YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: Presentasi Kasus DHF RSPA

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 6,5 TAHUN

DENGAN DHF GRADE II

Oleh :

Jatnika Permana G99122005/ B-04-2014

Pembimbing

Dr. Noor Alifah, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Presentasi Kasus DHF RSPA

BAB I

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. L

Umur : 6,5 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pingkuk, Boyolali

Tanggal masuk : 29 April 2014

No. RM : 14459763

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dengan cara aloanamnesis terhadap ibu pasien

A. Keluhan Utama

Demam

B. Riwayat Penyakit Sekarang

14.00 I II III IV V

Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu

Seorang anak perempuan usia 6,5 tahun, datang ke IGD RSPA

diantar keluarga dengan demam sejak 5 hari yang lalu. Demam dirasakan

terus menerus. Pasien sudah membeli obat turun panas dari warung namun

demam tidak membaik. Demam dirasakan turun sebentar namun kemudian

Page 3: Presentasi Kasus DHF RSPA

naik lagi. Karena demam yang dirasakan tidak membaik, pasien merasa

tubuhnya terasa lemah.

Keluhan juga disertai dengan timbulnya gusi berdarah. Keluhan

timbul sejak hari ke 4 setelah demam hari pertama. Selain itu, mulai

muncul bintik merah di tangan dan kaki pasien. pasien juga mengeluhkan

rasa tidak nyaman di daerah perut. Perut terasa penuh sehingga pasien

terkadang mengalami mual dan muntah terutama ketika makan atau

minum. Melihat kondisi pasien, kemudian pasien dibawa keluarga ke

rumah sakit. Saat dilakukan pemeriksaan, keluarga menceritakan bahwa 3

minggu sebelumnya tetangga pasien ada yang dirawat di rumah sakit

karena demam berdarah.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat mondok di RS : disangkal

Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Anggota keluarganya

terdiri dari ayah, ibu, kakak perempuan, dan pasien sendiri. Penerangan

rumah cukup, ventilasi cukup. Sumber air berasal dari sumur di belakang

rumah. Bak mandi selalu dikuras 2 minggu sekali.

Page 4: Presentasi Kasus DHF RSPA

F. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal

Ibu pasien hamil pada usia 29 tahun. Pemeriksaan kehamilan dilakukan

ibu penderita di bidan setempat. Frekuensi pemeriksaan pada trimester I

dan II sebanyak 1 kali, dan pada trimester III sebanyak 2 kali. Penyakit

kehamilan (-). Riwayat minum jamu selama hamil (-).

G. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir dibantu bidan, spontan, usia kehamilan 40 minggu, durasi

persalinan normal, menangis kuat segera setelah lahir. Berat waktu lahir

3700 gram, panjang badan saat lahir 50 cm. Ketuban pecah dini

disangkal, aspirasi air ketuban disangkal. Biru disangkal, kuning

disangkal.

H. Riwayat Pemeriksaan Post Natal

Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di posyandu dekat rumahnya.

I. Riwayat Imunisasi

BCG : 1x, 2 bulan setelah lahir

Hepatitis B : 3x, setelah lahir, 1 bulan, dan 6 bulan

DPT : 3x, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan

Polio : 4x, 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1,5 tahun

Campak : 1x, 9 bulan

Kesan: lengkap sesuai jadwal Kementrian Kesehatan

J. Riwayat Nutrisi Anak

Sehari-hari pasien makan sebanyak 3 kali yaitu pagi, siang dan

malam hari. Makanan pasien sehari-harinya terdiri atas nasi dan lauk-pauk.

Lauk-pauk yang sering dikonsumsi adalah tempe, tahu, telur, ikan, dan

daging. Pasien tidak suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

Kesan : kualitas dan kuantitas baik

Page 5: Presentasi Kasus DHF RSPA

K. Pohon Keluarga

I

II

III

An. L, 6,5 tahun

III.PEMERKSAAN

a. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Compos Mentis, tampak lemah, gizi kesan baik

2. Vital sign

a) TD : 100/70

b) HR : 96x/menit

c) RR : 28x/menit

d) Suhu : 38,3 o C

3. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, petechi (+)

4. Kepala : mesocephal

5. Mata : reflek cahaya (+/+), pupil isokor (2 mm/2 mm)

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

palpebra (-/-)

6. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

7. Telinga : sekret (-/-), tragus pain (-)

8. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor (-), tonsil

dan faring hiperemis (-)

9. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

10. Thorax : retraksi (-), iga gambang (-)

Page 6: Presentasi Kasus DHF RSPA

11. Pulmo : I pengembangan dinding dada kanan dan kiri

simetris

P fremitus raba kanan = kiri

P perkusi sonor // sonor

A suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan(-/-)

12. Cor : I ictus cordis tidak tampak

P ictus cordis tidak kuat angkat

P batas jantung kesan tidak melebar

A bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,

bising (-)

13. Abdomesn : I dinding perut sejajar dinding dada

A bising usus (+) normal

P timpani

P supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2cm di

bawah arcus costa dextra, kesan membesar,

lien kesan tidak membesar

14. Esktrimitas :

Ekstrimitas Superior Ekstrimitas Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

CRT < 2 detik + + + +

Arteri dorsalis

pedis

Kuat Kuat Kuat Kuat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (29 April 2014)

Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal

Hemoglobin 15.6 H g/dl 11.5 -15.5

Leukosit 4300 L /ul 4500 – 14500

Page 7: Presentasi Kasus DHF RSPA

LED /mm 0-20

Eosinofil 0 L % 1-3

Basofil 0 % 0-1

Neutrofil segmen 49.0 L % 50-70

Limfosit 36.5 % 20-40

Monosit 14.5 H % 2-8

Hematokrit 44.8 H % 25-40

Trombosit 35 L 103 /ul 150-450

Eritrosit 5.90 H 106 /ul 4-5.2

MCV 75.9 L Fl 80-100

MCH 26.4 L Pg 27-32

MCHC 34.8 g/dl 32-36

RDW 11.4 % -

V. RESUME

1. Anamnesis :

Pasien anak L, perempuan , 6,5 tahun, dengan berat 18 kg. Keluhan

berupa demam sejak 5 hari yang lalu. Demam terus-menerus. Tidak

membaik dengan obat penurun panas. Gusi berdarah (+), bintik merah di

kulit (+), rasa tidak nyaman di perut. Tetangga pasien dirawat di rumah

sakit karena DBD 3 minggu yang lalu.

2. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum tamak lemah, CM. TD :100/70, HR: 96x/menit, RR:

28x/menit, T: 3 8,3OC. Petechie (+), hepatomegali

3. Penunjang

Leukosit : 4300/ul, Monosit 14,5%, Hematokrit 44,8%, Trombosit

35x103 /ul,

Page 8: Presentasi Kasus DHF RSPA

VI. DAFTAR MASALAH

1. Demam 5 hari

2. Gusi Berdarah

3. Bintik kemerahan di kulit

4. Rasa kurang nyaman di perut

5. Suhu 38,3O C

6. Hepatomegali

7. HCT 44,8%

8. Trombosit 35x103 /ul

VII. ASSESSMENT

DHF GRADE II

Page 9: Presentasi Kasus DHF RSPA

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEMAM BERDARAH DENGUE

A. DEFINISI

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut (2-

7 hari) yang disebabkan oleh virus genus flavivirus melalui perantara

nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang dapat menimbulkan

gejala demam akut (2-7 hari) disertai dengan manifestasi perdarahan dan

bertendensi menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1

Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa DBD ialah penyakit

yang terdapat pada anak dan pada dewasa dengan gejala utama demam,

nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.

Uji torniquet akan positif dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau

semua gejala perdarahan.2

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum

manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild

undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue

(DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock

syndrome/DSS). 3

Virus dengue termasuk grup B arthropod virus (arboviruses) dan

sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang

mempunyai 4 jenis serotype yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi

dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan

terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Serotipe den-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat.4

Aedes aegypti adalah nyamuk yang paling efisien sebagai vektor dari

arbovirus, karena sifatnya yang antropofilik dan sering hidup dalam

ruangan. Pada saat nyamuk yang merupakan vektor dari virus telah

Page 10: Presentasi Kasus DHF RSPA

terinfeksi, maka dapat terjadi transmisi virus dari nyamuk ke manusia

melalui tusukan ke kulit maupun melalui makanan. Nyamuk betina yang

telah terinfeksi juga dapat mentransmisi virus ke generasi selanjutnya

melalui transmisi transovarial, tetapi hal ini jarang terjadi. Selain itu,

nyamuk yang awalnya tidak terinfeksi oleh virus dapat menjadi terinfeksi

bila menghisap darah orang yang telah tertular virus.5

B. EPIDEMIOLOGI

Sejak tahun 2000, kasus dengue menyebar dengan sangat cepat di

beberapa negara di Asie Tenggara. Tahun 2003 delapan negara –

Banglades, India, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Sri Langka, Thailand,

Timor Leste – melaporkan kasus ini. Istilah haemorragic fever di Asia

Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada

tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun

1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di

beberapa negara lain di Asia Tenggara.5

Tahun 2007 di Myanmar dari mulai Januari hingga September 2007

dilaporkan 9578 kasus dan di Thailand dilaporkan 58.836 kasus. Demi

mencegah dan menanggulangi kasus ini, WHO memalui resolusi

Page 11: Presentasi Kasus DHF RSPA

SEA/RC61/R5 of the WHO Regional Comitee for South East Asia tahun

2008 mencanangkan suvei epidemiologi, manajemen kasus, mobilisasi

dan komunikasi mengenai dengue, manajemen vektor terintegrasi, dan

penelitian.

Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana suhu panas dan

praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes aegypti

besar dan permanen.6. Di banyak negara demam dengue dan DBD

banyak terjadi pada anak-anak. Selain itu, DBD juga dapat ditemukan

pada perantau .5

Di Indonesia jumlah kasus DBD menempati urutan kedua setelah

Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan DBD di Indonesia terus

menignkat pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan

jumlah penderita 72.133 orang.3

C. PATOGENESIS

Manifestasi sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan

biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran

mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk

menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini

sebagian besar menganut the secondary heterologous infection

hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan

bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus

dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue

serotip lain dalam jangka waktu 6 bulan sampai 5 tahun.

Menurut sejarah perkembangan patogenesis DBD dalam kurun

waktu 100 tahun ini, dapat dibagi dua kelompok besar teori patogenesis

yaitu :

1. Teori virulensi virus

Teori ini mengatakan seseorang akan terkena virus dengue dan

menjadi sakit kalau jumlah dan virulensi virus cukup kuat 4. Keempat

Page 12: Presentasi Kasus DHF RSPA

serotipe virus mempunyai potensi patogen yang sama dan syok

sindrom terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.2

2. Teori imunopatologi (The Secondary Heterologous Dengue Infection

Hypothesis)

Teori ini mengatakan DBD dapat terjadi apabila sesorang yang

telah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi

ulangan dengan tipe virus dengue tipe yang berlainan. Antibodi yang

terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi

menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu

enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2

jenis antibody yaitu (1) kelompok monoclonal reaktif yang tidak

mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2)

antibody yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya

memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion

determinant specificity. Antibody ono-neutralisasi yang dibentuk pada

infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada

infeksi sekunder virus dengue oleh serotype dengue yhang berbeda

cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ini

adalah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological

enhancement hypoyhesis) yang berlangsung sebagai berikut :

a) Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel

Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue

primer

b) Non-neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi

maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai

reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan

sel fagosit mononuclear. Mekanisme pertama ini disebut

mekanisme aferen.

c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit

mononuclear yang telah terinfeksi

Page 13: Presentasi Kasus DHF RSPA

d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan

menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini

disebut mekanisme eferen. Parameter terjadinya DBD dengan dan

tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.

e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi

dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat

dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler

dan mengaktivasi sistem koagulasi.

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang berlainan pada seseorang

penderita dengan kadar antibodi anti dengue rendah maka respon

antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi

dan transformasi limfosit sistem imun dengan menghasilkan titer antibodi

IgG anti dengue. Selain itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam

limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam

jumlah yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya komplek

antigen antibodi (komplek virus-antibodi) yang selanjutnya akan :

a. Mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endothel dinding

itu. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian.

b. Dengan terdatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka

akan mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan

mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE

sehingga berakibat terjadinya trombositopenia hebat dan perdarahan.

Disamping itu, trombosit yang mengalami metamorfosis akan

melepaskan faktor trombosit 3 yang dapat mengaktivasi sistem

koagulasi.

c. Aktivasi faktor Hageman (Faktor XII) yang selanjutnya juga

mengaktivasi sistem koagulasi sehingga berakibat terjadinya

pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses ini maka

Page 14: Presentasi Kasus DHF RSPA

plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada

pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin

Degradation Product (FDP).7

Dua hal utama yang terjadi pada kasus DBD adalah peningkatan

permeabilitas vaskuler yang menyebabkan extravasasi plasma dari

intravaskuler ke ekstravaskuler dan terjadinya gangguan hemostasis yang

ditandai dengan perubahan vaskuler, trombositopeni dan koagulopati.5

Gambaran Histopatologi

Pada hepar, biasanya membesar, sering dengan perubahan lemak.

Efusi berbercak kuning, berair, dan kadang-kadang ditemukan

perdarahan pada rongga serosa. Secara mikroskopis ada edema

perivaskuler pada jaringan lunak dan diapedesis sel darah merah yang

menyebar. Selain itu dapat pula terjadi penghentian maturitas dari

megakariosit dalam sumsum tulang, dan kenaikan megakariosit dalam

kapiler paru-paru, glomerulus, dan sinusoid hati dan limpa. Virus dengue

biasanya tidak ditemukan pada jaringan penderita yang meninggal.

Sedangkan isolasi pada hati dan jaringan limfatik jarang ditemukan.6

D. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari. Awal penyakit biasanya

mendadak, disertai gejala prodormal seperti anoreksia, nyeri kepala,

nyeri anggota badan, rasa menggigil dan malaise. Pada lebih dari separuh

pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak. Pada beberapa pasien

dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau

bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak

ditemukan pada semua pasien.

Page 15: Presentasi Kasus DHF RSPA

a) Fase demam

Panas biasanya langsung tinggi dan terus menerus dengan sebab

yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian

antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali).

Panas ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok

maka panas akan turun dan penderita sembuh sendiri.7

b) Fase kritis

Saat suhu tubuh sudah mulai menurun, biasanya hari ke 3-7,

terjadi peningkatan permeabilitas kapiler disertai peningkatan jumlah

haematokrit. Ini menandakan dimulainya fase kritis. Pada periode ini

plasma leakage biasanya berlangsung selama 24-48 jam

c) Pase perbaikan

Jika pasien dapat bertahan dari fase kritis, reabsorbsi cairan

kompartemen ekstravaskuler akan terjadi 48-72 jam berikutnya.

Terjadi perbaikan keadaan umum. Seperti pada infeksi virus yang

lain, maka infeksi virus dengue juga merupakan suatu self limiting

infecting disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.7

Gambaran klinis yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Panas

Panas biasanya langsung tinggi dan terus menerus dengan sebab

yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian

antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali).

Page 16: Presentasi Kasus DHF RSPA

Panas ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok

maka panas akan turun dan penderita sembuh sendiri.7

Selain panas, kadang disertai dengan gejala prodroma seperti

nyeri kepala, anoreksia, nyeri pada otot, tulang, dan persendian,

menggigil, dan malaise. Pada umumnya ditemukan sindroma trias

yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya

ruam. Disamping itu, perasaan tidak nyaman di daerah

epigastrium disertai kolik sering ditemukan.8

2. Tanda perdarahan

a. Perdarahan karena manipulasi

Uji tourniquet/rumple leede test yaitu dengan mempertahankan

manset tensimeter selama 5 menit, kemudian dilihat apakah

timbul petekie atau tidak di daerah volar lengan bawah .8

Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih

petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan

bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa

cubiti). 4

Perdarahan spontan, meliputi: petechie, perdarahan gusi,

epistaksis, hematemesis dan melena.

3. Pembesaran hepar

Gambaran laboratorium

Trombositopenia dan hemokonsentrasi ditemukan pada

penderita DBD. Penurunan jumlah trombosit kurang dari 100.000

per mm3 biasanya ditemukan pada hari ke 3 dan ke 8, baik sebelum

maupun bersamaan dengan terjadinya hemokonsentrasi. Peningkatan

hematokrit ˃20% menunjukkan peningkatan permeabilitas vaskuler

dan terjadinya kehilangan plasma. 5

Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai

trombositopenia dan atau hemokonsentrasi sudah cukup untuk

membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87% kasus tersangka

DBD dapat didiagnosis dengan tepat yang dibuktikan oleh

Page 17: Presentasi Kasus DHF RSPA

pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan

antara lain IgM/IgG ratio, MAC-ELISA, IgG ELISA.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada Kriteria

menurut WHO (1997), yaitu :

1. Kriteria Klinis

a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari tanpa

sebab yang jelas (tipe demam bifasik)

b. Manifestasi perdarahan :

- Uji Tourniquet (+)

- Petechie, echimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan atau melena.

c. Hepatomegali

d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :

- Nadi cepat dan lemah

- Penurunan tekanan darah

- Akral dingin

- Kulit lembab

- Pasien tampak gelisah

2. Kriteria Laboratoris

a. Trombositopenia (AT <100.000/ul)

Page 18: Presentasi Kasus DHF RSPA

b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau

sama dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalescens yang

dibandingkan dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari

populasi.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan

hemokonsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk

menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan/atau

hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien

anemi dan/atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan

hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD. 4

Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat

erat kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997)

membagi DBD dalam derajat setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu :

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya

manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain

Derajat III : Terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai

kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan

darah yang tak terukur, kesadaran amat menurun.9

E. PENATALAKSANAAN

Terdapat 5 hal yang harus dievaluasi yaitu keadaan umum,

renjatan, kebocoran cairan, perdarahan terutama perdarahan

gastrointestinal dan komplikasi.

Pada dasarnya terapi DBD bersifat suportif yang mengatasi

kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

akibat perdarahan.

Adapun penatalaksanan DBD menurut derajatnya lihat bagan.

Page 19: Presentasi Kasus DHF RSPA

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA

DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurun.Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Periksa uji tourniquet

Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab Hb/Ht naik dan trombosit turun

Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke-3

Rawat Inap Rawat Jalan

Minum banyak,Parasetamol bila perlu Kontrol tiap hari sp demam turun.

segera bawa ke rumah sakit

Rawat Inap Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke-3

Rawat Inap

Jumlah trombosit < 100.000/ul

Jumlah trombosit > 100.000/ul

- Rawat jalan- Parasetamol- Kontrol tiap hari

sampai demam

Uji Tourniquet (-) Uji Tourniquet (+)

Page 20: Presentasi Kasus DHF RSPA

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA

PENINGKATAN HEMATOKRIT

(Bagan 2)

DBD Derajad I

Gejala klinis : demam 2-7 hari Uji tourniquet positif Lab. hematokrit tidak meningkat

trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. mkn tiap 5 menit. Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu > 38,5 derajad celcius beri parasetamolBila kejang beri obat antikonvulsif

Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus menerus

Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik dan atau trombositopeni

Infus ganti ringer laktat(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratoris

PulangKriteria memulangkan pasien : 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Secara klinis tampak perbaikan 4. Hematokrit stabil 5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml7. Tidak dijumpai distress pernafasan

Page 21: Presentasi Kasus DHF RSPA

PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN

PENINGKATAN HEMATORIT

(Bagan 3)

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes

Perbaikan

DB Derajad I + perdarahan spontan Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Tidak Ada Perbaikan

DBD Derajat II

Tidak gelisah Nadi kuat Tek Darah stabil Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam) Ht Turun (2x pemeriksaan)

Gelisah Distres pernafasan Frek. nadi naikHt tetap tinggi/naik Tek. Nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada

Tanda Vital memburuk

Ht meningkatTetesan dikurangi Tetesan dinaikkan 10-15 ml/kgBB/jam

(bertahap)Perbaikan5 ml/kgBB/jam

Evaluasi 15 menitPerbaikan

Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan

3 ml/kgBB/jam

IVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup

Distress pernafasan, Ht naik, tek. Nadi ≤ 20mmHg

Ht turun

Koloid 20-30 ml/kgBB

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB

Perbaikan

Page 22: Presentasi Kasus DHF RSPA

PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV

(Bagan 4)DBD Derajad III & IV

Oksigenasi (berikan O2 2-4/menit) Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit

Cacat balans cairan selama pemberian cairan intravena

Syok tidak teratasi Syok teratasi

Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / Sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurun Nadi lembut / tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula darah

DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi

Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, Trombosit

Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam

Tambahan koloid/plasma Dekstran 40/FFP

10-20 (max 30) ml/kgBBKoreksi Asidosis

evaluasi 1 jam Syok teratasi

Syok belum teratasi Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus Stop tidak melebihi 48 jam

Ht turun + Transfusi fresh blood 10

ml/kg Dapat diulang sesuai

kebutuhan

Ht tetap tinggi/naik

+ Koloid20 ml/kgBB

Page 23: Presentasi Kasus DHF RSPA

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang harus diwaspadai:

1. Ensefalopati dengue

2. Kelainan ginjal

3. Edema paru

4. Gangguan pada SSP seperti konvulsi, spastik, penurunan kesadaran,

dan parese sementara.

5. DIC

6. Perdarahan intracranial, herniasi batang otak

7. Sepsis, pneumonia,

8. kerusakan hati.5

G. PROGNOSIS

Bila penderita tidak disertai dengan demam hemoragik atau

sindroma syok dengue prognosis baik.

II. DEMAM DENGUE

A. DEFINISI

Penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan 2 atau lebih manifestasi

sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia, ruam kulit

manifestasi perdarahan dan leukopenia. 10

B. ETIOLOGI

Demam dengue disebabkan oleh virus dengue termasuk group B

arthropoda borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus

flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu

DEN-1,DEN-2,DEN-3,DEN-4. Virus ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus

dengue kepada manusia baik secra langsung yaitu setelah menggigit

orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung

setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari

(extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk

Page 24: Presentasi Kasus DHF RSPA

Infeksi virus dengue

Demam,anoreksia,muntah

Dehidrasi

hepatomegali

Manifestasi perdarahan

Permeabilitas vaskuler ↑

trombositopenia

Kebocoran plasmaHemokonsentrasiHipoproteinemiaEfusi pleuraasites

hipovolemia

syok

anoksia

meninggal

asidosis

DIC

Perdarahan sal.cerna

Demam dengue

Kompleks Ag-abkomplemen

DBD derajat I-II-III-IV

derajat

I

II

III

IV

dan berkembangbiak di dalam tubuh. Pada nyamuk,sekali virus masuk

dan berkembangbiak di dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan

dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada

manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan

viremia yaitu antara 3-5 hari. 11

C. PATOFISIOLOGI

D. MANIFESTASI KLINIS

Page 25: Presentasi Kasus DHF RSPA

Manifestasi bervariasi menurut umur dan dari penderita ke penderita.

Pada bayi dan anak kecil penyakit mungkin tidak terdiferensiasi atau ditandai

oleh demam 1-5 hari, radang faring, rhinitis, dan batuk ringan.11

Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan

perasaan lelah. Tanda khas dari demam dengue adalah adalah peningkatan

suhu yang mendadak, kadang-kdang disertai menggigil, sakit kepala, dan

flushed face (muka kemerahan). Dalam 24 jam, terasa nyeri pada belakang

mata terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia,

dan nyeri otot serta sendi. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah anoreksia,

konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorokan, dan depresi. Gejala tersebut

biasanya menetap untuk beberapa hari.10

Demam, suhu pada umumnya antara 39-40 oC, dapat bersifat bifasic ,

menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai

urtikaria di muka, leher, dada dan pada akhir fase demam (hari ketiga atau

keempat), ruam akan menjadi makulopapular. Selanjutnya pada akhir fase

demam atau awal suhu turun timbul peteki dapat dijumpai area kulit normal

berupa bercak keputihan, kadang-kadang dirasakan gatal. Perdarahan

terbanyak pada DD adalah dengan uji tourniket positif.10

Gb.1 Ruam dan Demam pada Demam Dengue

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 26: Presentasi Kasus DHF RSPA

Hasil laboraturium pada fase awal demam akan dijumpai jumlah leukosit

normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit

umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi saat

epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Trombosit jarang dibawah 100.000

sel/mm3. Asidosis, hemokonsentrasi, kenaikan angka transaminase, dan

hipoproteinuria dapat terjadi selama beberapa infeksi virus primer 11

F. TERAPI

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam, pasien

dianjurkan:

1. Tirah baring, selama masih demam

2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk

menurunkan suhu menjadi < 390C, dianjurkan pemberian paracetamol.

3. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang

diperlukan untuk mengurangi rasa sakit kepala, nyeri otot atau nyeri

sendi.

4. Dianjurkan pemberian cairan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu,

sellain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selam 2 hari.

5. Monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokit sampai normal

kembali.

6. Jika pasien tidak dapat minum(pasien muntah terus)

a. Lakukan pemasangan infus NaCl 0.9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan

rumatan sesuai dengan berat badan.

b. Kemudian periksa Hb, Ht, Trombosit per 6-12 jam, monitor gejala

klinis dan laboraturium (monitor gejala klinis dan lab)

c. Perhatikan tanda syok

d. Palpasi hepar setiap hari

e. Ukur diuresis setiap hari (BCD)

f. Awasi perdarahan (lingkar perut)

g. Periksa Hb, Ht, AT per 6-12 jam 10

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: Presentasi Kasus DHF RSPA

1. WHO. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. WHO. Geneva. 1997.

2. Staf Medis Fungsional Anak RSDM. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf

Medis Fungsional Anak. RSUD Dr. Moewardi. Surakarta. 2004.

3. Hendarwanto. Dengue dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3.,

editor: HM Sjaifoellah Noer. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2000.

4. Sri Rezeki HH. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap. Pelatihan Bagi

Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam

Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit Fk UI. Jakarta. 2002.

5. Saford, Jay, P. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam, vol.2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene Braunwaald,

Jean D Wilson, Joseep B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper. EGC.

Jakarta. 1999.

6. Departemen IKA RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu

Kesehatan Anak RSCM (Draft Uji Coba). RSCM. Jakarta. 2005.

7. Rampengan, TH. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik Pada

Anak. EGC. Jakarta. 1997.

8. Halstead, S. Arbovirus dalaqm : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol.2, ed.15.,

editor : Rischard E Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. EGC. Jakarta. 2000.

9. Rusepno Hasan. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FK UI.

Jakarta. 2000.

10. Hardinegoro SR, Satari HI, editor (penyunting). Demam Berdarah Dengue

Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2004.

11. Wahab S. Demam Dengue dan Demam yang Menyerupai Demam Dengue.

Dalam: Arvin,Kliegman, Arvin, editor(penyunting). Ilmu Kesehatan Anak.

Edisi 15. Jakarta:EGC; 2000. Hlm.1132-4


Related Documents