Top Banner
1 MAKALAH DISKUSI TOPIK TRAUMA KAPITIS Disusun oleh : Mutia Oktavia 110103000098 Pembimbing : dr. Maysam Irawati, Sp.S KEPANITRAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
43

Trauma Kapitis -Muti

Jan 19, 2016

Download

Documents

dyaksani
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Trauma Kapitis -Muti

1

MAKALAH DISKUSI TOPIK

TRAUMA KAPITIS

Disusun oleh :

Mutia Oktavia

110103000098

Pembimbing :

dr. Maysam Irawati, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK

SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Page 2: Trauma Kapitis -Muti

2

2014

BAB 1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

No. RM : 01302272

Nama : Tn. ACO

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 54 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah menikah

Alamat : Jl. Plered V No. 3 Rt.001 Rw. 010 Antapani

Tengah Bandung

Pendidikan : S1

Masuk RS : 04 Juni 2014

Pengambilan Data : 08 Juni 2014

II. ANAMNESIS

(Dilakukan auto- dan allo-anamnesis tanggal 08 Juni 2014)

a. Keluhan Utama

Pasien datang dengan penurunan kesadaran post KLL sejak 30 menit

SMRS.

Page 3: Trauma Kapitis -Muti

3

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Fatmawati dengan penurunan kesadaran

setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 30 menit SMRS.

Kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai motor dan

diserempet oleh mobil. Setelah itu pasien oleng dan jatuh. Keluarga tidak

mengetahui pasti kejadian kecelakaan tersebut karena pasien sedang

mengendarai motor sendiri. Namun dari keterangan orang sekitar yang

membawa pasien ke RS, saat terjatuh helm pasien terlepas dan pasien

ditemukan tergeletak dijalan dengan kepala yang banyak luka dan

berdarah. Tidak diketahui pasti apakah saat itu pasien sedang melaju

kencang, atau mobil yang menyerempet motor pasien sedang melaju

kencang atau tidak. Tidak diketahui pasti apakah kepala pasien terbentur

apa dan terbentur dibagian mana. Saat dibawa ke RS pasien dalam

keadaan pingsan dan tidak sadar, keluar darah dari hidung.

Saat di IGD pasien sempat tersadar sebentar namun tidak lama

pingsan kembali selama kurang lebih 1 jam dan terbangun dalam keadaan

hanya mengerang kesakitan dan gelisah. Pasien terlihat mengalami

kelemahan pada lengan dan tungkai sebelah kanan. Pasien merasa mual

dan sempat muntah, tidak menyemprot. Pasien terlihat memegang

kepalanya dan mengerang sakit.

Keluhan kejang, perdarahan dari telinga maupun mulut dan pusing

berputar tidak dialami pasien saat di IGD.

Saat ini pasien masih mengeluh sakit kepala yang memberat, biru-

kehitaman pada mata sebelah kiri dan pasien masih terlihat gelisah. Pasien

tidak ingat dengan keluarganya dan hanya berkomunikasi dengan

mengatakan keluhan-keluhan yang dialaminya seperti sakit, pegal, haus

dan lain-lain.

Page 4: Trauma Kapitis -Muti

4

Keluhan demam, bicara pelo, mulut mencong, pandangan ganda,

gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan sulit menelan

disangkal pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma sebelumnya. Pasien

memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dan minum obat

teratur. Pasien tidak pernah mengalami stroke sebelumnya. Pasien

mempunyai riwayat operasi sinus dan polip 5 tahun yang lalu. Pasien

tidak ada alergi obat dan sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan lain

saat ini. Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan dalam pembekuan

darah.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Dikeluarga tidak ada yang mempunyai riwayat alergi obat.

e. Riwayat Kebiasaan

Pasien mempunyai kebiasaan merokok 1 bungkus sehari sejak usia 20

tahun, namun sudah sejak 5 tahun yang lalu berhenti merokok. Pasien

tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol dan memakai narkoba.

III.PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 08 Juni 2014)

a Keadaan Umum : tampak sakit sedang

b Kesadaran : somnolen

c Sikap : berbaring

Page 5: Trauma Kapitis -Muti

5

d Koperasi : kurang kooperatif

e Keadaan gizi : BB = 65 , TB = 160 , BMI = 25.39

f Tekanan darah : kanan=kiri 110/70 mmHg

g Nadi : 80 x/menit

h Suhu : 37oC

i Pernapasan : 20 x/menit

j Pemeriksaan Lokal

Trauma Stigmata : Terdapat multiple vulnus

ulceratum pada kepala bagian frontal dan temporal yang sudah

diperban dan terdapat memar pada bahu kiri.

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan = kiri, regular, equal

Pembuluh Darah Perifer : CRT < 2 detik

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Columna Vertebralis : Lurus ditengah

k Status Generalis

Kulit : Warna sawo matang, sianosis -, ikterik -

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, ptosis -/-

lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL +/+, RCTL +/+, raccoon eye -/+

Telinga : Normotia +/+, membrane timpani intak +/+,

darah -/-, serumen -/-, battle sign -

Hidung : Deviasi septum -, sekret -/-, darah -/-

Tenggorok : Faring hiperemis -, tonsil T1-T1 tenang.

Leher : nyeri dan jejas tidak ada, trakea lurus di tengah,

tidak teraba pembesaran KGB dan kelenjar tiroid.

Jantung : BJ I-II regular, murmur -, gallop -

Paru : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,

vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : supel, buncit, BU + Normal, Nyeri tekan -, hepar

dan lien tidak teraba

Page 6: Trauma Kapitis -Muti

6

Ekstremitas : deformitas pada bahu kiri proyeksi clavikula, luka

terbuka tidak ada, pulsasi, sensibilitas, dan motorik baik, akral

hangat, edema -/-

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS : E4M6V4 = 14

Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku Kuduk Tidak dilakukan

Laseque >70° >70°

Kernig >135° >135°

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Saraf-saraf kranialis

N. I Tidak bisa dinilai

N. II Tidak bisa dinilai

N. III, IV

dan VI

Ptosis : -/-

Pergerakan Bola Mata : kesan baik ke segala arah

Nistagmus : -/-

Pupil : Isokhor/Isokhor

Bentuk : Bulat/Bulat

Ukuran Ø : 3mm/3mm

RCL +/+, RCTL +/+

Refleks Akomodasi : Tidak dapat dinilai

N. V Cabang Motorik : Tidak bisa dinilai

Cabang Sensorik

Opthalmika : Tidak bisa dinilai

Maxilla : Tidak bisa dinilai

Mandibularis : Tidak bisa dinilai

Refleks kornea : +/+

Page 7: Trauma Kapitis -Muti

7

N. VII Motorik : dengan rangsang nyeri kesan simetris

Pengecapan lidah : tidak dapat dinilai

N. VIII Gangguan pendengaran dan keseimbangan : Tidak

dapat dinilai

N. IX dan

X

Motorik : tidak valid dinilai

Sensorik : tidak valid dinilai

N. XI m.trapezius dan m. sternokleidomastoideus : tidak

dapat dinilai

N. XII Pergerakan Lidah : kesan simetris

Sistem Motorik

Kekuatan motorik : kesan hemiparesis kanan

Gerakan Involunter

Tremor : -

Chorea : -

Atetose : -

Mioklonik : -

Tics : -

Trofik : Eutrofi/Eutrofi

Tonus : Normotonus/Normotonus

Sistem Sensorik : tidak bisa dinilai

Fungsi Cerebellar dan Koordinasi : Tidak bisa dinilai

Ataxia :

Tes Rhomberg :

Disdiadokinesia :

Jari-Jari :

Jari-Hidung :

Tumit-Lutut :

Rebound Pheomenon :

Hipotoni :

Fungsi Luhur : tidak dapat dinilai

Page 8: Trauma Kapitis -Muti

8

Astereognosia :

Apraksia :

Afasia :

Fungsi Otonom : on DC

Refleks-refleks Fisiologis

Bisep : +2 +2

Trisep : +2 +2

Radius : +2 +2

Dinding Perut : + +

Otot Perut : + +

Patela : +2 +2

Aciles : +2 +2

Kremaster : Tidak diperiksa

Sfingter Ani : Tidak diperiksa

Refleks-refleks Patologis

Hoffman Tromner : - -

Babinsky : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Gonda : - -

Schaeffer : - -

Klonus Lutut : - -

Klonus Tumit : - -

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 04/06/2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 13.1 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl

Hematokrit 38 % 33 – 45 %

Lekosit 21.0 ribu/ul 5.000 – 10.000

Trombosit 242 ribu/ul 150 – 440 ribu/ul

Page 9: Trauma Kapitis -Muti

9

Eritrosit 4.06 juta/ul

SGOT 34 U/l 0 – 34 U/l

SGPT 23 U/l 0 – 40 U/l

Ureum 21 mg/dl 20 – 40 mg/dl

Kreatinin 1.0 mg/dl 0,6 – 1,5 mg/dl

GDS 127 mg/dl 70 – 140 mg/dl

Na 141 mmol/L 135 – 147 mmol/L

K 3.79 mmol/L 3,10 – 5,10 mmol/L

Cl 112 mmol/L 95 – 108 mmol/L

Tanggal 06/06/2014

APTT 32.8 detik 27.4 – 39.3 detik

Kontrol APTT 31.5 detik

PT 12.9 detik 11.3 – 14.7 detik

Kontrol PT 13.5 detik

INR 0.94

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

CT-Scan kepala 04 Juni 2014

Page 10: Trauma Kapitis -Muti

10

Kesan :

Epidural haematoma temporal kiri

Kontusio cerebri temporal kanan – kiri

Perdarahan subarachnoid

Curiga epidural haematome temporal kanan

Oedema cerebri kiri

Haemato sinus ethmoidalis dupleks

Fractur wing sphenoid kiri, temporal kiri dan zygomaticus kiri.

VII. RESUME

Datang seorang laki-laki, Tn. ACO, 54 tahun ke IGD RS Fatmawati

dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas

sejak 30 menit SMRS. Pasien mengalami benturan dikepala dan pingsan >

10 menit, interval lucid, amnesia retrograde, keluar darah dari hidung,

merasa mual dan sempat muntah, tidak menyemprot dan kelemahan pada

Page 11: Trauma Kapitis -Muti

11

lengan dan tungkai sebelah kanan setelah sadar. Saat ini pasien mengeluh

sakit kepala yang memberat, terlihat gelisah. Pasien mempunyai riwayat

hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, terkontrol.

Pemeriksaan Fisik :

KU tampak sakit sedang, kesadaran somnolen, TD 110/70 mmHg, HR

80 x/menit, RR 20 x/menit, suhu subfebris, trauma Stigmata : Terdapat

multiple vulnus ulceratum pada kepala bagian frontal dan temporal yang

sudah diperban dan terdapat memar pada bahu kiri, raccoon eye -/+.

Laboratorium : Leukositosis

CT Scan kepala : Epidural haematoma temporal kiri, Kontusio cerebri

temporal kanan – kiri, Perdarahan subarachnoid, Curiga epidural

haematome temporal kanan, Oedema cerebri kiri, Haemato sinus

ethmoidalis dupleks, Fractur wing sphenoid kiri, temporal kiri dan

zygomaticus kiri.

VIII. DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis : penurunan kesadaran, sefalgia sekunder,

hemiparese dekstra, EDH, SAH, kontusio temporal bilateral, fraktur basis

cranii, fraktur Tertutup Clavicula sinistra

• Diagnosis etiologis : Cedera Kepala sedang

• Diagnosis topis : -

IX. PENATALAKSANAAN

Page 12: Trauma Kapitis -Muti

12

1. Non medikamentosa

- Observasi ABC (airway, breathing, circulation)

- Elevasi kepala 30˚

- GV maksimal 2 hari sekali

- Rawat inap

- Pasang kateter dan NGT

- Konsul ortophedi, bedah syaraf

- Konsul THT

2. Medikamentosa

- IVFD NaCl + Ikaneuron 5000 mg + Tramadol 100 mg / 8 jam

- Aminofluid 1 x 500 mg iv

- Manitol 20% 4 x 100 cc iv

- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr iv

- Asam Traneksamat 3 x 500 mg iv

- Citicolin 2 x 500 mg iv

- Ketorolac 3 x 30 mg iv

- Ondancentron 3 x 8 mg iv

VI. PROGNOSA

Quo Ad vitam : dubia ad malam

Quo Ad functionam : dubia ad bonam

Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB 2

Page 13: Trauma Kapitis -Muti

13

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah ruda paksa tumpul/tajam

pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.

Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu

lintas.

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik

secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada

gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat

bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation

of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan

bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan /

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah

kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan

fungsi fisik.

2.2. FISIOLOGI CEDERA KEPALA

Tekanan Intrakranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan

perubahan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi

otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan

intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak dan

mempengaruhi kesembuhan penderita. Jadi kenaikan tekanan intrakranial

(TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak,

tetapi justru merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat

istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O). TIK lebih tinggi dari 20

mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40mmHg termasuk ke

Page 14: Trauma Kapitis -Muti

14

dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala

semakin buruk prognosisnya.

Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat

terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat

pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi

maka TIK secara cepat akan meningkat.

Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min

atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang

cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang

dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak,

ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50%

dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan

koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada

penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa

hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi

otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat di rekomendasikan

untuk meningkatkan ADO.

Doktrin Monro-Kellie

Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume

intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya

merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK yang normal

tidak berarti tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK umumnya

tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik

dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume.

Tekanan perfusi otak (TPO)

Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan

TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut: TPO = MAP – TIK

Page 15: Trauma Kapitis -Muti

15

Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada

penderita cedera kepala adalah sangat penting, terutama pada keadaan

TIK yang tinggi. TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan

prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala.

Aliran darah ke otak (ADO)

Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan

otak/menit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit, aktivitas

EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit, sel-sel otak

mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita

trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat

konstan apabila MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO

menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi dilatasi pasif

pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi

sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya

penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena

iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.

Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan

eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita

yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TIK meningkat,

harus dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap

harus dipertahankan.

2.3. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Pada cedera kepala, kerusakan otak terjadi dalam dua tahap yaitu

cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera

pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat

disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

oleh proses akselerasi deselerasi gerakan. Berat atau ringannya suatu

Page 16: Trauma Kapitis -Muti

16

daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung

pada :

Besar dan kekuatan saat benturan

Arah dan tempat saat benturan

Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima bantuan

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan

countercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada

tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah

yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut

countercoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan

berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan

densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi

semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan

intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan

dari benturan (countercoup). Cedera sekunder merupakan cedera yang

terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap

lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan

intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Page 17: Trauma Kapitis -Muti

17

2.4. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Klasifikasi

cedera kepala, yaitu berdasarkan :

Patologi

a. Komosio serebri

Komosio cerebri adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap

tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat

sementara dalam berbagai derajat. Bentuk yang paling ringan dari

komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa

amnesia.

b. Kontusio serebri

Pada kontusio serebri terjadi kerusakan jaringan otak berupa

terputusnya kontinuitas jaringan. Kriteria untuk mendiagnosis

kontusio serebri adalah adanya riwayat benturan kepala diserta

pingsan yang cukup lama (> dari 10 menit), selain itu dapat

ditemukan adanya defisit neurologis, dapat pula terjadi kejang dan

penurunan kesadaran.

c. Laserasio serebri

Gangguan fungsi neurologicdisertai kerusakan otak yang berat

dengan fraktur tengkorak terbuka.

Derajat berdasarkan GCS

Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan otak

Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik

(-)

Normal

Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, defisit

neurologik (-)

Normal

Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit s/d 6 jam,

defisit neurologik (+)

Abnormal

Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit Abnormal

Page 18: Trauma Kapitis -Muti

18

neurologik (+)

Morfologi cedera

Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium

dan lesi intrakranial.

1. Fraktur cranium

Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan

dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau

tertutup. Fracture dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan

CT Scan dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis

frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak

menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih

rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye

sign), ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS (Rhinorrhea,

otorrhea) dan paresis nervus fasialis.

Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya

hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena

robeknya selaput duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan

dengan segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa

benturan yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan retaknya

tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih

banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi

yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear

mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada

pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura

kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400

kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar.

Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien

untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan.

2. Lesi Intrakranial

Page 19: Trauma Kapitis -Muti

19

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa,

walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan.Lesi fokal

termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau

hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa,

secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan

perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis.

1. Epidural Hematom

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di

ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan cirri

berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung.Paling sering

terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat

robeknya pembuluh meningeal media.Perdarahan biasanya

dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari

perdarahan vena pada sepertiga kasus.Kadang-kadang, hematoma

epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-

oksipital atau fossa posterior.

Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari

keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu

diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera.Bila

ditindak segera, prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan

darah yang terjadi tidak berlangsungg lama.Keberhasilan pada

penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status

neurologis penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan

pendarahan epidural dapat menunjukan adanya “lucid interval”

yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-

tiba meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah

memnang tidak mudah dan memerlukan pendapat dari seorang ahli

bedah saraf.

Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens

yang tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai

planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel

ke sisi kontralateral ( tanda space occupying lesion ). Batas dengan

Page 20: Trauma Kapitis -Muti

20

corteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan

dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga

tampak lebih jelas.

2. Subdural Hematom

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di

antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi

dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan

cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena

bridging antara korteks serebral dan sinus. Subdural hematom

terbagi menjadi akut dan kronis.

1) SDH Akut

Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan

sabit) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan

epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi.Adanya

hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga

menunjukan adanya hematom subdural.

2) SDH Kronis

Pada CT Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi,

kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan,

oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak

area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk

bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada

prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens,

yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga terjadi

isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens.

3. Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya,

kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural

akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan

temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk

serebelum dan batang otak.Perbedaan antara kontusi dan

hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya.

Page 21: Trauma Kapitis -Muti

21

Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara

lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam

jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi

atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula

pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi

yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi

perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi

lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat

bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

4. Cedera difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat

cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang

sering terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah

keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun

terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam

berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan

kerap kali tidak diperhatikan.Bentuk yang paling ringan dari

komosio ini adalah keadaan bingguung dan disorientasi tanpa

amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama

Page 22: Trauma Kapitis -Muti

22

sekali.cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan

binggung disertai amnesia retrograde dan amnesia antegrad.

Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan

menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai

dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan

ukuran beratnya cidera. Dalam bebberapa penderita dapat timbul

defisist neurologis untuk beberapa waktu. Defisit neurologis itu

misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi

serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca

komosio yang dapat cukup berat.

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah

keadaan dimana pendeerita mengalami koma pasca cedera yang

berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau

serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang

dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering

menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih

sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.

Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom seperti

hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat

cedeera aksonal difus dan cedeera otak kerena hiipoksiia secara

klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut seringg

terjadi bersamaan.

Dalam beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk

dalam bahasan cedera kepala. Karenanya akan dibahas juga

mengenai trauma wajah ini, yang meski bukan penyebab kematian

namun kecacatan yang akan menetap seumur hidup perlu menjadi

pertimbangan.

Page 23: Trauma Kapitis -Muti

23

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Foto polos kepala

Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cedera

kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan

kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas

lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum,

Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap,

Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos

kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut

tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka

dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.

b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Indikasi CT Scan adalah :

1. Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang

setelah pemberian obat–obatan analgesia/anti muntah.

2. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat

lesi intrakranial dicebandingkan dengan kejang general.

3. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi

shock, febris, dll).

4. Adanya lateralisasi.

5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal

fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru

7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan

pada 24 - 72 jam setelah injuri.

c. MRI.

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

Dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT Scan sehingga tidak sesuai

dalam situasi gawat darurat.

Page 24: Trauma Kapitis -Muti

24

d. PET dan SPECT

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak. Positron Emission

Tomogrphy (SPECT) dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut

dan kronis meskipun CT Scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak

memperlihatkan kerusakan.

e. Lumbal Punksi.

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

2.6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili

tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala

sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga

dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan

cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala

ringan, sedang, atau berat.

Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.

Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara

lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang

kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala

khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting

untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.

Survei Primer ( Primary Survey)

o Jalan Napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilsi. Daerah tulang

servikal harus dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck

collar pada kecurigaan fraktur servikal.

o Pernapasan

o Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti

Ringer Laktat atau Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok,

transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus dipertimbangkan.

o Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaan dapat

Page 25: Trauma Kapitis -Muti

25

diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak dengan kelainan neurologis

yang berat, seperti anak dengan nilai GCS< 8 harus diintubasi.

o Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga

semua luka dapat terlihat. Anak- anak sering datag dengan keadaan

hipotermi ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas. Pasien

dapat dihagatkan engan alat pemancar panas, selimut hangat, maupun

pemberian cairan intravena (yang telh dianatkan sampai 39 oC.

Survei Sekunder

Observasi ketat penting pada jam- jam pertama sejak kejadian cedera.

Bila telah dipastikan penderit CKR tidak memiliki masal dengan jalan

napas, pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah

penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai obervasi tanda vital

dan defisit neurologis.

Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.

Indikasi rawat antara lain:

a. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

b. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

c. Penurunan tingkat kesadaran

d. Nyeri kepala sedang hingga berat

e. Intoksikasi alkohol atau obat

f. Fraktura tengkorak

g. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

h. Cedera penyerta yang jelas

i. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan

j. CT scan abnormal.

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan

untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang

dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena,

hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan

antikonvulsan.

Page 26: Trauma Kapitis -Muti

26

A. Kritikal- GCS 3-4

Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ICU.

B. Trauma Kapitis Sedang dan Berat – GCS 5-12

1. Lanjutkan penanganan ABC

2. Pantau tanda vital ( suhu, pernafasan, tekanan darah), pupil, GCS,

gerakan ekstremitas

3. Cegah kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial,

dengan cara:

- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat

- Bila perlu dapat diberikan Manitol 20%. Dosis awal 1 gr/kgBB,

berikan dalam waktu ½ -1 jam, drip cepat, dilanjutkan

pemberian dengan dosis 0,5 gr/kgBB drip cepat, ½ -1 jam,

setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 gr/kgBB drip

cepat, ½-1 jam setelah 12 jam dan 24 jam pemberian pertama

- Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi

jangka pendek

4. Atasi komplikasi

- Kejang: profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah

immediate dan early seizure pada kasus resiko tinggi

- Infeksi akibat fraktur basis kranii/fraktur terbuka:

profilaksis antibiotik selama 10-14 hari

- Demam

5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat

6. Neuroprotektan (citicolin)

C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri)

1. Rawat 2 x 24 jam

2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat

3. Obat- obat simptomatis seperti analgesik, antiemetic sesuai

indikasi dan kebutuhan.

Page 27: Trauma Kapitis -Muti

27

Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan

operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis

pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum

digunakan panduan sebagai berikut:

1. Epidural Hematom

Lebih dari 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/

frontal/ parietal dengan fungsi batang otak masih baik

Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda- tanda

penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak

masih baik

Epidural hematom progresif

2. Subdural Hematom

SDH luas (>40 cc/ 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak

masih baik.

SDH dengan edema serebri/ kontusio serebri disertai midline shift

dengan fungsi batang otak masih baik.

3. Perdarahan intraserebral pasca trauma

Penurunan kesadaran progresif

Hipertensi dan bradikardi dan tanda- tanda gangguan nafas

Perburukan defisit neurologi fokal

4. Fratur impresi melebihi 1 diploe

5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri

6. Fraktur kranii terbuka

7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK.

2.7. PROGNOSIS

Dengan penanganan dan terapi yang agresif, terutama pada anak-anak

biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia

lanjut biasanya pemulihannya lebih lambat. Selain itu lokasi terjadinya lesi

pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi

kedepannya bagi penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Trauma Kapitis -Muti

28

Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.

Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta

American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport.

United States of America: Firs Impression

Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.

Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta:

penerbit buku kedokteran EGC

Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.

Sumatra Utara: USU Press.

Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia:

Lippicott Williams and Wilkins

Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.

Perdossi.2006

Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar.Cetakan ke 9.

Dian Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63.

Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28

Februari. FKUI. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal

51-72.

Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.

Sumatra Utara: USU Press.