YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 1/19

REFERAT 

SPONDILITIS NON TUBERKULOSA

Pembimbing:

dr. Budi, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Muhamad Wildan (201210401011041)

Arif Oktavian (201210401011057)

Muhammad Remo (201210401011060)

Asadullah (201210401011061)

SMF RADIOLOGI RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013

1

Page 2: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 2/19

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi secara sederhana dapat diartikan sebagai masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh melalui adanya pintu masuk kuman dengan memberikan

manifestasi gejala penyakit sesuai dengan fenomena banyaknya kuman yang masuk 

 berbanding dengan kondisi/daya tahan tubuh untuk melakukan perlawanan dari invasi

tersebut.1

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu reaksi lokal jaringan dengan

manifestasi klinis berupa: rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas),

dolor (nyeri), dan functio laesa (gangguan fungsi). Sebab-sebab inflamasi atau

 peradangan sangat banyak dan beraneka ragam. Inflamasi atau peradangan dengan

infeksi bukan merupakan sinonim. Infeksi (adanya mikroorganisme hidup dalam

 jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Peradangan dapat

terjadi dengan mudah pada keadaan steril sempurna, seperti sewaktu sebagian jaringan

mati karena hilangnya suplai darah.1

Pada referat ini akan diuraikan mengenai gambaran spondilitis infeksi

(pyogenik) dan aspondilitis ankilosis.

Berikut ini adalah anatomi dari tulang belakang

2

Page 3: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 3/19

3

Page 4: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 4/19

4

Page 5: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 5/19

BAB II

SPONDILITIS ANKILOSIS

A. Definisi

Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik,

ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang

(vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-

sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang

akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka

merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium

lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah

 Marie Strumpell disease atau Bechterew's disease1,2

B. Etiologi

Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit yang

diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan

 berhubungan erat dengan HLA B27.3 Secara imunologi terdapat interaksi antara class I 

 HLA molecule B27 dan Limfosit T. Tumor necrosis factor (TNF-α) teridentifikasi sebagai

 pengatur sitokin.4

Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan secara

genetik, dan mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen yang disebut

dengan HLA B27. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya HLA B27  gene

marker  yang dapat menjelaskan adanya hubungan HLA B27 dengan SA. Adanya gen

HLA B27 ini hanya menunjukan adanya kecenderungan yang meningkat terhadap

terjadinya SA ini meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi seperti lingkungan.

Akhir-akhir ini, dua gen lain telah teridentifikasi berhubungan dengan SA, yaitu ARTS1

dan Il23R yang mempunyai peran dalam mempengaruhi fungsi imunitas.4

5

Page 6: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 6/19

C. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, prevalensi spondilitis ankilosis sebesar 100-200 per 100.000

 penduduk, yang merupakan penyakit spondiloartitis terbanyak. Namun, prevalensi

spondilitis ankilosis di Jerman mencapai 1% hingga 5% sedangkan di Prancis 0,49%.5

Spondilitis ankilosis biasanya mulai sejak dekade kedua hingga ketiga kehidupan

dengan median usia 23 tahun. Pada 5% pasien, gejala timbul pada usia lebih dari 40

tahun. Usia yang rinci sulit ditentukan karena diagnosis seringkali tidak dikenali selama

 bertahun-tahun.5

Prevalensi spondilitis ankilosis antara pria dan wanita berbanding 2:1 hingga 3:1.

Spondilitis ankilosis pada wanita seringkali timbul lebih ringan gejalanya.5

D. Faktor Risiko

Penyakit ini sering dimulai pada usia antara 20-40 tahun, tapi dapat pula dimulai

sebelum usia 10 tahun. Pada umumnya pria lebih banyak menderita Pada umumnya pria

lebih banyak menderita dari pada wanita dengan perbandingan laki-laki : wanita kurang

lebih 5:1, bahkan ada yang menyebutkan 2-10:1. Faktor-faktor risiko ini meliputi riwayat

keluarga dengan spondilitis ankilosa dan jenis kelamin laki-laki.5,6,7.

E. Patofisiologi

Proses patofisiologi yang terjadi pada spondilitis ankilosa ditandai dengan adanya

inflamasi dan terjadinya fusi. Hal tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar dibawah

ini:8,9.

6

Page 7: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 7/19

Gambar 3. Tulang Belakang Normal dan Tulang Belakang dengan Spondilitis Ankilosa8

Sedangkan manifestasi terjadinya spondilitis ankilosa ditunjukkan dalam skema

sebagai berikut:

Bagan 1. Mekanisme Spondilitis ankilosis8

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinik Spondilosis Ankilosa (SA) dapat dibagi dalam manifestasi skeletal

dan ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan

 bahu, artritis perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Manifestasi

ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan, amiloidosis.9,10

7

Page 8: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 8/19

Gejala utama SA adalah sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan

nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah paha. 2-5,

7-13. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan seperti anoreksia, kelemahan,

 penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.9,10.

