Top Banner
MDGs untuk Rakyat Sehat dan Sejahtera 04 UNICEF Dorong Pencapaian MDGs di Aceh 07 Mengurus Umat tanpa Abaikan Keluarga 16 GUBERNUR Aceh Irwandi Yusuf bertekad, dalam hitungan 5-10 tahun ke depan, rakyat Aceh sudah berdiri sejajar dengan rakyat di negara- negara maju lainnya. Pemerintah Aceh berkomitmen mengalokasikan berbagai sumber daya untuk mempercepat pencapaian MDGs melalui program- program pro-rakyat yang dituangkan dalam Rancangan RPJMA 2013–2017 yang sedang dipersiapkan. MDGs telah menjadi isu utama pembangunan dunia. UNICEF memiliki komitmen kuat dan memberi bantuan teknis dan pendanaan kepada Pemerintah Aceh dalam mencapai tujuan pembangunan millennium. Edisi 18 Tahun II OKTOBER 2011 SEJAHTERA DENGAN MDGs KUSUMAWATI hatta bekerja keras membuktikan potensi perempuan sekaligus mengkampanyekan keadilan gender. Ia mempunyai aktivitas sangat padat, sebagai dosen tetap Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Direktur Women Development Centre (WDC) Kota Banda Aceh dan beberapa aktivitas sosial lainnya. Selain itu, perempuan cantik asal Labuhan Haji ini juga tercatat sebagai mahasiswa jurusan Psikologi Konseling S3 Universitas Malaya Kuala Lumpur. FOTO: IRFAN M. NUR
16

Sejahtera dengan MDGs

Mar 13, 2016

Download

Documents

Edisi 18 Tahun II Mengurus Umat tanpa Abaikan Keluarga UNICEF Dorong Pencapaian MDGs di Aceh MDGs untuk Rakyat Sehat dan Sejahtera MDgs telah menjadi isu utama pembangunan dunia. UNICEF memiliki komitmen kuat dan memberi bantuan teknis dan pendanaan kepada Pemerintah Aceh dalam mencapai tujuan pembangunan millennium. okTober 2011 Foto: IRFAN M. NUR Redaksi Oleh: Ir. T. M. Zulfikar, M.P 2 n Penulis adalah Direktur Eksekutif WALHI Aceh Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sejahtera dengan MDGs

MDGs untuk Rakyat Sehat dan Sejahtera04

UNICEF Dorong Pencapaian MDGs di Aceh07

Mengurus Umat tanpa Abaikan Keluarga16

gubernur Aceh Irwandi Yusuf bertekad, dalam hitungan 5-10 tahun ke depan, rakyat Aceh sudah berdiri sejajar dengan rakyat di negara-negara maju lainnya. Pemerintah Aceh berkomitmen mengalokasikan berbagai sumber daya untuk mempercepat pencapaian MDGs melalui program-program pro-rakyat yang dituangkan dalam Rancangan RPJMA 2013–2017 yang sedang dipersiapkan.

MDgs telah menjadi isu utama pembangunan dunia. UNICEF memiliki komitmen kuat dan memberi bantuan teknis dan pendanaan kepada Pemerintah Aceh dalam mencapai tujuan pembangunan millennium.

Edisi 18 Tahun IIokTober 2011

SEJAHTERA DENGAN mDGs

KusuMawati hatta bekerja keras membuktikan potensi perempuan sekaligus mengkampanyekan keadilan gender. Ia mempunyai aktivitas sangat padat, sebagai dosen tetap Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Direktur Women Development Centre (WDC) Kota Banda Aceh dan beberapa aktivitas sosial lainnya. Selain itu, perempuan cantik asal Labuhan Haji ini juga tercatat sebagai mahasiswa jurusan Psikologi Konseling S3 Universitas Malaya Kuala Lumpur.

Foto: IRFAN M. NUR

Page 2: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 20112

kondisi kesehatan bayi dan ibu tidak dapat dilepaskan dari kemampuan ekonomi sebuah keluarga.

Melihat pentingnya tujuan pembangunan global dalam MDGs, maka seluruh instansi pemerintah di Aceh, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota perlu menyamakan persepsi agar menuangkan program pembangunan dalam rangka mencapai MDGs. Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, irigasi, pelabuhan dan pasar semuanya mempunyai tujuan akhir untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat. Dengan tersedianya infrastruktur itu termasuk infrastruktur strategis seperti jalan highway penghubung dengan Provinsi Sumatera Utara, maka denyut perekonomian rakyat akan terus berputar dan dengan sendirinya akan mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran.

Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf bahkan memiliki komitmen sangat tinggi untuk mengangkat kualitas hidup rakyatnya sesuai amanah MDGs. Hal ini antara lain terlihat dari program pro-rakyat miskin yang dijalankan seperti Program Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong (BKPG), Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dan beasiswa anak yatim, fakir miskin dan mahasiswa

PeMerintah Aceh serius dan komit untuk melaksanakan pembangunan sesuai visi Millennium Development Goals (MDGs). Keseriusan itu antara lain terlihat dari telah rampungnya Rencana Aksi Daerah (RAD) tentang MDGs yang akan menjadi panduan dalam menjalankan pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. Dengan memiliki komitmen untuk menjalankan poin-poin MDGs itu maka target pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat akan mudah dicapai dan terukur.

Semua amanah MDGs adalah untuk mengangkat harkat dan harga diri manusia. MDGs itu sendiri menekankan pada 7 poin penting yang harus menjadi fokus pemerintah dalam menjalankan pembangunan, yaitu: pengurangan angka kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan, keadilan gender, kesehatan anak, kesehatan ibu, pemberantasan penyakit menular dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Ketujuh poin MDGs di atas saling bersentuhan antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, potret kemiskinan yang mewarnai sebagian besar keluarga di pedesaan Aceh adalah sebagai akibat rendahnya status pendidikan, kesehatan, dan juga kemampuan sosial ekonomi masyarakat. Begitu juga

berprestasi. BKPG bertujuan membangun infrastruktur dasar pedesaan yang sekaligus menyediakan lapangan kerja kepada masyarakat, JKA bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan warga Aceh dan beasiswa bertujuan menyiapkan generasi Aceh yang terdidik.

Sementara di bidang pemeliharaan lingkungan Pemerintah Aceh memiliki komitmen cukup kuat untuk melestarikan alam melalui perlindungan hutan yang antara lain dibungkus dalam Aceh Green Vision. terdapat dua kawasan hutan lindung di Aceh yang menjadi perhatian pemerintah untuk dilindungi dari penebangan liar, yaitu kawasan ekosistem Leuser yang terhampar di 13 kabupaten/kota di bagian tengah Aceh serta Ulu Masen yang terbentang dari Aceh Jaya hingga Pidie Jaya.

Program pembangunan dengan berpijak pada tujuan pembangunan millennium (MDGs) ini diharapkan akan terus menjadi perhatian Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota. Dengan telah tersedianya RAD MDGs, maka penyusunan program dalam melaksanakan MDGs akan lebih mudah direalisasikan yang pada akhirnya akan mudah mencapai kesejahteraan rakyat. Semoga!

n ir iskandar msc

OPINI

Alamat Redaksi Bappeda Aceh Jl.tgk. H. Muhammad Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh telp. (0651) 21440 Fax. (0651) 33654 | Web: bappeda.acehprov.go.id email: [email protected], [email protected]

Redaksi menerima kiriman berita kegiatan pembangunan Aceh dan opini dari masyarakat luas. Tulisan diketik dengan spasi ganda dan disertai identitas dan foto penulis, dapat pula dikirim melalui pos atau e-mail

Redaksi

Salam Redaksi

Dewan Pengarah Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, Sekretaris Daerah, Asisten I, II dan III Setda Aceh | Penanggung Jawab Kepala Bappeda Aceh | Wakil Penanggung Jawab Sekretaris Bappeda Aceh | Pemimpin umum Michel oC | Pemimpin Redaksi Aswar Liam, Redaktur Pelaksana Fauzi Umar | Dewan Redaksi Hasrati, Ridwan, Emma, |Sekretaris Redaksi Farid Khalikul Reza, Ahmad Rozi | Bendahara Zulliani | Konsultan Hasan Basri M. Nur | Editor Zamnur Usman | Reporter Heri Hamzah, D Zamzami | Lay out & editor foto Irvan | Ilustrasi kartun dan grafis Jalaluddin Ismail | Fotografer Suvie Hendra | It Candra | Staf Logistik dan Layanan Umum Bulqaini Ilyas, Rizki Ratih Emelia, Sarini.

Era globalisasi secara tidak langsung telah meningkatkan pembangunan yang mengakibatkan pencemaran

lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan. Perempuan dan anak adalah bagian warga negara yang mempunyai dampak secara langsung akibat pencemaran. Perempuan yang terganggu kesehatannya akibat lingkun-gan hidup yang tidak sehat akan berakibat secara tidak langsung terhadap kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa.

Realita menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus kerusakan lingkungan, perem-puan dan anak-anak menjadi kelompok dan golongan yang lebih berisiko dan berpotensi mengalami penderitaan lebih dibandingkan dengan kelompok dan golongan yang lain. Kelompok dan golongan tersebut lebih rent-an menjadi korban karena secara tradisional mereka telah menjadi sasaran proses dan perlakuan diskriminasi. Doktrin hukum Hak Asasi Manusia (HAM) mengkategorisasikan kelompok dan golongan ini dengan sebutan kelompok rentan dan tidak beruntung.

Dalam banyak kajian, berbagai persoalan yang dihadapi perempuan secara struktural berakar dari sistem budaya patriarkis yang membuat hubungan laki-laki dan perempuan tidak setara. Hal ini sangat nampak pada ke-bijakan yang tidak berpihak pada perempuan dan semakin lemahnya peran negara untuk melindungi warganya akibat tekanan global-isasi. Dalam sektor ekonomi, negara lebih memberikan perlindungan kepada pemilik modal daripada menjaga sumber daya alam dan mensejahterakan perempuan. Perem-puan secara sistematis telah dikondisikan untuk tidak berpeluang memikirkan wilayah

publik dan mengambil keputusan yang se-benarnya juga menentukan keberlangsungan hidupnya, serta tidak mempunyai posisi se-bagai pengambil keputusan bersama untuk sektor publik.

Beberapa agenda yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah agenda tentang perempuan dan Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi: (1) Mengintegrasikan isu SDA dalam gerakan social lain, (2) Meng-kampanyekan hak asasi perempuan dalam pengelolaan SDA, (3) Pengelolaan SDA berbasis komunitas yang responsive gender (misalnya petani, nelayan,dll), (4) Menuntut tanggung jawab Negara dan korporasi yang merusak lingkungan hidup dan melanggar hak asasi perempuan dan adapt, (5) Menolak pembayaran utang luar negeri yang bersum-ber dari eksploitasi SDA, dan (5) Advokasi kebijakan dan kasus pengelolaan SDA.

Jika kita meninjau UU No. 32 Tahun 2009, maka tidak ada pasal yang menunjuk-kan pasal yang secara langsung menyebutkan perempuan sebagai subyek dalam lingkun-gan hidup. Peran perempuan dalam lingkun-gan hidup dapat ditunjukan tersirat di dalam pasal 70 tentang peran masyarakat, yang me-nyebutkan bahwa: (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan pemikiran yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan ling-kungan hidup, (2) Peran masyarakat dapat berupa; pengawasan sosial, pemberian sa-ran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan, (3) Peran masyarakat dilakukan untuk; meningkatkan kepedulian dalam per-lindungan dan pengelolaan lingkungan hid-

up, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, menumbuhkembangkan ket-anggapsegeraan masyarakat untuk melaku-kan pengawasan sosial; dan mengembang-kan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Perempuan sebagai bagian dari masyara-kat harus mampu ikut berperan dalam pen-gawasan timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab harus juga menjadi perhatian kaum perem-

puan. Pemahaman perempuan tentang ling-kungan hidup merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh perempuan, sehingga perempuan dapat benar-benar tanggap ter-hadap lingkungan disekitarnya. Perempuan diharapkan dapat lebih proaktif jika telah terjadi ketidakadilan dalam bentuk pence-maran dan kerusakan lingkungan hidup. Melalui kelompok di luar pemerintah seperti WALHI dan berbagai organisasi masyarakat lainnya perempuan dapat lebih aktif menga-wasi terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Semoga.

n Penulis adalah Direktur Eksekutif WALHI Aceh

Perempuan dan Perlindungan Lingkungan Hidup

Oleh: Ir. T. M. Zulfikar, M.P

Realita menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus kerusakan lingkungan, perempuan dan anak-anak menjadi kelompok dan golongan

yang lebih berisiko dan berpotensi mengalami penderitaan lebih dibandingkan dengan

kelompok dan golongan yang lain. Kelompok dan golongan tersebut lebih rentan menjadi

korban karena secara tradisional mereka telah menjadi sasaran proses dan perlakuan

diskriminasi.

Sejahtera dengan MDGs

Page 3: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 3CERMIN

FragMen kehidupan keluarga Nabi Ibrahim penuh dengan keteladanan, beliaulah arsitek Kabah beserta anaknya Ismail. Bangunan Kabah walaupun bentuknya sederhana berbentuk kubus namun sungguh mengagumkan memiliki nilai dan daya tarik yang luar biasa. Bangunan Kabah adalah contoh bangunan monumental yang langgeng sepanjang sejarah kehidupan manusia. Ir.Numan, arsitek senior dari ItB, pernah

berkomentar bahwa Nabi Ibrahim adalah arsitek kaliber dunia yang telah membangun bangunan monumental dan memiliki daya tarik luar biasa. timbul pertanyaan dalam hati kita mengapa bangunan yang dibangun Nabi Ibrahim begitu langgeng dan monumental, kita mendapatkan jawaban bahwa bangunan itu dibangun oleh manusia taqwa atas dasar ketaqwaan. Bagaimanakah dengan bangunan-bangunan yang kita bangun hari ini?

Nabi Ibrahim juga adalah nabi yang mendapat ujian sangat berat yaitu diperintahkan untuk menyembelih anak satu-satunya yang sudah lama beliau rindukan yaitu Ismail. Saat perintah itu turun tentu terjadi peperangan batin yang luar biasa dalam diri Nabi Ibrahim, antara menjalankan perintah Allah dan kecintaan kepada anak kandungnya. Dengan keteguhan iman Nabi Ibrahim akhirnya mampu melaksanakan perintah Allah dan mengalahkan godaan perasaannya dan pikirannya. Ungkapan ketaatan Nabi Ibrahim diabadikan dalam surah Al-An‘aam 162-163. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.

Dalam kehidupan ini kita juga sering dihadapkan pada suatu keadaan antara kepatuhan kepada Allah dengan ajakan pikiran dan perasaan yang menyimpang dari ketaatan kepada Allah. Ketika seorang ilmuwan digoda untuk mengubah data/memanipulasi data dengan janji kemewahan hidup, saat itu pikiran dan perasaannya menyatakan: “engga mengapa, orang lain juga begitu”. Seorang pejabat dengan kewenangannya digoda untuk melakukan penyimpangan, pikiran dan perasaannya menyatakan: “tidak mengapa, kalau bukan sekarang kapan lagi? Saat sulit seperti itu, hanya dengan keteguhan iman dalam, dada maka insya Allah kita akan mampu menghadapi berbagai godaan duniawi yang dapat melupakan kita kepada kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Selaku warga Aceh yang tinggal di Jakarta dan secara berkala “saweu gampong”, saya melihat dari tahun ke tahun Kota Banda Aceh makin indah saja. Semakin indah dengan pemandangan perempuan-perempuan berjilbab di setiap sudut kota. Banda Aceh pun menjadi kota jilbab,. Ini dapat menjadi daya tarik wisata tersendiri yang khas dan tidak ada duanya di Indonesia.

Adanya kewajiban memakai jil-bab bagi perempuan di Banda Aceh seharusnya dibarengi dengan pem-bangunan industri jilbab dan busana muslimah di Banda Aceh. Banda Aceh harus dijadikan kiblat kreasi busana muslim Nusantara. Daerah lain perlu digiring untuk studi band-ing ke Aceh dalam penataan busana muslimah.

Untuk itu, jurusan busana di FKIP Unsyiah perlu diarahkan ke

hal-hal seperti ini. Begitu juga Disperindagkop perlu membina usaha masyarakat dengan fokus pada pengembangan model-mod-el busana muslim. Selanjutnya, Pemerintah Banda Aceh perlu menggelar even rutin sayembara busana muslimah setiap tahun, dan model-model pakaian yang menjadi pemenang kemudian diproduksi dalam jumlah be-sar untuk dipasarkan di Banda Aceh sebagai bagian daya tarik wisata.

n Musthafa LuthfiPemuda Jakarta asal Aceh,

sementara tinggal di Komplek Dosen Unsyiah Pante Kulu,

DarussalamFB:mustafa_luthfi@

yahoo.com, pin bbm: 25DCA05C

mEmBANGUN DENGAN TAQWATafakkur Oleh: Ir. Faizal Adriansyah, M.Si

www.acehimage.com

Page 4: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 20114 LAPORAN UTAMA

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, ter-masuk salah satu dari hanya sekian gubernur di dunia yang cepat tang-

gap dengan perkembangan dunia interna-sional. Lihat saja, untuk urusan perang mela-wan perubahan iklim, Irwandi sukses mem-bawa Aceh berdiri sejajar dengan provinsi terkemuka di dunia, dan tergabung dalam wadah Governors’ Climate and Forest alias gu-bernur yang cinta dengan hutan dan iklim.

Berbagai program untuk mensejahtera-kan rakyat diserap dengan baik untuk kemu-

dian diaplikasikan di Aceh, tentunya disesuai-kan dengan adat dan kebudayaan masyarakat Aceh. Irwandi bertekad, dalam hitungan 5 sampai 10 tahun ke depan, rakyat Aceh yang baru saja terlepas dari bencana tsunami dan konflik panjang, sudah berdiri sejajar dengan rakyat di negara-negara maju lainnya.

Tentunya butuh kerja keras untuk mewu-judkan hal ini. Selain itu, Pemerintah Aceh dan jajarannya juga harus mempersiapkan perencanaan dan sasaran program-program yang akan dijalankan, secara matang dan te-

rarah. Dan hal ini, hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang punya kapasitas dan pergaulan luas, bukan hanya di daerah, tapi juga di tingkat nasional dan internasional.

Dalam kaitan ini pula, Gubernur Irwandi Yusuf dan jajarannya secara sigap menyam-but dan mengaplikasikan program-program yang menjadi Sasaran Pembangunan Mile-nium (Millennium Development Goals atau MDGs) yang dideklarasikan oleh 189 kepala negara dalam pertemuan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, Amerika Seri-kat, bulan September 2000 silam. (lihat, Sekilas Tentang MDGs)

Sejalan dengan Rencana Pembangu-

nan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Pemerintah Aceh telah mengarusutama-kan tujuh tujuan Pembangunan Milenium ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 dan Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA).

Pemerintah Aceh juga berkomitmen mengalokasikan berbagai sumber daya un-tuk mempercepat pencapaian MDGs mela-lui program program prorakyat yang ditu-angkan dalam Rancangan RPJMA 2013–2017 yang sedang dipersiapkan. [zamnur usman]

cepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (RAD MDGS) Pemerintah Aceh 2011-2015, merupakan momentum penting bagi Pemerintah Aceh untuk mewujudkan komitmen, di dalam mempercepat pencapa-ian tujuan Pembangunan Milenium. Berba-gai pikiran untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs disajikan di RAD MDGS Aceh 2011-2015 ini,” tulis Gubernur Ir-wandi Yusuf pada kata pengantarnya dalam buku “Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs) di Aceh 2011-2015”.

Gubernur Irwandi berharap, Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGS ini dapat mem-berikan kontribusi bagi pemahaman yang lebih baik kepada pemerintah kabupaten dan kota, mengenai tantangan yang dihadapi dan langkah yang harus dilaksanakan dalam rang-ka mencapai semua sasaran MDGs di Aceh.

“Keberhasilan pencapaian MDGs sangat

tergantung pada komitmen semua pihak, un-sur legislatif, eksekutif, dan masyarakat un-tuk menjalankan RAD MDGS Aceh 2011-2015 ini,” ujarnya.

Gubernur juga mewanti-wanti para kepa-la daerah di Aceh agar menjalankan tatakelo-la pelaksanaan program dengan transparan, serta membangun kemitraan produktif den-gan berbagai organisasi masyarakat madani, dan pengembangan kebijakan dan pendeka-tan menyeluruh.

“Ini semua untuk mewujudkan per-tumbuhan ekonomi yang tinggi agar dapat memberikan kesempatan semua rakyat Aceh mendapatkan pekerjaan yang layak dalam meningkatkan taraf hidup mereka,” ung-kap Gubernur Irwandi seraya mengucapkan terima kasih dan penghargaannya kepada se-luruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan RAD Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Aceh 2011-2015. [zamnur usman]

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf me-nerapkan strategi khusus untuk mempercepat pencapaian Sasa-

ran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs) di Aceh. Caranya, dengan memperluas jangkauan dan kualitas pelayanan dari program-program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Kebijakan nasional prorakyat seperti Ja-minan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), di Aceh diperluas jangkauan dan kualitas pelayanannya dengan program Jaminan Kes-ehatan Aceh (JKA). Kebijakan pengentasan kemiskinan dengan program PNPM Mandiri, di Aceh diperluas dengan program Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG).

Bahkan, dalam bidang ini, Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang pelak-sanaan PNPM Mandirinya paling baik di In-donesia, sehingga banyak provinsi lain mel-akukan studi banding di Aceh.

Selanjutnya program beasiswa anak kelu-arga miskin pada tingkat nasional, diperluas dengan program beasiswa anak yatim dan beasiswa khusus (S1/S2/S3), di dalam mau-pun luar negeri.

Upaya untuk mengalokasikan sumber daya pembangunan yang prorakyat dengan mempertimbangkan azas keadilan juga se-dang dilakukan. Misalnya telah dikembang-kan rumusan alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (TDBH Migas) yang tidak hanya menggunakan formula dasar, tapi juga menggunakan formula hasil kinerja pemer-intah daerah, seperti IPM (Index Pemban-gunan Manusia) telah dimasukkan ke dalam formula alokasi anggaran.

Buku Induk Pembangunan Bidang In-frastruktur, bidang kesehatan, bidang ekono-mi, bidang keistimewaan dan sosial budaya, TDBH Migas dan Otsus 2008-2027 untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat juga sedang dipersiapkan.

Sebagai provinsi yang baru saja bangkit dari keterpurukan akibat konflik panjang dan bencana maha dahsyat (gempa dan tsu-nami 26 Desember 2004), Aceh memang butuh penanganan khusus. Dalam kaitan ini, Pemerintah Aceh di bawah komando Gubernur Irwandi Yusuf, mulai melaksana-kan pembangunan di berbagai bidang, untuk membangun Aceh yang lebih baik.

Salah satu kebijakan yang ditempuh ada-lah dengan cara membangun kemampuan sumber daya manusia, agar dapat memberi-kan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin, masyarakat tertinggal di daerah terisolir, membangun sarana dan prasarana ekonomi untuk menin-gkatkan kegiatan ekonomi rakyat, memban-gun pendidikan yang mempunyai daya saing tinggi dan bernuansa Islami, meningkatkan derajat kesehatan dan gizi anak anak, gizi ibu dan rakyat Aceh pada umumnya, agar mam-pu berkontribusi dalam membangun Aceh menuju kondisi yang lebih baik.

Selain itu, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu men-urunkan angka pengangguran di Aceh ada-lah tantangan tersendiri yang harus dihadapi. Ketersediaan tenaga listrik yang dapat diper-caya dan iklim usaha yang nyaman bagi para investor menginvestasikan modal kerjanya di Aceh, adalah dua hal yang harus diupayakan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas.

Masih banyak perhatian khusus yang harus diberikan terhadap beberapa sasaran MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) seperti penurunan angka kematian ibu mela-hirkan, penurunan angka prevalensi Balita Gizi buruk, penurunan angka kemiskinan di beberapa kabupaten yang angka kemiski-nannya melebihi angka kemiskinan rata rata Provinsi Aceh, supaya pada tahun 2015 sasa-ran-sasaran tersebut dapat dicapai.

“Penyusunan Rencana Aksi Daerah Per-

MDGs untuk Rakyat Sehat dan Sejahtera n Pemerintah Aceh Susun Rencana Aksi Percepatan Pencapaian tujuan Pembangunan Milenium

“Ini semua untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi agar dapat memberikan kesempatan semua rakyat Aceh mendapatkan pekerjaan yang

layak dalam meningkatkan taraf hidup mereka.”

-- iwanDi YusuF --Gubernur Aceh

JKA dan BKPG Jadi Andalan

DoK. tABANGUN ACEHSUASANA antrian pasien JKA di RSUZA Banda Aceh, foto direkam April 2011.

DoK. tABANGUN ACEHGEUCHIK Gampong turam Kecamatan Darul Kamal, Kabupaten Aceh Besar, Abdullah Ismail memperhatikan saluran air yang selesai dibangun dengan dana BKPG. Dengan adanya saluran air ini, warga tak lagi mengalami air genangan dan banjir.

Page 5: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 5

Sesuai dengan tugasnya mengkoordinir dan mengintegrasikan usaha serta pe-nyusunan rencana dan program kerja

pemerintah daerah, Bappeda Aceh akan bek-erja keras untuk memastikan semua program prorakyat yang dijalankan oleh Pemerinta-han Aceh di bawah komando Gubernur Ir-wandi Yusuf, berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

“Kita memastikan semua pihak, mulai dari level kabupaten/kota, provinsi hingga pusat, harus komit dan konsisten utk menca-pai target MDGs 2015, melalui prencanaan

terintegrasi melalui semua sumber pengang-garan,” ungkap Kepala Bappeda Aceh Ir Is-kandar MSc, kepada Tabangun Aceh, dua hari lalu.

Ia menegaskan, Bappeda Aceh akan fo-cus mengawal program Pemerintah Aceh yang telah mengharusutamakan delapan tujuan pembangunan milenium ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RP-JMA) 2007-2012 dan Rencana Kerja Pemer-intah Aceh (RKPA). “Pemerintah Aceh juga

berkomitmen mengalokasikan berbagai sumber daya untuk mempercepat pencapa-ian MDGs melalui program program pro-rakyat yang dituangkan dalam Rancangan RPJMA 2013-2017 yang sedang diper-siapkan,” ujarnya.

Sebagai contoh, sebut Iskandar, pemer-intah melalui Kementerian PU memfokus-kan masalah air bersih dan sanitasi menjadi prioritas utama, di samping pembangunan infrastruktur prasarana jalan.

“Pemerintah komit menjalankan pro-gram prorakyat, melalui penurunan angka kemiskinan di pedesaan melalui JKA, BKPG , beasiswa anak yatim, dan pembangunan akses-akses jalan sentra produksi untuk menggerakkan ekonomi. Disamping unttk jangka menengah diharapkan peningkatan investasi melalui penciptaan lapangan kerja,” imbuh Iskandar.

Kepala Bappeda Aceh juga menyebut-kan, Rencana Aksi Daerah Percepatan Pen-capaian Tujuan Pembangunan Milenium (RAD MDGS) Aceh 2011-2015, disusun oleh tim yang terdiri dari Tim Pengarah, Tim Teknis/Kelompok Kerja seperti tertera di dalam SK Gubernur nomor 050/ 61/2011 tentang pembentukan tim penyusun Do-kumen Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

Aceh 2011-2015. Kegiatan ini juga didukung oleh tim sekretariat.

Kepala Bappeda menyampaikan peng-hargaan dan terima kasih setinggi-tinggin-ya kepada seluruh anggota Tim Penyusun, atas kerja keras dan kontribusi mereka, se-hingga dokumen RAD MDGS Aceh 2011-2015 dapat disusun dengan baik dan tepat waktu.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada tim teknis Pusat Bappenas yang telah memberikan arahan dan masukan untuk meyakinkan kualitas dokumen RAD MDGS Aceh 2011-2015 ini, selaras dengan dokumen “Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangu-nan Milenium” yang disusun oleh Kemen-trian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

“Semoga RAD Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Aceh 2011-2015 dapat dilaksanakan oleh semua pihak yang berkepentingan, baik di tingkat provin-si maupun tingkat kabupaten/kota agar sasa-ran-sasaran MDGs pada tahun 2015 di Aceh dapat dicapai, untuk mewujudkan rakyat Aceh yang sejahtera, adil dan makmur,” de-mikian Kepala Bappeda Aceh, Ir Iskandar M.Sc. [zamnur usman]

“Pemerintah komit menjalankan program prorakyat, melalui

penurunan angka kemiskinan di pedesaan melalui JKA, BKPG,

beasiswa anak yatim, dan pembangunan akses-akses jalan sentra produksi untuk menggerakkan ekonomi.”

-- isKanDar –Kepala bappeda aceh

Iskandar: Semua Harus Komit dan KonsistenLAPORAN UTAMA

Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah

Indonesia melaksanakannya di bawah koor-dinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut.

Laporan Sasaran Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah un-tuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian sasaran MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyat-aan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran ini.

Dengan tujuan utama mengurangi jum-lah orang dengan pendapatan di bawah upah

minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indo-nesia berada dalam jalur untuk mencapai tu-juan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.

Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya.

Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk menca-pai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor.

Pencapaian MDGs di Indonesia akan di-jadikan dasar untuk perjanjian kerja sama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tu-kar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik. [sumber: www.wikipedia.org]

Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau disingkat MDGs) adalah Deklar-

asi Milenium hasil kesepakatan kepala ne-gara dan perwakilan dari 189 negara Pers-erikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015.

Targetnya adalah tercapai kesejahter-aan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tan-tangan utama dalam pembangunan di se-luruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan Sep-tember 2000 tersebut.

Pemerintah Indonesia turut menghadiri

Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Mi-lenium itu.

Deklarasi berisi komitmen negara mas-ing-masing dan komunitas internasional un-tuk mencapai 8 sasaran pembangunan dalam milenium ini (MDG), sebagai satu paket tu-juan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Penandatanganan deklarasi ini merupa-kan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelapa-ran, menjamin semua anak untuk menyele-saikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.(Sumber: wikipedia.org)

Sekilas Tentang mDGs Sasaran Pembangunan Milenium Indonesia

DeKlarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua negara:

\ Memberantas kemiskinan dan kelaparan-- Pendapatan populasi dunia sehari $1-- Menurunkan angka kemiskinan

\ Mencapai pendidikan untuk semua-- Setiap penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar

\ Mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan-- target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015

\ Menurunkan angka kematian anak-- target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun

\ Meningkatkan kesehatan ibu-- target untuk 2015 adalah Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan

\ Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya-- target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria, dan penyakit berat lainnya

\ Memastikan kelestarian lingkungan hidup-- Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan

-- Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat

-- Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh

\ Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan-- Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi.

termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional

-- Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan

-- Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang

-- Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang

-- Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda

-- Dalam kerja sama dengan pihak “pharmaceutical”, menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang

-- Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. [sumber: www.wikipedia.org]

MEMBERANtAS KEMISKINANDAN KELAPARAN

MENCAPAI PENDIDIKAN UNtUK SEMUA

MENDoRoNG KESEtARAAN JENDER DAN PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN

MENURUNKAN ANGKA KEMAtIAN ANAK

MENINGKAtKAN KESEHAtAN IBU

MEMAStIKAN KELEStARIAN LINGKUNGAN HIDUP

MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIt

MENULAR LAINNYA

MENGEMBANGKAN KEMItRAAN GLoBAL UNtUK

PEMBANGUNAN

Page 6: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 20116 LAPORAN UTAMA

Apa strategi yang dilakukan hingga dalam waktu singkat jumlah penduduk Aceh yang mengkonsumsi air bersih layak minum bisa berada di atas nasional?

Ada tiga strategi. Pertama memper-tahankan perusahaan air minum daerah (PDAM) yang telah ada untuk bisa terus berproduksi dengan cara memberikan dana subsidi, peningatan SDM dan menata kembali manajemennya untuk bekerja lebih efisien dan efektif, transparan dan akunta-bel, supaya bisa terus melayani dan men-suplai air minum yang berkualitas kepada pelanggannya.

Kedua meningkatkan kapasitas produk-si air minum PDAM dengan menambah per-alatan, agar jumlah pelanggan yang terlayani bertambah.

Ketiga membangun sistem pengelolaan air minum (SPAM) yang baru di berbagai daerah yang memiliki sumber air baku yang cukup banyak.

Untuk membangun SPAM yang baru di daerah yang rasio konsumsi air bersih masyarakatnya masih rendah, apa yang dilakukan?

Banyak yang kita lakukan, antara lain, menyusun dan mengusulkan program pem-bangunan SPAM baru ke pusat dengan cara mengekspose daerah-daerah yang sangat membutuhkan air minum untuk mendapat-kan kucuran dana dari pemerintah pusat.

Cara ini sudah memberikan hasil. Pada tahun 2010 lalu, kita dapat alokasikan ang-garan untuk pengembangan kinerja pengelo-laan air minum dan air limbah dari pemer-intah pusat Rp 33,8 miliar. Tahun 2011 ini, lebih besar lagi mencapai Rp 67 miliar lebih.

Pada tahun ini, daerah mana saja yang dibantu dana peningkatan pengem-bangan kinerja air minum?

Ada 13 kabupaten/kota. Dua di anta-ranya, bantuan untuk penyehatan PDAM, yaitu Aceh Tengah dan Aceh Selatan mas-ing-masing mendapat Rp 2,4 miliar. Sebelas daerah lainnya mendapat dana bantuan pem-bangunan SPAM yaitu, Kota Langsa Rp 2,8 miliar, Aceh Barat Rp 1,4 miliar, Pidie jaya Rp 2,4 miliar, Aceh Timur, Bireuen, Singkil, Aceh Tamiang, Abdya, Aceh Selatan mas-ing-masing mendapat Rp 5,7 miliar. Aceh Utara Rp 3,8 miliar, Aceh Jaya Rp 5,1 miliar. Selain itu, masih ada pembangunan 4 unit SPAM di kawasan khusus/pelabuhan peri-kanan dengan nilai Rp 7,6 miliar.

Selain dari APBN, masih ada bantuan untuk hal yang sama dari APBA 2011 senilai Rp 6,7 miliar. Anggaran ini dialokasikan un-tuk 12 daerah. Antara lain, untuk Simeulue Rp 1,8 miliar, Aceh Tengah Rp 547,8 juta, Aceh Utara Rp 1,072 juta, Aceh Timur Rp 711 juta, Langsa Rp 436 juta, dan lainnya.

Bagaimana pola kerja dan dana shar-ing dalam pembangunan SPAM baru, agar air minum yang dihasilkan sampai kepada sasarannya?

Dibuat dulu rencana induknya. Pertama untuk membangun SPAM nya mengguna-kan sumber dana dari pusat (APBN). Kedua,

membangun jaringan intalasinya yang sum-ber dananya dari APBA. Ketiga, untuk pipa penyambungan ke rumah penduduk atau sasaran pengguna air minum, dananya men-jadi tanggung jawab pemkab/pemko untuk menyediakannya dari APBK.

Sistem pembangunan tanggung renteng ini sudah berjalan dan hasilnya cukup me-muaskan. Program ini terus kita jalankan ke daerah dan pemukiman penduduk atau pu-sat bisnis, dan pendidikan seperti kompleks pesantren yang belum ada SPAM sekala be-sar, menengah dan kecilnya.

Selain program air minum, program apa lagi yang telah dilakukan untuk men-capai MDGs kesehatan dari jalur infras-ruktur?

Ada, antara lain pembangunan instalasi pengolah sampah terpadu. Ini sudah dilaku-kan di Blang Bintang Aceh Besar dua tahun lalu. Untuk menampung dan mengolah sampah dari Aceh Besar dan Banda Aceh, kita telah membangun pengolah sampah moderen di Blang Bintang. Sumber dananya dari UNDP dan APBN, APBA, dan lainnya.

Selain itu, masih ada lagi yaitu mem-programkan pembangunan drainase ditempat-tempat pemukiman penduduk yang kumuh. Ini sangat penting, untuk atasi banjir dan genangan air kotor, serta mencegah munculnya sarang nyamuk, yang dapat menjadi wabah penyakit menu-lar, seperti diare, malaria, tipes, gatal-gatal, DBD, dan lain-lain.

Kemudian, membangun got untuk pem-buangan air cucian, atau limbah, dan tangki kotoran, pada lingkungan pemukiman pen-duduk yang sangat padat dan kumuh. Pro-gram itu, memberikan andil yang sangat be-sar bagi penyehatan lingkungan masyarakat.

Membangun rumah layak huni dan ru-mah sehat melalui program pembangunan rumah duafa, dan membangun jalan-jalan produksi menuju akses pemasaran. Sejak tahun 2002-2010 ini, jumlah rumah duafa yang telah dibangun cukup banyak mencapai 15.019 unit. Tahun 2011 ini dari APBA akan dibangun 823 unit. Dari sumber dana APBK dan bantuan pusat juga ada.

Apa yang dirasakan masyarakat sete-lah program SPAM/PDAM dan penyeha-tan lingkungan dilaksanakan ?

Tujuan penyediaan air bersih/air minum dan penyelamatan lingkungan itu adalah untuk meningkatkan derajat keseha-tan masyarakat. Setelah derajat kesehatan masyarakatnya meningkat, mereka akan den-gan mudah mencari nafkah untuk mense-jahtrakan keluarga. Kalau masyarakat sehat, ia akan bekerja maksimal untuk meningkat-kan pendapatan per kapitanya.

Dan kalau pendapatan per kapitanya su-dah meningkat, ini akan mempermudah kita untuk mencapai tujuan Milinium Develop-ment Golds (MDGs) yaitu meningkat ting-kat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya seperti yang terjadi ne-gara maju saat ini. [***]

berDasarKan hasil Susenas 2009, jumlah penduduk Aceh yang telah mengkonsumsi air bersih layak minum baru mencapai 1,3 juta orang atau 30,60 persen dari jumlah penduduk saat itu 4,3 juta.

Persentase itu masih di bawah rata-rata nasional yang telah mencapai 47,71 persen. Namun, dalam tempo waktu dua tahun, atau pada tahun 2011 ini telah meningkat menjadi 52 persen dan telah berada di atas rata-rata nasional yang baru mencapai 50 persen.

Untuk mengetahui strategi dan kiat apa yang dilakukan Pemerintah Aceh terhadap program MDGs bidang kesehatan, khususnya dalam penyediaan air bersih layak layak konsumsi itu, simak wawancara reporter Tabangun Aceh dengan Kadis Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh,

Muhyan Yunan (MY). Berikut petikannya:

Tiga Strategi untuk Capai MDGs

Dana Peningkatan dan Pengembangan Kinerja Air minum

no Kabupaten/kota

Jenis bantuan Jumlah dana

1 Aceh tengah Penyehatan PDAM Rp 2,4 miliar

2 Aceh Selatan Penyehatan PDAM Rp 2,4 miliar

3 Kota Langsa Pembangunan SPAM Rp 2,8 miliar

4 Aceh Barat Pembangunan SPAM Rp 1,4 miliar

5 Pidie jaya Pembangunan SPAM Rp 2,4 miliar

6 Aceh timur Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

7 Bireuen Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

8 Singkil Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

9 Aceh tamiang Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

10 Abdya Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

11 Aceh Selatan Pembangunan SPAM Rp 5,7 miliar

12 Aceh Utara Pembangunan SPAM Rp 3,8 miliar

13 Aceh Jaya Pembangunan SPAM Rp 5,1 miliar

14 Empat (4 unit)

Pembangunan SPAM di kawasan khusus /pelabuhan perikanan

Rp 7,6 miliar

Keterangan

Selain dari APBN, masih ada bantuan untuk hal yang sama dari APBA 2011 senilai Rp 6,7 miliar. Anggaran ini dialokasikan untuk 12 daerah. Antara lain, untuk Simeulue Rp 1,8 miliar, Aceh tengah Rp 547,8 juta, Aceh Utara Rp 1,072 juta, Aceh timur Rp 711 juta, Langsa Rp 436 juta, dan lainnya.

Sejak tahun 2002-2010 ini, jumlah

rumah duafa yang telah dibangun cukup banyak

mencapai 15.019 unit. tahun 2011 ini dari APBA akan dibangun 823 unit. Dari sumber dana APBK dan bantuan

pusat juga ada.

Page 7: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 7LAPORAN UTAMA

Hari itu, Minggu (16/10/2011) jam di tangan kami menunjukkan ang-ka 16.05 WIB. Puluhan tungku api

berjejer di pekarangan kiri rumah itu. Sabut kelapa (tapeh) dan tempurung (bruek) men-umpuk di bagian depan halaman rumah. Seorang pemuda berkendara sepeda motor bebek siap meninggalkan rumah itu dengan boncengan puluhan kotak kue ade.

Beberapa perempuan setengah baya ke-luar dari rumah itu. Mereka hendak pulang ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari sana. Wajah mereka berseri-seri seakan menyimpan kebahagiaan dan rasa puas. Tak lama berselang, sebuah kendaraan pick up merek Chevrolet parkir di pinggir jalan depan rumah itu. Mata sang sopir tertuju ke arah tumpukan tempurung dan sabut kelapa.

Begitulah pemandangan setiap sore di rumah milik M Kasem dan Meutia. Pasan-gan suami-isteri ini meneruskan usaha kelu-arga dalam membuat kue ade. “Kami yang pertama memperkenalkan ade Meureudu sejak 20 tahun lalu. Di rumah inilah asal-usul kue ade yang kini menjadi ikon Pidie Jaya,” ungkap M Kasem kepada Tabangun Aceh di pabrik Ade Meutia Jln Revolusi Ujo-ng No.21-22, Telp. 0653-51159, Meureudu.

Kue ade produksi keluarga M.Kasem dan Meutia ini dimasak secara tradisional dengan bahan bakar tempurung dan sabut kelapa. Keduanya sepakat mempertahan-kan pola masak tradisional ini. “Selain un-tuk menjaga cita rasa agar tetap alami, kami juga ingin membuka peluang kerja bagi

pemasok sabut kelapa. Hanya ade ubi yang kami masak dengan open, selebihnya pakai tungku tradisional,” ujar Kasem dibenarkan isterinya Meutia.

Ungkapan M Kasem agaknya tak men-gada-ada. Lidah kami seakan ingin terus mencicipi kue ade merek Meutia Merdu itu. Cita rasanya khas. Sementara dampak ekonomi bagi pihak lain tampak jelas den-gan datangnya pemasok yang setiap dua hari mengontrol persediaan sabut kelapa. “Sabut kelapa kami tebus dengan harga Rp 100 ribu per pick up,” ujar Meutia sembari menunjuk ke arah mobil Chevrolet yang terparkir di depan rumahnya.

Bukan hanya itu, usaha ade Meutia Mer-du itu ikut menghidupi 12 kepala keluarga (KK) di desa sekitar. Usaha ini memiliki 12 karyawan. Pendapatan mereka diukur dari produktivitas. Khusus juru masak rata-rata mendapat sekitar Rp 80 ribu per hari yang jika dikalikan 30 hari berarti memperoleh Rp 2,4 juta per bulan. Sebuah angka yang mampu melalui UMR. Bahkan beberapa karyawan mampu memacu produksi bisa mendapat imbalan hingga Rp 150 ribu per hari.

Ade Meutia juga mengalirkan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Misalnya, petani ubi dan daun pandan ikut kejiprat rezeki. “Sekitar 500 kilo gram ubi kami pasok setiap hari. Sementara daun pandan setiap hari kami tebus dengan harga Rp 20 ribu. Pemasok daun pandan saja memper-oleh Rp 600 ribu per bulan. Kami tak me-monopolinya agar rezeki terbagi,” sambung

Meutia.Selain itu, kata Meutia, untuk keperluan

mengangkut produksi kue ade ke toko-toko, pihaknya juga membayar jasa tukang ojek (RBT). “Tukang ojek juga mendapat imba-lan sekitar Rp 80 ribu per hari,” katanya.

Adanya keterlibatan banyak orang dalam aktivitas Ade Meutia karena per-mintaan kue ini sangat tinggi. Walau tak terpromosi dengan baik --hanya mengan-dalkan promosi dari mulut ke mulut-- ting-kat produksi kue ade ini tergolong tinggi. “Produksi kami berkisar antara 250-400 ko-tak per hari, dengan harga jual 15 ribu - 25 ribu per kotak. Pukul 3 sore kami tak lagi memproduksi kue agar karyawan mempu-nyai waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga,” kata M Kasem.

Selain dapat diperoleh di Meureudu, Lueng Putu, Ulee Gle dan Samalanga, kini Ade Meutia juga dapat diperoleh di Banda Aceh, tepatnya di Swalayan Mahli Batoh dan UD Rahmat Seutui. Ade Meutia di ka-wasan Banda Aceh diproduksi di kawasan Lampaseh Kota, dan tetap mempertahan-kan pola tradisional dalam memasaknya.

Baik M Kasem maupun Meutia meny-

ampaikan terima kasih kepada pemerintah terutama Dinas Perindustrian dan Perda-gangan yang telah membina mereka dalam mengembangkan kue ade. “Sejak tahun 2008 Pemerintah Kabupaten dan Pemer-intah Aceh telah beberapa kali memberi pelatihan kepada kami di Hotel Lading, Grand Nanggroe dan Hotel Diana. Ma-teri dari pelatihan itu sangat berguna bagi kami dalam mengembangkan usaha ini,” kata Meutia yang mampu menyekolahkan ke lima putra putrinya hingga meraih gelar sarjana, bahkan salah seorang putrinya kini kuliah S2 di IPB Bogor.

Kemampuan M Kasem dan Meutia dalam mengolah kue ade telah teruji dan diakui. Maka mereka pernah diberi kesem-patan untuk melatih calon pengusaha ade baru oleh Disperindag. Tahun 2010 lalu mereka melatih 30 orang untuk membuat kue ade. “Ada beberapa alumni yang kini telah sukses dan mandiri dan kami merasa bahagia. Apa yang bisa kami bantu tetap kami bantu,” ujar M Kasem yang mengaku berniat mempelajari pengolahan limbah ke-lapa (air kelapa) untuk dibuat menjadi Nata de Coco. [hasan basri m nur]

Jika digarap dengan be-nar, industri rumah tangga mampu menurunkan jum-

lah pengangguran dan angka kemiskinan sesuai visi Millenium Develompment Goals (MDGs). Ka-bupaten Pidie Jaya dengan home industry andalan kue ade terbukti mampu mengurangi jumlah pen-duduk miskin di kabupaten yang kini dipimpin M Gade Salam itu.

Pj. Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi Bap-peda Pidie Jaya, Muhammad Rabiul, ST, MT, menyebutkan, saat ini di Pi-die Jaya tercatat 15 pengusaha kue ade, den-gan tingkat produksi 2000 – 2500 kota per hari dan dipasarkan dengan harga Rp 15 ribu – 25 ribu per kotak.

Dengan demikian, perputaran uang dalam masyarakat Pidie Jaya, dari kue ade saja mencapai Rp. 60.000.000,-/hari. Sebuah angka fantastis untuk sebuah kabupaten baru yang berpenduduk hanya sekitar 100 ribu jiwa. Sementara serapan tenaga kerja dari sektor ini berkisar antara 5 – 16 orang

per usaha, dengan pendapatan ra-ta-rata Rp. 80 ribu/orang/hari.

Menurut Rabiul, ade telah dikenal lama di Pidie Jaya, dan baru digarap secara maksimal sejak tahun 2007. “Di bawah tahun 2007 orang telah mengenal Ade Kak Meutia, tapi tak diproduksi dalam jumlah besar. Pemkab kemudian membantu pengusaha ade untuk menggarap potensi ini secara mak-simal dan kini menjadi ikon Pijay,” ujar Rabiul kepada Tabangun Aceh saat ditemui di Taufik Kupi Sigli,

Minggu (16/10).Diakui Rabiul, setiap daerah mempun-

yai ciri khas masing-masing untuk digarap dan menjadi lahan pengembangan ekonomi rakyat. “Tak ada salahnya sebuah daerah menggelar sayembara makanan khas yang in-ovatif dengan bahan baku tertentu dan kemu-dian dijadikan fokus pembinaan dan bahkan menjadi daya tarik wisata kuliner. Jika pergi ke Meureudu kita bawa oleh-oleh ade, maka per-gi ke daerah lain akan ada oleh-oleh berbeda,” papar Rabiul serius. [hasan basri m nur]

Ade Meutia Hidupkan 12 KK

Home Industry Mampu Tekan Angka Kemiskinan

Ade Meutia mengalirkan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Selain mempekerjakan 12 kepala keluarga (KK), petani ubi, petani daun pandan, tukang ojek hingga

pengumpul tapeh (sabut kelapa) pun ikut kejiprat rezeki.

