Top Banner
1. Makalah Yang Disajikan Dalam Seminar Hasil Penelitian Prodi Keteknikan Pertanian, UNHAS 2. Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS 3. Dosen Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS 1 Model Pengeringan Lapisan Tipis Gabah Ketan (Oryza sativa glutinosa) Varietas Setail dan Varietas Ciasem 1) Nur Rahmayanti (G411 10 262) 2) Dr. Ir. Supratomo, DEA dan Olly Sanny Hutabarat, STP., M.Si. 3) ABSTRAK Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Beras ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang berbeda dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang rendah dan memiliki kandungan amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak. Untuk menghasilkan beras ketan yang bermutu dan bercita rasa tinggi diperlukan penanganan pascapanen yang baik terutama dalam pengeringan gabah. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan gabah akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum gabah diolah/digunakan. Pengeringan lapisan tipis merupakan langkah mendasar dalam memahami perilaku pengeringan bahan pangan hasil pertanian, termasuk gabah. Penelitian ini menggunakan gabah padi ketan varietas Setail (ketan hitam) dan varietas Ciasem (ketan putih) yang diperoleh dari desa Sicini, kecamatan Parigi, kabupaten Gowa. Dengan alat tray drier gabah dikeringkan menggunakan tiga level suhu (50, 55 dan 60 o C) dan kecepatan aliran udara 1.0 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat gabah mendekati kadar air kesetimbangan. Ketan hitam memiliki laju penguapan air yang lebih besar dibandingkan dengan ketan putih di ketiga level suhu pengeringan. Ada lima jenis model pengeringan yang diuji untuk mendeteksi perilaku MR (Moisture Ratio) yakni Model Newton, Model Henderson & Pabis, Model Page, Model Thompson dan Model Two-Terms Exponential. Persamaan Model Page untuk tiga level suhu dan dua jenis gabah menunjukkan nilai R 2 yang paling besar dan nilai χ 2 dan RMSE terkecil dibandingkan keempat persamaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Model Page adalah model pengeringan yang terbaik karena memiliki kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan lapisan tipis padi ketan hitam dan ketan putih. Kata kunci : Pengeringan Lapisan Tipis, Kadar Air, Ketan Hitam, Ketan Putih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan hasil dari salah satu tanaman pangan utama dari hampir setengah populasi dunia. Bagi masyarakat Indonesia beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Beras ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang berbeda dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang rendah dan memiliki kandungan amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak. Kerusakan pada bahan pangan dapat disebabkan oleh terlambatnya proses pengeringan, proses pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan proses pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada padi yang berdampak langsung pada mutu beras yang dihasilkan (Brooker et al., 1981), oleh karena itu diperlukan sebuah model pengeringan yang dapat menjadi acuan pemodelan pengeringan lapisan tipis dari padi ketan. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan sebuah model pengeringan lapisan tipis yang paling sesuai dengan padi ketan. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mendapatkan model pengeringan lapisan tipis yang paling sesuai dengan karakteristik padi ketan hitam dan ketan putih pada tiga level suhu (50, 55 dan 60 o C) dan kecepatan aliran udara 1.0 m/s. Kegunaan penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai referensi dasar permodelan pengeringan lapisan tipis padi ketan dan menjadi bahan informasi untuk industri pengolahan tepung beras ketan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Di Indonesia, padi adalah tanaman pangan utama, disamping jagung, sagu, dan umbi-umbian. Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena kelebihan-kelebihan sifat tanaman padi
20

Model Pengeringan Lapisan Tipis Gabah Ketan (Oryza sativa ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/... · sesuai dengan karakteristik padi ketan hitam dan ketan putih pada

Feb 04, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1. Makalah Yang Disajikan Dalam Seminar Hasil Penelitian Prodi Keteknikan Pertanian, UNHAS 2. Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS

    3. Dosen Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS 1

    Model Pengeringan Lapisan Tipis Gabah Ketan (Oryza sativa glutinosa) Varietas

    Setail dan Varietas Ciasem1)

    Nur Rahmayanti (G411 10 262)2)

    Dr. Ir. Supratomo, DEA dan Olly Sanny Hutabarat, STP., M.Si.3)

    ABSTRAK

    Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Beras

    ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang berbeda

    dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang rendah dan memiliki kandungan

    amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak. Untuk menghasilkan beras ketan yang

    bermutu dan bercita rasa tinggi diperlukan penanganan pascapanen yang baik terutama dalam pengeringan

    gabah. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat

    memperlambat laju kerusakan gabah akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum gabah diolah/digunakan.

    Pengeringan lapisan tipis merupakan langkah mendasar dalam memahami perilaku pengeringan bahan

    pangan hasil pertanian, termasuk gabah. Penelitian ini menggunakan gabah padi ketan varietas Setail (ketan

    hitam) dan varietas Ciasem (ketan putih) yang diperoleh dari desa Sicini, kecamatan Parigi, kabupaten Gowa.

    Dengan alat tray drier gabah dikeringkan menggunakan tiga level suhu (50, 55 dan 60oC) dan kecepatan

    aliran udara 1.0 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin

    cepat gabah mendekati kadar air kesetimbangan. Ketan hitam memiliki laju penguapan air yang lebih besar

    dibandingkan dengan ketan putih di ketiga level suhu pengeringan. Ada lima jenis model pengeringan yang

    diuji untuk mendeteksi perilaku MR (Moisture Ratio) yakni Model Newton, Model Henderson & Pabis,

    Model Page, Model Thompson dan Model Two-Terms Exponential. Persamaan Model Page untuk tiga level

    suhu dan dua jenis gabah menunjukkan nilai R2 yang paling besar dan nilai χ

    2 dan RMSE terkecil

    dibandingkan keempat persamaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Model Page adalah model

    pengeringan yang terbaik karena memiliki kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan lapisan

    tipis padi ketan hitam dan ketan putih.

    Kata kunci : Pengeringan Lapisan Tipis, Kadar Air, Ketan Hitam, Ketan Putih

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Beras merupakan hasil dari salah satu tanaman pangan utama dari hampir setengah populasi dunia. Bagi

    masyarakat Indonesia beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat

    utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, rasanya yang enak dan dapat

    dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang

    merupakan tumbuhan semusim. Beras ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati

    (amilosa dan amilopektin) yang berbeda dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang

    rendah dan memiliki kandungan amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak.

    Kerusakan pada bahan pangan dapat disebabkan oleh terlambatnya proses pengeringan, proses

    pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan proses pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu

    tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada padi

    yang berdampak langsung pada mutu beras yang dihasilkan (Brooker et al., 1981), oleh karena itu diperlukan

    sebuah model pengeringan yang dapat menjadi acuan pemodelan pengeringan lapisan tipis dari padi ketan.

    Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan sebuah model pengeringan

    lapisan tipis yang paling sesuai dengan padi ketan.

