Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Anxiety Disorders/Gangguan Kecemasan adalah gangguan yang paling umum, atau sering terjadi berupa gangguan mental, dimana dalam hal ini meliputi suatu kelompok kondisi-kondisi yang terbagi antara gangguan kecemasan yang ekstrim atau patologis sebagai gangguan yang mengenai suasana hati atau tekanan emosional. Kecemasan, yang dipahami sebagai lawan dari ketakutan normal, adalah jelmaan oleh gangguan suasana hati, seperti halnya berpikir, perilaku, dan aktivitas fisiologis. Banyak pasien dengan gangguan kecemasan mengalami gejala fisik berkaitan dengan kecemasan dan kemudian mengunjungi penyedia layanan kesehatan (Yates, 2012). Anxiety Disorders mempengaruhi sekitar 40 juta orang dewasa America usia 18 tahun dan lebih tua (sekitar 18%) pada tahun tertentu, menyebabkan mereka dipenuhi dengan rasa takut dan ketidakpastian. Anxietas disebabkan oleh keadaan stress (seperti berbicara di depan umum atau kencan pertama), gangguan kecemasan berlangsung setidaknya 6 bulan terakhir dan dapat memburuk jika tidak diobati. Anxietas sering terjadi bersama dengan gangguan mental atau penyakit fisik lainnya, termasuk penyalahgunaan zat atau alkohol, yang dapat menutupi gejala kecemasan atau membuat mereka lebih buruk. Dalam beberapa kasus, penyakit lain perlu 1
54

Revisi Ocd

Jul 26, 2015

Download

Documents

neznest
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revisi Ocd

BAB I

PENDAHULUAN

Anxiety Disorders/Gangguan Kecemasan adalah gangguan yang paling umum,

atau sering terjadi berupa gangguan mental, dimana dalam hal ini meliputi suatu

kelompok kondisi-kondisi yang terbagi antara gangguan kecemasan yang ekstrim atau

patologis sebagai gangguan yang mengenai suasana hati atau tekanan emosional.

Kecemasan, yang dipahami sebagai lawan dari ketakutan normal, adalah jelmaan oleh

gangguan suasana hati, seperti halnya berpikir, perilaku, dan aktivitas fisiologis. Banyak

pasien dengan gangguan kecemasan mengalami gejala fisik berkaitan dengan

kecemasan dan kemudian mengunjungi penyedia layanan kesehatan (Yates, 2012).

Anxiety Disorders mempengaruhi sekitar 40 juta orang dewasa America usia 18

tahun dan lebih tua (sekitar 18%) pada tahun tertentu, menyebabkan mereka dipenuhi

dengan rasa takut dan ketidakpastian. Anxietas disebabkan oleh keadaan stress (seperti

berbicara di depan umum atau kencan pertama), gangguan kecemasan berlangsung

setidaknya 6 bulan terakhir dan dapat memburuk jika tidak diobati. Anxietas sering

terjadi bersama dengan gangguan mental atau penyakit fisik lainnya, termasuk

penyalahgunaan zat atau alkohol, yang dapat menutupi gejala kecemasan atau membuat

mereka lebih buruk. Dalam beberapa kasus, penyakit lain perlu diobati sebelum

seseorang mengobati gangguan kecemasannya (NIMH, 2009).

Jika memeriksa pasien dengan gangguan kecemasan, klinisi harus membedakan

antara kecemasan normal atau patologis. Pada tingkat praktis, kecemasan patologis

dibedakan dari kecemasan normal oleh penilaian pasien, keluarganya, teman-temannya,

dan klinisi bahwa kecemasan patologis, pada kenyataanya, terdapat. Penilaian tersebut

didasarkan pada laporan keadaan internal pasien, perilakunya, dan kemampuan pasien

untuk berfungsi. Seseorang pasien dengan kecemasan patologis memerlukan

pemeriksaan neuropsikiatrik yang menyeluruh dan suatu rencana pengobatan yang

disusun secara individual. Klinisi harus menyadari bahwa kecemasan mungkin

merupakan komponen dari banyak kondisi medis dan gangguan mental lainya,

khususnya gangguan depresif (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

Karena jelas menguntungkan bagi seseorang untuk berespon dengan kecemasan di

dalam situasi tertentu yang mengancam, kita dapat mengatakan kecemasan normal

1

Page 2: Revisi Ocd

sebagai lawan dari kecemasan patologis. Kecemasan adalah penyerta yang normal dari

pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba,

dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti hidup. Sebaliknya, kecemasan patologis

adalah respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada

intensitas atau durasinya (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut

ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar,

seringkali disertai oleh gejala otonom, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,

kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan. Seseorang yang kecemasan

mungkin juga merasa gelisah, seperti ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama.

Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari

orang ke orang (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

2

Page 3: Revisi Ocd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Kecemasan / Anxiety Disorder

Secara harafiah, anxiety disorder dapat diartikan sebagai gangguan kecemasan,

yaitu perasaan takut dan khawatir yang tidak menyenangkan. Apabila kecemasan dan

ketakutan terjadi secara berlebihan dan mengganggu fungsi normal seorang manusia,hal

itu disebut gangguan kecemasan (anxiety disorder).Berdasarkan Diagnostic dan

Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), gangguan kecemasan

terbagi menjadi enam kategori utama, yaitu phobia, gangguan panik (panic disorder),

generalized anxiety disorder (GAD), obsessive-compulsive disorder (OCD), post-

traumatic stress disorder (PTSD), dan acute stress disorder (ASD).

1. Fobia

a. Definisi

Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan

penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.

DSM-IV menuliskan terdapat 2 jenis fobia: fobia spesifik dan fobia sosial

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

1) Fobia Spesifik

Fobia spesifik lebih sering dibanndingkan dengan fobia sosial. Fobia ini

merupakan gangguan mental yang paling sering pada wanita dan nomor

dua tersering pada laki-laki, hanya setelah gangguan berhubungan dengan

zat. Prevalensi fobia spesifik adalah kira-kira 5-10 per 100 orang. Rasio

perbandingan antara wanita dan pria adalah 2 berbanding 1 (Kaplan H.,

Sadock B., Grebb J, 2010).

2) Fobia Sosial

Prevalensi enam bulan untuk fobia sosial adalah kira-kira 2-3 per 100

orang. Dalam penelitian epidemiologis, wanita lebih sering terkena

daripada laki-laki, tetapi pada sampel klinis sering kali terjadi hal yang

3

Page 4: Revisi Ocd

sebaliknya. Onset usia puncak untuk fobia sosial adalah pada usia belasan

tahun, walaupun sering kaling paling muda pada usia 5 tahun dan paling

lanjut pada usia 35 tahun (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

b. Etilogi

1) Fobia Spesifik

Perkembangan fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing)

objek atau situasi tertentu dengan emosi ketakutan dan panik. Pada

umumnya, suatu kecenderungan tidak spesifik untuk mengalami

kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup), jika

suatu peristiwa spesifik (sebagai contoh, mengemudi) dipasangkan dengan

pengalaman emosional (sebagai contoh, kecelakaan), orang adalah rentan

terhadap asosiasi emosional permanen antara mengemudikan kendaraan

dan ketakutan atau kecemasan. Pengalaman emosional sendiri dapat

responsif terhadap kejadian eksternal, seperti kecelakaan lalu lintas, atau

kejadian internal, paling sering adalah serangan panik. Walaupun

seseorang mungkin tidak pernah mengalami serangan panik lagi dan

mungkin tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan panik, orang

tersebut mungkin memiliki ketakutan umum untuk mengemudikan dan

bukan suatu ketakutan mengalami serangan yang diekspresikan saat

mengemudikan (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

Faktor genetika, fobia ini cenederung berada dalam keluarga. Tipe darah,

injeksi, cedera cenderung memiliki kecenderungan keluarga yang tinggi.

Dilaporkan bahwa duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena

memiliki sekurangnya satu sanak saudara derajat pertama dengan fobia

spesifik dari tipe yang sama (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

2) Fobia Sosial

Beberapa penelitian melaporkan kemungkinan adanya sifat pada beberapa

anak yang ditandai oleh pola inhibisi perilaku yang konsisten. Sifat

tersebut mungkin cukup sering pada anak-anak yang orang tuanya

menderita gangguan panik dan mungkin berkembang menjadi pemalu

4

Page 5: Revisi Ocd

yang parah saat anak tunbuh menjadi besar. Sekurangnya beberapa orang

dengan fobia sosial mungkin mengalami inhibisi perilaku yang terlihat

selama masa anak-anak (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

Faktor genetika, sanak saudara derajat pertama orang dengan fobia sosial

adalah kira-kira tiga kali lebih mungkin menderita fobia sosial

dibandingkan sanak saudara derajat pertama orang tanpa gangguan mental.