Foto: HASAN BASRI M NUR

PENGUSAHA kue Ade Meutia Merdu, M Kasem (kanan) dan Meutia (2 kanan) dan dua karyawatinya sedang memberi penjelasan tentang kualitas ade yang diolah secara tradisional kepada pejabat dari Bappeda Pidie Jaya.

Rabiul

Setelah sukses melatih peningkatan ka-pasitas bagi 100 bidan yang tersebar di tiga wilayah di Aceh Besar (Indrapuri,

Montasik, Kuta Cot Glie) pada tahun 2010 yang ditandai banyaknya peningkatan keahl-ian dalam membantu proses kelahiran dan kesehatan anak-anak di wilayah tersebut, kini Muslim Aid Indonesia (MAI) kembali mem-berikan pelatihan lanjutan bagi para bidan-bidan tersebut. Materi yang diberikan terkait penatalaksanaan manual plasenta, ruptur perineum, Aspexia pada bayi dan peningka-tan gizi balita. Pelatihan ini difasilitasi oleh Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS), bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi para bidan desa dalam hal menangani masalah kesehatan ditingkat desa tertinggal.

Pelatihan ini dimulai dari tanggal 11-18 Oktober 2011, melibatkan 100 bidan yang dibagi ke dalam 4 kelompok. Setiap grup ter-diri dari 25 bidan dengan 2 hari pelatihan. Pelatihan diberikan oleh dokter dan bidan, dengan menggunakan metode berbasis pre-sentasi serta diskusi dengan konsep partisi-patif.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar, dr

Hamdani Oesman, M. Kes pada pembukaan kegiatan mengatakan bahwa pelatihan ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang optimal bagi masyarakat pedesaan. “Kehad-iran para bidan akan memberi manfaat dan hasil yang baik bagi pedesaan”, katanya.

Muchtar Razali atas nama Muslim Aid menambahkan bahwa pelatihan ini merupa-kan lanjutan dari materi yang telah diberikan tahun lalu. “Kami berharap para bidan dapat mengasah kemampuan yang ada dan meny-erap ilmu baru yang akan diberikan melalui pelatihan ini”, kata dia.

Sebagai rangkaian program untuk men-ingkatkan taraf kesehatan anak-anak di Kabupaten Aceh Besar, Muslim Aid juga mendistribusikan susu bagi 60 anak-anak malnutrisi di tiga wilayah tadi selama tiga bulan ke depan. Dengan adanya distribusi susu, diharapkan bahwa anak-anak dapat menerima nutrisi yang cukup sehingga mampu meningkatkan berat badan mereka. Para bidan nantinya akan memonitor perkembangan kesehatan si anak, termasuk melaporkan tinggi dan berat badan anak-anak tersebut.[***]

Muslim Aid Latih Bidan Desa

Page 8: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 20118

Bagaimana UNICEF mendukung pen-capaian MDGs?

Unicef mempercayai bahwa MDGs hanya bisa dicapai jika semua anak tanpa dibedakan jenis kelaminnya, etnik dan lokasi tempat tinggal mendapatkan manfaat dari pembangunan. Para ahli dan praktisi sosial melihat bahwa cara paling tepat memecah-kan lingkaran kemiskinan yg punya dampak keberlanjutan tinggi adalah memulai semua investasi jangka panjang pada anak terutama dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Anak sebagai kunci menghentikan lingkaran kemiskinan ke generasi selanjutnya.

Data UNORC 2009 menunjukkan bah-wa terdapat kesenjangan yang sangat men-dasar pada kelompok-kelompok dengan pendapat baik dengan yang pendapat sangat rendah, penduduk yang tinggal di perkotaan memiliki akses yang baik terhadap fasilitas kesehatan dibandingkan penduduk yang tinggal di perdesaan.

Dukungan apa yang diberikan UNICEF kepada Pemerintah Aceh untuk mempercepat pencapaian MDGs?

Pada dasarnya program-program UNICEF di Aceh berkaitan dengan se-mua tujuan-tujuan pembangunan milleni-um. Dalam upaya pencapaian target-target MDGs, UNICEF bersama Pemerintah Aceh baru-baru ini telah menyelesaikan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk mempercepat pencapaian MDGs yang selanjutnya ditu-angkan dalam bentuk program-program strategis. UNICEF memberikan bantuan teknis kepada Bappeda dan instansi terkait di tingkat provinsi dan tiga kabupaten terpilih (Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Timur).

Bagaimana bentuk program-program UNICEF untuk mendukung pencapaian MDG di Aceh?

Membantu anak-anak bertahan hidup dan memiliki masa depan yang sehat dan produktif yang merupakan bagian dari MDG 1, 4, 5 dan 6, UNICEF memberikan dukungan teknis dan keuangan untuk pen-ingkatan kualitas layanan kesehatan berba-sis komunitas dan program intervensi pada perawatan kesehatan dan gizi termasuk imunisasi, pencegahan dan pengendalian

malaria. Program kesehatan mencakup per-awatan antenatal ibu hamil, dan perawatan bayi pada empat minggu pertama setelah kelahiran, termasuk mempromosikan pem-berian ASI.

Untuk mendukung MDG 2 dan 3, UNICEF bersama dengan pemerintah daerah mempromosikan dan memfasili-tasi pendidikan dasar untuk semua dan kesetaraan gender. Ini termasuk mening-katkan kesiapan perkembangan anak-anak untuk sekolah, terutama untuk anak-anak dari kelompok yang termarginalkan melalui pengembangan anak usia dini yang berbasis masyarakat.

Untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi (MDG 7), UNICEF memberikan bantuan teknis kepada pemer-intah dan masyarakat untuk menjalankan program sanitasi total berbasis masyarakat. Perhatian juga difokuskan pada upaya per-lindungan mata air untuk memastikan keter-sediaan sumber daya air secara berkelanjutan.

Dalam bidang perlindungan anak, UNICEF mendorong dan mendukung pemerintah untuk menciptakan lingkungan

perlindungan bagi anak-anak yang mem-bantu mencegah dan merespon kekerasan, penyalahgunaan eksploitasi, dan diskriminasi terhadap anak-anak. UNICEF juga melak-sanakan advokasi, mobilisasi sosial, dan riset dalam upaya mendukung perencanaan pro-gram berbasis bukti yang bertujuan untuk pemenuhan hak-hak anak di Aceh.

Bagaimana upaya yang paling efektif untuk mempercepat pencapaian target tersebut?

Keberhasilan pencapaian MDGs sangat tergantung pada komitmen semua pihak dari baik unsur legislatif, eksekutif dan masyarakat untuk menjalankan RAD yang sudah disepakati melalui pendekatan yang strategis; berkeadilan, terpadu, dan terkoor-dinasi lintas sektor. Kemitraan produk-tif dengan pihak swasta atau organisasi masyarakat sipil akan memberi kontribusi dalam percepatan pencapaian target-target tersebut. Alokasi anggaran dibutuhkan un-tuk peningkatan kualitas layanan public dan difokuskan pada daerah-daerah yang me-merlukan perhatian khusus.

UNICEF Dorong Pencapaian MDGs di AcehMillennium Development Goals (MDGs) telah menjadi isu utama pembangunan dunia dan karenanya harus diarusutamakan dalam pembangunan. Badan PBB bidang Anak dan Pendidikan (UNICEF) memiliki komitmen kuat dan memberi bantuan teknis dan pendanaan kepada Pemerintah Aceh dalam mencapai tujuan pembangunan millenium (MDGs). Untuk melihat lebih jauh tentang bantuan dan dukungan UNICEF dalam pencapaian MDGs di Aceh, wartawati Tabangun Aceh, hasrati, se, MM, beberapa waktu lalu mewawancarai Chief Field Officer UNICEF Aceh, abdul Kadir Musse. Berikut petikannya:

Memulai semua investasi jangka

panjang pada anak terutama dalam bi-dang kesehatan dan

pendidikan. Anak sebagai kunci meng-hentikan lingkaran kemiskinan ke gen-erasi selanjutnya.

Foto: RA KARAMULLAH

SISWA-siswi SD Islam terpadu (SDIt) Al-Azhar Lamgugob Banda Aceh di ruang belajar, Senin (24/10/2011) sore. SDIt Al-Azhar menerapkan pola pendidikan terpadu dan belajar dari pagi hingga sore dalam mendidik generasi baru demi tercapainya goal pembangunan meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan di Aceh.

LAPORAN UTAMA

Page 9: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 9

MDG 1 (kemiskinan)

Potret kemiskinan masih mewarnai dinding rumah sebagian besar keluar-ga di pedesaan Aceh, sebagai akibat

rendahnya status pendidikan, kesehatan, dan juga kemampuan sosial ekonomi masyara-kat. Secara kumulatif, angka kemiskinan di Aceh menunjukkan trend penurunan terus menerus, namun kesenjangan kemiskinan antar wilayah masih cukup tinggi. Proporsi penduduk hidup dibawah garis kemiskinan di pedesaan (mencapai lebih dari 20 persen) lebih tinggi dibandingkan di daerah perko-taan (kurang dari 14 persen).

Kemiskinan mempengaruhi pola kon-sumsi masyarakat; 52 persen penduduk Aceh asupan kalorinya dibawah 2000 Kkal/kapita/hari. Beberapa daerah bahkan dika-takan sebagai daerah rawan pangan. Tidak heran apabila angka balita gizi buruk menca-pai 10,7%. Dalam jangka panjang, gizi buruk dapat menyebabkan anak-anak balita tum-buh dalam kondisi yang tidak normal; kurus (wasting) dan pendek (stunting). Tingginya angka balita pendek (44.60%) merupakan indikasi seriusnya permasalahan nutrisi di Aceh, yang disebabkan karena tidak cukupn-ya asupan makanan untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan malnutrisi akut ditunjukkan dengan angka balita kurus sebesar 18.30% merupakan indikasi adanya permasalahan persediaan bahan makanan atau keragaman pangan yang dikonsumsi masyarakat.

Jika kondisi ini terus berlangsung hing-ga waktu yang lama maka akan melahirkan generasi-generasi yang kurus dan pendek. Faktanya, kondisi ini biasanya terjadi sebe-lum usia 2 tahun dan efeknya tidak dapat diperbaiki, yang pada akhirnya akan beraki-bat pada kurangnya produktifitas. Resiko wasting dan stunting bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin lebih besar dari pada keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi lebih baik.

MDG 2 & 3 (Pendidikan dan Gender)

Pemerintah Aceh telah mampu mening-katkan akses pendidikan dasar bagi semua anak anak di Aceh, terbukti dengan APM

(Angka Partisipasi Murni) Sekolah Dasar telah mencapai 96%. Angka Bertahan sam-pai kelas 6 SD menunjukkan kemajuan yang signifikan, yaitu mencapai 99% pada tahun 2010. Rendahnya jumlah murid putus seko-lah merupakan salah satu dampak positif dari kebijakan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menghapuskan ber-bagai hambatan biaya pendidikan. Pemerin-tah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan dana yang cukup besar untuk pendanaan BOS, beasiswa miskin/anak yatim/piatu baik yang bersumber dari APBN, APBA maupun APBK.

Dari sisi kesetaraan gender, tidak terlihat adanya ketimpangan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan di Aceh. Angka me-lek huruf laki laki dan perempuan mencapai 99%, namun perbedaan angka ini justru terli-hat antarwilayah dan status ekonomi.

Sementara itu, di bidang politik hanya 4 perempuan menduduki kursi DPR dari 69 kursi yang tersedia untuk tingkat provinsi, sementara itu secara kumulatif di seluruh kabupaten/kota jumlah perempuan yang duduk di kursi DPRK mencapai 45 kursi dari 645 kursi yang tersedia.

MDG 4 (kesehatan anak)

Provinsi Aceh telah mampu menurunk-an angka kematian bayi dan saat ini sedang berada di jalur pencapaian target. Kematian Neonatal sejak 1993 sampai 2009 dapat di-turunkan dari angka 24 menjadi 20 per 1000 kelahiran hidup. Kematian post neonatal menurun dari 20 menjadi 9 per 1000 kela-hiran hidup. Kematian Bayi dari 44 menjadi 29 per 1000 kelahiran hidup, dan kematian Balita dari 61 ke 44 per 1000 kelahiran hidup.

MDG 5 (kesehatan Ibu)

Angka kematian ibu di Aceh masih cuk-up tinggi; 238 per 1000 kelahiran hidup (me-lebihi angka rata-rata nasional), sementara trend penurunan masih terlihat melambat. Lebih dari 14% ibu hamil di pedesaan masih mencari pertolongan persalinan ke dukun. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan menghadapi resiko menderita dari cedera, penyakit infeksi, atau cacat sebagai akibat

dari komplikasi yang timbul dari kehamilan atau melahirkan.

Pada dasarnya kematian ibu dapat dice-gah apabila proses kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan terampil seperti dokter, perawat, bidan. Perempuan yang berasal dari keluarga mampu mendapat peluang lebih besar untuk mendapatkan pelayanan tenaga profesional dibandingkan dengan yang be-rasal dari keluarga kurang mampu. Perto-longan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil merupakan salah satu kunci untuk mengurangi kematian ibu melahirkan.

MDG 6 (Pemberantasan Penyakit Menular)

Meskipun tergolong baru, HIV/AID di Aceh menjadi momok baru dalam jajaran pe-nyakit menular berbahaya. Prevalensi HIV/AID di Aceh mencapai 1.07 per 100,000. Penanggulangan HIV/AID dilakukan den-gan strategi intervensi langsung pengobatan pada populasi kunci, pemberdayaan dan juga peningkatan pemahaman masyarakat, teru-tama bagi remaja dan kaum muda.

Sementara itu, penyakit malaria merupa-kan salah satu penyakir menular berbahaya yang sudah lama dan memerlukan penanga-nan khusus dalam upaya pemberantasan-nya. Angka kejadian malaria pada tahun 2006–2009 berada diatas 6 per 100,000 penduduk. Sebagai upaya pencegahan pe-

nyebaran penyakit Malaria, 5-80% balita tidur dengan menggunakan kelambu yang berinsektisida. Daerah perkotaan angka penggunaannya lebih rendah dari daerah pedesaan.

Untuk kasus penyakit TBC, Provinsi Aceh telah mampu mencapai CDR (Case Detection Rate) sebesar 43% pada tahun 2009 dengan angka kesembuhan sebe-sar 80.60% pada tahun 2007, sekitar 7% dibawah target MDGs. Data ini menunjuk-kan bahwa diperlukan upaya lebih keras dan perhatian lebih untuk melakukan DOTS (Directtly Observed Treatment, Short-course).

MDG 7 (kesinambungan lingkungan)

Provinsi Aceh dengan luas wilayah men-capai 5.675.850 Ha terbagi atas beberapa klasifikasi peruntukan lahan, yaitu; 3.523.817 Ha (61,42 persen) merupakan kawasan hu-tan, 691.102 Ha (12,06 persen) perkebunan kecil dan besar, dan selebihnya merupakan kawasan pemukiman dan peruntukan lain-nya. Walaupun rasio kawasan tertutup pepo-honan ini lebih baik dari rata rata nasional, namun perlu upaya keras untuk mengurangi laju deforestasi. Pemerintah terus berupaya melakukan penataan peruntukan lahan dan kawasan melalui penyusunan rancangan Qa-nun Tata Ruang dan Wilayah. [hasrati]

Kemajuan Pencapaian MDGs di Aceh

tahunJuMlah PenDuDuK MisKin (Jiwa) Persentase

KOta Desa K+D KOta Desa K + D

2000 102.300 492.800 595.100 10,45 16,78 15,20

2001 112.100 646.500 758.600 13,03 20,92 19,20

2002 201.100 998.800 1.199.900 20,09 33,06 29,83

2003 223.900 1.030.300 1.254.200 19,47 33,63 29,76

2004 198.700 957.500 1.156.200 17,49 32,57 28,37

2005 222.900 943.500 1.166.400 19,04 32,60 28,69

2006 226.900 922.800 1.149.700 19,22 31,98 28,28

2007 218.800 864.700 1.083.500 18,68 29,87 26,65

2008 195.800 763.900 959.700 16,67 26,30 23,53

2009 182.200 710.700 892.900 15,44 24,37 21,80

2010 173.400 688.500 861.900 14,65 23,54 20,98

2011 13,68 21,87 19,57

Kematian ibu dapat dicegah apabila proses

kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan

terampil seperti dokter, perawat, bidan. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil merupakan

salah satu kunci untuk mengurangi kematian

ibu melahirkan.

Foto: RA KARAMULLAH

PEMERINtAH Aceh telah mampu meningkatkan akses pendidikan dasar bagi semua anak di Aceh, terbukti dengan APM (Angka Partisipasi Murni) Sekolah Dasar telah mencapai 96 persen.

LAPORAN UTAMA

Page 10: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 201110

DoK. BP3A

SEJUMLAH perempuan foto bersama usai mengikuti pelatihan keterampilan divisi pendidikan ekonomi bagi perempuan kurang mampu yang digelar BP3A Aceh akhir tahun 2010 lalu.

LAPORAN KHUSUS

Riuh rendah suara bayi dan balita tak ada putusnya. Kebanyakan mereka menangis, karena baru disuntik dan

diberi vitamin untuk imun tubuh. Suasana seperti ini memang lazim terjadi di setiap posyandu, termasuk posyandu di Desa Alay, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan.

Seorang kader posyandu Bunyani (31) tampak sibuk melayani para ibu, sambil memberi penjelasan perkembangan kondi-si bayi dan balita mereka masing-masing. “Inilah keseharian saya, selalu terlibat dalam aktifitas sosial masyarakat di desa, hanya orang kampung biasa,” jelasnya den-gan wajah terus menebar senyum.

Bunyani memang terkenal sebagai per-empuan yang ramah, murah senyum dan cerdas. Tak salah jika setiap warga desa yang bermasalah, terkadang memilih Bunyani sebagai konsultan mereka untuk memecah-kan persoalan yang ada. “Saya tidak ingin didewakan, tapi jika ada yang bisa saya sum-bang sarankan, kenapa tidak saya lakukan,”

katanya merendah .Hanya tamat sekolah menengah atas,

namun kehadiran Bunyani di desanya meru-pakan sinar penerang bagi warga desa, apal-agi Bunyani aktif dengan berbagai kegiatan sosial, termasuk menjadi anggota Tuha Peut di Desa Alay.

Hampir tak ada waktu luang bagi Bun-yani. Aktifitasnya sebagai kader posyandu dan anggota Tuha Peut (lembaga tetua desa) di desanya membuat Bunyani larut dalam kesehariannya.

Sosok perempuan aktif seperti Bun-yani, pastinya tidak hanya seorang di Aceh. Masih banyak perempuan-perempuan di desa yang juga bergelut aktif dalam kegia-tan sosial masyarakat. Tapi sayangnya ban-yak yang tidak mengetahui dan banyak pula tidak terperhatikan, sehingga para ‘aktifis’ perempuan ini tenggelam begitu saja.

Masih salah pahamKepala Bidang Partisipasi dan Kemam-

puan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Dra

Hausmini, MPd mengakui ada banyak perempuan yang berprestasi dan aktif di masyarakat, namun tidak diketahui banyak orang. Sehingga pendapat berbeda tentang gender masih terpatri dalam kelangsungan keseharian masyarakat.

“Masih ada salah paham tentang gen-der di masyarakat kita, gender bukan pem-erataan posisi, tapi penyerataan hak yang tetap berpegang teguh pada kodrat. Jadi kesempatan yang dimiliki laki-laki, artinya juga bisa dimiliki oleh perempuan,” kata Hausmini pada Tabangun Aceh, beberapa hari lalu.

Untuk mendapatkan kesempatan dalam beraktifitas, perempuan juga harus men-dapat dukungan, termasuk dukungan dari kaum perempuan itu sendiri. “Saat ini ada dua kendala besar yang dihadapi perem-puan yang selalu membuat aktifitas per-empuan menjadi lamban, yakni kendala fi-nancial dan kendala dukungan dari sesama perempuan itu sendiri,” jelas Hausmini.

Misalnya, tambah Hausmini, jika ada seorang perempuan ingin berkecimpung di dunia politik, kebanyakan peluang itu tak bisa dimanfaatkan oleh sang perem-puan. Alasannya banyak, termasuk masalah keuangan jika harus melakukan kampanye.

Padahal saat ini peraturan kita memberi peluang 30% bagi kaum perempuan untuk

bisa mengisi kursi di legislatif. Kendala keuangan tak hanya mempengaruhi peran serta perempuan di keseharian mereka. Kendala yang sama juga dirasakan oleh Lembaga Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A).

“Tapi kita tak harus menyerah dengan hal ini, pastinya setiap program tetap ber-jalan dengan baik, terutama berbagai kegia-tan penyuluhan ke daerah-daerah,” katanya.

Satu hal yang menjadi program utama BP3A saat ini adalah mensosialisasikan qa-nun nomor 6/2009, tentang perlindungan perempuan. Menurut Hausmini, qanun yang sudah disahkan sejak tahun 2009 lalu, masih belum tersosialisasi dengan baik, masih ban-yak kaum perempuan diAceh yang belum mengetahui isi dari qanun tersebut.“Kita belum memiliki dana untuk menyosialisasi-kan qanun ini, kendati demikian, dalam se-tiap program kunjungan dan penyuluhan ke daerah dan ke desa, kita selalu memberitahu dan menggambarkan qanun tersebut,” jelas Hausmini.

Qanun Nomor 6 tahun 2009 ini ber-isikan antara lain pengaturan kapasitas perempuan pada eksekutif, legislative dan judikatif, juga pengaturan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan baik kekerasan dalam rumahtangga maupun dalam masyarakat. [yayan zamzami]

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, didirikan tanggal 11 Maret

2008 sesuai dengan Qanun Nomor 5 Tahun 2007. Badan ini dapat terbentuk karena perjuangan kaum perempuan yang menginginkan perlakuan adil antara per-empuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan, hak, peran, dan tanggung jawab dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara di segala bidang pembangunan.

BP3A Provinsi Aceh mempunyai visi terwujudnya kebersamaan peran antara laki-laki dan perempuan serta ter-wujudnya perlindungan dan kesejahter-aan perempuan dan anak secara holistic sesuai dengan nilai-nilai Ke-Islaman dan Ke-Acehan.

Misi BP3A adalah meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak dalam berbagai bidang; memajukan ting-kat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan politik; mengupayakan

penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak; mening-katkan kesejahteraan dan

perlindungan perempuan dan anak; memperkuat kelembagaan pengarusu-tamaan gender; meningkatkan partisipa-si masyarakat dalam pemberdayaan dan perlindungan anak; dan meningkatkan capacity building BP3A dalam memberi-kan pelayanan publik.

Pembentukan BP3A bertujuan men-ingkatkan kualitas hidup, kesejahteraan serta perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam berbagai bidang. Ben-tuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat diantaranya; dengan melaku-kan kegiatan pelatihan keterampilan ke-pada perempuan, kegiatan sosialisasi per-aturan-peraturan yang menyangkut Per-empuan dan Anak (UU, Qanun, Pergub dll), memediasi Rapat Koordinasi Perem-puan dan Anak dengan Instansi terkait se-Provinsi Aceh. [yayan zamzami]

Kecamatan Kluet Utara terdiri dari 19 desa dan termasuk

salah satu kecamatan terluas dan terpadat penduduknya di Aceh Selatan. Kecamatan ini mempunyai 3 puskesmas; 2 puskesmas rawat jalan di Kua-la Bak’u dan Gampong Paya, serta 1 puskesmas Rawat Inap di Kota Fajar yang menjadi Puskesmas Rujukan dari be-berapa Puskemas sekitarnya.

“Semua desa di Kluet Uta-ra sudah ada tenaga kesehatan (bidan desa, red) sehingga masyarakat lebih cepat dan dekat untuk memeriksa keseha-tannya. Kasus kematian Ibu melahirkan dan bayi di wilayah kerja saya sudah tak ada lagi dalam beberapa tahun terakhir ini, hal terse-but menjadi salah indikator meningkatnya kesadaran para ibu hamil untuk memeriksa kesehatan kandungannya pada tenaga me-dis yang berada di desa mereka maupun ke Puskesmas,” ujar Kepala Puskesmas Kluet Utara, H Badraini, kepada Tabangun Aceh be-berapa waktu lalu.

Sebagai Puskesmas Rawat Inap, Badraini menyampaikan bahwa pihaknya selalu mem-

berikan pelayanan terbaik kepada pasiennya selama 24 jam dengan memanfatkan sumberdaya yang ada. Puskesmas yang ia pimpin mempunyai tenaga dokter umum 1 orang, 5 tenaga keparawatan, 2 perawat gizi, 2 kesehatan ling-kungan, 14 bidan dan 2 tenaga gizi sedangkan tenaga adminis-trasi tidak tersedia.

“Yang menjadi kendala kami adalah kurangnya tenaga dokter dan tenaga keperawatan. Sebuah Puskesmas Rawat Inap idealnya harus ada 4 orang dokter (3 dok-

ter umum dan 1 dokter gigi) dan 18 tenaga keperawatan,” ungkap Badraini.

Badraini berharap agar pemerintah me-nambahkan tenaga dokter dan tenaga pera-wat di puskesmas yang ia pimpin. “Untuk tenaga dokter sebaiknya harus yang definitif (PNS) karena berdasarkan pengalaman selama ini dokter yang ditugaskan ke sini adalah dokter PTT. Umumnya dokter yang bertugas di Puskesmas ini kurang betah dan tidak maksimal sehingga pelayanan menjadi terganggu, terlebih lagi di saat hari raya mereka juga mudik sedangkan penggantinya tidak ada,” katanya. [aswar liam]

Jasa Perempuan, Masih Banyak Terlupakan

Sekilas Tentang BP3A

“Masih ada salah paham tentang gender di

masyarakat kita, gender bukan pemerataan posisi, tapi penyerataan hak yang

tetap berpegang teguh pada kodrat. Jadi kesempatan yang dimiliki laki-laki, artinya juga bisa dimiliki oleh perempuan.”

-- Dra hausmini, MPd --Kepala Bidang Partisipasi dan Kemampuan

BP3A Aceh

Puskesmas Kota Fajar Butuh Dokter Definitif

badRaini

Page 11: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 11LAPORAN KHUSUS

Satu kabar baik yang perlu diketahui oleh kaum perempuan, khususnya kaum ibu di Aceh adalah, adalah mulai menurunn-

ya angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan. Data terakhir yang dirilis Dinas kesehatan Aceh, sepanjang tahun 2010 tercatat 134 ibu meninggal saat melahirkan. Terbilang masih tinggi memang, tapi angka ini terus menu-run jika dibandingkan dengan data dua tahun sebelumnya, yakni 172 jiwa pada tahun 2008 dan 136 jiwa pada tahun 2009.

Data tersebut dirilis pihak Dinkes Aceh dalam sebuah workshop yang digelar oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Na-sional (BkkbN) Aceh beberapa waktu lalu. Meski hanya menurun tipis pada tahun 2010, namun angka ini dianggap sebagai pertanda adanya perkembangan baik terhadap pening-katan pemahaman dan pelayanan kesehatan bagi kaum ibu.

Dari data itu juga terlihat, sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh pendarahan yang terjadi, dan selebihnya bisa disebabkan oleh kondisi penyakit yang diderita, infeksi, dan lain-lain. Namun penurunan angka ini tidak menjadi jaminan akan terus membaik secara signifikan di masa yang akan datang, jika pelayanan kesehatan ibu dan pengaturan kehamilan tidak diperhatikan dengan baik.

Indikator AKI merupakan salah satu in-dikator yang diramalkan sulit dicapai. Tidak hanya di Indonesia akan tetapi di banyak negara berkembang di dunia. Data tera-khir pada 2007 menunjukkan AKI sebesar

228/100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari target MDGs (Millenium development Goals) sebesar 102/100.000 kelahiran hidup.

Di Indonesia, pada tahun 2010, caku-pan persalinan oleh tenaga kesehatan telah mencapai angka di atas 80 % dan terjadi pen-ingkatan yang bermakna sejak tahun 1990. Cakupan persalinan yang tinggi dan yang memenuhi standar persalinan merupakan in-dikator proxy dari angka kematian ibu.

Untuk mempercepat pencapaian target MDGs, pada tahun 2011, Kementerian Kes-ehatan telah menetapkan kebijakan bahwa semua persalinan harus dilakukan oleh tena-ga kesehatan terlatih dan memulai program Jampersal (Jaminan Persalinan), yaitu suatu paket program yang mencakup pelayanan antenatal, persalinan, postnatal, dan Kelu-arga Berencana.

Ikut berkonstribusiKepala Kantor BkkbN Aceh Nasrullah

Jakfar mengatakan guna memenuhi penca-paian target MDGs, BkkbN ikut memberi kontribusi dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

“Logikanya begini, saat ini masih kita temui fakta ibu-ibu yang meninggal akibat kehamilan, kan? Coba, kalau frekwensi hamil berkurang, maka probabilitas kematian ibu juga akan berkurang. Nah, di sinilah peran pemakaian alat kontrasepsi untuk penja-rangan kehamilan, akan bisa menekan angka kematian ibu,” kata Nasrullah.

Sebagaimana dimaklumi, kematian ibu

karena melahirkan masih tinggi atau sering disebut angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) atau hampir 2 ibu men-inggal setiap dua jam. Demikian juga AKB masih 25 per 1000 kelahiran hidup. “Untuk itu, BkkbN terus menerus menggencarkan atau berkampanye agar Pasangan Usia Sub-ur (PUS) memakai alat kontrasepsi,” tam-bahnya.

Untuk memberi pemahaman akan pent-ingnya alat kontrasepsi, ada banyak cara yang dilakukan oleh BkkbN. Nasrullah Jakfar me-nyebutkan, bentuk sosialisasi program KB yang dilakukan BkkbN bermacam-macam bentuk. Ada yang disebut “above layer” yaitu dengan menggunakan media massa, di TV, koran, baliho, spanduk , dan sejenisnya. Ada juga yang disebut “under layer” seperti pertemuan, ceramah, kunjungan rumah ke rumah (biasa dilakukan oleh Penyuluh Lapa-ngan KB/PLKB).

“Sesuai dengan tupoksinya, program utama BkkbN adalah KIE (komunikasi, in-formasi, dan edukasi) atau singkatnya peny-

uluhan, walaupun makna KIE bukan seke-dar penyuluhan satu arah, dan tentunya lebih luas dari sekedar penyuluhan saja,” jelasnya.

Kini, tambah Nasrullah, BkkbN juga bekerja sama dengan TNI dalam mengada-kan kegiatan bakti sosial di masyarakat. “Dengan adanya bakti sosial kerja sama dengan TNI diharapkan upaya optimalisasi percepatan revitalisasi program KB bisa ber-jalan dengan baik, jika pun harus menjadi sub dari sebuah program, tapi hasilnya bisa maksimal,” katanya.

Di beberapa daerah melalui bakti sosial TNI kini mulai nampak hasilnya. Beberapa akseptor baru telah terdata dengan jumlah yang cu kup signifikan.

Dua aspek penting dalam penerapan program KB terpadu yang dijalankan pihak TNI diharapkan bisa berjalan, yaitu berupa perwujudan kesejahteraan keluarga dengan memahami tata cara hidup sehat dan aspek pembimbingan yang akan mengarahkan masyarakat bisa memahami tentang KB den-gan baik. [yayan zamzami]

Selain terus menggencarkan penyulu-han dan bakti sosial bersama jaja-ran tNI, program utama yang terus

diupayakan oleh BkkbN Aceh untuk pengu-rangan AKI di Aceh, adalah Pendewasaan Usia Perkawinan, yaitu dengan mengupaya-kan agar para remaja kita menjadi “genre” alias generasi berencana.

“Paling tidak usia 20 tahun bagi putri dan 25 tahun bagi putra sebagai usia perni-kahan, walaupun dalam undang-undang perkawinan masih dibenarkan usia minimal 16 tahun untuk menikah,” ulas Kepala Kan-tor BkkbN Aceh, Nasrullah Jakfar, kepada tabangun Aceh beberapa hari lalu.

Bentuk kegiatannya antara lain dilaku-kan dengan membentuk PIK (pusat Infor-masi dan Konseling) remaja dan mahasiswa. Dan, pelayanan/pemakaian kontrasepsi di tempat-tempat pelayanan KB (puskes-mas/pustu, rumah sakit) pemerintah dan swasta. “Kegiatan tehnis ini dilakukan oleh mitra kerja kita di jajaran Dinas Kesehatan, di mana BkkbN menyediakan supplies nya, seperti alat kontrasepsi, dan juga sarananya seperti IUD kit, implant kit,” ujarnya.

Selain itu, dilakukan juga program keta-hanan keluarga, bentuk kegiatannya adalah BKB (bina keluarga balita) yaitu membentuk dan menggerakkan kelompok ibu-ibu yang memiliki anak balita agar aktif --paling tidak sebulan sekali di gampong-gampong-- dan ini biasanya berbarengan dengan kegiatan PoSYANDU.

“Hal ini dimaksudkan agar ibu-ibu ini

bisa memahami bagaimana mendidik anak balita sambil menggunakan alat permainan edukatif,” ujarnya.

Program penting lainnya adalah pro-gram ekonomi keluarga, yang bentuk keg-iatannya membentuk kelompok UPPKS (usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera). Artinya ibu-ibu yang sudah me-miliki banyak waktu luang akan diarahkan agar mempunyai kegiatan ekonomi, bisa menambah pendapatan keluarga dan ten-tunya akan meningkatkan taraf kesejahter-aan keluarganya.

Meski banyak melibatkan masyarakat, Nasrullah Jakfar mengaku tetap memiliki kendala saat mengimplementasikan berba-gai program di lapangan. Di antaranya masih minimnya pengetahuan masyarakat teruta-ma masyarakat di pedesaan, sehingga perlu tenaga penyuluh yang benar-benar handal di lapangan. “Sementara itu, BkkbN sendiri

kini memiliki tenaga penyuluhan yang san-gat terbatas, sehingga pergerakan penyulu-han menjadi lamban,” ujar Nasrullah.

Bayangkan saja, tambahnya, dulu se-belum zaman otonomi, tenaga penyuluh seluruh Aceh mencapai angka 1500 orang. Sekarang hanya tersisa 650 an penyuluh. Artinya 1 penyuluh harus memberikan pe-nyuluhan di 10 gampong (desa), sementara ratio idealnya adalah 1: 4.

“Bisa dibayangkan betapa beratnya tu-gas yang harus diemban oleh para penyuluh, seyogianya kita harus memiliki sekitar 1700 orang tenaga penyuluh,” katanya.

Penyusutan jumlah penyuluh diakibat-kan banyaknya penyuluh KB yang sudah ditarik oleh pemda kabupaten/kota menjadi pejabat struktural di berbagai kantor. “Se-harusnya mereka kan pejabat fungsional. Dulu BKKBN kab/kota kan instansi vertikal. Sejak tahun 1998 , Bkkb kabupaten/kota

menjadi desentral atau menjadi aparatur pemerintah kabupaten/kota,” jelasnya.

Kendala berikutnya, sebut Nasrullah, dana operasional yang disediakan di tiap APBK untuk kegiatan KB juga sangat min-im, bahkan ada yang tidak ada sama sekali, kecuali hanya gaji pegawai saja. Bagaimana bisa bergerak kan?

Kendati demikian, tambah Nasrullah, pihaknya tetap optimis, apa lagi dengan mu-lai adanya trend “the population bomb” atau pertumbuhan penduduk yang tidak terken-dali, program KB tentu akan menjadi sebuah kebutuhan dalam pembangunan.

Program layanan KB dan kesehatan ber-tujuan untuk membangun keluarga agar pa-sangan usia subur bisa mengandung dan melahirkan dengan aman dan sehat untuk mendapatkan anak-anak yang berkualitas.

Selain itu, peran BKKBN tidak terbatas pada penyelenggaraan program KB saja, tetapi juga meliputi penyerasian pengenda-lian penduduk, mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang bertujuan mewujudkan penduduk tumbuh seimbang.

“Kami juga sangat berharap kepada pihak eksekutif dan legislative di kabupaten/kota untuk bisa mengajukan dan mempri-oritaskan program-program pembangunan yang berbasiskan kependudukan, karena KB bukan hanya menjalankan program pengen-dalian kelahiran, namun program pengenda-lian kependudukan yang berkualitas,” jelas Nasrullah Jakfar. [yayan zamzami]

“Dengan adanya bakti sosial kerja sama dengan

tNI diharapkan upaya optimalisasi percepatan

revitalisasi program KB bisa berjalan dengan baik.”

-- nasrullah Jakfar --Kepala Kantor BkkbN Aceh

AKI Menurun, Penduduk Berkualitas Meningkat

Menciptakan Generasi Berencana

Paling tidak usia 20 tahun bagi putri dan 25 tahun bagi putra sebagai usia pernikahan,

walaupun dalam undang-undang perkawinan masih dibenarkan usia minimal 16 tahun

untuk menikah,

Page 12: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 201112 SERBA-SERBI

Bumi terasa makin panas. Pemanasan global tidak dapat dibendung. Kon-sumsi bahan bakar fosil di dunia dari

tahun ke tahun terus meningkat. Masyara-kat dunia pun menjadi resah. Mereka me-nyepakati berbagai kebijakan bersifat lokal, nasional dan internasional untuk menekan dan mengurangi laju emisi gas rumah kaca. Aceh termasuk salah provinsi di Indonesia yang dapat memanfaatkan peluang ini.

Untuk melihat perhatian dan komitmen masyarakat dunia tentang lingkungan dan perubahan iklim global, Senin (10/10/2011), Tabangun Aceh secara khusus mewawancarai jarak jauh Kepala Bappedalda Aceh Ir. Hu-saini Syamaun, MM. Saat dihubungi Kepala Bappedalda Aceh sedang berada di Jakarta mengikuti rapat penting dengan kementerian terkait.

Menurut Husaini, perubahan iklim glob-al merupakan sebuah tantangan besar bagi dunia. Indonesia sebagai negara kepulauan akan menerima dampak perubahan iklim yang sangat besar. Hal tersebut sudah dira-sakan saat ini. Aceh semakin panas dan cuaca selalu fluktuatif dan sulit diprediksikan. Pe-rubahan iklim ini sekaligus merupakan pelu-ang untuk merekonsiliasi antara pembangu-nan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan dengan pembangunan yang berkelanjutan.

Husaini mengakui pada dasarnya fenom-ena perubahan iklim akan membuka kes-empatan besar bagi setiap negara di seluruh dunia, termasuk Aceh. Dampak positif di balik climate changes ini, kata Husaini, adalah terbukanya pasar global baru. “Ini menjadi kesempatan bagi Aceh karena terdapat pasar global baru, instrumen pembiayaan karbon. Indonesia dapat menangkap pasar ini den-gan menerima milyaran dolar jika Indonesia dapat mengurangi emisi termasuk Aceh,” ujar Husaini.

Pergeseran musimHusaini Syamaun mengatakan, program

moratorium logging yang dideklarasikan Gubernur Irwandi, sangat penting bagi

kehidupan rakyat Aceh di masa datang. Ia menyebutkan, aksi penebangan hutan yang terus terjadi di berbagai belahan dunia, telah berdampak pada terjadinya perubahan iklim global. Kondisi ini kemudian berdam-pak luas pada kegiatan ekonomi masyarakat.

Contohnya, sebut Husaini, masa tanam padi dan palawija mengalami pergeseran. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran musim hujan dan musim kemarau. “Sepuluh tahun lalu musim hujan dapat kita prediksi antara bulan September sampai Desember. Tapi kini, sampai bulan Januari dan Februari, hujan lebat masih terjadi,” ungkap Husaini.

Parahnya lagi, pergeseran musim ini ke-mudian membuat sejumlah daerah di Aceh, terutama wilayah pantai barat-selatan, men-galami bencana banjir. Sementara di daerah pantai timur-utara Aceh sampai Aceh Besar, mengalami musim kemarau panjang, se-hingga tanaman padi mengalami kekeringan dan puso. Akibat bencana ini petani sangat dirugikan.

Husaini menambahkan, bencana alam seperti itu terjadi akibat dari perubahan iklim global, yang berasal dari terus bertambahnya emisi pencemaran udara karbon dioksida (C02) dunia. Perubahan iklim ini sendiri um-umnya disebabkan oleh terus bertambahnya pembangunan rumah dan gedung berting-kat dengan menggunakan dinding kaca dan dampak dari penebangan hutan.

Dari berbagai masalah tadi, maka di-perlukan satu kebijakan yang tegas yakni menyetop dan melarang penebangan hutan atau pohon di wilayah hutan primer mau-pun sekunder. “Boleh potong pohon yang tergolong jenis kayu kampung yang berasal dari kebun penduduk. Dan ini juga harus dinyatakan melalui surat keterangan kepala desa/keucik, serta dinas kehutanan setem-pat,” ujar Husaini.

aceh GreenSetelah program moratorium logging

berjalan, Gubernur Irwandi Yusuf kemu-dian mencanangkan program Aceh Green.

Program ini merupakan lanjutan dari tinda-kan program sebelumnya. Salah satu tujuan dari program Aceh Green adalah memberi-tahukan kepada dunia bahwa hutan di Aceh masih sangat luas dan mampu menjadi pasar terbesar karbon dunia.

Dari hasil studi vegetasi yang dilakukan Bapedal Aceh, hutan Aceh yang luas totalnya mencapai 5,3 juta hektare bisa menghasilkan 1,6 miliar ton karbon. Potensi ini mampu

menyerap 4 juta carbon dioksida (CO2) yang dihasilkan industri berat di negara-negara Eropa.

Husaini menjelaskan, sasaran dari pen-canangan Aceh Green oleh Gubernur Ir-wandi Yusuf, salah satunya adalah mema-sarkan karbon yang dihasilkan hutan Aceh ke pasaran dunia untuk dijadikan sumber penerimaan daerah pasca migas dan otsus. [fauzi umar]

Pemerintah Aceh Komit Jaga Lingkungan

Pendidikan memegang peranan san-gat penting dan mendesak, karena kualitas pendidikan akan menentukan

Aceh masa depan. Pemerintah Aceh harus menata dan mendesain kembali pendidi-kan Aceh sesuai dengan kebutuhan dan visi Aceh masa depan. Hal tersebut terse-but disampaikan Ahmad Farhan Hamid, Wakil Ketua MPR-RI pada acara Seminar dan Dialog Pendidikan Aceh dalam Rangka Rapat Kerja Majelis Pendidikan Aceh (MPD) di Ruang Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Sabtu (15/10/2011).

Menurut Farhan, pendidikan Aceh saat ini masih dalam kondisi belum memuas-kan. “Kesalahan ini bukan pada kemente-rian terkait, tetapi ada pada daerah dalam menyajikan kebutuhan sumberdaya Aceh sesuai dengan kebutuhan Aceh masa de-pan. Karena itu perlu dibuat road map (peta jalan, red) untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam proses pendidikan di Aceh sesuai dengan visi dan misi yang telah dirumuskan,” ungkap anggota DPD asal Aceh ini.

“Ini penting agar proses pendidikan Aceh berjalan sesuai dengan koridor-kori-dornya dan pencapaian-pencapaiannya ha-rus dievaluasi setiap tahun. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka akan sulit mengem-balikan kejayaan pendidikan Aceh,” papar Farhan dalam forum yang turut dihadiri Wakil Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr.

Fasli Jalal, PhD.Farhan mencontohkan belum propor-

sionalnya pendidikan Aceh di tingkat nasi-onal. Sebenarnya jika proporsional, maka diantara 100 orang yang sarjana di Indo-nesia, maka 2 orangnya harus ada dari Aceh, begitu juga jika ada 100 profesor di Indonesia, maka 2 orang itu harus dari Aceh. Kalau ada 100 orang jenderal maka ada 2 orang diantaranya harus dari Aceh, demikian juga dengan diplomat, duta be-sar, dirjen, deputi di sejumlah kementerian dan lain-lain. Hal ini, kata Farhan, karena tidak diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Farhan merasa ada yang tidak beres dalam pendidikan, termasuk di Aceh. Se-jak dari kurikulum yang berganti-ganti dan memberatkan orang tua, guru yang tidak profesional dan proporsional, pen-garuh lingkungan dan intervensi politik tertentu terhadap pendidikan serta proses pendidikan yang menitikberatkan pada hafalan tanpa memikirkan proses. “oleh karena itu, orang Indonesia lebih meng-hargai pemahaman tingkat materi yang lebih banyak dibandingkan dengan cara berpikir yang lebih baik. Makanya aneh orang Indonesia lebih menghargai orang kaya dengan kekayaannya bukan dengan bagaimana cara dia memperoleh kekayaan itu”, ungkap Farhan dengan nada sedih. [fauzi umar]

Ahmad Farhan Hamid:

Desain Ulang Pendidikan Aceh

gan target memastikan bahwa anak-anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar, serta tujuan ke-3 yaitu Mengembangkan Kesetaraan dan Pemberdayaan Perem-puan, dengan target menghilangkan perbedaan gender di tingkat pendidi-kan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan pada semua tingkatan di ta-hun 2015.

Pemerintah Indonesia dan Pemer-intah Aceh optimis bahwa penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Ta-hun (SD dan SMP sederajat) ditarget-kan telah berhasil dicapai pada tahun 2009/2010. Saat ini Aceh merupakan salah satu dari lima provinsi yang telah berhasil melaksanakan Program Wajar Dikdas 9 tahun, yang dibukti-kan dengan Angka Partisipasi Kasar tingkat SMP/MTs telah melebihi 95% sehingga Provinsi Aceh memperoleh piala Widyakarya dari Presiden RI yang diterima oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Jogyakarta.

n Penulis: adalah Pegawai Bappe-da Aceh, email: [email protected]

Pemerintah Aceh telah melak-sanakan berbagai program dan kegiatan untuk membuka dan

meningkatkan akses untuk mendapat-kan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi seluruh lapisan ma-syarakat, baik pada jalur formal maupun non formal. Salah satu kebijakan pent-ing dalam meningkatkan akses pendidi-kan seperti diamanatkan dalam Qanun nomor 5 Tahun 2008 adalah pendidi-kan gratis di tingkat pendidikan dasar, paket kesetaraan, termasuk penyediaan Pusat-pusat Kegiatan Belajar Masyara-kat (PKBM) di lingkungan yang mudah diakses masyarakat.

Secara bertahap Pemerintah Aceh telah berupaya mengurangi hambat-an-hambatan dalam pemerataan kes-empatan belajar. Penambahan jumlah dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan, penyediaan sarana dan prasarana, serta peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan terus dilakukan pada jalur pendidikan formal, diantaranya dengan menye-lenggarakan Sekolah Unggul dan Se-kolah Berstandar Internasional (SBI)

pada berbagai tingkatan. Selain itu, upaya peningkatan jumlah dan kuali-tas penyelenggaraan pendidikan non formal juga terus dilakukan untuk menjangkau masyarakat umum yang tidak berada di tingkat sekolah seh-ingga semua lapisan masyarakat dapat mengakses layanan pendidikan tanpa terkecuali.

Penyediaan anggaran pendidi-kan yang mencapai 20% baik melalui APBA dan APBK, ikut pula mendong-krak kemajuan pendidikan, pemberian berbagai macam beasiswa untuk mu-rid dan siswa, telah mengurangi angka drop out dan putus sekolah. Di pihak lain pelatihan untuk guru sebagai upaya peningkatan kualifikasi kemam-puan guru juga tetap menjadi program prioritas yang tetap dilaksanakan setiap tahunnya.

Apabila kita mengacu pada Target Pembangunan Millennium (Millenni-um Development Goals), ada 2 tujuan dan 2 target menyangkut pendidikan yang harus dicapai pada tahun 2015. Tujuan tersebut yaitu Memberlakukan Pendidikan Dasar yang Universal, den-

Pendidikan Dasar untuk SemuaOleh: Cut Triana Dewi, S.Sos, M.Si

Page 13: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 13HABA BAPPEDA

DoK. BAPPEDA

ANGGotA Parlemen jepang melakukan foto bersama dengan kepaLa BAPPeda Aceh dan jajarannya usai melakukan pertemuan di bappeda Aceh, Kamis (13/10/2010).

Bencana gempa dan tsunami Aceh, telah 7 tahun berlalu. Namun peri-stiwa itu belum lekang dari ingatan

masyarakat dunia. Selain karena besarnya dampak kehancuran dan korban jiwa, ben-cana Aceh jadi pusat perhatian karena terjadi saat Aceh masih bergolak.

Karenanya pula, proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascabencana maha dah-syat itu menjadi rujukan masyarakat interna-sional. Bahkan, Jepang pun yang sudah ken-yang pengalaman dalam menangani akibat pascabencana tsunami pun, menyempatkan diri untuk belajar ke Aceh.

Fakta ini terbukti dengan kedatangan satu rombongan besar dari Parlemen Jepang ke Aceh pada, Rabu-Kamis (12-13/10/2011) lalu (lihat, delegasi dari Jepang). Dalam dua pertemuan terpisah, dengan Sekda Aceh T Setia Budi dan Kepala Bappeda Aceh Ir Iskandar MSc, Kamis (13/10), para anggota delegasi dari Jepang ini memaparkan keingi-

nannya untuk berbagi pengalaman, sekaligus belajar dari kesuksesan proses rehab rekon di Aceh, terutama terkait dengan program relokasi para penduduk kawasan pesisir.

Kepada Sekda dan Kepala Bappeda Aceh, Parlemen Jepang juga menawarkan untuk meningkatkan kerja sama, terutama di bidang pariwisata, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang kebencanaan.

“Kemarin kami sempat berkeliling Ban-da Aceh dan menemukan potensi wisata yang menarik. Kami yakin akan banyak turis dari negara kami yang senang berkunjung ke Aceh. Untuk itu pembicaraan tentang kerja sama di bidang pariwisata tentu akan cukup baik,” ujar Yutaka Banno, Ketua Komisi Pembangunan Tanah dan Transportasi Par-lemen Jepang, dalam pertemuan dengan Sekda Aceh T Setia Budi, di Ruang Sekda Aceh, Kamis (13/10).

Berterima kasihSementara dalam pertemuan di Kantor

Bappeda, Ir Iskandar M.Sc selaku Kepala Bappeda Aceh dan atas nama Pemerintah Aceh mengucapkan berterimakasih atas hubungan baik yang terjalin antara Pemerin-tah Aceh dan Jepang selama ini.

Siaran pers Bappeda Aceh memberita-kan, kujungan rombongan anggota DPR Jepang itu mempunyai beberapa agenda uta-ma, yaitu sharing lesson learnt (berbagi pengala-man) tentang bencana tsunami yang terjadi di Aceh dan Jepang. Delegasi Jepang ingin mendapatkan informasi lebih dalam menge-nai hasil rehabilitasi dan rekonstruksi.

Mereka mencatat secara detail tentang rencana rekonstruksi, peranan dan susu-nan badan yang ada kaitan dengan rekon-struksi, wewenang pemerintah daerah yang diserahkan dari pemerintah pusat, dana rekonstruksi, hasil rencana pindah rumah dari daerah tepi pantai ke dataran tinggi, dan permasalahan nya serta keadaan ru-mah sementara/rumah yang dibangun dan

permasalahannya.Kepala Bappeda juga mengucapkan

terima kasih atas sambutan luar biasa dari Pemerintah Jepang saat kunjungan Guber-nur Aceh bersama dirinya dan rombongan Pemerintah Aceh, pada tahun 2009 lalu.

Kunjungan dimaksud untuk membahas kesinambungan kerja sama dan bantuan Pemerintah Jepang yang mengucurkan dana pinjaman sebesar Rp 640 miliar. Pemerintah Aceh berharap bantuan itu bisa segera diim-plementasikan untuk membangun jalan di perbatasan Aceh Tengah dan Blangkejeren (Gayo Lues).

Selain itu pada presentasi nya, Kepala Bappeda Aceh juga menjelaskan tiga tahap recovery Aceh pascabencana tsunami Aceh. Ketiga tahap dimaksud adalah, emergency re-lief (bantuan darurat), early recovery (pemuli-han awal), serta proses rehab rekon, melalui beberapa exit strategy yang ditempuh pemer-intah. [hanum arsyad]

Dalam pertemuan dengan delegasi Parle-men Jepang, Kepala Bappeda Aceh, Ir Iskandar MSc juga memberikan penje-

lasan panjang lebar tentang proses relokasi perumahan dari kawasan pesisir (coastal area) ke daerah pegunungan. Persoalan ini memang menjadi salah satu poin penting yang ingin diketahui oleh delegasi Pemerintah Jepang yang berkunjung di Aceh.

Iskandar yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Ekonomi dan Pengembangan Usaha Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, serta Kepala Badan Kesinam-bungan Rekonstruksi Aceh (BKRA), mereview kembali tahapan settelement penduduk, mulai dari tenda ke barak, lalu ke temporary shelter, hingga pada akhirnya diberikan rumah (per-manent house).

“Pada saat itu, BRR bertanggung jawab penuh atas listrik, keberadaan air bersih dan kebutuhan dasar lainnya,” ujarnya.

Iskandar juga menambahkan beberapa poin penting tentang proses penyerahan aset

(handing over asset) dan sisa proyek setelah berakhirnya BRR dan BKRA, kemudian dilan-jutkan oleh Pemerintah Aceh.

Saat ini, sebut Iskandar, Pemerintah Aceh mempunya 4 agenda utama yang perlu ditun-taskan yaitu: 1. To fill the gap of reconstruc-tion (melengkapi gap yang belum diselesaikan pada masa rekonstruksi), 2. To operate and maintain RR asset (mengoperasikan dan men-jaga asset Rehab Rekon), 3. To functionalize RR asset (memfungsikan asset Rehab Rekon), dan 4. Capacity building of human resource (meningkatkan kapasitas sumberdaya manu-sia di Aceh ).

Ketua Komisi Pembangunan tanah dan transportasi Parlemen Jepang, Mr. Yutako Ban-no, menyatakan terimakasihnya atas sambu-tan hangat Pemerintah Aceh. Ia juga menyam-paikan terima kasih khusus kepada anak anak Aceh yang berbagi pengalaman ke Jepang.

“Pada kesempatan ini, rombongan kami ingin belajar banyak dari pemerintah Aceh serta mencari ide ide dan kebijakan pemer-

intah yang mungkin bisa di aplikasikan di Jepang. Khusus nya kami belajar bagaimana proses merelokasi kan masyarakat dari dae-rah pesisir ke pemukiman yang baru di daerah pegunungan,” ungkap Yutako, seperti dilansir siaran pers Bappeda Aceh.

Ia menambahkan, “Pada kesempatan yang sangat penting ini, kami akan mencatat masukan dari peserta rapat sekalian untuk ke-mudian kami bawa ke Jepang untuk dipertim-bangkan mana yang bisa direalisasikan”.

DR Muzaillin selaku koordinator di Aceh atas kedatangan delegasi Jepang menyata-kan, sudah banyak kerja sama dengan Jepang yang sangat bermanfaat bagi Aceh. Seperti pembangunan jalan, juga akan dikirimnya beberapa anak Aceh ke Jepang untuk shar-ing pengalaman dan penyembuhan trauma. “Pemerintah Jepang akan mengirim beberapa guru ke Aceh untuk belajar pengalaman trau-matic healing pada guru-guru di Aceh,” ujar Muzaillin.

Selain itu, DR Hairul Basri, tim akademisi Unsyiah yang juga menjadi Senior technical Asistant untuk BAPPEDA, merespon positif \ide dan masukan dari Mr Yoko Gemma, tim re-search dari Jepang tentang rekomendasi kerja sama pembangunan Geo Park. Menurutnya, ini merupakan ide cemerlang mengingat, melalui GeoPark tersebut dapat memberikan informasi dan transfers pengetahuan tentang gempa dan tsunami.

“Jepang, mempunyai pengalaman yang cukup luas mengenai hal ini oleh karena itu

Universitas Syiah Kuala melalui tDRMC di-harapkan dapat menindak lanjuti usulan dari delegasi Jepang tersebut,” ujarnya.

Ide penting lainnya ialah, kerja sama pe-nelitian untuk meneliti tanah dalam mempre-diksi kejadian tsunami di masa yang akan da-tang oleh para Pakar Geologis dan Seismolog Aceh dan Jepang. [hanum arsyad]

4 Agenda Masih Perlu Dituntaskan

Bahkan Jepang Pun Belajar ke Aceh

Kami sempat berkeliling

Banda Aceh dan menemukan potensi wisata yang menarik.

Kami yakin akan banyak turis dari negara kami yang senang berkunjung ke Aceh. Untuk itu

pembicaraan tentang kerja sama di bidang pariwisata tentu akan

cukup baik,”

\ Mr. Yutaka Banno (Ketua Komisi Rencana tanah dan transport di DPR Jepang)

\ Mr. Yasuko Komiyama (Partai Demokrat)

\ Mr. teru Fukui (Partai Liberal) \ Mr. Koichi Yamamoto (Partai Liberal) \ Ms. Yoko Gemma, Staff Majelis Rendah untuk bagian Research

\ Mr. Kochi Yoshida, Koordinator Direktur Department Perhubungan

\ Mr. Koichiro Moritani, Direktur HumaS Department Perhubungan

\ Mr. Akihiro Moritani, Direktur Urusan DIEt Department Perhubungan (tentantive)

\ Yuji Hamada, Konsul Jenderal Jepang di Medan

\ Mr. Akira Saito, Konsul Muda, Konsulat Jenderal Jepang di Medan

\ Mrs. Shelley Chua, Lokal staff, Konsulat Jenderal Jepang di Medan.

Delegasi dari Jepang “Akan dikirimnya beberapa anak Aceh ke Jepang untuk sharing pengalaman dan penyembuhan trauma. “Pemerintah Jepang akan mengirim

beberapa guru ke Aceh untuk belajar pengalaman traumatic healing pada guru-guru di Aceh,”

Page 14: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 201114 APA KATA mEREKAKESEJAHTERAAN

ProGraM-program Gubernur Irwandi dalam mengangkat kualitas hidup masyarakat sudah bagus, misalnya JKA, BKPG juga subsidi beasiswa. Selain itu, sebaiknya Pemerintah Aceh memikirkan

program-program yang berdampak jangka panjang dalam mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Dari 7 tujuan MDGs, pengurangan jumlah penduduk miskin berada di rangking atas. Dengan tercapainya goal pengurangan angka kemiskinan, maka goal-goal lain dari MDGs akan lebih mudah dicapai.

effendiPegawai Dinas BMCK Aceh

MenGenaI pelayanan kesehatan di desa, khususnya di desa kami, sudah boleh dikatakan memadai untuk sebuah pemukiman yang terletak disebelah timur kota Kecamatan Sampoiniet. Desa ini penduduknya

paling banyak dibandingkan desa-desa lain. Kami juga dilayani oleh seorang dokter PTT yang sejauh ini cukup memberi pelayanan baik bagi masyarakat. Namun untuk fasilitas, tentu saja masih kurang, karena untuk desa yang penduduknya ramai ini, kami hanya memiliki sebuah puskesmas pembantu dan ini sangat terbatas. Kami berharap pemerintah bisa meningkatkan fasilitas kesehatan di puskesmas, terutama bisa melengkapi dengan ruang rawat

inap, karena jarak desa kami dengan kota kabupaten cukup jauh jika ada pasien yang butuh perawatan intensif. Untuk sarana pendidikan, anak-anak kami membutuhkan sarana pendidikan yang lebih baik, terutama fasilitas belajar, yakni buku-buku serta alat peraga pendidikan lainnya.

ramahul MuzziWarga Desa Ligan,

Kec. Sampoiniet, Aceh Jaya

DI beberapa tempat, pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak sudah baik, sudah jarang terdengar kasus-kasus kematian ibu dan anak saat melahirkan, itu dikarenakan terus meningkatnya penyuluhan bagi kaum ibu di

banyak gampong. Namun, untuk kawasan desa yang jauh dan terpencil, juga untuk kawasan daerah yang masih dalam katagori kantong kemiskinan, penyuluhan kesehatan masih kurang. Sarana layanan kesehatan untuk ibu dan anak pun masih kurang, dan kondisi ini yang harus menjadi perhatian pemerintah, sehingga pelayanan kesehatan bisa merata keseluruh daerah, tidak terpusat dikawasan perkotaan saja.

MaisaraWarga Aceh Besar

SaaT ini perhatian Pemerintah Aceh terhadap kesehatan ibu dan anak sudah bagus, apalagi dengan adanya program JKA pada kesehatan ibu dan anak. Ibu-ibu hamil bisa melahirkan secara gratis di rumah sakit dan ditangani oleh dokter-dokter spesialis. Namun, pelayanan medis perlu ditingkatkan. Jangan pilih-pilih. Mengenai program KB, pemerintah hendaknya juga mengedukasi laki-laki untuk ikut menyukseskan program KB. Jangan hanya

kepada kaum perempuan saja yang didokrin untuk memakai alat kontrasepsi, sebab banyak ibu-ibu yang mengeluh akibat efek dari alat kontrasepsi yang kurang baik, seperti pendarahan, kegemukan, kurus kering dan lainnya.

Cut MahmudiahWarga Aceh Besar

SaaT ini pelayanan kesehatan khususnya kesehatan untuk ibu dan anak di Kota Banda Aceh sudah memadai, karena bidan-bidannya sudah memiliki skill yang baik dan memberi kenyamanan

dalam melakukan pelayanan. Saya juga menyarankan agar setiap puskesmas bisa dilengkapi dengan berbagai fasilitas lainnya, seperti tempat bermain untuk anak-anak, sehingga saat berobat, para orangtua yang membawa anak bisa memanfaatkan tempat bermain itu untuk anak-anak mereka, sehingga anak-anak tidak takut dengan dokter dan puskesmas, juga melengkapi kantin yang menjual makanan sehat, selain bisa memberi pelayanan yang ekonomis, juga sekaligus berfungsi untuk memberi penyuluhan bagaimana menyediakan makanan yang sehat sebagai jajanan dan makanan di rumah.

Yulia ZaharaWarga Kota Banda Aceh

BerBICara tentang program pemberdayaan perempuan, sepertinya program dari pemerintah belum terlalu merata dan memadai. Mungkin saja programnya banyak tapi implementasinya masih dirasa kurang. Apalagi di pedesaan. Masih banyak perempuan yang belum mendapatkan program pendidikan yang memadai, baik pendidikan formal maupun informal. Pemerintah harusnya bisa lebih fokus untuk memeratakan program pemberdayaan ini, tidak hanya terfokus pada perkotaan saja. Tapi juga menyentuh ke daerah terpencil dan jauh dari kota.

Putri BungsuWarga Kota Banda Aceh

Sebagai orang kecil, bagi saya kesehatan merupa-kan sangat penting apalagi saya se-orang satpam yang harus selalu fit. Masalah kesehatan sekarang sudah banyak perubahan. Fasilitas kesehatan dan tenaga medis

juga sudah memadai, berobat pun sudah gratis. Semoga keadaan ini terus berlanjut. Masalah pendidikan juga sudah lumayan baik walaupun masih ada berbagai kutipan yang terkadang memberatkan masyarakat kecil, tetapi harus dilaksanakan demi keber-langsungan pendidikan. Semoga pemerintah terus meningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan kalau bisa tidak ada kutipan apapun dengan alasan apapun.

Faisal riza Satpam Bappeda

Page 15: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 2011 15

Gambar mewarnai di atas diperuntukkan bagi siswa-siswi tK/SD/MI. Warnailah, lebih baik menggunakan Pastel/KraYOn. Gunting (boleh difoto copy) dan kirimkan ke alamat redaksi d/a Bappeda Aceh Jl.Muhammad Daud Beureueh Banda Aceh, dengan mengisi identitas diri. Di sudut kiri amplop ditulis “MEWARNAI”. BRI (Bank Rakyat Indonesia) menyediakan 6 bingkisan sekolah kepada 6 karya terbaik. Hadiah akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing.

Nam

a Sis

wa

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Nam

a Sek

olah

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Ala

mat

Sek

olah

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Kela

s

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Alamat Rumah : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Sekolah / Alamat : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Kelas : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

ttS ini diperuntukkan bagi siswa-siswi SD/MI. Kirimkan jawaban ke alamat redaksi, d/a Bappeda Aceh, Jl.Muhammad Daud Beureueh Banda Aceh, dengan menyertai potongan ttS dan menulis identitas diri (Nama, ttL, Alamat Sekolah). Di sudut kiri amplop ditulis ttS Anak. Hadiah akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing (redaksi)bri (bank rakyat indonesia) menyediakan bingkisan untuk masing-masing pemenang:

MenDatar :1.Benar 4.Perasaan setelah makan 8.Bentuk lingkaran 11.Lawan pasang, merosot 13.Pegunu-ngan di Benua Amerika 15.Rumah 17.Manusia 19.Pedagang keliling dengan menenteng barang dagangannya 21.Universitas Indonesia (singkat) 23.Millenium Development Goals (singkat) 25.Banyaknya 12 lusin 27.Jenjang sekolah sebelum SD 28.Jumpa 29.Saya (Bhs. Arab) 31.International Labor organisation (singkat) 32.Rencana tata Ruang Wilayah (singkat) 33.Makin, semakin 34.Duka, nestapa 36.Sisa pembakaran 37.Cara harimau menangkap mangsa 40.Urat besar 42.tidak untung 44.Salah satu cabang olah raga air 46.Kecil sekali 48.Arti, maksud 50.Kereta angin 53.Nasehat, saran 55.Bersifat darurat, tidak permanen 56.Komisi Pemberatasan Korupsi (singkat) 57.Sarjana Pendidikan (singkat) 58.Diulang, sebutan untuk angkutan umum sejenis mikrolet atau sudako di Aceh 59.Acara berkumpul dengan teman-teman lama 61.Hewan padang pasir 62.Negara di bagian utara benua Afrika 63.Minggu 64.Salah satu jenis minuman berenergi 65.Berpikir (bhs. Inggris) 66.Upah tetap yang diberikan setiap akhir bulan.Menurun :1.Anak terakhir 2.Nama ikan sejenis tongkol besar 3.Hari setelah besok 4.Perlengkapan tulis menulis 5.Berat bersih 6.Panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua 7.taring gajah 8.Yang memercikkan api sebagai pembakar pada mesin 9.Lapang,panjang x lebar suatu area 10.Hewan peliharaan untuk dibudidayakan 16.Binatang pengganggu tanaman 18.Makanan pokok kita 20.Kanan (Bhs. Aceh) 22.Aliran, ajaran 24.Sangat gembira 26.Hujan kecil, rinai 27.topi yang disematkan pada hakim atau sarjana yang diwisuda 29.Mula, awal (Bhs. Aceh) 30.Kompak, rukun 34.Salah satu wilayah Perguruan tinggi di Banda Aceh 35.Lari (Bhs. Inggris) 38.Koperasi Unit Desa (singkat) 39.Laksamana wanita Aceh dahulu yang sangat terkenal 41.Sakit seperti panas dingin pada seluruh anggota badan 43.Arah mata angin 45.Nanggroe Aceh Darussalam (singkat) 47.Mata (Bhs. Inggris) 49.Jamuan makan untuk orang banyak 51.Suku bangsa yang menghuni daerah kutub utara 52.Asuransi Kesehatan 53.Paku 54.topi petani 59.Singkatan untuk Nama Negara taiwan 60.Indeks Prestasi Komulatif (singkat).

Edisi 18

Edisi 18

nama-nama pemenang Mewarnai tabloid tabangun aceh edisi 17:1.septi aklima Fadila santi, Kelas VI, SDN 6 Baktya Barat, Samponiet Aceh Utara, 2.sherlida rolumza, Kelas o, tK Persahabatan, Perumnas tiongkok Neuheun, Aceh Besar, 3.M.nuran Purnama, Kelas IV-a, SD It Al-Azhar, lamgugob Banda Aeh, 4.Farhansyah Putra, Kelas III-a, MIN Mesjid Raya Banda Aceh, 5.naila, Kelas II, SDN Mibo, Banda Aceh, 6. M Firza Duana, kelas VI-a, MIN Geudong, Kec. Samudera, Aceh Utara.

Rubrik Kreatifitas Anak terselenggara atas dukungan dan kerjasama dengan

nama-nama pemenang tts tabloid tabangun aceh edisi 171.Muhammad Furqan, Kelas III, SDN Pasi Pinang, Aceh Barat, 2.Ataillah Qudri Al Yusufi, Kelas V-a, MIN Peureulak A-timur, 3.Miftahul Jannah, Kelas V, SDN Babah Jurong, kec.Meurah Dua , Pijay, 4.Desi ramadhani, kelas III-b, SDN 3 Banda Sakti, Lhoksumawe, 5.rezasyah putra, Kelas V-b, SDN Cot Meurasa Blang Bintang, Aceh Besar, 6.Zhia Zatalini, Kelas V-a SD It Al-Azhar Langgugob Banda Aceh.

Jawaban tts eDisi 17 :Mendatar : 1.tempurung, 5.Sabang, 7.Pluto, 9.Rempah, 12.Garam, 13.Bakau, 14.Uang, 16.Abdya, 18.Laba, 20.Angin, 22.Kursi, 24.Liar, 25.Diam, 27.Net, 29.Jas, 30.Sedang, 33.Irama, 34.Animal, 37.Sulawesi, 40.Belakang, 43.Kanji, 46.King, 47.Laut, 49.Bakar, 52.Angsa, 53.Antum, 54.Akur, 55.Salak, 56.BKPG, 57.Alangkah, 58.Seulawah. Menurun : 1.tegur, 2.Pil, 3.RBt, 4.Garuk, 5.Saku, 6.Anggar, 7.Paman, 8.ombak, 10.maulid, 11.Hama, 15.Api, 17.Dermawan, 19.Dua, 21.Gang, 23.Rusa, 24.Las, 26.Mil, 28.titik, 29.Jambi, 31.DLL, 32.New, 35.Nya, 36.MAA, 38.Anggaran, 39.Elang, 41.Lezat, 42.Kolombia, 44.Apa, 45.JKA, 46.Kepada, 48.tengah, 49.Basah, 50.Kelas, 51.Rakus.

Page 16: Sejahtera dengan MDGs

Tabloid TabaNGUN aCEH - Edisi 18 | okTobEr 201116

Suhaili menyapa ramah saat saya bertan-dang ke kebunnya. Keriputan kulitnya sudah tak bisa ia sembunyikan. Ia kini

tak lagi muda, umurnya telah telah berkepala enam, masa yang lazim dimanfaatkan untuk istirahat dan pensiun. Namun, kebiasaan itu sepertinya tak berlaku bagi Suhaili.

Tanpa banyak bicara, kakinya terus saja melangkah dan mengajak saya menyelusuri perkebunan jeruk nipisnya di desa Keude Rundeng Kecamatan Kluet Selatan, Aceh Selatan. ”Nah, coba lihat yang itu! Buahnya sangat lebat sehingga membutuhkan banyak tiang penyangga supaya batangnya tidak tum-bang”, katanya sembari menunjukkan satu batang jeruk nipis, Minggu (9/10/2011).

Dengan seksama, saya pun mengamati pohon jeruk nipis berbuah hijau yang dimak-sud Suhaili itu. Sambil berusaha menghitung satu per satu, saya lalu bertanya: ”Kok bisa begini banyak buahnya Pak?”

Suhaili lantas mengajak saya untuk duduk di sebuah pondok yang ada dike-bunnya, kami duduk sambil meneguk air mineral yang sengaja saya bawa. Tak berse-lang lama, ia mulai menjelaskan secara rin-ci, apa rahasia yang dilakukannya sehingga dia termotivasi dalam membudidayakan tanaman ini, padahal petani lain lebih ter-tarik pada perkebunan sawit, coklat seperti yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat ini.

Sambil menarik rokok kreteknya, Suhaili bercerita. ”Berawal dari nonton televisi, saya tertarik kepada salah satu iklan shampo yang

ditayangkan. Iklan itu menceritakan tentang bahan baku untuk dijadikan shampo yang berasal dari jeruk nipis. Melihat iklan terse-but kepala saya terus berpikir untuk meman-faatkan peluang ini dengan menyediakan bahan bakunya. Selain itu, lagi jeruk nipis selalu dibutuhkan oleh kaum ibu memasak gulainya,” ungkap Suhaili.

Saya pun manggut-manggut mendengar cerita Suhaili. Sebab, ternyata Suhaili yang tidak lulus sekolah rakyat ini mempunyai “antene” tinggi dan bisa berpikir sejauh itu. Keyakinan Suhaili untuk membudidayakan tanaman jeruk nipis telah berbuah manis. Saat ini Suhaili telah mempunyai sekitar em-pat hektar kebun jeruk nipis.

Menurut pengakuannya, kebunnya itu di panen perminggu, setiap minggu menghasil-kan sekitar 2 ton dengan harga Rp 3.000/kg. “Jadi dalam sebulan kebun Bapak bisa mengahasilkan 8 ton dan jika diuangkan bisa menghasilkan sekitar Rp 24 juta?,” tanya saya kepadanya. “Alhamdulillah, begitulah kira-kira,” katanya.

Pendapatan pria yang tak sempat me-namatkan SD itu sungguh fantastis. Pegawai negeri dengan gelar sarjana saja harus bek-erja selama 10 bulan untuk mendapatkan angka sebesar itu. Ini menunjukkan, usaha keras, terfokus dan konsisten akan mem-bawa hasil maksimal jika digarap dengan sungguh-sungguh.

Suhaili juga bercerita bahwa budidaya tanaman jeruk nipis tidak susah dan tidak butuh modal yang besar, cukup dengan kerja

Jemari tangannya tampak asik mene-kan tombol-tombol key board laptop di pangkuannya. Bola matanya seakan enggan berkedip mengamati kalimat demi kalimat yang ia susun di layar note book. Meski hari libur, perempuan ini tak membuang-buang waktu untuk leha-leha. Sembari menyele-saikan tugasnya, sesekali ia memberi arahan kepada putranya yang sedang menonton si-aran televisi di ruang keluarga.

Begitulah pemandangan yang ditang-kap Tabangun Aceh saat menemui Dra Kusumawati Hatta, M.Pd di rumahnya di kawasan Lamnyong, Banda Aceh, Minggu (23/10/2011) siang. Kedatangan Tabangun Aceh mendapat sambutan hangat. Ia pun meluangkan waktu sejenak untuk berbicara soal aktivitasnya sehari-hari dan fenomena aktual perempuan Aceh.

“Sebenarnya kedudukan laki-laki dan perempuan setara di mata agama dan se-jalan dengan tradisi Aceh. Laki-laki dan perempuan mempunyai potensi yang sama. Hanya saja selama ini posisi perempuan sedikit tertinggal dan butuh dukungan se-mua pihak untuk bangkit sehingga keseta-raan itu dapat dicapai,” ungkap perempuan cantik ini mengawali diskusi.

Menyikapi fenomena itu, Kusumawati bekerja keras untuk membuktikan potensi perempuan sekaligus mengkampanyekan keadilan gender. Suami dari Ir Sulaiman Ubit ini mempunyai aktivitas sangat padat. Dia tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Direktur Women Development Centre (WDC) Kota Banda Aceh dan beberapa aktivitas sosial lainnya. Selain itu, perempuan kelahiran Labuhan

Haji, Aceh Selatan, 20 Desember 1964 ini juga tercatat sebagai mahasiswa jurusan Psikologi Konseling pada Program Doktor (S3) Universitas Malaya Kuala Lumpur.

Di tengah aktivitas yang sangat padat itu, ibu dari Rahayu Saputri (mahasiswi Fakultas Kedokteran Unaya dan TEN IAIN Ar-Raniry), Agung Pratama (siswa MAN Model Banda Aceh) dan Angga Pratama (siswa SMA Modal Bangsa) ini tetap memiliki waktu luang untuk mengu-rusi rumah tangga. Dia meyakini, keseta-raan gender tidak berarti tugas perempuan sebagai ibu dapat dihilangkan. “Kita harus mampu mengatur waktu sehingga semua tugas dapat kita penuhi tanpa mengabaikan tugas-tugas pokok di rumah,” ungkap per-empuan yang sudah dua periode menjabat sebagai direktur WDC Banda Aceh ini.

Bersama WDC, Kusumawati telah ber-hasil memunculkan kesadaran sebagian perempuan di wilayah Banda Aceh. Di antara kegiatan yang telah dan sedang dia jalankan bersama WDC adalah peningka-tan kapasitas perempuan melalui pelatihan-pelatihan (leadership, ekonomi, politik, hukum), membangun 14 intitusi bale inong di desa-desa, membuat data base per-empuan, memberi pendampingan dalam kasus KDRT, dan memfasilitasi Musyawa-rah Rencana Aksi Perempuan (Musrena) yang hasilnya akan dibawa ke forum rapat SKPD sebagai masukan dalam merancang

program pembangunan.WDC yang beralamat di jalan terusan

P.Nyak Makam Pango, kata Kusumawati, saat ini memiliki training centre untuk mel-atih keterampilan perempuan. Dua tahun lalu Ford Foundation membantu perang-kat komputer, jaringan internet dan modal bergulir @Rp.21 juta/bale inong. “WDC membantu usaha ekonomi micro melalui bale inong dan sudah berjalan di 7 tempat. Alhamdulillah program ini berjalan lancar dan tidak macet dalam pengembalian mod-al,” sambung Kusumawati.

Selain itu, kata dia, GTZ dan BRR per-nah menyumbang sejumlah mesin jahit ke-pada WDC. Sementara PT Telkom meng-hibah 10 unit komputer. “Dengan fasili-tas yang ada, kita secara rutin melakukan pelatihan keterampilan kepada pengurus bale inong. Keterampilan yang rutin diberi-kan meliputi menjahit baju, seprei, bordir dan sulaman. Dengan adanya keterampilan ini diharapkan kaum perempuan mempun-yai kemandirian ekonomi,” katanya.

Di akhir diskusi, alumnus Program Pas-casarjana UPI Bandung ini berpesan agar setiap lembaga pemerintah mengakomodir program-program pro-perempuan. “Tat-kala persepsi gender sudah adil dan tereali-sir maka saat itu tak perlu lagi instansi yang bergerak di bidang pemberdayaan perem-puan seperti Biro PP atau WDC,” ungkap Kusumawati. [hasan basri m nur]

keras saja. Bibitnya mudah didapatkan, bisa dengan dicangkok saja. Tanaman nyaris tidak punya penyakit. Untuk hasil yang lebih bagus sebaiknya kebun jeruk nipis disela dengan tanaman pala seperti yang dilakukan Suhaili di kebunnya.

Jika digarap dalam jumlah besar, maka pemasarannya juga tidak susah, karena selalu ada tauke besar yang menampungnya untuk dibawa ke Medan. Dengan penghasilan ke-bun jeruk nipis tersebut, pria enam anak itu

telah mampu menyekolahkan anaknya sam-pai ke perguruan tinggi, bahkan ada yang su-dah yang menjadi sarjana.

Di akhir perbincangan dengan Tabangun Aceh, Suhaili menitipkan pesan kepada pen-duduk Aceh: Janganlah bermalas-malasan seperti duduk berlamaan di warung kopi, tidak ada manfaatnya. Berusaha dan bekerja keraslah dan jangan berharap yang muluk-muluk, Insya Allah hasilnya pasti ada. [as-war liam]

Iklan Shampo Ubah Nasib Suhaili Jadi Jutawan

Foto: ASWAR LIAM

tERINSPIRASI iklan shampo berbahan dasar jeruk nipis di televisi, Suhaili menggarap kebun jeruk di Kluet Selatan. Setiap bulan dia memanen sekitar 8 ton jeruk yang dihargai Rp 24 juta.

Mengurus UmatAbaikan Keluarga

tanpaKusumawati Hatta,