    1.2 Tujuan dan Kegunaan

    Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mendapatkan model pengeringan lapisan tipis yang paling

    sesuai dengan karakteristik padi ketan hitam dan ketan putih pada tiga level suhu (50, 55 dan 60oC) dan

    kecepatan aliran udara 1.0 m/s.

    Kegunaan penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai referensi dasar permodelan pengeringan

    lapisan tipis padi ketan dan menjadi bahan informasi untuk industri pengolahan tepung beras ketan.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Padi

    Di Indonesia, padi adalah tanaman pangan utama, disamping jagung, sagu, dan umbi-umbian.

    Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena kelebihan-kelebihan sifat tanaman padi

  • 2

    dibandingkan tanaman sumber karbohidrat lainnya, antara lain (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2)

    padi dapat disimpan lama, (3) lahan sawah relatif tidak mengalami erosi (Winarno,1984).

    Gambar 1. Tanaman Padi dan Anatomi Butir Padi

    2.2 Padi Ketan

    Padi ketan (Oryza sativa glutinosa) termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang

    merupakan tumbuhan semusim. Berdasarkan komposisi kimiawi beras, diketahui bahwa karbohidrat

    penyusun utama beras ketan adalah pati. Pati merupakan karbohidrat polimer glukosa yang mempunyai 2

    struktur yakni amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan rantai lurus yang masing-masing unit

    glukosa-nya dihubungkan oleh ikatan 1,4 alpha glukosidik. Molekul yang panjang dengan rantai lurus ini

    membentuk Struktur Heliks. Rantai lurus amilosa terdiri atas 100-700 unit alpha D-glukosa dengan ikatan

    1,4 alpha glukosidik (Haryadi, 2008).

    Menurut Winarno (1984) struktur kimia amilopektin yang bercabang menyebabkan struktur gel yang

    terbentuk lebih kompak dan lebih kuat dari pada amilosa. Beras ketan bisa dikatakan tidak memiliki amilosa

    karena hanya mengandung 0-2% sehingga termasuk golongan beras dengan kandungan amilosa sangat

    rendah (

  • 3

    terdapat dalam endosperma yang tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran 3-10 milimikron. Beras

    ketan juga mengandung vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral dan air. Komposisi kimiawi Beras

    Ketan Putih terdiri dari Karbohidrat 79,4%; Protein 6,7%; Lemak 0,7%; Ca 0,012%; Fe 0,008%; P 0,148%;

    Vit B 0,0002% dan Air 12% (Nailufar, 2012).

    Gambar 3. Padi Ketan Varietas Ciasem

    2.3 Konsep Dasar Pengeringan

    Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi

    panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh

    media pengering yang biasanya berupa panas. Taib (1988) menyatakan proses pengeringan adalah proses

    pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan

    biji-bijian akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum bahan diolah/digunakan. Tujuan pengeringan adalah

    mengurangi kadar air bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang

    dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat

    mempunyai waktu simpan yang lama (Taufiq, 2004)

    Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :

    2.3.1 Suhu Udara Pengering

    Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar

    perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah

    panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Makin tinggi

    suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi

    suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa

    cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin

    tinggi maka makin cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir (Taib, 1988).

    2.3.2 Kelembaban Relatif (RH) Udara Pengering

    Kelembaban relatif udara pengeringan menunjukkan kemampuan udara untuk menyerap uap air. Udara

    panas di dalam ruang pengering secara perlahan akan memanaskan dan menguapkan massa air di dalam

    butiran padi. Uap air tidak langsung keluar dari ruang pengering melainkan menjenuhkan udara di sekitar

    bahan. Kelembaban berkurang disebabkan oleh perbedaan tekanan uap antara permukaan bahan dan

    lingkungan. Semakin rendah kelembaban relatif udara pengeringan, maka kemampuannya dalam menyerap

    uap air akan semakin besar. Hal sebaliknya akan terjadi jika kelembaban relatif udara pengeringan semakin

    besar maka kemampuan dalam menyerap uap air akan semakin kecil (Widyotomo, 2005).

    2.3.3 Kecepatan Aliran Udara Pengering

    Laju aliran udara pengeringan berfungsi untuk membawa energi panas yang selanjutnya

    mentransferkannya ke bahan dan membawa uap air keluar ruang pengering. Laju pengeringan yang cepat

    dapat terjadi jika udara pengering memiliki kandungan panas yang lebih seragam dengan volume dan laju

    aliran udara yang lebih besar sehingga memiliki kekuatan yang lebih besar pula untuk menembus lapisan

    bahan. Untuk pengeringan lapisan tipis biji-bijian serealia umumnya menggunakan kecepatan antara 0,25-

    2,33 m/s (Widyotomo, 2005).

    2.3.4 Kadar Air Bahan

    Kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam bahan. Dua basis yang digunakan untuk

    menunjukkan kandungan air dalam bahan adalah kadar air basis basah (MCwb) dan kadar air basis kering

  • 4

    MCdb). Kadar air basis basah adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu massa bahan basah. Sedangkan

    kadar air basis kering adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu massa bahan padatan kering. Kadar air

    basis basah (MCwb) dan kadar air basis kering (MCdb) ditunjukan dengan persamaan sebagai berikut

    (Singh, 2009):

    𝑀𝐶𝑤𝑏 =𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

    𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 +𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛× 100% .......(1)

    𝑀𝐶𝑑𝑏 =𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

    𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛× 100% .......................(2)

    Hubungan antara MCwb dan MCdb dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

    𝑀𝐶𝑤𝑏 = 𝑀𝐶𝑑𝑏

    𝑀𝐶𝑑𝑏 +1 ..............................................(3)

    𝑀𝐶𝑑𝑏 =𝑀𝐶𝑤𝑏

    1−𝑀𝐶𝑤𝑏 ................................................(4)

    2.3.5 Rasio Kelembaban

    Rasio kelembaban (Moisture ratio) pada bahan pangan selama pengeringan dihitung dengan

    menggunakan persamaan berikut:

    MR= Mt - Me

    Mo- Me...........................................…..…..(5)

    Dimana MR merupakan Moisture ratio (rasio kelembaban), Mt merupakan kadar air pada saat t (waktu

    selama pengeringan, jam), Mo merupakan kadar air awal bahan, dan Me merupakan kadar air yang diperoleh

    setelah berat bahan konstan. Nilai satuan Mt, Mo dan Me merupakan persentase dari kadar air basis kering

    bahan (Garavand et al., 2011).

    2.4 Mekanisme Pengeringan Bahan

    Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat dianggap suatu proses adiabatis.

    Hal ini berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk penguapan air dari bahan hanya diberikan oleh udara

    pengering tanpa tambahan energi dari luar. Ketika udara pengering menembus bahan basah, sebagian panas

    sensibel udara pengering diubah menjadi panas laten sambil menghasilkan uap air (Taufiq, 2004).

    Selama proses pengeringan terjadi penurunan suhu bola kering udara, disertai dengan kenaikan

    kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan uap dan suhu pengembunan udara pengering. Entalphi dan

    suhu bola basah udara pengering tidak menunjukkan perubahan (Taufiq, 2004).

    2.5 Laju Pengeringan

    Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua

    tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi

    pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Sedangkan laju pengeringan menurun terjadi

    setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke

    permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji. Proses pengeringan dengan

    laju menurun sangat tergantung pada sifat-sifat alami bahan yang dikeringkan. Laju perpindahan massa

    selama proses ini dikendalikan oleh perpindahan internal bahan (Istadi, 2002).

    Laju penguapan air dapat dihitung dengan persamaan berikut:

    Laju Penguapan Air =𝑤𝑡−𝑤𝑡−1

    𝑡2−𝑡1..........................(6)

    Dimana wt merupakan berat bahan pada waktu (t, jam) dan wt-1 merupakan berat awal bahan sebelum waktu

    t serta t1 dan t2 merupakan perubahan waktu setiap jam. Laju penguapan air adalah banyaknya air yang

    diuapkan setiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu.

    2.6 Alat Pengeringan Tipe Rak

    Alat pengeringan tipe rak (Tray drier) merupakan model pengering yang menggunakan sistem

    pengering konveksi. Prinsip kerja alat pengering tipe rak adalah udara pengering dari ruang pemanas dengan

    bantuan kipas akan bergerak menuju dasar rak dan melalui lubang-lubang yang terdapat pada dasar rak

    tersebut akan mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga terjadi

    proses penguapan air dari bahan. Di dalam penggunaan alat pengering ini perlu diperhatikan pengaturan

    suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering

    yang diharapkan dapat tercapai (Harrys, 2010).

    2.7 Model Pengeringan Lapisan Tipis.

    Pengeringan lapisan tipis menurut Henderson (1976) adalah proses pengeringan dimana udara

    pengering mengalir langsung melewati lapisan bahan secara keseluruhan dengan kelembaban relatif dan suhu

    udara yang konstan. Selanjutnya Henderson (1976) juga menjelaskan bahwa dalam metode pengeringan

    lapisan tipis, udara panas yang mengalir dalam alat pengering akan menembus hamparan bahan yang

  • 5

    dikeringkan sehingga pengeringan berlangsung serentak dan merata di seluruh bahan yang selanjutnya

    berdampak pada penurunan kadar air bahan selama proses pengeringan.

    2.8 Model Pengeringan Lapisan Tipis Gabah

    Menurut Basunia (2011) karakteristik pengeringan padi telah diuji oleh banyak peneliti dan berbagai

    model untuk memprediksi tingkat pengeringan telah dilakukan dengan atau kurang sukses. Permodelan

    matematika pengeringan sangat penting untuk optimasi parameter operasi dan perbaikan kinerja sistem

    pengeringan. Model pengeringan dan pembasahan lapisan tipis untuk bulir padi yang paling umum

    digunakan adalah Diffusion, Approximate form of diffusion, Page, Exponential dan Polinomial. Oleh karena

    itu, model berikut dipilih untuk penelitian ini agar sesuai dengan data pengeringan yang diamati:

    1. Persamaan Eksponensial Persamaan eksponensial yang digunakan adalah Model Newton. Model Newton merupakan

    sebuah model matematika pengeringan lapisan tipis yang juga disebut Model Lewis. Lewis

    mendeskripsikan bahwa perpindahan air dari makanan dan bahan pangan dapat ditunjukkan dengan

    analogi aliran panas dari tubuh ketika tubuh direndam dalam cairan dingin (Kashaninejad et al., 2007).

    MRNewton= exp (-kt) ....................…….. (7)

    Dimana MRNewton merupakan rasio kelembaban (moisture ratio) dari Model Newton, k ialah konstanta

    pengeringan dan t merupakan waktu pengeringan (jam).

    2. Persamaan Page Model Page merupakan model yang dimodifikasi dari Model Lewis. Page menyarankan model ini

    dengan tujuan untuk mengoreksi kekurangan-kurangan dari Model Lewis. Model Page telah

    menghasilkan simulasi yang sesuai untuk menjelaskan pengeringan produk pertanian yang banyak dan

    juga lebih mudah digunakan dibandingkan dengan persamaan lainnya dimana perpindahan uap air

    secara difusi yang lebih sulit secara teoritis serta yang memerlukan waktu komputasi dalam proses

    pemasangan data (Kashaninejad et al., 2007).

    MRPage= exp (-ktn).......................…….. (8)

    Dimana MRPage merupakan rasio kelembaban (moisture ratio) dari Model Page, k merupakan konstanta

    pengeringan, n merupakan konstanta pengeringan, nilai n bervariasi tergantung pada materi yang

    digunakan dan t merupakan waktu pengeringan (jam).

    3. Persamaan Approximate Form of Diffusion Persamaan Approximate Form of Diffusion untuk pengeringan lapisan tipis yang sering digunakan

    adalah Model Henderson dan Pabis. Ada berbagai model pendekatan yang telah digunakan oleh para

    peneliti dalam pemodelan pengeringan terkait karakteristik produk makanan dan bahan pertanian.

    Bentuk paling sederhana dari berbagai model pendekatan tersebut direpresentasikan sebagai Model

    Henderson dan Pabis sebagai bentuk sederhana dari serangkaian bentuk penyelesaian umum hukum

    Fick II (Kashaninejad et al., 2007).

    MRHenderson & Pabis=a exp (-kt)................. (9)

    Dimana MRHenderson & Pabis merupakan rasio kelembaban (moisture ratio) dari Model Henderson dan

    Pabis, a dan k merupakan konstanta pengeringan serta t merupakan waktu pengeringan (jam).

    4. Persamaan Eksponensial Orde Kedua Selain menggunakan model eksponensial berupa model newton, terdapat pula persamaan

    Exponential orde kedua yang sering digunakan pada pengeringan lapisan tipis padi yang dikenal sebagai

    Model Two-terms Exponential. Shyamali (2009) menyatakan dalam jurnal penelitiannya bahwa Model

    Two-terms Exponential ditemukan paling cocok dengan data eksperimen dan direkomendasikan sebagai

    model pengeringan lapisan tipis untuk padi dengan rumus :

    MRTwo −termsExp = a. exp(-kt) + (i-a) exp(-kbt)............................................................(10)

    Dimana MRTwo-terms Exponential merupakan rasio kelembaban (moisture ratio) dari Model Two-terms

    Exponential, a, b dan k merupakan konstanta pengeringan serta t merupakan waktu pengeringan (jam). 5. Persamaan Polinomial

    Menurut Basunia (2011) persamaan Polinomial yang sering digunakan dalam pengeringan lapisan

    tipis adalah Persamaan Polinomial Orde Kedua yang dikenal sebagai model Thompson. Persamaan ini

    menggunakan formulasi seperti berikut ini :

    MRThompson = a + bt + ct2................(11)

    Dimana, MRThompson merupakan rasio kelembaban (moisture ratio) dari Model Thompson, t adalah

    waktu pengeringan (jam), a, b dan c adalah konstanta pengeringan.

  • 6

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari-Maret 2014 di Laboratorium Processing Program

    Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

    Makassar.

    3.2 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering Tray Drier Model EH-TD-300

    Eunha Fluid Science, timbangan dijital (ketelitian 0,001 g), desikator, oven, kamera dijital, termometer,

    anemometer, baskom dan tempat penirisan.

    Bahan yang digunakan adalah padi ketan varietas Setail dan varietas Ciasem yang diperoleh dari

    desa Sicini, kecamatan Parigi, kabupaten Gowa. Bahan lainnya yaitu air, plastik kedap udara dan kawat

    kasa.

    3.3 Bagan alir

    Berikut ini bagan alir dari penelitian yang telah dilaksanakan :

    Gambar 4. Bagan Alir Prosedur Penelitian

    Ya

    Tidak

    Bahan disimpan dalam desikator setiap hari setelah dilakukan pengukuran

    selama 8 jam

    Mulai

    Persiapan bahan Padi Ketan Varietas Setail dan Ciasem

    Penimbangan wadah bahan

    Pengisian bahan ke dalam wadah

    Penimbangan wadah yang telah berisi bahan

    Perendaman bahan selama 24 jam dan penirisan selama 24 jam

    Pengeringan dengan tray drier, suhu 50, 55 dan 60°C dengan kecepatan

    aliran udara 1 m/s

    Pengukuran Talat dan Truang setiap interval waktu pengeringan

    Pengukuran berat bahan setiap interval waktu pengeringan

    Pengukuran TBB dan TBK bahan setiap interval waktu pengeringan

    Berat bahan konstan

    Bahan dimasukkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 105oC untuk

    menentukan kadar air bahan

    Selesai

  • 7

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Kondisi Pengeringan

    Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dan massa yang terjadi secara simultan.

    Proses ini dipengaruhi oleh kondisi suhu dan kelembaban relatif (RH) udara pengering (Mahadi, 2007).

    Ketika suhu udara pengering (Tin) mengalami kenaikan, udara panas akan dihembuskan oleh kipas melewati

    seluruh permukaan bahan. Akibat perbedaan suhu dimana suhu udara pengering lebih tinggi dibandingkan

    suhu dalam bahan, maka akan terjadi proses perpindahan panas dari lingkungan ke dalam bahan. Perpindahan

    ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa air yang ada dalam bahan menuju ke permukaan dan

    menguap ke udara. Kandungan uap air yang dibawa oleh udara pengering menyebabkan RH udara pengering

    cenderung meningkat sedangkan suhu udara (Tout) cenderung mengalami penurunan (Brooker et al., 1981).

    Pada Tabel 1 berikut ini disajikan nilai kadar air awal dan kelembaban relatif untuk tiga level suhu

    pengeringan.

    Tabel 1. Kondisi Pengeringan Gabah Ketan Hitam dan Ketan Putih

    Gabah

    Kadar Air Basis Kering

    (KABK) (%) Rata-

    Rata

    Kelembaban Relatif (RH)

    (%) Rata-

    Rata T :

    50oC

    T :

    55oC

    T :

    60oC

    T :

    50oC

    T :

    55oC

    T :

    60oC

    Ketan

    Hitam 44,04 45,17 45,68 44,96

    45,78 35,78 35,47 39,01 Ketan

    Putih 45,27 45,66 46,62 45,85

    Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.

    4.2 Pola Penurunan Kadar Air

    Hasil penelitian pengeringan padi ketan dari dua varietas berbeda pada kecepatan aliran udara 1.0 m/s

    menggunakan tiga level perubahan suhu pengeringan (50, 55 dan 60oC) menunjukkan pola perubahan kadar

    air selama proses pengeringan mengalami penurunan. Semakin lama proses pengeringan maka penurunan

    kadar air bahan akan semakin jelas terlihat. Hubungan antara lama proses pengeringan terhadap penurunan

    kadar air basis kering dapat diperhatikan pada Gambar 5,6,7,8 dan 9 berikut ini.

    Gambar 5. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 50oC

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Kad

    ar A

    ir B

    asis

    Ker

    ing (

    %)

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

  • 8

    Gambar 6. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 55oC.

    Gambar 7. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 60oC.

    Gambar 8. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering Ketan Hitam Selama Proses Pengeringan Pada Tiga

    Level Suhu

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Kad

    ar A

    ir B

    asis

    Ker

    ing (

    %)

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Kad

    ar A

    ir B

    asis

    Ker

    ing (

    %)

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Kad

    ar A

    ir B

    asis

    Ker

    ing (

    %)

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

  • 9

    Gambar 9. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering Ketan Putih Selama Proses Pengeringan Pada Tiga

    Level Suhu

    Gambar 5, 6 dan 7 merupakan grafik yang menunjukkan pola penurunan kadar air basis kering bahan

    pada tiga level suhu (50, 55 dan 60oC). Grafik di atas menunjukkan bahwa pengeringan padi ketan pada suhu

    50oC membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama untuk mencapai kadar air kesetimbangan yaitu 1095

    menit (18,25 jam) untuk ketan hitam dan 1120 menit (18,67 jam) untuk ketan putih dibandingkan dengan

    pengeringan padi ketan pada suhu 55oC dan suhu 60

    oC. Sebaliknya pada suhu 60

    oC, pengeringan padi ketan

    lebih cepat yaitu 845 menit (14,08 jam) untuk ketan hitam dan 870 menit (14,50 jam) untuk ketan putih

    dibandingkan pengeringan pada suhu 50 dan 55

    oC.

    Gambar 5, 6 dan 7 memperlihatkan pola penurunan kadar air basis kering dari ketan hitam dan ketan

    putih. Kadar air awal padi ketan pada suhu pengeringan 50oC sebesar 44,04% dikeringkan hingga kadar air

    kesetimbangan sebesar 3,10% untuk ketan hitam dan dari kadar air 44,594% hingga 3,44% untuk ketan

    putih, pada suhu pengeringan 55ᵒC ketan hitam dikeringkan dari kadar air 45,12 % hingga 4,383% dan dari

    kadar air 45,66% hingga 5,01% untuk ketan putih. Dan pada suhu pengeringan 60ᵒC ketan hitam dikeringkan

    dari kadar air 45,68% hingga 4,37% dan dari 46,62% hingga 5,15% untuk ketan putih. Kadar air awal dan

    kadar air kesetimbangan ketan hitam dan ketan putih nilainya hampir sama besar tetapi memilki perbedaan

    waktu pengeringan akibat perbedaan suhu pengeringan.

    Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa kenaikan suhu pengering semakin mempercepat waktu

    pengeringan bahan untuk mencapai kadar air kesetimbangan, dimana semakin tinggi suhu udara pengering

    semakin cepat pula penurunan kadar air bahan. Pada Gambar 8 dan 9 memperlihatkan bahwa setiap kenaikan

    suhu udara pengering penurunan kadar air ketan hitam dan ketan putih semakin cepat. Hal ini sesuai dengan

    Sitkey (1986) yang menyatakan bahwa suhu bahan selama proses pengeringan tidak hanya dipengaruhi oleh

    kadar air awal dan kadar air akhir bahan namun suhu udara pengering akan sangat mempengaruhi suhu

    bahan. Ketika suhu pengering lebih tinggi maka akan mempercepat proses pengeringan.

    4.3 Pola Penurunan Laju Penguapan Air

    Selama proses pengeringan, dikenal adanya laju penguapan air. Laju penguapan air menjelaskan

    banyaknya air pada bahan yang mengalami penguapan selama proses pengeringan. Semakin besar laju

    penguapan air maka semakin cepat bahan mencapai berat konstan dan semakin sedikit waktu yang

    dibutuhkan. Laju penguapan air dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka

    semakin tinggi pula laju penguapan air bahan. Hubungan antara suhu pengeringan terhadap lama proses

    pengeringan dan laju penguapan air dapat diperhatikan pada Gambar 10, 11, 12, 13 dan 14 berikut ini.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Kad

    ar A

    ir B

    asis

    Ker

    ing (

    %)

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

  • 10

    Gambar 10. Pola Penurunan Laju Penguapan Air Selama Proses Pengeringan Pada Suhu 50oC

    Gambar 11. Pola Penurunan Laju Penguapan Air Selama Proses Pengeringan Pada Suhu 55oC

    Gambar 12. Pola Penurunan Laju Penguapan Air Selama Proses Pengeringan Pada Suhu 60oC

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /jam

    )

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /jam

    )

    Lama Pengeringasn (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /jam

    )

    Laama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

  • 11

    Gambar 13. Pola Penurunan Laju Penguapan Air Ketan Hitam Selama Proses Pengeringan Pada Tiga Level

    Suhu

    Gambar 14. Pola Penurunan Laju Penguapan Air Ketan Putih Selama Proses Pengeringan Pada Tiga Level

    Suhu

    Gambar 10, 11 dan 13 menunjukkan perubahan nilai laju penguapan air untuk tiga level suhu

    pengeringan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perubahan laju penguapan air pada padi ketan mengalami

    peningkatan di setiap peningkatan suhu pengeringan. Hal ini ditunjukkan pada grafik dimana pada periode

    awal pengeringan terjadi penurunan yang besar kemudian semakin mengalami penurunan hingga bahan

    mencapai kadar air kesetimbangan. Kecenderungan bahan mengalami penurunan kadar air lebih besar selama

    proses pengeringan dipengaruhi oleh suhu pengeringan yang besar pula, sehingga mempengaruhi besarnya

    penurunan laju penguapan air. Hal ini ditunjukkan pada suhu 60oC selama periode awal pengeringan, dimana

    tingkat penurunan laju penguapannya lebih besar dibandingkan dengan suhu 55 dan 50oC. Sedangkan pada

    suhu 50oC tingkat penurunan laju penguapannya lebih kecil dibandingkan suhu 55

    dan 60

    oC.

    Laju penguapan ketan hitam lebih besar dari ketan putih sebagaimana terlihat pada Gambar 10, 11 dan

    12 di atas. Laju penguapan air awal pada suhu 50oC untuk ketan hitam sebesar 8,83 gH2O/jam dan untuk

    ketan putih sebesar 6,39 gH2O/jam. Pada suhu 55oC laju penguapan air awal ketan hitam 10,21 gH2O/jam

    dan 7,53 gH2O/jam untuk ketan putih. Dan untuk suhu 60oC laju penguapan wal ketan hitam sebesar 11,38

    gH2O/jam dan 10,21 gH2O/jam untuk ketan putih. Laju penguapan air akan semakin kecil hingga berat bahan

    konstan.

    Pada Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka laju penguapan

    air bahan akan semakin besar. Ketan hitam dengan suhu pengeringan 60oC memiliki laju penguapan air yang

    lebih besar dari ketan hitam dengan suhu pengeringan 50 dan 55

    oC dan sebaliknya. Sama halnya dengan

    ketan hitam, ketan putih pun mengalami kenaikan laju penguapan air di setiap kenaikan suhu udara

    pengering. Meningkatnya laju penguapan air menyebabkan waktu pengeringan lebih cepat. Hal tersebut

    sesuai dengan pernyataan Taib (1988) yang menyatakan bahwa Laju penguapan air bahan dalam pengeringan

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    H2O

    /Jam

    )

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    H2

    O/J

    am)

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

  • 12

    sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan

    yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan

    air dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas

    yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang

    dikeringkan.

    Laju penguapan air mempengaruhi kadar air bahan. Semakin banyak air yang menguap dari dalam

    bahan akibat tingginya suhu di luar permukaan bahan maka kadar air di dalam bahan semakin kecil.

    Hubungan antara penurunan kadar air dan laju penguapan air dapat dilihat pada Gambar 15, 16, 17, 18 dan

    19 berikut ini.

    Gambar 15. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering dan Laju Penguapan Air Ketan Hitam Selama Proses

    Pengeringan Pada Suhu 50oC

    Gambar 16. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering dan Laju Penguapan Air Ketan Hitam Selama Proses

    Pengeringan Pada Suhu 55oC

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    05101520253035404550

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /Jam

    )

    Kadar Air Basis Kering (%)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    05101520253035404550

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /Jam

    )

    Kadar Air Basis Kering(%)

    Ketan Hitam Ketan Putih

  • 13

    Gambar 17. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering dan Laju Penguapan Air Ketan Hitam Selama Proses

    Pengeringan Pada Suhu 60oC

    Gambar 18. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering dan Laju Penguapan Air Ketan Hitam Selama Proses

    Pengeringan Pada Tiga Level Suhu

    Gambar 19. Pola Penurunan Kadar Air Basis Kering dan Laju Penguapan Air Ketan Putih Selama Proses

    Pengeringan Pada Tiga Level Suhu

    Gambar 15, 16 dan 17 di atas memperlihatkan hubungan antara kadar air dan laju penguapan air ketan

    hitam dan ketan putih pada suhu pengeringan 50, 55 dan 60oC. Besar kecilnya laju penguapan air ketan hitam

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    05101520253035404550

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir (

    gH

    2O

    /Jam

    )

    Kadar Air Basis Kering (%)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    05101520253035404550

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir

    (gH

    2O

    /Jam

    )

    Kadar Air Basis Kering (%)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    05101520253035404550

    Laj

    u P

    enguap

    an A

    ir

    (gH

    2O

    /Jam

    )

    Kadar Air Basis Kering (%)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

  • 14

    dan ketan putih dipengaruhi pula oleh kandungan air dalam bahan dan suhu pengeringan. Pada Gambar 18

    dan 19 memperlihatkan bangaimana kenaikan suhu pengeringan mempengaruhi besarnya laju penguapan dan

    besarnya penurunan kadar air bahan. Kandungan air bebas ketan hitam lebih banyak dari pada ketan putih,

    hal inilah yang menyebabkan ketan hitam memiliki laju penguapan air awal yang lebih besar dari pada ketan

    putih, sedangkan ketan putih memliki kandungan air terikat yang lebih banyak sehingga pada awal

    pengeringan memiliki laju penguapan yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismandari (2008)

    yang menyatakan bahwa perubahan laju penguapan terlihat fluktuatif selama periode akhir pengeringan

    namun cenderung terus mengalami penurunan. Penurunan kadar air yang fluktuatif menjelaskan bahwa air

    dalam bahan masih berpotensi untuk mengalami penguapan selama periode akhir pengeringan. Hal tersebut

    terjadi sebab selama proses pengeringan, terutama pengeringan biji-bijian, selain adanya air bebas yang

    cenderung lebih mudah menguap selama periode awal pengeringan, adapula air terikat yaitu air yang sulit

    untuk bergerak naik ke permukaan bahan selama pengeringan sehingga laju penguapan air semakin lama

    semakin menurun.

    4.4 Pola Penurunan Moisture Ratio

    Proses pengeringan yang telah dilakukan tidak hanya menunjukkan penurunan laju kadar air padi ketan,

    tetapi juga memperlihatkan terjadinya penurunan nilai Moisture ratio (MR) selama proses pengeringan

    berlangsung untuk masing-masing suhu pengeringan. Kenaikan suhu udara pengeringan mengurangi waktu

    yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang

    pengeringan meningkat. Sedangkan pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat dan

    kadar air bahan akan semakin berkurang. Laju penurunan nilai MR terhadap waktu pengeringan ditunjukkan

    pada Gambar 20, 21, 22, 23 dan 24 berikut ini.

    Gambar 20. Pola Penurunan Moisture ratio (MR) Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 50oC

    Gambar 21. Pola Penurunan Moisture ratio (MR) Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 55oC

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1,0

    1,1

    1,2

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Mo

    istu

    re R

    atio

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1,0

    1,1

    1,2

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Mois

    ture

    Rat

    io

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

  • 15

    Gambar 22. Pola Penurunan Moisture ratio (MR) Selama Proses Pengeringan Untuk Suhu 60oC

    Gambar 23. Pola Penurunan Moisture ratio (MR) Ketan Hitam Selama Proses Pengeringan Untuk Tiga Level

    Suhu

    Gambar 24. Pola Penurunan Moisture ratio (MR) Ketan Putih Selama Proses Pengeringan Untuk Tiga Level

    Suhu

    Berdasarkan Gambar 20, 21 dan 22 di atas, penurunan nilai MR (Moisture ratio) yang terjadi sejalan

    dengan penurunan nilai kadar air bahan selama proses pengeringan. Perubahan nilai MR sangat dipengaruhi

    oleh nilai perubahan kadar air basis kering bahan. Bahan dengan kadar air yang rendah memiliki nilai MR

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1,0

    1,1

    1,2

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Mois

    ture

    Rat

    io

    Lama Pengeringan (Jam)

    Ketan Hitam Ketan Putih

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1,0

    1,1

    1,2

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Mo

    istu

    re R

    atio

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1,0

    1,1

    1,2

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

    Mois

    ture

    Rat

    io

    Lama Pengeringan (Jam)

    T : 50ᵒC T : 55ᵒC T : 60ᵒC

  • 16

    kecil. Pada Gambar 23 dan 24 memperlihatkan bahwa peningkatan suhu pengeringan memperkecil nilai MR

    karena kadar air bahan pada suhu pengeringan yang tinggi cepat mengalami penurunan sehingga nilai MR

    juga kecil. Nilai MR diatas, selanjutnya digunakan untuk menentukan model pengeringan terbaik dari ketan

    hitam dan ketan putih.

    4.5 Model Pengeringan Lapisan Tipis

    Ada lima jenis model pengeringan yang akan diuji pada penelitian ini untuk mendeteksi perilaku MR

    yang terdapat pada Gambar 20 sampai Gambar 24 di atas. Kelima model disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

    Tabel 2. Daftar Model Pengeringan Lapisan Tipis yang Diuji

    Model Pengeringan Bentuk Eksponensial

    Newton MR : exp(-kt)

    Henderson & Pabis MR : a.exp(-kt)

    Page MR : exp(-ktn)

    Thompson MR : a + bt + bt2

    Two-terms Exponential MR : a.exp(-kt) + (i-a).exp(-kbt)

    Sumber : Meisami dkk., 2010.

    Penentuan nilai konstanta k, i, a, b, c dan n setiap model pengeringan di atas membutuhkan aplikasi dari

    Microsoft Office Excel Solver dalam penentuannya. Analisis didasarkan pada usaha untuk meminimalkan

    total kuadrat selisih dari MR Observasi dan MR Prediksi. Solver akan otomatis mencari dan menampilkan

    nilai konstanta yang ada pada model terkait sehingga total kuadrat selisih antara MR Observasi dan MR

    Prediksi bernilai minimal. Nilai R2

    (Coefficient of Determinat), χ2 (Chi Square) dan RMSE (Root Mean

    Square Error) digunakan untuk melihat tingkat kesesuaian model pengeringan dengan hasil observasi. Untuk

    nilai R2

    mendekati nilai 1, maka tingkat kesesuaian model pengeringan dengan hasil observasi sangat besar.

    Untuk nilai χ2 dan RMSE apabila mendekati nilai nol menunjukkan bahwa model pengeringan mendekati

    hasil observasi. Nilai dari setiap konstanta pada masing-masing model pengeringan yang diuji dapat dilihat pada Tabel

    7 berikut ini.

    Tabel 3. Hasil Analisa Persaman Matematika Model Pengeringan T

    (oC)

    Model

    Pengeringan Ketan k i a b c n R

    2

    50

    Newton Hitam 0,273

    0,997

    Putih 0,247

    0,998

    Henderson &

    Pabis

    Hitam 0,280 1,029

    0,997

    Putih 0,260 1,052

    0,997

    Page Hitam 0,228 1,121 0,998

    Putih 0,190 1,167 0,999

    Thompson Hitam 0,878 -0,141 0,005

    0,977

    Putih 0,910 -0,139 0,005

    0,974

    Two-terms Exponential Hitam 0,268 1,034 1,017 0,355

    0,997

    Putih 0,247 1,054 1,039 0,461

    0,996

    55

    Newton Hitam 0,292

    0,995

    Putih 0,256

    0,992

    Henderson &

    Pabis

    Hitam 0,296 1,016

    0,994

    Putih 0,270 1,057

    0,989

    Page Hitam 0,251 1,103 0,996

    Putih 0,176 1,240 0,996

    Thompson Hitam 0,894 -0,161 0,007

    0,988

    Putih 0,950 -0,162 0,007

    0,995

    Two-terms Exponential Hitam 0,275 1,021 0,997 0,443

    0,997

    Putih 0,242 1,060 1,031 0,616

    0,993

    60

    Newton Hitam 0,329

    0,994

    Putih 0,308

    0,994

    Henderson & Pabis

    Hitam 0,331 1,006

    0,994

    Putih 0,321 1,044

    0,992

    Page Hitam 0,299 1,073 0,994

    Putih 0,235 1,196 0,997

    Thompson Hitam 0,880 -0,174 0,008

    0,985

    Putih 0,920 -0,178 0,008

    0,990

    Two-terms Exponential Hitam 0,309 1,003 0,989 0,675

    0,996

    Putih 0,296 1,054 1,025 0,388

    0,994

    Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.

  • 17

    Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa Model Page dengan tiga level suhu berbeda (50, 55 dan 60oC) dan

    kecepatan aliran udara 1.0 m/s untuk ketan hitam dan ketan putih memiliki nilai R2

    yang lebih besar

    dibandingkan empat persaman lainnya yakni Model Newton, Model Henderson & Pabis, Model Thompson

    dan model Two-terms Exponential. Hal ini menunjukkan bahwa Model Page adalah model terbaik untuk

    merepresentasikan pengeringan lapisan tipis gabah ketan hitam dan ketan putih karena memiliki nilai

    kesesuaian yang besar terhadap karakteristik lapisan tipis padi ketan. Untuk memastikan bahwa Model Page

    merupakan model yang terbaik, pada Tabel 4 berikut ini disajikan nilai R2 (Coefficient of Determinat) serta

    hasil perhitungan χ2 (Chi Square) dan RMSE (Root Mean Square Error). Karena menurut Nugroho (2012)

    kesesuaian antara data eksperimen/observasi dengan thin layer model/prediksi model dievaluasi berdasarkan

    nilai dari besarnya R2 (Coefficient of Determinat), penurunan χ

    2 (Chi Squere) dan RMSE (Root Mean Square

    Error). Fitting terbaik akan mempunyai nilai R2 terbesar dan mempunyai χ

    2 dan RMSE terkecil.

    Tabel 4. Nilai R2, χ

    2 dan RMSE Pengeringan Padi Ketan

    T

    (oC)

    Model Pengeringan Ketan χ2 RMSE R

    2

    50

    Newton Hitam 4,327×10

    -4 0,0206 0,997

    Putih 5,907×10-4

    0,0241 0,998

    Henderson & Pabis Hitam 3,797×10

    -4 0,0192 0,997

    Putih 3,884×10-4

    0,0194 0,997

    Page Hitam 1,540×10

    -4 0,0122 0,998

    Putih 5,028×10-5

    0,0070 0,999

    Thompson Hitam 1,944×10

    -3 0,0430 0,977

    Putih 2,821×10-3

    0,0518 0,981

    Two-terms Exponential Hitam 2,199×10

    -4 0,0143 0,997

    Putih 9,546×10-4

    0,0298 0,996

    55

    Newton Hitam 6,263×10

    -4 0,0248 0,995

    Putih 1,567×10-3

    0,0392 0,992

    Henderson & Pabis Hitam 6,193×10

    -4 0,0244 0,994

    Putih 1,310×10-3

    0,0355 0,989

    Page Hitam 4,102×10

    -4 0,0199 0,996

    Putih 4,565×10-4

    0,0210 0,996

    Thompson Hitam 9,764×10

    -4 0,0303 0,988

    Putih 4,320×10-4

    0,0202 0,995

    Two-terms Exponential Hitam 2,946×10

    -4 0,0165 0,997

    Putih 6,602×10-4

    0,0247 0,993

    60

    Newton Hitam 6,116×10

    -4 0,0245 0,994

    Putih 1,054×10-3

    0,0321 0,994

    Henderson & Pabis Hitam 6,219×10

    -4 0,0244 0,994

    Putih 9,191×10-4

    0,0297 0,992

    Page Hitam 5,098×10

    -4 0,0221 0,994

    Putih 3,452×10-4

    0,0182 0,997

    Thompson Hitam 1,196×10

    -3 0,0335 0,985

    Putih 9,147×10-4

    0,0293 0,990

    Two-terms Exponential Hitam 3,455×10

    -4 0,0178 0,996

    Putih 5,068×10-4

    0,0216 0,994

    Sumber : Data primer setelah diolah, 2014.

    4.6 Hubungan Antara MR Prediksi Model Page dengan MR Hasil Observasi

    Nilai MR prediksi dihitung berdasarkan nilai konstanta k dan n pada Tabel 3 di atas untuk ketan hitam

    dan ketan putih pada tiga level suhu (50, 55 dan 60oC). Hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk grafik

    bersama nilai MR observasi. Grafik tersebut menunjukkan nilai MR prediksi Model Page dengan MR hasil

    observasi seperti yang ditunjukkan dengan nilai ‘slope’ yang mendekati 1.0 dan R2

    yang mendekati 1.0.

    Kesesuaian model matematis dengan data yang digunakan dapat ditunjukkan dengan besarnya nilai R2 atau

    juga disebut koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa kesalahan dalam

    mempertimbangkan y dapat direduksi dengan menggunakan informasi yang dimiliki variabel. Model tersebut

    diangggap sempurna apabila nilai R2

    = 1, dengan kata lain R2

    merupakan petunjuk validasi data dimana

    0,8

  • 18

    Gambar 25. Grafik Hubungan MR Model Page Dan MR Hasil Pengamatan Selama Proses Pengeringan

    Untuk Suhu 50oC

    Gambar 26. Grafik Hubungan MR Model Page Dan MR Hasil Pengamatan Selama Proses Pengeringan

    Untuk Suhu 55oC

    Gambar 27. Grafik Hubungan MR Model Page Dan MR Hasil Pengamatan Selama Proses Pengeringan

    Untuk Suhu 60oC

    Ketan Hitam

    y = exp (-0,228*(t)1,121)

    RMSE = 0,0122

    Ketan Putih

    y = exp (-0,190*(t)1,167)

    RMSE = 0,0070

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1

    0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

    MR

    Pre

    dik

    si

    MR Observasi

    T : 50ᵒC Ketan Hitam T : 50ᵒC Ketan Putih Linear (T : 50ᵒC Ketan Hitam) Linear (T : 50ᵒC Ketan Putih)

    Ketan Hitam

    y = exp (-0,251*(t)1,103)

    RMSE = 0,0199

    Ketan Putih

    y = exp (-0,176(t)1,240)

    RMSE = 0,0210

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1

    0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

    MR

    Pre

    dik

    si

    MR Observasi

    T : 55ᵒC Ketan Hitam T : 55ᵒC Ketan Putih Linear (T : 55ᵒC Ketan Hitam) Linear (T : 55ᵒC Ketan Putih)

    Ketan Hitam

    y = exp (-0,299*(t)1,073)

    RMSE = 0,0221

    Ketan Putih

    y = exp (-0,235*(t)1,196)

    RMSE = 0,0182

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1

    0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

    MR

    Pre

    dik

    si

    MR Observasi

    T : 60ᵒC Ketan Hitam T : 60ᵒC Ketan Putih Linear (T : 60ᵒC Ketan Hitam) Linear (T : 60ᵒC Ketan Putih)

  • 19

    Gambar 25, 26 dan 27 menunjukkan perbedaan nilai konstanta (k dan n) dari Model Page (MR = exp (-

    ktn) untuk menentukan nilai MR prediksi dari ketan hitam dan ketan putih pada pengeringan dengan tiga

    level suhu (50, 55 dan 60oC). Pada pengeringan dengan suhu 50

    oC nilai R

    2 dari MR

    observasi ketan hitam

    dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus MR = exp (-0,228*(t)1,121

    ) sebesar 0,998 dan R2

    dari MR

    observasi ketan putih dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus

    MR = exp (-0,190*(t)1,167

    ) sebesar 0,999. Pada pengeringan dengan suhu 55oC nilai R

    2 dari MR

    observasi

    ketan hitam dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus MR = exp (-0,251*(t)1,103

    ) sebesar

    0,996 dan R2 dari MR

    observasi ketan putih dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus MR =

    exp (-0,176*(t)1,240

    ) sebesar 0,996. Pada pengeringan dengan suhu 60oC nilai R

    2 dari MR

    observasi ketan

    hitam dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus MR = exp (-0,299*(t)1,073

    ) sebesar 0,994 dan

    R2

    dari MR observasi ketan putih dengan nilai MR Model Page yang didapatkan dari rumus MR = exp (-

    0,235*(t)1,196

    ) sebesar 0,997. Penentuan nilai MR Model Page dari penelitian ini hanya berlaku untuk

    pengeringan lapisan tipis gabah ketan dengan interval suhu 50 < T > 60 dan interval kelembaban relatif 30 <

    RH > 60 serta dengan kecepatan udara pengeringan 1.0 m/s.

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada gabah ketan hitam dan ketan putih dapat disimpulkan

    bahwa :

    1. Penurunan kadar air basis kering ketan hitam lebih besar dari ketan putih sehingga lebih cepat mencapai kadar air kesetimbangan.

    2. Padi ketan hitam memiliki laju penguapan air lebih besar daripada ketan putih di tiga level suhu pengeringan.

    3. Model pengeringan yang paling sesuai untuk padi ketan hitam dan ketan putih adalah Model Page. 4. Kesesuaian antara MRobservasi dengan MRModel Page untuk ketan putih lebih baik daripada ketan hitam

    berdasarkan nilai R2.

    5.2 Saran

    Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dalam pengembangan model pengeringan lapisan tipis gabah

    ketan selain 5 model yang digunakan dalam peneitian ini dengan kontrol suhu pengeringan, RH dan

    kecepatan aliran udara yang berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan

    perbandingan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Basunia, M.A. dan M.A., Rabbani. 2011. Best Fitted Thin-Layer Re-Wetting Model for Medium-Grain Rough

    Rice. Journal of Stored Products and Postharvest Research Vol. 2 (9), Hal. 176-183.

    Brooker, D.B., F.W., Bakkerarkema dan C.W., Hall. 1981. Drying Cereal Grains. Avi Publishing Company

    Inc. West Port, Connecticut.

    Garavand, A.T., Shahin, R dan Alireza, K. 2011. Mathematical Modeling of Thin Layer Drying Kinetics of

    Tomato Influence of Air Dryer Conditions. International Transaction Journal of Engineering,

    Management, & Applied Science & Technologies Vol. 2, No. 2, Hal.147-160.

    Harrys, P.M.J. 2010. Uji Lama Pengeringan dan Tebal Tumpukan pada Pengeringan Ubi Jalar dengan Alat

    Pengering Surya Tipe Rak. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas

    Sumatera Utara.

    Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Henderson, S.M. dan R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed. The AVI Publ. Co., Inc,

    Wesport, Connecticut, USA.

    Ismandari, T., L. Hakim, C. Hidayat, Supriyanto dan Y. Pranoto. 2008. Pengeringan Kacang Tanah (Arachis

    hypogaeal) Menggunakan Solar Dryer. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian.

    Yogyakarta.

    Istadi, S.S. dan D. Soetrisnanto. 2002. Penentuan Konstanta Pengeringan dalam Sistem Pengeringan Lapis

    Tipis (Thin Layer Dring). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia. Inovasi Produk

    Berkelanjutan, Hotel Sahid Jaya Jakarta.

    Kashaninejad, M., A. Mortazavi, A. Safekordi dan L.G.,Tabil. 2007. Thin Layer Drying Characteristics and

    Modeling of Pistachio Nuts. Journal of Food Engineering Vol. 78, Hal. 98-108.

  • 20

    Mahadi. 2007. Model Sistem dan Analisa Pengering Produk Makanan. USU Repository. Universitas

    Sumatera Utara.

    Meisami, asl E., S. Rafiee, A. Keyhani dan A. Tabatabaeefar. 2010. Determination of Suitable Thin Layer

    Drying Curve Model for Apple Slices (variety-Golab). Plant Omics Journal POJ Vol. 3, No. 3,

    Hal.103-108.

    Nailufar, A.A., Basito, dan Choirul, A. 2012. Kajian Karakteristik Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa)

    pada Beberapa Jenis Pengemas Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan Vol. 1, No. 1,

    Hal. 121-132.

    Shyamali, A.K., H.H.E., Jayaweera dan T.R., Ariyaratne. 2009. Thin-layer Drying of Some Sri Lankan Paddy

    Varieties Under Low Humid Conditions. Centre for Instrument Development. Department of

    Physics. University of Colombo.

    Singh, R.P. dan D.R., Heldman, 2009. Introduction to Food Engineering. Academic Press, Elsevier.

    Sitkei, G. 1986. Mechanics of Agricultural Materials. Developments in Agricultural Engineering 8. Elsevier

    Science Publishers. Budapest, Hungary.

    Taib, G., Sa’id, E.G., dan Wiraatmaja, S. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.

    Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

    Taufiq, M. 2004. Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pengeringan Jagung pada Pengering Konvensional

    dan Fluidized Bed. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

    Widyotomo, S. dan Sri, M. 2005. Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi Robusta Lapis Tebal. Study of

    Drying Characteristic Robusta Coffe with Thick Layer Drying Method. Buletin Ilmiah INSTIPER

    Vol. 12, No. 1, Hal. 15-37.

    Winarno, F.G. 1984. Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.