Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan antara lain oleh pembuatan keputusan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemegang saham untuk mengurangi kekhawatiran atas sumber daya perusahaan yang berada di bawah kendali manajemen. Salah satu cara yang lazim digunakan adalah melalui struktur kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Cara lain yang dapat digunakan oleh pemegang saham adalah dengan kebijakan untuk membagikan sejumlah laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen. Kebijakan dividen bukan ditentukan oleh manajemen tetapi oleh
57

pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

Dec 31, 2016

Download

Documents

phungnga
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan

perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Manajer mempunyai

kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun

disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan

kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali

menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem).

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan

antara lain oleh pembuatan keputusan aktivitas pencarian dana (financing

decision) dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemegang saham untuk mengurangi

kekhawatiran atas sumber daya perusahaan yang berada di bawah kendali

manajemen. Salah satu cara yang lazim digunakan adalah melalui struktur

kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial

dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama

yang membantu mengendalikan masalah keagenan.

Cara lain yang dapat digunakan oleh pemegang saham adalah dengan

kebijakan untuk membagikan sejumlah laba yang diperoleh perusahaan dalam

bentuk dividen. Kebijakan dividen bukan ditentukan oleh manajemen tetapi oleh

Page 2: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

2

pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga besar

kecilnya dividen yang dibagikan sangat tergantung pada keinginan pemegang

saham. Bhattacharya (1979) dalam Widanaputra (2007: 28) menyatakan bahwa

pemegang saham memiliki kecenderungan untuk lebih menyukai dividen yang

dibagikan dalam jumlah yang relatif besar, karena memiliki tingkat kepastian

yang tinggi dibandingkan masih ditahan dalam bentuk laba ditahan. Selain itu

dividen yang relatif tinggi menyebabkan jumlah dana yang dikendalikan oleh

manajemen menjadi relatif kecil.

Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena

akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana

yang berada dalam pengendaliannya. Hal ini sesuai dengan residual theory of

cash dividend yang dikemukan oleh Karen (2003) dalam Widanaputra (2007:22)

menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk

dividen, tetapi manajemen tidak suka membagikan laba yang diperoleh dalam

bentuk dividen dan lebih suka untuk diperlakukan sebagai laba ditahan, kecuali

manajemen tahu bahwa dana tersebut tidak memberikan net present value (NPV)

yang positif pada tambahan investasi. Laba ditahan dapat dipergunakan untuk

reinvestasi atau membayar utang perusahaan. Timbulnya konflik keagenan ini

memaksa pihak prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen

dengan tujuan meminimalkan kecurangan-kecurangan (moral hazard) yang dapat

dilakukan oleh pihak manajemen. Untuk mengurangi kesempatan pihak agen

melakukan tindakan yang merugikan prinsipal, Jensen dan Meckling (1976)

mengidentifikasikan ada dua cara yaitu investor melakukan pengawasan

Page 3: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

3

(monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-

tindakannya (bonding). Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi

kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan meningkat

sedangkan pada sisi lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan

mengurangi nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa

calon investor akan mengantisipasi adanya kedua biaya tersebut ditambah dengan

kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada monitoring dan bonding yang

disebut residual loss.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) cara lain dalam menengahi

permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang. Argumen tersebut

didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya utang akan semakin kecil

porsi saham yang akan dijual perusahaan dan semakin besar hutang perusahaan

maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk

pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar utang maka

perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta

pokok pinjaman. Dalam hal ini adanya utang akan dapat mengendalikan

penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen. Menurut Jansen

(1986) mekanisme untuk mengurangi free cash flow ini dikelompokan sebagai

bonding, yaitu suatu mekanisme yang dipakai manajer untuk membuktikan bahwa

mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan mereka berani

mengambil risiko kehilangan pekerjaan jika tidak bisa mengelola perusahaan

dengan serius. Disisi pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat

mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena pihak ketiga yang

Page 4: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

4

meminjamkan dana (bondholder) akan melakukan pengawasan terhadap

manajemen agar pinjamannya tidak disalahgunakan.

Konflik antara manajemen dan pemegang saham yang berhubungan

dengan keputusan keuangan seperti kebijakan dividen dan leverage telah diteliti

oleh beberapa peneliti diantaranya Dewenter dan Warter (1998) meneliti tentang

konflik antara manajemen dan pemegang saham atas kebijakan dividen untuk

perusahaan di USA dan Jepang. Crutchley dan Hensen (1989) meneliti penerapan

teori keagenan dalam menjelaskan pengaruh kepemilikan manajerial, leverage,

dan kebijakan dividen pada peningkatan utilitas manajemen. Hasil dari penelitian

Crutchley dan Hensen (1989) adalah mendukung teori keagenan tentang

bagaimana para manajer memaksimalkan utilitas melalui kepemilikan saham,

tingkat leverage, dan pembayaran dividen. Schooley et al. (1994) meneliti tentang

kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai alat untuk menurunkan kos

keagenan. Temuan empiris dari penelitian Schooley et al. (1994) adalah

kepemilikan saham dan kebijakan dividen berhubungan negatif dengan kos

keagenan. Sponholtz (2005) dalam Widanaputra (2007: 3) menyatakan bahwa

dividen dapat dijadikan alat untuk meminimalkan jumlah free cash flow untuk

manajemen. Sponholtz menguji asimetri informasi yang terjadi antara manajemen

dan pemegang saham atas pembagian dividen dengan menggunakan teori sinyal.

Berdasarkan studi empiris tersebut, penelitian ini bermaksud untuk

meneliti kos keagenan yang dijelaskan melalui kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, kebijakan dividen dan leverage dengan memilih

Page 5: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

5

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai objek

penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun pokok permasalahan yang akan diteliti apakah kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen dan leverage

berpengaruh pada kos keagenan (agency cost)?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan, maka

yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk menguji dan membuktikan secara

empiris pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan

dividen dan leverage pada kos keagenan (agency cost).

1.2.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, adapun manfaat yang diharapkan antara lain:

1) Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang akuntansi

khususnya mengenai kos keagenan serta menambah pengetahuan mengenai

pasar modal. Selain itu, dapat menjadi acuan bagi mahasiswa yang akan

melakukan penelitian pada bidang yang sama.

2) Kegunaan praktis

Penelitian mengenai kos keagenan sangat penting dipahami oleh praktisi

untuk membantu pengambilan keputusan dalam menilai suatu perusahaan dan

menentukan keputusan investasi.

Page 6: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori keagenan

Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul

satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk

memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan

keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). McColgan (2001)

menyatakan bahwa dalam Teori keagenan (agency theory) terdapat suatu

karakteristik hubungan keagenan yang dapat didefinisikan sebagai suatu kontrak

dimana satu pihak (prinsipal) mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melakukan

beberapa pekerjaan atas nama prinsipal. Manajemen merupakan pihak yang

dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang

saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat

keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,

manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang

saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi

hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada

penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal

dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar

dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak

keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu:

Page 7: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

7

1) Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun

prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak

terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan

dirinya sendiri

2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang

berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang

diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer

berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi

mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah

datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini

menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen

dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali

perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak

dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit

dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian,

membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan

melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut dysfunctional

behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan

aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja

perusahaan.

Dalam perkembangannya, terdapat suatu kecenderungan timbulnya masalah

keagenan yang muncul sebagai akibat dari kemustahilan tercapainya perikatan

Page 8: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

8

secara sempurna bagi pihak agen dan prinsipal. Dimana munculnya masalah

keagenan dijelaskan dalam beberapa faktor, sebagai berikut:

1) Moral hazard (MH)

Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan besar (kompleksitas yang

tinggi), dimana manajer cenderung untuk memanfaatkan insentif yang

sesuai dengan kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk

bayaran yang diterima dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak

termasuk dalam kontrak.

2) Penahanan laba (Earning Retention)

Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang

berlebihan oleh pihak manajemen melalui peningkatan dana pertumbuhan

dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise, atau memperbesar

kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan

bagi dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan prinsipal.

