langsung mempengaruhi penyebaran obat analgetika lokal dari berat jenis
obat tersebut. Larutan hiperbarik mempengaruhi penyebaran sefalad bila pasien berbaring
horisontal karena posisi kepala agak sedikit lebih rendah.
2.3.4 Jenis Kelamin
Jenis kelamin pasien tidak berpengaruh langsung terhadap penyebaran obat analgetika lokal
dalam cairan serebrospinal. Hanya bila dalam posisi miring lateral akan tampak kepala sedikit
lebih rendah daripada pinggul oleh karena lebar pinggul relatif lebih lebar daripada lebar bahu
pada wanita dan sebaliknya pada laki-laki.
2.3.5 Tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meninggi menyebabkan tekanan vena dan isi darah vertebral
meningkat yang menyebabkan berkurangnya isi cairan otak. Akibatnya hasil analgesia yang
dicapai lebih tinggi. Contoh: wanita hamil aterm memerlukan dosis yang lebih kecil.
2.3.6 Anatomi Kolumna Vertebralis
Lekukan kolumna vertebralis akan mempengaruhi penyebaran obat analgetika lokal dalam cairan
serebrospinal. Ini akan tampak pada cairan yang bersifat hiperbarik atau hipobarik pada posisi
terlentang horisontal.
2.3.7 Posisi
Posisi pasien, barisitas dan berat jenis obat analgetika lokal yang disuntikkan berpengaruh
terhadap penyebaran obat dalam cairan serebrospinal.
2.3.8 Teknik Penyuntikan
Kecepatan penyuntikan yang lambat menyebabkan difusi lambat dan tingkat analgesia yang
dicapai rendah
2.3.9 Tempat Penyuntikan
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Kurang berperan terhadap tingginya analgesia. Tusukan pada lumbal 2-3 atau lumbal 3-4
memudahkan penyebaran obat ke arah torakal, sedangkan tusukan pada lumbal 4-5 karena
bentuk vertebral memudahkan obat berkumpul di daerah sakral.
2.3.10 Barbotase
Penyuntikan dan aspirasi larutan akan meninggikan tingkat analgesia.
2.3.11 Jumlah Larutan
Makin banyak jumlahnya penyebaran obat makin luas dan makin tinggi analgesia yang dicapai.
2.3.12 Kadar Larutan
Pada umumnya tinggi analgesia bertambah dengan peningkatan kadar larutan analgetika lokal.
2.3.13 Berat Jenis
Larutan hiperbarik, isobarik atau hipobarik yaitu larutan yang lebih berat, sama atau lebih ringan
daripada cairan otak (berat jenis cairan otak 1,0003). Larutan hiperbarik biasanya menghasilkan
tingkat hambatan yang lebih tinggi.
2.4. KONTRAINDIKASI
Pada umumnya kontraindikasi untuk tindakan anestesi spinal meliputi:
1. Infeksi pada daerah tusukan
2. Sepsis atau bakteremia.
3. Syok atau hipovolemia berat.
4. Penyakit neurologis sebelumnya pada korda spinalis.
5. Peningkatan tekanan intrakranial.
6. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
7. Penderita menolak atau penderita yang tidak kooperatif atau dengan psikosis.(1,2,3,16,18)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
2.5. ANESTESI LOKAL
Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian sehari hari,
obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino amida. Rumus bangun
terdiri dari bagian aromatik, rantai penghubung dan bagian amino. Bagian aromatik
mempengaruhi kelarutan dalam air dan rantai penghubung menentukan jalur metabolisme obat
anestesi lokal.(15,16,17)
Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma esterase, mula
kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit menembus jaringan. Sedangkan ikatan amida
mudah menjadi tidak aktif oleh hepatik amidase, mula kerja cepat, lama kerja lebih lama dan
lebih banyak menembus jaringan. Kelompok ester antara lain Prokain, Khlorprokain, Tetrakain.
Kelompok amida antara lain lidokain, mepivakain, bupivakain, dan etidokain.
Struktur umum dari obat anestesi lokal tersebut mencerminkan orientasi dari tempat
bekerjanya yaitu membran sel saraf. Jika dilihat susunan dari membran sel saraf yang terdiri dari
dua lapisan lemak dan satu lapisan protein di luar dan didalamnya, maka struktur obat anestesi
lokal gugus hidrofilik berguna untuk transpor ke sel saraf sedangkan gugus lipofilik berguna
untuk migrasi ke dalam sel saraf.
2.5.1. Mekanisme kerja obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls pada serat saraf (blokade konduksi)
dengan menginhibisi pasase ion natrium melalui terowongan yang selektif terhadap natrium pada
membran saraf.(15) Hambatan terhadap pembukaan saluran ion natrium oleh obat anestesi lokal
mencegah masuknya ion natrium.Kegagalan peningkatan permabilitas saluran ion natrium
menimbulkan hambatan depolarisasi pada sel saraf.
2.5.2. Sifat fisikokimia obat anestesi lokal
Aksi farmakologik dari obat anestesi lokal dipengaruhi oleh kelarutannya dalam lemak,
ikatan plasma, dan konstanta disosiasi. Potensi obat anestesi lokal berhubungan dengan
kelarutannya dalam lemak yaitu kemampuan molekul obat anestesi lokal untuk melewati
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
membran yang hidrofobik. Secara umum, potensi dan kelarutan obat anestesi lokal dalam lemak
akan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah atom karbon pada molekul obat (besar
molekul obat).(17)
Cm adalah konsentrasi minimum obat anestesi lokal yang dapat menghambat
penghantaran impuls saraf. Ukuran potensi relatif ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk
ukuran serabut saraf, tipe dan mielinisasi serabut saraf, pH (pH asam antagonis terhadap blok),
dan konsentrasi elektrolit (hipokalemia dan hiperkalsemia antagonis terhadap blok).(17)
Mula kerja obat anestesi lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kelarutan obat
dalam lemak, kecepatan obat anestesi lokal berdifusi menembus selubung saraf (epineurium),
dan konsentrasi relatif dari bentuk non ion yang larut dalam lemak dan bentuk ion yang larut
dalam air, yang dinyatakan dengan pKa. pKa adalah pH suatu senyawa dimana jumlah bentuk
ion dan bentuk non ion adalah sama. Obat anestesi lokal yang lebih kecil kelarutannya dalam
lemak mempunyai mula kerja yang lebih cepat.
