-
PENGGAMBARAN PEREMPUAN ARAB SAUDI OLEH MEDIA DARING
(Analisis Wacana Kritis Fairclough pada Media Al-Jazirah Online
dan Al-
Madina)
Tesis
Disusun Oleh:
Rifa’atul Mahmudah
NIM : 16201010016
TESIS
Diajukan kepada Program Studi Magister Bahasa dan Sastra
Arab
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister
Humaniora
YOGYAKARTA
2019
-
iii
-
iv
-
vi
MOTO
لكّل مقام مقال و لكّل مقال مقام
The more that you read, the more things that you’ll know
The more that you learn, the more place that you’ll go
(Dr Seuss)
-
vii
ABSTRAK
KSA (Kingdom of Saudi Arabia) adalah salah satu negara Arab
dengan sistem
kerajaannya yang otoriter. Bahkan, banyak kebijakan yang timpang
antara laki-
laki dan perempuan. Perempuan Saudi banyak tidak mendapatkan
hak-hak mereka
layaknya perempuan-perempuan di beberapa negara lain. Tesis ini
mengangkat
wacana transformasi perkembangan perempuan Arab seiring dengan
proses
realisasi visi 2030 kerajaan pada berbagai ranah, yaitu ekonomi,
politik, budaya,
sosial, dan pendidikan, pada berita yang terdapat di media
daring Al-Jazirah
Online. Untuk mengetahui hal tersebut digunakan pisau teori
analisis wacana
kritis Norman Fairclough, dengan tiga kerangka kerjanya, yaitu
analisis tekstual,
praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Rumusan masalah pada
penelitian ini
adalah (1) bagaimana media menggambarkan perempuan Arab dalam
pilihan kata
yang digunakan? (2) bagaimana proses praktik wacana perempuan
Arab dalam
media? (3) Praktik sosiokultural seperti apa yang ada di dalam
media yang terkait
dengan perempuan Arab?
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Data
dianalisis menggunakan teknik analisis wacana kritis menurut
Fairclough, yakni
(a) analisis teks bahasa, (b) analisis praksis wacana, (3)
analisis praksis
sosiokultural, yang terdiri dari analisis konteks situasi,
sosial, dan institusi.
Hasil penelitian yang diperoleh melalui analisis dengan
menggunakan
kerangka tiga dimensi Fairclough diantaranya: (1) berdasarkan
analisis deskriptif,
perempuan digambarkan dengan citra yang positif. (2) Berdasarkan
analisis
praktik wacana, memperlihatkan bahwa wartawan menggunakan
berbagai aktor
sosial yang kebanyakan dari pihak pemerintah untuk menunjukkan
keseriusan
dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan taraf hidup perempuan
Arab sebagai
misi merealisasikan visi 2030. (3) Berdasarkan praktik
sosiokultural menunjukan
bahwa transformasi di kerajaan terhadap beberapa kebijakan
perempuan di
berbagai sektor, dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi
(economic interest),
kerajaan mencoba keluar dari bergantung pada minyak ke ekonomi
pasca-minyak
(post-oil), dengan mendiversifikasi ekonomi kerajaan.
Kata Kunci: Perempuan, Arab, Media, Daring, Analisis Wacana
Kritis
-
viii
التجريد من العديد ، الواقع في. السلطوي الملكي النظام ذات العربية
الدول السعودية العربية المملكة
على يحصلن ال السعوديات النساء من العديد. والنساء الرجال بين غير
متزاون السياسات المرأة تطور تغيير عن الخطاب البحث هذا يبحث. األخرى
البلدان بعض في النساء مثل حقوقهن
وهي ، المجاالت مختلف في 0202 السعودية المملكة رؤية تحقيق جانب
إلى العربية على اإلعالم وسائل في الموجودة األخبار على والتعليم،
واالجتماعية والثقافة والسياسة االقتصاد لنورمان النقدي الخطاب تحليل
نظرية تستخدم الباحثة ، لذلك. الين أون لجزيرةا في اإلنترنت.
والثقافية االجتماعية والممارسة الخطاب، وممارسة النصي، التحليل وهي
إطارات، ثالثةب فيركلو،
الكلمات اختيار في العربية المرأة اإلعالم وسائل تصف كيف( 1) هي
وأما أسئلة البحث ما( 0) اإلعالم؟ وسائل في العربية المرأة حول الخطاب
ممارسة عملية هي ما (0) المستخدمة؟
العربية؟ بالمرأة المتعلقة اإلعالم وسائل في الموجودة والثقافية
االجتماعية سياق هي تحليل باستخدام البيانات وأما تحليل. النوعي
الوصفي يستخدم هذا البحث المنهج
الخطاب، وممارسة النصي، التحليل وهي إطارات، ثالثةب فيركلو،
لنورمان النقدي الخطاب .والمؤسسي االجتماعي السياق تتكون من
والثقافية، والتي االجتماعية والممارسة. إيجابية بصورة النساء تصوير
يتم الوصفي، التحليل إلى مضافا ( 1) أن البحث على تدل نتائج
من متنوعة مجموعة يستخدم الصحافي أن يُظهر للخطاب، العملي التحليل
إلى مضافا ( 0) لتمكين المبذولة الجهود في الجدية إلظهار الحكومة من
معظمها االجتماعية الفاعلة الجهات الممارسات على بناء ( 0. )0202 رؤية
لتحقيق العربية المرأة معيشة مستوى وتحسين
مختلف في المرأة سياسات بعض على المملكة في التحول هذا يظهر
والثقافية، االجتماعية بعد ما اقتصاد في النفط على االعتماد من
والخروج االقتصادية، المصالح من بدافع المجال،
.الملكي االقتصاد تنويع خالل من النفط، .النقدي الخطاب تحليل،
االنترنت اإلعالم، عبر الكلمة الرئيسية: المرأة، العربية، وسائل
-
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman trasliterasi dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia
yang
digunakan dalam tesis ini mengikuti Pedoman Transliterasi
Arab-Latin hasil
keputusan bersama Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan yang
diterbitkan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen
Agama
Republik Indonesia pada tahun 2003, yaitu sebagai berikut:
1. Konsonan Tunggal
Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini
sebagian
dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan
huruf serta
tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan
huruf Latin adalah
sebagai berikut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا ba b be ب ta t Te
ت
s\a s ث \ es (dengan titik di atas)
jim j Je ج
h{a h} ha (dengan titik di حbawah)
kha kh ka dan ha خ
-
x
dal d de د
z|al z\| zet (dengan titik di ذatas)
Ra r er ر zai z zet ز sin s es س Syin sy es dan ye ش
s ص }ad s } es (dengan titik di bawah)
d}ad d} de (dengan titik di ضbawah)
t ط }a t } te (dengan titik di bawah)
z}a z} zet (dengan titik di ظbawah)
ain ...‘... koma terbalik di‘ عatas
gain g ge غ fa f ef ف qaf q ki ق kaf k ka ك Lam l el ل mim m em
م
-
xi
nun n en ن wau w we و ha h ha ه hamzah ...’... apostrof ء ya y
ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari
vokal
tunggal atau monoftong atau vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
..َ... fath }ah a A
...ِ... kasrah i I
..ُ... dammah u U
b. Vokal Rangkap
Tanda dan
Huruf
Nama Gabungan
Huruf
Nama
fath ....ي }ah dan ya ai
a
dan i
fath ....و }ah dan wau au
a
dan u
-
xii
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangya berupa harakat dan
huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:
Harakat
dan Huruf
Nama Huruf dan
Tanda
Nama
ا....َ...
ي....ِ..
fath }ah
dan alif atau ya
a>
a
dan garis
di atas
....ِ..ي
kasrah
dan ya
i >
i
dan garis
di atas
....ُ..و
dammah
dan wau
u>
u
dan garis
di atas
4. Ta Marbutah
Trasliterasi untuk Ta Marbutah ada dua:
a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah,
kasrah atau
dammah trasliterasinya adalah /t/.
b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya
adalah /h/.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya Ta Marbutah diikuti
oleh kata
yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu
terpisah
maka Ta Marbutah itu ditrasliterasikan dengan /h/.
5. Syaddah (Tasydid)
-
xiii
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan
dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam
transliterasi ini
tanda Ssyaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf
yang sama
dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambankan dengan huruf yaitu .
ال
Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara
kata sandang
yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang
diikuti oleh huruf
Qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah
ditrasliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf
yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang
yang diikuti
oleh huruf Qamariyyah ditrasliterasikan sesuai dengan aturan
yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik didikuti dengan huruf
Syamsiyyah atau
Qomariyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti dan
dihubungkan
dengan kata sambung.
-
xiv
KATA PENGANTAR
Syukur, alhamdulilah, berkat karunia Allah akhirnya naskah ini
dapat
selesai meskipun terdapat sejumlah catatan di sana sini serta
pemakluman atas
kelayakannya dalam memenuhi tugas akhir sebagai prasyarat
memeroleh gelar
Master Humaniora. Kendati demikian, dengan kekurangan-kekurangan
tersebut,
insya Allah tesis di tangan pembaca ini tetap layak untuk dibaca
serta
ditindaklanjuti dalam penelitian berikutnya.
Tesis ini berjudul “Representasi Perempuan Arab dalam Media
Daring
(Analisis Wacana Kritis Fairclough pada Media Al-Jazirah
Online(”. Kiranya,
penulis perlu mengucapkan terimakasih kepada individu-individu
yang telah
berkontribusi dalam penyelesaiannya, di antaranya:
1. Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., Rektor UIN Sunan
Kalijaga.
2. Dr. H. Akhmad Patah, M.Ag., Dekan Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya.
3. Dr. Tatik Maryatut Tasnimah, M.Ag, selaku ketua prodi Bahasa
dan
Sastra Arab beserta para staf.
4. Prof. Dr. H. Sugeng Sugiyono, M.A., selaku pembimbing yang
telah
banyak mencurahkan waktu dan perhatian penulisan tesis ini.
5. Dr. Ridwan, S.Ag, M.Hum. dan Dr. Hisyam Zaini, M.A.,
selaku
penguji sidang tesis.
6. Kedua orangtua tercinta, M. Baidah dan Khurotin serta adik M.
Autur
Rohman atas segala doa dan dukungan.
-
xv
7. Teman-teman sekelas dan angkatan kedua program magister
BSA
(Alma, Asqi, Drei, Faulina, Imron, Lulu, dan Nia) atas dukungan
dan
semangat dan lain-lainnya.
Atas semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian
naskah ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu semoga Allah berkenan
memberi balasan
yang berlipat ganda, jazakumullahh khairal jaza’.
Terakhir, penulis mohon maaf atas keterbatasan dan kekurangan
dalam
penulisan tesis ini. Untuk itu, sudi kiranya pembaca sekalian
memberikan kritik
dan saran dalam penyempurnaan karya ini.