3) Horizon waktu

Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal

lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum

pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan kepada hal-hal yang

berkaitan dengan pekerjaan mereka.

4) Penghindaran risiko manajerial

Page 9: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

9

Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang

berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang dicapainya,

sehingga manajer akan berusaha meminimalkan risiko saham perusahaan

dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Misalnya

manajemen lebih senang dengan pendanaan ekuitas dan berusaha

menghindari pendanaan yang berasal dari utang, karena dapat

memperkecil beban dengan tidak adanya beban bunga.

Dalam teori keagenan secara umum dibahas dua hal (Mahadwartha, 2002)

yaitu: (1) positive agency memfokuskan pembahasan mengenai hubungan antara

pihak agen dengan principal. (2) principal agent research membahas cakupan

yang lebih luas yaitu mengenai semua hubungan atau konflik kepentingan antara

satu pihak dengan pihak lainnya dimana pihak yang satu tidak melaksanakan

instruksi atau perintah pihak kedua.

Menurut Sartono (2001: 10) yang dimaksud dengan konflik antar kelompok

atau agency theory merupakan konflik yang timbul antara pemilik dan manajer

perusahaan dimana ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan

individu daripada tujuan perusahaan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 12)

masalah keagenan sering terjadi pada perusahaan yang berbentuk Perseroan

Terbatas (PT) yang sering kali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan

(pihak manajemen) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Disamping

itu, untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas tanggung jawab hanya

terbatas pada modal yang disetorkan, artinya apabila perusahaan mengalami

kebangkrutan, maka modal (ekuitas) yang telah disetorkan oleh pemilik

Page 10: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

10

perusahaan mungkin sekali akan hilang, tetapi harta kekayaan pribadi tidak akan

diikutsertakan untuk menutup kerugian tersebut. Dengan demikian

memungkinkan masalah-masalah keagenan (agency problems).

Aplikasi teori keagenan dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan

mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap

memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan

seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang

berupa keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan

agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu

mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis

memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian

imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari teori keagenan

adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan

prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997). Menurut

Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu:

1) Asumsi tentang sifat manusia

Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat

untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas

(bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).

2) Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,

efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asumsi asimetris antara

prinsipal dan agen.

Page 11: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

11

3) Asumsi tentang informasi.

Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang

komoditi yang bisa diperjual belikan.

Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position.

Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal

perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan

mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan

menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan

keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang dan global.

Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi wewenang

dari prinsipal selaku pemilik perusahaan.

Dalam konsep teori keagenan, manajemen sebagai agen semestinya on behalf

the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan

manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan

utililitas. Manajemen bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak

menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa

merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya

sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk

melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah

disebut dengan masalah keagenan (agency problem) yang salah satunya

disebabkan oleh adanya informasi asimetri.

Informasi asimetri yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan

karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen.

Page 12: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

12

Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam

mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi

tentang ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya

disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap

sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam

mengelola kekayaan prinsipal yang dipercayakan kepada agen.

Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat

menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prisipal

untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen

dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah :

1) Moral Hazard

Yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang

telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.

2) Adverse Selection

Yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu

keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang

telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

2.2 Struktur kepemilikan

Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah persentase saham yang

dimiliki oleh pihak insider shareholder dan pihak outsider shareholder. Pihak

insider yaitu pemegang saham yang berada dijajaran direktur dan komisaris. Pada

pihak outsider yaitu pihak institusi, individu dan lain-lain. Menurut Hanafi (2004)

semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan semakin meningkat

Page 13: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

13

pengawasan pihak eksternal pada perusahaan. Pemegang saham sebagai pemilik

modal dapat dibedakan menjadi 3 (tiga):

1) Manajerial ownership/internal ownership adalah pemegang saham yang

merupakan pihak internal perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan

operasional perusahaan.

2) Eksternal ownership adalah pemegang saham perorangan yang tidak aktif

dalam kegiatan operasional perusahaan di luar pihak internal perusahaan.

3) Institusional ownership adalah pemegang saham berbentuk

instansi/pemerintah yang tidak aktif dalam kegiatan operasional perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama

yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Menurut Jensen (1993),

kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara

pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan

saham manajerial akan semakin baik kinerja perusahaan.

Institusi adalah pengambil keputusan profesional yang mengetahui

bagaimana mengukur kinerja perusahaan dan cara untuk mengawasi pihak

manajemen. Kepemilikan institusi akan memiliki pengaruh pada biaya keagenan

dan konsekuensinya berdampak pada kebijakan pembayaran dividen. Bila dividen

berfungsi sebagai cara bagi manajer untuk memberikan penanda mengenai

komitmen manajemen pada penciptaan nilai di masa yang akan datang, maka

tidak perlu membayar dividen dalam jumlah besar, dimana komitmen kepada nilai

pemegang saham akan dijamin melalui kepemilikan institusi.

Page 14: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

14

Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaligus

adalah pemegang saham. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer disebut

kepemilikan manajerial. Manajer yang memiliki saham perusahaan

menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham.

Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer bukan

pemegang saham kemungkinan akan mementingkan kepentingannya sendiri.

Penelitian Demsetz dan Lehn (1985), Crutchley dan Hansen (1989),

menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat

digunakan untuk mengurangi masalah keagenan.

Masalah keagenan akan semakin kecil apabila manajemen juga sebagai

pemegang saham (owner manager). Dalam kondisi seperti ini owner manager

tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat

moral hazard) karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama

antara manajemen dan pemegang saham. Ang et al. (1999) menemukan bahwa

terdapat hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang

diukur dari pemanfaatan aktiva dan beban operasi. Penelitian Singh et al. (2003)

menganalisis hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan pada

perusahaan-perusahaan besar yang sudah go public. Hasil penelitian Singh et al.

(2003) mendukung penelitian Ang et al. (1999) yang menyatakan bahwa semakin

tinggi kepemilikan manajerial secara positif dan signifikan mempengaruhi

efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan.

2.3 Kebijakan dividen

Page 15: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

15

Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba yang dibayarkan

sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan

dividen menimbulkan kontroversi karena bila dividen ditingkatkan, arus kas untuk

investor akan meningkat yang akan menguntungkan investor, sedangkan alasan

lainnya yaitu bila dividen ditingkatkan, laba ditahan yang direinvestasi dan

pertumbuhan masa depan akan menurun sehingga merugikan investor. Kebijakan

dividen dikatakan optimal apabila mampu menyeimbangkan kedua hal tersebut

dan memaksimalkan harga saham. Persentase dari pendapatan yang akan

dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend

payout ratio (Riyanto, 2001: 266). Secara umum suatu perusahaan harus

menetapkan kebijakan dividen yang nantinya dapat memaksimalkan kemakmuran

pemegang saham. Apabila perusahaan tidak memiliki kesempatan berinvestasi

yang menguntungkan, maka sebaiknya kelebihan dana tersebut didistribusikan

kepada pemegang saham perusahaan. Pembayaran dividen dalam jumlah sekecil

apapun masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Menurut Sundjaja dan

Barlian (2003) ada 3 (tiga) jenis kebijakan dividen yaitu:

1) Kebijakan dividen rasio pembayaran konstan

Kebijakan dividen yang didasarkan dengan persentase tertentu dari

pendapatan yang dibayarkan kepada pemilik setiap periode.

2) Kebijakan dividen yang teratur

Kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan

rupiah yang tetap dalam setiap periode. Seringkali kebijakan dividen

teratur digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen.

Page 16: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

16

3) Kebijakan dividen yang rendah yang teratur dan ditambah ekstra

Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen rendah yang

teratur, ditambah dengan dividen ekstra jika ada jaminan pendapatan.

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan antara

lain sebagai berikut (Riyanto, 2001:268):

1) Posisi likuiditas perusahaan

Makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan berarti makin besar

kemampuannya untuk membayar dividen. Jadi dapat dikatakan bahwa

makin kuat likuiditas perusahaan maka makin tinggi dividend payout

ratio-nya.

2) Kebutuhan dana untuk membayar utang

Apabila perusahaan menetapkan pelunasan utangnya akan diambil dari

laba ditahan berarti perusahaan harus menahan sebagian besar laba dari

pendapatannya untuk keperluan tersebut, ini berarti bahwa hanya

sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning dapat dibayarkan

sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan

dividend payout ratio yang rendah.

3) Tingkat pertumbuhan perusahaan

Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kesempatan

dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh

keuntungan dan makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam

Page 17: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

17

perusahaan yang berarti makin rendah dividen payout ratio-nya. Apabila

perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa

sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya

dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber

dana ekstern lainnya, maka keadaannya akan berbeda. Dalam hal ini

perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi.

4) Pengawasan terhadap perusahaan

Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai

ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja.

Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau

ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham

baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan didalam

perusahaan, demikian pula kalau membiayai ekspansi utang akan

memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan

intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap

perusahaan, berarti mengurangi dividen payout ratio-nya.

2.3.2 Teori struktur modal

Menurut Arifin (2005: 92), teori struktur modal berkaitan dengan kos

keagenan (agency cost) sebenarnya hanya merujuk pada teori keagenan yang

dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan menganggap

manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh

karena itu perlu ada mekanisme agar manajer mau bertindak sesuai dengan

Page 18: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

18

kepentingan pemegang saham. Salah satu mekanisme yang diusulkan oleh Jensen

dan Meckling (1976) adalah dengan menambah porsi utang.

Menambah utang dapat mengurangi masalah keagenan karena dua alasan.

Pertama, dengan meningkatnya utang maka akan semakin kecil porsi saham yang

harus dijual perusahaan. Semakin kecil nilai saham yang beredar maka semakin

kecil masalah keagenan yang timbul antara manajer dan pemegang saham. Kedua,

dengan semakin besar utang perusahaan maka semakin kecil dana “menganggur”

yang dapat dipakai manajer untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu.

Semakin besar utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas

untuk membayar bunga dari utang tersebut dan juga untuk mengangsur pokok

utang. Mekanisme untuk mengurangi free cash flows ini oleh Jensen (1986)

dikelompokkan sebagai mekanisme bonding, suatu mekanisme yang dipakai oleh

manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana

perusahaan dan mereka berani mengambil resiko kehilangan pekerjaan jika tidak

bisa mengelola perusahaaan dengan serius.

2.4 Leverage

Menurut Sawir (2004: 10) leverage keuangan adalah penggunaan sumber

dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan yaitu bunga

yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan. Adapun rasio

pengelolaan utang dibagi menjadi tiga yaitu :

1) Rasio utang adalah rasio total utang terhadap total aktiva. Rasio ini

digunakan untuk menghitung persentase total dana yang disediakan oleh

kreditur.

Page 19: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

19

2) Rasio kemampuan membayar bunga atau Time Interest Earned (TIE)

adalah rasio laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap beban

bunga. Rasio ini mengukur kemampuan untuk membayar beban bunga

tahunan.

3) Rasio kemampuan membayarkan beban tetap adalah rasio yang lebih

luas cakupannya daripada rasio TIE karena mencakup kewajiban lease

jangka panjang tahunan perusahaan. Rasio ini hampir sama dengan rasio

kemampuan mambayar bunga.

Leverage keuangan menyiratkan dua hal penting yaitu

1) Dengan menaikan dana melalui utang, pemilik dapat mampertahankan

pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas.

2) Kreditur mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh

pemilik sebagai margin pengaman. Jika pemilik hanya menyediakan

sebagaian kecil dari pembiayaan total maka risiko perusahaan dipikul

terutama oleh krediturnya

2.5 Kos keagenan (Agency Cost)

Banyak masalah yang sering muncul berkaitan dengan masalah keagenan.

Hubungan keagenan terjadi ketika terjadi kontrak antara dua pihak yang

menunjukkan bahwa suatu pihak (prinsipal) memberikan tugas kepada orang lain

(agen) untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini agen memiliki

kecenderungan untuk berperilaku tertentu dengan mengutamakan kepentingannya

Page 20: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

20

sendiri. Untuk itu prinsipal harus memiliki mekanisme pemantauan agar dapat

mengendalikan perilaku agen sesuai dengan aturan yang ditentukan. Salah satu

cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan insentif kompensasi dan

melakukan monitoring, misalnya membayar auditor untuk mengaudit laporan

keuangan perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk auditor tersebut disebut

dengan kos keagenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat tiga macam

kos keagenan (agency cost), diantaranya adalah

1) Bonding cost

Kos ini ditanggung oleh perusahaan yang timbul akibat tindakan manajer

untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak melakukan

tindakan yang merugikan perusahaan. Contoh: kelancaran dalam

membayar bunga utang, penyelenggaraan sistem akuntansi yang baik

sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan

kebutuhan prinsipal.

2) Monitoring cost

Kos yang ditanggung oleh perusahaan yang timbul akibat tindakan

prinsipal untuk mengawasi aktivitas dan perilaku manajer. Contoh:

membayar auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan dan

premi asuransi untuk melindungi asset perusahaan.

3) Residual loss

Kos yang ditanggung oleh perusahaan yang timbul akibat adanya

perbedaan antara keputusan yang diambil oleh agen dengan keputusan

yang seharusnya memberikan manfaat maksimal pada prinsipal. Contoh:

Page 21: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

21

memanfaatkan fasilitas perusahaan secara berlebihan seperti pengeluaran

untuk perjalanan dinas dan akomodasi kelas satu, mobil dinas mewah

atau dengan kata lain biaya yang dikeluarkan tidak untuk kepentingan

perusahaan.

Menurut Sartono (2001:12) dalam usaha meminumkan masalah keagenan

atau konflik antarkelompok dalam perusahaan maka diperlukan biaya yang

disebut dengan kos keagenan (agency cost) dan tercermin dalam empat alternatif,

yaitu:

1) Pengeluaran untuk monitoring seperti halnya biaya untuk pemeriksaan

akuntansi dan prosedur pengendalian intern.

2) Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajemen atas prestasi

yang konsisten.

3) Fidelity bond adalah kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga di

mana pihak ketiga (bonding company) setuju untuk membayar

perusahaan jika manajer berbuat tidak jujur sehingga menimbulkan

kerugian bagi perusahaan.

4) Golden parachutes dan Poison pill dapat digunakan pula untuk

mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Golden

Parachutes adalah suatu kontrak antara manajemen dengan pemegang

saham yang menjamin bahwa manajemen akan mendapat kompensasi

sejumlah tertentu apabila perusahaan dibeli oleh perusahaan lain atau

terjadi perubahan pengendalian perusahaan. Sedangkan Poison pill

adalah usaha pemegang saham untuk menjaga agar perusahaan tidak

Page 22: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

22

diambil-alih oleh perusahaan lain. Usaha ini dapat dilakukan dengan

mengeluarkan hak penjualan saham pada harga tertentu atau

mengeluarkan obligasi disertai dengan hak menjual obligasi pada harga

tertentu.

2.6 Mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan

Arifin (2002:60) menyatakan mekanisme untuk mengurangi masalah agensi

adalah sebagai berikut:

1). Mekanisme kontrol dengan monitoring

Ada beberapa mekanisme untuk mengurangi kos keagenan. Berikut

mekanisme-mekanisme kontrol dengan monitoring yang dapat dipakai

untuk mengurangi masalah keagenan:

(1) Pembentukan dewan komisaris

Pembentukan dewan komisaris adalah salah satu mekanisme yang

banyak dipakai untuk memonitor manajer. Namun penelitian Mace

(1986) menemukan bahwa pengawasan dewan komisaris terhadap

manajemen pada umumnya tidak efektif. Ini terjadi karena proses

pemilihan dewan komisaris yang kurang demokratis dimana kandidat

dewan komisaris sering dipilih oleh manajemen sehingga setelah

terpilih tidak berani mengkritik manajemen. Namun jika dewan

didominasi oleh anggota dari luar (independent board of director)

maka monotoring dewan komisaris terhadap manajer menjadi lebih

efektif seperti yang ditemukan oleh Weisbach (1988)

(2) Pasar corporate control

Page 23: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

23

Manne (1965) menyatakan bahwa adanya pasar untuk corporate

control dimana perusahaan yang menurun nilainya akibat adanya

masalah keagenan akan diambil alih oleh perusahaan lain,

merupakan mekanisme yang lebih bagus sehingga masalah agensi

dapat dikurangi. Jensen dan Ruback (1983) menemukan bahwa nilai

gabungan antara perusahaan yang mengakusisi dan yang diakuisisi

meningkat setelah adanya akuisisi.

(3) Pemegang saham besar

Model pengurangan masalah keagenan yang dibuat Jensen dan

Meckling (1976) mengasumsikan bahwa pemegang saham terdiri

dari investor-investor kecil. Oleh karena itu biaya monitoring

terhadap manajemen oleh para investor tersebut akan sangat besar

sehingga mereka akan cenderung tidak melakukan monitoring.

(4) Kepemilikan terkonsentrasi

Kepemilikan dikatakan lebih terkonsentrasi jika untuk mencapai

kontrol dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih

sedikit investor.

(5) Pasar manajer

Fama (1980) menyatakan bahwa masalah keagenan akan berkurang

dengan sendirinya karena manajer akan dicatat kinerjanya oleh pasar

manajer, baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang

berasal dari luar perusahaan.

2). Mekanisme kontrol dengan peningkatan kepemilikan manajer

Page 24: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

24

Ketika kepemilikan saham oleh manajer perusahaan meningkat, maka

mereka berinisiatif untuk menginvestasikannya pada proyek-proyek

yang memiliki net present value yang positif dan mengurangi konsumsi

untuk kepentingan pribadinya. Insentif kepemilikan dapat memberikan

manajer dan pemegang saham untung maupun rugi secara bersama-

sama.

3). Mekanisme kontrol dengan bonding

Jensen (1986) melihat masalah keagenan dari sudut keterbatasan uang

yang dapat digunakan manajer untuk kegiatan ‘konsumtif’. Dana

tersebut adalah free cash flows yaitu kelebihan dana yang ada dalam

perusahaan setelah semua proyek yang menghasilkan net present value

positif dilaksanakan. Jika kos keagenan ingin dikurangi maka free cash

flows harus dikurangi terlebih dahulu. Dengan kata lain manajer harus

menunjukan kepada pemegang saham bahwa dia telah melakukan upaya

menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan

penyimpangan-penyimpangan.

Page 25: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

25

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Rerangka Berpikir

Kos keagenan (agency cost) merupakan biaya yang timbul akibat konflik

kepentingan antara manajer dan pemegang saham, upaya untuk meminimalisasi

kos tersebut adalah dengan melakukan beberapa alternatif: (1) meningkatkan

kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen (insider ownership)

sehingga dapat mensejajarkan kepentingan pemilik dengan manajer (Jensen dan

Meckling, 1976) (2) meningkatkan kepemilikan institusional atau institusional

investor sebagai pihak yang memonitor agen. Jadi dengan adanya kepemilikan

institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan

oleh institusi lain dalam suatu perusahaan akan mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. (3) meningkatkan

dividend payout ratio (DPR) sehingga tidak tersedia banyak free cash flow dan

manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya

(Jensen, 1986) (4) meningkatkan pendanaan dari utang. Dengan pendanaan utang

maka perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan pokok

pinjaman. Hal ini dapat menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan

sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen

(Jensen, 1986)

Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat

mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen

Page 26: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

26

dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham

manajerial yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan

biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat

direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan dan rendahnya

beban operasi terhadap penjualan (discreationary managerial).

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%)

mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar

kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan.

Dengan demikian proporsi kepemilikan institusional bertindak sebagai

pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen.

Kebijakan dividen juga perlu diperhatikan dalam mengendalikan tindakan

manajer. Pembagian dividen akan membuat pemegang saham mempunyai

tambahan return selain dari capital gain. Dividen juga membuat pemegang saham

mempunyai kepastian pendapatan dan mengurangi agency cost of equity karena

tindakan perquisites yang dilakukan manajemen terhadap cash flow perusahaan

seiring dengan menurunnya biaya monitoring karena pemegang saham yakin

bahwa kebijakan manajemen akan menguntungkan dirinya (Mahadwartha dan

Jogiyanto, 2002).

Pendanaan utang akan mengurangi konflik antara pemegang saham dengan

manajemen. Menambah utang dapat mengurangi masalah keagenan karena dua

alasan. Pertama, dengan meningkatnya utang maka akan semakin kecil porsi

saham yang harus dijual perusahaan. Semakin kecil nilai saham yang beredar

maka semakin kecil masalah agensi yang timbul antara manajer dan pemegang

Page 27: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

27

saham. Kedua, dengan semakin besar utang perusahaan maka semakin kecil dana

“menganggur” yang dapat dipakai manajer untuk pengeluaran-pengeluaran yang

kurang perlu. Semakin besar utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih

banyak kas untuk membayar bunga dari utang tersebut dan juga untuk

mengangsur pokok utang.

Berdasarkan keadaan tersebut maka pada penelitian ini akan mengkaji

pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen

dan leverage pada kos keagenan. Dalam hal ini kos keagenan diukur selling and

general administrative (SGA) dan yang selanjutnya dianalisis dengan regresi

linear berganda. Rerangka Berpikir dalam penelitian ini dapat disajikan pada

Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Rerangka Berpikir

Agency Theory

Masalah

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Institusional

Kebijakan Dividen

Leverage

% SGA

% KM

% KI

% DPR

% Lev

Kos

Keagenan

Page 28: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

28

Keterangan: KM: Kepemilikan Manajerial KI: Kepemilikan Institusional DPR: Dividend Payout Ratio Lev: Leverage SGA: Selling and General Administrative

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa, terdapat beberapa alternatif yang dapat

digunakan untuk mengurangi agency costs, antara lain: (1) mensejajarkan

kepentingan manajemen dengan pemegang saham dengan mengikutsertakan

manajer untuk memiliki saham perusahaan tersebut (insider ownership), (2)

meningkatkan kepemilikan institusional, (3) meningkatkan dividend payout ratio,

dan (4) meningkatkan pendanaan dari utang. Lebih lanjut Jensen & Meckling

(1976) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan, keputusan pendanaan dan

kebijakan dividen dapat digunakan untuk mengurangi agency costs yang

bersumber pada masalah keagenan (agency conflict).

3.2 Konsep Penelitian

Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori keagenan (agency theory).

Ada 2 (dua) asumsi yang seharusnya dipenuhi dalam teori keagenan. Ketika salah

satu asumsi tidak terpenuhi maka akan menimbulkan konflik. Konflik keagenan

terjadi akibat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dengan

manajernya. Disatu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk

memaksimumkan utilitas pemilik. Namun disisi lain, manajer juga cenderung

berusaha keras untuk memaksimumkan kepentingannya sendiri. Menurut

pendekatan keagenan, struktur kepemilikan, kebijakan dividen dan leverage

Page 29: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

29

merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara

manajer dan pemegang saham.

Berdasarkan rerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian

disusun konsep penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel dalam

penelitian ini. Konsep penelitian ini merupakan hubungan logis dari landasan teori

dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep

tersebut dapat disajikan dalam Gambar 3.2.

H1

H2

H3

H4

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Hubungan kepemilikan manajerial dengan kos keagenan

Menurut Jensen (1993), hipotesis pemusatan kepentingan (convergence of

interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat

membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer,

semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Institusional

Kebijakan Dividen

Leverage

Kos Keagenan

Kajian Teoritis :

1. Agency Theory Kajian Empiris :

1. Crutchley dan Hansen (1989) 2. Dewenter K.L., dan

Warter V.A (1998) 3. Faizal (2005) 4. Haryono (2005) 5. Jansen & Meckling

(1976) 6. Mahadwartha (2002) 7. Widanaputra & Ratnadi (2008) 8. Widanaputra (2007)

Page 30: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

30

kinerja perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan manajerial

terhadap biaya keagenan (agency costs) juga dilakukan oleh Crutchley dan

Hansen (1989), menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih

tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Sebaliknya

penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) diperoleh hasil yang berbeda. Faisal

(2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepemilikan

manajerial dengan biaya keagenan (agency costs). Hal ini mengindikasikan bahwa

hubungan kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan (agency costs) gagal

sebagai mekanisme untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kesimpulan lain yang

didapat melalui penelitian Faisal yaitu semakin tinggi kepemilikan manajerial

justru meningkatkan diskresi manajerial. Faisal (2005) menunjukkan bahwa

semakin tinggi kepemilikan manajerial semakin tinggi biaya keagenan (agency

costs) yang diukur dengan beban operasi.

Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat

mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen

dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang

besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan

yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari

tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan dan rendahnya beban operasi

terhadap penjualan (discreationary managerial). Dengan demikian hipotesisnya:

H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada kos keagenan (agency

costs) .

Page 31: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

31

3.3 2. Hubungan kepemilikan institusional dengan kos kegenan

Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor

perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap

agency costs dilakukan oleh Crutchley et al. (1999). Crutchley menyatakan bahwa

kepemilikan oleh institusional juga dapat menurunkan agency costs, karena

dengan adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan

penggunaan utang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat

monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional. Dengan demikian

kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost of debt.

Moh’d et al. (1998) dalam Nuridha (2006) menyatakan bahwa distribusi

saham antara pemegang saham dari luar yaitu investor institusional dan

shareholders dispersion dapat mengurangi agency costs. Adanya kepemilikan

institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan

kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang

lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) diperoleh hasil

yang berbeda. Faisal (2005) menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan

institusional dengan biaya keagenan (agency costs) adalah negatif. Masih

berdasarkan hasil penelitian Faisal (2005) bahwa hal ini mengindikasikan

kepemilikan institusional belum efektif sebagai alat memonitor manajemen dalam

meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis

yang diajukan adalah:

Page 32: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

32

H2: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif pada kos keagenan (agency

costs).

3.3.2 Hubungan antara kebijakan dividen dengan kos keagenan

Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui

RUPS memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dividen dapat dijadikan

alat bagi pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Hubungan

keagenan antara pemilik perusahaan dengan manajemen menciptakan kesempatan

bagi manajemen untuk mengejar tujuan pribadinya disamping memaksimalkan

kesejahteraan pemilik. Penelitian mengenai hubungan kebijakan dividen dengan

kos keagenan dilakukan oleh Schooley et al. (1994) yang menyatakan bahwa

kebijakan dividen dan manajerial digunakan untuk menurunkan kos keagenan.

Mereka menguji kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai suatu yang

saling berhubungan untuk mengurangi kos keagenan. Dengan memberikan

kepemilikan saham bagi manajemen mungkin dapat mengurangi kos keagenan.

Pembayaran dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola oleh perusahaan

menjadi semakin kecil, demikian juga dengan memberikan kepemilikan saham

menyebabkan manajemen mungkin tidak akan melakukan manipulasi karena

disamping sebagai manajemen dia juga berposisi sebagai pemilik perusahaan.

Kedua kondisi tersebut akan dapat mengurangi besarnya kos keagenan. Untuk

menguji dampak dari kedua variabel tersebut, Schooley et al. (1994)

menggunakan 235 perusahaan yang terdapat pada thirty-two digit SIC kelompok

industri pada tahun 1980. Sampel perusahaan besar memiliki rata-rata total aset

sebesar $ 2.504 juta. Kepemilikan saham untuk CEO mulai dari 0 sampai 30,5%.

Page 33: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

33

Hasilnya sesuai dengan hipotesis bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan

saham berhubungan negatif dengan kos keagenan, kecuali dummy dari tipe

industri sebagai variabel kontrol. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat

disusun hipotesis sebagai berikut:

H3: Kebijakan dividen berpengaruh negatif pada kos keagenan (agency costs).

3.3.3 Hubungan antara leverage dengan kos keagenan

Kecenderungan para manajer untuk melakukan aktivitas hanya untuk

kepentingannya sendiri juga timbul karena para pemegang saham tidak mungkin

dapat mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Untuk

mengurangi konflik keagenan (agency conflict) ini, para pemegang saham harus

mengeluarkan biaya-biaya yang disebut dengan kos keagenan (agency cost). Kos

keagenan terdiri dari seluruh biaya yang membebani pemegang saham untuk

mendorong manajer agar berusaha memaksimumkan harga saham perusahaan

daripada hanya bertindak untuk kepentingan pribadi saja. Penelitian mengenai

pengaruh leverage terhadap agency costs dilakukan oleh Widanaputra & Ratnadi

menyatakan bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap kos keagenan

(agency cost) tingkat kepercayaan 95%, leverage berpengaruh negatif dan

signifikan secara statistis terhadap kos keagenan (agency cost) pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil ini juga membuktikan teori

Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa dengan pengurangan free

cash flow melalui peningkatan utang dapat mengurangi masalah agensi antara

pemegang saham dengan manajemen. Hal itu terjadi karena jumlah dana yang

“menganggur” semakin kecil yang akan mengurangi pengawasan terhadap dana

Page 34: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

34

tersebut. Menurut Jensen dan Meckling (1976) untuk menengahi permasalahan

agensi adalah dengan meningkatkan utang. Argumen tersebut didukung oleh

pernyataan bahwa dengan meningkatnya utang akan semakin kecil porsi saham

yang akan dijual perusahaan dan semakin besar utang perusahaan maka semakin

kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-

pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar utang maka perusahaan harus

mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman.

Mekanisme untuk mengurangi Free cash flow ini oleh Jensen (1986)

dikelompokan sebagai bonding, yaitu suatu mekanisme yang dipakai manajer

untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan

dan mereka berani mengambil risiko kehilangan pekerjaan jika tidak bisa

mengelola perusahaan dengan serius. Disisi pemegang saham, kebijakan

peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena

pihak ketiga yang meminjamkan dana (bondholder) akan melakukan pengawasan

terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalah gunakan. Dalam penelitiaan

ini kebijakan utang diproksikan dengan leverage. Leverage mengukur nilai dana

yang dibiayai dari pinjaman pihak ketiga. Sehingga hubungan leverage dengan

kos keagenan adalah negatif yang berarti semakin tinggi leverage akan dapat

menurunkan kos keagenan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan sebagai

berikut:

H4: Leverage berpengaruh negatif pada kos keagenan (agency costs).

Page 35: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

35

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menjelaskan rencana dari struktur riset yang

mengarahkan proses dan hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif,

efisien, dan efektif. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang masalah,

tujuan, manfaat, kajian pustaka, dan hipotesis penelitian. Tahapan selanjutnya

yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data penelitian

dan menguji hipotesis sehingga dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan hasil yang

diperoleh.

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dengan

mengakses website www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory

(ICMD). Berdasarkan hipotesis yang diajukan, diidentifikasi dua jenis variabel

dalam penelitian ini, yang pertama adalah variabel independen yaitu aliran

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan

leverage, kedua adalah variabel dependen yaitu kos keagenan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Bursa Efek Indonesia (selanjutnya disingkat

menjadi - BEI) dengan alamat komplek perkantoran Jl. Jenderal Sudirman Kav.

52-53 Jakarta 12190, data diperoleh dengan mengakses melalui website

www.idx.co.id. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2004 sampai

Page 36: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

36

dengan tahun 2008. Pemilihan sampel tahun 2004 sampai dengan 2008 agar

penelitian ini mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang terbaru.

4.3 Penentuan sumber data

4.3.1 Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data

dalam bentuk angka-angka, dapat dinyatakan dan dapat diukur dengan satuan

hitung (Sugiyono, 2009). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data laporan

keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

yang membagikan dividen yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2008.

4.3.2 Sumber data

Penelitian ini menggunakan data sekunder eksternal, yaitu data yang

diperoleh dari penelitian secara tidak langsung melalui perantara, seperti orang

lain atau dokumen, Sugiyono (2009). Data sekunder eksternal dalam penelitian ini

adalah laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2004

sampai dengan 2008.

Pemilihan perusahaan manufaktur dipilih karena populasi perusahaan

manufaktur adalah paling banyak diantara jenis perusahaan lainya sehingga hasil

yang akan didapat nantinya akan mencerminkan karakteristik populasi di Bursa

Efek Indonesia selain itu minimnya aturan atau regulasi dari pemerintah atas

kebijakan-kebijakan ekonomi pada perusahaan manufaktur.

Page 37: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

37

4.3.3 Metoda Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan tipe nonprobability sampling yaitu dengan pendekatan purposive

sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009: 218). Pertimbangan tertentu dalam

penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan

mempublikasikan Laporan Keuangan Tahunan (LKT) selama periode

pengamatan yaitu 2004 - 2008.

2) Membagikan dividen selama lima tahun sesuai dengan tahun pengamatan.

Dividen yang dibagikan tersebut merupakan suatu indikasi bahwa

pemegang saham memang lebih menyukai laba dibagi dalam bentuk

dividen dibandingkan laba ditahan.

3) Mempunyai kepemilikan manajerial atau kepemilikan institusional dari

tahun 2004 sampai tahun 2008

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 61 pengamatan dengan proses

pemilihan sampel seperti pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Proses pemilihan sampel penelitian

Keterangan Jumlah

Pengamatan

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2004

sampai 2008 725

Perusahaan manufaktur yang tidak membagikan dividen dari tahun

2004 sampai tahun 2008 (475)

Page 38: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

38

Perusahaan manufaktur yang membagikan dividen dari tahun 2004

sampai tahun 2008 250

Perusahaan manufaktur yang tidak mempunyai kepemilikan

manajerial atau kepemilikan institusional dari tahun 2004 sampai

tahun 2008

(185)

Perusahaan yang datanya outlier (4)

Perusahaan sampel penelitian 61

Berdasarkan informasi pada Tabel 4.1, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini sebanyak 61 pengamatan. Dari 725 perusahaan yang mengeluarkan Laporan

Keuangan Tahunan (LKT) selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 terdapat

250 perusahaan manufaktur yang membagikan dividen dari tahun 2004 sampai

tahun 2008. Terdapat 185 perusahaan selama tahun 2004 sampai dengan 2008

yang tidak mempunyai kepemilikan manajerial atau kepemilikan institusional dari

tahun 2004 sampai tahun 2008. Terdapat 4 perusahaan dikategorikan outlier

karena memiliki Z score di atas +3 dan di bawah -3 atau dengan kata lain makin

besar Z scorenya maka makin jauh data tersebut dari simpangannya. Hal ini

disebabkan oleh rasio leverage dan dividend payout ratio (DPR) perusahaan

tersebut besar.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel dependent (terikat) menurut Sugiyono (2009: 39), merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah kos keagenan

Page 39: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

39

yang diukur dengan beban operasi (selling and general administrative/SGA)

adalah variabel terikat dalam penelitian ini.

Variabel independent (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,

2009:39). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen dan leverage.

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada

variabel, dengan tujuan memberikan arti atau menspesifikasikannya. Dalam

penelitian ini definisi operasional yang dimaksud adalah sebagai berikut ini.

1) Variabel terikat yaitu sebagai berikut ini.

Kos keagenan disimbolkan dengan (Y) diukur dengan selling and general

administrative/SGA. SGA merupakan proksi dari operating expense.

Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan selling and general

administrative, yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan. Beban

operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumber

daya perusahaan. Semakin tinggi beban diskresi manajerial maka semakin

tinggi biaya keagenan yang terjadi.

2) Variabel bebas yaitu sebagai berikut ini.

(1) Kepemilikan manajerial (KM) adalah persentase saham yang

dimiliki oleh eksekutif dan direktur disimbolkan dengan (X1).

(2) Kepemilikan institusional (KI) adalah persentase saham yang

dimiliki oleh pemegang saham disimbolkan dengan (X2).

Page 40: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

40

(3) Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan mengunakan

dividend payout ratio (DPR) yang dihitung dengan membandingkan

dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham

disimbolkan dengan (X3)

(4) Leverage (Lev) diukur dengan membagi total utang dengan total

aktiva disimbolkan dengan (X4). Utang perusahaan merupakan salah

satu mekanisme untuk menyatukan kepentingan manajer dengan

pemegang saham, utang memberikan sinyal tentang status kondisi

keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.

4.5 Analisis Data

4.5.1 Uji asumsi klasik

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi linear

berganda. Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, maka

terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Tujuan pengujian ini untuk

mengetahui keberartian hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen sehingga hasil analisis dapat diinterpretasikan dengan lebih akurat,

efisien, dan terbatas dari kelemahan-kelemahan yang terjadi karena masih adanya

gejala-gejala asumsi klasik. Dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakukan

dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS). Menurut

Ghozali (2006) uji asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Uji Normalitas

Asumsi klasik yang pertama diuji adalah normalitas yang bertujuan

untuk menguji apakah pada model regresi, variabel pengganggu atau

Page 41: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

41

residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang

baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian

normalitas data dilakukan dengan uji analisis grafik normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data

sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan

ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal tersebut. Jika

distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data

sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas. Multikolinearitas

dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF).

Jika ada tolerance lebih dari 10% atau VIF kurang dari 10 maka

dikatakan tidak ada multikolinearitas.

3) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda

t dengan kesalahan pada perioda t-1. Untuk mengetahui ada tidaknya

autokorelasi, maka digunakan metoda Durbin Watson (Dw Test). Jika

nilai Dw test sudah ada, maka nilai tersebut dibandingkan dengan

nilai tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95%. Nilai

Page 42: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

42

tabel umumnya dapat digunakan untuk jumlah pengamatan sebanyak

15 sampai dengan 100 (Gujarati, 2003: 216).

1) Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi autokorelasi.

2) Bila dw < d1, maka terjadi autokorelasi positif.

3) Bila dw > (4-dt), maka terjadi autokorelasi negatif.

4) Bila d1 < dw < dU atau (4-dU) < dw < (4-dt), maka tidak dapat

ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya autokorelasi.

Jika nilai Dw-test berada pada daerah ragu-ragu maka dapat dilakukan

Runs-test untuk memastikan ada tidaknya autokorelasi. Jika tingkat

signifikansi Runs-test > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi autokorelasi.

4) Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu observasi ke

observasi lain. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan meregresikan

nilai absolut residual dengan variabel independennya. Ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat tingkat

signifikansinya terhadap 5%.

4.5.2 Analisis regresi linear berganda

Teknik analisis data yang dipergunakan untuk memecahkan masalah dalam

penelitian ini adalah teknik analisis regresi linear berganda. Adapun model regresi

linear berganda dengan menggunakan persamaan berikut (Ghozali, 2006):

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e .................................... (1)

Page 43: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

43

Keterangan :

Y = kos keagenan (agency cost) α = konstanta β1,β2, β3,β4 = koefisien regresi X1 = kepemilikan manajerial X2 = kepemiikan institusional X3 = kebijakan dividen X4 = leverage e = error Analisis regresi berganda (Multivariate Regression) merupakan suatu model

dimana variabel terikat tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini

digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independen) terhadap

variabel terikat (dependen). Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi

variabel terikat. Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara

individual.

4.5.3 Pengujian hipotesis

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda

disimpulkan berdasarkan nilai thitung dan tingkat signifikansi (Pvalue). Hipotesis

dinyatakan diterima apabila thitung lebih besar daripada ttabel atau Pvalue < 0,05,

artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara

statistis signifikan.

Page 44: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

44

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia sebagai sampel penelitian. Berdasarkan kriteria sampel dan

prosedur penyampelan yang telah dilakukan dan dijelaskan pada Bab IV,

diperoleh 22 perusahaan sebagai sampel penelitian dengan 61 pengamatan tahun.

Data yang digunakan untuk perhitungan masing-masing variabel diambil dari

laporan keuangan perusahaan. Hasil perhitungan kos keagenan, leverage,

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan dividen masing-masing

perusahaan disajikan pada Lampiran 4. Statistik deskriptif masing-masing

variabel disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif

Variabel Minimum Maksimum Rata-Rata Deviasi Standar

Kos Keagenan 0,0290 0,3070 0,110246 0,0675104 Leverage 0,0550 0,8250 0,457385 0,1978254 Kepemilikan Manajerial 0,0010 0,2580 0,053800 0,0820650 Kepemilikan Institusional 0,1290 0,8650 0,571277 0,1918224 Dividen 0,01 92,31 29,5197 19,77251

Sumber: data diolah (Lampiran 5)

Tabel 5.1 menunjukkan nilai rata-rata dan deviasi standar dari masing-

masing variabel. Kos keagenan memiliki rata-rata sebesar 0,110246 dengan

deviasi standar sebesar 0,0675104. Leverage memiliki rata-rata sebesar 0,457385

dengan deviasi standar sebesar 0,1978254. Kepemilikan manajerial memiliki rata-

rata sebesar 0,053800 dengan deviasi standar sebesar 0,0820650. Kepemilikan

Page 45: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

45

institusional memiliki rata-rata sebesar 0,571277 dengan deviasi standar sebesar

0,1918224. Dividen memiliki rata-rata sebesar 29,5197 dengan deviasi standar

sebesar 19,77251. Berdasarkan dari Table 5.1 menunjukkan bahwa secara

keseluruhan nilai deviasi standar tidak ada yang melebihi dua kali nilai rata-rata.

Hal tersebut menandakan bahwa sebaran data sudah baik.

5.2 Pengujian Asumsi Klasik

5.2.1 Uji normalitas

Uji normalitas yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi,

variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Model

regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Sampel

yang digunakan dalam analisis terdiri atas 61 pengamatan. Pengujian normalitas

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tingkat signifikansi 0,947.

Angka ini lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual

berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences

Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative

65 ,0000000

,05684950 ,065 ,054

-,065 Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

,524 ,947

Sumber: data diolah (Lampiran 6)

Page 46: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

46

5.2.2 Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat

dilihat dari nilai tolerance dan variance inflaction factor (VIF). Berdasarkan hasil

pengujian yang ditunjukkan pada Lampiran 7, nilai tolerance variabel bebas tidak

kurang dari 10% atau 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) semuanya

kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolinearitas antarvariabel independen.

Hasil uji multikoliniearitas dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 (Constant) Leverage 0,976 1,024 Kepemilikan Manajerial 0,912 1,097 Kepemilikan Institusional 0,895 1,117 Dividen 0,933 1,072

Sumber: data diolah (Lampiran 7)

5.2.3 Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan

pada perioda t-1. Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson yang

diperoleh adalah sebesar 0,823. Nilai tersebut terletak di bawah dL sebesar 1,44.

Ini berarti model regresi mengandung autokorelsi negatif sehingga harus

dilakukan tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dalam penelitian ini dilakukan

dengan memasukan Lag Y dalam persamaan regresi. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa pengaruh variabel independen (X) pada variabel dependen

Page 47: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

47

(Y) tidak terjadi pada perioda yang sama sehingga ada rentang waktu yang

menyebabkan terjadinya autokorelasi.

Hasil pengujian autokorelasi setelah perbaikan menunjukkan nilai dW sebesar

1,945 yang berada diantara du (1,73) dan 4-du (2,27). Berdasarkan hasil pengujian

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi sehingga model

regresi dapat dilanjutkan. Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada Tabel

5.4

Tabel 5.4 Hasil Uji Autokorelasi Setelah Perbaikan

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 ,497(a) ,247 ,178 ,0494761 1,945 Sumber: data diolah (Lampiran 8)

5.2.4 Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Pengujian heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan uji Glejser. Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel bebas

tidak berpengaruh pada nilai absolut residual. Terlihat dari nilai signifikansi

masing-masing variabel dalam persamaan regresi di atas 0,05, hal ini berarti data

bebas dari heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada

Tabel 5.5

Page 48: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

48

Tabel 5.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients T Sig

B Std. Error Beta 1 (Constant)

Leverage Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Dividen Lag Y

,056 ,041

-,191 ,024 ,000

-,175

,069 ,078 ,195 ,085 ,000 ,224

,070

-,133 ,040

-,064 -,105

,817 ,530

-,980 ,282

-,460 -,784

,417 ,598 ,332 ,779 ,648 ,436

Sumber: data diolah (Lampiran 9)

5.3 Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian ini menguji pengaruh leverage, kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, dan dividen pada kos keagenan. Sebagaimana yang

telah dijelaskan pada bab metoda penelitian, hipotesis dalam penelitian ini diuji

dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil pengujian hipotesis

dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Hipotesis

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) ,173 ,029 5,954 ,000 Leverage -,063 ,033 -,227 -1,933 ,058 Kepemilikan Manajerial -,216 ,083 -,314 -2,613 ,012 Kepemilikan Institusional -,003 ,036 -,011 -,086 ,932 Dividen -0,0000903 ,000 -,065 -,525 ,602 Sumber: data diolah (Lampiran 10)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,178. Ini berarti

bahwa varian dari variabel bebas yaitu leverage, kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, dan dividen mampu menjelaskan varian variabel terikat

Page 49: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

49

(kos keagenan) sebesar 17,8 persen, sedangkan sisanya sebesar 82,2 persen

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Hasil pada Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa nilai signifikansi dibawah 0,05

menunjukkan variabel independen berpengaruh pada kos keagenan (agency cost),

sedangkan apabila nilai signifikansi diatas 0,05 berarti variabel independen tidak

berpengaruh pada kos keagenan (agency cost). Nilai koefisien kepemilikan

manajerial sebesar -0,216 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,012 lebih kecil

dari 0,05 artinya variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada kos

keagenan. Nilai koefisien kepemilikan institusional sebesar -0,003 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,932 lebih besar dari 0,05 artinya variabel kepemilikan

institusional tidak berpengaruh pada kos keagenan. Nilai koefisien leverage

sebesar -0,063 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,058 lebih besar dari 0,05

artinya variabel leverage tidak berpengaruh pada kos keagenan. Nilai koefisien

dividen sebesar -0,00009 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,602 lebih besar

dari 0,05 artinya variabel dividen tidak berpengaruh pada kos keagenan.

Page 50: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

50

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Pada Kos Keagenan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif pada kos keagenan. Hasil ini mendukung hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini. Hasil ini mendukung temuan Widanaputra dan

Ratnadi (2006), Crutchley dan Hansen (1989), Bathala et al. (1994), Ang et al.

(1999) serta penelitian yang dilakukan oleh Demsetz dan Lehn (1989)

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh pada kos keagenan.

Penelitian Widanaputra dan Ratnadi (2006), menyimpulkan bahwa kos keagenan

(agency cost) pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil

dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer non pemilik. Crutchley

dan Hensen (1989) meneliti penerapan teori keagenan dalam menjelaskan

pengaruh kepemilikan manajerial, leverage, dan kebijakan dividen pada

peningkatan utilitas manajemen. Hasil dari penelitian Crutchley dan Hensen

(1989) adalah mendukung teori keagenan tentang bagaimana para manajer

memaksimalkan utilitas melalui kepemilikan saham, tingkat leverage, dan

pembayaran dividen. Bathala et al. (1994) menyimpulkan bahwa kepemilikan

manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah

keagenan. Schooley et al. (1994) meneliti tentang kebijakan dividen dan

kepemilikan saham sebagai alat untuk menurunkan kos keagenan. Penelitian Ang

et al. (1999) memberikan bukti terhadap hubungan antara struktur kepemilikan

Page 51: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

51

dengan biaya keagenan yang diukur dari pemanfaatan aktiva dan beban operasi.

Mereka melakukan survei pada perusahaan-perusahaan kecil dengan

menghubungkan ukuran absolut dan relatif dari biaya keagenan. Hasilnya

menyatakan bahwa biaya keagenan pada perusahaan dengan manajemen yang

berasal dari luar (outsider) relatif lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan

manajemen sendiri (owner managed). Penelitian mereka juga menunjukkan

bahwa efisiensi pemanfaatan aktiva dan beban operasi pada perusahaan kecil

dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial dalam perusahaan. Penelitian Singh et

al. (2003) menganalisis hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya

keagenan pada perusahaan-perusahaan besar yang sudah go public. Hasil

penelitian Singh et al. mendukung penelitian Ang et al. yang menyatakan bahwa

semakin tinggi kepemilikan manajerial secara positif dan signifikan

mempengaruhi efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan. Demsetz dan Lehn

(1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan

untuk menghilangkan masalah keagenan.

Penelitian ini tidak mendukung temuan Faisal (2005) yang menemukan

bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap biaya

keagenan (agency costs). Faisal (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan (agency

costs). Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan kepemilikan manajerial dengan

biaya keagenan (agency costs) gagal sebagai mekanisme untuk meningkatkan

nilai perusahaan. Kesimpulan lain yang didapat melalui penelitian Faisal yaitu

semakin tinggi kepemilikan manajerial justru meningkatkan diskresi manajerial.

Page 52: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

52

Faisal (2005) menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial

semakin tinggi biaya keagenan (agency costs) yang diukur dengan beban operasi.

6.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional Pada Kos Keagenan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak

berpengaruh pada kos keagenan. Hasil ini tidak mendukung hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini. Hasil ini mendukung temuan Crutchley et al.

(1999). Crutchley menyatakan bahwa kepemilikan oleh institusional juga dapat

menurunkan biaya keagenan (agency costs), karena dengan adanya monitoring

yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang menurun.

Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih

oleh kepemilikan institusional. Dengan demikian kepemilikan institusional dapat

mengurangi agency cost of debt.

Moh’d et al. (1998) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang

saham dari luar yaitu investor institusional dan shareholders dispersion dapat

mengurangi biaya keagenan (agency costs). Adanya kepemilikan institusional

seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh

institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal

terhadap kinerja manajemen.

Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) diperoleh hasil yang

berbeda. Faisal (2005) menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan

institusional dengan biaya keagenan (agency costs) adalah negatif. Masih

berdasarkan hasil penelitian Faisal (2005) bahwa hal ini mengindikasikan

Page 53: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

53

kepemilikan institusional belum efektif sebagai alat memonitor manajemen dalam

meningkatkan nilai perusahaan.

6.3 Pengaruh Kebijakan Dividen Pada Kos Keagenan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak

berpengaruh pada kos keagenan. Hasil ini mendukung penelitian Widanaputra dan

Ratnadi (2006), yang menyatakan bahwa Kebijakan Deviden tidak berpengaruh

secara statistik pada kos keagenan (agency cost) dengan tingkat keyakinan 95%.

Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Schooley et al. (1994) dan

Faizal (2004). Schooley et al. (1994) yang menyatakan kebijakan dividen

berpengaruh negatif dengan kos keagenan. Perbedaan hasil ini mungkin

disebabkan pada sampel perusahaan yang diteliti sedang mengalami pertumbuhan

sehingga diperlukan banyak dana untuk membiayai investasi. Megginson (1997)

dalam Zaenal Arifin (2005:104) menjelaskan bahwa faktor pembayaran dividen

sangat ditentukan salah satunya dari kebutuhan dana investasi. Dalam hal ini

pemegang saham tidak terlalu mempermasalahkan besarnya pembagian dividen

karena pemegang saham beranggapan dana yang mereka tanamkan memang

benar-benar digunakan untuk investasi. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan

dividen belum dapat menjelaskan adanya masalah agensi pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

6.4 Pengaruh Leverage Pada Kos Keagenan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh

pada kos keagenan (agency cost) dengan nilai signifikansi sebesar 0.058. Hasil ini

tidak mendukung hasil penelitian Faizal (2004) yang menyatakan leverage

Page 54: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

54

berpengaruh negatif terhadap kos keagenan (agency cost). Hasil ini juga tidak

dapat membuktikan teori dari Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan

bahwa dengan pengurangan free cash flow melalui peningkatan utang dapat

mengurangi masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajemen.

Dengan jumlah dana yang “menganggur” semakin kecil maka akan mengurangi

pengawasan terhadap dana tersebut. Alasan lain dari penurunan kos keagenan

dikarenakan pengawasan terhadap manajemen semakin berkurang karena pihak

ketiga (debtholder) akan ikut mengawasi manajemen atas dana yang dipinjamkan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh pada kos

keagenan mungkin disebabkan oleh pengawasan dari debtholder tidak cukup

efektif. Hal ini menyebabkan keberadaan leverage dalam perusahaan tidak secara

efektif mampu menurunkan kos keagenan (agency cost).

Page 55: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

55

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori, hipotesis, dan hasil

pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Kepemilikan manajerial berpengaruh pada kos keagenan (agency cost).

Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial maka

akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dengan pemegang

saham sehingga manajer dapat merasakan langsung manfaat dari

keputusan yang diambil dan juga ikut menanggung kerugian yang timbul

akibat konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

2) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada kos keagenan (agency

cost). Hal ini menunjukan bahwa pengawasan dari pemegang saham

institusi tidak secara efektif mampu mengurangi kos keagenan. Perusahaan

masih mengeluarkan biaya untuk melakukan pengawasan secara internal

sehingga kos keagenan yang dikeluarkan masih tinggi.

3) Kebijakan dividen tidak berpengaruh pada kos keagenan (agency cost).

Hal ini menunjukan bahwa pada sampel perusahaan yg diteliti besaran

dividen yg dibagikan relatif fluktuatif & cenderung kecil. Disamping itu

keputusan pembagian dividen lebih ditentukan oleh pemegang saham

mayoritas karena umumnya karakteristik struktur kepemilikan saham di

Indonesia terkonsentrasi dimana kepemilikan perusahaan terbagi menjadi

dua kelompok, yaitu controlling dan minority shareholders yang dapat

Page 56: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

56

saja menimbulkan terjadinya ketidakselarasan kepentingan yang

disebabkan oleh keputusan-keputusan yang diambil pemegang saham

mayoritas dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Hal

ini bisa menimbulkan ketidakpuasan bagi pemegang saham minoritas

sehingga pengawasan masih secara intensif harus dilakukan. Dapat

disimpulkan bahwa kebijakan dividen belum dapat menjelaskan adanya

masalah agensi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

4) Leverage tidak berpengaruh pada kos keagenan (agency cost). Hal ini

menunjukan bahwa pengawasan prinsipal terhadap manajemen tidak

berkurang walaupun pihak ketiga (debtholder) akan ikut mengawasi

manajemen atas dana yang dipinjamkan, hal ini berarti secara konsisten

pihak prinsipal akan tetap mengawasi manajemen walaupun ada pihak

ketiga yang mengawasinya sehingga biaya yang ditimbulkan akibat

pengawasan yang dilakukan oleh prinsipal tidak dipengaruhi oleh adanya

pengawasan dari pihak ketiga.

7.2 Keterbatasan dan Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut.

1) Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004 sampai 2008 dan

membagikan dividen selama tahun pengamatan. Penelitian selanjutnya

disarankan memperpanjang periode waktu yang diteliti.

Page 57: pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional

57

2) Penelitian ini hanya memasukkan perusahaan yang membagikan dividen

selama tahun pengamatan. Hal ini dikarenakan untuk memperoleh

jumlah sampel yang mencukupi. Apabila sampelnya mencukupi

penelitian selanjutnya dapat menggunakan perusahaan yang

membagikan dividen berturut-turut selama tahun pengamatan. Penelitian

ini hanya memasukkan perusahaan yang mempunyai kepemilikan

manajerial serta kepemilikan institusional. Penelitian selanjutnya dapat

menambahkan variabel komite audit sebagai bagian dari penerapan

Good Corporate Governance (GCG) yang mungkin berpengaruh

terhadap kos keagenan.