A. JUDUL PENELITIAN Judul penelitian yang akan diambil adalah “Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pokok Bahasan Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”. B. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian kelas menunjukkan bahwa makin tinggi jenjang pendidikan pada tingkat pra-universitas, sains makin tidak menyenangkan bagi siswa. Akibatnya, karena setiap siswa tidak harus mengambil semua mata pelajaran sains, makin sedikit yang mengambil kelas sains khususnya kelas fisika dan kimia. Kelas biologi dan kelas sains terintegrasi banyak diminati siswa. (Poedjiadi Anna, 2005). Dalam Standards for Science Teacher Preparation yang diselenggarakan oleh National Science Teachers Association (NSTA) pada tahun 1988 dan bekerja sama dengan The Association for The Education of Teacher in Science , dinyatakan bahwa satu aspek yang harus diperhatikan oleh guru sains adalah konteks sosial. NSTA menyatakan bahwa guru sains harus dapat mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber dari luar sekolah. Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa, partisipasi orangtua 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian yang akan diambil adalah “Penerapan Model
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pokok Bahasan
Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Penelitian kelas menunjukkan bahwa makin tinggi jenjang pendidikan
pada tingkat pra-universitas, sains makin tidak menyenangkan bagi siswa.
Akibatnya, karena setiap siswa tidak harus mengambil semua mata pelajaran
sains, makin sedikit yang mengambil kelas sains khususnya kelas fisika dan
kimia. Kelas biologi dan kelas sains terintegrasi banyak diminati siswa.
(Poedjiadi Anna, 2005).
Dalam Standards for Science Teacher Preparation yang
diselenggarakan oleh National Science Teachers Association (NSTA) pada
tahun 1988 dan bekerja sama dengan The Association for The Education of
Teacher in Science, dinyatakan bahwa satu aspek yang harus diperhatikan
oleh guru sains adalah konteks sosial. NSTA menyatakan bahwa guru sains
harus dapat mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber dari luar
sekolah. Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu meningkatkan motivasi
siswa, partisipasi orangtua dan masyarakat di lingkungan sekolah tertentu.
(Poedjiadi Anna, 2005).
Dalam KTSP Fisika untuk SMA/MA dijelaskan bahwa fisika
merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi
maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Ini dapat dilihat dari pesatnya
perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang dipicu
oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti
mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran
sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga
memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras
berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
1
serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal
tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
pembelajaran Fisika harus dikaitkan dengan perkembangan teknologi di
masyarakat karena pada dasarnya siswa sendiri akan berkiprah di dalam dunia
sosial bersama masyarakat dan tentu akan langsung berhubungan dengan
permasalahan lingkungan dan teknologi. Namun pada kenyataanya,
kemampuan siswa untuk mengaplikasikan ilmu fisika dalam kehidupan masih
kurang.
Telah dikemukakan beberapa pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan antara suatu bidang yang dikaji dengan masalah aktual dalam
kehidupan, agar pengetahuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian diharapkan konsep-konsep
akan lebih mudah dikonstruk oleh siswa dan memiliki retensi yang lama.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan
pembelajaran dalam konteks masyarakat adalah pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM). Pendekatan STM dalam pembelajaran sains telah
diperkenalkan sejak tahun 1985 di Bandung. Setelah melalui penelitian-
penelitian yang cukup lama diperoleh kesimpulan bahwa pendekatan STM
dapat menjangkau siswa yang tergolong pada kelompok berkemampuan
rendah dalam kelas karena dirasakan oleh siswa lebih menarik, nyata dan
aplikatif. (Poedjiadi Anna, 2005).
Dari analisis terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan, tampak
adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
pembelajarannya. (Poedjiadi Anna, 2005). Maka STM yang tadinya berupa
pendekatan sekarang bergeser menjadi model.
Untuk dapat memecahkan persoalan dalam kehidupan sering kali kita
dituntut untuk membuat keputusan berdasarkan pilihan-pilihan yang ada.
Maka selain memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep sains siswa juga
harus memiliki keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis ini
merupakan hal yang penting dalam pembelajaran modern. Semua guru
2
diharapkan tertarik untuk memberikan keterampilan berpikir kritis ini kepada
siswanya. (Schafersman, 1991). Tujuan khusus dari mengajar berpikir kritis
dalam sains atau disiplin ilmu lain adalah untuk mengembangkan
keterampilan berpikir siswa dan mempersiapkan mereka untuk menjadi
sumberdaya manusia yang bermutu.
Clement dan Lochhead (Schafersman, 1991) mengatakan “We should
be teaching the students how to think. Instead, we are teaching them what to
think”. Dari kalimat tersebut kita mendapatkan dua hal penting yaitu bahwa
biasanya guru mengajarkan kepada muridnya what to think (apa yang harus
dipikirkan), artinya guru hanya menyampaikan materi subjek saja atau biasa
disebut dengan transfer pengetahuan. Tetapi di jaman sekarang guru harus
mengajarkan pada siswa how to think (bagaimana cara berpikir) atau berpikir
kritis, sehingga siswa bukan lagi hanya menerima materi subjek tetapi juga
anak mampu menggali pengetahuan untuk dirinya. (Schafersman, 1991).
Seperti pepatah cina mengatakan “Berilah ikan dan kau akan memberinya
makan untuk satu hari, atau berikan kail dan kau akan memberinya makan
seumur hidupnya”
Selama kita mengajarkan what to think kemampuan siswa untuk
memcahkan masalah tidak akan pernah meningkat. Ini dikarenakan siswa
akan memusatkan sebagian besar perhatian dan waktunya untuk menerima
sebanyak mungkin pengetahuan dasar yang guru berikan tanpa tahu
bagaimana menerapkannya. Padahal, siswa dapat memahami materi tersebut
dengan membaca sendiri saja. Tetapi dengan mengajarkan how to think anak
memperoleh keterampilan bagaimana cara mengolah informasi dan kemudian
menjadikannya bahan referensi dalam membuat keputusan untuk
memecahkan permasalahan.
3
C. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran STM dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?
b. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan model
pembelajaran Sains Tekonologi Masyarakat?
D. BATASAN MASALAH
Agar penelitian lebih optimal dan tidak terlalu melebar kemana-mana
maka peneliti membatasi masalah dalam peneltian pada hal-hal berikut:
a. Penelitian ini akan dilaksanakan pada siswa SMA kelas X semester 2
pokok bahasan Penerapan Listrik AC dan DC dalam kehidupan.
b. Kemampuan berpikir kritis yang akan diukur hanya 12 dari indikator-
indikator yang diberikan oleh Ennis (1996) yang secara rinci akan
dijelaskan pada metode penelitian.
E. TUJUAN PENELITIAN
a. Menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa setelah menggunakan
model pemebelajaran STM.
b. Menganalisis tanggapan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model STM.
c. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam
pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran STM.
F. MANFAAT PENELITIAN
a. Mendapat informasi tentang hubungan pembelajaran Fisika dengan Model
STM dengan keterampilan berpikir kritis siswa.
b. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pebelajaran Fisika
dengan Model STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa maka diharapkan guru yang menggunakan model ini dapat lebih
yakin dan percaya diri dalam melaksanakan pembelajarannya.
c. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk peneliti lain sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya.
4
G. DEFINISI OPERASIONAL
Keterampilan berpikir kritis
Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud adalah proses, dalam
membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang harus diyakini
dan dilakukan. Keputusan diambil secara hati-hati berdasarkan kriteria
tertentu, dengan memilih alternatif yang paling tepat dari beberapa
alternatif ada.
Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model
pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah yang akan diteliti. Pada
model konvensional biasanya pembelajaran berpusat pada guru dan guru
lebih banyak ceramah.
Model Pembelajaran STM
Model pembelajaran STM adalah suatu strategi pembelajaran yang
mengangkat isu-isu yang ditemui siswa di masyarakat ke dalam
pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada,
topik-topik yang dipelajari kemudian dihubungkan dengan isu-isu yang
sedang berkembang dengan ini diharapkan pembelajaran akan lebih
menarik minat siswa.
H. HIPOTESIS
H1 Model pembelajaran STM dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa
H0 Model pembelajaran STM tidak dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa
I. RINGKASAN TINJAUAN TEORITIS
MODEL PEMBELAJARAN STM.
STM sebagai pendekatan
Suatu pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan berbagai usaha
untuk mendekati tujuan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.
5
Poedjiadi (2005) mencontohkan dengan pendekatan pendaratan yang
dilakukan seorang pilot ketika cuaca tidak memungkin untuk saat itu
mendarat, pilot akan berusaha mencari jalan lain atau bila perlu berkeliling
terlebih dahulu untuk mencari celah agar dapat mendarat dengan aman.
Ada banyak pendekatan diantaranya pendekatan lingkungan,