Top Banner
i LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN MELALUI PENGADILAN TIM PENGUSUSUL Kadek Sarna, SH.,M.Kn I Putu Rasmadi Arsha Putra, SH., MH ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
39

PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

Aug 07, 2019

Download

Documents

trandieu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

i

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA LINGKUNGAN MELALUI PENGADILAN

TIM PENGUSUSUL

Kadek Sarna, SH.,M.Kn

I Putu Rasmadi Arsha Putra, SH., MH

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

Page 2: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

ii

Page 3: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

iii

RINGKASAN

Membicarakan hubungan manusia dengan lingkungannya secara kodrati memiliki

pertalian yang sangat erat. Manusia dengan komunitasnya selain diberikan hak untuk

memanfaatkan, juga mempunyai tanggung jawab untuk menyelamatkan, melestarikan dan

menegakkan hak lingkungan. Hak ligkungan (environmental right) adalah salah satu hak yang

perlu untuk kita perjuangkan mengingat lingkungan tidak dapat memperjuangkan

kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga

diperlukan pihak lain yang memperjuangkan, jadi advokasi manusia terhadap lingkungan

merupakan satu kesatuan kehidupan sebagai biotic community.

Peradilan perdata dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan

seperti HIR (Het Herzeine Indonesish Reglement), Rbg (Rechtsreglemeent Buitengewesten), Rv

(Reglement op de burgerlijke recht Vordering), Undang-undang No. 20 Tahun 1947, Undang-

undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada mulanya, pengajuan tuntutan

hak yang dikenal hanya pengajuan tuntutan hak melalui gugatan biasa, dimana pada diri pihak

yang mengajukan tuntutan hak (gugatan) mengalami kerugian langsung maupun kerugian

meteriil sebagai akibatnya. Namun demikian, dalam perkembangannya, pengajuan tuntutan hak

dapat diajukan melalui mekanisme class action, legal standing dan citizen lawsuit. Berdasarkan

hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas beberapa permasalahan mengenai

Bagaimana Peranan Masyarakat (Public Participatory) dalam penyelesaian sengketa lingkungan

dan Bagaiamana Penyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Pengadilan.

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan

penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode

pendekatan baik secara yuridis normatif. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

dilakukan dengan menelaah sejumlah instrument penyelesaian sengketa. Selanjutnya,

Pendekatan sejarah (historical approach) diterapkan untuk mengetahui sejarah dan

perkembangan penyelesaian sengketa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analisis

(analytical or conceptual approach). Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi

sejumlah instrumen nasional dan internasional, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-undang No. 20 Tahun 1947, Undang-undang No. 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sistem kartu (card system).

Untuk memenuhi hubungan hak dan kewajiban antara manusia dan lingkungan,

manusia mimiliki peranan dalam pembelaan (Advokasi) lingkungan dengan salah satu cara

proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan. Penyelesaian perkara perdata di pengadilan

merupakan cara mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil yang dilanggar.

Penyelesaian sengketa lingkungan di pengadilan dapat dilakukan dengan Pengajuan Gugatan

Biasa/ Hak Gugat Orang Perorangan (Individual), Gugatan kelompok (Class Action) dan

Pengajuan Gugatan oleh Lembaga Swadaya Mayarakat (Legal Standing).

Page 4: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

iv

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang HyangWidhiWaca/ Tuhan Yang

Maha Esa Laporan Kegiatan Penelitian dengan judul “Public participatory dalam Penyelesaian

Sengketa Lingkungan Melalui Pengadilan” dapat terselesaikan pada waktunya.

Kegiatan Penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar berkat bantuan dari berbagai

pihak baik secara langsung, maupun tidak langsung dan secara moril maupun materiil. Untuk itu

dalam kesempatan ini menyampaikan banyak terima kasih dengan segala hormat kepada:

1. Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH Dekan Fakultas Hukum Universitas

Udayana;

2. Nyoman A. Martana, SH., MH. Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

3. Dr. I Ketut Tjukup, SH., MH, Selaku Dosen Pembimbing dalam peneltian ini.

4. Para informan dan responden yang telah memberi keterangan ataupun penjelasan

sehingga penelitian ini dapat diselesaiakan;

5. Pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini sampai dengan penyusunan laporan.

Semoga Laporan Penelitian ini dapat berguna sebagai pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu hukum pidana, sebagai sarana mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Akhir kata demikianlah Laporan Penelitian ini dapat terselesaikan dengan segenap

kekurangannya.

Denpasar, Oktober 2015

Ketua Pelaksana

Page 5: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii

RINGKASAN ................................................................................................................... iii

PRAKATA ........................................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... v

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 6

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ....................................................... 12

BAB 4. METODE PENELITIAN .................................................................................... 14

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 17

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 6: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

vi

BAB. I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masyarakat Hindu di Bali memegang teguh ajaran Tri Hita Karana, selalu menjadi

falsafah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu di Bali. Tri Hita Karana berasal dari kata

“Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab.

Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”.

Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka

ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada

dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan

di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi :

1. Hubungan manusia dengan tuhan

2. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan

3. Hubungan manusia dengan alam sekitar (lingkungan).

Membicarakan hubungan manusia dengan lingkungannya secara kodrati memiliki

pertalian yang sangat erat. Manusia dengan komunitasnya selain diberikan hak untuk

memanfaatkan, juga mempunyai tanggung jawab untuk menyelamatkan, melestarikan dan

menegakkan hak lingkungan. Hak ligkungan (environmental right) adalah salah satu hak yang

perlu untuk kita perjuangkan mengingat lingkungan tidak dapat memperjuangkan

kepentingannya sendiri karena sifatnya yang in-animatif (tidak dapat berbicara) sehingga

diperlukan pihak lain yang memperjuangkan, jadi advokasi manusia terhadap lingkungan

merupakan satu kesatuan kehidupan sebagai biotic community. Dalam falsafah Hindu Bali

manusia sebagai mikrikosmos dan alam merupakan bagian dari makrokosmos. Keberadaan

keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia memiliki tugas untuk memelihara dan memuliakan

alam lingkungan yang kesemuanya bertujuan untuk kesejahteraan manusia sendiri.

Permasalahan penelitian ini adalah manifestasi kekuatan otonomi masyarakat dalam

melakukan pembelaan (advokasi) lingkungan, dan pilihan penyelesaian sengketa lingkungan

hidup. Masyarakat yang menjadi korban yang mengalami kerugian akibat pencemaran

lingkungan dengan didukung lembaga swadaya masyarakat dan organisasi lingkungan berusaha

melakukan pembelaan (advokasi) lingkungan, dan melakukan pilihan penyelesaian sengketa

dengan mengajukan gugatan ke lembaga pengadilan. Dalam beberapa kasus penyelesaian

Page 7: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

vii

sengketa lingkungan yang dilakukan melalui lembaga pengadilan, keputusan pengadilan

dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan keadilan lingkungan.

Menurut Ton Dietz upaya yang dilakukan masyarakat pada mulanya murni lingkungan,

yakni mereka yang memperjuangkan masalah lingkungan demi lingkungan sendiri. Dengan

risiko apa pun lingkungan harus dilindungi. Di samping, itu terdapat kepentingan yang tidak

untuk melindungi lingkungan itu sendiri, tetapi demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan

penumpukan modal (kapitalisme) supaya terjamin keajegan pasokan bahan baku industri

sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung. Selanjutnya berkembang keinginan

untuk melakukan advokasi lingkungan yang didasarkan pada lingkungan kerakyatan (eco

populisme). Advokasi yang dilakukan diprakarsai oleh aktivis lingkungan yang sangat memihak

kepada kepentingan rakyat banyak dan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat.1 Menurut

Kirkpatrick Sale advokasi lingkungan di Amerika Serikat memperlihatkan hasil gemilang,

tertanam dalam kehidupan rakyat di bidang hukum dan adat kebiasaan, tulisan maupun citra, dan

kesadaran pentingnya lingkungan. Kesadaran lingkungan terpateri dalam undang-undang

nasional dan lembaga-lembaga negara. Undang-undang dan pengadilan telah melindungi

kepentingan masyarakat akan lingkungan dengan anggaran besar setiap tahun dan dalam

keputusan-keputusan fundamental pengadilan yang menjelaskan dan memutus sengketa

lingkungan dari sudut pandang hukum melalui sarana dan arena publik yang tidak terbilang

banyaknya.2

Indonesia merupakan Negara hukum, konsekuensi suatu negara hukum adalah

menempatkan hukum di atas segala kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satu unsur

negara hukum adalah berfungsinya kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh

badan peradilan. Pemberian kewenangan yang merdeka tersebut merupakan “katup penekan”

(pressure valve), atas setiap pelanggaran hukum tanpa kecuali. Pemberian kewenangan ini

dengan sendirinya menempatkan kedudukan badan peradilan sebagai benteng terakhir (the last

resort) dalam upaya penegakan “kebenaran” dan “keadilan”. Dalam hal ini tidak ada badan lain

1 Ton Dietz, 1998, Pengakuan Hak atas Sumber Daya Alam, Pengantar Dr. Mansour Faakih, Refleksi

Gerakan Lingkungan, Yogyakarta: Remdec, Insist Press dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. ix-x. 2 Kirkpatrick Sale, 1996, Revolusi Hijau, Sebuah Tinjauan Historis-Kritis Gerakan Lingkungan Hidup di

Amerika Serikat, Yayasan Obor Indonesia Jakarta, h 126-127.

