PRESENTASI KASUS HERPES ZOSTER Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga Disusun Oleh: Ayudya Septarizky 20070310082 Diajukan Kepada Yth: dr. Bambang Sudarto, Sp. KK
Oct 30, 2014
PRESENTASI KASUS
HERPES ZOSTERDisusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga
Disusun Oleh:
Ayudya Septarizky
20070310082
Diajukan Kepada Yth:
dr. Bambang Sudarto, Sp. KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
2012
Halaman Pengesahan
Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul
HERPES ZOSTER
Disusun Oleh:
Nama : Ayudya Septarizky
NIM : 20070310082
Telah dipresentasikan
Hari/ Tanggal : November 2012
Disahkan Oleh:
Dosen Pembimbing,
dr. Bambang Sudarto, Sp.KK
KATA PENGANTAR
Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus
dengan judul HERPES ZOSTER. Penulisan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.
Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga
penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi
Muhammad SAW.
2. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. Bambang Sudarto, Sp. KK, dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama
menjalani Ko-assisten di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Salatiga.
4. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya.
5. Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam
penulisan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan
penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
presentasi kasus ini.
Salatiga, November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI............................................................................................................. v
BAB I KASUS..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4
HERPES ZOSTER
A. Definisi …………………............................................... 8
B. Epidemiologi................................................................... 9
C. Etiologi…………............................................................. 11
D. Gambaran Klinik.............................................................. 11
E. Histopatologi.................................................................... 13
F. Patogenesis…………....................................................... 15
G. Komplikasi……….............................................................. 16
H. Diagnosis......................................................................... 16
I. Diagnosis Banding.......................................................... 17
J. Pencegahan...................................................................... 17
K. Penatalaksanaan............................................................... 17
L. Prognosis.......................................................................... 18
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. AH
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pendidikan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Ngasinan, Bringin , Semarang
No. CM : 09-10-141075
Tanggal periksa : 26 Oktober 2012
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Panas dan nyeri di badan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Salatiga dengan keluhan nyeri dan panas di
badan yang timbul sejak 5 hari yang lalu, kadang disertai rasa gatal. Awalnya perut bagian
kanan terasa nyeri, lalu muncul bintil-bintil kecil, makin lama makin banyak dan membesar,
seperti ada air di dalamnya. Kemudian bintil-bintil tersebut menggerombol dan menjalar
hingga punggung sebelah kanan. Demam (-), lemas (+), pusing (-). Saat ini bintil-bintil
sudah tidak bertambah banyak. Pasien belum melakukan pengobatan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami cacar air sebelumnya
Riwayat mengkomsumsi obat-obatan tertentu sebelumnya di sangkal
Riwayat kontak dengan bahan alergi/iritan sebelumnya di sangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status general
Kesan umum: cukup
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital : dalam batas normal
Status dermatologi
Predileksi : region torak dekstra hingga punggung dekstra
UKK : vesikel dan pustul bergerombol diatas dasar eritem, , dan lesi yang khas bersifat
unilateral sesuai dermatom, serta terdapat krusta diatasnya.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
E. DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster
Varisela
Dermatitis Herpetiformis
F. DIAGNOSIS
Herpes Zoster Regio Torakolumbalis Dextra
G. TERAPI
R/ Clinium gel tube I
S 2 dd u.e
R/ Supramox tab mg500 No XV
S 3 dd tab I
R/ Proneuron tab No XV
S.3 dd tab I
R/ Solaxin tab No XV
S. 3 dd tab I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi pada orang tua yang
khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari
nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang
telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini seperti yang diterangkan dalam
definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-
kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan
transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.
C. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV). VZV merupakan virus
berinti DNA. VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 unit protein dan berbentuk simetri
ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya
virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus dengan cepat dapat
dihancurkan oleh bahan organik, detergen, enzim proteolitik, panas dan lingkungan pH yang
tinggi.
D. GAMBARAN KLINIK
Gejala prodromal lokal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi atau
bersama-sama dengan kelainan kulit. Gejala prodromal sistemik, seperti sakit kepala, malaise,
dan demam, terjadi pada 5 % penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum
terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada
daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan makulopapulo-erimatous. Dua belas hingga 24 jam kemudian
terbentuk vesikula yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.vesikel ini
cepat membesar dan menyatu sehingga membentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah
beberapa hari menjadi keruh (berwarna abu-abu), dan dapat pula bercampur darah. Vesikel dapat
menjadi pustula pada hari ke-3 atau jika terjadi absorbsi vesikula atau bula mengering menjadi
krusta seminggu sampai 10 hari kemudian. Krusta ini dapat menetap selama 2-3 minggu.
Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak (jarang),
hanya timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita usia lanjut dapat menetap, walaupan krustanya sudah menghilang.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat
persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf
pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering
disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (ganglion gaseri) atau nervus fasialis
dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Menurut daerah penyerangannya dikenal:
1. Herpes Zoster Oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata.
2. Herpes Zoster Servikalis : menyerang pundak dan lengan.
3. Herpes Zoster Torakalis : menyerang dada dan perut.
4. Herpes Zoster Lumbalis : menyerang bokong dan paha.
5. Herpes Zoster Sakralis : menyerang sekitar anus dan genitalia
6. Herpes Zoster Otikum : menyerang telinga.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus,
sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh
gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka ( Bell’s
palsy), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Daerah yang yang
paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal, kemudian daerah mata, walaupun daerah-
daerah lain tidak jarang.
Herpes zoster generalisata terdapat kelainan kulit yang unilateral dan segmental disertai
kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dengan umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya
pada penderita limfoma maligna.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan
kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Bentuk lain herpes zoster yaitu
herpes zoster hemoragika (vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah-kehitaman karena
berisi darah).
E. HISTOPATOLOGI
Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum granulosum, kadang-kadang
subepidermal. Yang penting adalah temuan “sel balon” yaitu sel stratum pinosum yang
mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi (lipschutz) yang tersebar dalam inti sel
epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis : dilatasi pembuluh darah
dan sebukan limfosit.
Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi
endotel pembuluh darah kecil, hemorargi fokal, dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus
dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV dapat dilihat secara imunofluoresensi.
F. PATOGENESIS
Melihat data epidemiologi klinik dan histopatologik, patogenesis herpes zooster mirip
dengan infeksi herpes simpleks kambuhan. Selama terjadinya infeksi varisela, VZV
meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian
secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion
saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan
tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti kehilangan daya infeksinya.
Gbr. Reaktivasi virus hingga timbul manifestasi klinis
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus.
Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada
saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis.
Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang
khas untuk erupsi herpes zoster.
G. KOMPLIKASI
Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daeerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usis
muda hanya terjadi pada 10 % kasus. 1 Makin tua penderita makin tinggi persentasenya.
Pada penderita tanpa disertai difisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai difisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. Infeksi sekunder oleh bakteri
akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks.
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis motorik terdapat
pada 1-5 % kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinuitatum dari ganglion
sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis motorik terjadi terutama bila virus juga
menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Paralisis biasanya timbul dalam 2
minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya dimuka,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, anus. Umumnya akan sembuh spontan.
H. DIAGNOSIS
Dalam stadium pra-erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.
Bila erupsi mulai terlihat, diagnosis menjadi mudah ditegakkan.
Secara laboratorik, pemeriksaan sediaan apusan secara Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak, demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologis.
Gbr. Histopatologi Gbr. Sel Datia multinuklei
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Varisela
Umur : Sangat menular, terutama menyerang anak-anak. Bila menyerang orang
dewasa gejala biasanya lebih berat.
Predileksi : Terutama pada badan dan sedikit pada wajah dan ekstrimitas. Mungkin
juga timbul pada mulut, palatum mole dan faring.
UKK : Vesikel berukuran miliar sampai lentikular, disekitar terdapat daerah
eritematosa. Dapat ditemukan beberapa stadium perkembangan vesikel mulai dari eritem,
vesikel, pustule, skuama, hingga sikatriks (polimorf).
2. Dermatitis Herpetiformis
Umur : terjadi pada semua umur, laki-laki lebih sering daripada perempuan.
Predileksi : terutama pada lipat ketiak bagian belakang, oksiput, daerah sakrum,
bokong, ekstensor lengan, siku, lutut.
UKK : berupa rasa gatal yang sangat dan panas ditandai dengan adanya vesikula
berkelompok atau urtika diatas dasar ertitem pada daerah predileksi, polimorfi, biasanya
simetris.
J. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit herpes seharusnya mencakup pencegahan infeksi virus laten dan
pencegahan reaktivasi virus yang laten tersebut. Tetapi sampai sekarang belum ditemukan cara
untuk pencegahan tersebut.
K. PENATALAKSANAAN
1. Terapi umum : pasien sebaiknya beristirahat.
2. Terapi sistemik
Terapi sistemik hanya bersifat simtomatik, misalnya pemberian analgetika untuk
mengurangi neuralgia. Dapat pula ditambahkan neurotropik, vitamin B1, B6 dan B12.
Pemberian secara oral prednison 30 mg per hari atau triamsinolon 48 mg sehari akan
memperpendek masa neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua dan seyogyanya sudah
diberikan sejak awal timbulnya erupsi. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom
ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Biasanya
diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah eminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednisosn setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan dengan imunostimulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interferon
dapat pula dipertimbangkan. Imunostimulator yang biasa digunakan ialah isoprinosin 50 mg/kg
BB/hari, dosis maksimal 3000 mg sehari. Obat ini juga diberikan dalam 3 hari pertama lesi
muncul. Ada pendapat yang mengatakan isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna
karena awitan kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya
seminggu.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi
muncul karena lewat dari masa ini pengobatan tidak efektif. . Dosis asiklovir yang dianjurkan
ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, atas pertimbangan biaya dapat digunakan
dosis 5 x 400 mg selama 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih dapat diteruskan dan dihentikan
ssudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
3. Terapi lokal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik.
Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan
bedak salisil 2 %. Jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik lokal misal : salep
kloramfenikol 2 %, maupun antibiotik sistemik spektrum luas misalnya kloramfenikol,
tetrasiklin.
Lokal diberi bedak. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa tidak enak dan
mengeringkan lesi vesikuler.
IDU 5-40 % dalam 100% DMSO (dimetilsulfoksid) dipakai secara topikal.
Solusio Burowi : digunakan sebagai kompres.
L. PROGNOSIS
Pada orang tua dan anak-anak pada umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus
prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa nyeri, panas, dan kadang gatal pada
badan, sejak 5 hari yang lalu, diikuti munculnya bintil-bintil berair yang makin lama makin besar
dan banyak. Riwayat cacar air sebelumnya positif. Lalu dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi
pada kulit berupa vesikel bergerombol di atas dasar eritem, pada satu sisi. Dari pemeriksaan
tersebut diagnosis bandingnya adalah herpes simpleks, varisela dan juga dermatitis
herpetiformis. Namun melihat tanda khas berupa lesi yang unilateral dan nyeri serta riwayat
sebelumnya pernah menderita cacar air (varisela) maka diagnosis kerjanya adalah Herpes Zoster.
Regio yang terkena adalah thorak hingga lumbal dekstra, sehingga diagnosa lengkap nya adalah
Herpes Zoster Torakolumbalis Dekstra.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang . Untuk membantu penegakan
diagnosis selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu dapat dilakukan Tzanck test, yang
nantinya akan didapatkan sel datia berinti banyak.
Terapi di poli diberikan supramox yang berisi amoksisillin untuk mengatasi infeksi
sekunder, dan juga melihat lesi yang sudah cukup luas sekiranya tidak cukup hanya diberikan
antibiotic tipokal. Diberikan proneuron yang berisi metampiron dan diazepam untuk mengatasi
neuralgia, clinium gel yang berisi clindamisin sebagai antibiotik topikal dan solaxin untuk
mengatasi gejala spasme otot karena inflamasi . Pada pasien ini tidak diberikan antivirus dengan
pertimbangan sudah tidak dalam masa aktif , sudah tidak muncul lesi baru dan dikarenakan
pasien dating berobat sudah hari ke lima, antivirus sebaiknya diberikan sejak awal timbulnya
lesi. Kortikosteroid juga tidak diberikan karena pemberiannya terhadap herpes zoster masih
kontroversial.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Herpes zooster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zooster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer.
2. Ciri khas dari herpes zooster adalah nyeri segmental dan erupsi kulit berupa vesikel
berkelompok di atas dasar yang eritematosa pada dermatom tertentu.
3. Pengobatan yang diberikan adalah terapi simptomatik dan obat antivirus, pada stadium
vesikel dapat diberikan bedak salisil 2 %.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A., Sani, A., dkk, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, 8th ed, PT.
InfoMaster lisensi dari CMPMedica, Jakarta
2. Moon,J.,2009,Herpes zoster, Medscape, http//:www.emedicine.medscape.com
3. Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed, Meidian
Mulya Jaya : Jakarta
4. Siregar, R. S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, 2nd ed, EGC : Jakarta