Transcript
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi Penelitian
3.1.1. Materi Analisa
Materi yang digunakan dalam penelitian Analisis Bathimetri dan Pasang
Surut Untuk Menentukan Elevasi Lantai Dermaga di Muara Sungai Mahakam
adalah melakukan pengukuran kedalaman dan pengamatan pasang surut di
lapangan.
Penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang
berupa data pengamatan pasang surut dan data pemeruman yang di lakukan di
lapangan. Sedangkan data sekunder berupa peta Google Earth tahun 2012 dan
data kapal yang berlayar di lokasi penelitian didapat dari galangan disekitar lokasi
penelitian.
3.1.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi alat dan bahan
selama di lapangan dan pengolahan data. Lebih lanjut, alat dan bahan yang
digunakan disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian Analisis Batimetri
dan Pasang Surut Untuk Menentukan Elevasi Lantai dan Panjang
Dermaga di Muara Sungai Mahakam
No Nama Alat dan Bahan Fungsi1 Echosounder Alat untuk melakukan pengambilan data
kedalaman
2 Perahu Motor Wahana mengapung yang digunakan selama
pemeruman
3 GPS Menandai lokasi penelitian
4 Alat Tulis Mencatat data
5 Kamera Digunakan untuk mendokumentasi kegiatan
penelitian
6 Palem Pasut Untuk mengamati pasang surut air
7 Stopwatch Mencatat periode pengukuran pasang surut
8 Komputer Untuk mengolah data
9 Life Jacket Peralatan keselamatan selama survei
3.2. Metode Penelitian dan Lokasi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang
merupakan metode ilmiah karena telah memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu
konkret, obyektif, terukur, rasional, sistematis. Metode ini disebut metode
kuantitatif karena data penelitian berupa angka – angka dan analisis menggunakan
statistic atau model (Sugiyono, 2009).
Pengambilan data di lapangan dilakukan untuk mendapatkan data batimetri
dan pasang surut yang aktual. Data tersebut kemudian diolah dengan hasil berupa
peta batimetri dan grafik pasang surut air di wilayah perairan muara Sungai
Mahakam. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gam
bar
3.1.
Lok
asi p
enel
itia
n A
nali
sis
Bat
imet
ri d
an P
asan
g S
urut
Unt
uk M
enen
tuka
n E
leva
si L
anta
i da
n P
anja
ng D
erm
aga
di M
uara
Sun
gai
Mah
akam
Proses pengolahan data hasil penelitian dilakukan pada bulan September
2012 sampai selesai di laboratorium Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Alur
tahapan penelitian hingga penyajian data hasil penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3. 2.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pemeruman
Pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk mengukur dan mengetahui
kedalaman dasar perairan daerah penelitian berikut pola morfologi dasar perairan
tersebut. Kegiatan ini menggunakan alat perum gema (echosounder) single beam
merk Garmin yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang
suara melalui transmitting transducer menuju ke dasar perairan. Kemudian ketika
gelombang tadi menyentuh dasar perairan akan dipantulkan dan diterima oleh
receiver yang tranduscer. Pengambilan data kedalaman menggunakan pola sejajar
parallel, yaitu: pola dimana arah sounding tegak lurus dan cenderung sejajar
dengan garis longitudional atau sesuai dengan pola sounding parallel (Soeprapto,
2001).
Pada gambar 3.2 menunjukan peletakan alat Echosounder GPSMap dan
perlengkapannya. Alat ini mempunyai fasilitas GPS (Global Positioning System)
yang akan memberikan posisi alat pada kerangka horisontal dengan bantuan
satelit. Dengan fasilitas ini, kontrol posisi dalam kerangka horisontal dari suatu
titik tetap di darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai
kemampuan untuk mengukur kedalaman perairan dengan menggunakan
gelombang suara yang dipantulkan ke dasar perairan.
Gambar 3.2. Penempatan GPSMap (tranduser,antena, reader) di perahu
Penentuan posisi dalam penelitian ini adalah untuk menentukan posisi
kapal pada saat melakukan pengukuran kedalaman, dimana dimaksudkan untuk
mencegah kapal keluar dari jalur yang direncanakan. Penentuan posisi tersebut
menggunakan system navigasi satelit, yaitu GPS (Global Positioning System).
