RATOON STUNTING PADA BATANG TEBU (Saccharum officinarum L.)
Oleh :
Yuli Rismawati B1J009147Khaelah Sofah B1J009188Fitria Agustina B1J010013Atika Nurmayasari B1J010127Muhamad Ma’arif B1J010148Irfan Nugraha B1J010159
TUGAS TERSTRUKTUR FITOPATOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................ 2
II. PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
III. KESIMPULAN ...................................................................................... 7
DAFTAR REFERENSI
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu
tanaman penting sebagai penghasil gula. Sebagaimana diketahui gula
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok, yaitu suatu komoditi penting
yang selalu diperhatikan oleh pemerintah. Walaupun bukan tebu saja
sebenarnya yang dapat menghasilkan gula, tetapi lebih dari separoh produksi
gula dunia berasal dari tebu (Sudiatso, 1983).
Tanaman tebu termasuk golongan tumbuhan berkeping satu (monokotil),
susunan akarnya dengan batang yang tidak bercabang dan daun yang berbentuk
pita dengan tulang-tulang daun sejajar (Siska, 1981). Batang tebu merupakan
bagian terpenting dalam produksi gula dan terdiri atas ruas-ruas yang dibatasi
oleh buku-buku.Tiap ruas memiliki satu mata yang biasanya tertutup oleh kulit
tipis yang merupakan daun tidak sempurna. Di sekeliling mata pada tiap-tiap ruas
terdapat lingkaran akar tempat tumbuh tunas dan bakal akar. Tanaman tebu
yang tumbuh baik dapat memiliki batang sepanjang 3-5 meter atau lebih.Kulit
batang tebu keras tetapi dalamnya lebih lunak dan mengandung banyak sukrosa
(King et al.,1953).
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu Ha pada periode 2000-2005,
industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 900
petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 1,3 juta orang (Fahmi,
2012). Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka akselerasi peningkatan
produksi gula nasional antara lain dengan kegiatan bongkar ratoon, penggunaan
varietas unggul baru dan penggunaan benih yang sehat dan bermutu. Tantangan
dan hambatan dalam penyediaan benih varietas unggul maupun benih yang
sehat dan bermutu tersebut antara lain faktor waktu, benih yang tersedia terbatas
serta serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) khususnya penyakit
pembuluh RSD (Ratoon Stunting Disease) yang relatif tinggi (Zaki, 2012).
Ratoon stunting adalah penyakit yang paling berpengaruh terhadap nilai
ekonomi tanaman tebu. Penyakit ini ditemukan di sebagian besar kawasan
perkebunan tebu. Penyakit dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 30%.
Penyakit sulit untuk diindentifikasi dan ditularkan secara mekanis atau melalui
1
bibit yang terinfeksi. Secara mekanis penyakit tanam an tebu ini disebarluaskan
dari pisau pemanen yang telah terkontaminasi (Daniati, 2011).
Penyebab dari penyakit dapat terjadi setelah melakukan kontak dengan
salah satu bagian tanaman akan menginfeksi bagian tanaman tersebut.
Apabila pertahanan dari tanaman tersebut lemah, maka proses yang ada pada
bagian tanaman akan terganggu, sehingga bagian tanaman tersebut akan
menjadi sakit. Apabila bagian tanaman tersebut sakit, maka akan muncul gejala
khas yang menunjukkan jenis penyakit tersebut, apakah disebabkan oleh jamur,
bakteri,virus ataukah nematoda. Bagian tanaman yang sakit ini kemudian akan
menjadi sumber hama dan penyakit dan akan dapat menyebar ke tanaman lain
yang sehatmelalui, angin, air, alat-alat pertanian, serangga, bahkan melalui
perantaraan manusia (Sudiatso, 1983).
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab
penyakit ratoon stunting pada tanaman tebu dan upaya pengendaliannya.
2
II. PEMBAHASAN
Penyakit Ratoon Stunting Disease (RSD) adalah penyakit bersifat
sistemik yang menyerang pembuluh tebu. Penyakit ini sulit dideteksi berdasarkan
gejala visual. Saat ini penyakit tersebut telah tersebar di seluruh pertanaman
tebu di Indonesia dengan persentase serangan antara 10–100% (Grisham et al.,
2009; Fahmi, 2012). Penyakit pembuluh/RSD disebabkan oleh bakteri
Leifsonia/Clavibacter xyli subsp xyli. Penyakit ini perlu mendapat perhatian
karena penyebaran utamanya adalah melalui benih, sehingga tindakan
pengendaliannya perlu dilakukan secara dini. Penyakit pembuluh dapat
menyebabkan kehilangan hasil hingga lebih dari 10% pada lahan sawah dan
50% pada lahan tegalan (Daniati, 2011).
Klasifikasi patogen :
Domain : Bacteria
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteria
Subclass : Actinobacteridae
Order : Actinomycetales
Suborder : Micrococcineae
Family : Microbacteriaceae
Genus : Clavibacter
Specific descriptor : xyli
Subspecies : xyli
Scientific name : Clavibacter xyli xyli (Davis et al., 1984 )
Menurut Comstock dan Gilbert, (2009), penyakit pembuluh/ RSD
disebabkan oleh bakteri Leifsonia / Clavibacter xyli subsp xyli. Penyakit ini perlu
mendapat perhatian karena penyebaran utamanya adalah melalui benih,
sehingga tindakan pengendaliannya perlu dilakukan secara dini dalam
pembibitan tebu. Tidak ada gejala diagnostik yang tepat. Stunting adalah satu-
satunya gejala yang jelas tetapi juga dapat disebabkan oleh sejumlah penyakit
lainnya. Tingkat stunting akibat penyakit ini dapat bervariasi. Hasil panen dapat
terpengaruh bahkan ketika pengerdilan tidak jelas. Ekspresi Penyakit dapat
meningkat dengan adanya stres, terutama kelembaban. Penurunan hasil
produksi disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan tanaman yang sakit
3
dengan disertai tangkai tipis dan lebih pendek dan kadang-kadang terjadi
penurunan jumlah tangkai ketika penyakit parah. Dalam tanaman jerami atau
ratoon, tanaman sakit lebih lambat untuk memulai pertumbuhan, dan kematian
tanaman individu kultivar sangat rentan mungkin terjadi. Beberapa kultivar sangat
rentan mungkin menunjukkan layu di bawah tekanan kelembaban dan bahkan
nekrosis daun di ujung dan tepi.
Penularan RSD terjadi melalui bibit yang berasal dari tanaman sakit dan
nira tanaman sakit yang menempel pada pisau yang digunakan untuk memotong
saat panen. Menurut Daniati (2011), penularan utama penyakit pembuluh adalah
melalui benih. Benih tebu yang terinfeksi berpotensi menularkannya pada benih
sehat, baik pada saat penebangan, pemotongan ataupun pengangkutan.
Gambar 1. Batang tebu yang terserang C. Xyli (Ratoon stunting)
Penyakit pembuluh dapat pula ditularkan melalui peralatan mekanis pada
saat penebangan seperti golok untuk memotong tebu. Peralatan ini
terkontaminasi oleh patogen (bakteri C. xyli) yang terdapat pada getah/cairan
batang yang terinfeksi. Penularan melalui alat–alat mekanis ini diketahui cukup
tinggi. Binatang yang memakan tanaman tebu pun dapat menularkan penyakit ini
apabila sebelumnya memakan tanaman sakit kemudian beralih ke tanaman yang
sehat. Meski demikian belum diketahui secara pasti tingkat penularannya
(Daniati, 2011). Tanaman yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan
yang kurang sempurna terutama tanaman keprasan tampak kerdil. Gejala yang
khas yaitu terlihat warna jingga kemerah-merahan pada berkas-berkas pembuluh
batang tebu menjelang masaknya tebu. Apabila dipotong melintang terlihat titik
merah, jika dibelah bentuk merah memanjang. Tanaman inang lain adalah
jagung dan sorgum. Media pembawa penyakit antara lain stek, batang (stem
4
stoke), mata tunas (buds), bunga (flower/infloresence), akar (root) (Ernawati dan
Rejeki, 2012).
Batang yang terserang penyakit pembuluh tidak mesti menunjukkan
gejala luar, tetapi apabila batangnya dibelah maka di bagian dalamnya akan
terlihat perubahan warna (discoloration) kemerahan pada bagian pembuluh
terutama di bagian buku (Comstock dan Gilbert, 2009). Perubahan warna ini
dapat pula disebabkan oleh penyakit tebu lainnya sehingga belum tentu dapat
dikatakan sebagai gejala pasti penyakit pembuluh. Satu–satunya yang dapat
memastikan adalah uji ELISA. Pada beberapa varietas, tunas–tunas muda juga
akan mengalami perubahan warna menjadi berwarna kemerahan. Tetapi sekali
lagi, ini belum dapat dipastikan sebagai penyakit pembuluh namun dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya infeksi pada tanaman muda. Cara yang
dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi penyakit pembuluh adalah dengan
pemeriksaan uji serologi (Daniati, 2011).
Secara alami, bakteri Clavibacter xyli pv. xyli hanya ditemukan pada
pohon tebu dan belum diketahui jenis serangga vektornya. Infeksi terjadi pada
bagian luka. Bakteri ini dapat ditularkan secara mekanik dari pohon tebu ke
pohon tebu lainnya melalui alat-alat yang digunakan untuk pengolahan tanah dan
pemanenan tebu. Penularan bakteri melalui benih belum diketahui. Bakteri
Clavibacter. xyli pv. xyli dapat bertahan hidup dan bersifat infeksius selama
beberapa bulan di dalam sisa-sisa tanaman atau di dalam tanah. Bakteri
Clavibacter xyli pv. xyli menyerang tanaman secara sistemik melalui xilem, dan
dapat dideteksi hampir di setiap bagian pohon tebu yang sudah memiliki xilem.
Akibat serangan RSD, batang menjadi lebih tipis dan pendek. Tanaman menjadi
lebih lambat tumbuhnya. Dalam kondisi normal, tanpa pengendalian kerugian
dilapang diperkirakan mencapai 5-10%. Efek RSD akan menjadi lebih parah saat
tanaman stres, tanaman stress ketika lingkungan sangat lembab bahkan bisa
mati (Ernawati dan Rezeki, 2012).
