Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi trauma kepala cenderung makin meningkat. Trauma kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus trauma kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak. Trauma kepala adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus. Untuk rujukan penderita cedera kepala, perlu dicantumkan informasi penting seperti: umur penderita, waktu, mekanisme cedera, status respiratorik dan kardiovaskuler, pemeriksaan minineurologis (GCS) terutama 1
39

REFERAT (Trauma Kapitis)

Jan 19, 2016

Download

Documents

Rahman Wahyudin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REFERAT (Trauma Kapitis)

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan

teknologi dan pembangunan, frekuensi trauma kepala cenderung makin

meningkat. Trauma kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian

akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan

rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus trauma kepala terutama melibatkan

kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh

kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan

lalu lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-

anak.

Trauma kepala adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh

struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”,

tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik

berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.

Untuk rujukan penderita cedera kepala, perlu dicantumkan informasi

penting seperti: umur penderita, waktu, mekanisme cedera, status respiratorik dan

kardiovaskuler, pemeriksaan minineurologis (GCS) terutama nilai respon motorik

dan reaksi cahaya pupil, adanya cedera penyerta, dan hasil CT Scan.

Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan

kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum

dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan trauma

kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

1

Page 2: REFERAT (Trauma Kapitis)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma Kapitis

Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung

atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,

fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu

sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1

2.2 Anatomi

1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan

langsung dengan tengkorak

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikarnium

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi

perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan

darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama

terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.2

2

Page 3: REFERAT (Trauma Kapitis)

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di

regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii

berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat

menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera

akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu

anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa

media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak

bawah dan serebelum.1,2

Gambar 1. Tulang tengkorak1

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga

lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang

keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna

atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya

(araknoid), terdapat ruang subdural.2,3

Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat

3

Page 4: REFERAT (Trauma Kapitis)

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri

meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di

ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea

media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater

terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan

yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.

Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam

ruang sub araknoid.2,3

4. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan

duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang

mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus

frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan

mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).

Gambar 2. Anatomi Otak3

4

Page 5: REFERAT (Trauma Kapitis)

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik.

Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran

lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari

mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas

berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.

Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus

memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab

dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior,

berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2

5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik

kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga.

Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat,

selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang

berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam

sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis

superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid

sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra

kranial (hidrosefalus komunikans)2,4

5

Page 6: REFERAT (Trauma Kapitis)

Gambar 3. Cairan serebrospinal pada otak 3

6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan

infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak

berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial.

Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat

tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa

supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui

insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus.

Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan

pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral

dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan

intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi,

walaupun tidak selalu.2

6

Page 7: REFERAT (Trauma Kapitis)

2.3 Fisiologi

1. Tekanan Intrakranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan

kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak

yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan

intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu

fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi,

kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya

masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK

normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih tinggi

dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk

dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin

buruk prognosisnya.2

2. Doktrin Monro-Kellie

Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian

dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu

konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak

mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa

intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi

penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva

tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada

garis datar kurva berapa banyak volume lesi masanya.2,5

7

Page 8: REFERAT (Trauma Kapitis)

Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa

yang ekspansi. 5

3. Aliran Darah Otak (ADO)

ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.

Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan

hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan

terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi

mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata

50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun

curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif

pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering

mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-

penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia

sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak

bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang,

8

Page 9: REFERAT (Trauma Kapitis)

terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat

hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah

yang adekuat tetap harus dipertahankan.2,4

2.4 Mekanisme dan Patofisiologi

Cidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak

langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan

atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak,

hematome epidural, subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan

gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.1

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. 

Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan

terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau

ditempat yang berseberangan dengan benturan  (countre coup).1

   Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang

dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga

jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan

kemudian meninggal.1

   Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. 

Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang

terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau

karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada

cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan

hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.1

9

Page 10: REFERAT (Trauma Kapitis)

2.5 Glasgow Coma Scale (GCS)2,3

Respon Mata ≥1 tahun 0-1 tahun

4 Membuka mata spontan

Membuka mata spontan

3 Membuka mata oleh perintah

Membuka mata oleh teriakan

2 Membuka mata oleh nyeri

Membuka mata oleh nyeri

1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata

Respon Motorik ≥1 tahun 0-1 tahun

6 Mengikut perintah Belum dapat dinilai

5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri

4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri

3 Fleksi abnormal (decortisasi)

Fleksi abnormal (decortisasi)

2 Ektensi abnormal (deserebrasi)

Ektensi abnormal (deserebrasi

1 Tidak ada respon Tidak ada respon

Respon Verbal >5tahun 2-5 tahun 0-2 tahun 5 Orientasi baik

dan mampu berkomunikasi

Menyebutkan kata-kata yang sesuai

Menangis kuat

4 Disorientasi tapi mampu berkomunikasi

Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai

Menangis lemah

3 Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)

Menangis dan menjerit

Kadang-kadang menangis/ menjerit lemah

2 Mengeluarkan suara

Mengeluarkan suara lemah

Mengeluarkan suara lemah

1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3.

Berdasarkan nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :

10

Page 11: REFERAT (Trauma Kapitis)

Kategori GCS Gambaran klinik Skening Otak Trauma kapitis ringan

13-15 Pingsan ≤ 10 menit, defisit neurologis (-)

Normal

Trauma kapitis sedang

9-12 Pingsan > 10 menit s/d ≤ 6 jam, defisit neurologis (+)

Abnormal

Trauma kapitis berat

3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologis (+)

Abnormal

2.6 Klasifikasi Trauma Kapitis6

Secara klimis, trauma dibagi atas:

2.6.1 Commutio Cerebri (gegar otak)

Gangguan fungsi otak traumatik yang mendadak, bersifat sementara tanpa

kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Hilang kesadaran < 30 menit (rata-rata 10-15 menit)

Disertai keluhan subjektif berupa rasa mual, muntah, pusing

Disertai atau tanpa amnesia retrograd/anterograd tidak lebih dari 1 jam

Refleks patologis (-)

Tidak ada lesi struktural pada otak observasi dan konservasi saja, karena

tidak ada defisit neurologis

Pemeriksaan Penunjang

Sampai hari ke-5 pasca trauma dapat dijumpai absolut/relatif limfositopenia.

Dapat disertai atau tanpa fraktur basis kranii. EEG normal dan rontgen normal/-

Tata Laksana

11

Page 12: REFERAT (Trauma Kapitis)

Perawatan

Bed rest hingga semua keluhan hilang

Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan

selanjutnya dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah

meninggalkan rumah sakit

Lama perawatan juga dilakukan terhadap luka atau fraktur yang ada

Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap

kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial

meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata

Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen

Medikamentosa

Pengobatan terhadap luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk

pencegahan :

Antikoagulan

Ampisilin/amoksisilin

Tetrasiklin

ATS profilaksis

Hemostatistika :

Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17)

Asam treneksamat

Vit. B1, B6 dan B12 untuk neurologis

Obat encephalotropik

Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat

diperlukan :

Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat.

Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine)

Tranquilizer : diazepam

Prognosa

Sembuh sempurna

12

Page 13: REFERAT (Trauma Kapitis)

Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika,

meliputi :

Neurosis post traumatika

Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan

Cephalgia/pusing/vertigo

Epilepsi

Gejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat

juga jauh sesudahnya.

Anamnesa

Traumanya bagaimana

Penderita tertabrak mobil, terpelanting, kepala bagian depan terbentur

aspal langsung pingsan. Tidak ada lucide interval (masa bebas serangan

atau gejala). Bila tdk pingsan lalu pingsan hati-hati kemungkinan

adanya epidural/subdural hematom.

Penderita sedang duduk tiba-tiba dipukul dari belakang. Kepala dalam

keadaan diam dipukul kerusakan besar. Lesi bentur lebih hebat

dari lesi kontra. Bila terbentur di dahi tapi occipital lbh parah

kemungkinan jatuh terpelanting

Setelah sadar penderita merasa pusing, mual, muntah, ada darah keluar dari

hidung, mata, telinga.

Pemeriksaan Fisik

Periksa :

Tanda vital

Luka-luka di tempat lain

Periksa nn. Craniales n. VII & VIII yg sering

Refleks Babinsky & Chaddock

Lumpuh jarang

Rontgen & EEG13

Page 14: REFERAT (Trauma Kapitis)

2.6.2 Contusio Cerebri (memar otak)

Gangguan fungsi otak traumatik yang disertai kelainan patologis yang

nyata pada jaringan otak

Patofisiologi

Proses patologi intrakranial pasca trauma terdapat berbagai tingkatan, mulai

dari perdarahan ringan sampai destruksi jaringan otak yang berat yang disusul

dengan kematian. Faktor yang bertanggung jawab terhadap proses patologi tsb

adalah :

Kompresi yang mengakibarkan perubahan tekanan di dalam ruang tengkorak

Tension yang menimbulkan pergeseran (proses akselerasi dan deselerasi) isi

tengkorak dg akibat :

Cedera aksonal difus

Cedera polaris yang menyebabkan laserasi otak

Putusnya bridging veins

Shear, menyebabkan distorsi mendadak sehingga banyak pembuluh darah dan

saraf yang rusak.

Proses patologi ini bila tidak teratasi akan segera disusul dg terbentuknya edema

otak yang makin lama makin hebat, meningkatnya tekanan intrakranial dan

herniasi.

Bentuk Klinik

Secara klinis dapat dijumpai 3 bentuk :

Contusio ringan

Contusio sedang

14

Page 15: REFERAT (Trauma Kapitis)

Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri

dengan kematian.

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Hilang kesadaran > 30 menit, dapat beberapa jam, hari, minggu, tergantung

derajat berat trauma

Keluhan subjektif (+)

Disertai amnesia, biasanya > 1 hari dan pada keadaan yang sangat hebat dapat

> 7 hari.

Dijumpai defisit neurologis, berupa refleks patologis (+) : Babinski atau

Chadock, kelumpuhan dan lesi saraf otak. Pada keadaan yang sangat berat

dimana edema otak sudah demikian hebat disertai meningkatnya tekanan

intrakranial maka akan didapatkan gejala/deserebrasi dan gangguan fungsi

vital dengan prognosa infaust.

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

EEG abnormal. Mula-mula tampak aktivitas gelombang delta difus, kemudian

gelombang tsb terlokalisir di area contusio. Pada kasus yang berat EEG

abnormal ini dapat menetap sampai beberapa bulan, jadi perlu serial EEG

Rontgen kepala sering dijumpai fraktur kranii

CT-scan otak dapat dilihat adanya edema otak/perdarahan

Tata Laksana

Prinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk

mencegah/mengatasi edema otak, menurunkan tekanan intrakranial serta

memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih

lanjut dan proses penyembuhan dipercepat.

15

Page 16: REFERAT (Trauma Kapitis)

Perawatan

Bed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan

membaik, mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap

luka/fraktur yang ada. Selama perawatan perhatian ditujukan pada :

Sistem kardiovaskuler

Pengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan

nadi.

Sistem respirasi

Menjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal :

Letakkan posisi penderita dalam keadaan terlentang atau miring

bergantian dengan kepala menoleh ke samping dengan sedikit ekstensi

sekitar 20-30°

Pemberian oksigen

Isap lendir, kalau perlu pasang pipa endotracheal atau tracheotomi.

Pemberian cairan dan elektrolit

Menjaga keseimbangan cairan elektrolit.

Biasanya pemberian cairan 2-3 hari pertama dibatasi 1500 cc serta

disesuaikan dengan keadaan jantung dan suhu. Jika febris maka

kenaikan 1°, jumlah cairan ditambah 12-15%

Cairan yang diberikan dapat berupa glukosa 5% dan NaCl 0,9%

dengan perbandingan 3:1

Nutrisi

Cukup kalori. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan cairan, elektrolit

dan kalori yang dibutuhkan, diperhitungkan bersama-sama dengan cairan

infus

16

Page 17: REFERAT (Trauma Kapitis)

Infeksi

Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder

Medikamentosa

Terapi steroid

Untuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur,

yaitu deksametazon parenteral

Mula-mula 10 mg IV tiap 4 jam

Selanjutnya

- hari II : 5 mg tiap 6 jam

- hari III : 5 mg tiap 8 jam

- hari IV : 5 mg tiap 12 jam

- hari V : 5 mg tiap 24 jam

Pemberian transquilizer (bila perlu) & analgetik harus hati-hati beri yg

ringan saja. Jangan lebih kuat dari parasetamol

Terapi osmotik

Untuk efek dehidrasi serebral, dapat diberikan

Manitol 20%, dapat diulang sesuai kebutuhan

Gliserol 10% dalam larutan NaCl 0,9%

Terapi diuretika

Untuk menekan produksi LCS dapat diberikan furosemide atau

asetozolamide, tetapi dpt mengganggu keseimbangan asam-basa dan

elektrolit

Terapi homeostatistika

Untuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan

karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat

Terapi simptomatik

Bila febris, dikompres

Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan

17

Page 18: REFERAT (Trauma Kapitis)

Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV

Terapi profilaksis thdp infeksi

Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin

ATS profilaksis

Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs

Vit. B1, B6, B12, E tablet

Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin)

Terapi Suportif

Psikoterapi diberikan pada penderita sadar.

Komplikasi

Akibat lanjut benturan, bila tidak segera diobati akan menimbulkan edema serebri

bertambah hebat, tekanan intrakranial meningkat dg akibat terjadinya herniasi

dan disusul dg kematian penderita.

Prognosa

Tergantung berat-ringan trauma

Sembuh sempurna

Meninggal dunia akibat kerusakan otak difus dan permanen

Memberikan gejala sisa, baik gejala neurofisik atau neuropsikologik

Jarang menimbulkan sindroma serebral post traumatik

2.6.3 Hematome Epidural

Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara tulang

tengkorak (tabula interna) dan duramater (duramater meningealis), waktunya lebih

singkat ( 3 jam) dibanding hematom subdural.

Patofisiologi

18

Page 19: REFERAT (Trauma Kapitis)

Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media

akibat trauma kepala area temporoparietal yg biasanya disertai fraktur linier

horizontal. Perdarahan tsb berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yg

timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal

akibat herniasi.

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Setelah trauma didapat suatu periode bebas gejala yg disebut lucid interval,

beberapa jam/hari (tidak lebih dari 3 hari)

Lalu disusul dg penurunan kesadaran dan timbul gejala fokal serebral

progresif/gejala lateralisasi spt papil anisokor (midriasis homolateral), kejang,

defisit neurologis spt hemipharese kontralateral dan refleks patologis (+)

Dilanjutkan dg peninggian tekanan intrakranial dg tanda-tanda : cephalgia,

mual, muntah, pharese n.VI dupleks, papil edema.

Pemeriksaan Penunjang

LCS jernih dg tekanan meninggi

EEG normal, tampak perlambatan fokal sampai difus

Rontgen kepala sering ditemui fraktur linier pada sisi hematom

Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk

konveks/semilunair/bulan sabit antara jaringan otak dan tulang kranium

Ct-scan otak tampak hematom berupa area hiperdens

Tata Laksana

Begitu diagnosa ditegakkan segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk

tindakan operatif segera.

Komplikasi

19

Page 20: REFERAT (Trauma Kapitis)

Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan

intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yg disusul dg kematian

penderita.

Prognosa

Mortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yg diobati

disebabkan keterlambatan dlm menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang

karena beratnya kerusakan jaringan otak yg terjadi.

2.6.4 Hematome Subdural

Hematom yang terbentuk karena perdarahan yg terjadi antara duramater

dan arakhnoid (di dalam ruang sub arakhnoid), waktunya lebih panjang jd msh

ada wkt untuk pengobatan/operasi.

Patofisiologi

Hematom terbentuk secara perlahan-lahan bahkan dapat lama disebabkan

robeknya bridging veins (vena) akibat trauma kepala terutama daerah

frontoparietal, yg bisa meluas ke daerah temporal atau oksipital. Gejala klinik

timbul bila hematom cukup besar dan telah mengadakan pendesakan thdp otak.

Bentuk Klinik

Hematom subdural akut (lucid interval 1-3 hari)

Hematom subdural subakut (lucid interval 1-2 minggu)

Hematom subdural kronis (lucid interval > 2 minggu)

Diagnosa

Mirip dengan epidural. Bedanya perjalanan penyakitnya lebih lama, dapat

beberapa hari, minggu, bulan atau lebih lama lagi.

20

Page 21: REFERAT (Trauma Kapitis)

Pemeriksaan Penunjang

LCS jernih dg tekanan meninggi mengandung darah/xantochrom

EEG abnormal, tampak perlambatan fokal sampai difus

Rontgen kepala adanya pergeseran dari glandula Pincalis

Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk

bikonveks antara jaringan otak dan tulang kranium

Komplikasi

Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka

komplikasi tidak akan terjadi.

Prognosa

Hematom subdural akut : mortalitas 90%

Hematom subdural subakut : mortalitas 20% dan kasus post operatif 75%

sembuh dengan baik

Hematom subdural kronis : biasanya post operatif bisa sembuh dengan baik

2.6.5 Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan ruang subarakhnoid yg terjadi karena :

Pecahnya pembuluh darah di daerah subarakhnoid

Pecahnya pembuluh darah di luar subarakhnoid yg kemudian mengisi ruang

subarakhnoid, mis : contusio cerebri, perdarahan intraserebral.

Etiologi

Non traumatik

Spontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid

primer.

Traumatik21

Page 22: REFERAT (Trauma Kapitis)

Akibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.

Patofisiologi

Perdarahan yg mengisi ruang subarakhnoid akan mengiritasi selaput otak.

Sedangkan pembuluh darah yang pecah akan menimbulkan daerah bagian

distalnya mengalami iskemik atau infark sehingga dijumpai defisit neurologis.

Diagnosa

Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat,

tergantung beratnya perdarahan yang terjadi.

Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat

Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig

sign (+)

Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai :

- Gangguan kesadaran sampai koma

- Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis

- Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil

Pemeriksaan Penunjang

LCS mengandung darah/xanthochrom

Tata Laksana

Perawatan

Bed rest total

Medikamentosa

Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat

Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin)22

Page 23: REFERAT (Trauma Kapitis)

Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi

Fisioterapi

Bila ada gejala sisa neurofisik spt hemipharese dpt dilakukan fisioterapi

Prognosa

Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat.

Bahkan pada bentuk yg berat sekali dapat menyebabkan kematian.

2.6.6 Fraktur Cranii

Pembagian klinik

1. Fraktur cranii tertutup

a. Fraktur linier

b. Fraktur multiple

c. Fraktur impresi

Tanpa defisit neurologis

Dengan defisit neurologis

Tindakan operatif hanya pada fraktur impresi yg disertai defisit

neurologis, selebihnya hanya konservatif.

2. Fraktur Cranii terbuka

a. Segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif, kecuali

fraktur basis cranii sebagian besar dilakukan tindakan konservatif.

2.6.7 Fraktur Basis Cranii

Fraktur cranii terbuka/komplikata yg terjadi di dasar tengkorak

Diagnosa

Riwayat trauma kepala

Keluhan subjektif (+)

23

Page 24: REFERAT (Trauma Kapitis)

Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau

media.

Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau

subdural

Hilang kesadaran +/- bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau

contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang

Khas :

- Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang

disertai cairan. Tulis serinci-rincinya telinga berdarah, lihat apa daun

telinganya robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah krn ada

gigi yg lepas, juga bukan fraktur basis.

- Hematom tgt letak kerusakan di fossa mana.

- Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ;

Brill hematome : untuk dua mata)

- Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai)

Refleks Babinski (+)

Defisit neurologis (-)

Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan

penciuman atau pendengaran periksa nn. craniales

Kebiruan di belakang telinga Battle sign

Pemeriksaan Penunjang

LCS bercampur darah

EEG sesuai dg jenis trauma kapitis penyertanya

Rontgen 60% tdk terlihat karena daerah basis yang kompleks

Tata Laksana

Perawatan

Bed rest total, kepala ditahan dg bantal pasir dg posisi perdarahan/likwore

di sebelah atas

Perawatan thdp perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT

24

Page 25: REFERAT (Trauma Kapitis)

Medikamentosa

Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat

Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi

meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi

karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi

infeksi.

Jika dengan contusio beri KIR

Obat-obat yg ditujukan untuk gejala penyerta

Komplikasi

Karena fraktur terbuka komplikasi yg srg terjadi meningitis.

Prognosa

Tergantung berat-ringannya fraktur yg terjadi dan jenis trauma kapitis penyerta.

Sembuh sempurna

Meninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post

traumatika.

ALGORITME TRAUMA KEPALA10

25

Page 26: REFERAT (Trauma Kapitis)

2.7 Pemeriksaan penunjang6,8,10

1. Foto Rontgen polos

Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna

vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi

terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada

kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi

terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film

diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau

diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan

kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar

angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis

servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur

atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis

fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin

menimbulkan impressions digitae.

2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan)

26

Page 27: REFERAT (Trauma Kapitis)

CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972.

Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak.

Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto

dengan jelas.43 Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis :

c.1. GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan

yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur

basis kranii c.4. Adanya kejang c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit

kepala yang menetap.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan

lebih jelas.

Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih

baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan

sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya

kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan

pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang

otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu:

membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat

monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam

menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan

subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.

27

Page 28: REFERAT (Trauma Kapitis)

BAB III

KESIMPULAN

Trauma kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa

mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada

lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.

Terjadinya trauma kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu

cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari ruda paksa dan cedera

sekunder yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahp

lanjutan dari kerusakan otak primer.

Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap,

yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas

(terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi juga tergantung kepada

bagian otak mana yang terkena.

Gejala yang terlokalisir bisa merupakan perubahan dalam gerakan, sensasi,

berbicara, penglihatan, dan pendengaran. Berbagai fungsi otal dapat dijalankan

ole beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa

menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.

28

Page 29: REFERAT (Trauma Kapitis)

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head

Injury. (www.herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)

2. American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life

Suport For Doctors, 7th Edition. United States of America, 2004.

3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy.

Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.

4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology

Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.

5. Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds):

Neurotrauma. New York, McGraw-Hill, 2004.

6. Gunawan, Billy Indra, Trauma Kepala dalam

Neurologi II. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.

7. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah

Mada University Press, 2003.

29

Page 30: REFERAT (Trauma Kapitis)

8. Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer.

Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007.

9. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar,

Dian Rakyat, Jakarta, 2005.

10. Bajamal AH. Perawatan Cidera Kepala Pra Dan

Intra Rumah Sakit. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah

Saraf. 2005

30