Page 8: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

viii

yang berkedudukan sebagai tempat mencari penegakan kebenaran dan keadilan (to enforce the

truth and justice) apabila timbul sengketa atau pelanggaran hukum.3

Kekuasaan kehakiman adalah Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang

merdeka untuk penyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.4 Pengertian kekuasaan Negara yang

merdeka, dimaksudkan, bahwa kekuasaan kehakiman terpisah dari kekuasaan pemerintahan dan

Kekuasaan Perundang-undangan serta merdeka dari pengaruh kedua kekuasaan itu. Untuk hal

tersebut dengan jelas dapat dijumpai dalam penjelasan resmi pasal 24 dan 25 UUD „45. Bahkan

penjelasan tersebut masih menguraikan sebuah harapan yakni: “…Berhubung dengan itu, harus

diadakan jaminan dalam Undang-undang tentang kedudukan para hakim”. Jaminan tentang

kedudukan para hakim yang dimaksud dalam kaitan ini tidak lain adalah jaminan kemandirian

hakim sebagai aparatur penyelenggaraan peradilan.

Proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan telah diatur dalam hukum acara

perdata. Hukum acara perdata atau hukum formil perdata adalah alat untuk menyelenggarakan

hukum materiil, sehingga hukum acara itu harus digunakan sesuai dengan keperluan hukum

materiil dan hukum acara tidak boleh digunakan apabila bertentangan dengan hukum materiil.5

Berdasarkan pengertian tersebut, maka esensi hukum acara Perdata adalah mengatur

cara bagaimana orang yang kepentingan privatnya dilanggar oleh orang lain itu dapat

diselesaikan, cara bagaimana seseorang dipulihkan haknya apabila dilanggar orang lain dan cara

bagaimana yang berwenang atau pengadilan menyelesaikan atau memulihkan sengketa perdata.

Untuk memulihkan hak seseorang yang dilanggar, maka dilakukan upaya hukum melalui

pengajuan tuntutan hak melalui pengadilan. Tugas pengadilan, dalam hal ini adalah hakim, yaitu

untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara perdata. Peradilan perdata dilakukan dengan

3 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung,h. 34

4 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, LNRI Tahun 2009 No.

5076

5 G. Wijers, 2000, Het Gezag van Gewijsde in Burgerlijke Landraad zaken, dalam Supomo, Hukum Acara

Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 10

Page 9: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

ix

mendasarkan pada peraturan perundang-undangan seperti HIR (Het Herzeine Indonesish

Reglement), Rbg (Rechtsreglemeent Buitengewesten), Rv (Reglement op de burgerlijke recht

Vordering), Undang-undang No. 20 Tahun 1947, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman. Pada mulanya, pengajuan tuntutan hak yang dikenal hanya pengajuan

tuntutan hak melalui gugatan biasa, yaitu pengajuan tuntutan hak oleh subjek hukum yang satu

kepada subjek hukum lainnya atas suatu sengketa keperdataan, baik berupa wanprestasi maupun

perbuatan melawan hukum, dimana pada diri pihak yang mengajukan tuntutan hak (gugatan)

mengalami kerugian langsung maupun kerugian meteriil sebagai akibatnya. Namun demikian,

dalam perkembangannya, pengajuan tuntutan hak dapat diajukan melalui mekanisme class

action, legal standing dan citizen lawsuit.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas beberapa

permasalahan mengenai:

1. Bagaimana Peranan Masyarakat (Public Participatory) dalam penyelesaian sengketa

lingkungan?

2. Bagaiamana pengaturan dan perbedaan karakteristik antara pengajuan tuntutan hak

dalam persidangan perkara perdata melalui mekanisme pengajuan gugatan, class

action, legal standing dan citizen lawsuit?

Page 10: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

x

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sengketa Lingkungan

Costintino dan Merchant6 mendefinisikan konflik Sebagai ketidak sepakatan mendasar

antara dua pihak, dimana sengketa adalah satu bentuknya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat

Douglas Benang bahwa konflik adalah suatu keadaan, bukan proses. Orang yang menentang

kepentingan, nilai, atau kebutuhan berada dalam keadaan konflik, yang mungkin laten (berarti

tidak muncul ke permukaan, tidak ditindaklanjuti ataupun diselesaikan). Sedangkan konflik yang

muncul ke permukaan yang ditindak lanjuti ataupun diselesaikan, salah satu bentuk prosesnya

adalah (penyelesaian) sengketa ,"Konflik bisa saja terjadi tanpa perselisihan, tetapi perselisihan

tidak bisa ada tanpa konflik."7

Dalam sebuah konflik tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa sengketa yang

memungkinkan untuk diselesaikan satu persatu, yang pada akhirnya akan menyelesaikan konflik

tersebut.

Sengketa menurut Witanto adalah konflik yang terjadi antara individu-individu atau

kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atau suatu objek

kepentingan yang bisa menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain8.

6 Costintino, C.A. and Merchant C.S. 1996, Designing Conflict Management Systems: A Guide to

Creating Productive and Healthy Organizations. Jossey--‐Bass, San Francisco: h, 4-5 7 Douglas H. Yarn, ed. 1999,"Conflict" in Dictionary of Conflict Resolution,Jossey--‐Bass. San Francisco

h115. 8 D. Y Witanto, 2011, Hukum Acara Mediasi (dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum

dan Peradilan Agama Menurut PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan), Alfabeta,

Bandung, , h. 2

Page 11: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xi

Sedangkan Ali Achmat berpendapat sengketa adalah pertentangan antara dua belah

pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak

milik yang dapat menimbulkan akibat hukum keduanya9.

Berdasarkan kedua pengertian sengketa diatas, maka dapat diuraikan menjadi beberapa

elemen antara lain:10

1. Adanya dua pihak atau lebih;

2. Adanya Hubungan atau kepentingan yang sama terhadap objek tertentu;

3. Adanya pertentangan dan perbedaan persepsi;

4. Adanya akibat hukum.

Sengketa bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan antara siapa saja serta menyangkut

persoalan yang bervariasi. Orang-orang atau kelompok yang ada dalam situasi konflik bisa

mempunyai ide atau cara yang berbeda dalam hal bagaimana menyelesaikan konflik tersebut.11

Banyak cara dalam menyelesaikan suatu sengketa yang ada pada masyarakat namun pada

umumnya di Indonesia menerapkan dua sistem penyelesaian sengketa Pada dasarnya salah satu

fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa menghendaki bahwa proses penyelesaian

sengketa tidak boleh dilakukan dengan perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting).12

Soerjono

Soekanto mengatakan bahwa fungsi hukum sebagai “sarana untuk memperlancar proses interaksi

social (law as a facilitation of human interaction)”13

Konsekuensi suatu negara hukum adalah menempatkan hukum di atas segala kehidupan

bernegara dan bermasyarakat. Negara dan masyarakat diatur dan diperintah oleh hukum, bukan

diperintah oleh manusia. Hukum berada di atas segala-segalanya, kekuasaan dan penguasa

tunduk kepada hukum. Salah satu unsur negara hukum adalah berfungsinya kekuasaan

kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh badan peradilan. Pemberian kewenangan yang

merdeka tersebut merupakan “katup penekan” (pressure valve), atas setiap pelanggaran hukum

tanpa kecuali. Pemberian kewenangan ini dengan sendirinya menempatkan kedudukan badan

peradilan sebagai benteng terakhir (the last resort) dalam upaya penegakan “kebenaran” dan

“keadilan”. Dalam hal ini tidak ada badan lain yang berkedudukan sebagai tempat mencari

9 Ibid, h. 3

10 Ibid, h. 3

11 I Made Widnyana, , 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law Center

(IBLC) bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat 7 Partners, Jakarta, h.53. 12

Sudikno Mertokusumo, 2008, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta h. 2. 13

Soerjono Soekanto, 1981, Fungsi hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, h. 4

Page 12: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xii

penegakan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice) apabila timbul sengketa atau

pelanggaran hukum.14

Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang

ditimbulkan adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Sengketa

lingkungan “environmental disputes” merupakan “species” dari “genus” sengketa yang

bermuatan konflik atau kontroversi di bidang lingkungan yang secara leksikal diartikan:

“Dispute. A conflict or controversy; a confllct of claims or rights; an assertion of a rlght, claim,

or demand on oneside, met by contrary claims or allegations on the other” Terminologi

“penyelesaian sengketa” rujukan bahasa Inggrisnya pun beragam: “dispute resolution”, “conflict

management”, conflict settlement”, “conflict intervention”.15

Dalam suatu sengketa, termasuk

sengketa lingkungan, tidak hanya berdurasi ”perse1isihan para pihak ansich, tetapi perselisihan

yang diiringi adanya “tuntutan” (claim). Tuntutan adalah atribut primer dari eksistensi suatu

sengketa (konflik). Dengan demikian, rumusan Pasal 1 angka 19 UUPLH yang hanya

mengartikan sengketa lingkungan sekedar “perselisihan antara dua pihak atau lebih…” tanpa

mencantumkan “claim” adalah kurang lengkap dan tidak merepresentasikan secara utuh

keberadaan suatu sengketa.

2. Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Lembaga Pengadilan

Sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

a. sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;

b. sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; dan

c. sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan.

Sengketa yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi

antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan ekonomi

14

M. Yahya Harahap, 2004, Beberapa Tinjauan Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa, Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, h. 34 15

TM. Lutfi Yazid, 1999, Penyelesaian Sengketa Lingkungan (environmental Dispute Resolution),

Airlangga University Press-Yayasan Adikarya IKAPI-Ford Foundation, Surabaya,h. 9

Page 13: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xiii

di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan

suber daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam

pada umumnya terjadi karena ada pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya

tersebut terhalangi, sedangkan sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada

umumnya terjadi antara pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban

pencemaran/perusakan.

Penyelesaian sengketa lingkungan di Indonesia dapat dilakukan di dalam dan di luar

pengadilan. Hal ini diatur dalam Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penyelesaian Lingkungan Hidup

melalui Pengadilan (litigasi) Berdasarkan metode penafsiran (“interpretatie” methode), maka

dapat di tentukan subyek sengketa lingkungan, yakni: “para pihak yang berselisih”. Meski

disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang

paling penting adalah: “how to prevent dispute, not how to settle dispute” sesuai dengan

adagium: “prevention Is better than cure”, dan pepatah yang tidak tersangkal kebenarannya:

“an ounce of prevention is worth a pound of cure”. 16

Tujuan diaturnya penyelesaian sengketa

lingkungan hidup antara lain adalah agar pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat di

hentikan, ganti kerugian dapat diberikan, penanggung jawab kegiatan menaati peraturan

perundangan di bidang lingkungan hidup dan Pemulihan lingkungan dapat dilaksanakan.

Penyelesaian sengketa lingkungan melalui sarana hukum pengadilan dilakukan dengan

mengajukan “gugatan lingkungan” berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penyelesaian Lingkungan Hidup jo. Pasal 1365 BW tentang

“ganti kerugian akibat perbuatan melanggar hukum” (onrechtmatigedaad). Atas dasar ketentuan

ini, masih sulit bagi korban untuk berhasil dalam gugatan lingkungan, sehingga kemungkinan

kalah perkara besar sekali. Kesulitan utama yang dihadapi korban pencemaran sebagai

penggugat adalah antara lain :

1. pembuktikan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1365 BW, terutama unsur

kesalahan (“schuld”) dan unsur hubungan kausal. Pasal 1365 BW mengandung asas

tanggunggugat berdasarkan kesalahan (“schuld aansprakelijkheid”), yang dapat

16

Siti Sundari Rangkuti, 1996, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga

Universityt Press, Surabaya.h. 247 12

Page 14: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xiv

dipersamakan dengan “Liability based on fault” dalam sistem hukum Anglo

Amerika. Pembuktian unsur hubungan kausal antara perbuatan pencemaran dengan

kerugian 11 penderitaan tidak mudah. Sangat sulit bagi penderita untuk

menerangkan dan membuktikan pencemaran lingkungan secara ilmiah, sehingga

tidaklah pada tempatnya.

2. masalah beban pembuktian (bewijslast atau burde of proof) yang menurut Pasal

1865 BW/Pasal 163 HIR Pasal 283 R.Bg. merupakan kewajiban penggugat.

Padahal, dalam kasus pencemaran lingkungan, korban pada umumnya awam soal

hukum dan seringkali berada pada posisi ekonomi lemah. Berdasarkan kelemahan

tersebut, Hukum Lingkungan Keperdataan (privaatrechtelijk miliuerecht) mengenal

asaa tanggunggugat mutlak (strick liability-risico aansprakelijkheid) yang dianut

pula oleh Pasal 35 UUPLH.

Tujuan penerapan asas tanggunggugat mutlak adalah untuk memenuhi rasa keadilan;

menyesuaikan dengan kompleksitas perkembangan teknologi, sumber daya alam dan

lingkungan; serta mendorong badan usaha yang berisiko tinggi untuk menginternalisasikan

biaya. sosial yang dapat timbul akibat kegiatannya.17

Hukum Lingkungan Keperdataan tidak saja

mengenal sengketa lingkungan antara individu, tetapi juga atas nama kelompok masyarakat

dengan kepentingan yang sama melalui “gugatan kelompok” (class action/ actio popularis).

Sementara itu, di Amerika Serikat, class action diterapkan terhadap pencemaran lingkungan

tidak hanya menyangkut hak milik atau kerugian, tetapi juga kepentingan lingkungan yang baik

dan sehat bagi warga masyarakat. “Class action”, penting dalam kasus pencemaran (perusakan)

lingkungan yang menyangkut kerugian terhadap “a mass of people” yang awam dalam ilmu.

Seseorang atau beberapa orang anggota kelompok dapat menggugat atau di gugat sebagai pihak

yang mendapat kuasa atas nama semua, dengan syarat The class is so numerous that Joinder of

all members is impracticable; There are guestions of law or fact common to the class; The

claims or defenses of the representative parties are typical of the claims or defenaes of the class;

The representative parties will fairly and adeguately protect the interestsof the class. 18

Pasal 37

UUPLH memberikan pengaturan gugatan perwakilan yang menjadi simbol “kemajuan” UUPLH

17

Mas Achmad Santosa et al., 1997, Penerapan Atas Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) di Bidang

Lingkungan Hidup, ICEL, Jakarta. h. 59 18

Siti Sundari Rangkuti, op.cit, h. 296-297

Page 15: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xv

dan merupakan pengakuan pertama atas class action dalam peraturan perundang-undanga

nasional di Indonesia.

Class action berbeda dengan lus standi lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau

Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) sebutan UUPLH. Pasal 38 UUPLH memberi pengaturan

mengenai hak menggugat – ius standi - standing to sue atau legal standing Organisasi

Lingkungan Hidup. Definisi class action PERMA No 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan

Perwakilan Kelompok (class action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu

orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan

sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta

atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Berdasarkan

pengertian tersebut. Unsur-Unsur class action yaitu pertama, gugatan secara perdata gugatan

dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilah gugatan dikenal dalam hukum

acara perdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang

di berikan oleh pengadilan untuk menghindari adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting).

Gugatan yang merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa, pihak-pihaknya

adalah pengugat dan tergugat.

Pihak disini dapat berupa orang perseorangan maupun badan hukum. Umumnya

tuntutan dalam gugatan perdata adalah ganti rugi berupa uang. Kedua, adanya wakil kelompok

dan anggota kelompok. Wakil kelompok (class representatif) merupakan satu orang atau lebih

yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan sekaligus mewakili kelompok orang yang

lebih banyak jumlahnya. Untuk menjadi wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat

kuasa khusus dari anggota kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan, maka

kedudukan dari wakil kelompok sebagai penggugat aktif. Anggota kelompok (class members)

Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian yang

kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila class action diajukan ke

pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok adalah sebagai penggugat pasif.

Dengan demikian, atas sengketa lingkungan, masyarakat dapat mengajukan class

action. Manfaat class action antara lain proses berperkara menjadi sangat ekonomis (judicial

economy), mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan-putusan yang berbeda

atau putusan yang tidak konsisten, akses terhadap keadilan (access to justice), mendorong

bersikap hati-hati (behaviour modification) dan merubah sikap pelaku pelanggaran. Sebelum

Page 16: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xvi

proses persidangan dimulai, di lakukan proses Pemberitahuan (notifikasi). Pemberitahuan kepada

anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi

anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat

dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan

keluar dari keanggotaan kelompok. Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata

cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini harus juga memuat

mekanisme pernyataan keluar), pemberitahuan wajib dilakukan oleh penggugat atau para

penggugat sebagai wakil kelompok kepada anggota kelompok. Proses pemeriksaan perkara

sengketa lingkungan sama seperti dalam pemeriksaan perkara perdata pada umumnya, yaitu

pertama, pembacaan surat gugatan oleh penggugat; kedua, jawaban dari tergugat; ketiga, replik

(tangkisan penggugat atas jawaban yang telah disamapaikan oleh tergugat); keempat, duplik

(jawaban tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik); kelima, pembuktian yang ditujukan

untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang apa yang telah didalilkan oleh para pihak,

maka kedua belah pihak menyampaikan bukti-bukti dan saksi-saksi; keenam, kesimpulan,

merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh kedua belah pihak; ketujuh, putusan

hakim, putusan hakim dapat berupa dikabulkannya gugatan penggugat atau gugatan penggugat

tidak dapat diterima (ditolak).

Terhadap putusan ini pihak yang dikalahkan dapat mengajukan upaya hukum banding.

Apabila hakim mengabulkan gugatan Ganti rugi penggugat, maka hakim akan memutuskan

jumlah ganti rugi, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme

pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelimpok dalam

penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban kelompok; dan kedelapan,

pendistribusian ganti rugi. Apabila gugatan dikabulkan, maka dilakukan tahap penyelesaian dan

pendistribusian ganti kerugian. Penanggung jawab usaha yang kegiatannya menimbulkan

dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan

beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahanberbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara

mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung

dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penanggung

jawab usaha dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi jika yang bersangkutan dapat

membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu

alasan di berikut ini: adanya bencana alam atau peperangan; atau adanya keadaan terpaksa di luar

Page 17: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xvii

kemampuan manusia; atau adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan

oleh pihak ketiga, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.

Selain mekanisme class action, Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) juga mengatur mekanisme pangajuan tuntutan hak

oleh organisasi lingkungan hidup (OLH) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), sebagai

mana telah diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UUPLH yang menentukan Dalam rangka pelaksanaan

tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi

lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan

hidup Hak mengajukan gugatan tersebut terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan

tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Organisasi

lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan tersebut (gugatan legal standing) apabila

memenuhi persyaratan, pertama, berbentuk badan hukum atau yayasan; kedua, dalam anggaran

dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup;

ketiga, telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Tuntutan hak yang

diajukan tidak dapat berupa permintaan ganti kerugian. Tuntutan hak yang diperbolehkan hanya

berupa kewajiban untuk melakukan tindakan tertentu, seperti reboisasi, memulihkan kondisi

lingkungan seperti sediakala sebelum pencemaran dilakukan dan sebagainya. Proses

pemeriksaan gugatan oleh organisasi lingkungan hidup (legal standing) maupun class action di

pengadilan masih mengacu pada proses beracaranya perkara perdata yang bersumber pada HIR

(het herzeine Indonesisch Reglement) Rbg (Reglement Buite Gewesten, serta Rv (Reglement op

de burgerlijke recht Vordering). Isi surat gugatan dalam sengketa lingkungan tidak diatur dalam

UUPLH. Oleh karena itu masih mengacu pada peraturan perundang-undangan sebelumnya, yaitu

HIR, Rbg maupun Rv. Berkaitan dengan formulasi surat gugatan, HIR dan Rbg hanya mengatur

tentang cara bagaimana mengajukan gugatan. Persyaratan mengenai gugatan terdapat dalam Ps.

8 no. 3 Rv. Pada dasarnya surat gugatan berisi :

1. identitas para pihak, berisi mengenai nama lengkap, umur/tempat tanggal lahir,

pekerjaan dan alamat/domisili. Namun demikian, ada kalanya kedudukan sebagai

Page 18: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xviii

penggugat/tergugat dilakukan oleh cabang suatu badan hukum, oleh karenya harus

dijelaskan mengenai BH tersebut.

2. posita/fundamentum petendi. Posita merupakan dalil-dalil konkrit tentang adanya

hubungan hukum yang merupakan dasar serta alas an-alasan dari tuntutan (middelen

van den eis). Posita terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang menguraikan tentang

kejadiankejadian/peristiwa hukum dan bagian yang menguraikan hukumnya, yaitu

uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari

tuntutan.

3. petitum. Petitum merupakan bagian dari surat gugatan yang berisi hal-hal yang

dimohonkan untuk diputuskan oleh hakim. Petitum terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. petitum pokok/Primer yang berisi hal-hal/tuntutan pokok yang dimohonkan untuk

dikabulkan oleh pengadilan, seperti menuntut putusnya perjanjian dengan

ditambah ganti rugi atau menuntut pelaksanaan perjanjian dengan uang paksa.

b. petitum subsidair, yang berisi hal-hal yang memberi kebebasan pada hakim untuk

mengabulkan lain dari petitum primair.

Lebih dari itu, mengingat bagian terbesar dari Hukum Lingkungan adalah Hukum

Administrasi, maka perlu diketahui bahwa penyelesaian sengketa lingkungan dapat pula berupa

gugatan oleh seseorang atau badan hukum perdata ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

karena kepentingannya (atas lingkungan hidup yang baik dan sehat) dirugikan oleh suatu

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN – izin) di bidang lingkungan berdasarkan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PERATUN). Gugatan ke PTUN

berisi tuntutan agar KTUN (izin) dinyatakan batal atau tidak sah, sehingga putusan (hakim

PTUN) segera menghentikan pencemaran lingkungan akibat izin lingkungan yang tidak cermat

Page 19: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xix

1.4. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan rumusan

masalah diatas dan di bagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan-tujuan

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan

pemahaman mengenai praktek penjualan bahan bakar minyak tanpa ijin usaha yang diatur dalam

Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2.Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisa modus operandi yang dilakukan oleh pelaku

tindak pidana penjualan bahan bakar minyak tanpa ijin usaha.

b. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor penghambat penegakan hukum

terhadap pelaku penjualan bahan bakar minyak tanpa ijin usaha.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dapat memberi

masukan untuk pengembangan studi ilmu hukum terkait dengan penjualan Bahan Bakar Minyak

Page 20: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xx

(BBM) tanpa ijin usaha yang diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi, serta mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku

penjualan bahan bakar minyak tanpa ijin usaha. Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khusnya pada bidang

hukum pidana.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis dapat menegakkan darma hukum,

diantaranya:

a. Bagi institusi penegak hukum, khususnya polisi, penelitian ini bermanfaat guna

memberikan sumbangan pemikiran guna pengembangan studi di bidang hukum

pidana, khususnya terkait dengan praktek penjualan bahan bakar minyak tanpa ijin

usaha di tinjau dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi.

b. Bagi kalangan masyarakat termasuk mahasiswa, khususnya mahasiswa fakultas

hukum dalam mendalami hukum pidana yang berkaitan dengan hal pemidanaan.

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan

penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode

pendekatan baik secara yuridis normatif maupun secara yuridis empiris. Sebagai suatu penelitian

yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum, baik hukum dalam arti

Law as it is written in the books (dalam peraturan perUndang-Undangan), maupun hukum dalam

Page 21: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxi

arti Law as it is decided by judge through judicial process (putusan-putusan pengadilan).19

Secara yuridis normatif maka penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan data yang

bersumber dari data sekunder, seperti peraturan-peraturan baik dalam bentuk undang-undang,

peraturan pemerintah yang mengatur tentang penyelesaian sengketa Lingkungan dan buku

literatur terkait.“Dalam melengkapi data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, maka

dilakukan pula penelitian lapangan karena sasaran penelitian hukum disamping kaedah atau das

Sollen (penelitian hukum normatif), dapat berupa perilaku atau das Sein (penelitian lapangan)”.20

2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian normatif dikenal beberapa metode pendekatan, yakni pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan

analisis /konsep (analytical or conceptual approach), pendekatan filsafat (philosophical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan kasus (case

approach).21

Adapun jenis pendekatan yang utamanya akan dipergunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan sejarah (historical

approach), pendekatan analisis /konsep (analytical or conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah

sejumlah instrument penyelesaian sengketa. Selanjutnya, Pendekatan sejarah (historical

approach) diterapkan untuk mengetahui sejarah dan perkembangan penyelesaian sengketa.

Pendekatan analisis/konsep (analytical or conceptual approach) dimaksudkan untuk

menganalisis konsep-konsep hukum mengenaihak kolektif dalam perspektif penyelesaian

sengketa.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dapat dibedakan antara bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Kedua bahan hukum tersebut akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi sejumlah instrumen nasional dan

internasional, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-

19

Enid Campbell, et.al., 1988, legal Research, Materials and Methods, Sydney : The Law Book

Company Limited, h.1

20

Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, h. 30

21

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cet. 4, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h. 93 – 95

Page 22: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxii

undang No. 20 Tahun 1947, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Sedangkan bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen atau bahan–

bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel,

jurnal, hasil penelitian, makalah dan bahan bacaan lainnya yang terkait dengan penyelesaian

sengketa lingkungan serta bacaan lain yang menunjang penelitian ini.

Selain bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum tersier juga akan digunakan

dalam penelitian ini, Bahan hukum tersebut berupa kamus, baik kamus umum maupun kamus

hukum dan dokumen-dokumen lainnya, serta bahan penunjang di luar bidang hukum, di

antaranya bahan dari ilmu politik yang dapat mendukung dan memperjelas bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder. 22

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah

pustaka dengan menggunakan sistem kartu (card system). Untuk mendapatkan data dari bahan

hukum di atas, langkah awal yang akan dilakukan adalah kegiatan inventarisasi, kemudian

dilakukan pengoleksian dan identifikasi bahan-bahan hukum ke dalam suatu sistem informasi

yang komprehensif sehingga memudahkan untuk melakukan penelusuran kembali bahan-bahan

yang diperlukan.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan hukum pada hakekatnya

merupakan kegiatan untuk melakukan sistemisasi terhadap bahan-bahan hukum. Dalam hal ini

bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan diklasifikasikan untuk mempermudah menganalisa

bahan-bahan tersebut. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap bahan hukum yang diolah untuk

dapat melakukan penelitian terhadap bahan-bahan yang diperoleh, sehingga dapat mengkaji

penyelesaian sengketa lingkungan.

Dalam penelitian ini, analisis terhadap peraturan perundang-undangan akan

diinterpretasikan secara tekstual dan kontekstual. Suatu sistemisasi bahan hukum akan dilakukan

22

Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

CV. Rajawali, Jakarta, h.41

Page 23: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxiii

pada saat mengakitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Peranan Masyarakat (Public Participatory) dalam penyelesaian sengketa lingkungan.

