Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi merupakan masalah kesehatan yang sering menyebabkan berbagai masalah medis, sosial, psikososial dan ekonomi. 1 Insiden penyakit ini di seluruh dunia mencapai 44 kasus per 100 ribu penduduk per tahun, dimana setiap tahun ditemukan sekitar 125 ribu kasus baru. 2 Di Asia, prevalensi epilepsi per 1000 populasi adalah: 3,5 di Singapura, 1,7 di Jepang, 2,47 di India, 4,7 di Cina, 9,85 di Pakistan dan 9,0 di Srilangka. Menurut Sjahrir (2000), jika di Indonesia diperkirakan prevalensi epilepsi per 1000 populasi adalah 5 orang, maka penderita epilepsi mencapai 1 juta orang. Prinsip umum pengobatan epilepsi adalah untuk membebaskan penderita dari kejang dengan tidak menimbulkan efek samping klinis yang nyata. Prinsip ini telah diperluas, yang juga mencakup peningkatan kualitas hidup yang dihubungkan dengan fungsi fisik, mental, pendidikan, sosial, dan psikologik dari pasien. 4 Dalam panduan yang diterbitkan oleh American Academy of Neurology mengenai penghentian obat antiepilepsi pada pasien yang bebas kejang, antara lain dijelaskan bahwa pemberian obat dapat dihentikan setelah pasien bebas kejang selama 2 hingga 5 tahun. 2,5 Dengan pemakaian obat antiepilepsi jangka panjang ini, tidak jarang dijumpai efek samping obat yang mungkin dapat mempengaruhi pasien. Salah satu efek samping pemakaian obat antiepilepsi jangka panjang adalah terhadap densitas tulang, yang berpotensi menyebabkan fraktur. Pertanyaan mengenai 1
37

Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

Aug 10, 2015

Download

Documents

ReRe Pink
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan masalah kesehatan yang sering menyebabkan berbagai masalah

medis, sosial, psikososial dan ekonomi.1 Insiden penyakit ini di seluruh dunia mencapai 44

kasus per 100 ribu penduduk per tahun, dimana setiap tahun ditemukan sekitar 125 ribu kasus

baru.2 Di Asia, prevalensi epilepsi per 1000 populasi adalah: 3,5 di Singapura, 1,7 di Jepang,

2,47 di India, 4,7 di Cina, 9,85 di Pakistan dan 9,0 di Srilangka. Menurut Sjahrir (2000), jika

di Indonesia diperkirakan prevalensi epilepsi per 1000 populasi adalah 5 orang, maka

penderita epilepsi mencapai 1 juta orang.

Prinsip umum pengobatan epilepsi adalah untuk membebaskan penderita dari kejang

dengan tidak menimbulkan efek samping klinis yang nyata. Prinsip ini telah diperluas, yang

juga mencakup peningkatan kualitas hidup yang dihubungkan dengan fungsi fisik, mental,

pendidikan, sosial, dan psikologik dari pasien. 4 Dalam panduan yang diterbitkan oleh

American Academy of Neurology mengenai penghentian obat antiepilepsi pada pasien yang

bebas kejang, antara lain dijelaskan bahwa pemberian obat dapat dihentikan setelah pasien

bebas kejang selama 2 hingga 5 tahun.2,5 Dengan pemakaian obat antiepilepsi jangka panjang

ini, tidak jarang dijumpai efek samping obat yang mungkin dapat mempengaruhi pasien.

Salah satu efek samping pemakaian obat antiepilepsi jangka panjang adalah terhadap

densitas tulang, yang berpotensi menyebabkan fraktur. Pertanyaan mengenai kemungkinan

berkurangnya kepadatan tulang dan meningkatnya risiko fraktur akibat pemakaian obat

antiepilepsi jangka panjang telah muncul selama tiga dekade ini.6 Penelitian yang dilakukan

oleh the Study of Osteoporotic Fractures menunjukkan terdapat penurunan densitas mineral

tulang pada pemakai obat antiepilepsi sekitar 50% dibanding pasien yang tidak memakai

obat.

Penanda terjadinya pembentukan tulang dan aktivitas osteoblas adalah alkali fosfatase

tulang (bone Alkaline Phosphatase). Enzim ini merupakan glikoprotein yang ditemukan pada

permukaan membran plasma osteoblas. Enzim ini dapat digunakan untuk menilai

kemungkinan terjadinya gangguan pembentukan tulang pada berbagai penyakit dan kelainan

metabolisme tulang.7

1

Page 2: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epilepsi

1. Definisi

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan

epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against

Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005

merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh

adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik,

perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang

diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan

epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda

dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang

berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.8

2. Epidimiologi

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,

sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka

epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

100/100,000. Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak

mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih

banyak dibandingkan dengan perempuan.7

Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus)

dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan

Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)

Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1

bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.8

3. Etiologi Epilepsi

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a. Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari

penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan

2

Page 3: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil

b. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.

Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan

metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak

ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan

neurodegeneratif.

c. Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan

epilepsi mioklonik

Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut meliputi penyakit

serebrovaskuler (stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan

neurodegeneratif, tumor, trauma kepala, gangguan metabolik, dan infeksi SSP

(sistem saraf pusat).9 Beberapa faktor lainnya adalah gangguan tidur, stimulasi

sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya kejang. Perubahan hormon,

sepeti menstruasi, puberitas, atau kehamilan dapat meningkatkan frekuensi

terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang

seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau

bupropion), dan kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan resiko kejang.10

3

Page 4: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

4. Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi internasional kejang epilepsi dapat dilihat pada tabel I.

Kejang diklasifikasikan menjadi dua kategori umum yaitu :

a. kejang parsial (kejang parsial dapat disebabkan oleh suatu lesi pada

beberapa bagian korteks, seperti tumor, malformasi perkembangan

atau stroke)

b. kejang umum (kejang umum sering disebabkan oleh genetik).11

Tabel I. Klasifikasi internasional kejang epilepsi 12,13 :

1. Kejang parsial (awal terjadi kejang secara lokal)

a. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

(1) Disertai gejala motor

(2) Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori

(3) Disertai gejala kejiwaan

b. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

(1) Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran dengan atau

tanpa gerakan otomatis.

(2) Diawali gangguan kesadaran, diikuti gangguan kesadaran dengan

atau tanpa gerakan otomatis.

c. Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan berubah menjadi

kejang tonik-klonik)

2. Kejang umum

a. Absen

b. Myoklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Tonik-klonik

f. Atonik

g. Spasme infantil

3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan

4. Status epileptikus

4

Page 5: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

5. Tipe Kejang

Biasanya kejang diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu kejang umum primer dan

kejang parsial. Perbedaan dari kedua tipe kejang ini dilihat dari bagaimana mereka

berawal.

a. Kejang umum primer

Kejang umum primer dimulai dengan pelepasan listrik yang menyebar luas

meliputi kedua sisi otak dalam satu waktu. Faktor herediter sangat penting

pada kejang tipe ini.

b. Kejang parsial

Kejang parsial dimulai dengan pelepasan listrik pada satu area otak. Beberapa

kejang tipe ini juga berhubungan dengan trauma kepala, infeksi otak, stroke,

atau tumor tetapi pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Satu

pertanyaan yang digunakan untuk mengklasifikasikan kejang parsial lebih

lanjut adalah apakah kesadaran (kemampuan untuk memberikan respond an

mengingat) menurun atau tidak.

Klasifikasi yang baik dapat membantu untuk mengetahui berapa lama

epilepsy akan Pembagian Tipe kejang yaitu:

a. Kejang umum primer

a) Kejang absence

Kejang absence biasanya terjadi kurang dari 10 detik, tetapi kejang ini

dapat berlangsusng selama 20 detik. Kejang ini berawal dan berakhir

tiba-tiba. Kejang absence adalah episode singkat terpaku. Nama lain

dari kejang absence adalah petit mall. Selama kejang kesadaran dan

kemampuan untuk bereaksi melemah. Seseorang yang mengalami

kejang absence biasanya tidak menyadari apa yang telah terjadi. Tidak

ada peringatan sebelum kejang dan orang tersebut dengan segera

kembali terjaga setelah itu. Kejang absence sederhana hanya menatap.

Kebanyakan kejang absence memperlihatkan kejang absence

kompleks. Yang diartikan terdapat perubahan pada aktivitas otot.

Gerak kepala yang paling sering adalah kedipan mata. Gerak kepala

lainnya meliputi gerak pada mulut, pergerakan tangan seperti

menggosok jari bersama dan kontraksi atau relaksasi otot. Kejang

absence kompleks sering terjadi lebih dari 10 detik. Kejang absence

5

Page 6: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

biasanya dimulai saat berumur 4 sampai 14 tahun. Anak yang

menderita penyakit ini biasanya tumbuh kembang dan intelegensinya

normal. Mendekati 70% kasus, kejang absence biasnaya akan berhenti

pada usia 18 tahun.

b) Kejang absence atipikal

Sulit dikatakan kapan katty mengalami serangan terpaku. Selama

serangan dia tidak berespon cepat seperti pada waktu lainnya. Tetapi

meskipun dia tidak mengalami kejang, dia hanya terpaku dan berespon

lambat. Serangan kejang biasanya 5-30 detik (biasanya lebih dari 10

detik) dengan awalan dan akhiran yang terjadi berangsur-angsur.