Yogyakarta, 30 Juli 2019
Rifa’atul Mahmudah, S.S
NIM. 16201010016
-
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN
..........................................................................
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
.............................................................
iii
NOTA DINAS PEMBIMBING
.......................................................................
iv
PENGESAHAN
...............................................................................................
v
MOTO
..............................................................................................................
vi
ABSTRAK
.......................................................................................................
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
......................................................................
ix
KATA PENGANTAR
.....................................................................................
xiv
DAFTAR ISI
....................................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
..........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
.....................................................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
.................................................................
8
D. Tinjauan Pustaka
.......................................................................................
9
E. Landasan Teori
..........................................................................................
14
-
xvii
1. Wacana dan Analisis Wacana Kritis
.................................................... 14
2. Kerangka Tiga-Dimensi AWK Fairclough
.......................................... 17
a. Analisis Tekstual
...........................................................................
19
b. Analisis Praktik Wacana
...............................................................
22
c. Analisis Praktik Sosiokultural
....................................................... 23
F. Metode Penelitian
.....................................................................................
25
G. Sistematika Penulisan
...............................................................................
28
BAB II ANALISIS TEKSTUAL WACANA PEREMPUAN ARAB PADA
MEDIA DARING AL-JAZIRAH ONLINE
A. Gambaran Umum Visi 2030
.....................................................................
29
B. Analisis Tekstual Berita pada Portal Berita Al-Jazirah
Online
dan Al-Madina
..........................................................................................
32
1. Teks 1, Berita Berjudul al-tarkhi >ṣu li ṡala >ṡi
murosysyida >tin siya >hiya>tin fi >
tabu >k (Pemberian Lisensi untuk Tiga Pemandu Wisata
Perempuan di
Tabuk)
..................................................................................................
32
2. Teks 2, Berita Berjudul safi >r al-mamlakati lada >
al-urduni yuakkidu anna
al-mar'ata al-sa’udiyyata aṣbahat syari >kan fa >’ilan wa
mu’aṡṡiran (Duta
Besar Saudi untuk Jordan Menegaskan bahwa Perempuan Saudi
Telah
Menjadi Mitra yang Aktif dan Berpengaruh)
....................................... 36
3. Teks 3, Berita Berjudul jam’iyyat al-funu >ni al-tasyki
>liyyati tuqi >mu
ma’raḍan ihtifa'an bi yaum al-mar'ati (Asosiasi Seni Rupa
Mengadakan
Pameran untuk Merayakan Hari Perempuan)
...................................... 40
-
xviii
4. Teks 4, Berita Berjudul nafaẑatha > syarikatu taṭwi
>rin lil maba >ni >.. wiza>ratu
al-ta’li >mi taftatiḥu aula > ḥaḍana>t al-aṭfa>li li
mansu >ba>tiha>
(Diimplementasikan oleh Sebuah Perusahaan Pengembangan untuk
Bangunan, Kementerian Pendidikan Membuka Taman Pendidikan
Anak
Pertama untuk Para Anggotanya)
......................................................... 46
5. Teks 5, Berita Berjudul Bana>ṭ al-waṭani... ḥuḍurun
mumayyizun fi>
khidmat al-hujjaji bi “al-masya>’iri” (Puteri-puteri Tanah
Air, Kehadiran
Istimewa dalam Pelayanan Jamaah Haji di “masya>’iri”)
..................... 51
6. Teks 6, Berita Berjudul miata>ni sayyidah yusyarikna fi
> ma’raḍ al-ri >ḥi
bijaddah (Dua Ratus Perempuan Berkontribusi dalam Pameran Karpet
di
Jeddah)
.................................................................................................
56
7. Teks 5, Berita Berjudul al-mar'ah al-sa’diyyah taqtaḥimu
maja>li tasygil al-
ra>fi’a>t al-‘imlaqah (Perempuan Arab Saudi Mengoperasikan
Derek
Raksasa)
...............................................................................................
60
BAB III ANALISIS PRAKTIK WACANA PEREMPUAN ARAB SAUDI
A. Wacana Perkembangan Ekonomi Perempuan Arab Saudi
....................... 65
1. Terbukanya Peluang Kerja di Ruang Publik bagi Perempuan Saudi
... 65
2. Citra Positif Peran “Aktif” Perempuan
................................................ 67
3. Pameran Karpet sebagai Penggerak Mobilitas Ekonomi
..................... 69
B. Berita Wacana Keikutsertaan Perempuan Arab Saudi di Ranah
Politik ... 71
1. Perhatian Kerajaan Terhadap Perempuan Arab Saudi
......................... 72
2. Peran Perempuan Arab Saudi sebagai Pengambil Keputusan
............. 73
-
xix
C. Wacana Keterlibatan Perempuan Arab Saudi di Bidang Seni
dan Budaya
................................................................................................
74
1. Pemberdayaan Perempuan Melalui Visi 2030
..................................... 74
2. Peran Ganda Perempuan
......................................................................
76
D. Teks 4, Wacana Pendidikan bagi Anak-anak dan Stabilitas
Psikologis
Perempuan Arab Saudi
.............................................................................
77
1. Pendidikan Anak-anak Pegawai Perempuan
........................................ 77
2. Stabilitas Psikologis Perempuan Pekerja
............................................. 79
E. Wacana Terbukanya Ruang-ruang Sosial Perempuan Arab Saudi
........... 79
1. Kontribusi Perempuan Arab Saudi di Musim Haji
.............................. 81
2. Peluang Kerja di Musim Haji
...............................................................
82
3. Pengoperasian Derek Raksasa oleh Perempuan Arab Saudi
................ 83
BAB IV ANALISIS PRAKTIK SOSIOKULTURAL WACANA
PEREMPUAN ARAB PADA MEDIA DARING AL-JAZIRAH ONLINE
A. Analisis Konteks Situasi, Sosial dan Institusional
.................................... 86
1. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
Arab........................................... 86
a. Visi 2030 dan Terbukanya Peluang Kerja bagi Perempuan
.......... 86
b. Sistem Ideologi Kerajaan
..............................................................
92
c. Konteks Institusional pada Berita al-tarkhi >ṣu li ṡala
>ṡi murosysyida >tin
siya >hiya>tin fi > tabu >k (Pemberian Izin untuk
Tiga Pemandu Wisata
Perempuan di Tabuk)
....................................................................
95
2. Konteks Sosial Wacana Politik Perempuan Arab Saudi
...................... 97
a. Babak Baru Perempuan Arab di Ranah Politik
............................. 97
-
xx
b. Longgarnya Sistem Monarki Konservatif
..................................... 99
c. Konteks Institusional pada Berita safi >r al-mamlakati
lada>
al-urduni yuakkidu anna al-mar'ata al-sa’udiyyata aṣbahat syari
>kan
fa>’ilan wa mu’aṡṡiran (Duta Besar Saudi untuk Jordan
Menegaskan
bahwa Perempuan Saudi Telah Menjadi Mitra yang Aktif dan
Berpengaruh)
.................................................................................
102
3. Ruang Sosial-Budaya Perempuan Arab Saudi di Hari
Perempuan
Internasional
.........................................................................................
104
a. Pameran Seni Rupa Sebagai Bentuk Transformasi Sosial
............ 105
b. Tujuan visi 2030 “promoting culture and entertainment”
............ 107
c. Konteks Institusional pada Berita jam’iyyat al-funu >ni
al-tasyki >liyyati
tuqi >mu ma’raḍan ihtifa'an bi yaum al-mar'ati (Asosiasi Seni
Rupa
Mengadakan Pameran untuk Merayakan Hari Perempuan) ..........
109
4. Peningkatan Akses Pendidikan Anak Pegawai Perempuan
................. 111
a. Pendidikan Anak Sebagai Upaya Pemberdayaan Sosial
Perempuan
Arab Saudi
.....................................................................................
111
b. Konteks Institusional pada Berita nafaẑatha > syarikatu
taṭwi >rin lil
maba >ni >.. wiza >ratu al-ta’li >mi taftatihu
aula> haḍana >t al-aṭfa>li li
mansu >ba>tiha > (Diimplementasikan oleh Sebuah
Perusahaan
Pengembangan untuk Bangunan, Kementerian Pendidikan Membuka
Taman Pendidikan Anak Pertama untuk Para Anggotanya) .........
115
5. Ruang-ruang Sosial Permpuan Arab Saudi
.......................................... 116
a. Partisipasi Perempuan Arab Saudi di Musim Haji
........................ 116
-
xxi
b. Konteks Institusional pada Berita Bana>ṭ al-waṭani...
ḥuḍurun
mumayyizun fi > khidmat al-hujjaji bi “al-masya>’iri”
(Puteri-puteri
Tanah Air, Kehadiran Istimewa dalam Pelayanan Jamaah Haji di
“masya>’ir”(
....................................................................................
118
c. Kemampuan Teknologi Perempuan Arab Saudi
........................... 118
d. Konteks Institusional Berita al-mar'ah al-sa’diyyah taqtaḥimu
maja>li
tasygil al-ra>fi’a>t al-‘imlaqah (Perempuan Arab Saudi
Mengoperasikan
Derek Raksasa)
..............................................................................
120
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
...............................................................................................
122
B. Saran
.........................................................................................................
124
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
126
LAMPIRAN-LAMPIRAN
............................................................................
133
CURRICULUM VITAE
................................................................................
148
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi membantu pemahaman pesan dalam
komunikasi
antar manusia, dengan bahasa pula manusia bisa menjalin
kehidupan sosial dengan
sesamanya.1 Bahasa menjadi sarana krusial ketika difungsikan
sebagai transmisi pesan
manusia dalam bermasyarakat.2 Hal ini senada dengan pengertian
bahasa yang telah diusung
oleh Ibnu Jinni dalam al-Khashais-nya: اللغة أصوات يعبر بها كل
قوم عن أغراضهم (bahasa adalah
bunyi-bunyi yang diungkapkan oleh suatu bangsa untuk
tujuan-tujuan mereka).3
Peran bahasa sebagai transmisi pesan menjadikan bahasa sebagai
sarana yang
signifikan, tidak terkecuali di ranah media massa baik daring
(online) maupun cetak. Tugas
pokok sebuah media adalah mengkonstruksi realitas menjadi teks
berita. Dalam proses
konstruksi tersebut, bahasa menjadi instrumen utama. Bahasa
dimanfaatkan oleh berita untuk
menyampaikan maksud atau informasinya ke publik. Bahkan, selain
sebagai transmisi pesan,
bahasa dalam hal ini juga sebagai transfer ideologi pemilik
media. 4
Oleh karena itu, berita yang ada di media tidak bisa dimaknai
dengan apa adanya,
melainkan harus dimaknai secara kritis.5 Perspektif kritis
memandang bahasa sebagai
1 A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar (Bandung:
Angkasa, 2011), hlm. 92-93. 2 Kealan, Filsafat Bahasa: Realitas
Bahasa, Logika Bahasa, Hermeneutika dan Postmodernisme
(Yogyakarta: Pradigma, 2002), hlm. 289. 3 Muhammad Muhammad
Dawud & Uril Bahru al-Din, al-Arabiyah wa ‘Ilm al-Lughah
al-Hadi>ts
(Malang: Lisan Arabi, 2018), hlm. 27. 4 Eriyanto, Analisis
Wacana: Pengantar Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm. 6. 5
Alif Hasanah & Hari Bakti Mardikantoro, “Konstruksi Realitas
Seratus Hari Pertama Pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla di Media Online: Analisis Wacana Kritis Model
Norman Fairclough”, SELOKA, Vol. 6, No.
3 (2017), hlm. 234.
-
2
representasi yang berperan membentuk subjek tertentu, tema-tema
wacana tertentu, maupun
strategi-strategi di dalamnya.6
Penggunaan bahasa dalam suatu media yang berbeda, maka akan
merefleksikan
fenomena sosial maupun budaya yang berbeda pula, karena pada
dasarnya tidak ada bahasa
yang vakum konteks, bahasa tidak diartikan sebagai sebuah simbol
ujaran. Bahasa perlu
diartikan lebih dalam, bahasa memiliki “agenda tersembunyi”
)hidden agenda) sehingga
perlu dilihat kritis dan mempertanyakan penggunaan bentuk
lingual tertentu.7
Di dalam masyarakat modern, media memainkan peran penting untuk
perkembangan
politik masyarakatnya. Media tidak dianggap sebagai “alat
komunikasi” yang netral dan
kosong. Fakta peristiwa umumnya disajikan lewat bahasa berita
dan bahasa berita bukanlah
sesuatu yang bebas nilai. Karena itu, bahasa media terkadang
menjadi bias terhadap beberapa
pihak.8
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Berger dan Luckman yang
mengatakan bahwa
“bahasa adalah mekanisme utama dalam proses konstruksi sosial.”9
Bahasa tidak bersifat
netral, tetapi bias dan memihak ideologi dan kekuasaan tertentu
sehingga berakibat bahwa
realitas yang dikonstruksi oleh bahasa tidak dipandang sebagai
realitas yang sebenarnya
melainkan realitas yang dikonstruksi (the constructed
reality).10 Pendekatan untuk
mengungkap apa di balik bahasa di atas adalah pendekatan kritis,
melalui pendekatan ini akan
diketahui pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana memberikan
pencerahan”, sedikit
melengkapi apa yang ada pada pendekatan deskriptif yaitu
menjawab “apa” dan
“bagaimana.”11
6 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Teks Media (Yogyakarta:
LkiS, 2009), hlm. 6. 7 Anang Santoso, Studi Bahasa Kritis: Menguak
Bahasa Membongkar Kuasa (Bandung: Mandar Maju,
2012), hlm. 16. 8 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu
Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 32-35.
9 Anang Santoso, Studi Bahasa Kritis, hlm. 105. 10 Elya Munfarida,
“Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif Norman Fairclough,”
KOMUNIKA, Vol.
8, No. 1 (Januari-Juni 2014), hlm. 3. 11 Anang Santoso, Studi
Bahasa Kritis, hlm. 101.
-
3
Dengan demikian, linguistik kritis bertujuan mengungkap relasi
kuasa tersembunyi
(hidden power) serta proses-proses idiologis yang muncul dalam
teks lisan maupun tulis.12
Oleh karena itu, tercapainya kemelekan media yang kritis adalah
sumber penting bagi
individu maupun masyarakat dalam belajar bertahan dalam
lingkungan budaya media.
Budaya bermedia telah menjadikan banyak orang untuk membangun
naluri tentang kelas,
etnis dan ras, kebangsaan, dan tentang “kita” dan “mereka.”
Budaya media telah membentuk
sebuah pengetahuan umum. Selain itu, pertunjukan budaya media
ini juga mempertontonkan
siapa yang berkuasa dan sebaliknya.13
DeFluer menegaskan bahwa dalam media massa, keberadaan bahasa
bukan hanya
sebagai alat untuk menggambarkan realitas, melainkan juga
menentukan makna citra
terhadap suatu realitas yang akan muncul di benak khalayak. Oleh
sebab persoalan citra
tersebut, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi
realitas, terutama dalam
hal konstruksi citra.14
Citra yang dikonstruk oleh media tidak terlepas dengan ideologi
(metanarasi) sebuah
media. Fairclough menyatakan bahwa ideologi sangat lekat dengan
kekuasaan (power),
terutama pada masyarakat modern yang praktik kekuasaan semakin
meningkat dengan
dicapai melalui ideologi, dan secara khusus bahasa menjadi
transmisinya. Oleh sebab itu,
ideologi juga sangat lekat dengan bahasa dikarenakan penggunaan
bahasa adalah bentuk
perilaku sosial paling umum (the commonest form of social
behaviour).15 Fairclough juga
menekankan bahwa ideologi itu konkret. Modalitas kekuasaan
adalah dengan ideologi,
12 Anang Santoso, Studi Bahasa Kritis, hlm. 101. 13 Douglas
Kelner, Media Culture: Culture Studies, Identity and Politics
between the Modern and
Postmodern, terj. Galih Bondan Rambatan (Yogyakarta: Jalasutra,
2010), hlm. 1-2. 14 Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode,
dan penerapannya pada Wacana Media (Jakarta:
Kencana, 2012), hlm. 9. 15 Norman Fairclough, Language and Power
(London: Longman, 1989), hlm. 2.
-
4
modalitas yang membentuk hubungan-hubungan kekuasaan yang
menghasilkan persetujuan
melalui sebuah kekuatan.16
Ideologi konkret tersebut juga dibawa oleh setiap media massa,
yang
mengimplikasikan adanya konstruksi sosial. Fariclough menyatakan
bahwa ideologi tertanam
pada setiap wacana, yang diciptakan dan berperan untuk
mempertahankan atau mengubah
relasi kuasa di masyarakat. Sebagai dampak dari adanya relasi
kuasa tersebut, maka
sebenarnya kontruksi ideologi yang dibawa oleh media menuju pada
terciptanya hegemoni
dan stereotip-stereotip di masyarakat.17
Pemberitaan media –khususnya yang berkaitan dengan peristiwa
yang melibatkan
pihak dominan– selalu disertai penggambaran timpang terhadap
pihak yang tidak dominan.
Karena itu, tidak aneh apabila gambaran perempuan, kaum buruh,
dan pihak tidak dominan
lain digambarkan dengan konotasi yang negatif.18
Ketimpangan tersebut tampak pada kondisi perempuan-perempuan di
Arab Saudi.
Posisi perempuan Arab SAudi seringkali digambarkan secara
sepihak. Perempuan di Arab
Saudi sering dianggap kurang memiliki hak-hak sipil dan memiliki
keterbatasan untuk aktif
di ruang publik. Selama dua puluh tahun terakhir, akses
perempuan Arab Saudi terhadap
pendidikan telah meningkat tajam, berbeda dengan negara-negara
Arab lainnya yang lebih
progresif. Kendati demikian, semakin banyak perempuan Saudi
lulus dari perguruan tinggi,
mereka belum mendapatkan pekerjaan yang aman atau melakukan
kegiatan yang
menghasilkan pendapatan.19
16 Norman Fairclough, “Critical Discourse Analysis”, dalam J.
Haryatmoko, “Kondisi Ideologis dan
Derajat Keteramalan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough”,
DISKURSUS, Volume 14, Nomor 2,
(Oktober 2015), Hlm. 158. 17 Farieda Ilhami Zulaikha, Tesis:
“Wacana Perempuan pada Koran Feminis dan Non Feminis di
Amerika )Analisis Wacana Kritis(” (Yogyakarta: UGM, 2017), hlm.
1-2. 18 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 36. 19
Joas Wagemakers, Mariwan Kanie, & Annemarie van Geel, Saudi
Arabia Between Conservatism,
Accommodation and Reform )Netherlands: Netherlands Institute of
International Relations ‘Clingendael’, 2012(,
hlm. 9.
-
5
Sehubungan dengan hal tersebut, pada April 2016, Putra Mahkota
Mohammad bin
Salman meluncurkan visi 2030. Putra Mahkota mencatat, “visi kami
adalah kuat, Arab Saudi
yang berkembang dan stabil memberikan peluang bagi semua. Visi
kami adalah menjadi
negara toleran dengan Islam sebagai konstitusi dan moderasi
sebagai metodenya.” Visi 2030
menguraikan 24 tujuan khusus untuk dicapai kerajaan dalam bidang
ekonomi, perkembangan
politik dan sosial. Visi 2030 lebih lanjut mengartikulasikan 18
komitmen untuk mencapai
tujuan ini - dengan inisiatif khusus dalam energi terbarukan,
manufaktur, pendidikan, tata
kelola elektronik, hiburan dan budaya.20
Di sisi lain, ada sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah,
ketika sebagian
perempuan-perempuan Saudi mengamini apa yang mereka yakini
sebagai kodrat perempuan,
seperti halnya perempuan berada di ruang domestik, sedangkan
laki-laki memiliki tanggung
jawab untuk bekerja di ranah publik karena ideologi yang telah
melekat.21 Terlepas dari hal
itu, perempuan Saudi adalah aset besar yang dimiliki oleh
negara, 50% lulusan universitas
adalah perempuan. Oleh karenanya, pemerintah akan berinvestasi
dengan mengembangkan
bakat sehingga memungkinkan mereka dapat memperkuat masa depan
mereka dan
berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat dan ekonomi
negara.22
Dengan demikian, visi 2030 kerajaan memiliki dampak yang
signifikan terhadap
kesejahteraan perempuan Arab Saudi. Namun, untuk mengetahui
beberapa hal tersebut
termasuk wacana sekarang terhadap perempuan Arab, maka dalam
penelitian ini akan dikaji
bagaimana media mengkonstruk wacana tentang perempuan. Memahami
representasi
20 Report, Saudi Arabia and Political, Economic & Social
Development (Saudi Araia: Ministry of
Foreign Affairs, 2017), hlm. 5.
(dalam
https://www.saudiembassy.net/reports/white-paper-saudi-arabia-and-political-economic-social-
development, diakses pada 13 Maret 2019) 21 Anis Rosida, Wacana
Modernisasi dalam Tantangan Peradaban, Peran Perempuan sebagai
Tonggak Sejarah Arab Saudi, PALITA: Journal of Social-Religion
Research, Vol.3, No. 1, (April 2018), hlm.
82. 22 Vision 2030, hlm. 37.
https://www.saudiembassy.net/reports/white-paper-saudi-arabia-and-political-economic-social-developmenthttps://www.saudiembassy.net/reports/white-paper-saudi-arabia-and-political-economic-social-development
-
6
perempuan Arab Saudi yang merupakan bagian dari keterwakilan
realitas, setidaknya
dilandasi pemahaman bahwa dunia itu bukan sesuatu yang apa
adanya (given).23
Mengkaji bagaimana kondisi perempuan Arab Saudi sekarang ini
menjadi menarik,
terutama kajian media daring sebagai media populer yang banyak
digunakan khalayak.
Dengan demikian akan diketahui prospek perkembangan
perempuan-perempuan di Arab
Saudi sekarang ini. Transformasi yang dialami oleh perempuan
Arab Saudi seiring dengan
diluncurkannya visi 2030 tercermin dari berbagai bidang, yaitu
ekonomi, politik, budaya,
sosial, dan pendidikan yang ada di berita-berita media lokal
daring Arab Saudi dengan basis
media pro-goverment, yaitu http://www.al-jazirah.com dan
www.al-Madina.com.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka fokus
penelitian ini terletak
pada konstruk media merepresentasikan perempuan Arab, dengan
kajian kritis Fairclough
yang melihat keterhubungan antara teks, praktik diskursus
(wacana), dan praktik
sosiokultural, yang di antaranya akan dipaparkan melalui
beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana diksi yang digunakan media dalam menggambarkan
perempuan Arab Saudi?
2. Bagaimana strategi intertekstualitas dalam praktik wacana
perempuan Arab Saudi dalam
media?
3. Bagaimana konteks sosiokultural yang ada pada wacana
perempuan Arab Saudi di dalam
media daring?
23 Anang Santoso, Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi
Perjuangan (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), hlm. 21.
http://www.al-jazirah.com/
-
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan karya
ini untuk
mengungkapkan:
a. Sarana tekstual yang dipilih oleh media dalam mengkonstruk
wacana perempuan Arab.
b. Strategi intertekstualitas dalam praktik wacana perempuan
Arab Saudi oleh media.
c. Konteks sosiokultural yang meliputi wacana perempuan Arab
Saudi dalam media.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dalam penilitian tentang representasi perempuan dalam
media Arab ini
memiliki dua orientasi kegunaan, yaitu:
a. Secara teoritis, adanya penelitian ini akan memperkaya
khazanah keilmuwan, dalam hal
keterkaitan antara struktur teks, wacana, dan aspek sosial yang
termanifestasi melalui
bahasa. Sehingga tidak hanya aspek deskriptif struktural saja,
melainkan aspek sosial
juga menjadi pembahasan.
b. Kegunaan praktis, ketika melihat suatu wacana dari hasil
realitas sosial dengan
pendekatan kritis memungkinkan seseorang untuk lebih
berhati-hati, terutama ketika
membaca sebuah media.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang perempuan Arab Saudi dengan menggunakan pisau
analisa AWK
Fairclough belum banyak ditemukan, khususnya pada media
Al-Jazirah Online dan Al-
Madinah. Di antara penelitian terdahulu terkait dengan perempuan
Arab baik berupa artikel
jurnal, tesis, dan disertasi akan dipaparkan sebagai
berikut:
-
8
Artikel jurnal tentang pendidikan perempuan Saudi yang berada di
bawah laki-laki
dengan dipengaruhi pemahaman keagamaan masyarakat Saudi. Artikel
tersebut berjudul
Review of Women and Society in Saudi Arabia, ditulis oleh Yahya
Al Alhareth, Yasra Al
Alhareth, dan Ibtisam Al Dighrir yang dimuat di American Journal
of Educational Research,
Vol. 3, No. 2, tahun 2015. Dengan menggunakan teori feminis
fokus tulisan ini menekankan
pada aspek pendidikan perempuan Saudi yang selalu di bawah
laki-laki. Masyarakat Saudi
adalah campuran unik antara agama dan budaya, yang menimbulkan
kesulitan bagi
pemerintah terutama bagi perempuan untuk mendapatkan akses
pendidikan. Pemahaman
Islam versi mereka digunakan untuk menghakimi pendidikan
perempuan, bahwa perempuan
dididik untuk menjadi ibu yang baik di dalam rumah. Padahal
sebenarnya, ajaran Islam
sangat menghormati wanita. Pendidikan seharusnya diberikan
kepada semua Muslim. Oleh
karena itu, status perempuan dalam masyarakat seperti itu perlu
ditingkatkan dengan
memperlakukan mereka dengan lebih hormat dan memastikan hak-hak
mereka sebagai
manusia dihormati karena cara-cara seperti itu akan meningkatkan
kesempatan mereka untuk
menyelesaikan pendidikan mereka.
Martin Hvidt (2018) dalam artikel jurnalnya yang berjudul The
new role of Women in
the New Saudi Arabian Economy, yang dimuat dalam Center for
Mellemᴓststudier Syddansk
Universitet. Artikel ini menjelaskan tentang peran perempuan
dalam pembangunan Arab
Saudi yang baru terutama dalam sektor ekonomi, yang merupakan
tujuan utama dari visi
2030. Jumlah perempuan bekerja hanya 10%, sedangkan laki-laki
40%, menurut standar
internasional, angka-angka ini sangat rendah. Dalam upaya
meningkatkan jumlah total orang
Saudi yang bekerja, Visi 2030 melakukan upaya khusus untuk
meningkatkan persentase
perempuan dalam angkatan kerja. Oleh karena itu, Mohammad bin
Salman telah meminta
berbagai entitas di sektor publik untuk membuka pekerjaan yang
ditargetkan pada
perempuan. Di antara beberapa peluang kerja yang telah dibuka di
antaranya dilakukan oleh
-
9
Direktorat Jenderal Paspor membuka 140 pekerjaan, Departemen
Kehakiman yang berencana
untuk merekrut 300 perempuan sebagai peneliti sosial, asisten
administrasi, peneliti
yurisprudensi Islam dan peneliti hukum, Selain itu, pekerjaan
perempuan dalam militer telah
dibuka.
Artikel jurnal yang berjudul ’Deviant’ Women in English Arab
Media: comparing in
Iraq, Saudi Arabia and Qatar (Wanita yang ‘Menyimpang’ dalam
Media Arab Inggris:
Perbandingan di Irak, Arab Saudi dan Qatar) oleh Ahmad Lida dan
Priscyll Anctil Avoine,
dalam Reflexión Política, vol. 18, no. 36, juli-Desember, 2016,
Universidad Autónoma de
Bucaramanga, Bucaramanga, Colombia. Artikel ini menjelaskan
tentang gambaran
perempuan Arab/muslim dalam media Arab, sebuah kajian mengenanai
gender terutama
setelah kejadian 9/11. Adapun yang dimaksud’Deviant’ Women
adalah perempuan yang tidak
mengikuti setereotip gender dalam masyarakat mereka. Data
diambil dari tiga media daring
(online) Arab yang berbahasa Inggris, yaitu: Arab News (berpusat
di Saudi Arabia) sebuah
media independen, AJE (berpusat di Qatar), dan Iraqi News
(berpusat di Bahrain dan Iraq).
Hasil yang diperoleh adalah bahwa ketiga media lebih tertutup
perihal memberitakan
perempuan Arab di negaranya, di antara ketiga media, AJE adalah
media paling progresif,
sedangkan Arab News, karena dibatasi oleh kontrol sosial
kerajaan terhadap perempuan,
maka pemberitan mengenai isu-isu perempuan tidak terlalu banyak.
Sebagai penutup, berita
Irak menyajikan visi yang cukup embrionik tentang perempuan
“yang menyimpang” )dan
perempuan pada umumnya), karena kolom opini yang kurang
berkembang dan rendahnya
kehadiran jurnalis perempuan.
Berikutnya, artikel tentang karya dari tiga penulis teluk
perempuan yang saling
merepresentasikan daerah mereka, yaitu Laila > al-‘Uthma>n
(Kuwait), Raja >’ A
-
10
tersebut dalam menggambarkan negara mereka dengan cara yang
berbeda, penulis Kuwait
konservatif dan tanah suci Saudi Arabia dengan strategi humor,
parodi, dan alegori (kiasan),
sedangkan Husayn (Iraq) membumbui teksnya dalam suasana
kesedihan yang meresap yang
mencerminkan penderitaan tanah yang lama dilanda perang. Para
penulis ini juga berhasil
menjembatani kesenjangan antara ranah privat dan publik, serta
menawarkan narasi di mana
pribadi juga memiliki tempat baik dalam politik, budaya, dan
sejarah.
Abdul Aziz (2008) menggunakan AWK Norman Fairclough dalam
tesisnya yang
berjudul “Representasi Aktor dan Peristiwa Sosial dalam Krisis
Politik Suriah oleh Al-
Jazeera Arabic dengan Al-Jazeera English )Tinjauan Analisis
Wacana Kritis”, Universitas
Gajah Mada. Penelitian ini tentang representasi aktor dan
peristiwa sosial dalam wacana
krisis politik Suriah pasca revolusi Arab Spring, yang ada di
dalam dua media yaitu Al-
Jazeera Arabic (AJA) dengan Al-Jazeera English (AJE), serta
membandingkan keduanya.
Hasilnya, AJA cenderung menggunakan bahasa deskriptif dalam
merepresentasikan aktor
sosial dan peristiwa sosial. AJA cenderung merepresentasikan
aktor secara sepihak,
sementara AJE cenderung melibatkan berbagai pihak yang terlibat
dalam konflik Suriah.
Wacananya dibingkai oleh AJA ke dalam frame kejahatan perang
al-Assad dan sekutu (satu
pihak), sedangkan AJE membingkainya ke dalam frame perang sipil
Suriah yang melibatkan
berbagai pihak dan faktor. Pada tataran struktur sosial, AJA
memiliki strategi representasi
yang partisan, ideologis dan berpihak, dan berpihak kepada
kebijakan luar negeri Qatar. AJE
memiliki strategi representasi yang non-partisan, non-ideologis,
dan tidak memihak.
Dari beberapa penelitian di atas dapat diklasifikasikan menjadi
dua aspek, yaitu
perempuan Saudi dan teori analisis wacana Fairclough. Aspek
pertama terdapat pada artikel
jurnal pertama kedua, ketiga, dan keempat. Artikel jurnal
pertama menjelaskan tentang
perempuan Saudi dan kedudukan pendidikan yang masih di bawah
laki-laki. Artikel kedua
menjelaskan tentang progresivitas perekonomian dengan memberikan
perempuan Saudi
-
11
pekerjaan. Artikel ketiga menjelaskan tentang penggambaran
perempuan Arab oleh media
Arab yang masih tertutup. Artikel keempat menjelaskan tentang
para penulis perempuan
Arab yang terdiri dari Kuwait, Arab Saudi, dan Irak, melalui
tulisan-tulisan mereka berhasil
menjembatani kesenjangan antara ranah privat dan publik.
Aspek kedua terdapat pada disertasi dan tesis yang terletak
setelah artikel jurnal di
atas. Penggunaan teori analisis wacana kritis Fairclough oleh
tesis tersebut digunakan untuk
membandingkan suatu wacana pada media yang berbeda Tesis
mengambil dua poin yaitu
aktor dan peristiwa sosial dalam krisis politik suriah oleh
Al-Jazeera Arabic dengan Al-
Jazeera English. Dari beberapa penelitian tersebut, maka posisi
penelitian ini terletak pada
bagaimana media lokal Saudi menggambarkan perempuan Saudi itu
sendiri, yang
termanifestasi dalam beberapa bidang, yaitu ekonomi, politik,
budaya, sosial. Selain itu,
penggunaan teori analisis wacana Fairclough menjadikan sebuah
analisa lebih komprehensif,
karena menjalinrelasikan antara analisis deskriptif yang
bersifat struktural (mikro) dan
analisis sosial yang bersifat makro.
E. Landasan Teori
1. Wacana dan Analisis Wacana Kritis
Wacana (discourse) telah diperkenalkan oleh Zelling Harris pada
tahun 1952. Pada
awalnya, Zelling menganalisis bagaimana kalimat-kalimat dalam
suatu teks dihubungkan
oleh semacam tata bahasa yang diperluas. Akar kemunculan istilah
wacana sebenarnya telah
diperngaruhi oleh pemikiran Halliday. Pandangan Halliday tentang
bahasa bahwa bahasa
sebagai semiotika sosial. Hal ini menunjukkan bahwa
bentuk-bentuk bahasa mengkodekan
representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial.24
24 Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif
(Bandung: Refika Aditama, 2014), hlm.
19-20.
-
12
Pandangan Halliday ini kemudian banyak mengilhami para ahli
bahasa dalam
mengkaji wacana. Menurut Fairclough, wacana dipahami sebagai
sebuah tindakan dan bentuk
interaksi. Wacana tidak berada dalam ruang tertutup, dalam arti
tidak ada wacana yang
vakum sosial. Pengertian tersebut mengimplikasikan dua hal,
pertama, wacana memiliki
tujuan untuk berbagai hal seperti membujuk, mempengaruhi,
menyanggah, dan
mempersuasif. Kedua, wacana diekspresikan secara sadar,
terkontrol, bukan sesuatu yang di
luar kendali.25
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis (selanjutnya
akan disingkat AWK)
yang memusatkan perhatian pada penemuan kekuatan yang dominan
dalam memarginalkan
dan meminggirkan kelompok yang tidak dominan.
AWK bertujuan untuk mengritik dan mentransformasi hubungan
sosial yang timpang,
yakni ketimpangan yang disebabkan oleh dominasi kelompok yang
kuat terhadap kelompok
yang lemah atau menghilangkan keyakinan dan gagasan palsu
tentang masyarakat dan
mengritik sistem kekuasaan yang tidak seimbang dan struktur yang
mendominasi dan
menindas orang.26
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perubahan sosial
(sosiocultural change approach) oleh Fairclough, yaitu suatu
model yang mengintegrasikan
secara bersama-sama analisis wacana didasarkan pada linguistik
dan pemikiran sosial dan
politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial.27
Fairclough berupaya
mengkombinasikan teori sosial (wacana) dengan linguistik yang
kemudian melahirkan teori
linguistik kritis. Kombinasi ini pada gilirannya sangat
bermanfaat untuk melihat bagaimana
25 Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif
(Bandung: Refika Aditama, 2014), hlm.
20-21. 26 Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis dalam
Multiperspektif (Bandung: Refika Aditama, 2014), hlm.
145. 27 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Teks Media, hlm,
285-286.
-
13
relasi kuasa di balik teks dan bagaimana kekuasaan idiologis
diartikulasikan secara
tekstual.28
AWK mengkonsepsikan bahasa sebagai suatu bentuk praktik sosial
dan berusaha
membuat masyarakat sadar akan pengaruh timbal-balik antara
bahasa dan struktur sosial
yang biasanya tidak mereka sadari.29 Dari hubungan yang kompleks
antara bahasa dan fakta
sosial, bisa diketahui efek ideologis yang seringkali tidak
jelas dan tersembunyi dalam
penggunaan bahasa maupun pengaruh relasi kekuasaan.30 Objek AWK
menurut Fairclough
adalah semua teks yang merupakan sumber data, bisa berupa
dokumen, kertas diskusi, film,
televisi, pidato, kartun, foto, koran, risalah politik, pamflet,
artefacts budaya seperti gambar,
bangunan, dan musik.31
Bagi Fairclough, studi bahasa kritis (pendekatan kritis) telah
berperan dalam
mengembangkan kesadaran khusus mereka yang didominasi dengan
cara-cara linguistik, hal
ini dikarenakan ilmu-ilmu sosial tidaklah netral, ilmu ini
memiliki hubungan khusus dengan
kelompok atau kekuatan dominan atau yang didominasi. Selain itu,
pendekatan ini juga
menunjukkan bagaimana masyarakat dan wacana saling membentuk
(wacana dibentuk oleh
masyarakat dan masyarakat dibentuk oleh wacana).32
Fowler menekanankan sesuatu yang amat fundamental dalam
pandangan Fairclough
adalah adanya fungsi relasi antara konstruksi tekstual dengan
kondisi-kondisi sosial,
institusional, dan ideologis dalam proses-proses produksi serta
resepsinya. Struktur-struktur
linguistik digunakan untuk mensistematisasikan dan
mentransformasikan realitas. Oleh
28 Elya Munfarida, Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif
Norman Fairclough, hlm, 3. 29 Stefan Titscher, dkk, Metode Analisis
Teks & Wacana, Terj. Gazali, dkk (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hlm., 239. 30 Stefan Titscher, dkk, Metode
Analisis Teks & Wacana, hlm., 241. 31 Norman Fairclough,
“Critical Discourse Analysis” )1995( dalam J. Haryatmoko, “Kondisi
Ideologis
dan Derajat Keteramalan Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough”, DISKURSUS, Volume 14, Nomor 2,
(Oktober 2015), hlm. 166. 32 Norman Fairclough, Critical
Language Awarness, Terj. Hartoyo (Semarang: IKIP Semarang
Press,
1995), hlm., 11.
-
14
karena itu, dimensi kesejarahan, struktur sosial, dan ideologi
adalah sumber utama
pengetahuan dan hipotesis dalam kerangka kerja kritisisme
linguistik.33
Fairclough memanfaatkan teori-teori dari Anthonio Gramsci dan
Louis Althuser,
Fairclough berusaha membuktikan adanya potensi transformasi
sosial dalam diskursus.
Selain itu, Fairclough mengkombinasikan teori sosial (wacana)
dengan linguistik yang
kemudian melahirkan linguistik kritis. Jalinan relasi ini pada
gilirannya sangat berperan
untuk melihat bagaimana relasi kuasa di balik teks dan bagaimana
kekuasaan ideologis
diartikulasikan secara tekstual. Signifikansi inilah yang
menjadikan elaborasi terhadap kajian
media terkait dengan teori analisis wacana kritis Norman
Fairclough menjadi penting.34
2. Kerangka Tiga-Dimensi Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough
Wacana menurut Fairclough memiliki tiga dimensi: merupakan teks
bahasa lisan atau
tulis; suatu interaksi antar orang (deskripsi dari teks), yang
melibatkan proses produksi dan
interpretasi teks (interpretasi dari proses interaksi); dan
bagian dari tindak sosial (penjelasan
bagaimana proses interaksi berhubungan dengan tindak sosial).35
Analisis Fairclough telah
melampaui "apa" dari deskripsi teks ke arah "bagaimana" dan
"mengapa" dari interpretasi
dan penjelasan (eksplanasi) teks.36 Model tiga dimensi
Fairclough (teks, praktik kewacanaan,
dan praktik sosial) dibedakan sebagai tiga tataran yang bisa
dipisahkan secara analitis.37
Secara umum, tujuan dari tiga dimensi itu adalah sebagai
kerangka analisis dalam
analisis wacana. Selain itu, penggunanan tiga dimensi tersebut
juga disandarkan pada asumsi
bahwa teks tidak pernah bisa dipahami atau dianalisis secara
terpisah, dalam arti hanya bisa
33 Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough
hingga Mills”, Jurnal PENDIDIK,
Vol. 6, No. 1 (2014), hlm. 2. 34 Elya Munfarida, Analisis Wacana
Kritis dalam Perspektif Norman Fairclough, hlm, 3. 35 Norman
Fairclough, Critical Language Awarness, hlm., 11-12. 36 Forough
Rahimi & Mohammad Javad Riasati, Critical Discourse Analysis:
Scrutinizing
Ideologically-Driven Discourse. International Journal of
Humanities and Social Science Vol. 1 No. 16
(November 2011) hlm. 109. 37 Marianne W. Jorgensen & Louise
J. Phillips, Analisis Wacana: Teori dan Metode (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 149.
-
15
dipahami dalam kaitannya dengan jaring-jaring teks lain dan
hubungannya dengan konteks
sosial.38 Ketiga dimensi tersebut bisa dilihat pada gambar di
bawah ini:39
a. Analisis Tekstual
Tahap pertama dalam kerangka analisis tiga dimensi AWK
Fairclough adalah analisis
tekstual, tahapan ini disebut juga sebagai tahapan deskriptif
teks. Analisis tekstual
memperhatikan pada pemilihan kata dan klausa. Hal yang akan
diungkap adalah apa yang
ada ‘yang terkatakan’ di dalam teks )what is ‘in’ text).40
Menurut Fairclough, ada empat hal
38 Marianne W. Jorgensen & Louise J. Phillips, Analisis
Wacana: Teori dan Metode, hlm. 130. 39 Norman Fairclough, Critical
Discourse Analysis: The Critical Study of Language (New York:
Rouledge, 2010), hlm. 133. 40 Abdul Aziz, Tesis: “Representasi
Aktor dan Peristiwa Sosial dalam Krisis Politik di Suriah oleh
Al-
Jazeera Arabic dan Al-Jazeera English (Tinjauan Analisis Wacana
Kritis)”, (Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada, 2017), hlm. 14.
Descri
ption (text
analysis)
Text
Sociocultural practice
Process of
production
Interp
retation
(Processing
analvsis) Expla
nation (social
analysis)
Process of
interpretation Disco
urse
practice/interac
tion (Situational;
institutional; societal)
-
16
yang dapat dianalisis yaitu kosakata (vocabulary), tata bahasa
(grammar), kohesi, dan
struktur teks. Kosakata berhubungan dengan kata per kata itu
sendiri, tata bahasa
berhubungan dengan kombinasi-kombinasi di dalam klausa dan
kalimat, kohesi berhubungan
dengan bagaimana klausa dan kalimat dihubungkan dengan yang lain
secara bersamaan, dan
struktur teks berhubungan dengan kekayaan penyusun teks.41 Dalam
penelitian ini hanya
diambil tiga bagian saja; kosakata (vocabulary), tata bahasa
(grammar), dan kohesi.