Untuk penentuan rencana jalur pemeruman dapat dilihat pada Gambar 3.3 .
Gam
bar
3.3.
Ren
cana
Jal
ur P
emer
uman
Bat
imet
ri
3.3.2. Pengukuran Pasang Surut
Pengamatan pasang surut menggunakan metode pengamatan langsung.
Metode pengamatan langsung dilaksanakan dengan membaca skala pada rambu
pasut yang terkena atau berhimpitan dengan permukaan air laut pada saat setiap
jangka waktu tertentu (Suryano, 1989).
Tujuan dari pengamatan pasang surut adalah untuk menghitung tinggi muka
air rata-rata guna pembuatan peta batimetri. Pencatatan elevasi dilakukan setiap 1
jam selama 24 jam selama 30 hari terus menerus. Akan tetapi, pada saat dilakukan
pengambilan data batimetri (pemeruman) interval pencatatan pasang surut
dikurangi menjadi menjadi 5 menit sekali selama pemeruman dilakukan. Data
pasang surut selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk tabel maupun grafik.
3.4. Analisa dan Pengolahan Data
3.4.1. Data Batimetri
Menurut Wahyu dan Ridwan (1996), akusisi data batimetri berhubungan
dengan data posisi dan data kedalaman. Pada saat pengambilan data maka data
yang teramati disebut titik fiks yang memiliki informasi posisi dan kedalaman.
Data hasil pengukuran batimetri yang dilakukan tidak dapat langsung
digunakan karena masih mengalami kesalahan antara lain karena elevasi pasang
surut maupun letak pemasangan alat (transducer). Maka data yang ada kemudian
dikoreksi dengan koreksi pasang surut dan koreksi tranducer.
Besarnya koreksi pasang surut adalah nilai kedalaman (yang telah
terkoreksi tranducer) dikoreksi dengan nilai reduksi yang sesuai kedudukan
permukaan laut pada waktu pengukuran. Reduksi (koreksi) pasng surut laut
dirumuskan sebagai berikut:
rt=TWLt−(MSL+Z0) …………………………………(3-1)
(Soeprapto, 1999 dalam Sinaga, 2006)
Keterangan:
rt : besarnya reduksi yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman
pada waktu t.
TWLt : kedudukan permukaan laut sebenarnya pada waktu t
MSL : muka air laut rata-rata
Z0 : kedalaman muka air surutan di bawah MSL
Setelah itu ditentukan kedalaman sebenarnya:
D=dT−rt…………………………………(3-2)
(Soeprapto, 1999 dalam Sinaga, 2006)
Keterangan:
D : Kedalaman sebenarnya
dT : Kedalaman terkoreksi tranducer
rt : reduksi pasang surut air laut
Data kedalaman yang sudah dikoreksi ditransfer ke perangkat lunak
(software), dalam penyajian batimetri menggunakan software ArcMap 9.03,
sedangkan penyajian model tiga dimensi batimetri menggunakan software surfer
10 dengan metode Kriging. Kriging pada perangkat lunak Surfer dapat
difungsikan sebagai interpolator yang eksak atau sebagai penghalus bergantung
pada parameter yang digunakan (Keckler, 1994).
3.4.2. Data Pasang Surut
Data pasang surut yang digunakan dalam koreksi kedalaman adalah data
pasang surut yang diolah menggunakan metode Admiralty. Metode ini digunakan
untuk mencari komponen – komponen pasang surut M2, S2, K2, N2, K1, P1 dan
O1 yang akan digunakan untuk menentukan karakteristik pasang surut di perairan
tersebut (Djaja, 1989).