Seseorang yang menderita penyakit ini akan menatap (seperti yang

terjadi pada kejang absence) tetapi seringnya masih berespon. Matanya

akan mengejap dan bibirnya akan memperlihatkan gerakan seperti

meremehkan. Tidak seperti kejang absence, kejang ini biasnya tidak

terjadi oleh pernafasan cepat. Pada umumnya kejang ini dimulai pada

usia 6 tahun. Kejang absence atipikal biasanya berlanjut sampai

dewasa.

c) Kejang myoklonik

Kejang myoklonik terjadi singkat, kaget seperti tersentak pada otot

atau beberapa kelompok otot

d) Kejang atonik

Kejang tonik terjadi lebih dari 15 detik. Pada kejang atonik, otot

dengan tiba-tiba kehilangan kekuatannya. Kelopak mata mungkin

tertutup, kepala mungkin mengangguk dan penderita mungkin

menjatuhkan sesuatu dan sering jatuh kelantai. Kejang ini sering

disebut sebagai drop attack atau drop seizure. Penderita biasanya tetap

sadar. Kejang atonik sering dimulai sejak kecil dan biasanya berakhir

sampai remaja. Banyak orang dengan kejang atonik mengalami luka

ketika mereka terjatuh

e) Kejang tonik

Kejang klonik biasanya terjadi lebih dari 20 detik. Kesadaran biasanya

masih terpelihara. Kejang tonik paling sering terjadi pada saat tidur

dan biasanya meliputi seluruh otak yang mempengaruhi seluruh tubuh.

Jika orang itu berdiri biasnya akan jatuh.

6

Page 7: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

f) Kejang klonik

Kejang klonik terdiri dari ritme gerakan menghentak pada tangan dan

kaki, terkadang pada kedua sisi tubuh. Lama terjadinya kejang sangat

bervariasi. Klonus berarti pertukaran yang cepat antara kontraksi dan

relaksasi otot atau dengan kata lain gerakan menghentak yang

berulang. Gerakannya tidak bisa dihentikan dengan mengendalikan

atau memposisikan tangan dan kaki. Kejang klonik sangat jarang

terjadi. Kejang yang lebih biasa ditemukan adalah kejang tonik klonik

dimana gerakan menghentak didahului gerakan seperti terpaku. Kejang

klonik tidak sering dijumpai. Kejang ini dapat terjadi pada setiap usia

termasuk pada bayi baru lahir. Kejang klonik cepat dan jarang terjadi

pada bayi biasanya akan menghilang dengan sendirinya dalam jangka

waktu singkat. Pada beberapa kasus mungkin membutuhkan terapi

yang lama

g) Kejang tonik klonik

Umumnya kejang tonik klonik terjadi selama 1-3 menit. Kejang tonik

klonik yang berakhir lebih lama dari 5 menit mungkin harus

memanggil bantuan medis. Kejang yang berakhir lebih dari 30 menit

atau tiga kali kejang tanpa periode jeda yang normal mengindikasikan

kondisi yang berbahaya disebut juga sebagai status epileptikus. Kejang

ini membutuhkan terapi emergency. Kejang ini adalah kejang yang

biasanya diketahui oleh masyarakat secara umum. Seperti namanya

kejang ini merupakan gabungan dari kejang tonik dan kejang klonik.

Fase tonik datang pertama ditandai dengan semua otot menjadi kaku.