Baik analisis kosakata (vocabulary) maupun tata bahasa (grammar)
memiliki empat
nilai-nilai yang sama, yaitu experiential, relational,
expressive, dan connective.42 Pertama,
nilai eksperiental yang menunjuk pada jejak ideologis yang
digunakan oleh produser teks
dalam merepresentasikan dunia natural atau sosial. Nilai
eksperiental penting untuk
mengungakap ideologi yang ada dalam teks. Kedua, nilai
relasional yang merupakan jejak
tentang relasi sosial yang ditampilkan dalam teks. Nilai ini
memfokuskan pada bagaimana
pilihan penggunaan kata dalam teks berperan dan berkontribusi
pada penciptaan relasi sosial
di antara para partisipan. Ketiga, nilai ekspresif yang bermakna
jejak tentang evaluasi
produser teks tentang realitas yang terkait. Nilai ekspresif ini
biasanya berhubungan dengan
subjek dan identitas sosial. Nilai konektif yang menghubungkan
bagian-bagian dalam teks.
Selain menghubungkan bagian-bagian internal teks, nilai konektif
juga terkait dengan
hubungan teks dengan konteks situasional teks tersebut. Dalam
lingkup tata bahasa, koneksi
internal teks bisa dilihat dari penggunaan konektor (kata
penghubung), referensi (kalimat
yang dirujuk oleh kalimat setelahnya), dan kohesi di antara
kalimat satu dengan kalimat yang
lain.43
41 Norman Fairclough, Discourse and Social Change (Cambridge:
Polity Press, 1992), hlm. 75. 42 Norman Fairclough, Language and
Power (New York: Reuledge, 2001), Hlm. 92-93. 43 Elya Munfarida,
Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif Norman Fairclough, hlm,
9-10.
-
17
a. Kosakata (vocabulary)
Perbendaharaan kata meliputi makna kata. Satu kata bisa
mempunyai banyak makna
dan makna berbeda tergantung dari konteksnya.44 Analisis ini
memfokuskan pada pilihan
kata yang digunakan (wording) dan signifikansi politik dan
ideologis.45 Pada bagian ini,
penulis hanya mengambil dua yang akan dikemukakan untuk
menganalisis kosakata yang
digunakan, yaitu wording dan overwording. Wording adalah
pengungkapan kembali kata
yang merujuk pada realitas tertentu.46 Sedangkan overwording
adalah penyebutan referent
tertentu dengan berbagai leksis yang berlainan namun memiliki
unsur sinonim atau semi
sinonim sehingga mencerminkan penekanan kepada aspek realitas
tertentu.47
Fairclough menyatakan bahwa overwording (atau disebut juga
dengan
overlexicalization)48 seringkali melibatkan kata-kata yang
bersinonim. Overwording
menunjukkan beberapa aspek realitas, yang mengindikasikan adanya
perjuangan ideologis
tertentu. Misalkan pada sebuah contoh terdapat kata-kata yang
memiliki hubungan makna
dengan growth dan development diantaranya, increase, boost,
develop, cultivate, build,
widen, enrich.49
Overwording merupakan fitur tekstual yang termasuk ke dalam
nilai eksperiental,
sehingga dengan mengetahui overwording akan diketahui ideologi
tertentu yang merupakan
representasi dari realitas.
44 J. Haryatmoko, “Kondisi Ideologis dan Derajat Keteramalan
Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough”, DISKURSUS, Volume 14, Nomor 2, (Oktober 2015), Hlm.
181. 45 Norman Fairclough, Discourse and Social Change, hlm. 77. 46
Abdul Aziz, Tesis: “Representasi Aktor dan Peristiwa Sosial dalam
Krisis Politik di Suriah oleh Al-
Jazeera Arabic dan Al-Jazeera English (Tinjauan Analisis Wacana
Kritis)”, hlm. 16. 47 Ibid, hlm. 51. 48 Norman Fairclough, Language
and Power, hlm. 116. 49 Ibid, hlm. 96.
-
18
b. Tata Bahasa
Tingkatan tata bahasa oleh Fairclouch dipusatkan pada
transitivitas, voice (aktif dan
pasif), nominalisasi, dan tema.50 Penelitian ini hanya membatasi
aspek tata bahasa pada aspek
voice (aktif dan pasif) atau bentuk partisipan, yaitu melihat
bagaimana aktor-aktor
ditampilkan sebagai pelaku (subjek) atau objek dalam
pemberitaan. Sebagai subjek
ditampilkan dalam bentuk kalimat aktif, seorang aktor
ditampilkan melakukan suatu tindakan
yang menyebabkan sesuatu pada objek. Sebagai objek menunjuk pada
sesuatu yang
disebabkan oleh orang lain. Strategi yang digunakan dengan
menggunakan kalimat pasif.
Kalimat pasif hanya menampilkan objek, sedangkan pelaku tidak
tidak ditampilkan.51
b. Analisis Praktik Wacana (Discourse Practice)
Tahap ini oleh Fairclough dinamakan dengan tahap interpretasi.
Tahap ini berkaitan
dengan proses produksi teks dan interpretasi teks.52 Analisis
ini termanifestasi dalam bentuk-
bentuk linguistik, yang kemudian oleh Fairclough ditegaskan lagi
bahwa yang dimaksud
adalah teks, baik tertulis maupun lisan.53
Teks dibentuk lewat suatu praktik diskursus, yang akan
menentukan bagaimana teks
tersebut diproduksi.54 Analisis praktik wacana mencakup unsur
produksi teks artikel yang
tidak dapat terlepas dari unsur teks dan wacana lain
(intertekstualitas dan interdiskursivitas),
yang dipengaruhi oleh gagasan intertekstual Julia Kristeva.
Dengan kata lain, teks tidak hadir
dengan sendirinya, teks sebenarnya dikonstruksi oleh teks lain
yang sudah ada sebelumnya,
baik berupa teks fisik maupun berupa pengetahuan yang sudah
ada.55 Bahkan, jika ada suatu
teks dari sebuah peristiwa baru, teks tersebut disusun oleh
media melalui interdiskursivitas
50 Norman Fairclough, Discourse and Social Change, hlm. 179. 51
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, hlm. 293.
52 Norman Fairclough, Language and power, hlm. 118. 53 Norman
Fairclough, Discourse and Social Change, hlm. 71. 54 Eriyanto,
Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, hlm. 316. 55
Bernardinus Realinus Suryo Baskoro, Disetasi: “Berita Korupsi di
Media Indonesia dan Perancis:
Analisis Wacana Kritis” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
2015), hlm. 38.
-
19
atau intertekstualitas dari “teks” lain atau peristiwa itu
sendiri, pengetahuan media atas
peristiwa itu, hasil studi pustakanya, dan lain
sebagainya.56
Wodak dan Weiss menyatakan bahwa teks dan wacana itu tidak
terisolasi dalam
ruang. Teks satu selalu berhubungan dengan teks sebelumnya atau
bahkan teks yang akan
datang. Hal ini dapat dicirikan sebagai "intertekstualitas".57
Intertekstualitas adalah
kehadiran unsur-unsur dari teks lain, bisa berupa kutipan,
acuan, dan isi.58 Wacana
berperilaku dengan cara yang sama: Wacana juga tumpang tindih
dan saling berhubungan.
Hal ini dikenal sebagai "interdiscursivity".59
Bagi Fairclough proses produksi teks dalam media disebut rantai
peristiwa
komunikatif, dalam arti bahwa teks sebelumnya ada (wawancara,
pidato politik, dokumen-
dokumen, dan lain sebagainya) di dalam teks setelahnya dan
membentuk banyak lapisan yang
direkontekstualisasikan. Fairclough mengatakan, “The production
of media texts can thus be
seen as a series of transformations across what I earlier called
a chain of communicative
events which links source events in the public domain to the
private domain consumption of
media texts.”60
c. Analisis Praktik Sosiokultural (Sociocultural Practice)
Analisis praktik sosiokultural oleh Fairclough disebut dengan
eksplanasi. Praktik
sosiokultural bisa dilihat pada tingkat situasi langsung (the
immediate situation),
lembaga/institusi/organisasi yang lebih luas, dan pada tingkat
masyarakat. Misalnya,
seseorang dapat membaca interaksi antara pasangan suami istri
dalam hal hubungan khusus
56 Ibid, hlm. 113. 57 Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis Model
Fairclough”, hlm. 4.
58 Haryatmoko, Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana
Kritis): Landasan Teori, Metodologi,
dan Penerapan (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 11. 59 Umar
Fauzan, “Analisis Wacana Kritis Model Fairclough”, hlm. 4. 60
Norman Fairclough, Media Discourse (London: Edward Arnold, 1995),
Hlm. 48-49.
-
20
mereka (mikro/lebih dekat), hubungan antar mitra dalam keluarga
sebagai institusi, atau
gender hubungan dalam masyarakat yang lebih besar (makro).61
a. Situasi
Teks dihasilkan tidak dalam ruang hampa, melainkan teks
dihasilkan dalam suatu
kondisi dan atau susasana yang khas. Jika wacana dipahami
sebagai suatu tindakan, maka
tindakan itu adalah upaya untuk merespon situasi atau konteks
sosial tertentu.62
b. Institusional
Level ini melihat bagaimana pengaruh institusi terhadap produksi
teks. Institusi yang
berhubungan dengan media bisa berupa ekonomi media maupun
politik. Pengaruh ekonomi
terhadap media sangat penting, seperti halnya pengiklan akan
sangat menentukan
keberlangsungan media. Selain ekonomi media, pengaruh institusi
lain adalah politik.
Institusi politik bisa mempengaruhi kebijakan yang dilakukan
media, seperti halnya di
negara dengan pemerintah mempunyai wewewang untuk melakukan
kontrol dan
pengendalian, maka wacana yang muncul di media menjadi lain.
Negara yang otoriter, yang
ditandai dengan represi dan pembredelan, akan berpengaruh dengan
kebijakan di ruang
redaksi (news room). Politik yang menjadikan media sebagai
sarananya, di samping media
partisan yang secara sengaja dibuat untuk tujuan politik, juga
kontrol terhadap pikiran
masyarakat.63
c. Sosial
Perbedaan level sosial dengan situasi terletak pada cakupannya,
sebagaimana telah
dijelaskan oleh Fairclough di atas. Aspek situasional lebih
mengarah pada waktu atau
suasana yang mikro (konteks peristiwa saat peristiwa dibuat),
sedangkan aspek sosial lebih
luas, lebih melihat pada aspek makro seperti sistem politik,
ekonomi, atau budaya
masyarakat secara keseluruhan. Sistem-sistem tersebut pada
akhirnya akan menentukan 61 Norman Fairclough, Critical Discourse
Analysis: The Critical Study of Language, hlm. 132. 62 Eriyanto,
Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, hlm. 322. 63 Ibid,
hlm. 322-325.
-
21
siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa yang dominan di masyarakat,
dan bagaimana sistem dan
nilai tersebut mempengaruhi dan menentukan media. Masyarakat
yang berideologi patriarkal
yang melihat perempuan kelas dua di bawah laki-laki, nilai-nilai
tersebut akan
mempengaruhi isi pemberitaan. Demikian juga dengan teks yang
diberitakan oleh seseorang
dari sistem politik otoriter tentu saja berbeda dengan teks yang
dihasilkan dalam politik
liberal.64
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
dalam pelaksanaannya.
Pendekatan deskriptif menurut Sudaryanto yaitu penelitian yang
hanya dilakukan semata-
mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena yang
secara empiris hidup pada
penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa
perian bahasa yang biasa
dikatakan sifatnya seperti potret atau paparan seperti apa
adanya.65 Deskriptif diartikan
sebagai memberikan deskripsi (pemerian) dan analisis bahasa.
Bahasa diterangkan bagaimana
kerja dan penggunaannya oleh para penuturnya pada kurun waktu
tertentu, bisa disebut juga
sebagai deskriptif sinkronik.66
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kritis,
Foss dan Littlejhon
dalam Setiawan menyebutkan bahwa aspek yang esensial dalam
pandangan kritis yaitu upaya
pemahaman atas kondisi sosial yang tertindas (under represented
groups) dan bertindak
(advokasi) mengatasi kekuatan yang menindas, dalam rangka
memperjuangkan emansipasi
wanita dan partisipasi masyarakat secara luas.67
64 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,
hlm. 325-326. 65 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 192. 66 A. Chaedar Alwasilah, Linguistik
Suatu Pengantar, hlm. 100. 67 Yulianto Budi Setiawan, Analisis
Wacana Kritis Pemberitaan Kekerasan Berbasis Gender di Surat
Kabar Harian Merdeka, Jurnal Ilmiah Komunikasi, MAKNA Vol. 2 no.
1, (Pebruari 2011), hlm. 16.
-
22
Pendekatan kualitatif dipakai dalam arti mengembangkan
pengertian tentang individu
dan kejadian dengan memerhatikan konteks yang relevan yang
bertujuan memahami
fenomena sosial secara holistik dan menggali pemahaman lebih
dalam dan lebih banyak,
biasanya data dianalisis secara induktif yaitu peneliti
mengamati, menganalisis, dan membuat
kesimpulan.68
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu: data
primer dan sekunder. Data primer adalah data utama yang
digunakan sebagai bahan utama
analisis yaitu berita tentang perempuan Arab dalam
http://www.al-jazirahonline.com dan
www.al-madina.com yang dirilis pada tahun 2019, dengan
menggunakan referensi lain baik
berupa buku, jurnal, internet yang memiliki keterkaitan dengan
konteks perempuan Arab
Saudi. Data sekunder sebagai data penunjang dalam penulisan
terdiri dari referensi yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian seperti jurnal, tesis,
dan referensi-referensi lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan atau penjaringan data menggunakan metode simak
dengan teknik catat
(taking note method). Menyimak tidak hanya dilakukan dengan
mendengar melainkan
membaca juga termasuk di dalamnya. Peneliti menyimak data
kemudian mencatat, setelah
pencatatan dilakukan peneliti melakukan klasifikasi atau
pengelompokan,69 sehingga dalam
hal ini peneliti memilih dan memilah data yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian.
4. Metode Analisis Data
Data dianalisis menggunakan teknik analisis wacana kritis
menurut Fairclough, yakni
(a) analisis teks bahasa, (b) analisis praksis wacana, (3)
analisis praksis sosiokultural.
Langkah analisis data meliputi (1) pembacaan secara
kritis-kreatif terhadap seluruh data, (2)
pereduksian data sesuai dengan domain masalah, (3) penyajian
data yang terdiri atas
68 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, hlm. 19-23. 69 Muhammad,
Metode Penelitian Bahasa, hlm. 211.
http://www.al-jazirahonline.com/http://www.al-madina.com/
-
23
identifikasi dan klasifikasi data berdasakan domain masalah, (4)
interpretasi relasi teks
dengan konteks situasi, (5) eksplanasi relasi teks dengan
konteks institusi, masyarakat, dan
budaya, dan (6) penyimpulan.70
70 Anang Santoso, Studi Bahasa Kritis: Menguak Bahasa Membongkar
Kuasa, hlm, 171-172.
-
24
G. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan ini memuat alur penulisan penelitian yang
terdiri dari lima
bab pembahasan dan di tiap bab terdiri dari beberapa sub bab
yang memiliki kesinambungan,
yaitu:
Bab I, pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, kajian pustaka berisikan
penilitian-penelitian terdahulu yang relevan dan
memiliki keterkaitan dengan penelitian ini serta memposisikannya
dengan penelitian
sebelumnya, kerangka teoritis yang digunakan, metode penelitian,
dan diakhiri dengan
sistematika pembahasan.
Bab II, memuat tentang analisis tekstual yang digunakan dalam
media Arab untuk
menggambarkan perempuan.
Bab III, memaparkan tentang proses praktik wacana perempuan Arab
dalam media
daring.
Bab IV, praktik sosiokultural yang terdiri dari institusi,
konteks situasi, dan sosial
yang terdapat di dalam media daring.
Bab V, penutup terdiri dari kesimpulan pembahasan dan
saran-saran.
-
124
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis penggambaran wacana perempuan Arab Saudi dengan
menggunakan kerangka tiga dimensi Norman Fairclough (tekstual,
praktik
diskursus, dan praktik sosiokultural), pada media daring
Al-jazirah Online dan Al-
Madina, menghasilkan beberapa temuan yang berkaitan dengan
perempuan Arab
Saudi dan transformasinya seiring dengan adanya visi Saudi
2030.
Pada tataran tekstual, perempuan digambarkan dengan citra
positif, seperti
pemandu wisata, seorang seniman dan lain sebagainya. Hal ini
ditengarai dari
kata-kata yang digunakan. Perempuan ‘المرأة’ di-overwording
menjadi مرشدات
(pemandu), رئيسة ملتقى البرلمانيات األردنيات (Ketua Forum
Parlemen Yordania), األم
الموظفة، رائدة األعمال، سيدة المجتمع، واالبنة واألخت والزوجة
موظفات ,(seniman) فنانات ,
,(sejumlah pemimpin pendidikan) القيادات التعليمية ,(Pegawai
Kementrian) الوزارة
بنات ,(pengusaha perempuan) المرأة العاملة ,(ibu-ibu pebisnis)
األمهات العامالت
قدوة pemerhati), dan) مهتمات , مثقفات ,سيدة من أميرات ,فريق
الجوازات ,الوطن
(pantun/teladan).
-
125
Pada aspek tata bahasa, dengan menyitir istilah di dalam
bukunya
Fairclough “voice” untuk menyebut bentuk kalimat aktif dan
pasif. Semua berita
menggunakan kalimat aktif yang menampilkan kedua belah pihak
aktor dalam
berita, dalam arti kedudukan kedua belah pihak ditampilkan
dengan seimbang. Di
sisi lain, penggunaan kalimat aktif pada mayoritas berita
berarti memposisikan
perempuan sebagai objek. Terdapat satu berita yang bias, pada
berita berjudul al-
tarkhi >ṣu li ṡala >ṡi murosysyida >tin siya
>hiya>tin fi > tabu >k (Pemberian Lisensi untuk
Tiga Pemandu Wisata Perempuan di Tabuk). Berita ini tidak
memberikan ruang
bagi perempuan Arab Saudi untuk memberikan pernyataan padahal
konteks berita
tentang mereka yang mendapatkan lisensi untuk menjadi pemandu
wisata.
Dimensi praktik diskursus memperlihatkan bahwa wartawan
menggunakan berbagai aktor sosial yang kebanyakan dari pihak
pemerintah untuk
menunjukkan keseriusan dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan
taraf hidup
perempuan Arab sebagai misi merealisasikan visi 2030. Upaya dari
para aktor
sosial tersebut tercakup dalam strategi yang digunakan dalam
mengkonstruk
berita dengan strategi intertekstual, yaitu memasukkan
teks-teks, wacana, atau
peristiwa lain yang berhubungan dengan transformasi perempuan
Arab di
berbagai sektor seperti ekonomi, politik, pendidikan, budaya,
serta sosial, dan
hubungannya dengan visi Saudi 2030.
Analisis praktik sosiokultural menunjukan bahwa transformasi di
kerajaan
terhadap beberapa kebijakan perempuan di berbagai sektor
(ekonomi pada berita
pertama dan keenam, politik pada berita kedua, budaya pada
berita ketiga, dan
pendidikan pada berita keempat, sosial pada berita kelima dan
ketujuh), dilatar
-
126
belakangi oleh kepentingan ekonomi (economic interest), kerajaan
mencoba
keluar dari bergantung pada minyak ke ekonomi pascaminyak
(post-oil), dengan
mendiversifikasi ekonomi ke berbagai ragam seperti membuka
pariwisata, pusat
hiburan, museum, dan bioskop. Pada prakteknya, kerajaan
menghadapi tantangan
yang cukup signifikan, mengingat sistem ideologi konservatif
yang bertolak
belakang dengan tujuan visi 2030 yang bersifat lebih moderat dan
terbuka.
Kendati demikian, perkembangan dan pemberdayaan perempuan Saudi
tidak bisa
dinafikan, banyak perkembangan yang nyata membawa angin segar
bagi
perempuan Saudi seiring dengan visi 2030 kerajaan.
B. Saran
Analisis wacana kritis Norman Fairclough memiliki tiga kerangka
analisis,
yaitu analisis tekstual, analisis diskursus, dan analisis
praktik sosiokultural. Pada
tataran tekstual inilah sebenarnya Fairclough memaparkan
penjelasan yang sangat
luas, sehingga penulis penulis merekomendasikan beberapa saran
untuk penelitian
selanjutnya agar lebih komprehensif. Pada tataran tekstual, ada
empat hal yang
dapat dianalisis yaitu kosa-kata (vocabulary), tata bahasa
(grammar), kohesi, dan
struktur teks.
Pertama: pada tataran vocabulary, terdapat empat nilai
sebagaimana
terdapat dalam bukunya Fairclough Language and Power (2001,
92-93), yaitu
experiential, relational, expressive, dan connective.
Menggunakan empat nilai
tersebut akan diketahui jejak ideologis, jejak tentang relasi
sosial, dan identitas
sosial.
-
127
Kedua: pada tataran tata bahasa (grammar) yang memiliki nilai
empat
yang sama dengan tataran vocabulary, dan aspek yang dibahas di
dalamnya
adalah transitifitas, tema, dan modalitas. Namun, Ada berbagai
fitur gramatikal
teks yang memiliki hubungan pada tiap nilai, seperti pada nilai
relasi ada tiga fitur
yang digunakan oleh Fairclough, yaitu model kalimat (deklaratif,
imeratif, dan
lain sebagainya), modalitas, dan pronouns.71 Kemudian
transitifitas terbagi ke
dalam enam proses, yaitu material, mental, behavioral, verba,
relasional, dan
eksistensial. Penulis merekomendasikan untuk mengurai keempat
nilai-nilai
tersebut serta mengembangkannya dengan teori Linguistik
Sistemik
Fungsionalnya (LSF) Halliday, mengingat Fairclough banyak
mengambil teori
tekstualnya dari teori LSF-nya Halliday.
71 Lebih lanjut baca Norman Fairclough, Language and Power
(2001).
-
128
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Lida dan Priscyll Anctil Avoine. 2016. “Deviant” women in
English
Aarab Media: comparing representation in Iraq, Saudi Arabia and
Qatar.
Reflexión Política. Vol. 18. No. 36.
Al Alhareth, Yahya & Ibtisam Al Dighrir. 2015. Review of
Women and Society in
Saudi Arabia, American Journal of Educational Research, Vol. 3,
No. 2.
Al Amri, Khalid Hadi. 2005. e-tesis: Arabic/English/Arabic
Translation : Shifts of
Cohesive Markers in The Translation of Argumentative Texts :
A
Contrastive Arabic-English Text Linguistic Study. Durham:
Durham
University.
Al-Afgani, Sa’id al-Afgani. 1995. Al-Mujaz fi Qawa’id al-Lugah
al-‘Arabiyyah
Beirut: Dar al-Fikr.
Alhussein, Eman. 2014. Triangle of Change: the Situation of
Women in Saudi
Arabia, The Norwegian Peacebuilding Resource Centre.
Al-Otaibi, Najah & Ali Shihabi. 2018. Women Behind the
Wheel, Activists Behind
Bars: Paradoxes on the Path to Reform in Saudi Arabia,
(Washington,
DC: Arabia Foundation.
Al-Gulayaini >, Musṭafa. 1994. Jami’ al-Durus. Beirut:
Mansyurat al-Maktabah al-
‘Aṣriyyah.
Alhazmi, dkk. 2015. Contextualization of Saudi International
Students’
Experience in Facing the Challenge of Moving to Mixed Gender
Environments. American International Journal of Contemporary
Research.
5(2).
Aliah, Yoce. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif.
Bandung:
Refika Aditama.
Alsaleh, Shakir Ahmed. 2012. Gender inequality in Saudi Arabia:
Myth and
reality. International Proceedings of Economics Development
& Research.
39(1).
-
129
Alsuwaida, Nouf. 2016. Women’s Education In Saudi Arabia.
Journal of
International Education Research. Vol. 12, No. 4.
Alwasilah, A. 2011. Chaedar. Linguistik Suatu Pengantar.
Bandung: Angkasa.
Asrori, Imam. 2004. Sintaksis Bahasa Arab: Frasa – Klausa –
Kalimat. Misykat:
Malang.
Aziz, Abdul. 2017. Tesis: “Representasi Aktor dan Peristiwa
Sosial dalam Krisis
Politik di Suriah oleh Al-Jazeera Arabic dan Al-Jazeera English
(Tinjauan
Analisis Wacana Kritis”. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan
penerapannya pada
Wacana Media. Jakarta: Kencana.
Blanchard, Christopher M. Blanchard. 2019. Saudi Arabia,
Congressional
Research Service: Informing the Legislative debate since
1914.
Cummins, Joshua I. 2015. Social Media, Public Opinion, and
Security
Cooperation in Saudi Arabia. The DISAM Annual.
Dawud, Muhammad Muhammad & Uril Bahruddin. 2018.
Al-‘Arabiyah wa Ilm
al-Lughah al-Hadits. Malang: Lisan Arabi.
Dewi, Eva. 2017. “Gender dalam Bahasa Arab”. dalam Deni Febrini
(Ed.). Bunga
Rampai Islam dan Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Teks Media.
Yogyakarta: LKiS.
Esmail, Hanaa Abdelaty Hasan. 2018. Economic Growth of Saudi
Arabia
Between Present and Future According to 2030 Vision. Asian
Social
Science. Vol. 14, No. 12.
Fairclough, Norman. 2010. Critical Discourse Analysis: The
Critical Study of
Language. New York: Routledge.
________. 1995. Critical Language Awarness, Terj. Hartoyo.
Semarang: IKIP
Semarang Press.
-
130
________. 1989. Language and Power. New York: Longman.
________. 2001. Language and Power. New York: Reuledge.
________. 1995. Media Discourse. London: Edward Arnold.
Fauzan, Umar. 2003. Analisis Wacana Kritis Model Fairclough.
Jurnal Pendidik.
Vol. 5. No. 2.
________. 2014. Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough
hingga Mills.
Jurnal Pendidik. Vol. 6. No. 1.
Grigore, George & Laura Sitaru. 2016. Modalities in Arabic.
Bucharest: Center
for Arab Studies.
Harahap, Nursapia. 2014. Penelitian Kepustakaan. IQRA’. Vol. 08.
No. 01.
Harimurti Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka
Utama.
Haryatmoko. 2017. Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana
Kritis):
Landasan Teori, Metodologi, dan Penerapan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Haryatmoko, J. 2015. Kondisi Ideologis dan Derajat Keteramalan
Analisis
Wacana Kritis Norman Fairclough. Diskursus. Vol. 14. Nomor
2.
Hijriyah, Umi. 2014. Bahasa dan Gender. Al-Bayan. Vol. 6, No.
2.
Hilal, Abd al-Ghoffar Hamid. 1986. Ilm al-Lughah Baina al-Qodim
wa al-
Hadits. Mesir: Mathba’ah al-Jabalawi.
Hvidt, Martin. 2018. The New Role of Women in The New Saudi
Arabian
Economy. Center for Mellemᴓststudier Syddansk Universitet.
Ilyas, Asim Ismail. 2014. Cohesive Devices in the Short Suras of
the Glorious
Quran. Arab World English Journal. No. 3.
Jahangir, Labbaba. 2017. Societal Change in Saudi Arabia:
Changing the Norms.
Institute of Strategic Studies.
-
131
Jorgensen, Marianne W. & Phillips, Louise J. 2007. Analisis
Wacana: Teori dan
Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kealan. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa,
Hermeneutika
dan Postmodernisme. Yogyakarta: Pradigma.
Kelner, Douglas. 2010. Media Culture: Culture Studies, Identity
and Politics
between the Modern and Postmodern, terj. Galih Bondan
Rambatan.
Yogyakarta: Jalasutra.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Munfarida, Elya. 2014. Analisis Wacana Kritis dalam Perspektif
Norman
Fairclough. Komunika. Vol. 8. No. 1.
Naseem, Sana & Kamini Dhruva. 2017. Issues and Challenges of
Saudi Female
Labor Force and the Role of Vision 2030: A Working Paper.
International
Journal of Economics and Financial Issues. Vol. 7, No. 4.
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Philip K. Hitti. 2014. History of The Arabs; From the Earliest
Times to the
Present, terj. R. Cecep Lukman Yasin & Dedi Slamet Riyadi.
Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta.
Rabaah1, Alqassem, dkk. 2016. Early Childhood Education in Saudi
Arabia:
Report. Journal of Education. Vol. 6. No. 5.
Rachmadie, Cammelianne Typhano & Suryo Ediyono. 2017.
Reformasi Sistem
Kebudayaan di Arab Saudi Masa Pemerintahan Raja Abdullah
(2005-2015).
Millati, Journal of Islamic Studies and Humanities. Vol. 2. No.
1.
Rahimi, Forough Mohammad & Javad Riasati. 2011. Critical
Discourse Analysis:
Scrutinizing Ideologically-Driven Discourse. International
Journal of
Humanities and Social Science. Vol. 1. No. 16.
Rani, Abdul Rani, dkk. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia
Publishing.
-
132
Realinus, Bernardinus & Suryo Baskoro. 2015. Disertasi:
“Berita Korupsi di
Media Indonesia dan Perancis: Analisis Wacana Kritis”.
Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Rosida. 2018. Anis Wacana Modernisasi dalam Tantangan Peradaban,
Peran
Perempuan sebagai Tonggak Sejarah Arab Saudi. PALITA: Journal
of
Social-Religion Research. Vol.3. No. 1.
Said, Amin. 2014. King Faisal: Raja Saudi Pelayan Umat
Penentang
Imperialisme. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
Santoso, Anang. 2009. Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi
Perjuangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
________. 2012. Studi Bahasa Kritis: Menguak Bahasa Membongkar
Kuasa.
Bandung: Mandar Maju.
Setiawan, Yulianto Budi. 2011. Analisis Wacana Kritis
Pemberitaan Kekerasan
Berbasis Gender di Surat Kabar Harian Merdeka, Jurnal Ilmiah
Komunikasi, MAKNA Vol. 2 no. 1. Pebruari.
Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk
Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Titscher, Stefan. Dkk. 2009. Metode Analisis Teks & Wacana,
Terj. Gazali, dkk.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ubadah, Muhammad Ibrahim. 2011. ‘Mu’jam Mushtalahat al-Nahwi wa
al-Sharfi
wa al-‘Arudh wa al-Qafiyah. Dar al-Ma’arif: Kairo.
Umar, Ahmad Mukhtar Muhammad Alnuhas Zahran, Muhammad
Hammasah
Abdullaṭi. 19994. al-Nahwu Al-Asa>si>. Kuwait: Zat
al-Sa>lasil.
Umar, Ahmad Mukhtar. 1996. Al-Lughah wa Ikhtila >f
al-Jinsain. Kairo: Alam al-
Kutub.
Wafi, Mahmud Hibatul. 2018. Diskursus Arab Saudi: Kontestasi
Kerajaan Saudi
dan Wahabi. Islamic World and Politics. Vol. 2. No. 1.
-
133
Wagemakers, Joas. Kanie, Mariwan & van Geel, Annemarie 2012.
Saudi Arabia
Between Conservatism, Accommodation and Reform. Netherlands:
Netherlands Institute of International Relations
‘Clingendael’.
Yulianto Budi Setiawan. 2011. Analisis Wacana Kritis Pemberitaan
Kekerasan
Berbasis Gender di Surat Kabar Harian Merdeka. MAKNA: Jurnal
Ilmiah
Komunikasi. Vol. 2. No. 1.
Zulaikha, Farieda Ilhami. 2017. Tesis: “Wacana Perempuan pada
Koran Feminis
dan Non Feminis di Amerika )Analisis Wacana Kritis(”.
Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Sumber Internet:
Arab News. “Saudi Tourism Authority Seeks to Boost Number of
Saudis in
Tourism Sector”
)http://www.arabnews.com/node/1479741/saudi-arabia,
diakses pada pada 08 Mei 2019)
Al ‘Araby, Al ‘Alam “Al-Tarkhis Li Awwali Tsalatsi Murasyidati
Siyahati fi
Tabuk”.)https://arabic.sputniknews.com/arab_world/201903111039660031-