REFRAT MENINGITIS Disusun Oleh : Qonitina Hafidha 012116489 Pembimbing : dr. Noorjanah Sp.S dr. Siti Istiqomah Sp.S SMF ILMU PENYAKIT SARAF RSUD dr. 1
REFRAT MENINGITIS
Disusun Oleh :Qonitina Hafidha
012116489
Pembimbing :dr. Noorjanah Sp.S
dr. Siti Istiqomah Sp.S
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD dr.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya tugas
referat kami dengan judul “MENINGITIS” sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
di SMF SARAF RSUD NGANJUK dapat terselesaikan.
Referat ini disusun secara singkat dari berbagai sumber buku, artikel, serta jurnal yang
ada di internet yang kami rangkum dan olah sedemikian rupa sehingga seyogyanya dapat
menjadi lebih singkat dan lebih dimengerti. Penulisan referat ini ditujukan untuk dapat
meningkatkan pengetahuan kita tentang infeksi pada susunan saraf pusat, serta dapat memenuhi
tugas kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk
Tentu saja dalam penyelesaian tugas referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu ijinkan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Wahyu Sasono, Sp.S, selaku Kepala dan Pembimbing di SMG Ilmu Penyakit
Saraf RSUD Nganjuk.
2. Dr. Erawati Armayani, selaku pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Nganjuk.
3. Segenap paramedis yang bertugas di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk.
4. Seluruh teman dokter muda yang saat ini sedang menjalani kepaniteraan di RSUD
Nganjuk.
5. Serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas ini.
Dari hasil yang kami kerjakan, kami mengakui banyak sekali kekurangan dalam hal tata
cara penulisan, serta kaidah penulisan suatu karya ilmiah, namun demikian, kami berusaha
sebisa mungkin untuk dapat menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini, agar dapat lebih
dimengerti serta dapat berguna bagi seluruh rekan dokter muda yag sedang menjalani
kepaniteraan klinik di RSUD Nganjuk.
Nganjuk, Agustus 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 5
2.1 DEFINISI ........................................................................................................ 5
2.2 KLASIFIKASI ................................................................................................ 5
2.3 FAKTOR PREDISPOSISI .............................................................................. 6
2
2.4 ETIOLOGI ....................................................................................................... 6
2.5 PATOLOGI ..................................................................................................... 7
2.6 PATOGENESIS .............................................................................................. 8
2.7 GEJALA KLINIS ............................................................................................ 8
2.8 DIAGNOSIS .................................................................................................. 9
2.9 KOMPLIKASI ............................................................................................... 14
2.10 DIAGNOSA BANDING ............................................................................ 16
2.11 PENATALAKSANAAN ............................................................................ 16
2.12 PROGNOSIS .............................................................................................. 20
BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara
– negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Diantaranya adalah meningistis
purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi yang perlu mendapat perhatian kita.
Disamping angka kematian yang masih tinggi, banyak penderita yang menjadi cacat
akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis purulenta merupakan
keadaan gawat darurat. Pemberian antibiotika yang cepat dan tepat serta dengan dosis yang
memadai penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat. Setiap dokter
wajib mengetahui sedini mungkin gejala – gejala dan tanda – tanda meningits purulenta serta
3
penatalaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang patofisiologis,
kemungkinan penyebab meningitis, diagnosa, serta terapi yang cepat dan adekuat . Selain hal –
hal tersebut, yang tidak kalah penting juga untuk dimiliki seorang dokter dalam menangani
kasus ini adalah bagaimana memberikan perhatian dan kewaspadaan terhadap meningitis, serta
bagaimana melakukan tindakan preventif.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,
araknoid dan dalam derajad yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial. Sedang yang dimaksud Meningitis Purulenta adalah infeksi akut
selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan
otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak dari pada orang dewasa.
2.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang maka meningitis dibagi
menjadi :
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.
Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber
infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)
2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues,
virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi :
1. Meningitis karena bakteri
2. Meningitis karena virus
3. Meningitis karena riketsia
4. Meningitis karena jamur
5. Meningitis karena cacing
6. Meningitis karena protozoa.
Meningitis karena bakteri selanjutnya dibagi lagi berdasakan kuman penyebabnya,
misalnya meningitis karena meningokokus, meningitis karena pneumokokus, meningitis
karena hemofilus influenza, meningitis tuberkulosa dan lain – lain.
5
2.3 FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya meningitis
purulenta, yaitu :
1. Sepsis.
2. Kelainan yang berhubungan dengan penekanan reaksi imunologik misalnya
agamaglobinemia.
3. Pemirauan Ventrikel (Ventrikulo Peritoneal Shunt) pada Hidrosefalus.
4. Pungsi lumbal dan anasthesia spinal
5. Infeksi parameningeal
Bila terdapat meningitis purulenta yang sering kambuh, harus dipikirkan keadaan
– keadaan tersebut diatas.
2.4 ETIOLOGI
Tiap organisme yang masuk kedalam tubuh mempunyai kesempatan untuk
menimbulkan meningitis. Terdapat bakteri – bakteri tertentu yang menimbulkan
kecenderungan untuk menyebabkan meningitis pada umur – umur tertentu.
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
1. Meningitis bakterial :
a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa.
6
Streptococcus pneumoniae, the species that causes invasive pneumococcal disease like meningitis, bacteraemia, and pneumonia
b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I),
Virus Varisela-zoster (VVZ).
2.5 PATOLOGI
Perubahan patologik pada semua jenis meningitis purulenta adalah sama.
Pada stadium dini satu – satunya kelainan yang dilihat adalah pembendungan
pembuluh – pembuluh darah otak yang superfisial dan pembuluh – pembuluh
darah pada piamater setra pembesaran pleksus koroideus. Kemudian timbul
eksudat pada ruang subaraknoidea, permukaan otak. Eksudat yang purulen bisa
juga terdapat pada ventrikel, ruang subaraknoidea medula spinalis sepanjang otak
dan saraf spinalis. Setelah beberapa minggu terjadi pelebaran ventrikel, sering
pula terjadi sembab otak yang bila hebat dapat menyebabkan herniasi jaringan
otak.
Gambar 2 Gambaran otak normal dan otak yang terkena meningitis
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 7
Secara mikroskopis tampak subaraknoidea terisi fibrin dan eksudat
purulent yang sebagian besar mengandung leukosit PMN (polymorphonucelar)
dan sedikit limfosit serta monosit.
Sebagian besar pembuluh – pembuluh darah melebar, di dalam beberapa
diantaranya terbentuk trombus, sedang yang lainnya pecah. Kuman dapat
ditemukan didalam dan diluar leukosit.
Radang dapat pula mengenai pleksus koroideus dan ependim yang
melapisi ventrikel serta terus meluas sampai ke jaringan subependim. Pada
neonatus ventrikel dapat menjadi sumber bakteri.
2.6 PATOGENESIS
a. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi
ini berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian.
Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 – 28 hari.
Bakteri menyebabkan meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada
gastrointestinal dan genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella.
E.coli merupakan penyebab kedua tersering pada meningitis neonatus.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk
melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui
2 jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah
atau berasal dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem
kardiopulmonal, trauma atau kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi
terbanyak berasal dari sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari
telinga tengah. Meningitis yang diikuti terjadinya otitis media merupakan proses
bakteriemia, walaupun bukan kongenital atau adanya posttraumatic fistula pada tulang
temporal yang mensuplai akses ke CSS.
b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran
pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 8
campak, rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau
dengan penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus
melakukan multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan
ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder terjadi jika menyebar dan
multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan penyebaran langsung
melalui akson-akson neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan
jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen
virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi
dan penghancuran vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal
dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa
nekrosis jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai
stadium termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan.
Tingkat demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama
dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi.
2.7 GEJALA KLINIS
Pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan
muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan
rasa nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 – 24 jam timbul gambaran klinis
meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda – tanda rangsangan
selaput otak, seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski. Bila terjadi
koma yang dalam, tanda – tanda rangsangan selaput otak akan menghilang.
Penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan. Kejang jarang
dijumpai pada orang dewasa, dan anak yang lebih besar, namun sering sekali
terjadi pada anak kecil, baik kejang umum maupun kejang fokal. Kejang terjadi
karena terdapatnya inflamasi kortikal dan edema otak. Kadang – kadang dijumpai
kelumpuhan nervus VI, VII, dan VIII. Dapat terjadi juga peninggian refleks
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 9
fisiologis dan timbulnya refleks patologis. Penderita sering gelisah, mudah
terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung dan hiperaktif.
Akhirnya pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi
dilatasi pupil dan koma.
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis meningitis terutama ditegakkan atas dasar gejala – gejala klinis
seperti yang disebutkan diatas, dan dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk
melihat tanda rangsangan meningeal. Adapun cara – cara pemeriksaan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kaku kuduk
Kepastian tentang ada tidaknya tanda kaku kuduk didapatkan melalui
pemeriksaan sebagai berikut : penderita berbaring terlentang diatas tempat
tidur. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala difleksikan dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku
kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk
dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak
dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Sedangkan pada
keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan
kesadaran yang menurun, sebaiknya kepala difleksikan pada waktu pernafasan
ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi biasanya kita
mendapatkan sedikit tahanan dan dapat menyebabkan salah penafsiran.
Pada kaku kuduk oleh rangsang selaput otak atau meningen tahanan
didapatkan bila kita memfleksikan kepala, sedang bila kepala dirotasi biasanya
dapat dilakukan dengan mudah dan umumnya tahanan tidak bertambah.
Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan. Untuk menilai keadaan
ekstensi kepala angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dapat jatuh dengan
mudah ke belakang. Adanya tahanan saat rotasi kepala, dapat dinilai dengan
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 10
cara tangan pemeriksa diletakkan pada dahi pasien kemudian secara lembut
dan perlahan – lahan pemeriksa memutar kepala pasien dari satu sisi – ke sisi
lainnya dan dinilai tahanannya. Pada iritasi meningeal pemutaran kepala dapat
dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah, test rotasi kepala dan
hiperekstensi kepala biasanya tidak terganggu sedangkan pada keadaan
penyakit lain seperti miositis otot kuduk, arthritis servikalis, tetanus,
parkinsons biasanya terganggu.
2. Kernig sign
Tanda kernig didapatkan melalui pemeriksaan sebagai berikut: Pasien
yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat sudut 900. Setelah itu dilakukan ekstensi pada persendian lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 1350 terhadap paha. Bila terdapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 1350 maka dikatakan kernig sign
positif.
Gambar 3. Kernig’s Signs
3. Brudzinski sign
Tanda brudzinski meliputi tanda leher menurut brudzinski, tanda
tungkai kontralateral menurut brudzinski, tanda pipi menurut brudzinski dan
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 11
tanda simphisis pubis menurut brudzinski. Istilah ini sering disalah gunakan
dengan sebutan brudznzki 1 (brudzinski’s neck sign), tanda brudzinski 2
(brudzinski’s kontralateral leg sign),dst.
a. Tanda leher menurut Brudzinski
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan
pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada. Test ini positif jika gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
Gambar 4. Brudzinski’s Neck Sign
b. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski
Pasien berbaring terlentang, tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut. Dan kemudian tungkai atas diekstensikan
pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul berarti test ini positif.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 12
c. Tanda pipi menurut Brudzinki
Cara ini dilakukan dengan menekan pipi kedua sisi tepat dibawah
os zygomatikus yang akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik
di kedua siku dengan gerakan reflektorik ke atas sejenak keatas dari
kedua lengan.
d. Tanda simpisis pubis menurut Brudzinski
Penekanan pada simpisis pubis akan disusul oleh timbulnya
gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai di sendi lutut dan
tungkai.
Selanjutnya untuk memastikan diagnosis meningitis dilakukan
pemeriksaan mikroskopik likuor serebrospinalis yang didapatkan dengan pungsi
lumbal pada saat pasien masuk rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan
hasil positif pemeriksaan langsung sediaan berwarna dibawah mikroskop dan hasil
biakan. Namun hasil negatif dari dua jenis pemeriksaan tersebut tidak merupakan
indikasi kontra terhadap pengobatan secara meningitis purulenta. Pada
pemeriksaan cairan likuor serebrospinalis biasanya didapatkan :
a. Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mmH2O.
b. Cairan likuor mulai dari keruh sampai purulent, bergantung pada jumlah
selnya.
c. Jumlah leukosit meningkat antara 1000 – 10.000/ml, dan 95% terdiri dari sel
PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN
terhadap sel PMN meningkat.
d. Kadar protein meningkat, biasanya diatas 75/100ml, kadang – kadang
sampai 500mg/100ml atau lebih.
e. Kadar gula menurun biasanya lebih rendah dari 40mg/100ml.
f. Kadar klorida menurun kurang dari 700mg/100ml.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa
meningitis purulenta antara lain:
a. Pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 13
Antigen bakteri tertentu dalam cairan otak dapat diketahui dengan
cepat yaitu dalam waktu satu jam atau kurang. Walaupun demikian
pemulasan gram dan biakan cairan otak tetap tidak boleh ditinggalkan.
Namun sama seperti pemulasan gram dan biakan cairan otak, pemberian
antibiotik sebelumnya dapat menyebabkan hasil negatif. Jenis – jenis
pemeriksaan antigen adalah :
Immuno – elektroforesis arus kontra (countercurrent immunoelectro-
phoresis)
Aglutinasi lateks (Latex aglutinations)
Uji imun enzim (Enzyme immunoassay)
Test pembengkakan (Quellung test)
Lisat amebosit limulus (Limmulus amebocit lysate)
b. Pemeriksaan darah tepi
Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran kekiri.
c. Pemeriksaan elektrolit darah
Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Disamping itu
hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (anti diuretik
hormon) yang menurun.
d. Pemeriksaan radiologi
Pada foto thorax, mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang
paru atau abses paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis,
mastoiditis. Sutura yang melebar pada anak perlu dicuragai adanya efusi
subdural atau abses otak. Scan tomografi pada meningitis purulenta mungkin
akan menunjukkan adanya sembab otak dan hidrosefalus. Scan tomografi ini
akan berguna untuk mengetahui adanya komplikasi seperti abses otak atau
efusi subdural.
e. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menunjukkan
perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajadnya sebanding
dengan beratnya radang.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 14
2.9 KOMPLIKASI
a.Subdural effusion
Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurang dari 2
tahun. Keadaan ini dapat menimbulkan kompresi sehingga mengakibatkan
pergeseran atau pendesakan substansi otak. Sebagian besar asimptomatik,
hanya dapat diagnosis melalui Transluminasi, USG dan lain-lain.
Gejala:
anak iritable
febris
fontanel cembung
lingkar kepala membesar
penurunan kesadaran
papiledema
b. Lesi saraf kranial
Saraf otak yang paling sering terkena adalah N.VIII, 8-24% mengalami
tuli permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III.
c.Cerebral Infark
Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena –
vena kecil didaerah kortikal menimbulkan infark dan secara klinis timbul
gejala neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar
intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat.
d. Kejang
Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat
fokal atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga.
Patogenesa dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena
toksik atau sekunder terhadap adanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas,
gangguan elektrolit atau proses immunologis.
e.SIADH
Hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak.
Pada beberapa kasus berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan,
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 15
dan yang lain berhubungan dengan adanya gangguan pengeluaran hormon
antidiuretik oleh hipotalamus (inappropiate antidiuretics hormone)
f. Gangguan intelektual
Dari beberapa kasus dilaporkan pada sejumlah anak setelah mengalami
meningitis purulenta di temukan bahwa mereka mempunyai tingkat
kepandaian (IQ) yang rendah.
g. Hidrosefalus
Terjadi akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi
likuor serebrospinalis yang berlebihan.
h. Gejala neurolgis sisa (sequelle)
Dapat berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi (hilangnya
fungsi otak).
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan subarachnoid
Meningitis viral
Meningitis tuberkulosa
Meningitis karena jamur
Abses otak
Meningismus
Tabel 1. Perbandingan gejala meningitis dilihat dari penyebabnya
TestMeningitis purulenta
(bakterial)
Meningitis serosa
(tuberkulosa)Meningitis virus
Tekanan likuor
Warna
Jumlah sel
Jenis sel
Kadar protein
Kadar glukosa
Kadar klorida
Meningkat
Keruh – purulent
≥ 1000 / ml
Predominan PMN
Sedikit meningkat
Normal / menurun
Menurun, < 700mg/dl
Bervariasi
Xanthochromia
Bervariasi
Predominan MN
Meningkat
Rendah
Menurun
Biasanya normal
Jernih
< 100 / ml
Predominan MN
Normal / meningkat
Biasanya normal
Normal
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 16
2.11 PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup
dan jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan
obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat
diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10
mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 17
menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya
tetapi ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3
minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan
antibiotika yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang
jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti
daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan
fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob
serta dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya
antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 18
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 19
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan,
biasanya antibiotika yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam
tabel berikut ini
Tabel 2. Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis
Enterobacteriaceae
Sefotaksim Ampisillin bila sensitif
dan atau ditambah
aminoglikosida secara
intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin +
Tobramisin
Sefotaksim
7. Streptococcus
Group A / B
Penicillin G Vankomisin
8. Streptococcus
Group D
Ampisillin +
Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
2.12 PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak - Makin muda makin jelek prognosisnya
Dewasa - Makin tua makin jelek prognosisnya
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 20
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara
permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 21
BAB III
KESIMPULAN
Meningitis Purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan otak. Kuman dapat mencapai
selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui implantasi langsung, hematogen, atau
perkontuinatum.
Pada permulaan, gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan
muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan rasa
nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 – 24 jam timbul gambaran klinis meningitis
yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda – tanda rangsangan selaput otak,
seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski.
Diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan gejala – gejala klinis yang
tampak, disertai dengan pemeriksaan fisik untuk melihat adanya tanda – tanda
meningitis. Akan lebih baik bila ditunjang dengan berbagai pemeriksaan , seperti
pemeriksaan dan pembenihan (kultur) cairan likuor serebrospinal, pemeriksaan antigen
bakteri pada cairan otak, dan lain - lain.
Pemberian terapi pada penyakit ini dilakukan secara supportif dan
farmakologis dengan memberikan antibiotika. Khusus pada pemberian antibiotika,
antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan, baru setelah didapat bakteri penyebab melalui hasil biakan, diberikan antibiotika
yang spesifik dengan dosis yang tepat.
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penyakit ini seperti subdural effusion,
lesi saraf kranial, cerebral infark, kejang, SIADH, gangguan intelektual, hidrosefalus,
dan lain – lain. Prognosis tergantung dari usia, kuman penyebab, lama penyakit sebelum
diberikan antibiotika, jenis dan dosis antibiotika yang diberikan, dan penyakit yang
mejadi faktor predisposisi.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 22
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H,Hasan R.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak;Meningitis Purulenta.Jakarta:Infomedika Jakarta,2005;558-562
Baozier F,Anggraeni R,Hartono H,Sugianto P.Pedoman Dianosis dan Terapi UPF Ilmu Penyakit Saraf 2004;Meningitis Bakterial.Surabaya:RSUD Dokter Suetomo,2004;81-87
Japardi I : Meningitis Meningococcus. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=135.
Japardi I : Meningitis Purulenta. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi22.pdf
Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran,Jilid II, Ilmu Penyakit Saraf;Meningitis Purulenta. Ed III. Jakarta:Media Aescaliptus,2000;12-14
Marjono M,Shidarta P.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta:Dian Rakyat,2006;318-319
Yoes Ronny.Kapita Selekta Neurologi:Meningitis Purulenta.Ed 2.Jogjakarta:Gajah Mada University Press,2003;169-179.
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 23