Udara secara paksa dikeluarkan dari pita suara yang menyebabkan

tangisan atau erangan. Orang tersebut akan kehilangan kesadaran dan

jatuh kelantai. Lidah dan pipi bagian dalam mungkin tergigit. Jadi

ludah yang bercampur darah mungkin keluar dari mulut. Wajah orang

tersebut mungkin akan berubah jadi kebiruan. Setelah fase tonik akan

terjadi fase klonik. Tangan dan kaki biasanya akan mulai menghentak

dengan cepat dan berirama, gerakan menekuk dan relaksasi pada siku,

pangkal paha dan lutut. Setelah beberapa menit gerakan menghentak

akan melambat dan berhenti. Isi kandung kemih dan perut terkadang

ikut keluar saat tubuh relaksasi. Kesadaran kembali perlahan dan orang

7

Page 8: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

tersebut mungkin mengantuk, bingung, atau depresi. Penderita yang

mengalami kejang ini dapat anak-anak maupun orang dewasa. Untuk

anak-anak yang pernah mengalami kejang tonik klonik sekali dalam

hidupnya, risiko untuk terjadinya kejang lagi tergantung pada banyak

faktor. Beberapa anak akan tumbuh dengan epilepsy. Seringnya kejang

tonik klonik dapat dapat dikendalikan dengan obat-obatan. Banyak

pasien yang bebas kejang selama 1 atau 2 tahun dengan pengobatan

akan tetap bebas kejang ketika pegobatannya dihentikan secara

bertahap

b. Kejang parsial

a) Kejang parsial sederhana

Kejang ini sangat berbeda pada setiap orang, tergantung pada bagian

otak dimana kejang ini berawal. Satu hal yang umum terjadi pada

setiap penderita bahwa mereka tetap terjaga dan dapat mengingat apa

yang terjadi

b) Kejang parsial kompleks

Biasanya kejang akan terjadi 30 detik sampai 2 menit. Setelah kejang

biasanya penderita akan lelah atau bingung selama 15 menit dan

mungkini tidak sadar selama satu jam. Kejang ini biasanya berawal

dari sebagian kecil area pada lobus temporal atau frontal otak.

Kemudian dengan cepat meliputi area lain pada otak yang

mempengaruhi kesadaran dan siaga. Jadi walaupun mata penderita

terbuka dan mereka membuat gerakan seperti memiliki tujuan, pada

kenyataannya mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan.

Beberapa kasus biasanya yang berawal dari lobus temporalis akan

dimulai dengan kejang parsial sederhanayang disebut dengan aura

yaitu semacam peringatan pada kejang, seringnya meliputi perasaan

tidak enak meliputi perasaan aneh pada perut. Kemudian orang

tersebut hilang kesadaran dan menatap kosong. Setiap orang dapat

mengalami kejang ini tetapi cenderung lebih sering pada orang dengan

trauma kepala,infeksi otak, stroke atau tumor otak tetapi lebih banyak

dengan sebab yang tidak diketahui

c) Kejang umum sekunder

8

Page 9: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

Terkadang kejang berhenti setelah itu dan terkadang kejangnya tetap

berlangsusng dan aku jatuh ke lantai dan mengalami penyebar pada

kedua sisi otak setelah kejadian primer yairu kejang parsial.hal ini

terjadi ketika ledakan aktivitas listrik terbatas pada area tertentu dan

menyebar keseluruh otak. Kejang ini terjadi lebih dari 30 % orang

yang menderita epilepsy parsial. Kejang ini dapat mengenai semua

umur pada orang yang memiliki kejang parsial.17

6. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat

penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara

neurotransmiter eksitatori dan inhibitori.14 Defisiensi neurotransmiter inhibitori

seperti Gamma AminoButyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter

eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron tidak normal.

Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat, aspartat,

asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida,

sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat

neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan

kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion,

dan defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan

ketidak stabilan membran neuron.15

Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu

pembukaan kanal Na+.  Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal

Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi

pengurangan perbedaan polaritas pada membran sel atau yang disebut juga dengan

depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam penerusan potensial aksi sepanjang

sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat peningkatan glutamat pada pasien

epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus menerus dan memicu

aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara

memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5

Methylosoxazole- 4-propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil

D-aspartat). Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya

ion-ion Na+ dan Ca2+yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial

aksi.  Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA)

bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa

9

Page 10: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja kedua obat ini adalah menghambat

penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf yang

teraktivasi.16 Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini

yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.

Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

7. Gejala Klinis

a. Kejang parsial simplek

Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala

berupa:

10

Page 11: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

a) “deja vu”: Perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama

sebelumnya.

b) Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat

dijelaskan

c) Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada

bagian tubih tertentu.

d) Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

e) Halusinasi

b. Kejang parsial (psikomotor) kompleks

Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan

lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar

tidak akan mengingat waktu serangan.

Gejalanya meliputi:

a) Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

b) Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan

pakaiannya

c) Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling

dalam keadaan seperti sedang bingung

d) Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

e) Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

c. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:

tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis

ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis

ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum

serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga

berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan

keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan

yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik:

terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau

buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien

mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan

semacam ini.

11

Page 12: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

d. Gajala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada

setiap pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama.

e. Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial.

f. Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.

g. Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang

singkat.

h. Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi

kehilangan kesadaran.17

8. Diagnosis

a. Anamnesis

Riwayat kesehatan adalah dasar dari diagnosis epilepsy. Dokter membutuhkan

semua informasi tentang apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kejang.

Jika pasien tidak dapat memberikan informasi yang cukup, orang lain yang

melihat kejadian kejang dapat turut memberikan informasi.

b. Pemeriksaan fisik

Penyakit medis yang meliputi system lain pada tubuh juga dapat menyebabkan

kejang sehingga dokter harus melakukan pemeriksaan medis secara

menyeluruh. Pada beberapa pemeriksaan dan tes laboraturium dapat

digunakan untuk mengetahui apakah hati ,ginjal, dan system tubuh lain

bekerja dengan baik

c. Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan neurologi untuk melihat bagaimana otak dan system saraf

berfungsi dengan baik atau tidak. Biasanya ahli saraf pertama kali akan

menanyakan masalah yang pernah anda miliki yang bisa menjadi gejala awal

dari penyakit otak. Ahli saraf juga akan memeriksa fungsi otot, perasaan dan

reflek pasien dan akan melihat apakah ada masalah pada cara berjalan atau

koordinasi. Bagian lain dari pemeriksaan adalah dengan memeriksa fungsi

mental seperti kemampuan untuk mengingat kata, nama objek dan melakukan

perhitungan.

d. Pemeriksaan ECG (electroencephalography)

ECG adalah pemeriksaan penting untuk diagnosis epilepsy karena ECG dapat

merekam aktivitas listrik pada otak. ECG aman digunakan dan tanpa rasa

sakit. ECG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik

otak. Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang

12

Page 13: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

berbeda tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor

otak atau kejang. Ahli saraf mungkin akan mengartikan gelombang sebagai

bentuk abnormalitas epilepsy atau gelombang epilepsy. Hal ini termasuk

spike, sharp waves and spike-and wave discharge. Gelombang spike dan sharp

pada area spesifik diotak seperti pada lobus temporal kiri mengindikasikan

kejang parsial mungkin berasal dari area tersebut. Disisi lain, kejang umum

primer diperkirakan dari lepasan gelombang spike and wave yang menyebar

luas pada kedua hemisfer otak. Terutama jika berasal dari kedua hemisfer pada

saat yang bersamaan.14

9. Penegakan Diagnosis

a. EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam diagnosis berbagai

macam jenis epilepsi.

b. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih

terdiagnosis epilepsi.

c. MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat (khususnya dalam

menggambarkan lobus temporal), tetapi CTscan tidak membantu, kecuali

dalam evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.17

10. Komplikasi

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress

emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:

a. Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual

b. Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada

hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama

benda)

c. Kepribadian keras : agresif dan defensive

Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:

a. Aspirasi atau muntah

b. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu

c. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit

d. Status epileptikus

Status Epileptikus

13

Page 14: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa

kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap

tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus

mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin

fatal.

Komplikasi meliputi:

a. Aspirasi

b. Kardiakaritmia

c. Dehidrasi

d. Fraktur

e. Serangan jantung

f. Trauma kepala dan oral

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP)

SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan

yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal

secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik

memiliki risiko yang lebih tinggi. Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab

fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac

aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti

dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol

sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat

anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.14

11. Prognosis

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin

untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan

tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter

yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga

tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan

dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak

dengan epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada

kejang.23

14

Page 15: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

12. Pencegahan

Jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan terapi

pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang. Jika

pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal

yang telah direkomendasikan oleh dokter.23

B. Anti Epilepsi

Penggolongan obat anti epilepsi dan efek sampingnya

1. Hidantoin

Fenitoin

Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-

klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf.18 Fenitoin

memiliki range terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan

pengukuran kadar obat dalam darah.19 Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan

menghambat kanal sodium (Na+) 20 yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion

Na+ kedalam membran sel berkurang.18 dan menghambat terjadinya potensial aksi

oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.11 Dosis awal penggunaan fenitoin 5

mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6  jam.17 Efek samping yang

sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga

mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda),

disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat

menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus.Salah satu efek

samping kronis yang mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran

pada gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival

hyperplasia.21

2. Barbiturat

Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-

klonik.18 Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan

fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya

serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah

mengurangi penggunaannya sebagai obat utama.22 Aksi utama fenobarbital

terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan Na dan K.

Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langsung terhadap

reseptor GABA16 (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi

15

Page 16: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

pembukaan reseptor GABAA 14 dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida).

Selain itu, fenobarbital juga menekan glutamate excitability dan meningkatkan

postsynaptic GABAergic inhibition.23 Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3

mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari.21 Efek samping SSP

merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping

lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi.

Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas.

Fenobarbital juga dapat menyebabkan kemerahan kulit, danStevens-Johnson

syndrome.17

3. Deoksibarbiturat

Primidon

Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik.11

Primidon mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori.18 Efek anti kejang

primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh

primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital dan

feniletilmalonamid (PEMA).11PEMA dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal.18

Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari.14 Efek samping yang sering terjadi

antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan

perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi.18

4. Iminostilben

Karbamazepin

Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik.11

Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan

tonik-klonik.18 Karbamazepin menghambat kanal Na+ ,14 yang mengakibatkan

influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang 18 dan menghambat

terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.11 Dosis

pada anak  dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia

6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg.

Sedangkan pada  anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari. 15

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah

gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual,

goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan usia.17

5. Okskarbazepin

16

Page 17: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

Okskarbazepin  merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin merupakan

prodrug yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu

suatu turunan 10-monohidroksi dan dieliminasi melalui ekskresi ginjal.11

Okskarbazepin digunakan untuk pengobatan kejang parsial.17 Mekanisme aksi

okskarbazepin mirip dengan mekanisme kerja karbamazepin.11 Dosis penggunaan

okskarbazepin pada anak usia 4-16 tahun 8-10mg/kg 2 kali sehari sedangkan pada

dewasa, 300 mg 2 kali sehari.18 Efek samping penggunaan okskarbazepin adalah

pusing, mual, muntah, sakit kepala, diare, konstipasi, dispepsia, ketidak

seimbangan tubuh, dan kecemasan. Okskarbazepin memiliki efek samping lebih

ringan dibanding dengan fenitoin, asam valproat, dan karbamazepin.17

Okskarbazepin dapat menginduksi enzim CYP450.11

6. Suksimid

Etosuksimid

Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens.18 Kanal kalsium merupakan

target dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal

Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang

diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada

kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens.11 Dosis etosuksimid

pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk

dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun

dan dewasa 500 mg/hari.18 Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual

dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah

ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat

berdiri tegak), pusing dan cegukan. 17

7. Asam valproat

Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang

absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik.18 Asam valproat dapat

meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi

sintesis GABA. Asam valproat juga  berpotensi terhadap respon GABA post

sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal

kalium.17 Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari.18 Efek samping yang

sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,

muntah,anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin

ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan

17

Page 18: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

kebotakan. Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek

samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah

hepatotoksik.Hyperammonemia (gangguan metabolisme yang ditandai dengan

peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak

sampai menyebabkan kerusakan hati. 17

Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah

terkait penggunaannya pada pasien epilepsi.  Penggunaan fenitoin dan valproat

secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah

efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme

lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin.  Obat yang dapat menginduksi enzim

dapat meningkatkan metabolisme valproat.  Hampir 1/3 pasien mengalami efek

samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan

penggunaan obat terkait efek samping tersebut.19

8. Benzodiazepin

Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang.18 Benzodiazepin merupakan agonis

GABAA, sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi

pembukaan reseptor GABAA.14 Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5

mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg ,

dan dewasa 4-40 mg/hari.14 Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan

benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk,

kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual.18

9. Obat antiepilepsi lain

Gabapentin

Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi

walaupun kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati.19 Uji

double-blind dengan kontrol plasebo pada penderita seizure parsial yang sulit

diobati menunjukkan bahwa penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain

leibh unggul dari pada plasebo.  Penurunan nilai median seizure yang diinduksi

oleh gabapentin sekitar 27% dibandingkan dengan 12% pada plasebo.  Penelitian

double-blind monoterapi gabapentin (900 atau 1800 mg/hari) mengungkapkan

bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi karbamazepin (600 mg/hari).22

Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA nonvesikel melalui mekanisme

yang belum diketahui. Gabapentin mengikat protein pada membran korteks

saluran Ca2+ tipe L. Namun gabapentin tidak mempengaruhi arus Ca2+ pada

18

Page 19: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu mengurangi perangsangan

potensial aksi berulang terus-menerus.11 Dosis gabapentin untuk anak usia 3-4

tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 5-12 tahun 25-35 mg/kg 3 kali sehari,

anak usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3 kali sehari.18 Efek samping

yang sering dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan

ketidakseimbangan tubuh. Perilaku yang agresif umumnya terjadi pada anak-anak.

Beberapa pasien yang menggunakan gabapentin mengalami peningkatan berat

badan.17

10. Lamotrigin

Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang

memiliki efikasi pada parsial dan epilepsi umum.17 Lamotrigin tidak menginduksi

atau menghambat metabolisme obat anti epilepsi lain.  Mekanisme aksi utama

lamotrigin adalah blokade kanal Na, menghambat aktivasi arus Ca2+ serta

memblok pelepasan eksitasi neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan

aspartat.  Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari.18 Penggunaan lamotrigin umumnya

dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada pasien geriatri. Efek

samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan (penglihatan

berganda), sakit kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin

dapat menyebabkan kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4

minggu. Stevens-Johnson syndrome juga dilaporkan setelah menggunakan

lamotrigin.17

11. Levetirasetam

Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan derifatpyrrolidone ((S)-

ethyl-2-oxo-pyrrolidine acetamide). Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang

parsial, kejang absens, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik.17 Mekanisme

levetirasetam dalam mengobati epilepsi belum diketahui. Namun pada suatu studi

penelitian disimpulkan levetirasetam dapat menghambat kanal Ca2+ tipe N dan

mengikat protein sinaptik yang menyebabkan penurunan eksitatori (atau

meningkatkan inhibitori). Proses pengikatan levetiracetam dengan protein sinaptik

belum diketahui. Dosis levetirasetam 500-1000 mg 2 kali sehari.14 Efek samping

yang umum terjadi adalah sedasi, gangguan perilaku, dan efek pada SSP.

Gangguan perilaku seperti agitasi, dan depresi juga dilaporkan akibat penggunaan

levetirasetam.17

12. Topiramat

19

Page 20: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang

mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan

menghambat kanal sodium (Na+), meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis

reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat karbonat anhidrase yang

lemah.18 Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari.14 Efek samping utama yang

mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit berkonsentrasi, sulit

mengingat, pusing, kelelahan,paresthesias (rasa tidak enak atau abnormal).

Topiramat dapat menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan

penurunan berat badan.17

13. Tiagabin

Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak ≥16 tahun.

Tiagabin meningkatkan aktivitas GABA, antagonis neuron atau menghambat

reuptake GABA (7). Dosis tiagabin 4 mg 1-2 kali sehari.18 Efek samping yang

sering terjadi adalah pusing, asthenia (kekurangan atau kehilangan energi),

kecemasan, tremor, diare dan depresi.24 Penggunaan tiagabin bersamaan dengan

makanan dapat mengurangi efek samping SSP.17

14. Felbamat

Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya

digunakan bila terapi sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang

mempunyai resiko anemia aplastik.18 Mekanisme aksi felbamat menghambat kerja

NMDA dan meningkatkan respon GABA.11 Dosis felbamat untuk anak usia lebih

dari 14 tahun dan dewasa 1200 mg 3-4 kali sehari.18 Efek samping yang sering

dilaporkan terkait dengan penggunaan felbamat adalah anorexia, mual, muntah,

gangguan tidur, sakit kepala dan penurunan berat badan. Anorexia dan penurunan

berat badan umumnya terjadi pada anak-anak dan pasien dengan konsumsi kalori

yang rendah. Resiko terjadinya anemia aplastik akan meningkat pada wanita yang

mempunyai riwayat penyakitcytopenia.17

15. Zonisamid

Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid yang digunakan sebagai terapi

tambahan kejang parsial pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa.18 Mekanisme

aksi zonisamid adalah dengan menghambat kanal kalsium (Ca2+) tipe T. Dosis

zonisamid 100 mg 2 kali sehari.14 Efek samping yang umum terjadi adalah

mengantuk, pusing, anorexia, sakit kepala, mual, dan agitasi. Di United Stated

26% pasien mengalami gejala batu ginjal.17

20

Page 21: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

BAB III

KESIMPULAN

Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang berulang.

Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba terganggu. Gangguan ini dapat

menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak semua kejang

disebabkan oleh epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu sepeti

meningitis, ensefalitis atau trauma kepala. Ada banyak tipe kejang pada epilepsy, setiap tipe

kejang digolongkan menurut gejala yang terjadi. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang

parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area otak yang terpengaruh. Ada

beberapa komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden unexpected death in

epilepsy (SUDEP).

Status epileptikus terjadi jika terdapat kejang lebih dari 30 menit tanpa adanya masa

pemulihan kesadaran. Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang

tonik klonik. Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi, hanya satu diantara seribu orang

dengan epilepsy simtomatik (penyebab diketahui) yang mengalami SUDEP. Gejala epilepsy

dapat dikontrol dengan obat anti kejang. Hampir delapan dari sepuluh orang dengan epilepsy

gejala kejang yang mereka alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat antikejang. Pada

umumnya, pertama kali dokter akan memulai pengobatan dengan menggunakan satu jenis

anti kejang, jika kejang tetap tidak bisa dikontrol baru digunakan dua atau lebih kombinasi

obat anti kejang.

21

Page 22: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. K Ela, Panggabean R, Aminah S, Wibisono Y. Pengukuran kualitas hidup anak

epilepsi dengan mengunakan kuesioner modifikasi the quality of life in childhood

epilepsy questionnaire (QOLCE). Neurona. 2005;22;20-6

2. Gidal BE, Garnett WR. Epilepsy. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR,

Wells BG, Posey LM (ed), Pharmacotherapy, a patophysiologic approach. 6 th ed.

New York: McGraw Hill Companies,2005:1023-48

3. Ritarwan K.,Sjahrir H. Anti-Epileptic Drug Usage in 2 Hospitals 5 primary Health

centers and private practices in Medan: Epilepsi, 2000;5;24-30

4. Panayiotopoulos CP. Principles of therapy in the epilepsies. In: A clinical guide to

epileptic syndromes and their treatment based on ILAE classifications. New

York:Springer, 2007;1-2

5. The National Society for Epilepsy. Epilepsy information:medication for adults with

epilepsy. Available from URL http://www.epilepsynse.org.uk.2007

6. Anonymous. Treatment with anti-epileptic medication. Available from URL

http://www.epilepsy.org.uk.2006

7. Ropper AH, Brown RH. Epilepsy and other seizures. In:Adams and victor’s principles

of neurology.

8. Browne TR., Holmes GL., 2000, Epilepsy: Definitions and Background. In:

Handbook of Epilepsy, 2nd edition, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, P.,

1-18.

9. Fisher RS., Boas WE., Blume W., Elger C., Genton P., Lee P., et al., 2005, Epileptic

seizures and epilepsy: definition proposed by the International League Against

Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE),Epilepsia; 46 (4):

470-2.

10. Annegers JF., 2001, The Epidemiology of Epilepsy. In: Wylie E, ed. The Treatment of

Epilepsy, 3d ed, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 131–138.

11. Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, vol. 1, EGC, Jakarta, 506-

531.

12. Commission on Classification and Terminology of the International League Against

Epilepsy, 1981, Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic

Classification of Epileptic Seizures, Epilepsia, 22: 489–501.

22

Page 23: Referat Efek Samping Obat Antiepilepsi

13. Commission on Classification and Terminology of the International League Against

Epilepsy, 1982, Proposal for Revised Classification of Epilepsies and Epileptic

Syndromes, Epilepsia, 30: 389–399.

14. Irani, Vidia, M., 2009, Gambaran Efektivitas AntiepilepsiPada Pasien Epilepsi Yang

Menjalani  Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta, Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta, 41-70.

15. Nordli, D.R., Pedley, De Vivo, 2006, Buku Ajar Pediatri Rudolph volume 3, EGC,

Jakarta, 1023, 1034, 2135-2138.

16. Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia Press,

Yogyakarta, 85.

17. Gidal, B.E., and Garnett, W.R., 2005, Epilepsy, in Pharmacotherapy: A

Phathophisiology Approach, Dipiro, J.T., et al (eds) McGraw Hill, New York, 1023-

1048.

18. Lacy, Charles F., 2009, Drug Information Handbook, American Pharmacists

Association.

19. Dillon and Sander, 2003, Clinical Pharmacy and Therapeutics, Third edition,

Churchill livingstone, New York, 465-468, 472-477.

20. Rainer Surges, Kirill E., Volynski and Matthew C., Walker, 2008, Is Levetiracetam

Different from Other Antiepileptic Drugs? Levetiracetam and its Cellular Mechanism

of Action in Epilepsy Revisited Rainer Surges, Therapeutic Advances in Neurological

Disorders, 1(1) 13-24.

21. Weiner WJ., 1999, The Intial Treatment of Parkinson’s Disease Should Begin With

Levodopa, Mov Disord, 14: 716–724.

22. McNemara, J.O., 2008, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, vol 1, diterjemahkan

oleh alih bahasa sekolah farmasi ITB, EGC, Jakarta, 1517, 522, 524.

23. Harsono, 2007, Epilepsi, edisi kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 7-

8, 65-66, 144.

23