Obat anestesi lokal dengan pKa mendekati pH fisiologis akan mempunyai konsentrasi
bentuk non ion yang lebih tinggi sehingga dapat melewati membran saraf dan mengakibatkan
mula kerja yang lebih cepat. Bentuk kation bermuatan, lebih cepat mengikat saluran natrium
didalam sel; juga karena bentuk ini mudah larut dalam lemak (lipid soluble) maka akan lebih
cepat berdifusi melewati selubung saraf (epineuron) dan membran saraf. Setelah berada di dalam
sel, bentuk non ion akan mencapai kesetimbangan (equilibrium) dengan bentuk ion. Mula kerja
obat anestesi lokal pada serabut saraf yang telah diisolasi berhubungan langsung dengan pKa.
Bagaimanapun, mula kerja obat anestesi lokal dengan pKa yang sama secara klinis tidak selalu
sama. Faktor-faktor lain seperti difusi obat melalui jaringan ikat sekitar saraf (perineurium) dapat
mempengaruhi mula kerja invivo.
Kepentingan bentuk ion dan non ion mempunyai beberapa implikasi klinis. Larutan obat
anestesi lokal pada sediaan komersialnya dibuat dalam bentuk garam hidroklorida yang larut
dalam air (pH 6-7). Karena epinefrin tidak stabil pada lingkungan alkalin, sediaan obat anestesi
lokal yang mengandung epinefrin dibuat dalam bentuk yang lebih asam (pH 4-5). Sebagai
akibatnya, sediaan ini akan mempunyai konsentrasi basa bebas yang lebih rendah dan onset yang
lebih lambat dibandingkan jika epinefrin ditambahkan pada saat akan digunakan. Sebaliknya,
jika larutan berkarbonat obat anestesi lokal yang dipakai dibandingkan dengan bentuk garam
hidroklorida, maka mula kerja obat anestesi lokal menjadi lebih pendek. Walau masih
kontroversial, beberapa peneliti melaporkan bahwa alkalinisasi obat anestesi lokal (terutama
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
preparat komersial yang mengandung epinefrin) dengan penambahan natrium bikarbonat (misal
1 ml 8,4% natrium bikarbonat per 10 ml lidokain 1%) mempercepat mula kerja, meningkatkan
kualitas blok dan memperpanjang lama blok dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang
tersedia.
Lama kerja (durasi) obat anestesi lokal berhubungan dengan kelarutannya dalam lemak.
Obat anestesi lokal dengan kelarutan dalam lemak yang tinggi, akan memiliki lama kerja lebih
panjang sebab lebih lambat dikeluarkan dari sirkulasi darah. Selain itu, obat anestesi lokal yang
kelarutannya dalam lemak tinggi juga mempunyai ikatan protein plasma yang tinggi, terutama
terhadap alfa-1 asam glikoprotein dan sedikit terhadap albumin; sebagai konsekuensinya
eliminasinya memanjang. Sistem lepas lambat (sustained release) dengan menggunakan
enkapsulasi liposomal untuk elimiasi obat anestesi lokal dapat memperpanjang lama kerja.(17)
2.6. BUPIVAKAIN
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal golongan amida dengan masa kerja yang
panjang. Struktur kimia mirip dengan mepivakain. Disintesa pertama kali pada tahun 1957 oleh
Ekenstam dkk. Pemanjangan pada gugus methil dari cincin piperidin mepivakain dengan
menambahkan rantai butyl 4 atom karbon menyebabkan pemanjangan durasi kerja dan
peningkatan potensi, yang disertai dengan peningkatan toksisitas. Efek analgesia bupivakain
lebih panjang dua sampai tiga kali lebih panjang dari lidokain dan mepivakain.(16)
Dengan segala kelebihannya tersebut, bupivakain telah digunakan secara luas sebagai
obat anestesi lokal sampai suatu ketika dilaporkan berhubungan dengan kejadian henti jantung
pada regional anestesia. Lebih buruk lagi, kebanyakan kejadian efek samping ini terjadi pada
wanita dengan kehamilan aterm. Karena itu, bupivakain 0,75% tidak digunakan lagi pada kasus
kasus obstetri (bedah sesar). Sediaan bupivakain 0,75% masih disediakan untuk penggunaan
non-obstetri; merupakan obat anestesi lokal yang disukai pada blok oftalmik karena selain
khasiat analgesia yang kuat juga memberikan relaksasi otot-otot periorbita.(16,18)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
NHCCH3
N
CH2CH2CH2CH3OCH3
Gbr 2. Rumus bangun Bupivakain
Bupivakain larutan 0,25% dan 0,5% adalah yang paling sering digunakan pada anestesia
regional. Kadar 0,5% digunakan bila diperlukan relaksasi otot selain dari dan analgesia (misal
pada kasus blok pleksus brakialis untuk operasi repair fraktur bahu); larutan bupivakain 0,25%
digunakan untuk analgesia rutin lainnya dan pada pasien lanjut usia. Namun konsentrasi
bupivakain berapapun yang digunakan, total massa (mg) bupivakain yang digunakan yang
menentukan batas dosis: perusahaan pembuatnya menganjurkan dosis 2-3 mg/kg BB.
Walaupun bupivakain diserap dengan baik dari tempat injeksinya, ikatan bupivakain
yang kuat dengan jaringan menyebabkan tidak segera tercapainya kadar puncak dalam darah dan
durasi kerja yang panjang. Durasi kerja pada ruang epidural kira-kira 2 sampai 3 jam.(16,17,18)
2.7. MIDAZOLAM
Midazolam disintesis pertama kali pada tahun 1976 oleh Fryer dan Walser, merupakan
golongan benzodiazepin.(15) Merupakan obat yang sering digunakan untuk menimbulkan sedasi
preoperasi dan memiliki efek hipnosis, ansiolitik, dan amnesia. Midazolam adalah suatu
imidazobenzodiazepine yang larut dalam air, berbeda struktur dari benzodiazepin lain dengan
adanya cincin imidazole. Dengan struktur bangunnya yang tertutup pada pH fisiologis, cincin ini
akan meningkatkan kelarutan midazolam dalam lemak, sehingga berakibat meningkatnya
penetrasi ke jaringan. Karakteristik ini menyebabkan midazolam menjadi benzodiazepin yang
paling banyak diteliti untuk pemakaian pada spinal.(18,19)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Gambar 3. Rumus bangun Midazolam
Penelitian awal pada Gamma Aminobutyric Acid (GABA) menunjukkan bahwa GABA
memiliki peran penting dalam pengaturan saraf aferen primer pada tanduk motoris (motor horn)
dan tanduk dorsalis (dorsal horn). Blok dari aktifitas reseptor GABAa akan menimbulkan kejang.
Hal ini menunjukkan peran inhibisi dari neurotransmitter ini atau sistem reseptornya. Rasional
dari penggunaan midazolam intrathecal berfokus pada midazolam sebagai agonis reseptor
GABAa pada lokasi ikatan sub unit benzodiazepine. Ikatan ini meningkatkan aktifitas GABA
pada GABAa reseptor.
Dilaporkan pada awal dekade tahun 1980 bahwa benzodiazepin yang diberikan secara
spinal dapat mempengaruhi sistem nosiseptif melalui interaksi benzodiazepin dengan sistem
GABA. Menurut penelitian Edwards dan Serrao, efek antinosisepsi dari benzodiazepin
diperkirakan timbul terutama melalui reseptor benzodiazepin-aminobutirat pada korda spinalis.
Pada penelitian mempergunakan autoradiografi invitro, dapat diperlihatkan bahwa terdapat
densitas yang tinggi dari reseptor benzodiazepin (reseptor GABAa) di lamina II tanduk dorsalis
pada medulla spinalis, sehingga diduga midazolam berperan pada modulasi nyeri.(9,11)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Gbr.4. GABAa reseptor
Midazolam mempunyai khasiat analgesia bila diberikan melalui intratekal pada penelitian
binatang dan manusia namun tidak menunjukkan khasiat analgesia pada pemberian melalui
injeksi sistemik.(19) Sebagai obat tunggal yang diberikan secara bolus intratekal pada manusia,
midazolam dengan dosis sampai 2 mg perhari telah efektif mengatasi nyeri punggung kronis non
maligna (penelitian Serrao, Mark) dan nyeri somatik (penelitian Goodchild, Nobel). Pada
binatang pengerat (rodent), anjing, dan domba, midazolam intratekal obat tunggal telah
menunjukkan efek blokade sensorik dan antinosisepsi serta peningkatan yang bermakna pada
ambang nyeri mekanik. Goodchild dan Serrao menunjukkan bahwa pemberian midazolam
intratekal akan meningkatkan ambang rangsang pada percobaan tikus dan efek ini dapat
dihambat oleh pemberian antagonis benzodiazepin flumazenil. Demikian juga, Kohno et al. telah
menunjukkan bahwa midazolam meningkatkan respon yang diperantarai GABA pada neuron di
substansia gelatinosa korda spinalis; efek ini akan meningkatkan aktifitas neurotransmiter
inhibisi. Mekanisme timbulnya analgesia pada pemberian midazolam intratekal belum
sepenuhnya dimengerti. Rattan et al. menunjukkan bahwa efek antinosisepsi in vivo dari
pemberian midazolam intratekal dapat dihambat oleh antagonis opioid naloxon yang
menunjukkan keterlibatan dari reseptor opioid. Penelitian lainnya dengan menggunakan
antagonis opioid selektif mendukung dugaan adanya aktivasi dari reseptor delta opioid pada
korda spinalis yang menyebabkan timbulnya analgesia setelah pemberian midazolam intratekal.
Mekanisme timbulnya analgesia pada pemberian midazolam intratekal belum sepenuhnya
dimengerti.(19,20,21)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Gambar 5. GABA a Reseptor
Efek analgesia sinergis dapat ditemukan pada kombinasi midazolam intratekal dengan
klonidin, anestesi umum dan anestesi lokal, dan opioid. Penambahan midazolam pada larutan
anestetika lokal mempunyai efek antinosisepsi melalui reseptor GABAa, reseptor opioid kappa,
dan delta di medulla spinalis sehingga dapat memperpanjang efek analgesia dari anestetika lokal
yang diberikan secara anestesia spinal. Efek analgesia inipun dapat dinetralkan oleh antagonis
opiat (nalokson), antagonis benzodiazepin (flumazenil) dan antagonis GABAa (bicuculine).(11,23)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
2.8. KERANGKA KONSEP
Bupivakain
Depolarisasi
Reseptor
Reseptor
Aktifitas
Hemodinamik Blokade Sedasi
Midazolam
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 DESAIN
Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol secara random tersamar ganda
untuk mengetahui efektivitas penambahan midazolam dosis 1 mg dan 2 mg pada anestesi
spinal dengan bupivakain hiperbarik 0,5%. Random dilakukan dengan memakai cara
randomisasi blok.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat : Ruang operasi RSU(P) Haji Adam Malik Medan dan RS Dr Pirngadi Medan
Waktu : Februari 2009 s/d Maret 2009
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang mengalami pembedahan dengan spinal
anestesi di RSU(P) H.Adam Malik dan RS Dr Pirngadi.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah pasien dengan PS ASA 1 2 yang akan menjalani pembedahan
dengan spinal anestesi untuk operasi abdominal bagian bawah.
Setelah dihitung secara statistik, seluruh sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok.
Kelompok A mendapat Midazolam 1 mg + Bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik dan
Kelompok B mendapat Midazolam 2 mg + Bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik.
3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
3.4.1 Kriteria Inklusi
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
a. Bersedia ikut dalam penelitian
b. Usia 18 60 tahun
c. Berat badan ideal (sesuai BMI)
d. Pasien dengan status fisik ASA 1 - 2
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan kontraindikasi spinal anestesi
b. Alergi terhadap obat yang diteliti (Midazolam, Bupivakain hiperbarik)
c. Mendapat pengobatan analgesik kronik
d. Tinggi blok spinal Thoracal 10
3.5 ESTIMASI BESAR SAMPEL
Data independent (tidak berpasangan)
22 (Z1-/2 + Z1- ) 2
n1=n2 = -------------------------
(0- a) 2
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi (literatur)
0-a = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di
Populasi Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Untuk menentukan nilai 2 (diambil dari literatur) pada data dependen dipakai rumus ini:
(n1 1)S 1 2+ (n2 -1) S2 2
2/Sp2 = -------------------------------
(n 1 + n 2) -2
n1 = jumlah sampel kelompok 1
n2 = jumlah sampel kelompok 2
S12 = varian kelompok 1
S22 = varian kelompok 2
Pada penelitian ini,
22 (Z1-/2 + Z1- ) 2
n1=n2 = -------------------------
(0- a) 2
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada = 5% = 1,96
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada =10% jadi power 90% nilai =1,282
2 = harga varians di populasi (literatur) = 32.16 (Nidi, 2005)
0-a = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di
Populasi = 30
n1=n2 = 25 perkelompok, total sampel = 50
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
3.6. CARA KERJA
Persiapan pasien dan obat :
a. Setelah disetujui komite etik dan mendapat penjelasan (informed consent), semua sampel
yang akan menjalani operasi dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi.
b. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok dan dilakukan randomisasi tersamar
ganda oleh relawan yang sudah dilatih. Random dilakukan dengan memakai cara randomisasi
blok sebagai berikut: dilakukan oleh relawan yang telah dilatih sebelumnya. Dengan
memakai tabel angka random, pena dijatuhkan di atas tabel angka random, angka yang
terkena merupakan urutan untuk memulai penelitian. Kelompok A adalah Midazolam 1 mg +
Bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik dan Kelompok B adalah Midazolam 2 mg + Bupivakain
0,5% 15 mg hiperbarik.
Untuk kelompok AB adalah angka 0 sampai 4 dan untuk kelompok BA adalah angka 5
sampai 9. Randomisasi dilakukan satu kali, urutan AB atau BA dibuat dan disimpan
daftarnya oleh relawan yang melakukan randomisasi yang telah dilatih (desain daftar pasien
terlampir).
Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi (peneliti dan pasien tidak
mengetahui komposisi obat dalam spuit). Setelah melakukan randomisasi dan menyiapkan
obat oleh relawan yang melakukan randomisasi, obat tersebut diberikan ke peneliti di dalam
amplop putih.
c. Kedua kelompok menjalani prosedur persiapan operasi elektif. Prosedur persiapan dimaksud
adalah pasien dipusakan 6 jam sebelum dilakukan pembiusan. Pasien dari kedua kelompok
tidak mendapatkan premedikasi.
Pada hari penelitian :
a. Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi pada saat akan dilakukan
penelitian. Persiapan dengan cara :
Kelompok A : Midazolam (Dormicum) 1 mg = 0,2 cc Dormicum 5 mg/cc diambil dengan spuit 1ml =1 cc. Selanjutnya diambil Bupivakain 15 mg = 3 cc
menggunakan spuit 5cc. Kemudian Midazolam 1 mg = 0,2 cc dicampurkan ke
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
dalam Bupivacain 15 mg dan diberi tambahan 0,2 cc NaCl 0,9 % dengan
memakai spuit 1cc (spuit insulin).
Kelompok B : Midazolam (Dormicum) 2 mg = 0,4 cc Dormicum 5 mg/cc diambil dengan menggunakan spuit 1ml. selanjutnya diambil Bupivacain 15 mg = 3cc
dengan menggunakan spuit 5 cc. kemudian Midazolam 0,4 cc = 2 mg
dicampurkan ke Bupivacain 15 mg.
b. Sebelum pasien memasuki kamar operasi, disiapkan mesin anestesi yang dihubungkan
dengan sumber oksigen. Juga disiapkan set alat intubasi, tube endotrachea (ETT), dan
obat obat gawat darurat seperti Epinefrin injeksi, Sulfas Atropin, Efedrin injeksi dan
Dexametason. Kemudian pasien dibawa memasuki kamar operasi, dipasang alat pantau
(monitoring) pada tubuh pasien dan dicatat data mengenai tekanan darah, laju nadi dan
laju nafas.
c. Kemudian pasien dipasangi infus dengan jarum no 18G dan kedua kelompok diberikan
infus preload cairan Ringer Laktat sebanyak 15 ml/kg BB, 30 menit sebelum dilakukan
anestesi spinal.
d. Pasien diposisikan pada posisi duduk untuk dilakukan anestesi spinal. Setelah dilakukan
anestesi, pasien diposisikan supine kembali dan diberikan oksigen 2-3 liter/menit dengan
nasal prong. Tindakan anestesi spinal dilakukan oleh PPDS anestesi semester 2 ke atas.
e. Dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap :
Lama kerja blokade sensorik Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Derajat sedasi
f. Setelah semua sampel terkumpul relawan memberikan daftar identitas pasien dan jenis
obat yang diberikan kepada pasien selama operasi.
g. Derajat sedasi dinilai dengan menggunakan skala sedasi modifikasi Ramsay
Skala sedasi Ramsay (Modified) :
1) Cemas, agitasi, tidak dapat tenang
2) Koperatif, orientasi baik, tenang
3) Diam, hanya berespons terhadap perintah verbal
4) Tidur, respon yang cepat terhadap ketukan pada glabella atau rangsangan verbal yang
keras
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
5) Tidur, respons lambat terhadap ketukan pada glabella atau rangsang verbal yang keras
6) Tak ada respons terhadap rangsang
h. Hasil pengamatan pada kedua kelompok dibandingkan secara statistik.
i. Penelitian dihentikan bila subjek menolak berpartisipasi, terjadi blok total spinal,
kegawatan jalan nafas, jantung, paru dan otak yang mengancam jiwa.
3.7. IDENTIFIKASI VARIABEL
a. Variable independen : 1. midazolam 1 mg
2. midazolam 2 mg
b. Variable dependen 1. lama kerja blokade sensorik
2. derajat sedasi
3.8. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
a. Data yang akan terkumpul dianalisa dengan program software SPSS versi 15
b. Pengujian kenormalan dilakukan dengan Kolmogorov-Siminov.
c. Analisa data mula kerja blokade sensorik, mula kerja blokade motorik, lama kerja
blokade sensorik, lama kerja blokade motorik dan derajat sedasi bila distribusinya normal
dengan uji t -tidak berpasangan, sedangkan bila distribusinya tidak normal dengan uji
chi-square.
d. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5 %.
e. Interval kepercayaan yang dipakai 95 %
3.9. DEFINISI OPERASIONAL
Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah lama kerja blokade sensorik dan derajat
sedasi.
Anestesi spinal : tindakan anestesi dengan cara memberikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Tehnik ini cukup efektif dan mudah dikerjakan. Obat anestesi lokal
yang banyak digunakan adalah Bupivakain 0,5 % hiperbarik. Pada penelitian ini, tinggi
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
blokade sensorik ditentukan sampai level setinggi Thorakal 10. Penilaian tinggi blokade
sensorik dilakukan dengan tes pinprick, memakai jarum no.23.
Lama kerja blokade sensorik adalah penurunan level analgesia dan hilangnya efek analgesia obat anestetika lokal sehingga pasien mulai merasakan nyeri pada luka operasi.
Dinilai dari regresi 2 segmen dan penilaian Visual Analog Scale (VAS) 3.
Regresi 2 segmen adalah penurunan tinggi level analgesia sebanyak 2 segmen (dalam penelitian ini sampai Th 12). Dinilai pada linea mid clavicularis kiri dan kanan
setiap 15 menit sampai penurunan tinggi blokade sensorik sebanyak 2 segmen tercapai.
Penilaian VAS 3 yaitu hilangnya blokade sensoris dan pasien pertama kali mulai merasakan nyeri ringan (nyeri mencapai nilai VAS 3) pada tempat incisi atau daerah
operasi. Dinilai setiap 30 menit, dimulai dari akhir penyuntikan obat anestesi spinal. Bila
telah tercapai, kemudian pasien diberi analgetika intravena.
Lama kerja blokade motorik : waktu yang diperlukan untuk pemulihan pergerakan tungkai yaitu tungkai dapat mengangkat lutut dan telapak kaki (skala Bromage 3)
Derajat blokade motorik menurut Bromage: Bromage 0 = Dapat mengangkat lutut dan telapak kaki
Bromage 1 = Hanya mampu untuk fleksi lutut dan fleksi telapak kaki
Bromage 2 = Tidak mampu fleksi lutut, masih mampu fleksi telapak kaki
Bromage 3 = Tidak mampu menggerakkan kaki atau telapak kaki. (3,12,18)
Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Nilai normal untuk tekanan sistolik 90 120 mmHg dan tekanan diastolik 60 90 mmHg. Diukur dengan
menggunakan alat ukur tekanan darah standar non invasif otomatis merek Omron yang
telah ditera. Tekanan darah diukur setiap 3 menit setelah suntikan selama 30 menit
pertama, tiap 5 menit sampai berakhirnya operasi bedah, selanjutnya setiap 30 menit
sampai blok spinal turun 2 segmen. Bila terjadi hipotensi, pasien diberi 10 mg efedrin
intravena dan cairan kristaloid 300 500 ml titrasi.
Laju nadi : jumlah pulsasi yang dirasakan pada suatu arteri permenit. Normalnya 60-100 x permenit. Laju nadi diukur tiap 3 menit setelah suntikan selama 30 menit pertama, tiap
5 menit sampai berakhirnya operasi bedah, selanjutnya tiap 30 menit sampai blok spinal
turun 2 segmen. Bila terjadi bradikardia, diberi 0,5 mg sulfas atropin intravena.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Laju nafas : jumlah satu siklus inspirasi dan ekspirasi dalam satu menit. Normalnya 12-20 x permenit.
Derajat sedasi pada penelitian ini menggunakan skala modifikasi Ramsay.
Skala sedasi modifikasi Ramsay:
1. Cemas, agitasi, tidak dapat tenang
2. Koperatif, orientasi baik dan tenang
3. Diam, hanya berespons terhadap perintah verbal
4. Tidur, respon yang cepat terhadap ketukan pada glabella atau rangsangan verbal
yang keras
5. Tidur, respon lambat terhadap ketukan pada glabella atau rangsang verbal yang
keras
6. Tidak ada respon terhadap rangsang.(12)
,3.10. MASALAH ETIKA
Dalam penelitian ini dilakukan spinal anestesi. Pada spinal anestesi bisa terjadi beberapa
kemungkinan:
a. Total blok spinal anestesi. Hal ini bisa terjadi ketika dilakukan anastesi spinal, dimana
obat anastesi lokal menyebar sampai memblok seluruh korda spinalis.(3) Penanganannya
adalah dengan :
o menjaga jalan nafas dengan melakukan intubasi o memberikan nafas buatan dan pemberian oksigen 100% o lakukan support sistem kardiovaskuler dengan penanganan hipotensi dan
bradikardia . Penanganan hipotensi dengan :
memberi cairan kristaloid dan koloid secara cepat posisikan pasien head down penggunaan obat vasopressor seperti pemberian efedrin 10 mg IV.
Epinefrin dapat diberikan bila pemberian efedrin tidak membantu.
Penanganan bradikardia :
dengan memberikan sulfas atropin 0,5 mg IV. Bila terjadi henti jantung dilakukan resusitasi jantung paru. (1,2,3,26,27,28,29,30)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
b. Terjadi Postdural Puncture Headache (PDPH). Hal ini terjadi karena kebocoran cairan
serebrospinal ketika penusukan (spinal puncture) dengan menggunakan jarum spinocan
nomor besar ( nomor 23 G ). Insiden kejadian PDPH di RS H. Adam Malik Medan dan
RS Dr Pirngadi Medan sangat jarang karena menggunakan spinocan nomor 25 G. Namun
bila terjadi juga dapat diatasi dengan:
o posisi pasien tetap berbaring terlentang selama minimal 24 jam o diberikan rehidrasi yang adekuat melalui jalur intravena dan oral. o Pemberian obat analgesia seperti paracetamol dan NSAID (2,3,26) o Pemberian kafein dapat mengurangi PDPH dengan menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah intra kranial. Kafein diberikan dalam bentuk kafein sodium
benzoat 500 mg IV atau dalam bentuk minuman yang mengandung kafein seperti
teh, kopi, atau coca-cola. (2,3,26,27)
o Bila gejala belum berkurang dilakukan epidural blood patch.(27,28,30)
c. Pada anestesi spinal juga bisa terjadi hipotensi akibat blok simpatis. Dikatakan hipotensi
bila terjadi penurunan tekanan darah sampai 20% dari tekanan darah basal dan biasanya
masih dapat ditolerir oleh pasien-pasien dewasa muda yang sehat. Untuk mengantisipasi
terjadinya hipotensi sudah disiapkan obat efedrin dan cairan kristaloid. Bila terjadi
hipotensi diberikan efedrin 10 mg, dan ektra cairan kristaloid sebanyak 250 ml. Bila perlu
dapat diulangi pemberian efedrin 10 mg dan pemberian cairan kristaloid sampai 20
ml/kg.(26,27,28,29)
d. Bila pasien menggigil akan diberikan selimut, cairan infus yang dipakai dihangatkan, dan
diberikan tramadol 0,5 mg/kgBB IV. (27,30)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
3.11. PROSEDUR KERJA
Populasi
Sampel Kriteriainklusi
Kriteriaeksklusi
d d
Bupivakain15mg +
Mida olam m2
Bupivakain 15mg +
Midazolam1mg+
Lamakerjablokadesensorik
Derajadsedasi
Mulakerjablokadesensorik
Mulakerjablokademotorik
Lamakerjablokadesensorik
Lamakerjablokademotorik
Lamakerjablokadesensorik
Derajadsedasi
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama 2 bulan dari awal Februari 2009 s/d Maret 2009, dan
diperoleh 50 pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang
menjalani operasi dengan anestesi spinal sesuai dengan prosedur penelitian. Dari 50 pasien yang
menjadi subjek penelitian dibagi dalam 2 kelompok perioperatif masing- masing 25 pasien
dalam kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg dan 25 pasien pada kelompok Bupivakain
15 mg + Midazolam 2 mg.
4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Karakteristik umum subjek penelitian berupa umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan, dan indeks massa tubuh. Sebaran data karakteristik umum tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.1
Tabel 4.1. Perbandingan Rerata dan Simpang Baku Karakteristik umum sampel
penelitian pada kedua kelompok
Variabel
Kel. Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg
Kel. Bupivakain 15mg + Midazolam 2mg
P
Umur (thn)
35 (SD 13,68) 36 (SD 12,20) 0,712 (NS)*
Jenis kelamin L
P
17 (68%)
8 (32%)
19 (76%)
6 (24%)
0,427 (NS)**
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Berat badan (kg)
56 (SD 9,93) 56,4 (SD 10,11) 0,866 (NS)**
Tinggi badan (cm)
161,9 (SD 9,12) 162,1 (SD 7,82) 0,934 (NS)**
Indeks Massa Tubuh
21,2 (SD 2,57) 21,3 (SD 2,34) 0,911 (NS)**
Lama operasi (mnt)
82,1 (SD 42,2) 65,3 (SD 39,1) 0,151 (NS)**
*Uji Mann-Whitney
** Uji t
Umur pasien yang menjadi subjek penelitian pada kedua kelompok berkisar dari yang
paling muda berusia 18 tahun dan yang tertua 58 tahun, dengan rerata 35,0 tahun (SD 13,68)
pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg dan rerata 36,36 tahun (SD 12,20) pada
kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg dengan uji Mann-Whitney didapat nilai 0,712
(p > 0,05) berarti tidak ada perbedaan umur yang bermakna antara kedua kelompok.
Jenis kelamin (L/P) pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg 17/8
(68%/32%) dan pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 2mg 19/6 (76%/24%) dengan
uji chi square didapat nilai p = 0,427 berarti tidak ada perbedaan.
Berat badan subjek penelitian berkisar antara 40 74 kg dengan rerata 56,0 (SD 9,9) kg
pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg dan berkisar antara 43 73 kg dengan
rerata 56,4 (SD 10,1) kg pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 2mg dengan uji t
independen didapat nilai p = 0,866 berarti tidak ada perbedaan berat badan yang bermakna antara
kedua kelompok.
Tinggi badan subjek penelitian berkisar antara 148 180 cm dengan rerata 161,9 (SD
9,12) cm pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg dan berkisar antara 145 178 cm
dengan rerata 162,1 (SD 7,8) cm pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 2mg dengan uji
t independen didapat nilai p = 0,934 berarti tidak ada perbedaan tinggi badan yang bermakna
antara kedua kelompok.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Indeks massa tubuh subjek penelitian berkisar antara 15,9 25,0 dengan rerata 21,2 (SD
2,5) pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg dan berkisar antara 17,01 24,74
dengan rerata 21,3 (SD 2,3) pada kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 2mg dengan uji t
independen didapat nilai p = 0,911 berarti tidak ada perbedaan indeks massa tubuh yang
bermakna antara kedua kelompok
Lamanya operasi berkisar 23 152 menit dengan rerata 82,1(SD 42,2) untuk kelompok
Bupivakain 15mg + Midazolam 1mg dan berkisar 20 170 menit dengan rerata 65,3 (SD 39,1)
untuk kelompok Bupivakain 15mg + Midazolam 2 mg dengan uji t independen didapat nilai p
= 0,151 berarti tidak ada perbedaan lamanya operasi yang bermakna diantara kedua kelompok.