Menurut Ongkosono dan Suyaso (1989) dinyatakan bahwa nilai MSL,
LLWL dan HHWL dapat diperoleh dari konstanta hasil analisa data pasang surut
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1. MSL (Mean Sea Level)
MSL = A (So)…………………………………………………………….(3 -3)
2. LLWL (Low Lowest Water Level)
LLWL = A (So) – [A(M2) + A(S2) + A(N2) + A(K1) + A(O1) + A(P1)
+ A(K2) + A(M4) + A(MS4) ] .………………….……….(3 - 4)
3. HHWL (High Highest Water Level)
HHWL = A(So)+[A(M2)+A(S2)+A(K1)+A(O1)+A(P1)+A(K2 ].(3 - 5)
4. Muka surutan, dimana dengan diketahuinya amplitude tiap komponen
pasut, maka dapat dihitung pula muka surutan (chart datum) Zo.
Zo = So – 1,2 (M2+S2+K2)……………………………………….....(3 - 6)
5. MLWL adalah muka air rendah rerata (mean low water level), adalah
rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun
MLWL = Z0 – (M2+S2)...................................................................(3.7)
6. MHWL adalah muka air tinggi rerata (mean high water level), adalah
rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun
MHWL = Z0 + (M2+S2).............................................................(3.8)
Dari konstanta pasang surut tersebut diperoleh juga bilangan Formzahl (F) yang
menunjukan tipe pasang surut di daerah penelitian.
F=Ao 1+A K 1
AM 2+ AS 2
…………………………………………(3 - 8)
Dimana:
F : Bilangan Formzahl
Ao1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan.
AK 1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari.
AM 2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan.
AS 2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari.
Dengan demikian jika nilai F berada antara :
< 0,025 : Pasut bertipe ganda
0,26 - 1,50 : Pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol
1,50 - 3,00 : Pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol
> 3,00 : Pasut bertipe tunggal
2.4.3 Penentuan elevasi lantai dermaga
Tinggi muka air rencana tergantung pada pasang surut pasang surut, wave
setup, wind setup, tsunami dan pemanasan global. Dalam perencanaan bangunan
dermaga di muara Sungai Mahakam, tidak semua parameter tersebut digunakan.
Hal ini mengingat bahwa kemungkinan terjadinya semua parameter secara
bersamaan adalah sangat kecil. Oleh karena itu elevasi muka air rencana tanya
didasarkan pada pasang surut, dan pemasaran global.
a. Pasang Surut
Dari data pengukuran pasang surut digunakan dari beberapa elevasi muka
air yaitu: MHWL, MSL dan LLWL.
b. Kenaikan Muka Air Laut Karena Pemanasan Global
Kenakalan air laut karena pemanasan global (sea level rise, SLR)
diperkirakan dari Gambar 3.5 apabila umur bangunan 20 tahun berarti
pada tahun 2033 besar kenaikan muka air laut adalah 0,2 m.
Gambar 3.5. Perkiraan kenaikan muka air laut akibat pemanasan global
Untuk menentukan elevasi muka air rencana (DWL) rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
DWL=MHWL+SLR..................................................(3.9)
Dan untuk menentukan elevasi lantai dermaga dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
Elevasi Lantai Dermaga=DWL+Tinggi Jagaan...(3.10)
Dimana:
DWL : Design Water Level (Elevasi Muka Air Rencana)
Tinggi Jagaan : 0,5 – 1,5 meter
2.4.4 Penentuan panjang dermaga
Apabila dermaga digunakan oleh lebih dari satu tambatan kapal, di antara
dua kapal yang berjajar diberi jarak sebesar 10% kali panjang kapal terbesar yang
menggunakan pelabuhan (Gambar 3.11). Biasanya kapal yang masuk ke
pelabuhan terdiri dari banyak ukuran. Untuk itu dihitung panjang kapal rerata
yang berlabuh di pelabuhan. Panjang dermaga yang digunakan untuk merapat
beberapa kapal didasarkan pada panjang kapal rerata. IMO (lnternational Maritim
Organization) memberikan persamaan untuk menentukan panjang derrnaga,
seperti diberikan oleh bentuk berikut ini (Bambang Triatmodjo,1999).
Lp=NLoa+(n+1 )× 10 %× Loa
Dengan:
Lp : panjang dermaga
Loa : panjang kapal yang ditambat
n : jumlah kapal
Gambar 3.11. Dimensi dermaga dengan tiga kapal bertambat
top related