Benih tebu yang terinfeksi penyakit pembuluh adalah sumber utama
penularan penyakit ini. Untuk mencegah penyebarannya, maka diupayakan
penyediaan benih tebu yang bebas/tidak terinfeksi penyakit pembuluh, salah
satunya yaitu dengan penyediaan benih tebu yang berasal dari kultur jaringan.
Benih tebu yang berasal dari kultur jaringan bebas penyakit pembuluh karena
perbanyakan benihnya dilakukan secara aseptik, serta media tumbuh yang
digunakan adalah media yang steril. Benih kultur jaringan berasal dari bagian
5
tanaman tebu yang ditumbuhkan pada media buatan dan bukan benih yang
berasal dari kebun benih konvensional yang memiliki resiko terinfeksi penyakit
pembuluh. Benih tebu konvensional diperoleh dari kebun benih yang dibangun
secara berjenjang mulai dari Kebun Benih Pokok (KBP), Kebun Benih Nenek
(KBN), Kebun Benih Induk (KBI) hingga Kebun Benih Datar (KBD). Benih tebu
asal kultur jaringan bebas dari penyakit pembuluh sampai keprasan (ratoon)
kedua (Daniati, 2011). Kondisi kebun yang kekurangan air dan kurang subur
dapat meningatkan penyakit RSD. Penularan dengan mudah terjadi secara
mekanis melalui penggunaan parang pemotong bibit, alat-alat penggarap tanah
(infeksi melalui akar) dan penggunaan stek tanaman sakit. Di samping itu ada
suatu penelitian yang membuktikan bahwa tikus yang mengerat tebu dapat
menularkan bakteri ini (Wehlburg, 1956 dalam Semangun, 1991).
Pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah menggunakan bibit
tebu yang sehat, melakukan sterilisasi alat pemotong saat panen, perlakuan Hot
Water Treatment (HWT) terhadap bibit tebu, menggunakan bibit hasil kultur
jaringan dan penggunaan varietas tahan RSD (Comstock dan Gilbert, 2009;
Daniati, 2011).
Gambar 2. Alat perlakuan Hot Water Treatment
Yang dimaksud dengan perlakuan HWT adalah merendam benih tebu
pada air panas bersuhu 50 oC selama 2 jam kemudian direndam dalam air dingin
selama 15 menit. Metode ini cukup efektif untuk mencegah penularan penyakit
pembuluh. Pencegahan terhadap penularan penyakit pembuluh melalui
peralatan mekanis juga perlu diperhatikan karena tingginya penularan melalui
alat–alat mekanis. Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan menjaga
kebersihan/sanitasi alat–alat mekanis yang digunakan. Sanitasi alat mekanis
dapat dilakukan dengan memanaskannya atau dengan menggunakan disinfektan
seperti alkohol (Daniati, 2011).
6
III. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyakit Ratoon Stunting Disease (RSD) adalah penyakit bersifat sistemik
yang menyerang pembuluh tebu.
2. Penyakit Ratoon Stunting Disease (RSD) disebabkan oleh bakteri
Clavibacter xyli xyli.
3. Penularan Penyakit Ratoon Stunting Disease (RSD) dapat melalui kontak
langsung dengan tanaman yang terinfeksi, melalui alat pemotong tebu dan
melalui vektor (pemakan batang tebu).
4. Pengendalian Penyakit Ratoon Stunting Disease (RSD) dengan perlakuan
Hot Water Treatment (HWT) terhadap bibit tebu.
7
DAFTAR REFERENSI
Comstock, J.C. and Gilbert, R. A. 2009. Florida Sugarcane Handbook : Sugarcane Ratoon Stunting Disease. University of Folrida.
Daniati, Cucu. 2011. Ratoon Stunting Disease pada Tanaman Tebu. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Ernawati, Feny dan Tri Rejeki. 2012. Penyakit Pembuluh (Ratoon Stunting Disease) yang Merugikan Tanaman Tebu.
Fahmi, Zaki Ismail. 2012.Uji Elisa Sebagai Metode Deteksi RSD (Ratoon Stunting Disease) pada Bibit Tebu. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.
Grisham, M. P., R. M. Johnson, and R. V. Viator. 2009. Effect of Ratoon Stunting Disease on Yield of Recently Released Sugarcane Cultivars In Louisiana. Journal of the American Society of Sugar Cane Technologists 29: 119-127.
King, NJ, RW Mungomeri and CG Hughes. 1953. Manual of Cane Growing, Angus and Roberton, Sidney. London.
Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakitTanamanPerkebunan di Indonesia, Gajah Mada University Press Yogyakarta.
Siska, AT. 1981. Pengamatan Banyaknya Serangan Mosaic pada Beberapa Varietas Tebu di Kebun Tebu Giling Pabrik Gula Pesantren “Penataran Jengkol” PTP XXI-XXII (Persero) Kediri.
Sudiatso, S. 1983. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor.