Top Banner

of 31

Tonsilitis Kronik Yudo-Shanty

Oct 09, 2015

Download

Documents

tonsil
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada tonsil dan adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada masyarakat. Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-anak.1 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1994 sampai 1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.2 Pada penelitian di RSUP Hasan Sadikin pada periode April-Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsillitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Sedangkan prevalensi di beberapa negara seperti di Amerika Serikat pada tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1000 penduduk, di Norwegia 11,7%, dan di Turki sebanyak 12,1% kasus.Kasus infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering dijumpai oleh dokter umum.3 Keluhan-keluhan infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorok dan penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Hal ini dikarenakan terjadi hipertrofi pada Cincin Waldeyer. Cincin ini tersusun dari jaringan limfoid, yang berperan sebagai daya pertahanan lokal dan surveilen imun, seperti halnya fungsi jaringan limfoid yang lain. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain.3,4Lokasi tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan tidak jarang menyebabkan tonsil mudah terkena infeksi/menjadi sarang (fokal) infeksi, serta bisa juga membesar dan mengganggu proses menelan/pernafasan5, sehingga tonsilitis kronis menjadi penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.6 Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan, menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja.6Tonsilitis kronis apabila dibiarkan atau tidak diterapi dengan adekuat dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi ke daerah di sekitarnya seperti rinitis kronis, sinusitis, dan otitis media. Komplikasi jauh juga dapat terjadi secara hematogen atau limfogen. Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis. Oleh karena itu, diperlukan penatalaksanaan yang tepat sehingga tonsilitis kronis tersebut tidak berulang dan tidak sampai terjadi komplikasi yang lebih buruk. Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.6BAB 1I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil

Tonsil adalah salah satu struktur yang terdapat di rongga orofaring. Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat retikular dengan kriptus di dalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7

1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.

2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.

3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva.

5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Ring of Waldeyer (Cincin Waldeyer).2,7,8 Kumpulan jaringan ini akan berperan sebagai pelindung terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Adanya reaksi inflamasi akibat iritasi atau infeksi di daerah ini akan menyebabkan tonsillitis akut, yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berlanjut menjadi kronis.2 Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Pada tonsil terdapat kripte yang dapat menjadi sumber infeksi baik secara lokal maupun umum. Kripte dapat berisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan juga bakteri yang dapat menyebabkan nfeksi pada tubuh.

2.1.1 Anatomi Tonsila Palatina

Tonsil palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fosa tonsilaris. Setiap tonsil ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya bebas menonjol ke dalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6 sampai 20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsil terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsil ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsul tonsil palatina, terletak berdekatan dengan tonsil lingualis.8,11,12 Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 8,11,131. Anterior: arcus palatoglossus

2. Posterior: arcus palatopharyngeus

3. Superior: palatum mole

4. Inferior: 1/3 posterior lidah

5. Medial: ruang orofaring6. Lateral: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar.

2.1.2 Vaskularisasi dan InervasiVaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu:

1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal4. Arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.Sedangan aliran darah vena dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis.Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil mendapat persarafan pada bagian bawah dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.142.1.3 Peranan ImunologiTonsil merupakan organ yang dominan dengan sel-Limfosit-mengisi 50-65% dari limfosit tonsil, sedangkan sel limfosit-T hanya sekitar 40% dan sekitar 3% lainnya terisi dengan sel plasma matur. Tonsil terlibat dalam sekresi imunitas dan pengaturan produksi imunoglobulin. Sehingga tonsil memediasi proteksi imunitas dari jalur aerodigestif atas yang sering terpapar oleh antigen udara bebas. Selain itu juga terdapat 10-30 kripte di setiap tonsil yang akan menghalangi masuknya material asing dan mengirimnya ke folikel limfoid. Proliferasi dari sel- di germinal sentral dari tonsil adalah respon dari signal antigenik, hal ini merupakan fungsi tonsil yang paling penting.Secara sistemik proses imunologi dari tonsil terbagi 3 yaitu;

1) Respon imun tahap 1

Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk mentransport antigen melalui barrier tetapi juga membentuk kompartemen intraepitel spesifik yang membawa material asing dalam konsentrasi yang tinggi secara bersamaan.2) Respon imun tahap 2

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel plasma tonsil juga menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A 30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang membantu melawan dan mencegah infeksi. 3) Migrasi limfosit

Respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Dari penelitian didapat bahwa migrasi limposit berlanjut terus menerus dari darah ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe.Sistem imun pada tonsil manusia paling aktif adalah pada umur antara 4-10 tahun. Involusi dari tonsil dimulai seletah masa puberitas, yang ditandai dengan berkurangnya populasi sel-, dan relatif akan meningkatkan rasio antara sel-T dan sel- Walaupun produksinya berkurang, tetap dapat terlihat peran dari aktivitas sel-B yang baik pada tonsil yang sehat. Namun konsekuensi imunologis dari tonsilektomi masih tetap tidak jelas. Berdasarkan bukti yang ada, tonsilektomi tidak menjadi penyebab mayor dari defisiensi imunologik.2.2 Tonsilitis Kronis2.2.1 Definisi

Tonsilitis kronis merupakan peradangan atau inflamasi pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Keradangan ini mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan keluar detritus.152.2.2 EtiologiBerdasarkan Morrison yang mengutip hasil penelitian dari Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :

25 % disebabkan oleh Streptokokus ( hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.13Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :111. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

2. Streptokokus ( hemolitikus Grup A

3. Hemofilus influensa

4. Streptokokus pneumonia

5. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

2.2.3 Faktor Predisposisi

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.6,13,152.2.4 Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil akan berperan sebagai filter (penyaring), menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Kuman ini menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid tonsil akan mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil (kripte) yang berisi bercak kekuningan yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.

Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang kripte akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.5,152.2.5 Manifestasi Klinis

Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.6,13,15 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,13 Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :12T0: Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkatT1: < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

2.2.6 Diagnosis

1. AnamnesisAnamnesis merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus. Keluhan sakit pada tenggorok ini biasanya berupa rasa mengganjal, sering berdahak, dan tenggorok yang terasa kering. Rasa sakit tenggorok ini juga diserta dengan sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.6,13,15 Akibatnya pasien juga tidak jarang mengeluhkan suara sengau, gangguan bernafas terutama waktu tidur terlentang (ditandai dengan adanya ngorok saat tidur), nafsu makan yang berkurang, sampai pada prestasi belajar yang kurang atau menurun.2. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik didapatkan tonsil yang membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripte terisi oleh detritus. Detritus adalah kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini akan mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut disertai dengan perlengketan ke jaringan sekitar. Sebagian kripte mengalami stenosis, akan tetapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripte-kripte tersebut. Pada beberapa kasus akan ditemukan kripte membesar, dengan suatu bahan seperti keju atau dempul yang terlihat pada kripte.

Gambaran klinis lain yang sering tampak adalah tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripte. Tonsil dapat tetap kecil, biasanya mengkeriput kadang-kadang seperti terpendam dalam tonsil bed dengan bagian tepi yang hiperemis, kripte melebar, dan diatasnya tampak eksudat yang purulen.4,15 Berikut adalah tabel perbedaan antara tonsilitus akut, tonsilitis kronis eksaserbasi akut, dan tonsilitis kronis.3. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium yang paling sederhana adalah memeriksa jumlah leukosit dan hitung jenisnya. Untuk mengetahui etiologi, dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil (swab). Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.13,15 Sedangkan beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk persiapan tonsilektomi adalah :1. Rutin : Hemoglobin, leukosit, urin lengkap

2. Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan

3. Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah, elektrolit, dan sebagainya)2.2.7 Diagnosis BandingDiagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :

1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)

a. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

Gambar 2.3 Tonsilitis difteri10b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39(C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.c. Mononukleosis infeksiosaTerjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).2. Penyakit kronik faring granulomatus

a. Faringitis tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsi.6,152.2.8 Penanganan

Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal. Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut, dengan menggunakan obat kumur atau obat hisap. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada kasus tonsillitis antara lain antibiotik, antiinflamasi, dan analgesik. Antibiotik seperti penisilin dan amoksisilin dapat mengatasi infeksi tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun demikian, bila individu alergi terhadap obat-obatan golongan penisilin maka dapat diberikian antibiotic golongan makrolid, seperti eritromisin. Sedangkan pada individu yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dengan penisilin, dapat diberikan obat yang efektif untuk mencegah bakteri yang memproduksi enzim beta laktamase. Obat-obatan ini antara lain adalah asam klavulanat dan klindamisin yang dapat diberikan selama 3-6 minggu. Antiinflamasi dapat diberikan guna mengurangi proses inflamasi yang dapat meningkatkan kerja tonsil. Obat-obatan yang sering digunakan dalam praktik sehari-hari biasanya obat-obatan golongan kortikosteroid dosis rendah, seperti metilprednisolon. Sebagai terapi simtomatik untuk menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan demam dapat diberikan obat-obatan golongan NSAID, seperti parasetamol maupun asam mefenamat. Selain dengan terapi medikamentosa, penanganan tonsillitis dapat dilakukan melalui terapi radikal dengan operasi tonsilektomi setelah tanda-tanda infeksi dan inflamasi mereda.2

Pada kasus tonsilitis kronis, pilihan terapi yang dapat digunakan adalah pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis/berulang.4 Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757).11 Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu : 51. Aspek Obstruksi :

Hiperplasia tonsil dengan obstruksi jalan napas Sleep apnea

Cor Pulmonale

Gangguan menelan

Gangguan bicara2. Aspek Infeksi

Tonsilitis kronis dengan abses peritonsiler Infeksi telinga tengah berulang Rinitis dan sinusitis yang kronis Abses kelenjar limfe leher berulang Tonsilitis kronis dengan napas bau Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ tubuh lainnya3. Dicurigai neoplasia benigna / maligna

Gambar 4. Teknik Tonsilektomi 18

Gambar 5. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Tonsilektomi 18Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery : 21.Indikasi absolut:

Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmuner.

Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis.

Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi.

Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan).

2.Indikasi relatif :

Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun meskipun dengan terapi yang adekuat.

Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi media.

Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase.

Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma.

3.Kontra indikasi :

Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi.

Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi.

Infeksi saluran nafas atas yang berulang.

Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

Celah pada palatum.

Pada sumber lain disebutkan kontraindikasi tonsilektomi dapat dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi relatif dan absolut.4,7,11

1. Kontraindikasi relatif

a. Palatoschizis,

b. Radang akut, termasuk tonsilitis,

c. Poliomielitis epidemika,

d. Umur kurang dari 3 tahun.2.Kontraindikasi absolut

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia,

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus, penyakit jantung, dan sebagainya. Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi, antara lain cara guillotine, diseksi, electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser (CO2-KTP). Teknik tersering yang dilakukan di Indonesia adalah teknik guillotine dan diseksi. Teknik guillotine dilakukan dengan mengangkat tonsil dan memotong uvula yang edematosa atau elongasi dengan menggunakan tonsilotom atau guillotine. Teknik ini merupakan teknik tonsilektomi tertua dan aman. Teknik diseksi memiliki prinsip yang sama, meliputi fiksasi tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin. Teknik electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser merupakan modifikasi lain dari teknik diseksi.2

2.2.9 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.6,14,15,161. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses. b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

Gambar 2.4 Abses Peritonsiler10c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.d. Abses RetrofaringMerupakan pengumpulan pus (nanah) dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.2. Komplikasi ke organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita

Nama

: Ni Kadek Ari WidianiUmur

: 11 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama

: Hindu

Pendidikan

: Sekolah DasrAlamat

: Br. Bayad, Dusum Bayad, GianyarPekerjaan

: PelajarPemeriksaan: 02 Juli 2013II. Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama : batuk, pilek, dan kesulitan membuang dahakPenderita datang ke poli THT RSUD Sanjiwani diantar ibunya dengan keluhan kesulitan membuang dahaknya.Penderita mengeluhkan pilek dan batuk sejak seminggu yang lalu. Hidung tersumbat (+), gangguan suara (-), nyeri sendi (-), gangguan membuka mulut (-), jantung berdebar (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), penurunan berat badan (-), bengkak pada leher (-). Pasien juga mengeluhkan kesusahan untuk mengeluarkan dahak dari mulutnya.Riwayat Penyakit Sebelumnya : Penderita sering mengalami sakit tenggorokan disertai peningkatan suhu tubuh sejak kecil terlebih lagi bila penderita mengalami kelelahan dari aktivitasnya, sehingga menyebabkan penderita sering berobat ke dokter. Penderita mengeluhkan tonsilnya semakin membesar bila serangan panas badan, batuk, dan pilek tersebut melanda. Ibu penderita mengeluhkan bahwa sejak usia 5 tahunpenderita sering mengorok ketika tidur yang menandakan bahwa anaknya menderita amandel. Namun tidak menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu yang berbahaya. Ibu penderita mendapat masukan dari orang di sekitarnya bahwa amandel merupakan hal yang lazim terjadi pada anak-anak, sehingga ibu penderita membiarkannya. Namun, sejak satu bulan lalu penderita mulai merasakan bahwa tonsilnya semakin membesar disertai dengan panas badan, batuk, dan pilek yang menyerang. Besarnya tonsil tersebut hingga hampir menutupi saluran faring penderita. Hal ini membuat penderita menajdi susah menelan sehingga konsultasi pada dokter.Riwayat Pengobatan : Tidak ada

Riwayat Penyakit yang Sama dalam Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama seperti yang dialami pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan : penderita merupakan siswa sekolah dasar di salah atu sekolah di Gianyar. Penderita seringkali mengonsumsi jajanan di sekolahnya berupa makanan berminyak/gorengan, minuman dingin, dan makanan yang banyak mengandung MSG. Hal ini menyebabkan ia sering terserang batuk dan mengalami sakit saat menelan.Keluhan Tambahan :

TelingaKanan

KiriHidungKanan

KiriTenggorok

Sekret: -

-Sekret: -

-Riak-

Tuli: -

-Tersumbat: -

-Tumor-

Tumor: -

-Tumor

: -

-Sakit+

Tinitus: -

-Pilek

: -

-Sesak-

Sakit: -

-Sakit

: -

-Gg.Suara -Corp.alienum -

-Corp.alienum: -

-Batuk+

Vertigo:Tidak ada

Bersin:: -

-Corpus

Alienum: -

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Keadaan umum: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Respirasi

: 16x/menit

Temperatur

: 36,7C

Berat badan

: 40 kg

Status General :

Kepala

: Normocephali

Muka

: Simetris, parese nervus fasialis -/

Mata

: Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

THT

: Sesuai status lokalis

Leher

: Kaku kuduk (-)

Pembesaran kelenjar limfe -/-

Pembesaran kelenjar parotis -/-

Kelenjar tiroid (-)

Thorak: Cor: S1S2 tunggal, reguler, murmur

Po: Vesikuler +/+, rhonki -/-, Wh -/-

Abdomen: Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas: dalam batas normalStatus lokalis THT :

Telinga

Kanan

Kiri

Daun telinga

N

N

Liang telinga

lapang

lapang

Discharge

-

-

Membran timpani

intak

intak

Tumor

-

-

Mastoid

N

N

Tes pendengaran :

Suara bisik

N

N

Weber

tidak ada lateralisasi

Rinne

+

+

Schwabach

N

N

Tes alat keseimbangan tidak dilakukan

Hidung :