Dari beberapa data yang ada menyatakan bahwa kembar monozigotik

adalah lebih sering bersesuaian dibandingkan dengan kembar dizigotik

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

c. Diagnosis

1) Fobia Spesifik

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Fobia Spesifik

Kriteria Keterangan

A Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak

beralasan, ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau

situasi tertentu

B Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon

kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik yang

berhubungan dengan situasi atau diprediposisikan oleh situasi

C Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak

beralasan

D Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadapi dengan

kecemasan atau penderitaan yang kuat

E Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi

yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas orang normal,

fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain

F Pada individu dibawah usia 18 tahun, durasi sekurangnya 6 bulan

G Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik berhubungan

dengan objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan

oleh gangguan mental lain, seperti gangguan obsesif-kompulsif,

gangguan stres pascatraumatik, fobia sosial, gangguan panik dengan

5

Page 6: Revisi Ocd

agrofobia

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010)

Sebutkan Tipe:

Tipe binatang

Tipe lingkungan alam (misalnya, ketinggian, dll)

Tipe darah, injeksi, cedera

Tipe situasional (misalnya, pesawat udara)

Tipe lain (misalnya, penghindaran pada suara keras atau karakter

bertopeng)

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010)

2) Fobia Sosial

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Fobia Sosial

Kriteria Keterangan

A Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi

sosial atau kinerja dimana orang bertemu dengan orang yang tidak

dikenal

B Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu

mencetuskan kecemasan, yang dapat berupa serangan panik yang

berkaitan dengan situasi atau diprediposisikan oleh situasi

C Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak

beralasan

D Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti adalah dihindari, atau jika

tidak dapat dihindari dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan

yang kuat

E Penghindaran, antisipasi fobik, atau penderitaan dalam situasi sosial

atau kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang,

fungsi pekerjaan, atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain

F Pada individu dibawah usia 18 tahun, durasi sekurangnya 6 bulan

G Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena efek fisiologis

langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum dan tidak dapat

diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

6

Page 7: Revisi Ocd

H Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain,

rasa takut dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010)

Sebutkan jika:

Menyeluruh: rasa takut termasuk situasi yang paling sosial (juga

pertimbangkan diagnosis tambahan gangguan kepribadian menghindar)

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

d. Diagnosis Banding

1) Fobia Spesifik

Diagnosis lain yang harus dipertimbangkan didalam diagnosis banding

fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan obsesif-kompulsif, dan

gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis adalah ketakutan akan

menderita suatu penyakit, sedangkan fobia spesifik tipe penyakit adalah

ketakutan akan tertular penyakit. Beberapa pasien dengan gangguan

obsesif-kompulsif memanifestasikan perilaku yang tidak dapat dibedakan

dari perilaku seorang pasien dengan fobia spesifik. Gangguan kepribadian

paranoid dapat dibedakan dari fobia spesifik oleh adanya ketakutan

menyeluruh pada pasien dengan gangguan kepribadian paranoid (Kaplan

H., Sadock B., Grebb J, 2010).

2) Fobia Sosial

Dua pertimbangan diagnosis banding tambahan untuk fobia sosial adalah

gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian skizoid (Kaplan H.,

Sadock B., Grebb J, 2010).

e. Terapi

1) Fobia Spesifik

Terapi yang paling sering digunakan adalah terapi pemaparan (exposure

therapy), terapi mensensitasi pasien, dengan menggunakan pemaparan

stimulus fobik yang serial, bertahap, dana dipacu diri sendiri. Ahli terapi

mengajari pasien tentang berbagai teknik untuk menghadapi kecemasan,

7

Page 8: Revisi Ocd

termasuk relaksasi, kontrol pernapasan, dan pendekatan kognitif terhadap

gangguan. Aspek kunci keberhasilan terapi yakni (1) komitmen pasien

terhadap pengobatan, (2) masalah dan tujuan yang diidentifikasi dengan

jelas, dan (3) strategi alternatif yang tersedua untuk mengatasi perasaan

pasien. Pada situasi spesifik fobia darah, injeksi dan cedera, ahli terapi

menganjurkan bahwa pasien mengencangkan tubuhnya selama pemaparan

untuk membantu menghindari kemungkinan pingsan akibat reaksi

vasovagal terhadap stimulus fobik (Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

2) Fobia Sosial

Pengobatan fobia sosial menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi, dan

berbagai pendekatan adalah diindikasikan untuk tipe umum dan situasi

kinerja. Inhibitor monoamin oksidase, khususnya phenelzine (Nardil),

adalah efektif dalam mengobati fobia sosial tipe umum. Alprazolam

(Xanax), clonazepam (Klonopin), dan kemungkinan inhobitor ambilan

kembali serotonin juga merupakan obat lain yang efektif untuk digunakan

(Amir N, 2007).

Psikoterapi untuk fobia sosial tipe umum biasanya melibatkan suatu

kombinasi metode perilaku dan kognitif, termasuk latihan ulang kognitif,

desensitasi, sesion selama latihan, dan berbagai tugas pekerjaan rumah

(Kaplan H., Sadock B., Grebb J, 2010).

Pengobatan fobia sosial disertai dengan situasi kinerja sering kali

melibatkan pemakaian antagonis reseptor adrenergik-beta segera sebelum

pemaparan dengan stimulus fobik. Dua senyawa yang paling luas

digunakan adalah atenolol (Tenormin), 50 sampai 100 mg tiap pagi atau

satu jam sebelum kinerja, dan propanolol (20-40 mg) (Kaplan H., Sadock

B., Grebb J, 2010).

2. Gangguan Panik / Panic Disorder

a. Pengertian Umum

Gangguan panik mencangkup munculnya serangan panik yang berulang dan

tidak terduga. Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang

8

Page 9: Revisi Ocd

intens disertai dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar,

nafas cepat, nafas tersenggal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan

rasa lemas serta pusing tujuh keliling (Hoeksema, 2007). Serangan-serangan

ini disertai dengan perasaan teror yang luar biasa dan perasaan akan adanya

bahaya yang akan segera menyerang atau malapetaka yang akan segera

menimpa serta juga disertai dengan suatu dorongan untuk melarikan diri dari

situasi ini. Orang yang mengalami serangan panikcenderung sangat menyadari

adanya perubahan pada degub jantung mereka (Hoeksema, 2007).

Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam

10-15 menit. Serangan biasanya berlangsung selama beberapa menit, tetapi

dapat berlanjut sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan yang

kuat untuk melarikan diri dari situasi dimana serangan itu terjadi. Beberapa

orang dengan serangan panik, takut untuk pergi keluar sendiri. Serangan panik

yang berulang kemungkinan menjadi sulit untuk dihadapi sehingga

penderitanya mempunyai keinginan untuk bunuh diri.

Suatu diagnosis gangguan panik didasarkan pada kriteria berikut:

1) Mengalami serangan panik secara berulang dan tak terduga (sedikitnya

dua kali)

2) Sedikitnya satu dari serangan tersebut diikuti oleh paling tudak satu bulan

rasa takut yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa

kecemasan akan implikasi atau konsekuensi dari serangan (misalnya takut

kehilangan akal atau menjadi gila atau menderita serangna jantung), atau

perubahan tingkah laku yang signifikan (misalnya, menolak meninggalkan

rumah atau keluar ke masyarakat karena takut mendapat serangan lagi).

b. Etiologi

1) Perspektif Biologis

a) Peran Genetik

Ada petunjuk kuat faktor genetik ikut berperan. Angka prevalensi

tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik.

Demikian juga pada kembar monozigot.Gangguan panik tampaknya

berjalan dalam keluarga (Craske & Waters, 2005). Sebuah studi yang

9

Page 10: Revisi Ocd

menggambarkan riwayat keluarga yang mengalami gangguan panik

menemukan bahwa sekitar 10 persen dari keluarga terdekat orang-

orang dengan gangguan panik juga memiliki gangguan panik. Sebagai

perbandingan, hanya sekitar 2 persen dari keluarga terdekat tanpa

gangguan panik memiliki gangguan (Hettema, Neale, & Kendler,

2001). Secara khusus, anak-anak dari orang tua dengan gangguan

panik akan meningkatkan risiko mengalami gangguan panik

(Biederman et al, 2001). Studi mengenai anak kembar dengan

gangguan panik pada berbagai tingkat kesesuaian untuk kembar

monozigot dan dizigot, tetapi umumnya menemukan bahwa 30 sampai

40 persen dalam tingkat gangguan panik adalah karena genetika.

Kerentanan stress – model gangguan panik menunjukkan bahwa

kerentanan biologis untuk mengalami hipersensitif atau tanggapan

peningkatan berinteraksi dengan kecenderungan untuk terlibat dalam

kognisi menganggap sesuatu sebagai bencana untuk menciptakan

serangan panik dan gangguan panik.

b) Neurotransmitter dan Otak

Terdapat hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer

dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik. Adanya peningkatan

tonus simpatik pada beberapa orang dengan gangguan panik. Sistem

neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin,

dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Dalam lingkungan penelitian

telah ditemukan zat penyebab panik (seringkali disebut panikogen)

yang menyebabkan stimulasi respirasi dan pergeseran keseimbangan

asambasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infus laktat,

PET scan, dan prolaps valvula mitral ditemukan pada pasien dan

diperkirakan menjadi penyebab/faktor biologik pada gangguan ini.

Sebagian besar teori-teori neurologis modern, gangguan panik adalah

hasil dari penemuan kebetulan oleh psikiater Donald Kleinin tahun

1960-an bahwa obat antidepresan mengurangi serangan panik (Klein,

1964). Karena obat ini mempengaruhi tingkat neurotransmiter

10

Page 11: Revisi Ocd

norepinefrin di otak, Klein beralasan norepinefrin yang mungkin

terlibat dalam gangguan panik. Selama bertahun-tahun, bukti telah

dipasang neropinephrine yang mungkin kurang diatur pada orang

dengan gangguan panik, terutama di daerah batang otak yang disebut

lokus seruleus.

Penelitian menunjukkan bahwa, ketika orang diberi obat yang

mengubah aktivitas norepinefrin, particuarly di lokus seruleus

mengalami perubahan dan dapat menimbulkan serangan panik.

Neurotransmiter lain, serotonin particullary, gamma aminobutyric acid

(GABA), dan cholecystokinin (CCK), telah terlibat dalam gangguan

panik. Penelitian juga telah difokuskan pada serotonin, berikut bukti-

bukti bahwa obat yang mengubah fungsi sistem serotonin sangat

membantu dalam mengurangi serangan panik (Bell & Nutt, 1998).

Beberapa teori menyatakan bahwa gangguan panik ini disebabkan

tingkat serotonin berlebihan dalam area utama otak, namun teori lain

menyatakan itu adalah karena kekurangan kadar serotonin (Bell &

Nutt, 1998; Bourin et al, 1998).  Studi menunjukkan bahwa

peningkatan serotonin di daerah tertentu dari batang otak (khusus abu-

abu periaqueductal) mengurangi respon seperti panik, sedangkan

peningkatan soerotonin dalam peningkatan kecemasan amigdala,

khususnya kecemasan antisipatif.

Beberapa wanita yang dengan gangguan panik mengalami

peningkatan gejala kecemasan selama periode pramenstruasi mereka

dan periode postpartum. Ini mungkin bahwa hormon ovarium tersebut,

khususnya progesteron, memainkan peran dalam kerentanan terhadap

serangan panik. Progesteron dapat mempengaruhi aktivitas baik

serotonin dan sistem neurotransmitter GABA. Fluktuasi kadar

progresteron dengan siklus menstruasi atau pada periode postpartum

sehingga mungkin mengakibatkan ketidakseimbangan di dalam atau

disfungsi dari serotonin atau sistem GABA, sehingga mempengaruhi

mereka mengalami kerentanan panik. Selain itu, peningkatan

progresteron dapat menyebabkan hiperventilasi kronis. Pada wanita

11

Page 12: Revisi Ocd

rentan terhadap serangan panik, ini mungkin cukup untuk

menginduksi serangan panik penuh.

2) Perspektif Psikologis

a) Model Kognitif

Teori kognitif berpendapat bahwa orang rentan terhadap serangan

panik cenderung (1) memberikan perhatian yang pernah dekat dengan

sensasi tubuh mereka, (2) salah menafsirkan sensasi tubuh dengan

cara yang negatif dan (3) terlibat dalam pemikiran bencana terus

membesar, melebih-lebihkan gejala mereka dan konsekuensi

dari gejala. Keyakinan bahwa tubuh memiliki konsekuensi gejala

berbahaya telah diberi label sensitivitas kecemasan. Beberapa studi

telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki sensitivitas

kecemasan tinggi, lebih cenderung memiliki gangguan serangan panik

lebih sering, atau serangan panik berkembang dari waktu ke waktu,

dibandingkan dengan orang-orang sensitivitas kecemasan rendah.

Dalam studi, peneliti yang meneliti apakah orang-orang dengan

gangguan panik dapat menghindari serangan panik, bahkan setelah

menghirup dioxcide karbon, dengan memiliki "orang aman" di

dekatnya. Orang dengan gangguan panik terkena karbon dioksida

dengan kehadiran orang mereka menyelamatkan jauh lebih kecil

kemungkinannya untuk ecxperience gejala emosional dan fisik dari

kecemasan dibandingkan mereka yang terkena dioxcide karbon tanpa

orang terdekat. Selain itu, orang-orang dengan gangguan panik yang

tidak memiliki orang yang aman di dekatnya ketika mereka

menghirup karbon dioksida dilaporkan mlebih catastrophic kognisi,

seperti "Saya kehilangan kendali" dan "Saya mengalami serangan

jantung". Tampaknya ada orang yang aman di dekatnya mengurangi

kecenderungan untuk menafsirkan perubahan tubuh yang mereka

alami sebagai berbahaya.

12

Page 13: Revisi Ocd

b) Model Integrasi

Orang-orang ini biasanya tidak mengalami serangan panik yang sering

atau gangguan panik, kecuali mereka juga terlibat dalam membuat

bencana kognisi tentang gejala fisiologis mereka. Kognisi ini

meningkatkan intensitas ringan mereka awalnya sistem fisiologis ke

titik serangan panik. Mereka juga menyebabkan menjadi waspada

untuk tanda-tanda serangan panik, yang menempatkan mereka terus-

menerus pada ringan sampai sedang tingkat kecemasan. Tingkat

kecemasan ini meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan

menjadi panik lagi, dan siklus terus.

3) Faktor Psikososial

Teori psikososial menyatakan bahwa panik terjadi karena kegagalan

mekanisme pertahanan terhadap impuls yang menyebabkan

kecemasan. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan

dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau

perpisahan yang belum lama.

Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan

untuk menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia.

Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu

respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau

melalui proses pembiasan klasik. Teori psikoanalitik memandang

serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak  berhasil

dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang

sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu

perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala

somatik.Penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan

arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis

serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis

yang dipicu oleh reaksi psikologis.

13

Page 14: Revisi Ocd

c. Diagnosis

Serangan panik mencangkup suatu episode ketakutan yang intens atau perasaan

tak nyaman di mana sedikitnya empat dari ciri-ciri berikut ini tiba-tiba muncul

dan mencampai puncaknya dalam jangka waktu 10 menit:

Palpitasi jantung, jantung berdegub-degub, tachycardia (denyut jantung

cepat)

Berkeringat

Bergetar atau gemetar

Nafas pendek atau sensasi seperti terselubung sesuatu

Sensasi seperti tercekik

Sakit atau perasaan tak nyaman di dada

Perasaan mual atau tanda-tanda distres abdominal lainnya

Perasaan pusing, ketidakseimbangan, kepala enteng, atau seperti mau

pingsan

Perasaan aneh atau tidak riil tentang lingkungannya (derealisasi) atau

perasaan asing tentang dirinya sendiri (depersonalisasi)

Perasaan takut kehilangan kendali atau akan menjadi gila

Takut akan mati

Mati rasa atau sensasi kesemutan

Merasa kedinginan atau kepanasan

Menurut DSM-IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan panik harus

dibuktikan dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan

persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap: (1) serangan panik baru; (2)

konsekuensi serangan atau (3) terjadi perubahan perilaku yang signifikan

berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik,

kita harus menemukan minimal 4 dari 13 gejala diatas(Craske, 2010).

d. Pemicu

Salah satu upaya untuk mengatasi gangguan panik adalah dengan cara

menjauhkan pasien dari segala pemicu gangguan panik. Adapun beberapa

pemicu gangguan panik antaralain:

Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)

14

Page 15: Revisi Ocd

Penyakit somatik 

Adanya konflik dengan orang lain 

Penggunaan ganja

Penyalahgunaan stimulan seperti kafein, dekongestan, kokain dan obat-

obatansimpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)

Berada pada tempat-tempat tertutp atau tempat umum (terutama pada

gangguan panik yang disertai agoraphobia

Penggunaan sertaline, yang dapat menginduksi pasien gangguan panik

yang awalnya asimtomatik

Sindrom putus obat golongan SSRI yang dapat menginduksi gejala-gejala

yang menyerupai gangguan panikmenyerupai gangguan panik.

Pada beberapa penelitian, gejala-gejala serangan panik sering timbul pada

pasien penderita gangguan panik yang mengalami hiperventilasi,

menginhalasiCO2, konsumsikafein atau yang mendapat injekasi natrium laktat

hipertonis atau larutan salin hipertonis,kolesistokinin, isoproterenol,

fulamazenil, atau naltrexone.

e. Prognosis

Gangguan panik biasanya dimulai pada akhir masa remaja sampai pertenghan

30 tahunan (APA, 2000). Perempuan mempunyai kemungkinan dua kali lebih

besar untuk mengembangkan gangguan panik.

f. Psikofarmaka

Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik

diklasifikasikan sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik

dan serotonin reuptake inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti

ansietas, membantu beberapa orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin

menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh

jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat berkurang, jika

terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau

antidepresan(Elkins, 2011).

15

Page 16: Revisi Ocd

1) Antidepresan Trisiklik

Tricylic antidepresan, seperti imipramine, dapat mengurangi serangan

panik pada kebanyakan pasien (Doyle & Pollack, 2004). Salah satu

neurotransmitter yang mungkin terlibat dalam gangguan panik adalah

norepenipherine. Antidepresan tricylic diperkirakan untuk meningkatkan

fungsi dari sistem norepinepherine, dan ini mungkin efektif dalam

mengobati panik. Obat ini juga dapat mempengaruhi tingkat dari sejumlah

neurotransmiters lainnya, termasuk serotonin, sehingga mempengaruhi

tingkat kecemasan. Efek samping yang mungkin termasuk penglihatan

kabur, mulut kering, kesulitan buang air kecil, sembelit, berat badan, dan

disfungsi seksual.

2) Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)

Tipe lain dari obat yang digunakan untuk mengobati orang dengan

gangguan panik adalah selective serotonin reuptake inhibitor

(SSRI). Beberapa SSRI yang umum digunakan termasuk Paxil, Prozac,

Zoloft, dan Celexa. Obat ini meningkatkan tingkat fungsional dari

neurotransmitter serotonin di otak. Kemungkinan efek samping dari obat

ini termasuk gangguan pencernaan dan mudah tersinggung, insomia,

mengantuk, tremor, dan disfungsi seksual. Penelitian menunjukkan bahwa

SSRI lebih efektif daripada plasebo dan seefektif antidepresan trisiklik

dalam mengurangi gejala kecemasan akut (Culpepper, 2004; Doyle &

Polack, 2004; Annerbrink, 2010).

3) Benzodiazepin

Jenis obat ketiga yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah

benzodiazepin, yang menekan sistem saraf pusat dan berfungsi pengaruh

di neropinephrine, GABA, dan sistem serotonin neurotransmitter. Para

benzodiazepin disetujui untuk mengobati panik alprazolam dan

clonazepam. Obat ini bekerja dengan cepat untuk mengurangi serangan

panik dan gejala umum kecemasan pada kebanyakan orang dengan

gangguan panik (Culpepper, 2004). Sayangnya, benzodiazepin memiliki

16

Page 17: Revisi Ocd

tiga kelemahan utama. Pertama, mereka secara fisik dan psikologis

adiktif. Orang membangun toleransi terhadap obat ini, sehingga mereka

perlu meningkatkan dosis obat untuk mendapatkan efek positif. Pada

gilirannya, ketika mereka berhenti menggunakan obat tersebut, mereka

mengalami gejala penarikan yang sulit, termasuk irritability, tremor,

insomia, kecemasan, sensasi kesemutan, kejang dan paranoia.  Kedua,

dapat mengganggu fungsi kognitif dan motorik. Kemampuan orang untuk

mengendarai atau untuk menghindari kecelakaan terganggu, dan kinerja

mereka dalam pekerjaan, di sekolah, dan di rumah. Gangguan ini bisa

sangat parah jika benzodiazepin yang dikombinasikan dengan alkohol.

Ketiga, sekitar setengah dari pasien mulai mengalami serangan panik lagi

sesaat setelah penghentian pengobatan dengan obat-obatan, dan 90 persen

pasien akhirnya kambuh dalam gangguan panik setelah menghentikan

obat-obatan (Elkins, 2011).

g. Psikoterapi

Cognitive Behavioral Therapy

Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk semua gangguan kecemasan, termasuk

gangguan panik, melibatkan klien untuk menghadapi situasi atau pikiran-

pikiran yang membangkitkan kecemasan di dalamnya. Confortation tampaknya

membantu dalam dua cara: pikiran irasional tentang situasi ini bisa ditantang

dan diubah, dan perilaku kecemasan dapat dipadamkan. Terapi perilaku

kognitif setidaknya tampak sama efektif dalam menghilangkan gangguan panik

sebagai terapi obat, dan lebih efektif dalam mencegah kekambuhan (Barlow

dkk, 2000;. Kernady et al, 2003).

Ada beberapa komponen untuk intervensi perilaku kognitif.Pertama, klien

diajarkan relaksasi dan latihan pernapasan. Latihan-latihan ini berguna dalam

terapi untuk gangguan kecemasan karena mereka memberikan klien beberapa

kontrol atas sympoms mereka, yang kemudian memungkinkan mereka untuk

terlibat dalam komponen lain dari terapi.

Kedua, panduan klinikus klien dalam mengidentifikasi kognisi casastrophizing

yang mereka miliki mengenai sensasi perubahan dalam tubuh. Klien dapat

17

Page 18: Revisi Ocd

melakukan ini dengan menjaga catatan harian dari pikiran-pikiran mereka

tentang tubuh mereka pada hari antara sesi terapi, khususnya ketika mereka

mulai merasa mereka akan panik. Ketiga, klien berlatih menggunakan relaksasi

dan latihan pernapasan sementara mengalami gejala panik dalam sesi

terapi. Jika serangan panik terjadi selama sesi, terapis melatih klien dalam

penggunaan keterampilan relaksasi dan pernapasan, menunjukkan cara-cara

meningkatkan keterampilan mereka, dan mencatat keberhasilan klien telah

dalam menggunakan keterampilan ini untuk menghentikan serangan.

Keempat, terapis mengajarkan klien untuk menantang pikiran-pikiran mereka

untuk menggunakan teknik-teknik kognitif. Terapis dapat membantu klien

menafsirkan sensasi tubuh secara akurat. Kelima, terapis menggunakan terapi

desensitisasi sistematis untuk mengekspos klien secara bertahap untuk situasi

mereka paling takut sambil membantu mereka mempertahankan kontrol atas

gejala kepanikan mereka. Klien dan terapis menyusun daftar merangsang

situasi panik, dari yang paling mengancam untuk paling tidak

mengancam. Kemudian, setelah belajar keterampilan relaksasi dan pernapasan

dan mungkin mendapatkan beberapa kontrol atas gejala panik diinduksi selama

sesi terapi, klien mulai untuk mengekspos dirinya sendiri untuk situasi panik

merangsang, dimulai dengan sedikit mengancam.

3. Generalized Anxiety Disorder (GAD)

a. Definisi

Kecemasan tidak selalu memiliki asosiasi dengan hal-hal spesifik seperti pada

diri, situasi atau peristiwa tertentu, sebagai pusat atau sumber dari gangguan itu

sendiri sedangkan pada  generalized anxiety disorder tidak ada sumber yang

jelas dari kecemasannya. Kecemasan digeneralisasi dalam setiap kejadian

dalam tiap harinya(NICE,2011).

Penderita generalized anxiety disorder menganggap kekhawatiran mereka

sebagai sesuatu yang tidak dapat dikendalikan (Ruscio, Borkovek, & Ruscio,

2001). Usaha mereka untuk mengendalikan kecemasan biasanya gagal dan

biasanya menderita sejumlah simptom baik fisik maupun psikologis yang

mempengaruhi aspek sosial, pekerjaan dan fungsi kehidupan secara umum.

18

Page 19: Revisi Ocd

Mereka mudah merasa sering tidak berdaya dan sering berada dalam situasi

tertekan dan suli berkonsentrasi. Sering merasakan ketegangan yang sangat

besar yang membuat mereka tidak dapat berfikir, pada mala harinya sulit untuk

tidur, atau sulit untuk tetap tidur atau meskipun tidur, tidak merasakan

kepuasan dari tidurnya. Pada siang hari mereka merasa kelelahan, mudah

marah dan tegang. Kekhawatiran seorang dengan generalized anxiety disorder

dapat dialami selama bertahun-tahun. Pada kenyataannya individu dengan

gangguan ini menyatakan mereka tidak pernah tidak merasakan ketegangan

dan kecemasan setiap harinya. Dan orang lain cendrung melihat mereka

sebagai individu yang pesimis(Richard, 2009).

Kekhawatiran yang paling sering dirasakan adalah mengenai kesehatan mereka

dan masalah sehari-hari, seperti terlambat menghadiri pertemuan atau terlalu

banyak pekerjaan yang harus dikerjakan. Ketikan gangguan ini terjadi pada

anak-anak ketakukan dan kecemasan yang mereka rasakan biasanya

berhubungan dengan prestasi di sekolah. Gangguan ini memengaruhi 8,3% dari

populasi dan biasanya terjadi pada wanita (Kendler.dkk,..2005). pada populasi

yang lebih umum. Rasio jenis kelamin, kira-kira dua pertiganya adalah wanita;

pada kondisi klinis, 55 hingga 60 persen klien yang mendapatkan diagnosis

dengan kondisi ini adalah wanita (APA, 2000). Sebgianbesar terjadi pada

individu yang berusia masih sangat muda, tetapi peristiwa yang menimbulkan

stress ketika individu berada pada masa dewasa dapat menyebabkan

munculnya simptom ini(David, 2008).

b. Karakteristik Generalized Anxiety Disorder DSM –IV – TR

1) Mengalami kecemasan yang berlebihan dan perasaan kecemasan yang

sering muncul selama enam bulan. mempemgaruhi berbagai aktivitas atau

situasi seperti sekolah atau pekerjaan.

2) Kekhawatiran, kecemasan dan simptom fisik lainnya yang berhubungan

menyebabkan stress yang signifikan atau ketidakmampuan

3) Merasa kesulitan dalam mengendalikan perasaan kecemasan

4) Kecemasan dan kekhawatiran mereka diasumsikan sekurang-kurangnya

dengan tiga hal berikut (NICE, 2011):

19

Page 20: Revisi Ocd

Gelisah

Mudah merasa lelah

Sulit berkonsentrasi

Mudah marah

Otot yang tegang

Gangguan tidur

5) Fokus kecemasan dan kegelisahannya tidak termasuk dalam fokus yang

diutamakan pada pada Axis I; kegelisahan dan kecemasannya bukan

mengenai serangan panik (panic disorder), malu dengan masyarakat

(seperti school phobia), tidak termasuk dalam obsessivec ompulsive

disorder, tidak terfokus pada menjauh dari keluarga atau kerabat lain

seperti pada separation anxiety disorder, tidak terfokus pada berat badan

seperti anorexia nervosa atau bulimianervosa atau memiliki penyakit

serius seperti pada hypochondriasis, and bukan termasuk

dalamposttraumatic stress disorder (PTSD).

c. Etiologi

1) Perspektif Sosiokultural

Penting untuk dapat memahami peran faktor sosiokultural

dalam generalized anxiety disorder, stress hidup dapat menjadi dasar

meningkatkan kecendrungan individu mengalami kecemasan kronis secara

signifikan. Stress hidup tersebut dapat berupa bermacam-macam dari

berbagai hal.

2) Perspektif Psikoanalisis

Teori Psikoanalisis berpendapat bahwa sumber gangguan kecemasan

menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) adalah konflik yang tidak

disadari antara ego dan impuls-impuls id. Impuls-impuls tersebut biasanya

bersifat seksual atau agresif, berusaha untuk mengekpresikan diri namun

ego tidak membiarkannya, karena tanpa disadari merasa takut terhadap

hukuman yang akan diterima. Sumber kecemasan yang sebenarnya yaitu

hasrat-hasrat yang berhubungan dengan impuls-impuls id yang selalu

20

Page 21: Revisi Ocd

berusaha untuk mengekpresikan diri. Namun tidak ada pengalihan dari

hasrat-hasrat tersebut melalui suatu objek atau situasi, sehingga tidak

adanya suatu pertahanan dan hal ini menyebabkan seorang yang

menderitageneralized anxiety disorder selalu merasa kecemasan.

3) Kognitif Behavioral

Pemikiran utama menurut Kognitif Behavioral tentang generalized anxiety

disorder adalah gangguan tersebut disebabkan oleh proses-proses berpikir

yang menyimpang. Orang-orang yang menderita generalized anxiety

disorder seringkali salah mempersepsikan kejadian-kejadian biasa (seperti

menyebrang jalan) sebagai hal yang mengancam dan kognisi mereka

terfokus pada antisipasi berbagai bencana pada masa mendatang (Beck

dkk., 1987; Ingram & Kendall, 1987; Kendall & Ingram, 1989). Perhatian

penderita generalized anxiety disorder mudah terarah pada stimuli yang

mengancam (Mogg, Millar & Bradley 2000; Thayer dkk.,2000). Terlebih

lagi pasien generalized anxiety disorder lebih terpicu untuk mengartikan

suatu stimuli yang tidak jelas sebagai sesuatu yang mengancam dan

menilai berbagai kejadian yang mengancam lebih mungkin terjadi pada

mereka (Butler & Mathews, 1983).

4) Perspektif Biologis

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwageneralized anxiety

disordermemiliki komponen biologis.Generalized anxiety disorder sering

ditemukan pada orang-orang yang memiliki keluarga dengan penderita

gangguan ini. Pada penelitian anak kembar, ditemukan kemungkinan yang

lebih tinggi terjadi pada kembar identik(Monozygote) dibanding kembar

tidak identik (Dyzygote). Model neurobiologi menjelaskangeneralized

anxiety disorder dapat disebabkan oleh kerusakan dalam sistem GABA

(gamma-aminobutyric).Sistem GABA

merupakanneurotransmitterpenghambat kecemasan, sehingga kerusakan

pada sistem GABA menghasilkan suatu kecemasan yang tidak dapat

dikendalikan(Van der wee, 2008).

21

Page 22: Revisi Ocd

5) Perspektif Humanistik

Carl Rogers menjelaskan generalized anxiety disorder sebagai suatu

kurangnya penerimaan terhadap terhadap penghargaan yang tidak positif

dari orang lain yang memilii arti bagi dirinya. Sehingga seorang menjadi

terlalu kritis dengan dirinya sendiri dan perkembangan nilai dirinya.

d. Terapi

Selain dapat menggunakan CBT, dapat juga menggunakan obat-obatan sebagai

pendkatan biologis. Anxiolytic dapat digunakan untuk generalized anxiety

disorder (juga sering digunakan pada gangguan phobia tau gangguan

kecemasan lainnya). Obat-obatan terutama yang dapat digunakan

adalah benzodiazepin, seperti Valium dan Xanax, juga buspirone (BuSpar),

seringkali digunakan karena pervasivitas gangguan. Setelah diminum, obat

tersebut akan bekerja selama beberapa jam dan dapat menurunkan gejala

kecemasan dari penderita. Sejumlah studi double blind menegaskan bahwa

obat-obatan tersebut memberi lebih banyak manfaat

dibandingkan placebo (Apter & Allen, 1999). Beberapa studi menunjukkan

efektivitas beberapa antidepressan tertentu dari jenis tricyclic dan SSRI

(Pollack dkk., 2001; Roy-Byrne & Cowley, 1998).

Terdapat beberapa efek samping dari obat-obatan tersebut mulai dari

mengantuk, kehilangan memori, depresi, hingga ketergantungan fisik serta

kerusakan organ-organ tubuh. Selain itu jika pasien tidak meminum obat

manfaat yang diperoleh biasanya akan hilang.

4. Gangguan obsessif kompulsif / Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)

a. Definisi

Menurut DSM IV kriteria untuk obsesi (Greenberg W. M., 2011):

Pikiran, impuls, gambar, pengalaman berulang yang dialami beberapa

waktu, mengganggu, tidak sesuai, meningkatkan kecemasan dan distress.

Pasien biasanya mempunyai ketakutan akan mencederai orang

disekitarnya, tetapi pikiran berulang ini sangat sulit dihilangkan

22

Page 23: Revisi Ocd

Pikiran, gambar, impuls yang berulang bukan merupakan kekhawatiran

yang berlebih atas masalah hidup yang nyata.

Orang tersebut berusaha mengabaikan dan menekan pikiran, impuls, atau

gambar tersebut dengan memikirkan atau melakukan hal lain.

Orang tersebut mengetahui bahwa obsesi pikiran, gambar, impuls tersebut

berasal dari pikirannya sendiri (bukan thought insertsion).

Dan kriteria untuk kompulsif(Greenberg W. M., 2011):

Seseorang melakukan perilaku berulang (misal:mencuci tangan,

memerintah, mengecek) atau aktivitas mental (misal:berdoa, menghitung,

mengulang kata secara lirih) sebagai respon dari obsesi menurut aturan dan

dilakukan secara ketat. Perilaku ini bukan karena efek fisiologis langsung

atau keadaan medis umum

Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mengurangi atau mencegah

ketakutan atas kejadian atau situasi tertentu. Namun perilaku atau aktivitas

mental ini tidak terkait dapat secara realistik menetralkan atau mencegah

hal yang dikhawatirkan oleh pasien.

Kriteria OCD (F42) menurut PPDGJ-III

Gejala obsesif dan tindakan kompulsif atau keduanya harus ada hampir

setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.

Hal tersebut mengganggu aktivitas penderita dan menjadi sumber

penderitaan (distress).

Gejala obsesif harus disadari sebagai pikiran sendiri, sedikitnya ada satu

pikiran yang tidak berhasil dilawan oleh penderita, pikiran tersebut bukan

hal yang memberi kepuasan pada penderita, gagasan/pikiran/impuls yang

berulang harus merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Gejala obsesif yang terjadi bersama dengan depresi, skizofrenia, sindroma

Tourette, gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari

kondisi tersebut.

b. Etiologi

OCD belum diketahui penyebabnya secara pasti. Menurut Greist et al., dan

Kobak et al., dalam beberapa penelitian disebabkan abnormalitas dari

23

Page 24: Revisi Ocd

neurotransmiter serotonin (5-HT) dalam otak. Hipotesis lain tentang OCD

adalah adanya gangguan inhibisi intrakortkal dari sirkuit orbitofrontal-

subkortikal yang mempengaruhi emosi dan respon autonom. Pada keadaan

OCD yang berat dapat dilakukan cingulotomi untu memutus sirkuit tersebut

(Greenberg W. M., 2011).

Genetik juga berpengaruh pada OCD terutama yang mengkode catechol-O-

methyltransferase (COMT), monoamine oxidase-A (MAO-A), brain-derived

neurotrophic factor (BDNF), myelin oligodendrocyte glycoprotein (MOG),

GABA-type B-receptor 1, dan mu opioid receptor (Greenberg W. M., 2011).

Infeksi streptococcus grup A pada anak dan dewasa juga mentriger proses

autoimun memunculkan neuropsychiatric disorders associated with

streptococcal infections (PANDAS) yang pada postinfeksi memicu terjadinya

OCD dengan atau tanpa tic (Greenberg W. M., 2011).

Stress dapat memperburuk OCD tetapi bukan merupakan etiologi OCD. OCD

muncul dengan kecenderungan yang sama antara pria dan wanita antara usia

10-24 tahun. Pada pria biasanya menunjukkan onset yang lebih dini.

c. Penegakkan Diagnosis

Dari anamnesis didapatkan gejala tic seharusnya ditemukan. Selanjutnya

adalah mencari tahu tingkat keparahan dari gejala kompulsif yang dialami.

Pasien dengan OCD biasanya memiliki faktor komorbid seperti gangguan

depresi mayor, alkohol, gangguan ansietas lainnya, gangguan kontrol impuls

(misal: trichotillomania), gangguan tic dan Tourette, gangguan somatoform,

hipokondria, dan gangguan dismorfic tubuh, eating disorder, ADHD. Pada

pasien skizophrenia dengan OCD, terapi antipsikotik yang efektif seperti

clozapine justru memperparah gejala OCD. Pada pasien yang memiliki

kompulsif dalam mencuci tangan pada pemeriksaan fisik dapat ditemui adanya

ekzema karena mencuci yang berlebihan, rambut yang hilang (terkait

trichotillomania), ekskoriasi (terkait skin picking) (Greenberg W. M., 2011).

Ketika pasien sudah suspek OCD, pemeriksaan penunjang Yale-Brown

Obsessive Compulsive Scale (Y-BOCS) berguna untuk menentukan keparahan

OCD (Greenberg W. M., 2011).

24

Page 25: Revisi Ocd

d. Terapi

Terapi utama pasien OCD adalah CBT. Pasien yang berhasil diterapi dengan

CBT tidak memerlukan obat-obatan farmakologi, hanya memerlukan CBT

ulangan saat kambuh. Untuk terapi farmakologi dapat diberikan terapi utama 5-

HT reuptake inhibitor, seperti SSRI (fluoxetine, fluvoxamine, sertraline); selain

itu dapat diberi kombinasi antidepresan trisiklik dengan 5-HT dan NE reuptake

inhibitor. Kebanyakan pasien OCD tidak menunjukkan perbaikan dengan

terapi tunggal serotoninergik antidepresan (hanya menurunkan gejala 30-50%).

Terapi kombinasi antara norepinefrin (NE) reuptake inhibitor dan 5-HT

reuptake inhibitor menunjukan respon yang lebih baik dibanding terapi SSRI

tunggal. Respon klinik terhadap obat diamati selama 6-10 minggu (Greenberg

W. M., 2011).

Terapi pembedahan yang kadang dilakukan pada kasus OCD yang berat antara

lain cingulotomi, deep brain stimulation, dan transcranial magnetic

stimulation(Greenberg W. M., 2011).

e. Prognosis

Pasien OCD 70% yang diterapi mengalami perbaikan gejala, 15% mengalami

perburukan, 5% pasien mengalami remisi antara episode eksaserbasi. Terapi

CBT sebanyak 12-20 kali mengurangi gejala, meskipun demikian disarankan

tetap menjalani CBT dengan pola yang makin jarang untuk mencegah

kekambuhan (Greenberg W. M., 2011).

5. Gangguan Stress Pascatraumatik / Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

a. Definisi

PTSD didefinisikan sebagai ansietas yang patologis yang muncul pada

individu yang mengalami atau menyaksikan trauma yang berat meliputi

ancaman pada integritas fisik atau kehidupan dari seseorang atau orang lain (a).

pengalaman traumatik ini meliputi bencana alam, penyerangan kekerasan

secara personal, perang, kecelakaan lalu lintas yang berat, didiagnosis dalam

kondisi yang kritis. Pada anak-anak, pengalaman seksual yang tidak biasa

25

Page 26: Revisi Ocd

termasuk kondisi yang traumatik, meskipun tidak benar-benar terjadi kekerasan

atau luka fisik (Gore T. A., 2012).

PTSD dapat bersifat akut (gejala < 3 bulan), kronik (gejala > 3 bulan), ataupun

delayed onset(gejala selang 6 bulan dari saat kejadian trauma).

b. Etiologi

Faktor yang mempengaruhi PTSD antara lain faktor fisiologis dan faktor

resiko. Faktor fisiologis dimana stimulus traumatik memicu aktivitas

amygdala, hipotalamus, lokus ceruleus, periaquaductal gray, dan parabrachial

nucleus. Menurut Medina dan Smith, aktivasi dari bagian-bagian ini dan

aktivitas neurotransmiter serta neuroendokrin menyebabkan gejala PTSD.

Sebaliknya korteks orbitofrontal dan hipokampus menghambat aktivasi ini.1

Menurut Deykin, Marshall, dan Pierce, faktor resiko PTSD dapat digolongkan

menjadi faktor trauma, faktor individu, dan faktor posttrauma. Faktor trauma

meliputi beratnya dan lamanya paparan terhadap kejadian traumatik. Faktor

individu meliputi kerentanan genetik, paparan terhadap kejadian traumatik

sebelumnya, kesulitan masa kecil (misal: berpisah dengan orang tua), depresi

dan ansietas yang sudah ada sebelumnya. Faktor posttrauma meliputi

kurangnya dukungan sosial, kewaspadaan pasien yang berlebihan

(hyperarousal), trauma lanjutan dalam bentuk yang sama.

c. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, prevalensi PTSD pada remaja putra 3,7% dan pada remaja

putri 6,3%. Wanita mempunyai resiko PTSD yang lebih tinggi (Gore T. A.,

2012).

d. Penegakan Diagnosis

Dari anamnesis ada kriteria yang harus dipenuhi dalam menegakkan diagnosis

PTSD menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition, Text Revision. Kriteria pertama adalah mengalami, menyaksikan atau

menghadapi kejadian yang menyebabkan injuri berat, kematian, atau

mengancam keutuhan tubuh.; adanya respon ketidakberdayaan, ketakutan yang

sangat, atau horror (kadang-kadang muncul pada anak dalam bentuk agitasi

atau disorganized behavior). Kriteria mayor kedua adalah adanya pengalaman

26

Page 27: Revisi Ocd

berulang yang menetap dengan satu atau berbagai cara (ilusi,halusinasi,

persepsi,gambar, mimpi, disosiatif flashback, distress psikologis yang berat);

pada anak biasanya berupa pengulangan tidak melalui persepsi. Kriteria ketiga

meliputi penghindaran terhadap stimulus yang terkait trauma dan penurunan

respon (general responsiveness) yang ditandai dengan 3 atau lebih gejala

seperti penghindaran akan pikiran, perasaan, dan pembicaraan yang berkaitan

dengan kejadian; penghindaran orang, tempat, atau aktivitas yang berkaitan

kejadian; ketidakmampuan mengingat kembali kejadian; kehilangan minat

terhadap akivitas tertentu; perasaan dikucilkan dari lingkungan; afek

menyempit; perasaan mempunyai masa depan yang suram. Kriteria keempat

adalah adanya kewaspadaan yang sangat (hyperarousal) yang ditunjukan

dengan dua atau lebih gejala seperti sulit tidur; penurunan konsentrasi;

hypervigilance; mudah marah; memberikan respon yang berlebihan terhadap

sesuatu. Kriteria kelima adalah gejala berlangsung lebih dari satu bulan, karena

jika tidak disebut acute stress disorder. Kriteria keenam adalah gangguan

menyebabkan hendaya fungsi sehari-hari (Gore T. A., 2012).

Menurut PPDGJ III, PTSD ditegakkan bila timbul dalam kurun waktu 6 bulan

setelah kejadian traumatik berat (masa laten beberapa minggu sampai beberapa

bulan, jarang lebih dari 6 bulan). Jika lebih dari 6 bulan masih dapat

ditegakkan apabila gejalanya khas, ditunjang dengan flashback bayangan atau

mimpi berulang terkait kejadian traumatik tersebut. Gangguan otonom, afek,

dan tingkah laku dapat terjadi, namun tidak khas pada PTSD. Apabila sequele

menahun setelah kejadian traumatik, maka diagnosis diklasifikasikan F62.0

perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa.

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemui tanda yang spesifik, biasanya hanya

berupa penurunan higienitas diri (Gore T. A., 2012).

Pada pemeriksaan status mental pasien biasanya mengalami disorientasi waktu

dan tempat, tampak agitasi, menunjukkan reaksi yang berlebihan, konsentrasi

menurun, arus bicara yang berubah-ubah, merasa depresi, bersalah, berdosa,

takut, pasien lupa/melupakan kejadian traumatik yang dialami, mempunyai

halusinasi, waham, ide bunuh diri, fobia. 45% dari wanita dengan PTSD

memiliki gangguan depresif mayor (Gore T. A., 2012).

27

Page 28: Revisi Ocd

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan dari kortisol, norepinefrin

dan epinefrin meningkat, aktivitas HPA axis mungkin abnormal. Opiat alami

mungkin meningkat pada PTSD, hal inilah yang menyebabkan emosi yang

tumpul pada pasien. pada pemeriksaan MRI ditemukan atrofi hippokampus

baik karena respon terhadap kejadian traumatik maupun sebagai faktor resiko

terjadinya PTSD di kemudian hari (Gore T. A., 2012).

e. Terapi

Menurut Högberg et al., Ponniah et al., Bronson et al., terapi pada PTSD

terdiri dari terapi individu dan keluarga, terapi kognitif perilaku (CBT), terapi

bermain (anak), art therapy, managemen ansietas, hipnosis, terapi relaksasi,

eye movement desensitization and reprocessing (EMDR). EMDR dan CBT

adalah terapi lini pertama nonfarmakologi (Gore T. A., 2012).

Obat-obat yang digunakan pada PTSD antara lain obat-obat golongan SSRI,

monoamin oksidase inhibitor, antidepresan trisiklik, benzodiazepin, beta

bloker, antikonvulsan, antipsikotik atipikal, alpha 1 reseptor antagonis, dan

agen antiadrenergik. Benzodiazepin digunakan pada ansietas, antikonvulsan

diberikan pada emosi yang labil dan impulsif, lonidine digunakan pada mimpi

buruk, namun agen utama yang diberikan sebagai terapi adalah antidepresan

dan beta bloker (Gore T. A., 2012).

f. Kriteria Remisi dari PTSD

Tujuan subjektif adalah tidak ada atau gejala PTSD minimal, tidak ada atau

minimal ansietas, tidak ada hendaya fungsi, tidak ada atau minimal gejala

depresi. Tujuan objektif adalah treatment outcome PTSD scale (TOPS-8) <= 5

atau 6, Hamilton rating scale for anxiety (HAM-A) <= 7-10, sheehan disability

scale<= 1 untuk tiap bagian (disabilitas ringan), hamilton rating scale for

depression (HAM-D) <= 7 (Gore T. A., 2012).

g. Komplikasi

Individu dengan PTSD dapat mengalami komplikasi meningkatnya perilaku

impulsif, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya faktor resiko terhadap panic

disorder, agoraphobia, obsessive-compulsive disorder, social phobia, specific

28

Page 29: Revisi Ocd

phobia, major depressive disorder, and somatization disorder (Gore T. A.,

2012).

h. Prognosis

Pasien yang didiagnosis PTSD dab mendapat terapi memiliki rerata gejala yang

lebih pendek (36 bulan) dibandingkan dengan pasien yang tidak diterapi (64

bulan). Menurut Fizman et al dalam Gore, Faktor yang mempengaruhi

prognosis yang baik antara lain, diagnosis dan terapi dini, support sosial yang

dini, menghindari kejadian traumatic berulang, dan tidak melakukan substance

abuse(Gore T. A., 2012).

6. Acute Stress Disorder

a. Definisi

Merupakan gangguan kecemasan yang dikarakteristikkan dengan sekelompok

gejala anxietas yang terjadi selama 1 bulan di bawah sebauh stressor

traumatik.Kriteria ini merupakan kategori baru dan ditambahkan ke dalam

DSM-IV pada tahun 1994 untuk membedakan dari PTSD mengenai reaksi

terhadap trauma berdasarkan waktunya(Bryant. et al. 2010).

b. Gambaran Umum

ASD, seperti PTSD, terjadi akibat adanya paparan dari sebuah kejadian yang

sangat traumatik, tidak menyenangkan atau menyakitkan.Namun, tidak seperti

PTSD, ASD terjadi dan reda lebih cepat.Jika tidak diterapi, ASD memiliki

kecenderungan untuk berkembang menjadi PTSD. Baik ASD dan PTSD,

keduanya memiliki banyak gejala yang sama. Sebagian besar praktikan

menganggap perlu adanya kategori diagnostic untuk membedakan keduanya.

Sebagian lainnya menganggap bahwa ASD dan PTSD merupakan dua fase dari

suatu reaksi berkepanjangan terhadap stress traumatik(Beers and Berkow,

2001).

c. Gejala dan Tanda

29

Page 30: Revisi Ocd

Penyebab langsung ASD adalah paparan terhadap trauma, yang merupakan

sebuah stressor ekstrim termasuk di dalamnya kejadian-kejadian yang

mengancam nyawa atau masa depan, menjadi saksi dari sebuah peristiwa

kematian atau kecelakaan berat pada orang lain, atau menyaksikan kekejaman

yang menyebabkan kematian pada kerabat atau teman dekat(Beers and

Berkow, 2001).

Pengaruh dari trauma itu sendiri dipengaruhi oleh penyebab traumanya, luas

dan cakupan dari trauma tersebut.Bencana alam (misal, gempa atau banjir) atau

kecelakaan (misal, kecelakaan pesawat, ledakan) memiliki efek trauma yang

lebih ringan jika dibandingkan dengan kejadian yang melibatkan kekejaman

manusia atau terorisme(Beers and Berkow, 2001).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecenderuangan seseorang untuk

mengalami ASD setelah trauma, antara lain (ACPMH, 2007):

Usia – dewasa yang lebih tua cenderung lebih tahan terhadap trauma

yang dapat menyebabkan ASD, hal ini mungkin disebabkan mereka lebih

banyak memiliki pengalaman akan peristiwa yang tidak menyenangkan.

Paparan/peristiwa sebelumnya – seseorang yang mengalami kekerasan

saat kanak-kanak memiliki kecenderuangn lebih besar untuk mengalami

ASD, karena mungkin terjadi perubahan biokimia pada sistem saraf pusat

yang berlangsung lama.

Kerentanan biologis – penelitian pada orang kembar menunjukkan

abnormalitas kadar hormon dan struktur otak yang diwariskan, dan hal

ini meningkatkan kecenderungan terhadap ASD yang mengikuti suatu

peristiwa traumatik.

Kerabat – seseorang dengan teman atau kerabat dekat lebih tahan untuk

tidak mengalami ASD.

Persepsi dan interpretasi – seseorang yang merasakan respon yang tidak

sesuai dengan suatu trauma, misalnya merasa peristiwa tersebut sebagai

suatu hukuman atas perbuatannya, atau secara umum selalu melihat

masalah secara pesimistik lebih cenderung mengalami ASD

diabndingkan dengan seseorang yang mampu menyeimbangkan sudut

pandangnya terhadap masalah hidup.

30

Page 31: Revisi Ocd

ASD dapat didiagnosis pada pasien yang (a) mengalami atau menyaksikan

peristiwa traumatik di mana (b) ditanggapi dengan suatu ketakutan yang amat

sangat, putus asa dan (c) mengalami tiga atau lebih gejala disosiatif di bawah

ini(ACPMH, 2007):

Kaku psikis

Bingung atau tidak waspada akan lingkungan sekitarnya

Derealisasi

Depersonalisasi

Amnesia disosiatif

Gejala lain yang mengindikasikan ASD antara lain(Bryant. et al. 2010):

Seperti mengalami kembali peristiwa trauma di dalam mimpinya,

pikirannya, ilusi atau flashback; atau distress berat saat terpapar dengan

hal yang berhubungan dengan traumanya.

Kecenderungan yang nyata untuk menghindar dari orang, tempat,

objek, obrolan dan stimulus lainnya yang dapat mengingatkannya

terhadap traumanya (misal, seseorang yang mengalami kecelakaan lalu

lintas, menghindar untuk menyetir untuk beberapa waktu)

Kesadaran meningkat atau anxietas, termasuk gangguan tidur, mudah

tersinggung, tidak mampu berkonsentrasi, waspada berlebihan dan

kelelahan fisik

Kemunduran fungsi social yang signifikan dan/atau ketidakmam[uan

untuk melakukan pekerjaan, termasuk meminta bantuan

Gejala berlangsung minimal dua hari dan maksimal empat minggu, dan

muncul selama empat minggu dari peristiwa trauma

Gejala yang timbul bukan disebabkan oleh kondisi medis umum atau

penggunaan obat-obatan; dan tidak menunjukkan suatu perburukan

gangguan mental yang telah diderita oleh pasien sebelum kejadian

trauma

d. Diagnosis

Gejala ASD berlangsung dalam empat minggu setelah peristiwa trauma, dan

masih belum diketahui mengapa seseorang mengalami ASD lebih cepat

31

Page 32: Revisi Ocd

dibandingkan dengan orang lainnya.Gejala yang lambat mungkin disebabkan

oleh kondisi yang mengikuti setelah terjadinya peristiwa traumatik yang utama.

ASD biasanya didiagnosis berdasarkan gejala pasien yang sesuai dengan

kriteria DSM-IV.Pada pasien juga dapat ditemukan kriteria episode depresif

mayor atau gangguan depresif mayor.Seseorang yang baru saja mengalami

peristiwa traumatik dan mengalami gejala yang tidak sesuai dengan kriteria

ASD dapat didiagnosis dengan gangguan penyesuaian(Beers and Berkow,

2001).

e. Terapi

Terapi ASD membutuhkan penggunaan beberapa terapi modalitas karena

gangguan ini melibatkan sistem keyakinan dan pemahaman, hubungan

interpersonal dan fungsi okupasi (Pelletier, Kenneth R., MD. 2002).

1) Medikasi

Medikasi biasanya terbatas sesuai gejala yang diderita oleh pasien.klonidin

diberikan pada pasien dengan tingkat kesadaran meningkat; propranolol,

klonazepam atau alprazolam untuk kecemasan dan gangguan paniknya;

fluoxetine untuk mencegah gejala dan trazodon atau topiramate untuk

insomnia dan mimpi buruk. Antidepresan dapat diberikan jika ASD

berkembang menjadi PTSD.Medikasi ini meliputi SSRI, monoamine

oksidase inhibitor (MAOI) dan antidepresan trisiklik(Pelletier, Kenneth R.,

MD. 2002).

2) Psikoterapi

Cognitive-behavioral therapy, terapi paparan, terapi menulis (membuat

jurnal) dan terapi pendukung telah terbukti efektif untuk mengobati

ASD.Salah satu jenis CBT dikenal dengan psikoedukasional(Pelletier,

Kenneth R., MD. 2002).

f. Prognosis

32

Page 33: Revisi Ocd

ASD yang tidak diobati sangat mungkin berkembang menjadi PTSD baik pada

anak-anak maupun orang dewasa.

Seorang peneliti dari Norwegia menyebutkan empat gejala awal yang efektif

untuk menunjukkan ASD yang akan berkembang menjadi PTSD(Bryant. et al.

2010):

Derajat gangguan tidur

Reaksi yang kuat

Derajat penarikan diri pasien terhadap social di sekitarnya

Ketakutan atau fobia yang berhubungan dengan area tempat terjadinya

trauma

BAB III

SIMPULAN

Gangguan kecemasan, berdasarkan DSM-IV dapat dibagi menjadi enam kategori

utama meliputi fobia, gangguan panik, generalized anxiety disorder, obsessive-

compulsive disorder, posttraumatic disorder dan acute stress disorder.Kecemasan

dipahami sebagai lawan dari ketakutan normal. Gangguan ini merupakan jelmaan oleh

gangguan suasana hati, seperti halnya berpikir, perilaku, dan aktivitas fisiologis. Banyak

pasien dengan gangguan kecemasan mengalami gejala fisik berkaitan dengan

kecemasan yang kemudian membuatnya mengunjungi penyedia layanan kesehatan.

Gangguan kecemasan dapat diakibatkan oleh bermacam-macam sebab baik dari

dalam maupun lingkungan eksternal pasien.Contoh penyebab internal misalnya faktor

genetik, neurotransmitter dan tingkat kognitif pasien.Sedangkan, penyebab yang berasal

dari luar meliputi kondisi psikososial.Namun, beberapa gangguan kecemasan hingga

saat ini masih belum diketahui penyebabnya secara pasti.

Selain itu, juga terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecenderungan

seseorang untuk mengalami gangguan kecemasan. Sehingga, dengan paparan yang

33

Page 34: Revisi Ocd

sama, respon seseorang berbeda dengan orang lainnya. Jenis kelamin, usia serta

hubungan pasien dengan keluarga atau teman dapat menyebabkan seseorang menjadi

lebih rentan atau lebih tahan terhadap suatu stimulus dari luar yang dapat menimbulkan

suatu bentuk gangguan kecemasan.

Untuk menegakkan diagnosis suatu gangguan kecemasan, gejala yang diderita

pasien disesuaikan dengan kriteria masing-masing gangguan kecemasan. Beberapa

gangguan kecemasan memiliki gejala yang mirip namun dengan kriteria lain yang perlu

diperhatikan, misalnya onset munculnya gejala pada ASD dan PTSD.

Penatalaksanaan pada gangguan kecemasan meliputi terapi psikofarmaka dan

psikoterapi.Obat yang paling banyak digunakan pada pasien dengan gangguan

kecemasan terutama adalah obat antidepresan dan antianxietas.Cognitive Behavioral

Therapy merupakan salah satu psikoterapi yang digunakan pada semua gangguan

kecemasan. Terapi ini sama efektifnya dengan terapi obat dan lebih efektif untuk

mencegah kekambuhan.

34