4.2 Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian
Karakteristik jenis operasi yang dilaksanakan pada subjek penelitian yaitu bedah
ortopedi, bedah urologi, bedah digestif, dan bedah plastik. Hasil penelitian terlihat pada tabel
dibawah ini (tabel 4.2).
Tabel 4.2 Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian
Jenis operasi Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 1mg
Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 2mg
P
Bedah ortopedi
17 (68,0%) 15 (60,0%) 0,627
(NS)*
Bedah urologi
6 (24%) 8 (32%)
Bedah digestif
1 (4%) 2 (8%)
Bedah plastik
1 (4%) 0 (0%)
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Total
25 (100%) 25 (100%)
* Uji Chi-square
Jenis operasi terbanyak dalam penelitian ini adalah bedah ortopedi pada kelompok
Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg (68 %) dan pada kelompok Bupivakain 15 mg +
Midazolam 2 mg (60 %). Jenis operasi dianalisis dengan uji chi square untuk menilai perbedaan
proporsi antara kedua kelompok penelitian dan didapatkan nilai p = 0,627 berarti tidak ada
perbedaan jenis operasi diantara kedua kelompok.
4.3. Lama Kerja Blokade Sensorik
Lama kerja blokade sensorik dinilai dengan regresi blok sensorik 2 segmen dan mulai
timbul nyeri pada daerah operasi (VAS 3). Regresi 2 segmen kelompokBupivakain 15 mg +
Midazolam 1 mg berkisar antara 90 215 menit dengan rerata 160,4 (SD 31,4) dan berkisar
antara 120 210 menit dengan rerata 198,1 (SD 22,5) untuk kelompokBupivakain 15 mg +
Midazolam 1 mg. Diperoleh nilai p = 0,992 dengan uji Mann- Whitney berarti tidak ada
perbedaan lamanya regresi 2 segmen diantara kedua kelompok.
Mulai timbul nyeri pada daerah operasi (VAS 3) pada kelompok Bupivakain 15 mg +
Midazolam 1 mg berkisar antara 180 280 menit dengan rerata 260,0 (SD 69,6) dan berkisar
antara 190 290 menit dengan rerata 256,7 (SD 48,7) untuk kelompok Bupivakain 15 mg +
Midazolam 2 mg. Dengan uji Mann- Whitney diperoleh nilai p = 0,676, berarti tidak ada
perbedaan waktu mulai timbul nyeri pada daerah operasi (VAS 3) diantara kedua kelompok.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Tabel 4.3 Lama Kerja Blokade sensorik pada kedua kelompok
Variabel
Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 1mg
Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 2mg
P
Regresi 2 segmen
(mnt)
160,4 (SD 31,4) 198,1 (SD 22,5) 0,992 (NS)
VAS 3
240,0 (SD 69,6)
256,7 (SD 48,7)
0,676 (NS)
0
50
100
150
200
250
300
Regresi 2 Segmen Vas 3
Bupivakain 15 mg +Midazolam 1 mgBupivakain 15 mg +Midazolam 2 mg
Grafik 4.1 Lama Kerja Blokade Sensorik Pada kedua kelompok
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
4.4. Derajad sedasi
Pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg dijumpai 14 subjek penelitian
(56%) dengan skala sedasi Ramsay 2 dan 11 subjek dengan skala sedasi Ramsay 3 (44 %).
Sedangkan pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg didapatkan 15 subjek
penelitian (60 %) dengan skala sedasi Ramsay 2 dan 10 subjek dengan skala sedasi Ramsay 3
(40 %). Dengan uji Pearson Chi-Square diperoleh nilai p = 0,774 untuk derajad sedasi Ramsay 2
dan nilai p = 0,777 untuk derajad sedasi Ramsay 3 berarti tidak ada perbedan derajad sedasi pada
kedua kelompok.
Tabel 4.4 Derajad sedasi pada kedua kelompok penelitian
Variabel
Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 1mg
Kel. Bupivakain 15mg
+ Midazolam 2mg
P
Derajad sedasi
Ramsay 2
Ramsay 3
14
11
15
10
0,774
0,777
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
13
5
7
9
11
13
15
Ramsay 2 Ramsay 3
KelompokBupivakain 15mg +Midazolam1 mgKelompokBupivakain 15mg + Midazolam2 mg
Grafik 4.2 Derajat Sedasi Pada kedua kelompok
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum
Dari data karakteristik umum subjek penelitian terlihat bahwa umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh (tabel 4.1), pada kedua kelompok tidak terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik yang berarti subjek penelitian adalah homogen dan
layak untuk dibandingkan. Juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara
kedua kelompok pada lamanya operasi (tabel 4.1) dan jenis tindakan operasi (tabel 4.2)
5.2 Lama kerja blokade sensorik
Lama kerja blokade sensorik adalah penurunan level analgesia anestetika lokal sehingga
pasien mulai merasakan nyeri pada luka operasi. Hal yang mempengaruhi lama kerja obat
anestetika lokal adalah jenis anestetika lokal, dosis obat, penambahan vasokonstriktor dan
penambahan adjuvan pada anestetika lokal.
Pemilihan obat anestetika lokal akan menentukan lamanya blokade anestesi spinal.
Peningkatan dosis anestetika lokal memperpanjang lamanya blokade anestesi spinal. Pada dosis
obat anestetika lokal yang sama, dengan blokade sensorik yang lebih tinggi cenderung memiliki
penurunan blok (regresi) yang lebih cepat daripada blokade yang lebih rendah. Hal ini dapat
diterangkan bahwa penyebaran obat yang lebih ke cefalad akan menghasilkan konsentrasi obat
yang lebih rendah pada cairan serebrospinal dan saraf spinal, sehingga konsentrasi obat
anestetika lokal akan berkurang lebih cepat di bawah konsentrasi efektif minimal.
Pada penelitian ini, penilaian lama kerja blokade sensorik dengan mengukur waktu
regresi 2 segmen dan waktu pasien pertama kali mulai merasakan nyeri ringan pada tempat insisi
(VAS 3). Perbedaan regresi 2 segmen pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna (p>
0,05). Pada penilaian VAS 3 didapatkan hasil, pada kelompok Bupivakain 15 mg + 2 mg
Midazolam 256,7 (SD 48,7) menit, lebih lama dari kelompok Bupivakain 15 mg + 1 mg
Midazolam, meskipun setelah dilakukan uji statistik dengan uji Mann- Whitney didapatkan hasil
tidak berbeda bermakna (p> 0,05).
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Lee (2001) pada pasien yang menjalani
operasi anal (hemorrhoidectomy) dikemukakan bahwa pada kelompok Bupivakain +
Midazolam 2 mg didapatkan peningkatan efek analgesia paska bedah secara bermakna dibanding
dengan kelompok Bupivakain + Midazolam 1 mg. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang
kami peroleh. Perbedaannya dengan penelitian yang kami lakukan adalah pada penelitian ini
teknik anestesi spinal dengan saddle block dimana dilakukan anestesi spinal pada pasien posisi
duduk dan setelah obat dimasukkan pasien tetap dipertahankan pada posisi duduk selama 5
menit. Dengan anestesi spinal saddle block ini hanya saraf daerah lumbal bawah dan saraf sakral
yang diblok. Penyebaran obat anestesi lokal yang terlokalisir pada derah sakral menyebabkan
konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih tinggi pada cairan serebro spinal dan saraf-saraf
spinal di daerah sakral tersebut.(3) Hal ini akan menyebabkan waktu yang lebih panjang dari
konsentrasi obat anestesi lokal untuk turun di bawah konsentrasi efektif minimalnya. Dengan
demikian lama kerja blokade sensoris menjadi lebih panjang.
5.3. Derajat Sedasi
Timbulnya sedasi pada pemberian Midazolam secara intratekal (anestesi spinal) karena
kerja midazolam pada korteks serebri. Midazolam dapat menyebar sampai ke korteks serebri
melalui cairan serebro spinal atau melalui absorpsi midazolam ke sirkulasi sistemik.(31,32)
Nishiyama dkk menyatakan bahwa penyebaran midazolam ke korteks serebri lebih mungkin
melalui cairan serebro spinal daripada melalui absorpsi midazolam ke sirkulasi sistemik. Efek
sedasi pada pemberian midazolam intravena (sistemik) baru akan terjadi pada konsentrasi serum
200 ng/ml, sedangkan pada penelitian Nishiyama ditemukan pasien telah tertidur pada
konsentrasi serum midazolam 200 ng/ml.(32)
Efek sedasi intraoperatif pada pemberian midazolam intratekal masih kontroversial.
Yegin dkk melaporkan bahwa derajad sedasi yang lebih tinggi pada kelompok bupivakain + 2
mg midazolam dibandingkan kelompok bupivakain saja. Gupta dkk melaporkan tidak dijumpai
sedasi pada kelompok penelitian yang mendapatkan bupivakain + 2,5 mg midazolam maupun
pada kelompok yang mendapat bupivakain saja.(34) Bharti dkk melaporkan derajat sedasi yang
tidak berbeda pada kedua kelompok penelitian mereka. Pada penelitian ini tidak ditemukan
perbedaan bermakna pada derajat sedasi yang timbul pada kedua kelompok. Derajat sedasi
intraoperatif yang diharapkan pada anestesi spinal adalah skala Ramsay 3 dan 4. Efek sedasi
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
yang ditimbulkan oleh midazolam yang diberikan secara anestesi spinal, sangat menguntungkan
bagi pasien untuk mengurangi kecemasan intraoperatif.
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Lama kerja blokade sensorik pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg dan
kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg tidak ada perbedaan bermakna.
2. Derajat sedasi pada kelompok Bupivakain 15 mg + Midazolam 1 mg dan kelompok
Bupivakain 15 mg + Midazolam 2 mg tidak ada perbedaan bermakna.
6.2 SARAN
1. Pada tindakan pembedahan dengan anestesi spinal dapat direkomendasikan penambahan
Midazolam 1 mg pada Bupivakain 0,5 % hiperbarik untuk memperpanjang lama kerja
blokade sensorik sebagai pilihan selain menggunakan midazolam 2 mg.
2. Penelitian ini perlu dilanjutkan dalam hal penilaian kejadian sedasi pada penambahan
Midazolam terhadap Bupivakain 0,5 % hiperbarik dengan memakai metode objektif
(bispektral indeks).
Freddy T.M. Naiborhu : Perbandingan Penambahan Midazolam 1 Mg Dan Midazolam 2 Mg Pada Bupivakain 15 Mg Hiperbarik Terhadap Lama Kerja Blokade Sensorik Anestesi Spinal, 2009 USU Repository 2008
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Bridenbaugh PO, Greene NM, Brull SJ. Spinal (Subarachnoid) Neural Blockade. In:
Cousins MJ, Bridenbaugh PO eds. Neural blockade in clinical anesthesia and
management of pain. Third edition, Philadelphia: Lippincott-Raven, 1998, p.203-9.
2. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, epidural and caudal blocks. In: Morgan GE, Mikhail
MS, eds. Clinical anesthesiology. 4th ed, New York: McGraw Hill Co; 2004, p.289-323.
3. Bernards CM. Epidural and spinal anesthesia. In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting
RK,eds. Clinical Anesthesia Fifth Edition, Phi