YOU ARE DOWNLOADING DOCUMENT

Please tick the box to continue:

Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kartilago

Kartilago atau tulang rawan sendi adalah jaringan yang terdiri dari sel dan

serat yang menutupi matriks atau bahan padat (Gibson, 2003). Kartilago

mengandung campuran glikosaminoglikan dengan protein pada substansi

dasarnya yang memberikan karakter yang kuat walaupun memiliki derajat

elastisitas dan kompresibilitas yang lebih besar dari pada tulang (Slaane, 2004).

Kartilago tidak memiliki pembuluh darah, pembuluh limfe atau saraf, tetapi

diselubungi membran yaitu perikondrium sebagai tempat tulang rawan

mendapatkan darah (Gibson, 2003).

Secara alami, kartilago memiliki kemampuan untuk mengalami degenerasi

dan regenerasi. Proses penyembuhan kartilago diatur oleh kondrosit yang

memproduksi matriks ekstraseluler berupa proteoglikan dan kolagen. Akan tetapi,

ketika kartilago artikular mengalami cedera maka kemampuannya untuk

memperbaiki diri sangat terbatas. Hal ini dikarenakan beberapa respons terhadap

penyembuhan cedera pada kartilago tidak dikompensasi dengan proliferasi tipe

kolagen dan proteoglikan yang sesuai dan akan menyebabkan fungsi yang

abnormal. (Steinert et al., 2008).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

11

2.1.1 Klasifikasi kartilago

Terdapat tiga jenis kartilago dengan kandungan sel dan serat yang berbeda, yaitu:

2.1.1.1 Kartilago hialin

Kartilago hialin terbentuk terutama pada area yang membutuhkan

sokongan kuat, tetapi fleksibilitas juga diperlukan. Kartilago hialin membentuk:

a. Sebagian besar tulang rawan pada tulang,tulang rawan iga, pada ujung

anterior iga; pada umur yang sudah lanjut tulang rawan ini mengalami

osifikasi (menjadi tulang),

b. Tulang rawan artikular di dalam sendi. Tulang rawan ini menutupi permukaan

tulang dalam sendi dan bersifat licin, dengan cairan yang disekresi oleh

membran sinovial sendi,

c. Laring dan cincin trakea. Tulang rawan laring dapat mengalami osifikasi.

2.1.1.2 Kartilago elastik

Kartilago elastik memiliki struktur yang serupa dengan kartilago hialin

tetapi mengandung banyak serat elastin yang bercabang banyak. Hal ini

memungkinkan kekakuan kartilago, tetapi tidak memiliki elastisitas dalam

pergerakan. Kartilago elastik terbentuk pada bagian telinga eksternal, epiglotis

dan beberapa kartilago laring (Gibson, 2003; Sloane, 2004).

2.1.1.3 Fibrikartilago

Tulang rawan ini terdiri dari serat kolagen dalam jumlah besar dan

ditemukan di dalam jaringan ikat (Gibson, 2003). Fibrikartilago terjadi pada

lokasi yang lebih memerlukan sokongan atau daya regang yang lebih kuat

daripada yang dapat diberikan kartilago hialin. Fibrikartilago menyatukan tulang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

12

pada persendian yang gerakannya terbatas misalnya tulang pada tengkorak kepala,

simfisis pubis dan diskus intervetebral. Struktur kondrosit pada fibrikartilago

seringkali terbentuk dalam kelompok atau barisan di antara sejumlah berkas serat

kolagen (Sloane, 2004).

2.1.2 Histogenesis kartilago

Pembentukan kartilago dimulai dari kondroblas yang merupakan sel

kondrosit yang imatur. Sel ini kemudian berproliferasi dan memproduksi matriks.

Seiring dengan meningkatnya matriks extraselular, kondroblas terkumpul di

dalam lakuna dan menjadi kondrosit. Kondrosit adalah sel kartilago yang telah

matur dan mengisi ruang-ruang kecil (lakuna) dalam matriks. Kondrosit akan

terus membelah dan memproduksi kartilago tambahan (Sloane, 2004). Beberapa

makromolekul utama yang terkandung dalam matriks kartilago antara lain

kondrosit, kolagen dan proteoglikan.

2.1.2.1 Kondrosit

Semua komponen jaringan dalam kartilago artikular disintesis oleh

kondrosit. Kondrosit membentuk sekitar 1% dari keseluruhan volume jaringan

(Erggelet and Mandelbaum, 2008). Kondrosit merupakan sel yang terdapat dalam

kartilago matur dan bertanggung jawab untuk sintesis dan integritas dari matriks

ekstraseluler kartilago. Kartilago yang normal akan menstimulasi kondrosit untuk

menjaga komposisi molekul kartilago yang sesuai, sedangkan kartilago yang

mengalami gangguan akan menstimulasi kondrosit untuk mengubah komposisi

molekul kartilago, dimana hal ini akan mengarah pada kejadian osteoarthritis

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

13

(Monfort et al., 2006). Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen

spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew et al., 2007).

Gambar 2.1. Peran faktor transkripsi SOX-9 dalam kondrogenesis.

Bone morphogenic protein-2 (BMP-2) bersifat osteoinduktif serta

merupakan faktor yang berperan dalam proses induksi diferensiasi dari osteoblast.

Efek dari ESWT pada tulang subkondral didukung dengan peningkatan

vaskularisasi yang dimanifestasikan dengan perubahan pada vessel endothelial

growth factor (VEGF), sedangkan proses osteogenesis dimanifestasikan dengan

adanya perubahan dalam BMP-2. VEGF merupakan protein yang menstimulasi

vaskulogenesis dan angiogenesis serta faktor yang mengindikasikan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah dan aktivitas mikrovaskuler termasuk pertumbuhan

angiogenik dari pembuluh darah baru (Hsu et al., 2013).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

14

2.1.2.2 Kolagen

Kolagen adalah struktur protein yang merupakan makromolekul dengan

jumlah terbesar yang menyusun kartilago artikular. Sekitar 60% dari berat kering

kartilago terdiri dari kolagen. Kartilago hialin terutama terdiri dari kolagen tipe-2,

dan pada jumlah yang lebih sedikit terdapat jenis kolagen tipe-9, 10 dan 11.

Kolagen bertanggung jawab untuk ketahanan kartilago dan kemampuannya dalam

menahan beban. Kondroitin sulfat, keratan sulfat dan dermatan sulfat merupakan

matriks proteoglikan yang penting dalam kartilago (Erggelet and Mandelbaum,

2008).

2.1.2.3 Proteoglikan

Proteoglikan terdiri dari protein inti dengan rantai glikosaminoglikan

yang terhubung. Baik penyerapan maupun pengeluaran pada kartilago artikular

diatur oleh molekul proteoglikan. Proteoglikan sangat penting untuk penyerapan

stres mekanis serta penyerapan nutrisi untuk kartilago karena sebagian besar

nutrisi diperoleh melalui difusi sinovial (Erggelet and Mandelbaum, 2008).

Proteoglikan memiliki fungsi untuk memberikan elastisitas pada

jaringan. Beban yang berat pada sendi dapat meningkatkan konsentrasi

proteoglikan sebagai akibat dari peningkatan sintesis dan/atau pengurangan

degradasi di tulang rawan sendi. Adanya proteoglikan dalam jumlah yang tinggi

diperkirakan dapat memperkuat elastisitas jaringan melalui efek osmotik

(Monfort et al., 2006).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

15

Gambar 2.2. Struktur kartilago

2.2 Anatomi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan bagian dari ekstremitas inferior yang

menghubungkan tungkai atas dengan tungkai bawah dan berfungsi untuk

mengatur pergerakan dari kaki. Adapun gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi

lutut adalah gerakan fleksi, ekstensi, dan sedikit rotasi. Jika terjadi gerakan atau

faktor lain yang menyebabkan kapasitas sendi berlebihan, maka hal ini dapat

menimbulkan cedera pada tulang rawan sendi lutut (Snell, 2012).

Sendi lutut dibentuk oleh empat tulang yaitu tulang femur, patela, tibia dan

fibula. Pergerakan utama dari sendi lutut terjadi antaran tulang femur, tibia dan

patella. Permukaan atas dari tibia memiliki bentuk yang relatif datar dan disebut

tibia plateau. Sedangkan bagian akhir dari femur berbentuk menyerupai huruf

‘W’ dengan tonjolan bulat disebut condyle. Condyle yang berada pada bagian

dalam disebut medial condyle sedangkan condyle yang di bagian luar disebut

lateral condyle. Patella merupakan bagian yang paling sering mengalami arthritis

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

16

dan bagian yang paling sering mengalami perasaan nyeri pada sendi lutut bagian

depan. Pada setiap bagian tulang yang berhubungan dengan sendi lutut dilapisi

oleh tulang rawan sendi yang keras namun halus untuk mengurangi risiko

terjadinya cedera antar tulang (Hugate and Holland, 2012).

Ligamen merupakan komponen yang paling penting dalam

mempertahankan stabilitas sendi. Stabilitas sendi lutut saat melakukan pergerakan

dipertahankan oleh kolateral ligamen. Kolateral ligamen menghubungkan antara

aspek bagian luar dan dalam dari sendi lutut. Ligamen yang berada pada bagian

medial sendi lutut disebut medial collateral ligament (MCL) sedangkan ligamen

yang berada pada bagian lateral sendi lutut disebut lateral collateral ligament

(LCL). Selain itu, terdapat pula ligamen yang menyilang di tengah sendi lutut dan

karena letaknya yang menyilang, ligamen ini disebut dengan cruciate ligaments.

Ligamen yang berada pada bagian depan disebut anterior cruciate ligament

(ACL), sedangkan yang berada pada bagian belakang disebut posterior cruciate

ligament (PCL). Cruciate ligament merupakan ligamen yang penting dalam

mempertahankan stabilitas sendi lutut saat melakukan gerakan yang mengarah ke

depan-belakang serta gerakan berputar (Hugate and Holland, 2012).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

17

Gambar 2.3. Ligamen pada sendi lutut.

Sendi lutut dibagi menjadi tiga kompartemen yang terpisah. Kompartemen

pertama disebut dengan kompartemen medial yang terletak di antara medial

condyle dari femur dan medial tibial plateau. Kompartemen medial merupakan

kompartemen pada sendi lutut yang paling sering terlibat dalam kejadian

osteoarthritis. Kompartemen yang kedua disebut kompartemen lateral yaitu ruang

antara lateral femoral condyle dan lateral tibial plateau, sedangkan kompartemen

yang ketiga terletak pada ruang di antara patella dan femur sehingga disebut

dengan kompartemen patello-femoral. Dalam banyak kasus arthritis yang terjadi,

ketiga kompartemen tersebut akan menunjukkan tanda dan gejala berupa

degradasi dan nyeri pada tulang rawan sendi lutut (Hugate and Holland, 2012).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

18

Gambar 2.4. Kompartemen pada sendi lutut.

2.3 Biomekanik Sendi Lutut

Biomekanik atau pergerakan sendi lutut yang normal akan menghasilkan

gerakan fisiologis yang didasari oleh gerak osteokinematik seperti gerakan fleksi,

ekstensi dan rotasi. Aksis gerakan fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan

sendi yaitu melewati condylus femoris sedangkan aksis untuk gerakan rotasi

terletak secara longitudinal pada daerah condylus medialis. Gerakan rotasi

berperan penting dalam gerakan fleksi dan ekstensi lutut. Pada saat gerakan

ekstensi mendekati akhir gerak, akan terjadi rotasi eksternal tibia terhadap femur.

Demikian sebaliknya sewaktu gerakan awal fleksi akan terjadi rotasi internal tibia

terhadap femur.

Untuk mendapatkan fungsi pergerakan dan mampu menahan beban

dengan baik, maka sendi lutut membutuhkanstruktur anatomi yang normal. Secara

biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui

medial sendi lutut dan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

19

resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut. Adanya gangguan pada sendi

seperti kerusakan struktur yang disebabkan karena berbagai faktor dapat

meningkatkan risiko osteoarthritis pada sendi lutut.

Deformitas varus (genu varus) adalah suatu kondisi dimana keselarasan

dari sendi melewati kompartemen medial sendi daripadi pusat sendi lutut yang

dapat menyebabkan kontak dan tekanan beban yang lebih besar pada

kompartemen medial lutut. Genu varus dapat menyebabkan kompensasi beban

mengarah pada bagian medial sehingga mengakibatkan perubahan kinetik dan

kinematika sendi selama melakukan pergerakan. Sedangkan deformitas valgus

(genu valgus) adalah kondisi dimana keselarasan sendi melewati kompartemen

lateral sendi daripadi pusat sendi lutut yang dapat menyebabkan peningkatan stres

pada bagian luar atau pada kompartemen sendi lutut bagian lateral

(Levinger et al., 2010). Peningkatan derajat genu varus terkait dengan

perkembangan osteoarthritis lutut, terutama pada pasien yang mengalami obesitas.

Genu varus meningkatkan risiko osteoarthritis lutut sebesar 5 kali lipat pada

pasien obesitas (Eustice, 2015).

Deformitas varus dan valgus akan memberikan efek instabilitas secara

langsung pada lutut. Adanya deformitas menyebabkan tekanan dan beban tubuh

tidak hanya berada pada tulang rawan artikular tetapi juga pada jaringan lain di

sekitarnya yaitu pada tulang subkondral dan ligamen. Memburuknya kondisi

deformitas akan memperburuk osteoarthritis yang diderita sehingga dapat

dikatakan bahwa deformitas berkontribusi dalam perkembangan osteoarthritis dan

berpartisipasi dalam memburuknya kondisi osteoarthritis (Eustice, 2015).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

20

2.4 Osteoarthritis

Osteoarthritis merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai dengan

adanya gangguan dan penurunan progresif pada tulang rawan sendi artikular yang

mengakibatkan gejala berupa perasaan nyeri, keterbatasan gerak dan kekakuan

pada sendi yang terutama muncul ketika inaktivitas panjang atau aktivitas yang

berlebihan. Manifestasi osteoarthritis umumnya bersifat lokal, menyerang satu

atau beberapa sendi seperti sendi lutut, pinggul dan tangan. Kekakuan sendi

umumnya akan menghilang sejenak saat istirahat dan akan memburuk setelah

melakukan aktivitas. Osteoarthritis kronis dapat menyebabkan kesulitan saat

menjalankan aktivitas, deformitas dan cacat progresif pada penderita.

Osteoarthritis tahap akhir ditunjukkan dengan kegagalan dari proses reparatif

tulang rawan sendi yang dapat mengakibatkan degradasi matriks ekstraseluler,

kematian sel dan kehilangan integritas dari tulang rawan sendi (Monfort et al.,

2006; Dipiro et al., 2009; Arthritis Foundation, 2014). Kejadian osteoarthritis

berkaitan erat dengan proses angiogenesis dan inflamasi. Angiogenesis dan

inflamasi dapat mempengaruhi progresivitas gejala osteoarthritis seperti nyeri.

Inflamasi dapat menstimulasi terjadinya angiogenesis, sedangkan angiogenesis

dapat memfasilitasi peristiwa inflamasi. Angiogenesis dapat menyebabkan

gangguan pada regulasi kondrosit dan osifikasi endokondral yang berkontribusi

terhadap perubahan radiografi pada tulang rawan sendi. Proses inflamasi

berpengaruh pada syaraf sehingga menyebabkan peningkatan rasa nyeri (Bonnet

and Walsh, 2005).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

21

2.4.1 Klasifikasi osteoarthritis

Berdasarkan patogenesisnya, osteoarthritis dapat dibagi menjadi 2 (dua)

tipe. Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibedakan menjadi:

2.4.1.1 Osteoarthritis primer

Osteoarthritis primer merupakan tipe osteoarthritis yang paling sering

ditemukan dan bersifat idiopatik. Osteoarthritis primer adalah osteoarthritis yang

kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik

maupun proses perubahan lokal pada sendi (Sudoyo et al., 2009). Osteoarthritis

primer dapat bersifat general (terjadi pada tiga sendi atau lebih) atau lokal (terjadi

pada satu atau dua sendi).

2.4.1.2 Osteoarthritis sekunder

Osteoarthritis sekunder terjadi akibat adanya faktor risiko yang

teridentifikasi seperti trauma sendi, abnormalitas anatomi sendi, infeksi, gangguan

metabolik pada tulang rawan sendi, perubahan tulang subkondral (akromegali)

dan faktor bawaan (Brashers, 2008; Dipiro et al., 2009)

2.4.2 Epidemiologi osteoarthritis

Prevalensi dan tingkat keparahan dari osteoarthritis meningkat seiring

dengan pertambahan usia, dimana peningkatan prevalensi terjadi pada wanita

dengan usia diatas 40 tahun dan pada pria dengan usia diatas 50 tahun (Dipiro

et al., 2009; Braddom, 2011). Berdasarkan Center for Disease Control and

Prevention (2014), pada tahun 2005 osteoarthritis menyerang 13.9% penderita

dalam kelompok usia 25 tahun atau lebih dan 33.6% menyerang penderita dalam

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

22

kelompok usia 65 tahun ke atas. Persentase munculnya osteoarthritis pada sendi

lutut pada kelompok usia 25-34 tahun adalah sebesar 0,1% sedangkan pada

kelompok usia 65-74 tahun osteoarthritis muncul dengan persentase mencapai 10-

20%. Insidensi osteoarthritis dengan tingkat keparahan sedang (moderate) - parah

(severe) pada sendi lutut ditemukan pada 33% penderita yang termasuk dalam

kelompok usia antara 65-74 tahun, sedangkan 50% diantaranya menderita

osteoarthritis pada sendi pinggul. Kejadian osteoarthritis lebih banyak ditemukan

pada wanita, dimana wanita dengan usia lebih tua memiliki risiko dua kali lebih

besar terserang osteoarthritis pada sendi lutut dan tangan jika dibandingkan

dengan pria (Dipiro et al., 2009). Osteoarthritis pada sendi tangan umumnya

terjadi pada wanita, sementara itu osteoarthritis pada sendi pinggul umumnya

muncul pada pria (Braddom, 2011).

2.4.3 Etiologi osteoarthritis

Etiologi dari osteoarthritis bersifat multifaktorial, dimana kebanyakan

penderita osteoarthritis memiliki lebih dari satu faktor risiko yang dapat

menginduksi munculnya osteoarthritis. Faktor risiko yang paling umum sebagai

penyebab osteoarthritis adalah obesitas, jenis pekerjaan, partisipasi dalam

kegiatan olahraga, riwayat trauma sendi dan faktor genetik (Dipiro et al., 2007).

A. Obesitas

Peningkatan berat badan sangat berhubungan dengan kejadian

osteoarthritis pada sendi pinggul, lutut dan tangan, dimana obesitas dianggap

sebagai faktor risiko utama yang dapat dicegah pada osteoarthritis. Kemunculan

osteoarthritis seringkali didahului dengan adanya obesitas dan lebih banyak

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

23

berkontribusi dalam perkembangan osteoarthritis dibandingkan dengan inaktivitas

sendi (Dipiro et al., 2007). Seseorang yang menderita obesitas memiliki risiko 14

kali lebih besar untuk mengalami osteoarthritis pada salah satu sendi lutut dan 5

kali lebih besar mengalami osteoarthritis pada kedua sendi lutut. Beban berlebihan

yang ditanggung oleh sendi pada penderita obesitas dapat mempercepat kerusakan

tulang rawan sendi dan meningkatkan kerentanan terhadap kejadian osteoarthritis

(ARC, 2014). Obesitas ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada

sendi yang menanggung beban, tapi juga berpengaruh dengan sendi lain

(Sudoyo et al., 2009).

B. Pekerjaan, olahraga dan trauma sendi

Individu yang terlibat dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang

memerlukan gerakan berulang atau adanya riwayat cedera memiliki risiko yang

lebih tinggi untuk mengalami osteoarthritis. Begitu pula dengan individu yang

berpartisipasi dalam aktivitas olahraga, walaupun risiko munculnya osteoarthritis

tergantung pada tipe dan intensitas dari aktivitas fisik yang dilakukan.

Kemunculan osteoarthritis pada individu dengan usia lebih tua yang mengalami

cedera sendi cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan individu berusia

muda dengan cedera serupa (Dipiro et al., 2007).

C. Faktor genetik

Osteoarthritis merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial, dimana

faktor genetik memiliki peran terhadap terjadinya osteoarthritis. Kelompok gen

interleukin (IL) menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian

osteoarthritis. Begitu pula dengan calmulin yang merupakan regulator intraseluler

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

24

dan berperan dalam berbagai perisitiwa fisiologis, termasuk dalam ekspresi

kolagen tipe-2 juga memiliki kontribusi dalam kejadian osteoarthritis (Dipiro et

al., 2007). Selain itu, faktor genetika yang berkaitan dengan kelainan tulang

bawaan yang mempengaruhi bentuk sendi dan stabilitas atau cacat yang

menyebabkan perubahan dalam bentuk tulang rawan sendi juga dapat

menyebabkan osteoarthritis (Arthritis Foundation, 2014). Beberapa faktor risiko

yang dapat menyebabkan kejadian osteoarthritis berdasarkan American Geriatrics

Society dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor risiko osteoarthritis (AGS, 2001)

Dapat diubah Potensial dapat diubah Tidak dapat diubah

Kegemukan (obesitas) Trauma Umur

Kelemahan otot

Berkurangnya proprioception

atau kemampuan untuk

merasakan dan memahami

gerakan serta posisi tubuh

Jenis kelamin

Aktivitas fisik yang

berat

Biomekanik sendi yang buruk

(misalnya kelemahan sendi) Keturunan

Tidak aktif - Kongenital

2.4.4 Patofisiologi osteoarthritis

Patofisiologi osteoarthritis disebabkan karena adanya berbagai faktor

risiko yang dapat menstimulasi terjadinya disorganisasi dan degradasi pada

kartilago. Faktor risiko baik faktor biomekanik dan biokimia merupakan faktor

penting yang menstimulasi terbentuknya produk degradasi kartilago di dalam

cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi, nyeri serta

kerusakan kondrosit. Dalam osteoarthritis terjadi gangguan antara degradasi dan

sintesis matriks ekstraseluler kartilago yang dipengaruhi oleh kondrosit (Monfort

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

25

et al., 2006). Aktivitas katabolik yang aktif karena dimediasi oleh sitokin pro-

inflamasi, stres oksidatif dan aktivitas enzim proteolitik merupakan faktor inisiasi

yang penting dalam progresivitas osteoarthritis (Egloff et al., 2012).

Keseimbangan antara proses anabolik dan katabolik (repair and damage)

selalu terjadi pada tulang rawan sendi. Pada kejadian osteoarthritis, diferensiasi

pada tulang rawan sendi merupakan akibat dari ketidakmampuan kondrosit dalam

mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler

tulang rawan sendi. Patogenesis osteoarthritis meliputi ketidakseimbangan faktor

biomekanik dan biokimia yang akan mengubah homeostasis dari proses anabolik

dan katabolik jaringan tulang rawan sendi sehingga memberikan efek destruktif

pada tulang rawan sendi (Iannone and Lapadula, 2003; Lee et al., 2013).

Secara garis besar, peristiwa degenerasi tulang rawan sendi pada

progresivitas osteoarthritis dibagi menjadi dua tahap, yaitu fase biosintesis yaitu

fase dimana sel-sel dalam tulang rawan sendi yaitu kondrosit melakukan upaya

untuk mengkompensasi kehilangan matriks ekstraseluler; dan fase degradatif yaitu

fase dimana aktivitas kondrosit dalam melakukan sintesis matriks dihambat dan

degenerasi serta erosi dari tulang rawan sendi berlangsung secara cepat

(Sandell and Aigner, 2001). Secara singkat, patofisiologi terjadinya osteoarthritis

dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

26

Gambar 2.5. Ringkasan patofisiologi osteoarthritis.

Perkembangan khas dari penyakit osteoarthritis melibatkan peristiwa berikut: (1)

hilangnya matriks tulang rawan yang dapat menyebabkan sendi menjadi lebih

rentan mengalami cedera; (2) perubahan pada tulang rawan dengan perkembangan

osteofit di pinggiran sendi; (3) pelepasan fragmen tulang rawan ke dalam sendi;

(4) kerusakan tulang rawan yang berhubungan dengan peradangan sinovial, yang

menyebabkan pelepasan sitokin dan enzim yang dapat memperburuk kerusakan

tulang rawan sendi (Braddom, 2011). Peristiwa seperti proliferasi kondrosit,

diferensiasi hipertrofi kondrosit, remodelling dan mineralisasi matriks

ekstraseluler, invasi kondrosit ke pembuluh darah dan apoptosis sel kondrosit

terjadi sejalan dengan progresivitas osteoarthritis (Dreier, 2010).

Pengaruh genetik: - Kelainan biokimia dalam

sintesis kolagen dan

proteoglikan serta kelainan dalam pembentukan tulang

- Displasia bawaan

Kerusakan struktur

tulang rawan

Faktor risiko: - Umur

- Obesitas

- Kondisi metabolik - Malalignment

-Trauma sendi / cedera

Pelepasan MMP disertai

degradasi dari kolagen dan proteoglikan

Kelemahan otot

(muscle weakness)

Perubahan dalam

fungsi kondrosit

Pelepasan sitokin dan

perubahan faktor

transkripsi

Perubahan bentuk

(remodeling) tulang

Peradangan

sinovial

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

27

Gambar 2.6. Progresivitas osteoarthritis.

Etiopatogenesis osteoarthritis dimulai dari paparan faktor biomekanik dan

biokimia yang berlangsung secara terus menerus dan akan mengganggu

keseimbangan proses anabolik dan katabolik pada tulang rawan sendi. Saat

keadaan normal, permukaan tulang rawan sendi yang halus dan elastis akan

memungkinkan sendi untuk bergesekan tanpa menimbulkan rasa sakit. Pada

kejadian osteoarthritis terjadi kehilangan komponen matriks ekstraseluler yang

berdampak pada degradasi matriks ekstraseluler tulang rawan sendi

(Brashers, 2008).

Matriks ekstraseluler tulang rawan sendi tersusun atas makromolekul

utama yaitu kondrosit, kolagen dan proteoglikan. Kondrosit merupakan sel normal

yang terkandung di dalam tulang rawan sendi dan bertanggung jawab untuk

sintesis dan integritas matriks ekstraseluler tulang rawan sendi. Fungsi tulang

rawan sendi tergantung pada struktur integritas dan komposisi biokimia dari

matriks ekstraseluler. Agrekan dan kolagen tipe-2 adalah makromolekul utama

dan komponen penting dalam penyusunan struktur matriks ekstraseluler yang

menentukan sifat mekanis dari jaringan (Monfort et al., 2006). Pada kartilago

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

28

yang normal, kolagen tipe-2 berikatan erat sehingga membuat molekul-molekul

agrekan berada dalam jarak dekat antara satu sama lain. Agrekan merupakan

proteoglikan yang berikatan dengan asam hyaluronat yang terdiri dari

glikosaminoglikan bermuatan negatif. Molekul agrekan akan memberikan efek

kekakuan pada kartilago melalui tolakan elektrostatis dari muatan negatifnya

(Fauci et al., 2008). Kerusakan dari kolagen tipe-2 dan hilangnya komponen

matriks ekstraseluler tulang rawan sendi mengakibatkan penurunan sintesis

matriks dan regulasi degradasi jaringan tulang rawan sendi. Oleh karena itu,

keseimbangan antara agrekan dan kolagen tipe-2 merupakan parameter kritis

untuk menentukan integritas matriks ekstraseluler tulang rawan sendi

(Monfort et al., 2006; Tew et al., 2007).

Fenotipe dari kondrosit artikular dicirikan dengan adanya ekspresi molekul

gen spesifik kartilago pada matriks ekstraseluler seperti kolagen tipe-2, SOX9,

dan agrekan yang secara keseluruhan bertanggung jawab pada perubahan

anabolisme dari kartilago. Matriks ekstraseluler dari kartilago tersusun atas

kompleks proteoglikan, hyarulonat dan fibril heterotipik. Penyusun dari fibril

heterotipik tersebut adalah kolagen tipe-2, kolagen tipe-9, dan kolagen tipe-11.

Adanya deplesi dari komponen proteoglikan dan destabilisasi dari supra

molekuler kolagen menyebabkan terjadinya suatu stersor antara interaksi

kondrosit dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya keseimbangan

antara sistesis dan degradasi dari matriks ekstraseluler yang memicu apoptosis

dari kondrosit (Bertrand, 2010).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

29

Paparan faktor biomekanik dan biokimia akan menstimulasi hilangnya

molekul proteoglikan dan jaringan lain pada tulang rawan sendi. Hal ini berakibat

pada munculnya inflamasi dan pengikisan pada permukaan tulang rawan sendi

sehingga tulang rawan sendi akan kehilangan elastisitas dan rusak dengan mudah.

Pada peristiwa ini juga mulai terjadi kehilangan molekul air sehingga celah dan

lubang muncul pada tulang rawan sendi. Selama tahap ini, penderita akan

mengalami gejala osteoarthritis secara akut seperti kekakuan sendi dan perasaan

nyeri ketika bergerak yang dapat terjadi pada derajat ringan dalam waktu singkat,

yaitu sekitar 30 menit. Fleksibilitas sendi umumnya akan kembali saat sendi

dipergunakan secara aktif (Lozada, 2013).

Stres mekanis kronis yang dialami oleh tulang rawan sendi menyebabkan

terjadinya cedera seluler pada kartilago yang menyebabkan dilepaskannya produk

degradasi kartilago yang bersifat proinflamatorik ke cairan sinovium. Produk

degradasi ini dapat bertindak sebagai Damage-Associated Mollecular Pattern

(DAMP) yang selanjutnya berinteraksi dengan toll-like receptor (TLR), integrin,

dan reseptor RAGE pada sel-sel sinovium dan kondrosit. Aktivasi dari ketiga

reseptor tersebut menginisiasi proses awal dari inflamasi pada cairan sinovial atau

lebih dikenal dengan sinovitis yakni dengan mengaktivasi dua protein signaling

inflamatorik penting yakni NF-kB dan Notch. Aktivasi Notch juga dimediasi

dengan peningkatan ekspresi Jag1 yang merupakan ligan dari Notch. Kedua

molekul ini bertindak sebagai faktor transkripsi bagi sejumlah mediator-mediator

proinflamatorik seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, MMP, inducible nitric oxide synthase

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

30

(iNOS), dan ADAMTs yang selanjutnya memainkan peranan masing-masing

dalam patogenesis osteoarthritis (Saito et al., 2017).

Walaupun inflamasi memegang peranan penting dalam patogenesis

osteoarthritis, degradasi dan penurunan daya regeneratif kartilago sendi adalah

ujung akhir dari proses ini yang selanjutnya menimbulkan gejala klinis. TNF-α,

IL-1β dan IL-6 merupakan sitokin inflamatorik yang berperan dalam inisiasi dan

progresivitas inflamasi. Kehadiran ketiga sitokin ini menginduksi terjadinya

sinovitis dan propagasi inflamasi oleh sel-sel sinovium yang selanjutnya menarik

leukosit ke dalam cairan synovial (Xia et al., 2014).

Gambar 2.7. Interaksi seluler dalam sendi sinovial (Lee et al., 2013).

IL-1 dan TNF-α juga dapat menimbulkan suatu lingkaran reaktivasi

inflamasi dimana interaksi kedua molekul ini dengan reseptornya menyebabkan

aktivasi NF-kB yang selanjutnya meningkatkan produksi sitokin lebih banyak

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

31

lagi. Konsekuensi penting dari aktivasi berulang NF-kB adalah diproduksinya

berbagai jenis MMP yang mendegradasi protein-protein matriks ekstraseluler

(Saito et al., 2017). Dari banyak jenis MMP yang diinduksi, MMP-13 merupakan

yang terpenting karena bertanggung jawab dalam degradasi komponen mayor dari

kartilago yakni kolagen tipe-2. Degradasi kolagen oleh MMP-13 bertanggung

jawab terhadap penipisan lapisan kartilago seperti yang umum terlihat dari hasil

X-ray pada penderita osteoarthritis (Marcu et al., 2010).

Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan komponen penting yang

berkaitan erat dengan proses degradasi komponen matriks ekstraseluler kartilago

serta berperan dalam patofisiologi osteoarthritis (Monfort et al., 2006).

Dibandingkan dengan MMP yang lain, MMP-13 adalah gen target yang penting

selama perkembangan osteoarthritis karena ekspresi MMP-13 lebih terbatas pada

jaringan ikat (Wang et al., 2013). Selain itu, ekspresi MMP-13 juga secara

spesifik ditemukan dalam kartilago dari pasien osteoarthritis dan tidak ditemukan

pada kartilago pasien normal (Li et al., 2011).

MMP-13 merupakan komponen utama yang berperan dalam degradasi

matriks ekstraseluler kartilago pada osteparthrtitis. Akan tetapi, beberapa

penelitian menunjukkan bahwa protease ADAMTs juga memiliki peranan yang

penting dalam proses katabolic kartilago pada osteoarthritis. Beberapa penelitian

telah membuktikan adanya peningkatan ekspresi ADAMTs 4 dan 5 pada penderita

osteoarthritis. Berbeda dengan MMP-13 yang berfungsi dalam degradasi kolagen

tipe-II, ADAMTs berperan dalam degradasi agrekan yang juga merupakan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

32

komponen penting dari matriks ekstraseluler kartilago yang memperberat

degradasi kartilago pada osteoarthritis (Troeberg et al., 2012).

Pensinyalan molekuler dari sitokin pro-inflamatorik juga memiliki efek

pada efisiensi diferensiasi kondrosit dan tingkat sintesis matriks ekstraseluler.

Kehadiran IL-1β dan TNF-α dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan

turunnya ekspresi faktor transkripsi SOX-9 (Zhang et al., 2015). SOX-9

merupakan faktor transkripsi penting pada kondrosit karena peranannya dalam

dua proses penting yakni diferensiasi kondrosit dan regulasi deposisi matriks

ekstraseluler terutama komponen kolagen tipe-2, agrekan, dan kolagen tipe-9.

Inhibisi SOX-9 menyebabkan penurunan diferensiasi dari kondrosit baru guna

menggantikan kondrosit yang mengalami apoptosis sebagai akibat dari stress

mekanik dan inflamasi. Penurunan laju deposisi matriks ekstraseluler juga

memperberat ketidak seimbangan proses anabolik dan katabolik pada kartilago

yang semakin menghambat daya regeneratif kartilago sendi pada osteoarthritis

(Needham, 2014).

SOX-9 merupakan regulator sensitif dari teknisi pembentuk kartilago

artikuler, dan merupakan penanda awal dari sebuah proses kondrogenesis, dan

merupakan suatu parameter penting dalam regenerasi kartilago (Wu, 2007).

SOX-9 merupakan protein yang sangat penting dalam kondrogenesis, SOX-9

diekspresikan pada seluruh kondro progenitor dan kondrosit. Famili dari SOX

(SOX-5, 6, dan 9) secara bersamaan melakukan aktivasi dari kolagen tipe-2 yang

akan meningkatkan aktivitas dari sel kondrogenik yang memicu remodelling dari

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

33

kondrosit. Delesi dari gen SOX pada tikus menyebabkan adanya kondroplasia

menyeluruh dan hilangnya kartilago secara luas (Jong-min, 2012).

Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan lambat dengan

degradasi dan sintesis yang seimbang sedangkan pada kasus osteoarthritis,

metabolisme kartilago berjalan dengan sangat aktif dan tidak seimbang. Hal ini

akan menyebabkan degradasi yang sangat cepat dari molekul kolagen tipe-2 dan

agrekan, dimana perubahan ini akan menyebabkan hilangnya kekakuan kartilago

sehingga efek destruktif dari kejadian osteoarthritis lebih mudah terjadi (Fauci

et al., 2008). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa IL-1 tidak hanya berperan

aktif dalam peristiwa degradasi kartilago, tetapi juga dapat menekan upaya

perbaikan pada kasus osteoarthritis (Ling and Bathon, 2011).

Selain dari pada peranan kolagen, MMP dan SOX, masih terdapat peranan

reactive oxygen species (ROS) dalam degradasi dan apoptosis kartilago. Pada

suatu kondisi patologis, tekanan oksigen pada cairan sinovial akan mengalami

fluktuasi dan menyebabkan terjadinya iskemia periodik yang mempercepat

metabolisme patologis. Respon yang timbul akibat adanya fluktuasi dalam

tekanan oksigen adalah terbentuknya level ROS abnormal melalui oksidase

NADPH, NOS, dan XO yang kemudian akan memicu terbentuknya radikal seperti

ONOO- dan H2O2 serta mediator inflamasi seperti IL-1β, TNF-α, IFN-γ, ox-LDL,

LPS, dan IL-7. Adanya ROS yang berlebih akan memicu kaskade signaling,

komponen ROS akan mengaktivasi NF-ҡB, IL-1β dan Prostaglandin E2 yang

kemudian akan menurunkan sistesis endogen dari IL-1 reseptor antagonis (IL-

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

34

1Ra) yang memicu apoptosis sel kondrosit dan membatas kapasitas pembentukan

sel baru kondrosit (Lepetos, 2016).

Gambar 2.8. Peran sitokin proinflamasi dalam patofisiologi osteoarthritis

(Kapoor et al., 2011).

Perubahan fungsi kondrosit dalam komponen struktural tulang rawan sendi

dapat mempengaruhi stabilitas mekanis jaringan dan kondisi kondrosit, yang

dapat berakibat pada kegagalan dalam menanggung beban mekanis pada sendi

(Monfort et al., 2006). Beberapa penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan

normal tulang rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri, dimana

kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses

perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan insulin-like growth factor

(IGF-1), growth hormon, transforming growth factor β (TGF-β) dan coloni

stimulating factors (CSFs) (Sudoyo et al., 2009). Akan tetapi, karena inflamasi

yang terjadi pada sinovium cenderung tidak responsif terhadap faktor

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

35

pertumbuhan serta tingginya jumlah MMP yang diproduksi menyebabkan

menurunnya kemampuan faktor-faktor pertumbuhan tersebut untuk mengimbangi

laju degradasi matriks.

Keseluruhan proses yang terjadi selanjutnya menimbulkan gejala-gejala

khas dari penderita osteoarthritis. Sitokin proinflamasi dan prostaglandin yang

dilepaskan pada proses inflamasi selanjutnya menimbulkan rasa nyeri pada

penderita. Osteofit yang berkembang sebagai akibat stimulasi mitosis pada

kondroblast dan osifikasi endokondral menyebabkan restriksi fungional sendi

yang membatasi ruang gerak sendi. Pada tahap awal osteoarthritis, terjadi fase

hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari

sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit (Sudoyo et al., 2009). Kekakuan

sendi dan perasaan nyeri yang dirasakan penderita osteoarthritis pada tahap awal

disebabkan oleh peristiwa inflamasi yang disertai dengan hipertrofi sinovial dan

perubahan subkondral pada tulang rawan sendi (Birrel et al., 2011). Hipertrofi

tulang rawan sendi yang reaktif akan menstimulasi pembentukan osteofit yang

khas dan berhubungan dengan sintesis matriks ekstraseluler oleh kondrosit

sebagai kompensasi perbaikan (repair) tulang rawan sendi (Davey, 2006).

Osteofit juga menyebabkan terdengarnya krepitasi pada pemeriksaan fisik sendi.

Karena inflamasi merupakan penyebab sentral dari pathogenesis osteoarthritis

maka penanganan osteoarthritis difokuskan pada aspek ini seperti yang akan

dijabarkan di bagian terapi.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

36

2.4.5 Diagnosis osteoarthritis

Penegakan diagnosis pada pasien osteoarthritis juga didasarkan pada

identitas umum pasien (misal umur, jenis kelamin, pekerjaan), riwayat kesehatan

pasien, pemeriksaan klinis dan temuan radiologis. Selain nyeri, peristiwa

keterbatasan gerak, kekakuan sendi, crepitus (bunyi gemeretak pada saat sendi

bergerak), instabilitas dan deformitas sendi juga mungkin muncul. Kekakuan

sendi biasanya muncul selama kurang dari 30 menit dan dapat diatasi dengan

menggerakkan sendi (Dipiro et al., 2009). Pembesaran sendi berhubungan dengan

proliferasi tulang atau penebalan sinovium dan kapsul sendi. Adanya rasa hangat,

kemerahan dan sendi yang empuk menandakan terjadinya inflamasi sinovitis.

Deformitas sendi dapat terjadi pada tahap selanjutnya sebagai akibat dari

subluksasi (dislokasi ringan), kolapsnya tulang subkondral, pembentukan tonjolan

tulang atau pertumbuhan tulang yang berlebih (Sukandar et al.,2007).

2.4.6 Terapi osteoarthritis

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam terapi osteoarthritis yaitu

pendekatan tanpa obat (terapi non farmakologi) dan pendekatan dengan obat

(terapi farmakologi). Terapi osteoarthritis pada umumnya simptomatik, misalnya

dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan fisik dan intervensi modalitas

fisik. Target dari pelaksanaan terapi osteoarthritis adalah mengurangi rasa nyeri

pada tulang rawan sendi, mencegah disfungsi tulang rawan sendi serta mencegah

dan memperlambat degenerasi tulang rawan sendi (Zhao et al., 2012).

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

37

Pendekatan umum dalam menjalankan terapi non farmakologi pada pasien

osteoarthritis adalah dengan memberikan edukasi pada pasien tentang penyakit,

prognosis dan pendekatan manajemen terapi. Selain itu, diperlukan konseling diet

untuk pasien osteoarthritis yang kelebihan berat badan (Sukandar et al.,2009).

Pelaksanaan terapi non farmakologi pada penderita osteoarthritisdapat

dilakukan dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur. Kurangnya aktivitas

fisik dikenal sebagai faktor risiko untuk banyak penyakit yang menyerang

populasi manula. Peningkatan aktivitas fisik pada pasien osteoarthritis akan

menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita (Depkes RI, 2006).

a. Terapi non-farmakologis

Aktivitas fisik dan olahraga

Hampir semua pedoman internasional menyatakan olahraga sebagai

manajemen lini pertama untuk pasien osteoarthritis. Latihan dianggap sebagai

pilihan manajemen yang dapat meningkatkan fungsi fisik pada pasien dengan OA

lutut walaupun hanya memiliki efek moderat dalam mengurangi rasa sakit.

Namun, efek analgetik yang ditemukan dari latihan fisik serupa dengan analgesia

atau obat anti-inflamasi non-steroid tetapi memiliki risiko efek samping yang

lebih rendah. Akan tetapi, olahraga tidak memiliki efek terapeutik yang sama pada

OA pinggul. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa olahraga memiliki efek

analgesic dan pemulihan fungsi fisik yang rendah tetapi penelitian yang lebih baru

mengungkapkan bahwa olahraga masih memiliki efek terapeutik yang signifikan

bagi pasien dengan OA pinggul simptomatik. Secara keseluruhan, latihan fisik

menunjukkan manfaat yang menjanjikan dalam mengurangi tingkat nyeri pada

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

38

pasien OA terutama bagi mereka yang menggabungkan elemen penguatan otot.

Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas latihan, dapat dimulai dengan latihan

akuatik yang dapat mengurangi beban sendi dan meminimalkan eksaserbasi nyeri.

Manfaat dari metode ini telah didokumentasikan baik pada OA lutut dan pinggul

(Fransen, 2010).

Olahraga pada OA mencakup beberapa aspek penting. Karena OA lutut

umumnya terkait dengan atrofi otot progresif, latihan resistensi harus

direkomendasikan kepada semua penderita. Urgensi kelemahan otot atau atrofi

cukup signifikan karena dikaitkan dengan peningkatan derajat nyeri dan

fungsionalitas sendi lutut yang berpotensi menghambat aktivitas sehari-hari

pasien. Pelatihan juga terbukti secara signifikan mengurangi penyempitan sendi

lutut dibandingkan dengan latihan ROM. Beberapa penelitian lain gagal

menemukan peningkatan yang signifikan. Tampaknya pelatihan isokinetik lebih

diterima dan sesuai dibandingkan dengan pelatihan konsentris. Di sisi lain, tidak

ada perbedaan yang diamati antara pelatihan resistensi tinggi dan rendah yang

menunjukkan bahwa kedua resimen memiliki efektivitas yang sama dalam

mengurangi rasa sakit, meningkatkan fungsionalitas dan kekuatan otot serta

kegiatan sehari-hari (Foroughi, 2011).

Aspek lain dari latihan olahraga untuk OA adalah pelatihan aerobik yang

bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas aerobik pasien OA. Peningkatan

kapasitas aerobik merupakan aspek penting dalam manajemen OA karena

sebagian besar pasien OA mengalami penurunan status karena kurangnya

gerakan. Ini juga menambah sifat penguatan otot dari pelatihan ketahanan yang

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

39

akan membawa efek menguntungkan seperti yang dinyatakan sebelumnya. Bukti

dari manfaat tersebut diperkuat oleh studi rekomendasi OARSI yang

mengungkapkan bahwa latihan aerobik meningkatkan hasil dari pasien OA yang

diukur dalam tes berjalan dan mengangkat kursi (Fitzgerald, 2011).

Terdapat juga latihan fleksibilitas (ROM) yang umumnya meningkatkan

panjang dan elastisitas otot serta jaringan peri-artikular. Akan tetapi, latihan ini

juga dapat mengurangi tingkat kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan

mencegah pembentukan kontraktur. Metode ini jarang berdiri sendiri dan biasanya

dikombinasikan dengan dua metode latihan lainnya. Oleh karena itu, tidak ada

laporan yang secara eksklusif mengevaluasi efektivitas pelatihan ROM pada

pasien OA. Namun, sebagai bagian dari metode latihan lain, pendekatan ini

terbukti efektif dalam memperbaiki gejala OA walaupun memiliki pengaruh yang

tergolong kecil bagi mereka yang memiliki fungsi sosial yang optimal di

masyarakat. Taichi adalah salah satu latihan ROM yang populer di antara pasien

OA tetapi penelitian yang mengevaluasi hasilnya jarang (Fitzgerald, 2011).

Dalam penerapannya, olahraga dapat dilakukan secara berkelompok untuk

meningkatkan motivasi pasien terhadap pengobatan.. Namun demikian, penting

untuk diketahui bahwa olahraga berlebihan dapat membahayakan pasien itu

sendiri dan dapat menyebabkan rasa sakit selama beraktivitas yang umumnya

berlangsung lebih lama dari 1 atau 2 jam, yang dapat menimbulkan edema,

kelemahan dan kelelahan otot. Kejadian ini tidak boleh menimbulkan rasa takut

beraktivitas kepada pasien karena sering dikaitkan dengan respon pengobatan

yang buruk (Fitzgerald, 2012).

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

40

Secara umum, olahraga adalah rekomendasi inti dalam panduan OA baik

untuk OA lutut dan pinggul serta memiliki efek jangka pendek maupun panjang

yang menguntungkan dalam hal fungsionalitas pasien. Dalam kasus OA pinggul,

latihan hanya memiliki sedikit efek dalam meningkatkan fungsi fisik tetapi secara

signifikan dapat mengurangi rasa sakit. Penerapan latihan fisik pada OA

diregulasi oleh American Geriatrics Society Panel on Exercise and Osteoarthritis .

Program latihan pada Osteoarthritis harus mencakup fleksibilitas, daya tahan dan

pelatihan kekuatan untuk mengoptimalkan perbaikan yang dihasilkan (American

Geriatrics Society Panel on Exercise and Osteoarthritis, 2001).

Program penurunan berat badan

Pasien yang mengalami obesitas atau overweight dengan OA lutut harus

disarankan untuk melakukan program penurunan berat badan karena berat badan

itu sendiri menimbulkan beban yang signifikan pada lutut dan bantalan sendi

lainnya. Menggabungkan penurunan berat badan dengan olahraga memiliki efek

yang jauh lebih besar dibandingkan dengan olahraga atau penurunan berat badan

saja karena peningkatan kuantitas dan kualitas tulang rawan sendi. Dengan

demikian, penurunan berat badan sangat dianjurkan dalam panduan manajemen

OA (Anandacoomarasamy, 2012).

Pemanasan dan pendinginan

Pemanasan memiliki efek memberikan rasa nyaman serta efek terapeutik

bagi pasien OA karena dapat mengurangi sensasi nyeri sekaligus meningkatkan

ekspresi heat shock protein 70 (HSP 70) pada saat yang bersamaan. HSP 70

memiliki peran penting dalam perlindungan kartilago, mengurangi peradangan,

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

41

dan mencegah apoptosis kondrosit. HSP 70 juga meningkatkan metabolisme

matriks yang meningkatkan regenerasi kartilago. Sementara itu, sejauh ini fungsi

terapeutik dari terapi dingin superfisial hanya terbatas pada pengurangan rasa

sakit. Namun, pemilihan metode terapi bergantung pada minat pasien dan

seringkali pasien harus mencoba kedua jenis metode tersebut sebelum dapat

memutuskan terapi mana yang memberikan efek terbesar (Yildirim, 2010).

Pulsed electromagnetic field therapy (PEMF)

Aplikasi PEMF dalam manajemen OA telah secara signifikan

meningkatkan aktivitas harian pasien, menurut meta-analisis RCT PEMF. Namun,

tidak ada perbaikan yang diamati dalam pengurangan rasa sakit dan kekakuan.

Pedoman manajemen OA merekomendasikan PEMF sebagai terapi adjuvan untuk

OA lutut meskipun banyak penelitian gagal menunjukkan efeknya dalam

pengurangan nyeri. Terapi latihan yang meliputi peregangan, ROM, dan latihan

ketahanan menunjukkan efek yang sebanding dengan PEMF dalam mengurangi

keparahan nyeri dan peningkatan fungsi tetapi latihan memiliki biaya yang jauh

lebih rendah. Dengan demikian, penerapan PEMF dapat digantikan oleh terapi

latihan setidaknya dalam beberapa kasus (Gremion, 2009).

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) telah digunakan

sebagai penghilang rasa sakit pada berbagai tatalaksana medis yang berhubungan

dengan rasa sakit. TENS dianggap sangat efektif dalam mengurangi rasa sakit dan

biasanya diterapkan dalam kondisi dengan nyeri kronis atau ketika intervensi

farmakologis telah gagal mengatasi permasalahan nyeri tersebut. TENS juga telah

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

42

terbukti efektif pada OA dengan pengurangan skala nyeri dilaporkan pada semua

sesi perawatan menggunakan TENS bahkan dengan frekuensi yang tergolong

rendah. Menggabungkan TENS dengan latihan terbukti sangat meningkatkan

efektivitas terapi dengan pengurangan yang signifikan pada skala nyeri dan

peningkatan aktivasi otot paha depan dan dengan demikian, kualitas yang lebih

tinggi dari fungsi aktivitas harian (Vance, 2012).

Terapi laser frekuensi rendah

Kombinasi terapi laser frekuensi rendah (LLL) dengan olahraga telah

terbukti mengurangi tingkat nyeri dan meningkatkan fungsionalitas dan aktivitas

di OA lutut. Radiasi juga meningkatkan mikrosirkulasi lokal dan sangat

dianjurkan dalam manajemen OA sebagai terapi adjuvan (Alfredo, 2012).

Masase

Masase juga dapat digunakan dalam tatalaksana OA. Pijat selama enam

puluh menit per minggu telah terbukti menimbulkan perbaikan pada skala nyeri

dan skor fungsi WOMAC setelah 8 minggu perawatan. Namun, tidak ada

perbedaan yang diamati setelah 24 minggu dibandingkan dengan pengobatan

konvensional. Sebagai catatan, menstimulasi pijatan femoris quadriceps, gracilis,

sartorious, dan paha belakang tidak membantu dalam reposisi sendi lutut yang

terpengaruh (Perlman, 2012).

Akupuntur

Meskipun efektivitasnya telah terbukti, penerapan akupunktur dalam

manajemen OA masih memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk divalidasi.

Beberapa efeknya mungkin dihasilkan dari harapan pasien atau efek plasebo dan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

43

bahkan pengurangan rasa sakit yang dihasilkan oleh perbaikan postur yang lebih

baik. Hal ini juga sebagian bergantung pada perbedaan pengalaman ahli

akupunktur yang berdampak pada perbedaan hasil terapi. Dengan demikian, studi

lebih lanjut harus dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas sebenarnya dengan

menggunakan desain double blind sehingga aplikasinya dapat divalidasi (Suarez-

Almazor, 2010).

Prosedur Operatif

Prosedur operasi misalnya osteotomi, pengangkatan sendi, penghilangan

osteofit, artroplasti parsial atau total serta joint infusion diindikasikan untuk

pasien dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi

konservatif (Sukandar et al.,2009). Terapi bedah juga diberikan apabila terapi

farmakologis lain tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk

melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas

sehari-hari (Sudoyo et al., 2009).

b. Terapi farmakologis

Analgesik

Tatalaksana simptomatik pada OA dapat dilakukan dengan administrasi

obat analgesik. Meskipun tatalaksana simptomatik tidak mengubah perjalanan

penyakit, hal ini dapat meningkatkan dan memperbaiki status fungsional dan

kecacatan. Karena intervensi kuratif patofisiologik pada OA sangat sulit dilakukan

maka perbaikan kondisi pasien menjadi asimptomatik adalah satu-satunya tujuan

yang realistis hingga ditemukan suatu pendekatan yang dapat memperbaiki

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

44

struktur sendi dan menghambat patofisiologi penyakit pada OA. Perbaikan gejala

dapat menunda kebutuhan intervensi bedah dan dapat mengurangi besaran biaya

keseluruhan untuk pasien dan sistem perawatan kesehatan (Harvey, 2010).

Acetaminophen (parasetamol) adalah analgesik yang paling sering

digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang pada OA. Acetaminophen adalah

analgesic murni tanpa ada efek modifikasi patofisioligik yang berbeda dengan

NSAID yang juga memiliki efek anti-inflamasi. Mekanisme kerja acetaminophen

masih belum dipahami dengan baik, tetapi kemungkinan melibatkan beberapa

modifikasi dari sistem siklooksigenase tanpa mempengaruhi kaskade inflamasi.

Obat ini terkenal karena onset kerjanya yang cepat (<1 jam) dan durasi kerja yang

pendek (4-6 jam). Obat ini dimetabolisme oleh hati dan hasil metabolitnya

diekskresikan melalui urin dan oleh karena itu harus digunakan dengan hati-hati

pada pasien dengan penyakit hati atau ginjal.. Dalam dosis standar obat ini

umumnya ditoleransi dengan baik dan hanya menyebabkan sedikit efek samping

gastrointestinal (GI) atau hematologi (Graham, 2005).

Tramadol adalah analgesik opioid non narkotik yang berguna dalam

pengobatan nyeri sedang sampai berat pada OA. Mekanisme kerjanya berbeda

namun sinergis dengan asetaminofen. Kombinasi obat ini dengan acetaminophen

memungkinkan dosis tramadol yang lebih rendah dengan manfaat analgesik yang

sama.. Tramadol dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin sehingga

membutuhkan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati.

Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien lanjut usia karena adanya

potensi penekanan sistem saraf pusat (SSP) dan pada pasien dengan gangguan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

45

kejang atau dalam kombinasi dengan obat lain yang mengubah ambang kejang.

Efek samping yang paling umum adalah mual, kemerahan, dan mengantuk.

(Cepeda, 2007).

Selain asetaminofen dan tramadol, terdapat juga obat yang mengandung

narkotika dengan berbagai potensi dan efektivitasnya telah terbukti dalam

mengobati kondisi nyeri akut dan kronis pada OA. Namun, karena adanya potensi

penekanan sistem saraf pusat, kecanduan dan kurangnya efek kausatif pada

penyakit, agen ini tidak dapat digunakan sebagai lini pertama. The American

Geriatric Society (2009) menyatakan bahwa terapi opioid memiliki potensi untuk

digunakan dalam pengobatan nyeri kronis pada OA. Agen ini tidak

direkomendasikan untuk penggunaan rutin guna mengontrol nyeri pada OA,

namun dibatasi hanya pada pasien dengan respon yang tidak adekuat. atau

kontraindikasi terhadap terapi lain (Weaver, 2002).

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

NSAID adalah kelompok besar obat yang memiliki sifat analgesik dan

antiinflamasi. Karena itu NSAID paling banyak dipergunakan dalam penanganan

osteoarthritis. Terdapat juga beberapa bukti bahwa agen ini dapat merurangi

peradangan pada OA (Brandt, 2006).

NSAID menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang mengubah asam

arakadonat menjadi prostaglandin yang merupakan mediator utama peradangan.

Dua isoenzim enzim COX yang umum (COX-1 dan COX-2) dihambat oleh

berbagai NSAID dengan derajat inhibisi yang bervariasi. Isoenzim COX-1 sangat

penting pada toksisitas gastrointestinal yang umumnya timbul sebagai efek

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

46

samping dari beberapa kelas NSAID sedangkan isoenzim COX-2 lebih berperan

dalam menimbulkan toksisitas kardiovaskular. COX-2 hanya diekspresikan oleh

sel yang diaktifkan oleh sitokin inflamasi dan diyakini paling relevan dalam

menimbulkan efek antiinflamasi sistemik (Lai, 2006).

Agen topikal

NSAID topikal telah diteliti dengan ekstensif dan tersedia dalam beberapa

jenis. Gel diethylamine topikal diklofenak telah terbukti memberikan efek

analgesik jangka pendek yang baik dengan lebih sedikit efek gastrointestinal dan

toksisitas ginjal dibandingkan dengan diklofenak oral (Lin, 2004). NSAID topikal

juga efektif dalam meredakan nyeri pada osteoarthrritis dan ini merupakan

alternatif potensial untuk digunakan pada pasien dengan risiko toksisitas sistemik

NSAID (Altman, 2007).

Kortikosteroid intraartikuler

Injeksi kortikosteroid intraartikuler terutama ditujukan untuk ostearthritis

akut dan berat (NICE, 2017).

Selain terapi non farmakologis dan terapi farmakologis yang telah

disebutkan, pelaksanaan terapi terbaru yaitu dengan metode Extracorporeal Shock

Wave Therapy (ESWT) juga dapat dilakukan sebagai langkah yang efektif dalam

menangani kasus osteoarthritis.

Sistem yang dapat diaplikasikan secara universal merupakan salah satu

syarat yang penting untuk melakukan penilaian hasil terapi osteoarthritis, baik

melalui data histologis, histokimia maupun imunohistokimia. Histologic/

Histochemical Grading System (HHGS) yang dideskripsikan oleh Mankin et al.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

47

selama ini telah dikembangkan untuk melakukan penilaian kualitas tulang rawan

sendi pada kejadian osteoarthritis dan telah digunakan secara luas dalam studi

yang dilakukan pada manusia (Custers et al., 2007).

Selanjutnya mengalami proses modifikasi dari beberapa peneliti dan

digunakan untuk penilaian osteoarthritis tulang rawan sendi pada beberapa model

hewan. Skor pada Histologic/Histochemical Grading System (HHGS) terdiri dari

14 poin yang dibedakan berdasarkan perubahan seluler, penilaian histokimia dari

pewarnaan dengan Safranin O dan perubahan arsitektur tulang rawan sendi (erosi,

penetrasi pembuluh darah) (Custers et al., 2007).

Tabel 2.2. Histologic/Histochemical Grading System (HHGS)

I. Structure

A. Normal

B. Surface

C. Pannus and surface irregularities

D. Clefts to transitional zone

E. Clefts to radial zone

F. Clefts to calcified zone

G. Complete disorganization

0

1

2

3

4

5

6

II. Cells

A. Normal

B. Diffuse hypercellularity

C. Cloning

D. Hypocellularity

0

1

2

3

III. Safranin O staining

A. Normal

B. Slight reduction

C. Moderate reduction D. Severe reduction

E. No dye noted

0

1

2 3

4

IV. Tidemark intergrity

A. Intact

B. Crossed by blood vessels

0

1

Total Score

Minimal 0

Maximal 14

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

48

2.5 Metode Pengujian Indikator Osteoarthritis

2.5.1 Metode imunohistokimia

Imunologi merupakan suatu proses yang terutama berkaitan dengan respon

imun baik antibodi maupun sel perantara pada berbagai kondisi yang dialami

individu. Penggunaan metode pengukuran penyakit dengan memanfaatkan

antibodi semakin meluas dan menunjukkan peningkatan. Hal ini disebabkan

karena deteksi atau pengukuran antibodi yang langsung berikatan dengan antigen

yang spesifik merupakan hal yang penting dalam diagnosis serta dapat digunakan

sebagai indikator penilaian berbagai penyakit.Pengukuran dengan menggunakan

antibodi umumnya dilakukan dengan pengambilan serum sampel dari jaringan.

Antibodi yang terikat pada sampel jaringan dapat divisualisasikan dengan

imunofluoresensi atau teknik yang lain (Underwood, 1999).

Metode imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari imunologi,

anatomi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki

ciri spesifik dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi

spesifik yang diberi label. Aplikasi metode imunohistokimia banyak digunakan

untuk proses diagnosis penyakit, pengembangan obat dan terapi serta diterapkan

dalam berbagai penelitian yang bersifat biologis (Coons et al., 1942).

Imunohistokimia merupakan suatu metode pemeriksaan yang berfungsi

untuk mengukur derajat imunitas melaluikadar antibodi atau antigen dalam

jaringan. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat melihat distribusi

dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel dan jaringan lain di

sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa (Coons et al., 1942).

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

49

Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigen-antibodi yang

sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari sekitarnya

(Underwood, 1999).

Metode imunohistokimia merupakan suatu metode yang digunakan dalam

deteksi produk sel dengan menggunakan penanda antibodi. Metode ini digunakan

untuk mengidentifikasi konstituen seluler atau jaringan (antigen) melalui interaksi

antigen-antibodi, dimana ikatan antibodi akan diidentifikasi baik dengan

pelabelan langsung (direct labeling) atau metode pelabelan sekunder (secondary

labeling). Pengikatan antibodi dilakukan melalui label fluoresensi atau kimia yang

menghasilkan suatu produk berwarna (Mitchell et al., 2009). Pada pelaksanaan

metode imunohistokimia menggunakan antibodi yang telah dikenalkan secara

artifisial terhadap substansi spesifik yang diinginkan atau dicurigai. Antibodi

tersebut akan mengikat substansi spesifik yang terkandung di dalam jaringan.

Ikatan antibodi ini akan diperlihatkan dengan menggunakan kompleks zat warna

(Underwood, 1999).

Antibodi adalah suatu imunoglobulin (Ig) yang dihasilkan oleh sistem

imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk

berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah

teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau

substansi yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik

dengan antibodi membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antara antibodi

dengan antigen akan divisualisasikan dengan menggunakan senyawa label atau

marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi sehingga bisa divisualisasi secara

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

50

langsung atau dengan menggunakan pereaksi untuk mengidentifikasi marker

(Goodman, 2009).

Imunohistokimia dibagi menjadi 2 metode, yaitu metode direct (langsung)

dan indirect (tidak langsung). Pada metode direct, antibodi spesifik yang

mengenali antigen jaringan akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul

indikator pada antibodi tersebut. Molekul indikator yang dimaksud dapat berupa

molekul yang berpendar seperti biotin atau enzim peroksidase sehingga apabila

diberikan substrat akan memberikan warna pada jaringan tersebut. Pada metode

indirect, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai

antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun

diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer yang disebut

dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki

molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap satu antibodi primer dapat

dikenali oleh lebih dari satu antibodi sekunder sehingga setelah diberikan substrat

akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut (Key, 2009).

Metode imunohistokimia merupakan metode investigasi kuat yang dapat

memberikan informasi mengenai penilaian morfologi jaringan. Penggunaan

imunohistokimia memungkinkan untuk memvisualisasikan distribusi dan

lokalisasi komponen sel spesifik dalam konteks jaringan yang tepat. Melalui

aplikasi metode imunohistokimia, penanda seluler yang mendefinisikan fenotip

tertentu dapat dipelajari dengan baik, dimana hal ini akan memberikan manfaat

yang penting dalam proses identifikasi, lokalisasi dan karakterisasi suatu antigen

tertentu serta menentukan diagnosis, prognosis, terapi dan prediktif terhadap

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

51

status penyakit serta faktor imunologi yang terlibat di dalamnya. Penerapan

antibodi terhadap studi molekuler patologi jaringan yang telah disempurnakan

tercermin dalam penerapan metode histokimia (Key, 2009).

Secara garis besar, langkah-langkah dalam melakukan metode

imunohistokimia dibagi menjadi preparasi sampel, labelling dan interpretasi serta

kuantifikasi dari hasil yang diperoleh (Coons et al., 1942). Preparasi sampel

merupakan persiapan untuk membentuk preparat jaringan dari jaringan yang

masih segar sedangkan sampel labeling adalah pemberian pereaksi yang dapat

memberikan warna pada preparat. Proses preparasi sampel sangat penting

dilakukan untuk mempertahankan morfologi sel, arsitektur jaringan serta untuk

pemilihan antibodi dan antigen yang tepat (Chu and Weiss, 2009).

A. Preparasi sampel: pengumpulan sampel jaringan

Langkah pertama dalam analisis imunohistokimia adalah dengan

melakukan pengumpulan sampel jaringan. Proses pengumpulan sampel jaringan

merupakan tahapan yang penting sehingga harus dilakukan secara benar untuk

menghindari degradasi sampel dan mempertahankan kualitas sampel. Proses ini

juga harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah pemecahan protein seluler

dan arsitektur jaringan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sampel

antara lain waktu fiksasi dan suhu sampel (MdBio Foundation, 2014).

Untuk mencegah deteksi antigen hematologi yang dapat mengganggu

proses deteksi antigen sasaran, seringkali sampel jaringan mengalami proses

perfusi atau pembilasan terlebih dahulu. Perfusi jaringan dilakukan dengan

menggunakan pompa peristaltik untuk menghilangkan darah serta menggunakan

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

52

larutan garam steril dalam membilas pembuluh darah pada jaringan untuk

menghapus semua komponen darah pada sampel jaringan. Organ target atau

jaringan kemudian dikumpulkan untuk proses imunohistokimia selanjutnya

(Coons et al., 1942).

B. Preparasi sampel: fiksasi jaringan

Dari berbagai tahap pengolahan jaringan, fiksasi merupakan tindakan

pertama dan sangat menentukan keberhasilan tahap selanjutnya dari proses

analisissampel jaringan. Metode fiksasi jaringan yang tepat harus dioptimalkan

berdasarkan aplikasi dan antigen yang akan dianalisis (MdBio Foundation, 2014).

Fiksasi jaringan harus dilakukan dengan teliti sehingga perubahan patologik pada

struktur mikroanatomi suatu jaringan akibat perlakukan yang diberikan dapat

diamati dengan lebih baik dan jelas serta dapat dibandingkan dengan kelompok

kontrol.Tujuan dari proses fiksasi adalah untuk mencegahperubahan post mortal

(autolisis), mencegah kerusakan jaringan, mempertahankan morfologi sel dan

jaringan agarsedapat mungkin sama dengan saat terakhirjaringan tersebut diambil

dari tubuh hewan ataumanusia selama hidup dan mengeraskanjaringan agar dapat

diproses lanjut dengan mengubah konsistensi sel dari semi-cair menjadi semi-

padat (Miranti, 2010).

Untuk mencapai tujuan tersebut maka bahan yang digunakan dalam fiksasi

jaringan harus memiliki kemampuan untuk menghentikan proses enzimatik dan

metabolisme sel dalam jaringan secepatnya untuk mencegah autolisis. Autolisis

adalah kerusakan sel yang terjadi setelah kematian sel, disebabkan oleh kerja

enzim yang terdapat di dalam sel itu sendiri. Proses autolisis dapat dihambat

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

53

dengan mendinginkan jaringan dalam temperatur di bawah 0°C atau dalam udara

panas dengan suhu lebih dari 57°C, dimana dalam suhu kamar proses autolisis

akan berlangsung secara cepat. Selain autolisis, kerusakan jaringan dapat terjadi

akibat bakteri, baik disebabkan oleh bakteri yang ada (septikemi) ataupun bakteri

komensial.Selain mencegah autolisis, komponen dalam fiksasi jaringan juga harus

dapat mengkoagulasi protein jaringan sehingga menjadikan sel insolubel yang

mencegah masuk atau keluarnya zat-zat dalam sel serta membuat jaringan mudah

diwarnai (Miranti, 2010).

Sampel jaringan harus ditempatkan dalam larutan fiksasi sesegera

mungkin. Jaringan harus segera difiksasi maksimal 30 menit setelah dikeluarkan

dari tubuh. Jumlah minimal cairan fiksatif adalah sekitar 15-20 kali volume

jaringanyang direndam dan lama merendam yaitu berkisar antara 12-24 jam,

tergantung pada jenis cairan fiksatif dan ukuran jaringan (Miranti, 2010).

Terdapat berbagai jenis cairan fiksatif yang dapat dipilih untuk digunakan

dalam proses pengamatan perubahan sel dan matriks jaringan. Cairan fiksatif yang

banyak dipakai dalam proses analisis imunohistokimia adalah formalin buffer

netral 10% (campuran dari 100 ml formalin 37-40% dan akuadestilata 900 ml).

Alasan pemakaian cairan fiksatif ini karena formalin buffer netral 10% lebih

mudah dan dapat digunakan untuk menyimpan jaringan dalam waktu lama

(Miranti, 2010).

Selain larutan formalin buffer netral 10%, bahan lainnya yang dapat

digunakan dalam proses fiksasi jaringan dalam pelaksanaan metode

imunohistokimia adalah alkohol. Alkohol merupakan larutan dengan daya

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

54

dehidrasi yang kuat dan menyebabkan pengerasan dan pengerutan jaringan.

Alkohol sebenarnya memiliki fungsi utama adalah sebagai bahan fiksasi sediaan

sitologi, namun dalam keadaan tertentu dapat digunakan sebagai bahan fiksasi

sediaan histopatologi. Hal ini disebabkan alkohol memiliki daya tembus yang

kurang baik sehingga jaringan cepat menjadi keras dan mengkerut, dimana hal ini

mengakibatkan kesulitan dalam prosespengamatan sampel (Miranti, 2010).

C. Preparasi sampel: penanaman (embedding) jaringan

Penanaman (embedding) jaringan merupakan proses memasukkan jaringan

pada parafin cair dan membentuknya ke dalam blok yang padat. Penanaman

sampel jaringan dalam parafin dilakukan untuk mempertahankan bentuk dan

arsitektur sampel selama penyimpanan (Coons et al., 1942).Teknik embedding

dilakukan dengan sampel yang sudah diiris pada bagian yang mengalami

perubahan dimasukkan ke dalam embedding cassete yang sudah diberi label

(MdFoundation, 2014).

Sebelum mengalami proses penanaman (embedding), sampel jaringan

terlebih dahulu menjalani proses sectioning (pembedahan), dehidrasi dan

penjernihan. Proses sectioning dilakukan dengan pengirisan blok parafin sehingga

permukaan blok parafin yang akan diisi dengan sampel jaringan akan berbentuk

segi empat. Proses dehidrasi bertujuan untuk menarik atau mengeluarkan air

dalam jaringan dengan bahan dehidran yang umum digunakan, yaitu alkohol atau

aseton. Setelah dikeluarkan dari cairan dehidran, jaringan dimasukkan dalam

cairan penjernih yang pada akhir proses ini dihasilkan suatu jaringan yang

transparan. Reagen yang dipakai adalah xylol, toluen, benzol atau kloroform.

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

55

Waktu penjernihan harus diatur dengan tepat agar struktur jaringan tidak terlalu

keras. Kloroform merupakan bahan penjernih pilihan yang dipakai pada beberapa

laboratorium tertentu karena tidak menimbulkan masalah dalam proses embedding

serta tidak membuat jaringan terlalu keras (Miranti, 2010).

Setelah menjadi transparan, jaringan dipindah dan dimasukkan ke dalam

parafin cair yang akan mengadakan penetrasi jauh ke bagian dalam jaringan.

Jaringan atau sampel akan ditanam di kotak kertas, dengan terlebih dahulu parafin

membeku pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan

dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai membeku. Pada umumnya,

parafin yang dipakai adalah yang mencair sempurna pada suhu di bawah 60oC.

Suhu tersebut harus dipertahankan agar tidak berakibat pengerutan dan

pengerasan jaringan. Cairan parafin yang paling direkomendasikanadalah

paraplast. Cairan parafin lainnya mempunyai kerugian dan mempunyai proses

yang lebih rumit. Tahapan selanjutnya dalam pemrosesan jaringan adalah

menanamkan jaringan yang terisi parafin cair ke dalam cetakan yang telah

dituangi parafin cair dan didiamkan sampai parafin membeku. Blok parafin yang

berisi jaringan siap dipotong setebal 2-7 mikron dengan mikrotom. Lapisan tipis

jaringan ditempelkan pada kaca obyek dan dimasukkan dalam oven

untukmelelehkan parafin yang berada dalam jaringan (Miranti, 2010).

D. Labeling sampel: imonudeteksi

Proses deteksi antigen sasaran dengan antibodi merupakan proses yang

membutuhkan optimasi pada setiap tahapannya untuk memaksimalkan kualitas

hasil deteksi. Imunodeteksi diawali dengan proses inkubasi jaringan atau sel

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

56

dengan antibodi untuk membentuk kompleks antigen-antibodi untuk mendeteksi

sinyal antigen yang ditargetkan (MdBio Foundation, 2014). Pembilasan sampel

jaringan sebelum melakukan proses imunodeteksi penting dilakukan untuk

menghilangkan antibodi yang terikat dan untuk menghilangkan antibodi yang

secara lemah terikat ke situs non spesifik dari antigen. Pemilihan komponen untuk

buffer bilas harus dipertimbangkan dengan baik untuk memaksimalkan proses

pembilasan sampel jaringan dan meminimalkan gangguan pada proses deteksi

(Coons et al., 1942).

Proses imunodeteksi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu metode

langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect). Kedua metode ini

menggunakan antibodi untuk mendeteksi antigen target, dimana pemilihan

metode yang akan digunakan tergantung pada tingkat ekspresi antigen target

(MdBio Foundation, 2014).

Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena

hanya melibatkan satu jenis antibodiyang akan berikatan secara langsung dengan

antigen sedangkan metode tidak langsung adalah metode yang menggunakan dua

macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder

(berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada

jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi

primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer.Pelabelan

antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.

Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

57

membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu (MdBio

Foundation, 2014).

E. Interpretasi sampel: visualisasi hasil deteksi

Interpretasi hasil pemeriksaan dalam aplikasi metode imunohistokimia

dilakukan melalui proses visualisasi dari hasil deteksi dengan teknik

imunofluoresensi. Hasil pemeriksaan dapat dideteksi melalui penggunaan

kromogen atau fluoresensi. Deteksi dengan kromogen didasarkan pada aktivitas

dari enzim, dimana enzim yang sering digunakan adalah horseradish peroksidase

(HRP) atau alkalin fosfatase (AP) yang dapat membentuk kompleks yang

berwarna. Untuk deteksi dengan fluoresensi, antibodi primer atau sekunder akan

berkonjugasi dengan fluorofor sebagai agen yang dapat memberikan fluoresensi

secara mikroskopik. Teknik imunofluoresensi dengan menggunakan antibodi

kimia yang terkonjugasi dilakukan dengan pewarna fluoresen yang akan terlihat

atau terdeteksi di bawah sinar UV. Pewarna yang sering digunakan antara lain

fluorescein isotiosianat (FITC) dan rodamin isotiosianat (TRITC) (Coons et al.,

1942; MdBio Foundation, 2014).

2.5.2 Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Pemeriksaan dengan menggunakan aspek mikrobiologi meliputi deteksi

dan identifikasi mikroorganisme yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan

langsung pada sampel yang berasal dari penderita atau melalui kultur dari sampel

tersebut. Kultur sampel berguna untuk meningkatkan jumlah organisme sebelum

digunakan untuk pemeriksaan. Salah satu metode deteksi langsung dalam aspek

mikrobiologi adalah pengaplikasian dari metode deteksi antibodi spesifik yang

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

58

diperlihatkan dalam metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

(Underwood, 1999).

Metode ELISA didasarkan pada prinsip imunologi yang dikombinasi

dengan reaksi enzimatik. Reaksi imunologi yang dimaksud dalam metode ELISA

adalah adanya ikatan antigen-antibodi atau sebaliknya sementara reaksi enzimatik

antara enzim dan reaktan digunakan untuk menandakan adanya reaksi yang

kemudian dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan pada perubahan warna

dalam sistem (Underwood, 1999).

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) digunakan pertama kali

pada tahun 1969 untuk proses deteksi virus. Ciri utama dari metode ELISA adalah

digunakannya enzim (alkalin fisfatase atau peroksidase) untuk mendeteksi reaksi

imunologi yang terjadi. Ikatan kovalen antara molekul imunoglobulin dan enzim

dapat digunakan untuk mengamplifikasi reaksi antigen-antibodi (Akin, 2010).

Adanya penemuan mengenai metode deteksi ELISA telah membawa

dampak yang sangat besar dalam meningkatkan daya deteksi serologi. Metode

ELISA memiliki keunggulan yaitu reaksi yang dihasilkan yang cepat dan relatif

murah jika dibandingkan dengan metode molekuler lainnya.Secara singkat,

tahapan kerja dalam pelaksanaan metode ELISA ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

59

Gambar 2.9. Tahapan kerja metode ELISA.

Aplikasi metode ELISA dibedakan menjadi tiga macam metode yaitu ELISA

langsung (direct ELISA), ELISA tidak langsung (indirect ELISA) dan ELISA

lapis ganda (sandwich ELISA) (Akin, 2010).

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

60

Gambar 2.10. Konfigurasi berbagai metode ELISA.

A. ELISA langsung

ELISA langsung merupakan metode ELISA yang paling sederhana. Hasil

deteksi dengan menggunakan metode ELISA akan terlihat setelah proses

penambahan substrat (senyawa) dari enzim yang digunakan sebagai label

antibodi. Teknik ELISA langsung memerlukan antibodi yang khas untuk antigen

yang dideteksi. Metode ELISA langsung digunakan dengan enzim yang berguna

untuk amplifikasi reaksi diikat secara kovalen pada antibodi yang langsung

berikatan dengan antigen. Antigen yang akan dideteksi akan diikatkan langsung

pada permukaan padat (Akin, 2010).

B. ELISA tidak langsung

Metode ELISA tidak langsung dilakukan apabila enzim berikatan pada

antibodi sekunder yang berikatan dengan antibodi primer. ELISA tidak langsung

merupakan metode ELISA yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk

mengukur konsentrasi antibodi. Antigen dan antibodi sekunder biasanya dibuat

konstan, dimana perubahan dilakukan pada antibodi primer (Akin, 2010).

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

61

C. ELISA lapis ganda (sandwich)

ELISA lapis ganda memiliki ciri khas yaitu antibodi yang digunakan untuk

menangkap antigen diikatkan pada fase padat. Pelaksanaan teknik ELISA lapis

ganda dapat diikuti dengan metode ELISA langsung ataupun ELISA tak langsung

(Akin, 2010).

2.6 Injeksi papain

Papain adalah enzim jenis protease yang memiliki efek proteolitik dan

memiliki kemampuan untuk menguraikan ikatan-ikatan dalam molekul protein

sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Induksi kerusakan

tulang rawan sendi dengan menggunakan enzim protease seperti papain yang

disuntikkan pada sendi merupakan metode yang sesuai untuk penelitian dengan

hewan coba karena pelaksanaannya sederhana dan destruksi tulang rawan sendi

terjadi dalam waktu yang singkat. Kejadian arthritis yang disebabkan oleh injeksi

papain secara intra artikular telah diaplikasikan selama 20 tahun dalam berbagai

studi histologis dan biokimia. Injeksi papain menghasilkan kerusakan tulang

rawan sendi yang disertai dengan penurunan yang drastis dari proteoglikan dan

mitosis abnormal kondrosit (Miyauchi et al., 1993).

Proses kerusakan tulang rawan sendi yang disebabkan oleh injeksi enzim

protease yaitu papain tergantung pada dosis papain yang disuntikkan dalam tulang

rawan sendi. Ketika papain diinjeksikan dalam dosis yang rendah, maka perbaikan

kartilago dapat terjadi dengan cepat, meskipun penurunan proteoglikan yang

bersifat sementara segera terjadi setelah injeksi. Namun ketika papain diinjeksikan

dalam dosis tinggi, maka hal ini akan menginduksi kerusakan tulang rawan sendi

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

62

yang bersifat ireversibel. Proses perbaikan tulang rawan sendi yang meliputi

peningkatan proteoglikan dan proliferasi normal dari kondrosit dapat diamati

dalam 7 hari setelah injeksi papain, dimana proteoglikan akan kembali ke level

pra-injeksi (sebelum injeksi) sekitar 4 minggu setelah injeksi papain dilakukan

(Miyauchi et al., 1993).

Mekanisme induksi ostroarthritis karena injeksi papain terutama

berkaitan dengan matriks ekstraseluler dari tulang rawan sendi. Matriks

ekstraseluler memiliki peran penting dalam menjaga ketahanan jaringan tulang

rawan sendi. Pemberian injeksi papain yang bersifat proteolitik dapat memecah

protein yang terkandung di dalam matriks ekstraseluler tulang rawan sendi

sehingga stabilitas komposisi dan struktur dari tulang rawan sendi terganggu

(Havdrup and Telhag, 1977).

Komponen matriks ekstraseluler tulang rawan sendi terdiri dari kolagen

dan proteoglikan (Davies, 2001). Papain sebagai enzim proteolitik menyebabkan

degradasi pada kolagen yang mengganggu mikroarsitektur tulang rawan dan

integritas sendi. Hal ini akan menyebabkan kemunculan osteoarthritis dalam

waktu yang singkat setelah pemberian injeksi papain (Khan et al., 2013).

Struktur molekul proteoglikan relatif dipertahankan secara stabil karena

diregulasi dengan baik secara intra maupun ekstraseluler. Proteoglikan memiliki

sifat yang sangat peka dan sensitif terhadap enzim protease sehingga lebih cepat

mengalami proses degeneratif dibandingkan dengan kolagen. Papain dapat

menghancurkan protein inti dari proteoglikan, yaitu ikatan protein yang berfungsi

untuk menstabilkan agregat proteoglikan dan rantai kolagen.

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

63

Degradasi proteoglikan dikontrol oleh matriks metaloproteinase (MMP)

yang disintesis oleh kondrosit. Aktivitas degradatif dari MMP dikontrol oleh

inhibitor endogen yang disebut tissue inhibitor of metaloproteinase (TIMP).

Kecepatan degradasi ditentukan oleh kadar sintesis dan aktivitas dalam jaringan.

Pada keadaan normal, proses degradasi dan sintesis harus terkoordinasi secara

reguler agar jumlah makromolekul tetap seimbang (Parkinson et al., 2010).

Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh kerusakan dan pemecahan

protein inti proteoglikan dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan sendi

yang diinduksi oleh produksi interleukin (IL)-1 oleh sel sinovial dan kondrosit

(Grevenstein et al., 1991). Hilangnya proteoglikan dapat menginduksi terjadinya

osteoarthritis, yang mengarah pada kelemahan dan kerusakan semua komponen

dari tulang rawan sehingga tulang rawan sendi akan mengalami pengikisan

(O’Connor et al., 1984).

Papain sebagai enzim protease dapat memecah molekul kondroprotein

tulang rawan yang berukuran besar, membebaskan kondroitin sulfat dan mengikis

matriks ekstraseluler tulang rawan sendi (Shaw and Lacey, 1973). Injeksi papain

pada hewan dapat mengakibatkan penipisan tulang kortikal subkondral,

peningkatan degradasi matriks tulang rawan sendi, peningkatan aktivasi makrofag

dan pembentukan osteofit (Siebelt et al., 2014).

Injeksi papain secara intrartikular dapat menyebabkan fibrilasi berat dan

hilangnya lapisan tulang rawan sendi (O’Connor et al., 1984). Selain itu injeksi

papain juga terbukti dapat meningkatkan TGF-β di sinovium dan tulang rawan

sendi. Transforming Growth Factor-β (TGF-β) berperan dalam patogenesis

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

64

osteoarthritis serta merupakan faktor kunci dalam perkembangan osteofit dan

penebalan sinovial pada kejadian osteoarthritis (Scharstuhl et al., 2003).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh O’Connor et al. (1984) diperoleh

hasil yang menunjukkan bahwa 15 menit setelah injeksi intra artikular papain,

terjadi penurunan yang signifikan pada kapasitas tulang rawan sendi. Dalam

periode tersebut sekitar 75% dari tulang rawan sendi mengalami kehilangan

proteoglikan, dimana morfologi dari permukaan tulang rawan sendi tidak

mengalami perubahan. Peristiwa hilangnya proteoglikan semakin memburuk

dalam periode waktu 20-30 menit, dimana pada periode waktu 60 menit hilangnya

proteoglikan akan menyebabkan kerusakan dan hilangnya komponen tulang

rawan sendi lainnya, terutama kolagen. Hal ini terjadi akibat papain yang

melepaskan atau mengaktivasi kolagenase endogen sehingga proses destruksi

akan terjadi pada keseluruhan tulang rawan sendi. Hilangnya proteoglikan juga

menyebabkan penurunan fungsi tulang rawan sendi secara mekanik, yang

selanjutnya akan berdampak pada peristiwa ruptur pada jaringan serat tulang

rawan sendi. Kerapuhan tulang rawan sendi akan terlihat dalam 240 menit setelah

injeksi papain yang diilustrasikan oleh terjadinya keretakan pada permukaan

tulang rawan sendi.

2.7 Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT)

Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT) adalah metode pemanfaatan

stresor mekanik dalam penatalaksanaan terapi non invasif pada pasien nyeri.

ESWT merupakan metode yang mampu menginduksi perubahan biokimia dalam

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

65

jaringan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ekspresi sel pada tingkat

molekuler sehingga bila digunakan secara selektif, metode ESWT dapat

menghasilkan reaksi jaringan spesifik (Krishnan et al., 2012).

Sejak tahun 1991, ESWT sudah dipertimbangkan sebagai pilihan alternatif

untuk mengatasi rasa nyeri atau peradangan yang berlokasi pada sistem otot

tulang (muskuloskeletal) tanpa melalui proses pembedahan. Food and Drug

Administration (FDA) di Amerika Serikat pertama kali menyetujui penggunaan

ESWT untuk pengobatan pada kejadian proksimal plantar fascitis pada tahun

2000 dan epikondilitis lateral pada tahun 2002 (Wanget al., 2012).

Aplikasi dari ESWT sering digunakan untuk menanggulangi masalah nyeri

yang berkaitan dengan sendi seperti sendi bahu (rotator cuff), sendi siku

(epicondylitis atau tennis elbow), sendi panggul dan sendi lutut (tendinitis).

Adapun beberapa contoh kondisi yang dapat diatasi dengan ESWT antara lain

nyeri pada bagian bawah tumit (plantar fascitis), nyeri pada bagian belakang

tumit (achilles tendonitis), nyeri pada bagian depan lutut, persis di bawah

tempurung lutut (patellar tendonitis), yang disebabkan karena stres berulang pada

tendon lutut sehingga dapat menyebabkan sobekan atau peradangan otot serta

nyeri pada tulang yang akan semakin terasa nyeri ketika mengangkat beban

(Moretti et al., 2008). Aplikasi ESWT dikontraindikasikan pada kondisi-kondisi

tertentu antara lain jika pasien mengalami infeksi pada area target ESWT, adanya

tumor pada jaringan, gangguan pada proses pembekuan darah dan kehamilan

(Schumacher, 2010).

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

66

Penggunaan gelombang ultrasonik pada pelaksanaan ESWT untuk

mengatasi nyeri pada sendi akan memberikan efek fisiologik termal dengan

implikasi klinis berupa peningkatan konduksi saraf, peningkatan ambang

rangsang rasa nyeri, penurunan aktivitas spasme otot yang secara sekunder

menyebabkan nyeri serta meningkatkan aliran darah. Selain efek termal,

gelombang ultrasonik juga memberikan efek kavitasi yang muncul ketika

gelombang ultrasonik yang dipancarkan melalui tranducer mengalami kontak

dengan kulit. Saat kulit mendapatkan vibrasi ultrasonik yang tepat, akan terjadi

fenomena mikrokavitasi yang menghasilkan gelembung gas berukuran kecil.

Gelembung ini akan membesar seiring dengan meningkatnya suhu dan tekanan

internal, kemudian pecah. Ketika gelembung kavitasi pecah, gaya resultan

(resultant force) akan terbentuk. Dalam tubuh manusia, gaya ini cukup kuat untuk

memecah deposit kalsifikasi patologis pada jaringan lunak. Peristiwa pecahnya

gelembung kavitasi juga diikuti dengan pembentukan gelombang energi sekunder

yang disebut mikrojet. Mikrojet juga membentuk banyak gaya yang dapat

memecah deposit patologis kalsifikasi secara mekanis pada jaringan lunak secara

langsung (Schumacher, 2010).

Dalam aplikasi ESWT, ratusan dan ribuan gelembung kavitasi dihasilkan.

Jika dikalikan dengan gelombang yang diberikan kepada suatu jaringan melalui

pelaksanaan ESWT, maka dapat diketahui besarnya gaya yang dapat dihasilkan

untuk memecah deposit kalsifikasi pada sendi dan jaringan lunak lainnya.

Implikasi klinis yang dihasilkan melalui efek kavitasi mempengaruhi hampir

semua fungsi sel dalam jaringan termasuk pertumbuhan sel, diferensiasi sel,

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

67

migrasi sel, sintesis protein dan nekrosis jaringan seperti stimulasi pelepasan

growth factor dari makrofag, stimulasi pembentukan kapiler darah baru dan

peningkatan kandungan kolagen (Schumacher, 2010).

Efek kavitasi terjadi bila gelombang ultrasonik ditransmisikan ke dalam

suatu medium yang mengandung gelembung gas. Selain memberikan implikasi

klinis positif, peristiwa kavitasi diketahui dapat memberikan efek negatif untuk

jaringan tubuh. Hal ini disebabkan oleh osilasi amplitudo dari gelombang

ultrasonik yang akan menyebabkan gelembung gas mengalami proses kompresi

dan dekompresi secara terus menerus. Proses kompresi adalah proses dimana

diameter gelembung gas mengecil akibat tekanan positif, sedangkan proses

dekompresi adalah proses saat diameter gelembung gas membesar akibat tekanan

negatif. Apabila amplitudo dari gelombang ultrasonik yang dipancarkan memiliki

tekanan yang cukup besar, maka gelembung gas dapat mengalami kerusakan

(kolaps). Peristiwa ini disebut dengan inertial cavitation yang diketahui dapat

menyebabkan paralisis, kerusakan sel (lisis) dan pembentukan radikal bebas yang

bersifat toksik bagi tubuh (Schumacher, 2010).

Peristiwa kavitasi berhubungan dengan kejadian osteoarthritis pada

jaringan tulang rawan sendi dalam tingkat seluler. Implikasi klinis atau efek

negatif yang dihasilkan melalui penerapan ESWT akan mempengaruhi

progresivitas penyakit osteoarthritis. Oleh karena itu, level dan densitas energi

dari shock wave pada aplikasi ESWT harus diberikan pada dosis yang tepat

sehingga proses penyembuhan tulang rawan sendi dapat distimulasi tanpa

merugikan jaringan di sekitarnya (Schumacher, 2010).

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

68

Tulang rawan sendi yang berada dalam kondisi normal sebenarnya dapat

melakukan proses perbaikan sendiri yang dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan

suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar

sel. Dalam proses perbaikan tersebut terjadi replikasi kondrosit dan pembentukan

matriks ekstraseluler tulang rawan sendi. Faktor pertumbuhan yang berperan

dalam proses perbaikan dalam kasus osteoarthritis adalah insulin-like growth

factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor β (TGF-β) dan coloni

stimulating factors (CSFs).

Gambar 2.11. Jalur transduksi sinyal yang diaktivasi oleh ultrasound.

Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam

proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif

terhadap efek IGF-1. Sementara itu, TGF-β mempunyai efek multipel pada

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

69

matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta

menekan stromelisin sebagai enzim yang mendegradasi proteoglikan,

meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inhibisi

sintesis PGE2 oleh interleukin-1 (IL-1) (Sudoyo et al., 2009).

Munculnya kejadian osteoarthritis yang disebabkan oleh berbagai faktor

risiko akan menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat

(DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan (Sudoyo et al., 2009).

Selanjutnya akan terjadi kehilangan matriks ekstraseluler kartilago yang terjadi

terutama pada permukaan medial kartilago, dimana sitokin inflamasi seperti

interleukin (IL), prostaglandin dan faktor nekrosis tumor alfa (TNF-α) akan

meningkatkan inflamasi pada sendi dan degradasi kartilago (Brashers, 2008).

Karena adanya inflamasi, kondrosit yang tidak responsif terhadap faktor

pertumbuhan seperti IGF-1 dan TGF-β menjadi tidak mampu sepenuhnya

mengompensasi peristiwa kehilangan matriks ekstraseluler (Brashers, 2008).

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme

kartilago. Kelebihan produk hasil degradasi matriks kartilago cenderung

berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi kartilago serta mengawali suatu

respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi (Sudoyo et al., 2009).

Ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler kartilago

yang diatur oleh kondrosit ditandai dengan adanya abrasi, cekungan dan fisura

pada permukaan kartilago artikular. Hal ini akan menyebabkan kartilago artikular

menjadi overhidrasi dan membengkak (Brashers, 2008).

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

70

Degradasi matriks dan overhidrasi mengakibatkan sendi kehilangan

kekakuan dan elastisitas kompresif pada transmisi yang memberikan tekanan

mekanis besar ke tulang subkondral. Tulang trabekular subkondral rusak dan

kehilangan komponen matriks ekstraseluler kartilago (Brashers, 2008).

Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan komponen penting yang

berkaitan erat dengan proses degradasi komponen matriks ekstraseluler kartilago

serta berperan dalam patofisiologi osteoarthritis (Monfort et al., 2006).

Dibandingkan dengan MMP yang lain, MMP-13 adalah gen target yang penting

selama perkembangan osteoarthritis karena ekspresi MMP-13 lebih terbatas pada

jaringan ikat (Wang et al., 2013). Selain itu, ekspresi MMP-13 juga secara

spesifik ditemukan dalam kartilago dari pasien osteoarthritis dan tidak ditemukan

pada kartilago pasien normal (Li et al., 2011).

Dalam kondisi normal, sintesis dan aktivasi MMP terjadi secara ketat

dalam beberapa tahapan. Matriks metaloproteinase (MMP) disekresikan sebagai

proenzim yang tidak aktif sehingga memerlukan proses pemecahan secara

enzimatik untuk menjadi aktif. Setelah diaktifkan, MMP akan rentan terhadap

inhibitor jaringan MMP yang disebut tissue inhibitor of metaloproteinase (TIMP)

yang juga disekresikan oleh sel sinovial dan kondrosit. Pada kartilago yang

mengalami osteoarthritis, sintesis dari TIMP lebih rendah dibandingkan dengan

produksi MMP. Ketidakseimbangan ini akan mengaktifkan degradasi enzimatik

dari matriks tulang rawan dan tidak diimbangi dengan sintesis inhibitor yang

memadai. Oleh karena itu, individu yang mengalami osteoarthritis atau kerusakan

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

71

tulang rawan sendi artikular akan memiliki ekspresi MMP terutama MMP-13,

yang tinggi (Ling and Bathon, 2011).

Fungsi normal dari tulang rawan sendi tergantung pada struktur integritas

dan komposisi biokimia dari matriks ekstraseluler. Agrekan dan kolagen tipe-2

adalah makromolekul utama dan komponen penting dalam penyusunan struktur

matriks ekstraseluler yang menentukan sifat mekanis dari jaringan. Oleh karena

itu, keseimbangan antara agrekan dan kolagen tipe-2 merupakan parameter kritis

untuk menentukan integritas matriks (Monfort et al., 2006).

Peristiwa penurunan level kolagen tipe-2 pada kejadian osteoarthritis

berhubungan dengan faktor yang berperan dalam proses sintesis MMP yaitu

interleukin (IL)-1. Interleukin (IL)-1 adalah sitokin proinflamasi yang kuat dan

mampu merangsang kondrosit serta sel sinovial untuk mensintesis MMP. Selain

menginduksi sintesis dari MMP, IL-1 juga menekan sintesis kolagen tipe-2

sebagai molekul yang menentukan kekakuan kartilago dan proteoglikan serta

menghambat TGF-β yang menstimulasi proliferasi kondrosit (Ling and Bathon,

2011). Kolagen tipe-2 merupakan komponen yang paling banyak terkandung

dalam matriks ekstraseluler dan penting untuk menentukan integritas tulang rawan

sendi.Kerusakan dari kolagen tipe-2 dan hilangnya komponen matriks

ekstraseluler tulang rawan sendi timbul dari mekanisme patogenik yang

kompleks, yang mengakibatkan penurunan sintesis matriks dan regulasi degradasi

jaringan tulang rawan sendi (Tew et al., 2007).

Pada kartilago yang normal, kolagen tipe-2 berikatan erat sehingga

membuat molekul-molekul agrekan berada dalam jarak dekat antara satu sama

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

72

lain. Agrekan merupakan proteoglikan yang berikatan dengan asam hyaluronat

yang terdiri dari glikosaminoglikan bermuatan negatif. Molekul agrekan akan

memberikan efek kekakuan pada kartilago melalui tolakan elektrostatis dari

muatan negatifnya. Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan

lambat dengan degradasi dan sintesis yang seimbang sedangkan pada kasus

osteoarthritis, metabolisme kartilago berjalan dengan sangat aktif dan tidak

seimbang. Hal ini akan menyebabkan degradasi yang sangat cepat dari molekul

kolagen tipe-2 dan agrekan, dimana perubahan ini akan menyebabkan hilangnya

kekakuan kartilago sehingga efek destruktif dari kejadian osteoarthritis lebih

mudah terjadi (Fauci et al., 2008). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa IL-1

tidak hanya berperan aktif dalam peristiwa degradasi kartilago, tetapi juga dapat

menekan upaya perbaikan pada kasus osteoarthritis (Ling and Bathon, 2011).

Karakteristik tulang rawan sendi yang mengalami osteoarthritis

ditunjukkan dengan adanya perubahan dari ekspresi gen matriks ekstraseluler dan

penurunan regulasi dari faktor transkripsi kondrogenik yaitu SOX-9 (Tew et al.,

2007). SOX-9 berperan penting dalam diferensiasi kondrosit, peningkatan regulasi

transkripsi kolagen tipe-2 dan mempertahankan metabolisme fenotip kondrosit

(Salminen et al., 2001). Faktor transkripsi SOX-9 juga merupakan regulator

penting yang mengatur protein kondrosit spesifik selama perkembangan tulang

rawan sendi (Yamashita et al., 2010). SOX-9 adalah faktor transkripsi esensial

yang mengendalikan ekspresi berbagai gen dalam matriks ekstraseluler kartilago

termasuk kolagen tipe-2 dan agrekan serta merupakan faktor yang diperlukan

dalam inisiasi tahapan kondrogenesis. Kondrogenesis adalah proses biologis yang

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

73

sangat penting dalam pembentukan tulang endokondral, skeletogenesis dan pola

jaringan (Akiyama et al., 2004; Hata et al., 2008; Peffers et al., 2010).

Gambar 2.12. Proliferasi kondrosit yang diregulasi oleh faktor transkripsi SOX-9.

Proses kondrogenesis dijalankan dalam beberapa tahapan dalam osifikasi

endokondral. Kondrogenesis dimulai dengan proliferasi yang dilanjutkan dengan

kondensasi sel-sel mesenchymal. Selanjutnya sel-sel mesenchymal menjadi

kondroblas imatur, bertransformasi menjadi kondrosit prehipertropik dan

berdiferensiasi menjadi kondrosit hipertropik. Pada proses kondrogenesis awal

yaitu saat terbentuk kondroblas imatur, SOX-9 mengekspresikan protein matriks

ekstraseluler seperti kolagen tipe-2 alfa-1 (Col2a1). Col2a1 yaitu gen yang

mengkode kolagen tipe-2 yang merupakan matriks protein utama kartilago

(Kulyk et al., 2000; Yamashita et al., 2010).

Ekspresi dari SOX-9 menurun dengan cepat dan disertai dengan

penurunan ekspresi gen matriks ekstraseluler tulang rawan sendi yaitu Col2a1.

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

74

Ekspresi yang tinggi dari SOX-9 dalam kondrosit akan meningkatkan ekspresi

dari Col2a1 dan meningkatkan kapasitas serta kemampuannya untuk mereformasi

matriks ekstaseluler tulang rawan sendi. Mengingat pentingnya peran SOX-9

dalam pengembangan dan pemeliharaan fenotip kondrosit, penurunan regulasi

SOX-9 diduga berkontribusi dalam progresivitas penyakit osteoarthritis pada

tulang rawan sendi (Tew et al., 2007).

Teknik penatalaksanaan ESWT pada pasien nyeri dimulai dari tahapan

observasi dan rontgen pada titik-titik sendi yang mengalami nyeri. Penentuan

level dan densitas energi dari shock wave akan disesuaikan dengan

mempertimbangkan lokasi dan derajat nyeri serta tingkat keparahan dari penyakit.

Level dan densitas energi dari shock wave diberikan pada dosis yang tepat

sehingga pelaksanaan ESWT dapat menstimulasi proses penyembuhan tanpa

merugikan jaringan di sekitarnya (Millis and Levine, 2014).

Pemberian shock wave untuk kasus ortopedi umumnya dimulai dari level

dan densitas energi terendah dengan menargetkan daerah-daerah kritis pengobatan

secara akurat untuk memicu mekanisme perbaikan dari individu. Level dan

densitas energi rendah juga digunakan agar pasien dapat menyesuaikan diri

dengan proses pengobatan yang akan dijalani, dimana level dan densitas energi

dari shock wave akan ditingkatkan secara bertahap dan disesuaikan dengan tingkat

toleransi nyeri dari pasien dan reaksi terhadap efek analgesik yang dihasilkan

melalui penerapan shock wave (Bachmann et al., 2001).

Dampak mekanik dan fisik pada jaringan yang terpapar shock wave

tergantung pada level dan densitas energi yang dihasilkan (Notarnicola and

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

75

Moretti, 2012). Masing-masing level dan densitas energi shock wave, baik level

dan densitas energi yang rendah maupun tinggi memiliki indikasi tersendiri.

Jaringan tertentu seperti tulang memberikan respon yang lebih baik ketika

diberikan paparan shock wave dengan level dan densitas energi yang tinggi.

Sedangkan untuk jaringan lain seperti tendon dengan struktur yang lebih sensitif

memerlukan penggunaan level dan densitas energi yang lebih rendah, karena

paparan energi yang tinggi dapat merusak struktur jaringan. Efek negatif

penggunaan ESWT dengan level dan densitas energi yang tinggi dapat diamati

pada aplikasi ESWT yang dilakukan secara fokus pada area dengan struktur yang

sensitif (Bachmann et al., 2001; Millis and Levine, 2014).

Selanjutnya shock wave akan dikonsentrasikan ke lokasi nyeri dengan

durasi setiap tindakan tergantung pada frekuensi dan impuls yang diberikan.

Frekuensi dan impuls yang diberikan akan ditentukan oleh konsep terapi dari

dokter dan pelaksanaan terapi dilakukan oleh operator medis yang terlatih.

Aplikasi ESWT dapat diterapkan pada kasus osteoarthritis stadium awal sampai

sedang, sedangkan pada kasus osteoarthritis stadium lanjut dimana seluruh lapisan

tulang rawan sendi sudah menghilang sehingga terjadi perasaan nyeri dan

keterbatasan gerak, maka pasien akan disarankan untuk melakukan tindakan

operatif yang dikenal dengan knee arthroplasty, joint resurfacing atau total knee

replacement (Bachmann et al., 2001; Wess, 2010).

Pengaturan intensitas gelombang kejut yang digunakan dalam penerapan

ESWT digambarkan sebagai gelombang kejut berintensitas rendah. Secara umum,

gelombang kejut yang digunakan memiliki densitas energi antara 0-0.30 mJ/mm2

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

76

dengan kisaran 100-1000 impuls per cm2 dan frekuensi sebesar 5 Hz, dimana tiap

sesi terapi diberikan dengan interval sekitar satu minggu. Pemberian interval

selama satu minggu untuk setiap sesi terapi berhubungan dengan tahap

kondrogenesis dan proses proliferasi sel pada kasus cedera tulang. Proses

kondrogenesis dengan periode awal berupa perekrutan dan produksi sel

fibrogenitor terjadi dalam jangka waktu 0-7 hari sedangkan tahap proliferasi sel

untuk penyembuhan cedera tulang terjadi sekitar 5 hari. Pada tahap ini akan

terjadi pembentukan benang-benang fibrin, pembentukan jaringan untuk

revaskularisasi serta invasi dari fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast

yang berkembang dari osteosit, sel endotel dan sel periosteum akan menghasilkan

kolagen dan proteoglikan yang merupakan substansi matriks ekstraseluler pada

tulang rawan sendi. Ekspresi kolagen tipe-2 yang merupakan gen spesifik sebagai

hasil karakterisasi dari fenotip kondrosit pada tulang rawan sendi mencapai

puncak pada waktu antara 7-9 hari sedangkan matriks ekstraseluler tulang rawan

sendi akan terbentuk dalam waktu 6 hari (Stein and Lian, 1992; Hall, 2014).

Sebagai bentuk terapi yang berdasarkan pada pemanfaatan gelombang,

pelaksanaan ESWT membutuhkan medium tertentu dimana proses kontak untuk

transfer energi dapat terjadi. Oleh karena itu, metode ESWT diaplikasikan dengan

menggunakan aplikator berupa bantalan gel (gel pads / gel transducer) khusus

dengan ketebalan yang berbeda. Bantalan gel dapat disesuaikan untuk mengatur

kedalaman penetrasi dari gelombang kejut sehingga gelombang kejut yang

diberikan dapat bekerja tepat pada kedalaman penetrasi yang diinginkan serta

memberikan efek secara optimal. Bantalan gel juga berfungsi untuk mengarahkan

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

77

gelombang kejut yang digunakan dalam proses terapi ke dalam jaringan. Energi

yang dihasilkan oleh ESWT akan melewati jaringan dalam tubuh tanpa dampak

apapun, sedangkan energi dari gelombang kejut yang digunakan akan

terkonsentrasi dan terfokus pada jaringan yang diinginkan (Schumacher, 2010).

Gambar 2.13. Ilustrasi kedalaman penetrasi oleh gel pads pada aplikasi ESWT.

Aplikator berupa bantalan gel akan menghasilkan tingkat densitas energi

yang berbeda tergantung pada level aplikator yang digunakan. Sebagai contoh,

aplikator dengan level 0.1-1 pada alat F10/G4 akan menghasilkan densitas energi

sebesar 0.032-0.092 mJ/mm2, level 6 akan menghasilkan densitas energi sebesar

0,220 mJ/mm2 dan level 20 akan menghasilkan energi sebesar 0.822 mJ/mm2.

Pelaksanaan ESWT memiliki berbagai kelebihan diantaranya pasien tidak

perlu menjalani rawat inap, pasien tidak perlu mengkonsumsi obat secara oral

maupun injeksi, hasil terapi dapat bertahan selama beberapa tahun tanpa

pengulangan serta biaya yang dikeluarkan relatif lebih sedikit jika dibandingkan

dengan tindakan operatif atau terapi konservatif lainnya (Zhao et al., 2013).

Studi dasar telah menunjukkan berbagai efek pada jaringan tubuh yang

menjalani ESWT, dimana di dalamnya terdapat keterlibatan mekanisme

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

78

neurovaskularisasi, stimulasi spesifik dari pertumbuhan tulang dan resorpsi atau

pemecahan pengapuran pada daerah persendian (Ehrenberg and Licht, 2005).

Transmisi yang masuk melalui ESWT merupakan suatu stresor mekanik berupa

gelombang bertekanan tinggi, dekompresi dan regangan. Stresor mekanik yang

diarahkan akan membentuk impuls energi yang menyebar dan menstimulasi

aktivitas metabolik di daerah nyeri dan merangsang perbaikan aliran darah ke

daerah yang mengalami peradangan sehingga menurunkan sensitivitas tubuh

terhadap nyeri. Adapun parameter fisik yang paling penting dari terapi ESWT

untuk terapi pada tulang rawan sendi meliputi distribusi tekanan, densitas energi

dan total energi yang diberikan (Wang et al., 2012).

Saat ini, pemanfaatan ESWT secara luas digunakan dalam proses terapi

penyakit osteoarthritis yang terutama berkaitan dengan persendian. Osteoarthritis

didefinisikan sebagai berbagai kelompok kondisi dengan tanda dan gejala pada

sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas pada tulang rawan sendi

(Brashers, 2008). Osteoarthritis merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai

dengan adanya gangguan dan penurunan progresif pada tulang rawan sendi

artikular yang mengakibatkan gejala berupa perasaan nyeri, keterbatasan gerak

dan kekakuan pada sendi yang terutama muncul ketika inaktivitas panjang atau

aktivitas yang berlebihan. Manifestasi osteoarthritis umumnya bersifat lokal,

menyerang satu atau beberapa sendi seperti sendi lutut, pinggul dan tangan

(Monfort et al., 2006; Dipiro et al., 2009; Arthritis Foundation, 2014).

Pada kasus osteoarthritis terdapat tiga aspek yang berperan dalam

perkembangan penyakit antara lain penurunan transforming growth factor β

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

79

(TGF-β) yang merupakan tahap awal dari proses degradasi tulang rawan sendi,

peningkatan tumor necrosis factor α (TNF-α) dan peningkatan interleukin (IL).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Moretti et al. (2008), pemberian ESWT

mampu menurunkan regulasi kondrosit dari TNF-α dan IL penderita osteoarthritis

sampai level normal. Perbaikan level TNF-α dan IL sebagai hasil dari penerapan

ESWT dapat dianggap sebagai efek proteksi karena dapat mencegah aktivasi

MMP dan menghambat kerusakan tulang rawan sendi.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, maka dapat dikatakan

bahwa mekanisme pelaksanaan ESWT untuk menghilangkan nyeri pada kasus

osteoarthritis dipengaruhi oleh kekuatan mekanik dari gelombang yang

dipancarkan melalui ESWT. Hal ini dapat merangsang respon biologis dalam

tubuh termasuk peningkatan ekspresi angiogenik dari faktor pertumbuhan yang

menyebabkan neovaskularisasi dan proliferasi jaringan. Penggunaan shock wave

juga dapat meningkatkan suplai darah ke daerah yang mengalami cedera,

menstimulasi proses inflamasi, menurunkan nyeri, meningkatkan respon imun

untuk mengatasi cedera jaringan dan penyembuhan luka. Kondisi tulang, tendon

dan ligamen yang termasuk ke dalam daerah dengan suplai darah yang terbatas

menyebabkan efek peningkatan suplai darah yang diperoleh melalui aplikasi

ESWT menjadi faktor yang efektif dalam meningkatkan proses penyembuhan di

jaringan yang mengalami cedera serta lebih efektif dalam proses renovasi jaringan

yang rusak. Melalui mekanisme tersebut, penerapan ESWT telah terbukti

berkhasiat dalam mengurangi rasa nyeri yang terkait dengan penyakit degeneratif

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

80

dan dapat melindungi jaringan sendi pada penderita osteoarthritis

(Metheney, 2004).

Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT) memang merupakan sebuah

solusi, metode dan teknologi terapi baru dengan tingkat komplikasi yang sangat

rendah (Wess, 2010). Walaupun penggunaan ESWT dirasa memiliki banyak

keunggulan dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri pada kejadian osteoarthritis,

tetapi untuk menghindari risiko kekambuhan nyeri maka pasien tetap disarankan

untuk menjalani terapi non farmakologi seperti mengatur pola makan,

mempertahankan daya tahan tubuh, menjaga fungsi saraf, mempertahankan berat

badan ideal serta tetap berlatih agar otot tetap lentur dan massa tulang tetap padat

sehingga tulang memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri hingga usia tua.

Dengan adanya berbagai aspek positif yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan

ESWT, maka terdapat kemungkinan yang sangat besar bagi pengguna ESWT

dalam mengatasi masalah nyeri dan deformitas yang ditimbulkan dari penyakit

osteoarthritis, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita

osteoarthritis.

A. Mekanisme potensial dari ESWT terhadap perbaikan kartilago

ESWT telah dievaluasi secara klinis dan pre-klinis terhadap efeknya pada

penderita OA. Perbaikan pada aspek nyeri dan mobilitas telah banyak dipaparkan

akan tetapi, aspek molekuler aplikasi ESWT terhadap perbaikan gejala maupun

kartilago pada OA masih belum banyak dieksplorasi secara mendalam. Namun,

efek ESWT terhadap inflamasi dan laju diferensiasi seluler telah dibuktikan pada

beberapa penelitian.

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

81

B. Pengaruh aplikasi ESWT terhadap MMP-13

Beberapa penelitian telah menemukan adanya pengaruh negatif dari

penggunaan ESWT terhadap ekspresi dan kadar MMP-13 jaringan. Bukti awal

adanya efek terapeutik ultrasound pada osteoarthritis dilaporkan oleh Zhao dkk

(2012) yang menunjukkan bahwa ultrasound intensitas rendah secara signifikan

menurunkan ekspresi MMP-13 dan jalur pensinyalan MAPK. Selain itu, Xueping

dkk (2011) menguatkan fakta adanya efek negatif ultrasound terhadap MMP-13

dimana ditemukan bahwa ultrasound menurunkan laju signaling pada jalur ERK1,

ERK2, dan p38 yang berakibat pada penurunan laju sekresi MMP-13. Di lain

pihak, bukti langsung dari efek ESWT terhadap osteoarthritis dilaporkan oleh

Wang dkk (2013) dimana ditemukan bahwa penggunaan ESWT pada tikus model

osteoarthritis mengakibatkan penurunan yang nyata pada tingkat ekspresi MMP-

13 pada jaringan kartilago. Selain menurunkan MMP-13, terdeteksi juga adanya

peningkatan ekspresi vWF, BMP-2, dan VEGF yang menunjukkan adanya efek

angiogenik dari ESWT.

Mekanisme penerunan regulasi dari MMP-13 oleh ESWT masih belum

diungkap secara pasti. Namun, adanya efek anti-inflamasi ESWT diduga berperan

besar dalam menurunkan ekspresi dan sekresi MMP-13. Efek anti-inflamasi

ESWT telah dievaluasi pada laporan riset Moretti dkk (2008) yang menemukan

bahwa ESWT dapat menurunkan kadar TNF-α dan IL-1β secara signifikan. Kedua

ligan ini adalah stimulator utama produksi MMP-13 yang dimediasi melalui

aktivasi NF-kB. Selain itu, ESWT juga meningkatkan konsentrasi IL-6 dan IL-10

yang bersifat anti-inflamasi juga telah dilaporkan pada inflamasi tendon yang

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

82

distimulasi dengan ESWT (Visco, 2014). ESWT juga meningkatkan ekspresi

TGF-β yang juga memiliki sifat anti-inflamasi namun juga merupakan stimulator

sintesis kolagen tipe II (Visco, 2014). Merujuk pada fakta-fakta tersebut, dapat

disimpulkan bahwa ESWT memiliki potensi yang kuat untuk diaplikasikan pada

penderita osteoarthritis.

C. Pengaruh aplikasi ESWT terhadap ekspresi SOX-9

Belum terdapat bukti yang menunjukkan secara langsung efek stimulasi

ESWT terhadap ekspresi SOX-9.Namun, terdapat beberapa penjelasan yang dapat

menjadi dasar hipotesis adanya efek ESWT pada ekspresi SOX-9. Pada kondisi

osteoarthritis, ekspresi dan aktivasi SOX-9 tersupressi oleh adanya inflamasi pada

jaringan kartilago (Zhang et al., 2015). Interaksi antara TNF-α dan IL-1β dengan

reseptornya mengaktivasi jalur pensinyalan yang dimediasi oleh NF-kB sehingga

menghambat ekspresi serta aktivasi dari SOX-9. Peningkatan faktor pertumbuhan

yang mengiringi inflamasi dan degradasi matriks kartilago tidak banyak

berpengaruh akibat penurunan fungsi SOX-9 yang menyebabkan penurunan laju

diferensiasi dan sintesis kolagen tipe-2 oleh kondrosit dan kondroblast

(Sudoyo, 2009).

Oleh karena itu, efek anti-inflamasi ESWT memegang peranan penting

dalam meningkatkan ekspresi dan fungsi SOX-9. Penurunan kadar TNF-α dan IL-

1β akan menghilangkan efek inhibisi dari jalur pensinyalan kedua sitokin tersebut

yang akan memulihkan ekpresi dan aktivasi SOX-9. Pemulihan fungsi SOX-9

mengembalikan efek dari faktor pertumbuhan dalam meregenerasi kondrosit dan

matriks kartilago.

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

83

Namun, terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan adanya efek

independen dari ESWT terhadap faktor ekspresi diferensiatif (Visco, 2014)

menunjukkan bahwa aplikasi ESWT meningkatkan ekspresi dan aktivitas SCX

pada kultur tenocyte yang merupakan faktor transkripsi penting sintesis kolagen

tipe I. Karena penelitian ini dilakukan pada kultur sel, maka efek dari penurunan

regulasi inflamasi dapat dieksklusi yang menunjukkan adanya efek stimulasi

metabolik langsung dari ESWT. Akan tetapi, mekanisme efek ini masih belum

diketahui secara pasti dan masih belum terdapat bukti langsung dari efek ESWT

terhadap SOX-9.

D. Pengaruh aplikasi ESWT terhadap ekspresi kolagen tipe -2

Peningkatan ekspresi kolagen tipe-2 pada hewan coba yang mendapatkan

ESWT telah didokumentasikan pada beberapa penelitian. Wang et al (2013)

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada kandungan kolagen tipe II

pada kartilago sendi genu tikus model osteoarthritis. Peneliti juga membuktikan

bahwa efek yang sama dapat diinduksi pada femur distal dan tibia proksimal

(Hasanova et al., 2011) juga membuktikan bahwa pemaparan ultrasound

intensitas rendah berpulsasi dengan dosis 0.14 mW/cm2 pada kultur kondroblas

menyebabkan peningkatan ekspresi integrin, marker kondrosit, SOX9, kolagen

tipe-2 dan agrekan. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa ESWT berpotensi

memiliki efek regeneratif terhadap kartilago pada OA.Kolagen tipe-2 merupakan

komponen sentral pada matriks ekstraseluler kartilago.

Peningkatan akumulasi kolagen tipe-2 dapat menunjang regenerasi

kartilago dan meningkatkan resiliensi kartilago terhadap stress mekanik.

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

84

Peningkatan ekspresi kolagen tipe-2 pada hewan coba yang terpapar ESWT

kemungkinan diakibatkan oleh efek anti-inflamasi dan stimulasi SOX9 oleh

ESWT (Saito et al., 2017). Penurunan tingkat inflamasi menurunkan ekspresi dan

sekresi MMP-13 yang merupakan enzim utama yang mendegradasi kolagen tipe-2

sehingga menurunkan tingkat degradasi kolagen. Selain itu, peningkatan aktivitas

SOX9 baik oleh karena hilangnya efek inhibisi TNF-α maupun IL-1β atau oleh

karena akibat stimulasi langsung ESWT meningkatkan ekspresi gen COL2A1

yang mengkode kolagen tipe-2 (Zhang et al., 2015). Oleh karena itu, terjadi

pergeseran metabolik kearah sintesis dan akumulasi kolagen pada kartilago sendi

yang akan menunjang proses regeneratif kartilago.

Gambar 2.14. Ilustrasi Aplikasi ESWT Pada Tulang Subkondral

Tulang Subkondral

BMP 2

ESWT

VEGF

Vasculogenesis

Angiogenesisa

Sklerotik tulang

Subkondral

BMP 1A

FGFR3

MAPK

ERK

SOX9

Mesenchymal

Stem cell

Precondrocyte

Proliferating

Condrocyte

Nutrisi ke tulang

rawan

Kolagen tipe 2

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kartilago - sinta.unud.ac.id · Fenotip kondrosit dikarakterisasi dengan ekspresi dari gen spesifik berupa kolagen tipe-2 dan faktor transkripsi SOX-9 (Tew

85

Penanganan Rasional Osteoarthritis

Primer Sekunder

Gambar . 2.15. Penanganan Rasional Osteoarthritis Berdasarkan Patofisiologis

Perubahan Biomekanik / Biokimia

Respon Kondrosit

Proliferasi sel

peningkatan sintesa

matrik

Mikro fraktur dan

sklerotik tulang

subkondral

Pengeluaran enzim

degeneratif

Terapi Fisik

Operasi

Ostearthritis

Proses inflamasi

Reaksi imunologi

Perubahan Matrik

Kerusakan struktur

mattrik

ESWT

EDUKASI

Analgesik/ OAINS

Anti inflamasi / OAINS

Eliminasi penyebab

ESWT ?

Faktor penyebab

Perubahan

Kolagen

Chondroprotective agent

Gejala

Pembentukan

osteofit


Related Documents