Kanan

Kiri

Hidung luar

N

N

Cavum nasi

lapang

lapang

Septum

deviasi tidak ada

Discharge

+ serous

+ serous

Mukosa

Hiperemis

Hiperemis

Tumor

-

-

Concha

kongesti

kongesti

Sinus

nyeri tekan tidak ada

Choana

N

N

Tenggorokan :

Dispneu: -

Sianosis: -

Mukosa: Hiperemis

Dinding belakang faring : Hiperemis

Suara

: tidak ada kelainan

Tonsil :

Kanan

Kiri

Pembesaran

T3

T3

Hiperemis

+

+

Permukaan mukosa

tidak rata

tidak rata

Kripte

melebar

melebar

Detritus

+

+

Fiksasi

-

-

IV. Resume

Penderitaperempuan, berusia 11 tahun, sejak (usia 9 tahunmengeluhkan tonsilnya makin membesar. Penderita juga mengeluhkan pilek dan batuk sejak seminggu yang lalu. Hidung tersumbat (+).Penderita sering mengalami sakit tenggorokan disertai nyeri saat menelan.Penderita sejak lama menderita amandel tetapi tidak kunjung memeriksakan diri ke dokter karena menganggap amandel sebagai suatu hal yang biasa pada anak-anak. Penderita merupakan siswa sekolah dasar dan terbiasa untuk mengonsumsi makanan sembarangan yang biasa dibeli di sekolahnya.Status lokalis THT :

Tonsil

Kanan

Kiri

Pembesaran

T3

T3

Hiperemis

+

+

Permukaan mukosatidak ratatidak rata

Kripte

melebarmelebar

V. Diagnosis

Tonsilitis kronis

VI. Usulan Pemeriksaan

- Biakan swab tenggorokan

- Pemeriksaan darah lengkap

VII. Rencana Terapi

Medikamentosa :

- Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg

- Antiinflamasi : metilprednisolon 3 x 8 mg

- Analgesik : parasetamol 3 x 500 mg

Surgikal :

- Tonsilektomi

VIII. Prognosis

- Prognosis vital : dubius et bonam

- Prognosis fungsional : dubius et bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Dari kasus didapatkan penderita perempuan usia 11 tahun, beragama Hindu dengan keluhan rasa susah mengeluarkan dahak sejak 1 bulan yang lalu. Dari hasil anamnesa diketahui penderita juga mengeluh bahwa tenggorokkannya terasa sakit sampai ke bagian bawah telinga yang bertambah berat bila pasien menelan. Selama sakit pasien merasa tenggorokkannya terasa kering. Selain itu penderita juga mengeluh tenggorokannya semakin lama semakin membesar, terlebih lagi apabila penderita sedang kelelahan. Pasien memiliki riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya sejak kecil ( pada saat berumur 9 tahun). Namun setiap mengalami keluhan serupa pasien berobat ke dokter dan diberikan obat oleh dokter tersebut. Pasien juga memiliki riwayat mengorok saat tidur, yang diketahui sejak kurang lebih usia 5 tahun. Saat pemeriksaan keluhan pilek, gangguan suara, dan sesak nafas disangkal oleh pasien.Dari anamnesis didapatkan faktor predisposisi terjadinya tonsilitis kronis yang sesuai dengan teori yaitu rangsangan kronis terhadap makanan yang berminyak, dingin, dan mengandung banyak penyedap rasa. Selain itu, keadaan umum yang menurun karena kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat semakin memperberat gejala klinis yang dialami oleh pasien. Pada pasien tidak ditemukan komplikasi seperti rinitis kronis, sinusitis, laringitis, endokarditis, artritis karena pasien menyangkal adanya keluhan pilek, gangguan suara, sesak nafas, jantung berdebar-debar, serta nyeri persendian.5 Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran tonsil T3/T3 yang hiperemis, permukaan mukosa tidak rata dan pelebaran kripte pada kedua tonsil dan ditemukan adanya detritus.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan manifestasi klinis tonsilitis kronis eksaserbasi akut, yaitu nyeri pada tenggorokan terutama saat menelan yang dirasa sampai ke bawah telinga yang disertai dengan panas badan. Selain itu pada pemeriksaan tonsil ditemukan pembesaran tonsil dengan tampakan hiperemis dengan permukaan tidak rata serta pelebaran kriptenya dengan detritus. Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah terapi lokal (simtomatik) untuk menangani fase eksaserbasi akut dengan pemberian antibiotik, analgesik, dan anti inflamasi sesuai dengan teori penatalaksanaan awal pasien dengan tanda-tanda infeksi sampai tanda-tanda tersebut menghilang.2Terapi dilanjutkan dengan tindakan operatif (tonsilektomi) setelah berada dalam fase tenang (bebas infeksi). Hal ini sesuai dengan indikasinya, yaitu adanya gangguan menelan dan infeksi berulang dalam setahun selama 1 tahun dengan pemberian terapi.2,5Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan KIE yang jelas kepada pasien dan keluarganya, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan, maka perlu dilakukan persiapan operasi seperti dilakukan pemeriksaan laboratorium, dikonsulkan ke sejawat penyakit dalam dan anestesi. Pemeriksaan laboratorium, konsul penyakit dalam dan anestesi ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pada darah (resiko perdarahan) dan keadaan tertentu yang menjadi kontra indikasi absolut tindakan operatif.2,4,7,11 Prognosis dari kasus ini adalah baik karena belum menimbulkan gangguan bernafas ataupun berbicara dan belum adanya komplikasi. BAB VSIMPULAN

1. Tonsil adalah struktur di rongga orofaring yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat retikular dengan kriptus di dalamnya. Tonsil terlibat dalam sekresi imunitas dan pengaturan produksi imunoglobulin. Sehingga tonsil memediasi proteksi imunitas dari jalur aerodigestif atas yang sering terpapar oleh antigen udara bebas.2. Tonsilitis kronis merupakan peradangan atau inflamasi pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Dari 169 kasus didapatkan 25% disebabkan oleh Streptokokus ( hemolitikus, 25% oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita, sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.3. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.4. Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak, yakni pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5. Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal. Terapi medikamentosa dapat diberikan antibiotik, antiinflamasi, dan analgesik. Pada kasus tonsilitis kronis, pilihan terapi yang dapat digunakan adalah pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan apabila penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala yang muncul.DAFTAR PUSTAKA

1. Brodsky, L & Poje, C (2001). Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, third ed. Lippincott Milliams & Wilkins.2. Farokah, Suprihati, dan Suyitno, S. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf. 2007. Diakses tanggal 27 Juli 2011.3. Pracy, R. et al (1974) Pelajaran Ringkas THT, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.4. Sudana, W., Indikasi Tonsiloadenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar.

5. Adams, G.L. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. 1997. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.6. Soepardi, H.E.A. dan Iskandar, H.N. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. 2001. Jakarta : FK Universitas Indonesia.7. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-elemen Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.8. Rusmarjono & Kartosoediro, S. (2001), Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta

9. Snell, R.S. (1991) Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

10. Rukmini S. & Herawati S.(1999), Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung & Tenggorok, edisi 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

11. Anonim (2003) The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J. (eds) Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill Medical Publishing Division, USA.

12. Masna, P.W., Tonsilitis, Tonsilektomi dan Adenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar

13. Oka, I.B. (1979), Tonsillitis, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

14. Masna, P.W. (1992) Tonsilitis Kronis, dalam Pedoman Diagnosa dan terapi Ilmu Penyakit THT RSUP Denpasar, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar.

15. Mansjoer, A. dkk (2001) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke3, Jilid pertama, penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

16. Suardana, W. (1979), Komplikasi Peradangan Menahun Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

17. Masna, P.W. (1979), Tonsillectomy & Adenoidectomy, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.18. Maryland Medical Center Programs (2004), Aftercare-Tonsillectomy, Akses 12 Mei 2006, Available at www.umm.edu/surgeries/graphics/tonsillectomy_4.jpg