 Manifestasi pada Tulang 

Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan

sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, diserati kaku

 pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air 

 panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral

atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah

 pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa di daerah bokong dan

 bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama

akan menambah nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan

dari 75% kasus di klinik. 9,10.

 Nyeri tulang juksa artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang

dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka,

trokanter mayor, tuberositas tibia, atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi

kostovertebra dan manubrium sternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering

disaladiagnosiskan sebagai angina. 9,10..

 Manifestasi di Luar Tulang 

Manisfestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda

ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut,

 biasanya unilateral, dan ditemukan 25-30% pada pasien SA dengan gejala nyeri,

lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupainsufisiensi aorta, dilatasi pangkal aorta,, jantung membesar, gangguan konduksi. Pada

 paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada

 bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan

radiologis, menyerupai tuberkulosis. 9,10.

8

Page 9: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 9/19

G. Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik spondilitis ankilosis dapat ditemukan:9,10,11.

 Sikap/postur tubuh

Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang.

Lordosis lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila

vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta

menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal

ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi

 pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding. 9,10,11

 Mobilitas tulang belakang 

Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak.

Biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang

dapat dilihat dengan cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping

dan ekstensi. 9,10,11

Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan

gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak,

 pada prosesus spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di

atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta melakukan gerakan

membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua

titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai

15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun

(pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga

akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa

sakit. 9,10,11

 Ekspansi dada

Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai

 pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai

9

Page 10: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 10/19

stadium lanjut. Pada pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat

 bervariasi dan tergantung pada umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang

dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita muda disertai

dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigai

mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur 

dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal. 9,10,11

 Enthesitis

Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat

tertentu antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus,

costochondral dan manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris

 juga merupakan manifestasi dari enthesitis. 9,10,11

 Sacroilitis

Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan

tetapi hal ini tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut

sering kali tanda-tanda ini tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan

nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh karena telah terjadi fibrosis atau, bony

Ankylosis9,10,11

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis ankilosis meliputi: 

1. Pemeriksaan Laboraturium

Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah

ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit

kurang kuat. Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai

 petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA. Faktor 

rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan gambaran sama pada

10

Page 11: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 11/19

inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada 15% kasus.

Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis. 9,10.

2. Pemeriksaan Radiologi

Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial,

terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan

kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai

dengan kaburnya gambaran tulang subkondral, diikuti erosi yang memberi

gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah

sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun,

terjadi ankilosis yang komplit. 9,10.

Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis,

yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1

ditambah adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau  pseudo

widening , tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembatan tulang), serta

tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). 9,10.

Akan terlihat gambaran  squaring  (segi empat sama sisi) pada kolumna

vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan

mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut

sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan

membentuk  bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya

 penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta

formasi osteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun

femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan

 penyempitan celah sendi dengan erosi. 9,10.

11

Page 12: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 12/19

Gambar 2. Plain foto anterior vertebrae pada ankilosis

Gambar 3. Plain foto lateral vertebrae pada anklosis spondilitis

12

Page 13: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 13/19

Gambar 4. MRI ankalosis spondilitis

I. Penatalaksanaan Medikamentosa

Pengobatan dengan Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) untuk mengurangi nyeri,

mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Indometasin 75-150 mg

 perhari memegang rekor terbaik. Apabila pasien tidak mampu mentolerir efek samping

seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka

AINS yang lain dapat dicoba. 10,11.

Pasien yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnyadapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg per hari. Tingginya insiden agranulositosis

atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain

 perlu disampaikan pada pasien dengan jumlah eritrosit dan leukosit harus selalu

dimonitor. 9,10.

Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada pasien dengan poliartritis

 perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari Sulfasalazin 2-3 gram perhari, baik nyeri

maupun kelainan spinal.4,5.

Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini

sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut. 9,10.

13

Page 14: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 14/19

Pengobatan lain dapat digunakan  Biologic Response Modifiers (Remicade® =

Infliximab; Enbrel® = Etanercept; Kineret® = Anakinra; Humira® = Adalimumab;

Mabtera® = Rituximab). AS yang tidak responsif dengan AINS dapat digunakan protokol

“Step-down Bridge” menggunakan kombinasi 6 imunosupresan intravena dan oral (SBP-

6-IMNs). AS yang refrakter terhadap AINS adalah AS yang laju endap darah (LED), C-

 Reactive Protein (CRP) dan Skor BASDAI-nya tidak membaik atau memburuk secara

 bermakna meskipun telah diterapi dengan paling sedikit 2 AINS yang berbeda dalam

kurun waktu sedikitnya 2 bulan. Pada AS dengan LED, CRP, dan BASDAI skor tinggi (>

4), inflamasi autoimun harus ditekan seluruhnya sesegera mungkin.11

Metode  terapi standar protokol “Step-down Bridge” menggunakan kombinasi 6

imunosupresan intravena dan oral harian intravena 5 kali per minggu yang terdiri dari:11

• Siklofofamid + Metilprednisolon + 5 Fluro Urasil harian + Metrotreksat mingguan +

tanpa kortikosteroid oral (metilprednisolon, prednison, atau prednisolon), atau

• Siklofofamid + 5 Fluro Urasil + Metrotreksat mingguan tanpa Metilprednisolon dan

kortikosteroid oral.

Jumlah maksimum sesi intravena harian adalah 5 kali per minggu untuk mencegah

dosis kumulatif mingguan yang tinggi dan efek samping. Pada AS refrakter 

siklofosfamid, Ifosfamid adalah suatu analog yang menggantikan siklofosfamid. Pada

kasus-kasus resisten, pasien tidak lagi imuno-naif terhadap Siklofosfamid +Metilprednison + Metrotreksat mingguan. Walau demikian, pasien-pasien ini masih

imuno-naif terhadap kombinasi baru Ifosfamide + 5 flourourasil intravena. Ini dapat

kembali menimbulkan remisi pada AS yang refrakter terhadap Siklofofamid +

Metilprednisolon + Metrotreksat mingguan (komunikasi pribadi).11

 Dosis intravena

1. Siklofosfamid 25 – 100 mg per sesi +

2. Metilprednison 0 – 125 mg per sesi +

2. Metrotreksat 5 – 15 mg per sesi sekali seminggu +

3. 5 Flurourasil 25 – 100 mg per sesi) +

Dosis minimum perlu digunakan pada pasien yang sensitif atau pada mereka

dengan berat badan yang sangat rendah (< 35 Kg). Pasien yang sensitif mungkin

14

Page 15: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 15/19

menderita efek samping dengan dosis 100 mg siklofosfamid dan 5 flurourasil, 15 mg

metrotreksat, dan 125 mg metilprednison, tapi tidak pada dosis 75, 50 atau 25 mg

siklofosfamid, 5 flurourasil atau dosis 5 mg metrotreksat. 11

Sebenarnya metilprednisolon tidak mutlak dibutuhkan untuk mencapai DiC dan

RworalDs pada Nr-AS, tetapi secara relatif dibutuhkan untuk  tapering-off dan mencapai

DiC pada pasien yang masih menggunakan kortikosteroid oral saat datang. Akan tetapi

kombinasi CyC + 5FU + MPS + MTX mingguan (SBP-6-IMNs) memberikan: efikasi

yang lebih cepat, mengurangi jumlah total frekuensi sesi intravena; mengurangi

ketergantungan pada kortikosteroid yang masih diminum pasien saat datang. 11

 Penurunan kadar terapi IV secara bertahap (Tapering Off)

Jika LED turun menjadi < 40, < 30 dan < 25 mm/1 jam (pria < 30, < 20, dan < 15

mm/1 jam), sesi IV diturunkan masing-masing menjadi 3, 2 dan 1 kali per minggu.

Setelah CRP < 3 mg%, BASDAI < 1, dan LED < 25 (wanita) atau < 15 mm (pria) Nr-AS

dikatakan telah mencapai DiC. Kemudian sesi IV diturunkan menjadi 1 kali tiap dua

minggu, 1 kali tiap 4 minggu, 1 kali tiap 8 minggu dan dihentikan. Pada beberapa pasien

dengan AS yang telah lama diderita, dosis final pada minggu ke-12 mungkin

dibutuhkan.11

J. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa

Fisioterapi

Tujuan utama fisioterapi pada SA adalah untuk memperbaiki mobiltas dan

kekuatan serta mencegah atau menurunkan terjadinya abnormalitas kurva tulang

 belakang. Fisioterapi mempunyai peranan terhadap manajemen SA namun tidak dapat

menggantikan pengobatan medikamentosa. Pengobatan dan fisioterapi adalah bersifat

koplementer satusama lain.9

Prinsip pengobatan utama pada SA adalah dengan menghilangkan nyeri,

mengurangi inflamasi, latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara

15

Page 16: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 16/19

 postur tubuh. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras

dengan sebuah bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal

sebaiknya dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk 

 penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal

ini sebaiknya dilakukan di rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit

dilakukan beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang bermanfaat dalam

menjaga pergerakan ekstensi spinal. 6,10.

Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan

 berupa fleksi spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus

diperkuat. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi

lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengansandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada

duduk.6,10.

Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh

menahan dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis.

Karena itu, postur harus dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam

 posisi fleksi dari bahu dan lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit,

 bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding.6,10.

Pembedahan

Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang

menyebabkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna

vertebrae belum dijelaskan secara rinci. Sebagai dampak dari fusi columna vertebrae ini

terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas. Menurunnya fleksibilitas dapat

 berakibat akan terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang seperti fraktur dan

dislokasi, atlanto-axial dan atlanto-occipital subluxiation, deformitas tulang belakang,

stenosis tilang belakang, dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan

 pembedahan mungkin dapat dibutuhkan.6,10.

16

Page 17: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 17/19

K. Prognosis

Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita

lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat.

Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam

menentukan prognosis. Beberapa survei epidemiologis menunjukkan bahwa apabila

 penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam

10 tahun pertama maka perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan

sendi-sendi perifer yang berat menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita

dengan SA memperlihatkan keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol

sehingga dapat menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik.12

Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak 

memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering

terlihat pada pria2-5,12-15. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh

terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari

trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi

 pada salah satu diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan

ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi

dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior.

Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian

 besar kasus. Komplikasi kedua yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa

fraktur yang dapat menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.12

17

Page 18: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 18/19

DAFTAR PUSTAKA

1. Taurog JD, Lipsky P. Ankylosing spondylitis, reactive arthritis, and undifferentiated

spondyloarthropathy. In: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Marthin JB, Fauci

AS, Kasper DL (Eds): Harrison's Principles of Internal Medicine, 13th ed., Mc Graw-

Hill Inc., International Edition, 1998, 1, 1664-69.

2. Weisman MH. Spondyloarthropathies. In: Stein JH, Hutton JJ, Kohler PO (Eds): Internal 

 Medicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994, pp 2454-62.

3. J Sieper, J Braun et al : Ankylosing Spondylitis , an overview,Ann Rheum Dis 2002; 61.

(suppl 3) iii 8-18.

4. Ckou CT, Factors effecting pathogenesis of AS, Chin Med J (Engl) 2001; 114 : 212-13.

5. Braun J, Bollow M, Remlinger G, et al. Prevalence of spondyloarthropathies in HLA-B27

 positive and negative blood donors. Arthritis Rheum 1998;41:58-67.

6. 6. Hadi S . Spondiloartropati seronegatif, dalam Prijanto Poerjoto, Sugiri, Sutikno T (eds)

Pendidikan Kedokteran berkelanjutan ke II Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit

Universitas Diponegoro. Semarang. 1997: 31-5.

7. Sunarto. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondiloartropati Seronegatif, dalam Hirlan, M

Husein Gasse , Lestariningsih (eds) Pertemuan Ilmiah Tahunan VII Perhimpunan Dokter 

Ahli Penyakit Dalam Cabang Semarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro.

Semarang. 2004: 144-7.

8. Isbagio H, Spondiloartropati Seronegatif dalam Sarwono waspaji, D Muin Rahman, LA

Lesmana, Djoko Widodo, Hari Isbagio, Idrus Alwi, Unggul Budi Husodo (eds) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi ketiga . Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1996: 143-6

9. Weisman MH. Spondylopathies. In:Stein JH Hutton JJ. Kohler PO (eds): Internal 

 Me22dicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994, pp 2454-62.

18

Page 19: SPONDILITIS NEW.doc

7/27/2019 SPONDILITIS NEW.doc

http://slidepdf.com/reader/full/spondilitis-newdoc 19/19

10. Isbagio H. Spondiloartropati Seronegatif. Dalam: Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,

et al (Eds): Buku Ajar Penyakit Dalam I 3 rd., Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1996, 142-5

11. Klippel J H, Seronegative Spondyloarthropathies, Ankylosing Spondylitis in Primer on

The Rheumatic Desease Edition 12. Arthritis Fondation. Atlanta Georgia. 2001: 250-4.

12.Darmawan John. Terobosan dalam Pengobatan Spondilitis Ankilosis yang Refrakter 

Terhadap AINS memakai Protokol Step-down Bridge (Kombinasi 6 Imunosupresan

Intravena dan Oral). Semarang. (Diunduh dari :

http://www.lupusarthritisindonesia.org/id/download/mi-07.pdf 10-8-2011)

19