Selama ini lembaga pengadilan sebagai lembaga negara penegak keadilan dalam

melakukan penyelesaian sengketa lingkungan dinilai tidak memberi rasa keadilan masyarakat,

dan keadilan lingkungan. Berbagai kasus penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan yang

diajukan ke pengadilan keputusannya amat mengecewakan masyarakat, dan jauh dari rasa

keadilan. Lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan selama ini masih

berorientasi pada hukum formal. Analasis studi menunjukan bahwa dalam menyelesaikan

sengketa lingkungan hakim masih belum mampu keluar dari pendekatan tek books yang

memahami hukum sebatas aturan yang bersifat hitam putih.

Menurut Satjipto Rahardjo, penanganan penyelesaian sengketa yang menempatkan

masalah pada tataran yang simpel yang penyelesaiannya juga simpel, laksana menarik garis lurus

antara dua titik. Karena itu, modus penanganannya menjadi linier, hitam putih, dan matematis.

Dunia atau masyarakat dimasuk-masukan ke dalam rumusan peraturan, skema, atau bagan, dan

pengotakan secara eksak. Di sini konstruksi mengabaikan realitas.23

Kegagalan hukum untuk membawa pelaku ke penghukuman oleh pengadilan

disebabkan oleh sikap submisif terhadap kelengkapan hukum yang ada, seperti prosedur, doktrin

dan asas. Sebagai akibatnya hukum bisa menjadi safe haven bagi para pelaku. Jika dilihat dari

optik hukum progresif, maka caracara dan praktek berhukum seperti itu sudah tergolong kontra-

progresif.24

23

Satjipto Rahardjo, 2004, “Formal dan Non Formal dalam Ketatanegaraan”, Kompas, 25

Oktober. 24

Sartjipto Rahardjo, 2004, “Hukum Progresif sebagai Dasar Bangunan Ilmu Hukum Indonesia”,

Makalah Seminar Nasional Menggagas Ilmu Hukum Progresif Indonesia, Kerjasama IAIN Walisongo dengan IKA

Program Doktor Ilmu Hukum Undip, Semarang, 8 Desember, h 5.

Page 24: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxiv

Pendekatan progresif menempatkan paradigma manusia yang membawa pendekatan ini

mempedulikan faktor perilaku (behavior, experience). Pendekatan hukum progresif adalah

hukum untuk manusia, sedang pada ilmu hukum praktismanusia adalah untuk hukum dan logika

hukum. Hukum dan ilmu hukum progresif lebih cenderung ke kreativitas dan menolak rutinitas

logika peraturan. Di sinilah letak pencerahan pendekatan ilmu hukum progresif.25

Penyelesaian sengketa lingkungan yang dilakukan lembaga formal, seperti pengadilan

selama ini belum bergesar dari pendekaatan positifis formal dan prosedural. Aparat penegak

hukum dalam merespon dan menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan menunjukan sikap

yang formalis, deterministik, dan memberi peluang terjadinya perilaku eksploitatif di kalangan

pelaku usaha (investor). Instrumen hukum yang dipakai hanya berorientasi prosedur dan tidak

dapat diandalkan sebagai pilar utama untuk mengatasi problem lingkungan, sementara

pencemaran lingkungan dalam proses waktu semakin sulit untuk dapat dikendalikan.

Karena itu, pendekatan seperti itu kiranya perlu segera diakhiri, diganti dengan

semangat pendekatan hukum progresif yang dimulai dari kesadaran yang tumbuh dari semua

kalangan yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan untuk memahami bahwa persoalan

lingkungan sudah mencapai tarap yang mengkhawatirkan. Karena itu, perlu ada terapi kejut yang

segera digulirkan dalam berbagai upaya dan langkah dalam rangka memberikan dorongan yang

lebih kuat lagi. Untuk mengatasinya perlu dilakukan gerakan penyadaran secara progresif dengan

melibatkan pertisipasi masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah akan tugas dan

tangung jawabnya dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah lingkungan.

Untuk dapat menjalankan hukum lingkungan di tengah masyarakat yang penuh dengan

kompleksitas, dibutuhkan aparat penegak hukum yang mempunyai visi, komitmen yang kuat,

dan pengetahuan yang memadai di bidang lingkungan. Karena itu, sudah saatnya perlu dilakukan

rekrutmen dan pembinaan aparat penegak secara khusus, yang nantinya diharapkan dapat

menjalankan tugas khusus dalam menangani sengketa ataupun pengaduan masyarakat masalah

lingkungan, berupa perusakan atau pencemaran lingkungan. Hakim yang diangkat atau ditunjuk

dapat saja direkrut dari kalangan akademisi atau pakar hukum lingkungan, praktisi yang

mengetahui seluk-beluk masalah lingkungan, ataupun kalangan aktivis yang selama ini gigih

memperjuangkan lingkungan.

25

Ibid, h 6.

Page 25: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxv

Masyarakat mimiliki peranan dalam pembelaan (Advokasi) lingkungan, selain itu

kekuatan otonomi masyarakat dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja lembaga

pengadilan sebenarnya mempunyai harapan untuk didayagunakan. Namun demikian kemampuan

untuk memahami hak-haknya yang dimilikinya atas lingkungan hidup masih belum memadai,

sehingga dalam berbagai kesempatan menyelesaiakan sengketa lingkungan di pengadilan, lebih

banyak dipasilitasi oleh lembaga swadaya masyarakat dan organisasi lingkungan.

Dalam hal ini menurut Mas Akhmad Santoso, masyarakat perlu meningkatkan

kemampuannya, agar keterlibatanya di wilayah-wilayah publik, termasuk di bidang lingkungan

menjadi lebih substansial dan terarah. Peran LSM dan Organisasi Lingkungan dituntut tidak

hanya galak atau asal berbeda pandangan dengan pemerintah, akan tetapi diperlukan pemikiran-

pemikiran yang siap pakai untuk mengatasi berbagai masalah pembangunan dan lingkungan

hidup26

.

2. Pengaturan dan perbedaan karakteristik antara pengajuan tuntutan hak dalam

persidangan perkara perdata melalui mekanisme pengajuan gugatan, class action,

legal standing dan citizen lawsuit

a. Pengajuan Gugatan Biasa/ Hak Gugat Orang Perorangan (Individual)

Tuntutan hak dapat dilakukan dengan gugat individual dapat bersifat Voluntair ataupun

Contensia. Gugatan voluntair yang bersifat sepihak (ex parte), yaitu permasalahan yang diajukan

untuk diselesaikan pengadilan tidak mengandung sengketa (undisputed matters), bersifat

kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only), tanpa sengketa dengan pihak lain

(without dispute or differences with another party), dan tidak ada orang lain atau pihak ketiga

yang ditarik sebagai lawan (tergugat).

Sedangkan gugatan contentiosa atau contentious jurisdiction adalah gugatan yang

mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih. Pada dasarnya pihak yang bersengketa dalam

perkara perdata terdiri dari dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Dalam hal ini, perkara

tersebut mengandung sengketa, atau yang kemudian dikenal dengan peradilan contentiosa atau

contentious jurisdiction, yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan

dengan masalah persengketaan (jurisdiction of court that is concerned with contested matters)

26

Mas Akhamd Santoso, 2001, Good Governace dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta,

h. 55.

Page 26: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxvi

antara pihak yang bersengketa (between contending parties)27

. Penggugat merupakan pihak yang

merasa haknya telah dilanggar oleh pihak lain (tergugat). Pengajuan tuntutan hak dalam perkara

perdata dapat diajukan secara lisan maupun tertulis. Bentuk tertulis inilah yang kemudian dikenal

sebagai surat gugatan. HIR dan Rbg hanya mengatur tentang cara bagaimana mengajukan

gugatan.

Persyaratan mengenai gugatan terdapat dalam Pasal 8 no. 3 Rv, yang meliputi:

Pertama, identitas para pihak, berisi mengenai nama lengkap, umur, tempat tanggal lahir,

pekerjaan dan alamat atau domisili. Namun demikian, ada kalanya kedudukan sebagai

penggugat/tergugat dilakukan oleh cabang suatu badan hukum, oleh karenya harus dijelaskan

mengenai badan hukum tersebut. Kedua, posita/fundamentum petendi, posita merupakan dalil-

dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari

tuntutan (middelen van den eis). Posita terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang menguraikan

tentang kejadian-kejadian/peristiwa hukum dan bagian yang menguraikan hukumnya, yaitu

uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan.

Ketiga, petitum yang merupakan bagian dari surat gugatan yang berisi hal-hal yang dimohonkan

untuk diputuskan oleh hakim.28

Petitum terdiri dari dua bagian, yaitu petitum pokok atau primer

yang berisi tuntutan pokok yang di mohonkan untuk dikabulkan oleh pengadilan, seperti

menuntut putusnya perjanjian dengan ditambah ganti rugi atau menuntut pelaksanaan perjanjian

dengan uang paksa. Bagian kedua, yaitu petitum subsidair, yang berisi hal-hal yang memberi

kebebasan pada hakim untuk mengabulkan lain dari petitum primair. Pengajuan tuntutan hak

melalui gugatan biasa merupakan suatu pengajuan tuntutan hak oleh subjek hukum yang satu

kepada subjek hukum lainnya atas suatu sengketa keperdataan, baik berupa wanprestasi maupun

perbuatan melawan hukum, dimana pada diri pihak yang mengajukan tuntutan hak mengalami

kerugian langsung maupun kerugian meteriil sebagai akibatnya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur pengajuan gugatan biasa yang

dikenal dalam HIR, Rbg maupun Rv meliputi, pertama, adanya tuntutan hak. Tuntutan hak

dalam hal ini disebabkan tidak dilaksanakannya kewajiban oleh pihak lain secara sukarela atau

sesuai dengan kesepakatan para pihak, sehingga terdapat pelanggaran hak pada pihak satunya.

27

Henry Campbell Black, 1978, Black Law Dictionary, West Publishing, St Paul Minn, h. 289 28

Sudikno Mertokusumo. Op. cit. h.54

Page 27: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxvii

Tuntutan hak dalam surat gugatan dimasukkan dalam petitum, yang dapat berupa

petitum primer maupun subsidair. Petitum pokok atau primer yang berisi tuntutan pokok yang di

mohonkan untuk dikabulkan oleh pengadilan, seperti menuntut putusnya perjanjian dengan

ditambah ganti rugi atau menuntut pelaksanaan perjanjian dengan uang paksa. Bagian kedua,

yaitu petitum subsidair, yang berisi hal-hal yang memberi kebebasan pada hakim untuk

mengabulkan lain dari petitum primair.

Tuntutan hak dalam suatu perkara perdata dapat disebabkan karena wanprestasi mau

pun perbuatan melawan hukum. Wanprestasi terjadi manakala pada pihak debitur tidak

melaksanakan kewajiban dan bukan karena keadaan memaksa. Debitur melakukan wanprestasi

apabila tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan, melakukan apa yang di janjikan,

tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan, melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.29

Namun pelanggaran terhadap lingkungan merupakan perbuatan melawan hukum

dimana perbuatan melawan hukum terjadi apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum

pada umumnya. Hukum dalam hal ini, bukan saja berupa ketentuan-ketentuan tertulis, tetapi juga

aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang

ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu, antara lain

kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung. Perbuatan melawan

hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam

KUHP ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena

perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya.

Substansi dari perbuatan melawan hukum adalah yaitu pertama bertentangan dengan

kewajiban hukum si pelaku, atau melanggar hak subjektif orang lain, atau melanggar kaidah tata

susila (goede zeden), atau bertentangan dengan azas “Kepatutan”, ketelitian serta sikap hati-hati

dalam pergaulan hidup masyarakat. Subjek hukum dapat berupa orang maupun badan hukum.

Badan hukum sendiri dapat di bedakan menjadi badan hukum publik maupun badan hukum

privat.

29

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h. 45

Page 28: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxviii

Kedua, oleh subjek hukum yang satu kepada subjek hukum yang lain. Subjek hukum

merupakan pemangku hak dan kewajiban. Subjek hukum dapat berupa orang maupun badan

hukum. Badan hukum sendiri dapat di bedakan menjadi badan hukum publik maupun badan

hukum privat. Dalam hukum acara perdata tidak dikenal istilah turut penggugat, melainkan turut

tergugat. Di sebutkan sebagai turut tergugat dimaksudkan agar orang-orang, bukan para pihak

yang bersengketa (penggugat dan tergugat) demi lengkapnya pihak-pihak, maka orang-orang

bukan pihak yang bersengketa tersebut harus diikutsertakan dalam gugatan penggugat sekedar

untuk tunduk dan taat terhadap putusan hakim. Hal ini telah menjadi suatu yurisprudensi

sebagaimana diputus dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Januari 1976 No. 201 K/ Sip/

1974.30

Ketiga mengalami kerugian secara langsung dan nyata. Kerugian secara langsung dan

nyata dalam hal ini berarti bahwa pihak yang mengajukan tuntutan hak haruslah pihak yang

mempunyai dasar hukum dan kepentingan yang cukup atas hubungan hukum yang terjadi.

1. Gugatan kelompok (Class Action)

Negara- negara yang menganut sistem hukum Common Law System seperti Inggris

sudah lama mengenal gugatan kelompok (class action). Class action merupakan sinonim dari

class suit atau representative action,31

Class action memiliki karakteristik sebagai berikut:

pertama, gugatan diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil

kelompok, kedua, wakil kelompok bertindak atas nama mereka dan sekaligus untuk dan atas

nama kelompok yang diwakili, ketiga, dalam gugatan tidak perlu disebutkan semua identitas

anggota kelompok yang diwakili, akan tetapi cukup didefinisikan identifikasi anggota kelompok

secara spesifik, keempat, anggota kelompok dengan wakil kelompok mempunyai kesamaan fakta

dan dasar hukum yang melahirkan kesamaan kepentingan (common interest), kesamaan

penderitan (common grievance), dan apa yang dituntut memenuhi syarat untuk kemanfaatan bagi

seluruh anggota.

Rumusan gugatan kelompok (class action) yang diberikan oleh para ahli hukum

Indonesia pada prinsipnya memberikan pengertian dan rumusan yang hampir bersesuaian satu

sama lain. Mas Achmad Santosa memberikan pengertian class actions (gugatan perwakilan)

30

Chidir Ali, 1985, Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia, CV Nur Cahya, Yogyakarta, h. 218 31

Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan

Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 137

Page 29: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxix

adalah merupakan prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural

bagi satu atau sejumlah orang (jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai penggugat untuk

memperjuangkan kepentingan ratusan, ribuan atau jutaan orang lainnya yang mengalami

kesamaan penderitaan atau kerugian. Orang atau orang (lebih dari satu) yang tampil sebagai

penggugat disebut sebagai wakil kelas (representative class), sedangkan sejumlah orang banyak

yang diwakilinya disebut dengan class members.32

Az. Nasution memberikan pengertian dan persyaratan gugatan kelompok (class actions)

yang dapat diadili oleh Pengadilan apabila: (a) penggugatnya berjumlah besar, sehingga tidak

praktis apabila digunakan secara perkara biasa, (b) seorang atau beberapa orang dari kelompok

itu mengajukan gugatannya sebagai perwakilan, (c) terdapat masalah hukum dan fakta gugatan

atau perlawanan bersama, dan (d) wakil yang bersidang harus mampu mempertahankan

kepentingan kelompok.33

Class action menurut Black’s Law Dictionary adalah sekelompok besar orang yang

berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili

kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili.

Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan

sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang

akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan. Tujuan

class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang

ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan

inkonsistensi dalam perkara yang sama.

Di Indonesia, beberapa peraturan perundang-undangan terkait lingkungan hidup yang

memperbolehkan gugatan class action. Pertama adalah UUPPLH tentang khususnya Pasal 91

yang menyatakan bahwa “masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk

kepentingan sendiri dan/atau kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”. Kedua adalah Undang Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dalam Pasal 71 ayat 1 berbunyi "masyarakat berhak

mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap

32

Mas Achmad Santosa, et al, Civil Liability for Environmental Damage Indonesia, yang 1999,

Makalah Topic 7, disampaikan dalam pelatihan hukum lingkungan di Indonesia bekerjasama dengan

Australia, ICEL. 33

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Daya Widya, h. 237.

Page 30: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxx

kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat". Sedangkan tata cara pengajuannya

diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok (Selanjutnya disebut dengan PERMA No.1 Tahun 2002) yang garis besar

terdiri dari ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan kelompok,

pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan ketentuan umum.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur class action terdiri dari:

a. class action merupakan mekanisme pengajuan gugatan. Class action merupakan

mekanisme pengajuan tuntutan hak selain mekanisme pengajuan tuntutan hak yang diatur

dalam HIR, Rbg maupun Rv. Tuntutan hak sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,

dapat disebabkan karena wanprestasi mapun perbuatan melawan hukum. Namun

demikian, class action cenderung disebabkan oleh adanya perbuatan melawan hukum.

b. terdapat wakil Kelompok (Class Representatif). Wakil kelompok merupakan satu orang

atau lebih yang menderita kerugian, yang mengajukan gugatan sekaligus mewakili

kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Kedudukan dan kapasitas wakil

kelompok adalah sebagai kuasa menurut hukum (legal mandatory) atau wettelijke

vertegenwoordig, yaitu suatu kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-

undangan yang memberi hak dan kewenangan bagi wakil kelompok sebagai kuasa

kelompok demi hukum. Dengan demikian, kuasa yang dimiliki oleh wakil kelompok

tidaklah memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok yang diwakilinya, selain itu

tidak di perlukan persetujuan dari anggota kelompok 13 Pasal 1 huruf a PERMA No. 1

Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok Tuntutan Hak Dalam

Persidangan Perkara Perdata 153 untuk mewakili mereka. Dalam hal ini, bagi anggota

kelompok yang tidak setuju atau berkeberatan, dapat mengajukan hak opting out yang

menyatakan dirinya keluar sebagai anggota kelompok.

c. terdapat anggota kelompok (Class Member). Anggota kelompok merupakan sekelompok

orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian, yang kepentingannya diwakili oleh

wakil kelompok di pengadilan. PERMA No. 1 Tahun 2002 tidak menjelaskan batasan

minimal jumlah anggota kelompok. Berkaitan dengan anggota kelompok, PERMA No. 1

Tahun 2002, hanya menjelaskan bahwa Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak

sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau

secara bersama-sama dalam satu gugatan.

Page 31: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxi

d. memiliki kesamaan peristiwa/ fakta dan dasar hukum (commonality). Wakil kelompok

dengan anggota kelompok harus terdapat kesamaan fakta dan kesamaan hukum sebagai

akibat tindakan tergugat. Namun demikian, kesamaan fakta dan dasar hukum harus persis

serupa secara mutlak, akan tetapi di mungkinkan adanya perbedaan, dengan syarat

perbedaan tersebut tidak substansial dan prinsipiil.

e. terdapat kerugian. Pihak wakil kelompok (class repesentatif) maupun anggota kelompok

(class members) harus benar-benar atau secara nyata mengalami kerugian atau

diistilahkan concrete injured parties.

f. terdapat tuntutan sejenis (typicallity). Tuntutan (bagi plaintiff class action) maupun

pembelaan (bagi defedant class action) dari seluruh anggota yang diwakili (class

members) haruslah sejenis. Pada umumnya dalam class action, jenis tuntutan yang

dituntut adalah pembayaran ganti kerugian.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, yang dapat mengajukan gugatan dengan mekanisme

class action adalah sekelompok orang yang jumlahnya banyak dan memiliki kesamaan fakta dan

dasar hukum, sehingga apabila diajukan secara biasa (mekanisme gugatan sebagaimana diatur

dalam HIR/Rbg) mengakibatkan proses pemeriksaan menjadi tidak efektif dan efisien. Pihak

yang digugat dalam class action (penggugat) dapat berupa orang maupun badan hukum (badan

hukum publik maupun privat).

Di Amerika Serikat, class action diterapkan terhadap pencemaran lingkungan tidak

hanya menyangkut hak milik atau kerugian, tetapi juga kepentingan lingkungan yang baik dan

sehat bagi warga masyarakat. “Class action”, penting dalam kasus pencemaran (perusakan)

lingkungan yang menyangkut kerugian terhadap “a mass of people” yang awam dalam ilmu.

Seseorang atau beberapa orang anggota kelompok dapat menggugat atau di gugat sebagai pihak

yang mendapat kuasa atas nama semua, dengan syarat The class is so nu-merous that Joinder of

all members is imprac-ticable; There are guestions of law or fact common to the class; The

claims or defenses of the representative parties are typical of the claims or defenaes of the class;

The representa-tive parties will fairly and adeguately protect the interestsof the class.34

2. Pengajuan Gugatan oleh Lembaga Swadaya Mayarakat (Legal Standing)

34

Siti Sundari Rangkuti, op.cit, h. 296-297

Page 32: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxii

3. Standing disebut juga standing to sue, locus standi atau legal standing. Bryan A. Garner

memberikan pengertian standing sebagai:

“A party’s right to make a legal claim or seek judicial enforcement of a duty or right. To have

standing in federal court, a plaintiff must show (1) that the challenged conduct has caused the

plaintiff actual injury, and (2) that the interest sought to be protected is within the zone of

interest meant to be regulated by the statutory or constitutional guarantee in question.”35

Daniel Oran mengartikan standing sebagai A person’s right to bring (start) or join a lawsuit

because he or she is directly affected by the issues raised. This is called “standing to sue.”18 Pada

dasarnya legal standing dapat diartikan secara luas yaitu akses perorangan ataupun

kelompok/organisasi di pengadilan sebagai pihak penggugat.19 Legal standing organisasi

lingkungan hidup adalah kewenangan organisasi lingkungan hidup untuk bertindak sebagai

penggugat dalam penyelesaian sengketa lingkungan.20

Dalam ketentuan UUPPLH standing mencakup akses OLH dan pemerintah dan pemerintah daerah

untuk tampil sebagai pihak penggugat dalam penyelesaian sengketa lingkungan baik di peradilan

umum mapun di peradilan tata usaha negara. Standing warga negara atau citizen lawsuit yang telah

diakui dalam praktek peradilan di Indonesia namun tidak terdapat pengaturannya dalam UUPPLH

merupakan hasil perkembangan hukum.

Tidak sedikit praktisi hukum yang mencampuradukkan antara pengertian class action

dan konsep hak gugat Legal Standing. Sesungguhnya class action dan Legal Standing memiliki

perbedaan. Legal standing merupakan hak gugat yang di miliki oleh Lembaga Swadaya

masyarakat. Hukum nasional, secara materiil, telah mengatur legal standing/ius standing),

namun hukum acara yang ditunjuk sebagai hukum formil yang mempertahankan hukum materiil

tersebut belum diatur.

Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai penggugat bukan sebagai pihak korban atau

yang mengalami kerugian nyata. Namun karena kepentingannya ia mengajukan gugatannya,

misalnya lembaga swadaya masyarakat sebagai penggugat mewakili kepentingan perlindungan

lingkungan hidup yang perlu diperjuangkan karena posisi lingkungan hidup sebagai ekosistem

sangat penting. Karena lingkungan hidup tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri

karena tidak dapat berbicara sehingga perlu pihak yang memperjuangkan. Jadi pihak yang dapat

35 Bryan A. Garner (editor), Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, St. Paul, 2004, h.1442.

Page 33: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxiii

mengajukan Legal Standing hanyalah Lembaga Swadaya Masyarakat atau kelompok organisasi

yang memiliki syarat-syarat tertentu.

Legal standing dalam UUPPLH diistilahkan sebagai hak gugat organisasi lingkungan

khususnya pada Pasal 92 yang menyatakan bahwa “dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak

mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup”.

Tidak semua organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang dapat Legal

Standing. Untuk bidang lingkungan hidup menyebutkan bahwa hanya organisasi lingkungan

hidup yang memenuhi beberapa persyaratan yang dapat mengajukan gugatan Legal Standing

yaitu 36

:

a. Berbentuk badan hukum atau yayasan.

b. Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan

dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

c. Telah melaksanakan kegiatan susuai dengan anggaran dasar.

Perbedaan lain antara Class Actions dengan Legal Standing adalah perihal tuntutan

ganti rugi dalam Class Actions pada umumnya adalah ganti rugi berupa uang sedangkan dalam

Legal Standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang, tuntutannya hanya berupa permintaan

pemulihan atau tuntutan berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu yang bersifat deklaratif. Ganti rugi hanya dapat dimungkinkan sepanjang atau terbatas

pada biaya yang dikeluarkan oleh organisasi tersebut.

Hak gugat organisasi lingkungan merupakan salah satu bagian dari hukum standing

yang berkembang di berbagai Negara yang dilatarbelakangi dengan teori yang dikemukakan oleh

Christoper Stone, Dalam teori Stone ini memberikan hak hukum (legal right) kepada obyek-

obyek alam (natural objects). Menurut Stone hutan, laut atau sungai sebagai obyek alam, layak

memiliki hak hukum, hanya karena sifatnya yang inanimatif maka perlu untuk diwakili. Teori ini

sejalan dengan doktrin perwalian yang kita kenal, yang juga mengakui hak hukum obyek

36

Ibid. h. 9.

Page 34: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxiv

inanimatif, baik pada perorangan, Negara maupun anak dibawah umur. Dalam membela

kepentingannya mereka di wakili oleh walinya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diuraikan karakteristik mekanisme gugatan legal

standing. Pertama, pihak penggugat. Pihak yang dapat mengajukan tuntutan hak dengan

menggunakan mekanisme legal standing hanyalah Lembaga Swadaya Masyarakat. Hanya

Lembaga Swadaya Masyarakat yang anggaran dasarnya meliputi perbuatan yang dilanggar oleh

tergugat saja yang dapat mengajukan legal standing dan pelanggaran oleh tergugat tersebut

merupakan bagian kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat yang diatur dalam anggaran dasar

Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut, sebagai contoh, dalam pencemaran lingkungan hidup,

maka yang dapat mengajukan gugatan hanya Lembaga Swadaya Masyarakat yang menurut

anggaran dasarnya bergerak dalam bidang lingkungan hidup.

Kedua, pihak tergugat. Pihak yang dapat digugat melalui mekanisme legal standing

pada dasarnya meliputi seluruh subjek hukum, baik orang perorangan dan badan hukum (badan

hukum publik maupun privat).

Ketiga, dalil tuntutan hak. Tuntutan hak yang dapat diajukan dalam mekanisme gugatan

legal standing adalah terkait dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh subjek

hukum. Dalam kasus lingkungan misalnya, sebuah perusahaan digugat karena telah membuang

limbah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini

dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Keempat, petitum. Dalam legal standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang.

Ganti rugi dapat dimungkinkan sepanjang atau terbatas pada ongkos atau biaya yang telah di

keluarkan oleh organisasi tersebut. Subjek hukum yang digugat hanya diminta untuk melakukan

atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam kasus lingkungan hidup tersebut di atas

misalnya, pihak tergugat dituntut untuk tidak melakukan pencemaran lagi dan memulihkan

kembali ekosistem yang telah rusak sebagai akibat pembuangan limbah.

d. Citizen Law Suit atau Actio Popularis

Actio Popularis atau gugatan warga negara terhadap penyelenggara Negara, tidak

dikenal dalam sistem hukum civil law sebagaimana yang diterapkan di Indonesia, melainkan

lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum common law seperti Amerika Serikat. Pada

intinya merupakan mekanisme bagi warga negara untuk menggugat tanggung jawab

Page 35: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxv

penyelenggara negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut

didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga actio popularis diajukan pada lingkup

peradilan umum dalam perkara perdata.37

Beberapa sarjana berpendapat bahwa citizen law suit hampir sama dengan actio

popularis yang dikenal di common law. Menurut Gokkel38

, actio popularis adalah gugatan yang

dapat diajukan oleh setiap orang, tanpa ada pembatasan, dengan pengaturan oleh negara.

Menurut Kotenhagen-Edzes39

, dalam actio popularis setiap orang dapat menggugat atas nama

kepentingan umum dengan menggunakan Pasal Pasal 1365 KUHP. Dari kedua pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa action popularis adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap

orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum,

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur adanya prosedur tersebut.

Menurut Syahdeini,40

yang dimaksud dengan actio popularis adalah prosedur pengajuan

gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan. Dalam hal ini, pengajuan

gugatan ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak

membela kepentingan umum. Dengan demikian setiap warga negara atas nama kepentingan

umum dapat menggugat Negara atau Pemerintah atau siapa saja yang dianggap melakukan

perbuatan melawan hukum dan nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan

masyarakat luas.

Citizen law suit sendiri merupakan akses orang perorangan warga negara untuk

kepentingan publik termasuk kepentingan lingkungan mengajukan gugatan dipengadilan guna

menuntut agar pemerintah melakukan penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya atau untuk

memulihkan kerugian publik yang terjadi. Pada dasarnya citizen law suit merupakan suatu hak

gugat warga negara yang dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan

terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran omisi dari negara atau otoritas

negara. Menurut pendapat Michael D Axline41

, citizen law suit memberikan kekuatan kepada

37

Arko Kanadianto, Konsep Gugatan Citizen Lawsuit Di Indonesia, Jurnal Hukum Transportasi,

http://jurnaltransportasi.blogspot.com/ , h. 1, diakses pada tanggal 15 Juli 2015 38

Sundari, 2002, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan penerapannya di

Indonesia), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, h. 12 39

Ibid 40

Sudikno Mertokusumo, Actio Popularis, http://sudikno.blogspot.com, diakses pada tanggal 7 Juli

2015. 41

Michael D Axline.h dalam www.legal-dailythouht. info/2009/02/antara-citizen-law-suit-dan-classaction/ 2,

29 Februari 2009, Antara Citizen Lawsuit dan Class Action, diakses pada tanggal 3 Juli 2015

Page 36: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxvi

warga negara untuk menggugat pihak tertentu (privat) yang melanggar undang-undang selain

kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan lembaga-lembaga (federal) yang

melakukan pelanggaran Undang-undang atau yang gagal dalam memenuhi kewajibannya dalam

pelaksanaan Undang-undang.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat diinterpretasikan, bahwa citizen law suit

pada intinya adalah mekanisme bagi warga negara untuk menggugat tanggung jawab

penyelenggara negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut

didalilkan sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga citizen law suit diajukan pada lingkup

peradilan umum dalam hal ini perkara Perdata. Oleh karena itu , atas kelalaiannya, dalam

petitum gugatan, Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur

umum (regeling). Hal ini dimaksudkan agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui karakteristik dari gugatan citizen law

suit. Pertama, pihak penggugat. Pihak penggugat dalam citizen law suit adalah warga negara,

baik perorangan maupun sekelompok orang, yang bertindak mengatasnamakan warga negara.

Penggugat dalam hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah warga Negara Indonesia.

Berbeda halnya dengan gugatan biasa maupun class action, dalam citizen law suit, penggugat

tidak harus merupakan kelompok warga negara yang dirugikan secara langsung oleh negara, oleh

karena itu penggugat tidak harus membuktikan kerugian materiel apa yang telah dideritanya

sebagai dasar gugatan. Penggugat dalam hal ini mewakili warga Negara Indonesia, tidak perlu

dipisah menurut kelompok kesamaan fakta dan kerugian sebagaimana dalam gugatan class

action. Dalam mekanisme pengajuan gugatan citizen law suit tidak memerlukan adanya suatu

notifikasi option out setelah gugatan didaftarkan sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1

Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Dalam prakteknya, di Indonesia yang didasarkan pada pengaturan di beberapa Negara

common law, citizen law suit cukup hanya dengan memberikan notifikasi berupa somasi kepada

penyelenggara negara. Isi somasi adalah bahwa akan diajukan suatu gugatan citizen law suit

terhadap penyelenggara negara atas kelalaian negara dalam pemenuhan hak-hak warga

negaranya dan memberikan kesempatan bagi negara untuk melakukan pemenuhan jika tidak

ingin gugatan diajukan. Somasi tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan

Page 37: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxvii

sebelum gugatan didaftarkan, namun karena belum ada satupun peraturan formal yang mengatur

hal tersebut, maka ketentuan ini tidak berlaku mengikat.42

Kedua, pihak tergugat. Tergugat dalam citizen law suit adalah Penyelenggara Negara,

mulai dari Presiden dan Wakil Presiden sebagai pimpinan teratas, Menteri dan terus sampai

kepada pejabat negara di bidang yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi hak

warga negaranya.

Ketiga, dalil tuntutan hak. Perbuatan melawan hukum yang didalilkan dalam gugatan

adalah kelalaian penyelenggara negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara. Kelalaian

negara dalam hal ini dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, karena negara telah

lalai dalam melakukan kewajibannya untuk melindungi warga negaranya. Dalam hal ini harus

diuraikan bentuk kelalaian apa yang telah dilakukan oleh negara dan hak warga Negara apa yang

gagal dipenuhi oleh negara..

Keempat, petitum. Dalam gugatan tidak boleh meminta adanya ganti rugi materiel,

karena dalam hal ini, pihak penggugat mengajukan gugatannya karena negara tidak melakukan

kewajibannya untuk melindungi warga negaranya. Petitum harus berisi permohonan agar negara

mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur umum (regeling) agar perbuatan melawan hukum

berupa kelalaian dalam pemenuhan hak warga negara tersebut di masa yang akan datang tidak

terjadi lagi.

42

Arko Kanadianto, 2008, Konsep citizen lawsuit di Indonesia,

http://kanadianto.wordpress.com/2008/diakses pada tanggal 13 Juni 2015

Page 38: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxviii

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Akhamd Santoso, Mas ,2001, Good Governace dan Hukum Lingkungan, Jakarta

Campbell, Enid et.al., 1988, legal Research, Materials and Methods, Sydney : The Law Book

Company Limited

Costintino, C.A. and Merchant C.S. 1996,Designing Conflict Management Systems: A Guide to

Creating Productive and Healthy Organizations. San Francisco: Jossey‐Bass,

D. Y Witanto, 2011, Hukum Acara Mediasi (dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan

Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan), Alfabeta, Bandung

Dietz, Ton, 1998, Pengakuan Hak atas Sumber Daya Alam, Pengantar Dr. Mansour Faakih,

Refleksi Gerakan Lingkungan, Yogyakarta: Remdec, Insist Press dan Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, hal ix-x. Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan

Douglas H. Yarn, ed. "Conflict" 1999, in Dictionary of Conflict Resolution, San Francisco:

Jossey--‐Bass

G. Wijers, 2000, Het Gezag van Gewijsde in Burgerlijke Landraad zaken, dalam Supomo,

Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita

Harahap, M. Yahya,Beberapa Tinjauan Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa, Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti,

Kirkpatrick, Sale, 1996, Revolusi Hijau, Sebuah Tinjauan Historis-Kritis Gerakan Lingkungan

Hidup di Amerika Serikat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

Lutfi Yazid, TM. 1999, Penyelesaian Sengketa Lingkungan (environmental Dispute Resolution),

Surabaya: Airlangga University Press-Yayasan Adikarya IKAPI-Ford Foundation

Mahmud Marzuki, Peter, 2008, Penelitian Hukum, Cet. 4, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta,

Mertokusumo, Sudikno , 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,

Mertokusumo, Sudikno, 2008, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta

Rahardjo, Sartjipto, 2004, “Hukum Progresif sebagai Dasar Bangunan Ilmu Hukum Indonesia”,

Siti Sundari Rangkuti, 1996, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,

Surabaya: Airlangga Universityt Press

Page 39: PUBLIC PARTICIPATORY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ... · i laporan akhir hibah penelitian dosen muda public participatory dalam penyelesaian sengketa lingkungan melalui pengadilan

xxxix

Soekanto, Soerjono, 1981, Fungsi hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung

Widnyana, I Made , 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law

Center (IBLC) bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat 7 Partners, Jakarta

2. Majalah

Rahardjo, Satjipto, 2004, “Formal dan Non Formal dalam Ketatanegaraan”, Kompas,

Makalah Seminar Nasional Menggagas Ilmu Hukum Progresif Indonesia, Kerjasama IAIN

Walisongodengan IKA Program Doktor Ilmu Hukum Undip, Semarang, 8 Desember,

3. Undang Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup.