Top Banner
MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH Upaya Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan Dr. AKHMAD, S.E., M.Si AMIR, SE., M.Si., M.Pd., Ak., CA Azkiya Publishing 2020
152

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

May 17, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

1

MENANGGULANGI

KEMISKINAN

DI DAERAH

Upaya Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah

Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan

Dr. AKHMAD, S.E., M.Si

AMIR, SE., M.Si., M.Pd., Ak., CA

Azkiya Publishing

2020

Page 2: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

2

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

Penulis : Dr. Akhmad, S.E., M.Si

Amir, SE., M.Si., M.Pd., Ak., CA.

Editor : Masud Muhammadiah

Abdul Kodir | Abdul Munir

Desain Cover : Zul

Diterbitkan Oleh :

Azkiya Publishing

Prum Bukit Golp Arcadia Housing F6 No 10

Leuwinaggung Gunung Putri Bogor

Bekerjasama dengan Colli Puji’e FKIP

Sastra UNIBOS

Didistribusikan Oleh:

Pustaka AQ

Nyutran MG II 14020 Yogyakarta

[email protected]

HP 0895603733059

ISBN : 978-623-7952-27-5

14x21 cm = xii+140 halaman

Cetakan Pertama Mei 2020

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang

Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau

memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau

denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,

mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau

barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama

5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah).

ii

Page 3: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,

karena dengan izin dan pertolongan-Nya sehingga

penulis dapat Membuat laparan kemajuan hibah

bersaing ini dengan judul: Menanggulangi Kemiskinan

di Daerah

Pada kesempatan ini penulis dengan hati yang

tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada, Bapak Dr. Prof. Dr. Abdul Rahman Rahim,

S.E., MM. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Makassar, Bapak Ismail Rasulong, S.E, M.M. Selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Makassar, Bapak Dr. Ir Dr.

Ir.Abubakar Idhan, MP, selaku Ketua LP3M Unismuh

Makassar, yang membeli kesampatan dan motivasi

kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian

menulisan buku referensi ini.

Ucapkan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada: Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan yang telah bersedia

membiayai penelitian ini. Kepala L2DIKTI Wilayah

IX Sulawesi yang senantiasa memberi dorongan

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

Para responden yang telah bersedia memberikan

iii

Page 4: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

4

data dan keterangan yang dibutuhkan dalam karya ini.

Semua pihak yang telah membetu peneliti yang tidak

sempat penuilis sebut satu per santau namanya dalam

tulisan ini.

Penulis berharap agar karya ini dapat

memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat,

pemerintah dan peneliti-peneliti lainnya. Penulis

menyadari bahwa laporan kemujuan masih ini masih

membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu saran

dan kritik dari berbagai pihak sangat kami harapkan

demi penyempurnaan di masa yang akan datang.

Makassar,

Nopember 2019

Penulis

iv

Page 5: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

5

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................... iii

Daftar Isi .............................................................. v

Daftar Tabel .........................................................ix

Daftar Gambar .....................................................xi

Bagian 1

Dilema Masyarakat Miskin .................................. 13

Bagian 2

Kebijakan Fiskal dan Desentralisasi Fiskal .......... 19

A. Kebijakan Fiskal ............................................. 19

B. Desentralisasi Fiskal ....................................... 26

Bagian 3

Kemiskinan ......................................................... 33

A. Pengertian Kemiskinan ................................... 33

B. Teori Kemiskinan ........................................... 36

C. Cara Pandang Terhadap Kemiskinan ............... 37

Bagian 4

Metode Penelitian ................................................ 43

A. Lokasi Penelitian ............................................ 43

B. Jenis dan Sumber Data .................................... 43

C. Spesifikasi Model ............................................ 44

I. Blok Fiskal .................................................. 45

II. Blok Permintaan Agregat Daerah ............... 47

II. Blok Kinerja Prekonomian ......................... 47

D. Indentifikasi Model ......................................... 49

E. Metode Pendugaan Model ............................... 51

F. Validasi Model ................................................ 52

G. Simulasi Model .............................................. 54

v

Page 6: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

6

Bagian 5

Gambaran Umum Lokasi ..................................... 55

A. Kondisi Geografis ........................................... 55

B. Penduduk dan Tenaga Kerja ........................... 56

C. Kondisi Fiskal Daerah ..................................... 60

D. Penerimaan Daerah ......................................... 60

E. Pendapatan Asli Daerah .................................. 60

F. Transfer Dana dari Pemerintah Daerah ............. 64

G. Pengeluaran Daerah ........................................ 67

H. Belanja Pegawai ............................................. 67

I. Belanja Barang dan Jasa ................................... 68

J. Belanja Modal ................................................. 69

K. Belanja Pendidikan ......................................... 70

L. Belanja Sosial ................................................. 72

M. Kondisi prokonimian ...................................... 73

N. Perkembangan Produk Domestik Regional

Bruto ............................................................... 73

O. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ........ 74

Bagian 6

Hasil Estimasi ..................................................... 76

A. Hasil Estimasi Blok Fiskal Daerah .................. 76

B. Penerimaan Pemerintah Daerah ...................... 76

C. Pajak Daerah ................................................... 77

D. Retribusi Daerah ............................................. 79

E. Dana Alokasi Umum ....................................... 81

F. Dana Bagi Hasil .............................................. 82

G. Pengeluaran pemerintah Daerah ...................... 84

H. Belanja Pegawai ............................................. 84

I. Belanja Barang dan Jasa ................................... 86

J. Belanja Modal ................................................. 87

K. Belanja Sosial ................................................. 88

L. Kerangka Blok Permintaan Agregat ............... 90

vi

Page 7: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

7

M. Komsumsi Swasta .......................................... 90

N. Investasi Swasta ............................................ 92

O. Ekspor Daerah ............................................... 95

P. Impor Daerah ................................................. 96

Q. Krangka Blok Kinerja Perekonomian ............. 97

R. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Tani. 97

S. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Industri dan Perdagangan ................................ 99

T. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Industri dan Perdagangan ............................... 101

U. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Lain 103

V. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian .... 105

W. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Non

Pertanian ....................................................... 108

Bagian 7

Simulasi Model Pengeluaran Pemerintah Daerah . 113

A. Validasi Model .............................................. 113

B. Simulasi Kebijakan ........................................ 115

C. Dampak Peningkatan Belanja Moal 20% ....... 115

D. Dampak peningkatan Total Pengeluaran

Pemerintah 20% ............................................. 117

E. Dampak Peningkatan Investasi 20% ............... 120

Bagian 8

Efektivitas Pengeluaran Pemerintah Daerah

Terhadap Perekonomian dan Kemiskinan ........... 122

A. Analisis Belanja Modal Terhadap Produk

Domestik Regional Bruto .............................. 123

B. Analisis Belanja Modal Terhadap Kemiskinan 126

C. Analisis Belanja Modal Terhadap

Pengangguran .................................................. 129

vii

Page 8: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

8

D. Analisis Produk Domestik Regional Bruto

Terhadap Kemiskinan ..................................... 131

E. Analisis Produk Domestik Regional Bruto

Terhadap Pengangguran ................................. 133

Bagian 9

A. Kesimpulan ................................................... 138

B. Implikasi Kebijakan ........................................ 141

C. Saran ............................................................. 143

Daftar Pustaka .................................................... 145

Profil Penulis ...................................................... 150

viii

Page 9: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

9

DAFTAR TABEL

1. Deskripsi Teori Utama Tentang Kemiskinan -37

2. Perkembangan Penduduk Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 57

3. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 58

4. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-

2014 - 59

5. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-

2014- 61

6. Perkembangan Pajak Daerah Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-20014 -62

7. Perkembangan Retribusi Daerah Kabupaten Kota

di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 63

8. Perkembangan Dana Alokasi Umum Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-

2014 - 64

9. Perkembangan Dana Bagi Hasil Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 65

10. Perkembangan Dana Alokasi Khusus Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014

- 66

ix

Page 10: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

10

11. Perkembangan Belanja Pegawai Kabupaten Kota di ProvinsiSulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 67

12. Perkembangan Belanja Barang dan Jasa Kabupaten Kota

di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014- 68

13. Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 69

14. Perkembangan Belanja Pendidikan Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 71

15. Perkembangan Belanja Sosial Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 73

16. Perkembangan PDRB Kabupaten Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2014 - 74

17. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014 - 75

18. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Fiskal Daerah - 78

19. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Permintaan

Agregat Daerah - 92

20. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Kinerja

Perekonomian - 105

21. Hasil Validasi Model Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi

Sulawesi Selatan - 114

22. Dampak Kenaikan Belanja Modal 20 Persen - 116

23. Dampak Kenaikan Total pengeluaran pemerintah 20

Persen - 119

24. Dampak Kenaikan Investasi Pemerintah 20 Persen - 120

x

Page 11: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

11

DAFTAR GAMBAR

1. Dampak Kebijakan Pemerintah dalam Jangka

Pendek - 24

2. Dampak Kebijakan Pemerintah dalam Jangka

Panjang - 25

3. Skema Penanggulangan Kemiskinan Dalam Era

Desentralisasi - 41

4. Keterkaitan antar Variabel Model Pengeluaran

Pemerintah Daerah terhadap Kemiskinan

kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan - 49

5. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2007-

2010 - 124

6. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2011-

2014 - 124

7. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk

Miskin Tahun 2007-2010 - 127

8. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk

Miskin Tahun 2011-2014 - 128

9. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran

xi

Page 12: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

12

Tahun 2007-2010 - 130

10. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata

Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran

Tahun 2011-2014 - 131

11. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk

Domestik RegionalBruto dengan Tingkat Rata-

rata Kemiskinan Tahun 2007-2010 - 133

12. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk

Domestik RegionalBruto dengan Tingkat Rata-

rata Kemiskinan Tahun 2011-2014 - 133

13. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk

Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-

rata Pengangguran Tahun 2007-2010 - 136

14. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk

Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-

rata Pengangguran Tahun 2011-2014 - 136

xii

Page 13: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

13

BAGIAN 1

DILEMA MASYARAKAT MISKIN

emiskinan di Indonesia hingga saat ini

masih dianggap sebagai persoalan yang

serius, meskipun jumlah penduduk

miskin terus mengalami penurunan yang cukup

besar terutama selama tahun 1970-an hingga

pertengahan tahun 1990-an. Badan pustat statistik

mengatakan bahwa pada tahun 1976, jumlah

menduduk miskin diperkirakan sebesar 54,2 juta

jiwa atau 40.08 persen dari jumlah penduduk, dan

telah berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau 11,34

pesen dari total penduduk tahun 1996. Hal

tersebut menujukkan bahwa selama kurang waktu

1976 sampai 1996, jumlah penduduk miskin

Indonesia mengalami penurunan rata-rata 6,5

persen per tahun

Krisis ekonomi yang terjadi sejak juli 1997

membawa dampak negatif bagi kehidupan

K

Page 14: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

14

masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi,

memburuknya pelayanan kesehatan dan

pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan

sarana umum. Menurut Badan Pusat Statistik

jumlah penduduk meskin meningkat menjadi 49,6

juta jiwa (24,3 persen) pada tahun 1998.

Sejalan dengan membaiknya kondisi

perekonomian yang diikuti oleh terkendalinya

harga barang dan jasa, dan meningkatnya

pendapatan masyarakat, maka jumlah penduduk

miskin menurun secara bertahap menjadi 30,02

juta jiwa atau 12,49 persen pada tahun 2011. Dari

jumlah penduduk miskin tersebut 18,97 juta jiwa

atau 15,72 persen berada di persedesaan dan 11,05

juta jiwa atau 9,23 persen perada di perkotaan

(Badan Pusat Statistik, 2012).

Dengan jumlah penduduk miskin yang

masih cukup besar ini, maka kemiskinan di

Indonesia masih dianggap sebagai persoalan serius

dan karenanya diperlukan upaya-upaya

pemecahan yang lebih serius di masa yang datang.

Untuk memecahkan masalah kemiskinan

pemerintah telah mengeluarkan berbagai

kebijakan baik yang bersifat umum maupun yang

khusus untuk menangani masalah kemiskinan itu

seperti PNPM Mandiri.

Todaro dan Smith (2009) mendeskripsikan

dengan sangat baik siapa sesunggunya kaum

miskin (the foor) yaitu mereka ini berjumlah lebih

Page 15: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

15

dari 6 milyar jiwa, nasibnya jauh kurang

beruntung karena sehari-harinya harus hidup

dalam kondisi kekurangan. Mereka tidak memiliki

rumah sendiri, dan kalaupun punya, ukurannya

begitu kecil. Persediaan makanan juga acapkali

tidak memadai. Kondisi kesehatan mereka

umumnya tidak begitu baik atau bahkan buruk,

dan banyak dari mareka yang buta huruf, serta

menganggur. Masa depan mereka untuk mencapai

suatu kehidupan yang lebih baik biasanya suram,

atau sekurang-kurangnya tidak menentu.

Dengan demikian jelas bahwa masalah

kemiskinan sesungguhnya bukanlah semata-mata

masalah kekurangan pendapatan dan harga, akan

tetapi lebih dari pada itu. Masalah kemiskinan

adalah masalah rendahnya kualitas sumberdaya

manusia, kemiskinan adalah masalah sandang,

pangan, dan papan; kemiskinan adalah masalah

lapangan kerja. Intinya kemiskinan adalah

masalah serba kekurangan dan merupakan

fenomena yang banyak terjadi daerah perdesaan

dan pada umumnya bergerak sektor pertanian.

Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai

babak baru penyelenggaraan pemerintahan, ketika

diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah,

yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah kemudian direvisi dengan

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Undang-

Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Page 16: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

16

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang

selajutnya direvsisi dengan Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004

Dalam era otonomi daerah dewasa ini,

pemerintah daerah memiliki wewenang yang hampir

penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal mereka.

Pemerintah provinsi dan kabupaten kota, saat ini

mengelola sekitar 36 persen dari total pengeluaran

publik, dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan

1990-an yang hanya berjumlah sekitar 24 persen

(World Bank. 2007).

Kebijakan fiskal adalah bentuk intervensi

pemerintah untuk mempengaruhi jalannya

perekonomian dengan maksud agar keadaan

perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan

yang diinginkan dengan alat (policy instrument

variable) berupa Pajak (T), Transfer Pemerintah (Tr),

dan Pengeluaran Pemerintah (G). Kebijakan fiskal

disebut kebijakan anggaran (budgetary policy),

dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), (Romer, 2001).

Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang

terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi dengan luas

daratan 45 574.48 km persegi, meliputi 21 kabupaten

dan tiga kota, dengan jumlah penduduk sebesar 8 032

551 jiwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,

merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar

di kawasan timur Indonesia. Sekaligus merupakan

provinsi penghasil pengan terbesar yang ada di luar di

Page 17: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

17

Pulau Jawa. Kondisi perekonomian kabupaten kota di

Propinsi Sulawesi Selatan dewasa ini masih

didominasi oleh sektor pertanian, kerena menyediakan

lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk. Pada

tahun 2011 tenaga kerja yang terserap pada sektor

pertanian sebesar 49.20 persen, dan penyumbang 29

persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB).

Provinsi Sulawesi Selatan sebagi provinsi

dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan timur

Indonesia, dengan sebagian besar penduduknya

hidup pada sektor pertanian, belum dapat

melepaskan diri dengan persoalan kemiskinan.

Data badan pusat statistik Provinsi Sulawesi

Selatan menunjukkan bahwa angka kemiskinan di

daerah ini masih tinggi yaitu 10,29 persen atau

sebesar 832.910 jiwa pada tahun 2011, dari jumlah

tersebut lebih dari dan 80 persen atau sebesar

695.890 jiwa berada di perdesaan dengan mata

pencaharian utama sektor pertanian, dan sisanya

137.020 jiwa berada di perkotaan. Walaupun angka

kemiskinan ini di bawah tingkat rata-rata

kemiskinan nasional 12.49 persen, namun tetap

menjadi persoalan serius dan membutuhkan

keberpihakan dari pemerintah kabupaten dan kota

dalam upaya menanggulangi kemiskinan di

Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil penelitian tahun pertama dan kedua telah

diperoleh model dampak pengeluaran pemerintah

Page 18: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

18

daerah terhadap kemiskinan kabupaten dan kota di

provinsi Sulawesi Selatan. Di samping itu hasil

simulasi kebijakan diperoleh bahwa belanja sosial dan

belanja pendidikan dapat menurunkan angka

kemiskinan meskipun penurunan tersebut relatif

sangat kecil.

Meskipun demikian hasil penelitian tahun

pertama dan kedua, masih bersifat umum dalam arti

belum diketahui kabupaten atau kota mana yang telah

melakukan keberpihakan terhadap masyarakat miskin,

dalam arti kabupaten mana yang telah melakukan

pengeluaran yang cukup berarti dalam menurunkan

angka kemiskinan di daerahnya. Oleh karena

penelitian pada tahun ketiga ini lebih ditujukan untuk

mengetahui kabupaten dan kota yang telah melakukan

keberpihakan yang berarti dan belum berarti. Hal ini

penting dilakukan agar rekomendasi kebijakan yang

dihasilkan lebih tajam untuk masing-masing daerah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam era otonomi daerah dewasa ini, maka

peran dan tanggung jawab pemerintah daerah semakin

besar termasuk di dalamnya bagaimana

menanggulangi kemiskinan di daerahnya.

Page 19: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

19

BAGIAN 2

KEBIJAKAN FISKAL DAN DAN

DESENTRALIASI FISKAL

A. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah bentuk tindakan

pemerintah untuk mempengaruhi jalannya

perekonomian, dengan tujuan agar perekonomian tidak

terlalu menyimpang dari keadaan yang diinginkan

dengan alat (policy instrument variable) berupa pajak

(T), transfer pemerintah (Tr), dan pengeluaran

pemerintah (G) sebagai levels of spending and taxation

(Romer, 2001; Samuelson dan Nordhaus, 2005).

Kebijakan fiskal disebut juga kebijakan anggaran

(budgetary policy) yang dilakukan melalui anggaran

pendapatan dan belanja negara (APBN), (Muhammad,

2004).

Kebijakan fiskal atau anggaran memiliki tiga

fungsi yaitu, (1) fungsi alokasi (allocation function),

(2) fungsi distribusi (distribution function), dan (3)

fungsi stabilisasi (stabilization function). Fungsi

alokasi berkaitan dengan penyediaan barang sosial

Page 20: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

20

(social goods), atau proses penggunaan sumberdaya

keseluruhan yang dibagi di antara barang privat

(private goods), dan barang sosial (social goods) serta

kombinasi barang sosial yang dipilih. Fungsi distribusi

berkaitan dengan pembagian pendapatan dan kekayaan

yang lebih adil dan merata kepada masyarakat.

Sedangkan fungsi stabilisasi untuk mempertahankan

tingkat pekerjaan yang tinggi (high employment),

stabilitas tingkat harga-harga, dan tingkat pertumbuhan

ekonomi yang sesuai, serta berpengaruh pada neraca

perdagangan dan pembayaran, (Musgrave, 1991;

Kementrian Keuangan RI, 2010).

Instrumen kebijakan fiskal adalah variabel

belanja pemerintah (G) atau pajak (T). Bersama-sama

dengan variabel konsumsi masyarakat (C), Investasi

Swasta (I) dan net ekspor (X-M), merupakan

komponen yang mempengaruhi output atau pendapatan

nasional (Y). Dalam keseimbangan makro ekonomi

dirumuskan:

Sementara itu Cullis dan Joness, (1992)

mengatakan bahwa instrumen kebijakan fiskal yang

dapat dilakukan oleh pemerintah terdiri atas instrumen

belanja pemerintah dan pajak. Kedua jenis instrumen

ini secara langsung berpengaruh kepada sektor riil,

dalam hal ini mempengaruhi pengeluaran agregat yang

berdampak pada permintaan agregat. Kebijakan

Page 21: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

21

belanja pemerintah berpengaruh posistif terhadap

permintaan agregat dan pendapatan nasional.

Sementara kebijakan pajak berpengaruh negatif

terhadap permintaan agregat dan pendapatan nasional.

Besarnya pengaruh kedua kebijakan tersebut

ditentukan oleh

efek pengganda (multiplier effect), dimana besarannya

tergantung pada besaran kecenderungan untuk

mengkonsumsi (marginal propensity to consume,

MPC).

Permintaan agregat dapat dinaikkan dengan

cepat hanya melalui kebijakan fiskal (Romer, 2001,

Dornbusch at al. 2008). Anggaran pemerintah

(government budget) adalah bagian penting dalam

model makroekonomi. Keynes mengatakan apabila

perekonomian berada di bawah full employment, maka

permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) atau

menurunkan pajak (T) (McCann, 2001). Dalam

pandangan Keynes, pemerintah mempunyai peran

penting untuk mengatur permintaan agregat (AD),

dalam rangka mempertahankan atau menjaga agar

perekonomian mendekati tingkat kesempatan kerja

penuh (full employment level).

Besaran multiplier pengeluaran pemerintah

dapat diturunkan dari persamaan pendapatan nasional

dari sisi pengeluaran:

Page 22: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

22

Untuk ini kita membuat persamaan konsumsi

menjadi:

dimana

a = konsumsi autonomous

b = MPC

T = pajak penghasilan

Dengan mensubtitusi persamaan 3.2 ke

persamaan 3.1 kita dapat menulis persamaan

pendapatan nasional menjadi:

dengan melakukan transformasi, maka

diperoleh:

Y(1-b) = a-bT + I +G+(X-M) ………….

dengan melakukan difrensiasi terhadap G dan T

akan diperoleh persamaan 2.5 dan persamaan 2.6.

Persamaan 2.5 menunjukkan besaran multiplier dari pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional, merupakan fungsi dari MPC. Jadi semakin tinggi MPC, maka multiplier effec-nya semakin besar.

Dengan cara yang sama diperoleh pula

multiplier effec dari kebijakan pajak yang juga

merupakan fungsi dari MPC:

Page 23: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

23

Pertanyaan yang muncul, adalah kebijakan

manakah yang sebaiknya digunakan oleh pemerintah

dalam melaksanakan kebijakan fiskal. Dornbusch at

al. (2008) mengatakan bahwa tujuan pemerintah dalam

kebijakan fiskal adalah meningkatkan pendapatan

nasional, penyerapan tenaga kerja, dan stabilisasi

ekonomi. Oleh karena itu kebijakan pengeluaran

pemerintah lebih efektif dibanding dengan kebijakan

pajak. Keynesian berpendapat bahwa besarnya respon

para pelaku ekonomi lebih besar pada pengeluaran

pemerintah dibanding dengan pemotongan pajak.

Pengeluaran pemerintah berdampak langsung pada

permintaan agregat dan multiplier-nya, melalui

konsumsi dan investasi pemerintah. Sementara

kebijakan pengurangan pajak bekerja secara tidak

langsung, melalui pajak pendapatan, dan investasi pada

pajak industri. Oleh karena itu, penelitian ini fokus

pada pengeluaran pemerintah. Jadi model yang

dibangun fokus pada perubahan kebijakan pengeluaran

pemerintah dan dampaknya terhadap kinerja

perekonomian.

Kaum klasik memandang perilaku

perekonomian dalam jangka panjang. Sementara

Keynesian melihat perilaku perekonomian dalam

jangka pendek, karena dalam jangka pendek harga-

harga bersifat kaku. Apabila terjadi ekspansi fiskal

dalam jangka pendek, misalnya pemerintah

meningkatkan pengeluarannya atau pemerintah

Page 24: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

24

memotong pajak, maka dalam jangka pendek akan

menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari

AD1 menjadi AD2, sehingga akan meningkatkan output

dari Y1 ke Y2. Apabila terjadi kontraksi fiskal,

misalnya pemerintah mengurangi pengeluarannya atau

pemerintah meningkatkan pajak, maka dalam jangka

pendek akan menggeser kurva permintaan agregat ke

kiri dari AD1 menjadi AD0 seperti pada Gambar 1.

Sumber: Dornbusch at al., 2008; Romer, 2001.

Gambar 1: Dampak Kebijakan Pemerintah dalam

Jangka Pendek

Dalam jangka panjang, kebijakan ekspansi

ataupun kontraksi fiskal akan mempengaruhi harga

dalam jangka panjang tetapi tidak akan mempengaruhi

output (Y) dalam jangka panjang. Misalkan

perekonomian dimulai dalam ekuilibrium jangka

panjang pada titik A, kebijakan ekspansi pemerintah

Page 25: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

25

menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke

atas dari AD1 menjadi AD2, dimana perekonomian

bergeser dari titik A ke titik D (output berada di atas

tingkat alamiah). Ketika harga naik, output secara

berangsur-angsur kembali ke tingkat alamiah, dan

perekonomian bergerak dari titik D ke E. Seperti pada

gambar 2 di bawah ini:

Sumber: Dornbusch at al. 2008; Romer, 2001.

Gambar 2: Dampak Kebijakan Pemerintah dalam

Jangka Panjang

Sedang kebijakan kontraksi pemerintah

menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke

bawah dari AD1 menjadi AD0, dimana perekonomian

bergeser dari titik A ke titik B (output berada di bawah

tingkat alamiah). Ketika harga turun, perekonomian

secara perlahan-lahan pulih dari resesi, perekonomian

bergerak dari titik B ke C seperti pada Gambar 2.

Page 26: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

26

B. Desentralisasi Fiskal

Konsep desentralisasi fiskal yang selama ini

dikenal dengan money follow function (Bahl, 1994)

mensyaratkan bahwa pembagian tugas dan

tanggungjawab kepada pemerintah daerah akan

diiringi dengan pemberian kewenangan kepada

pemerintah daerah dalam hal penerimaan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa hubungan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah perlu dilakukan

pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah

daerah dapat dibiaya dengan sumber-sumber

pembiayaan yang ada.

Sejalan dengan hal tersebut kebijakan

desentralisasi fiskal di Indonesia diwujudkan dalam

bentuk pemberian transfer kepada pemerintah daerah

berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan

penyesuaian, serta dalam bentuk instrumen

peningkatan potensi pendapatan asli daerah (PAD).

Selain kedua kebijakan tersebut pemerintah pusat

juga mengalokasikan anggran kementrian dalam

upaya pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas

perbantuan, (Simanjuntak, 2002; Basri, 2004;

Mardiasmo, 2009)..

Pemberian tanggung jawab yang semakin

besar kepada daerah, harus diikuti oleh kemampuan

daerah untuk memenuhi tingginya kebutuhan

masyarakat akan pelayanan yang semakin baik.

Page 27: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

27

Untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam

mendanai kebutuhan pengeluarannya, dan sekaligus

meningkatkan akuntabilitas daerah, perlu upaya

penguatan kemampuan pemungutan pajak dan

retribusi daerah, (Suparmoko, 2002; Alisjahbana,

2000; Subiyantoro dan Rifat, 2004; Mardiasmo,

2009).

Kebijakan desentralisasi fiskal sesuai Undang-

Undang Nomor 25 tahun 1999, diarahkan untuk:

(1) meningkatkan ketahanan fiskal

berkesinambung-an (fiscal sustainability), (2)

memperkecil ketimpangan keuangan pusat dan

daerah (vertical imbalance), (3) mengkoreksi

ketimpangan kemampuan keuanganantar daerah

(horizontal imbalance), (4)meningkatkan

akutanbilitas,

efektivitas, dan efisiensi kinerja pemerintah daerah,

dan (5) meningkatkan kualitas pelayanan dan

partisipasi masyarakat di sektor publik (Mahi, 2000).

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur

desentralisasi pelimpahan wewenang dan tanggung

jawab di bidang administrasi dan di bidang politik

kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pelimpahan

wewenang kepada pemerintahan daerah, dengan

diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah,

diharapkan pengelolaan dan penggunaan anggaran

sesuai dengan prinsip, money follows function yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004.

Tetapi mengingat desentralisasi di bidang administrasi

Page 28: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

28

juga berarti transfer personal (pegawai negeri sipil)

yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah,

prinsip money follows function, atau sebut saja

penggunaan anggaran sesuai fungsinya, tidak mungkin

berlangsung. Menurut Lewis, (2001), Siregar , (2001).

hal ini terjadi karena dana alokasi umum (DAU) yang

menjadi sumber utama pendapatan daerah, sebagian

besar digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin,

sehingga anggaran untuk pembangunan menjadi kecil.

Alasan yang mendasari pemikiran bahwa

pengelolaan keuangan negara secara terdesentralisasi

lebih baik dibanding dengan pengelolaan secara

sentralistik adalah karena akan terjadi efisiensi

dalam pengalokasian sumber daya. Desentralisasi

membuat pemerintah lebih responsif terhadap

aspirasi dan preferensi kebutuhan masyarakat

dibanding dengan pemerintah yang terpusat (Lin dan

Liu, 2000; Alm dan Bahl, 2001).

Secara umum, penerimaan pemerintah termasuk

pemerintah daerah dapat bersumber dari pajak (taxes),

retribusi (user charges) dan pinjaman (Musgrave dan

Musgrave, 1991). Hal ini secara eksplisit diatur pada

pasal 79 Undang-Undang Nomor 22/1999. Khusus

untuk pinjaman daerah, Peraturan Pemerintah Nomor

107 tahun 2000 telah memuat ketentuan-ketentuan

yang terkait dengan kapasitas keuangan daerah untuk

meminjam. Semua pinjaman yang dilakukan oleh

pemerintah daerah harus lewat dan seijin pemerintah

pusat, baik itu pinjaman dalam negeri maupun

Page 29: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

29

pinjaman luar negeri. Tetapi, meskipun perundang-

undangan memperbolehkan daerah melakukan

pinjaman, hingga beberapa tahun ke depan, hal ini

belum diperkenankan oleh pemerintah pusat.

Oleh karena itu, sumber pemerintah daerah

bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) berupa

penerimaan dari restribusi, dan pajak daerah, maupun

dari bagi hasil dari pajak dan bukan pajak. Pola

transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah merupakan inti dari kebijakan

desentralisasi fiskal. Sistem transfer ini

mempunyai arti yang sangat penting karena

pengeluaran pemerintah daerah sebagian besar,

berasal dari transfer pemerintah pusat. Pada masa

sebelum desentralisasi, program bantuan

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

sebagian besar dilakukan dalam bentuk specific

grant. Penentuan alokasi anggaran sudah ditentukan

dari pemerintah pusat dengan format yang kaku

(rigid), sehingga seringkali implementasi di

lapangan banyak terkendala pada urusan

administratif. Dengan desentralisasi pola penyaluran

bantuan pemerintah pusat berubah menjadi block

grant, sehingga perencanaan program,

implementasi dan monitoring serta evaluasi

dilakukan oleh pemerintah daerah. Bentuk block

grant dalam kerangka desentralisasi fiskal berupa

dana alokasi umum (DAU) (Simanjuntak, 2002).

Page 30: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

30

Secara konseptual desentralisasi fiskal

berhubungan dengan perumusan kewenangan atas

sumber-sumber dana yang ada, atau akses terhadap

dana transfer dan pembuatan berbagai keputusan, baik

yang menyangkut pengeluaran rutin maupun

pengeluaran investasi pembangunan (Braun and

Grote dalam Ridyanti, 2009; Ritonga, 2002).

Transfer fiskal merupakan inti dari suatu hubungan

fiskal antar pemerintahan dan memiliki peran penting

dalam mendukung program desentralisasi fiskal,

karena pengeluaran pemerintah daerah dua per

tiganya merupakan dana transfer dari pemerintah

pusat. Dana transfer berupa dana block grant akan

memberikan pengaruh yang lebih efisien terhadap

peningkatan kesejahteraan masyarakat dibanding

dengan dana transfer berupa spesific grant

(Simanjuntak, 2002; Poque dan Sgontz, 1978).

Desentralisasi fiskal di Indonesia tentunya akan

berpengaruh terhadap peranan pemerintah daerah dari

sisi penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah.

Sumber-sumber keuangan daerah yang diatur dalam

pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999

meliputi : (1) pendapatan asli daerah (PAD) terdiri

atas: (a) pajak daerah, (b) restribusi daerah, (c) hasil

perusahaan daerah (BUMD), (d) hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (e) lain-lain

pendapatan asli daerah, dan (2) dana perimbangan dari

pemerintah pusat yang terdiri dari: (a) bagi hasil pajak

dan bukan pajak, (b) dana alokasi umum (DAU), dan

Page 31: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

31

(c) dana alokasi khusus (DAK) (Departemen Dalam

Negeri, 2001).

Pada implementasi desentralisasi fiskal

pemerintah daerah berperan dalam meningkatkan

pendapatan asli daerah dari berbagai sumber seperti

pajak daerah, retribusi daerah, badan usaha milik

daerah dan penerimaan daerah lainnya. Kontribusi

PAD relatif kecil dibandingkan dengan penerimaan

yang berasal dari pusat. Pajak yang memberi

kontribusi terbesar pada PAD masih memiliki

kelemahan di daerah, karena bagian yang paling besar

dari pajak, seperti pajak pendapatan dan pajak

penghasilan masih didominasi oleh pemerintah pusat.

Pada tingkat Provinsi terdapat hanya dua jenis pajak

daerah yang diperkirakan signifikan terhadap

penerimaan daerah seperti Pajak kepemilikan

kendaraan bermotor dan pajak perpanjangan kendaraan

bermotor, sedangkan dua jenis pajak lain seperti pajak

minyak dan pajak eksploitasi air bawah tanah memberi

kontribusi yang tidak signifikan. Pada tingkat

kabupaten kota terdapat tujuh jenis pajak daerah, tetapi

hanya beberapa jenis pajak yang memberi kontribusi

signifikan terhadap penerimaan daerah. Pajak hotel,

pajak restoran, pajak hiburan dan pajak iklan memberi

kontribusi besar di kota, sedang penerimaan penting di

kabupaten yang berasal dari jenis pajak adalah pajak

bahan galian tipe C (Brojonegoro, 2001; Bahl dan Lin,

1994).

Page 32: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

32

Keberhasilan meningkatan penerimaan pajak dan

restribusi daerah tergantung kepada badan pemungut

pajak di daerah yang dikenal dengan dinas pendapatan

daerah (Dispenda). Kemampuan administratif dinas

tersebut akan menentukan apakah penerimaan daerah

dari pajak sama besarnya dengan besarnya potensi

pajak. Walaupun sulit mengharapkan besarnya

penerimaan daerah sama dengan potensi pajak, tetapi

diharapkan selisihnya tidak terlalu signifikan.

Beberapa permasalahan yang krusial dalam hal

pemungutan pajak adalah kelemahan data dan sistem

informasi serta lemahnya tindakan dalam pelaksanaan

undang-undang yang telah ditetapkan. Adminitrasi

harus diperbaiki mulai dari proses pendaftaran hingga

proses pengumpulan. Selanjutnya tindakan yang tegas

dalam mengimplementasikan undang-undang menjadi

prioritas yang menjamin bahwa setiap orang

mempunyai perlakuan yang sama dalam hukum dan

undang-undang (Mahi, 2000; Brodjonegoro dan

Vazques, 2002).

Page 33: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

33

BAGIAN 3

KEMISKINAN

A. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan menurut Bappenas, (2008) adalah

kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang laki-

laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya

untuk mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan yang bermartabat. Definisi tersebut,

menunjukkan bahwa kemiskinan tidak lagi dipandang

hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga

kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan

perilaku bagi seorang atau sekelompok orang dalam

menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak

dasar yang diakaui secara umum, meliputi:

terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,

pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup,

rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak

kekerasan atau hak untuk berpartisipasi dalam

kehidupan sosial politik, baik perempuan maupun laki-

laki.

Sejalan dengan hal tersebut Gemmel, (1992);

dan Sen, (2002) melihat kemiskinan dari perspektif

yang lebih luas yaitu minimnya penghasilan, tidak

Page 34: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

34

tersedianya akses kepada pengetahuan, sumber daya,

serta layanan sosial dan kesehatan, keterasingan dari

arus utama pembangunan dan ketidakmampuan

memenuhi kebutuhan pokok. Dengan perspektif ini

minimnya penghasilan hanyalah merupakan salah satu

unsur, yang lebih mendasar adalah ketidakmampuan

untuk mengakses sumber-sumber ekonomi.

Untuk mengukur kemiskinan dapat digunakan

beberapa ukuran, badan pusat statisik (BPS)

menggunakan tiga jenis ukuran dalam mengukur

kemiskinan di Indonesia yaitu:

1. Head Count Index (HCI-P0) adalah persentase

penduduk miskin yang berada di bawah garis

kemiskinan.

2. Poverty Gap Index (PGI-P1) indeks kedalaman

kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata

kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk

miskin terhadap garis kemiskinan. Oleh karena itu

semakin tinggi nilai indeks, maka semakin jauh

rata-rata pengeluaran penduduk dari garis

kemiskinan.

3. Poverty Saverity Index (PSI-P2), indeks keparahan

kemiskinan, memberikan gambaran mengenai

penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.

Makin tinggi nilai indeks, maka makin tinggi nilai

ketimpangan pengeluaran di antara penduduk

miskin.

Page 35: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

35

Foster-Greer-Thorbecke merumuskan suatu

ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat

kemiskinan: aq

i z

yiz

1n

1Pa .................................

dimana:

a = 0,1,2,

z = Garis kemiskinan

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita penduduk

yang berada di bawah garis kemiskinan, yi

<z.

q = Banyaknya penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan

n = Jumlah penduduk

Apabila a=0, maka diperoleh head count index

(HCI), apabila a=1, maka diperoleh poverty gap index

(PGI), dan apabila a=2, maka diperoleh poverty

saverity index (PSI).

Dalam penelitian ini penulis mengacu para

konsep yang digunakan oleh badan pusat statistik

(BPS) dalam mengukur kemiskinan, dimana BPS

mengukur kemiskinan dengan menggunakan ukuran

kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan

pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidak

mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang

diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan

adalah menghitung garis kemiskinan terdiri dari dua

komponen yaitu garis kemiskinan makanan dan garis

Page 36: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

36

kemiskinan non makanan.

B. Teori Kemiskinan

Cheyne, O’Brien dan Belgrave mengemukakan

bahwa ada dua teori utama (grand theory) tentang

kemiskinan, yaitu: (1) teori neo-liberal, dan (2) teori

sosial demokrat. Teori neo-liberal pada intinya

mengatakan bahwa komponen penting dari sebuah

masyarakat adalah kebebasan individu. Menurut

Sherraden (2006) teori tersebut memfokuskan diri pada

tingkah laku individu yang merupakan teori tentang

pilihan, harapan, sikap, motivasi dan kapital manusia

(human capital). Para pendukung teori neo-liberal

berargumen bahwa, kemiskinan merupakan persoalan

individual yang disebabkan oleh kelemahan-

kelemahan individu atau pilihan-pilihan individu yang

bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan

sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas

sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu

setinggi-tingginya. Strategi penanggulangan

kemiskinan bersifat “residual”, sementara, dan hanya

melibatkan keluarga, kelompok-kelompok swadaya

atau lembaga keagamaan.

Sebaiknya, teori sosial demokrat memandang

bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individual,

melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh

adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam

masyarakat akibat tersumbatnya akses-akses kelompok

Page 37: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

37

tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasya-

rakatan. Meskipun tidak setuju sepenuhnya terhadap

sistem pasar bebas, kaum sosial demokrat tidak

memandang sistem ekonomi kapitalis sebagai sesuatu

yang jahat. Kapitalis masih dipandang sebagai bentuk

pengorganisasian ekonomi yang paling efektif.

Kapitalisme perlu dilengkapi dengan sistem negara

kesejahteraan agar lebih berwajah manusiawi.

Perbedaan antara kedua teori tersebut disajikan dalam

Tabel 1.

Tabel 1: Perbedaan antara teori

C. Cara Pandang Terhadap Kemiskinan

Ada tiga cara pandang untuk memahami suatu

Page 38: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

38

ideologi, yaitu paham: (1) konservatisme, (2)

liberalisme, dan (3) radikalisme (Swasono, 1987).

Kaum konservatif memandang bahwa kemiskinan

bermula dari karakteristik orang miskin itu sendiri.

Orang miskin karena tidak mau bekerja keras, boros,

tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa

wiraswasta, fatalis, dan tidak ada hasrat untuk

berprestasi. Orang miskin karena memiliki budaya

kemiskinan yang mencakup karakteristik psikologis,

sosial dan ekonomi (Lewis, 1983). Kaum liberal

memandang manusia sebagai makhluk yang baik,

tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan; sedangkan

kaum radikal menekankan peranan struktur ekonomi,

sosial dan politik dan memandang sebagai manusia

makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.

Menurut Keban (1994) pandangan konservatif

cenderung melihat bahwa program-program

pemerintah yang dirancang untuk mengubah sikap

mental masyarakat miskin merupakan usaha yang sia-

sia karena akan memancing manipulasi kenaikan

jumlah kaum miskin. Kaum liberal memandang orang

miskin sebagai pihak yang mengalami kekurangan

kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelatihan,

pekerjaan dan perumahan yang layak, cenderung

merasa optimis dengan kaum miskin dan menganggap

mereka sebagai sumberdaya yang dapat berkembang

seperti orang-orang kaya. Kaum radikal memandang

bahwa kemiskinan disebabkan struktur kelembagaan

ekonomi dan politik.

Page 39: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

39

Cara pandang yang digunakan dalam penelitian

ini merupakan hasil konvergensi ketiganya karena

berbasis pada ilmu penyuluhan pembangunan yang

bersifat multidisipliner dan interdisipliner (Slamet,

2003), berpikir sistemik (menyeluruh, mendasar dan

mendalam) dan menggunakan kombinasi pende-katan

kualitatif dan kuantitatif.

1. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan

Kikis (2003) mengatakan aktivitas utama dari

penanggulangan kemiskinan selama ini didominasi

oleh dua pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pemenuhan

konsumsi perkapita; dan (2) pendekatan yang berbasis

keluarga. Pendekatan ini memiliki patokan 8 (delapan)

ciri rumahtangga miskin, yaitu: (1) luas lantai rumah

kurang dari 8 m2; (2) jenis lantainya tanah; (3)

menggunakan air hujan atau dari sumber air tak

terlindung sebagai pasokan air bersih; (4) tidak

memiliki jamban; (5) tidak memiliki asset; (6) tidak

ada ketersediaan lauk pauk, atau ada sedikit lauk pauk

tapi tidak bervariasi; (7) tidak pernah terlibat dalam

kegiatan sosial; dan (8) tidak pernah membeli pakaian.

Kedua pendekatan di atas banyak memiliki kelemahan

mendasar, yaitu: (1) tidak membuka peluang bagi

suara dan aspirasi orang miskin; (2) menimbulkan

konsekuensi operasionalisasi teknis kegiatan

penanggulangan kemiskinan menjadi pendekatan

ekonomi yang bersifat kedermawanan; (3) tidak

memiliki kepekaan terhadap keragaman konteks

Page 40: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

40

wilayah, sektoral maupun kedalaman kemiskinan; (4)

tidak bisa diharapkan dapat menyumbang proses

demokratisasi; (5) mengingkari persoalan yang

menjadi akar masalah.

Suharto (2003) mengemukakan bahwa

paradigma baru studi kemiskinan, antara lain: (1)

kemiskinan sebaiknya tidak hanya dicermati dari

karakteristik orang miskin yang statis, melainkan

dilihat secara dinamis; (2) indikator untuk mengukur

kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan

komposit; (3) konsep kemampuan sosial dipandang

lebih lengkap dari pendapatan dalam memotret

dinamika kemiskinan; dan (4) pengukuran

kemampuan sosial keluarga miskin pada beberapa

indikator kunci yang mencakup kemampuan keluarga

miskin dalam memperoleh mata pencarian, memenuhi

kebutuhan dasar, mengelola aset, berpartisipasi dalam

kegiatan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam

menghadapi guncangan dan tekanan.

Menurut Kikis (2003) paham apapun tentang

kemiskinan dan pende-katan apapun dalam

penanggulangan kemiskinan tidak akan ada

manfaatnya jika tidak menyediakan jaminan bagi

penghormatan, perlindungan dan peme-nuhan hak-hak

dasar kaum miskin. Dalam perspektif hak, kaum

miskin dilihat sebagai manusia yang bermartabat.

Perspektif hak memberi prinsip dasar pendekatan

berbasis hak-hak dasar kaum miskin (Dandan dan

Rubens, 2001). Hal ini menjadi inisiatif grand-strategy

Page 41: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

41

dari paradigma baru dalam penanggu-langan

kemiskinan. Laode Ida (2002) mengemukakan bahwa,

di era desen-tralisasi perlu diintroduksikan skema

penanggulangan kemiskinan alternatif terhadap akar

penyebab kemiskinan (Gambar 3).

Gambar 3 : Skema Penanggulangan Kemiskinan

Dalam Era Desentralisasi

Mencermati beberapa kelemahan paradigma

modernisasi dan realitas tingginya jumlah penduduk

miskin walaupun telah banyak dilakukan intervensi

program penanggulangan kemiskinan, maka paradigma

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

Page 42: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

42

konvergensi paradigma pembangunan berpusat pada

manusia (Chamber, 1993) dan paradigma pendidikan

kritis (Freire, 2000).

Page 43: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

43

BAGIAN 4

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8°

lintang selatan dan 116°48' - 122°36' bujur timur. Luas

wilayahnya 62 482.54 km². Provinsi Sulawesi Selatan

berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan

Provinsi Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan

Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat,

dan Laut Flores di selatan.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,

Provinsi Sulawesi Selatan terbagi atas 21 kabupaten

dan 3 kota dengan jumlah penduduk sebanyak 8

032 551 jiwa. Dalam penelitian ini Provinsi Sulawesi

Selatan dibagi ke dalam 23 kabupaten kota. Kabupaten

Tana Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja

dimasukkan dalam kabupaten induknya yaitu

Kabupaten Tana Toraja.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer

diperoleh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) tingkat II, pemerintah daerah tingkat II, pakar

otonomi daerah, lembaga sosial masyarakat, praktisi

Page 44: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

44

pembangunan, dan tokoh masyarakat. Sementara data

sekunder diperoleh dari BPS Nasional, BPS Provinsi

Sulawesi Selatan, BPS Kabupaten dan Kota,

Kementrian Keuangan, dan pemerintah daerah tingkat

dua.

C. Spesifikasi Model

Model merupakan suatu penjelasan dari

fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses,

sehingga fenomena aktual direpresentasikan oleh

model untuk menjelaskan, memprediksi dan

mengontrolnya. Model ekonometrika merupakan

gambaran dari hubungan masing-masing variabel

penjelas (explanatory variables), terhadap peubah

endogen (dependent variables) khususnya yang

menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign)

dari penduga parameter, sesuai dengan harapan teoritis

secara apriori.

Model yang baik haruslah memenuhi kriteria

teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria

statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan

(goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien

determinasi (R2) serta nyata secara statistik

(statistically significant), serta kriteria ekonometrika

yang menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-

sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness,

consistency, sufficiency, dan efficiency. Statistik Dw

adalah suatu kriteria ekonometrika yang digunakan

untuk menguji taksiran, yaitu menguji validitas dari

asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977).

Page 45: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

45

Model ekonometrika dibedakan atas persamaan

tunggal dan persamaan simultan. Persamaan tunggal

adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan

sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah

bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah

terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu

arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu

persamaan yang membentuk suatu sistem persamaan

yang menggambarkan ketergantungan diantara

berbagai peubah dalam persamaan tersebut.

Penelitian ini menggunakan model

ekonometrika dengan sistem persamaan simultan.

Model sistem persamaan simultan yang dibangun

terdiri atas 26 persamaan meliputi; 18 persamaan

struktural dan 8 persamaan identitas. Model tersebut

dibagi ke dalam tiga blok meliputi blok (1) fiskal, (2)

permintaan agregat, dan (3) kinerja perekonomian.

Model ekonometrika dengan sistem persamaan

simultan yang dibangun adalah:

I. Blok Fiskal

Penerimaan Daerah 1. Pendapatan Asli Daerah

PADit = PAJDit + RETDit + BUMDit + PADLit (1)

2. Pajak Daerah PAJDit = a0 + a1TPGPDit + a2INVSit + +a3LPAJDit + u1 (2)

parameter estimasi yang diharapkan: a1, a2, a3, a4 > 0

3. Retribusi Daerah RETDit = b0 + b1PDRBit + b2TPGPDit + b3POPit +

b4LRETDit + u2 (3)

parameter estimasi yang diharapkan: b1, b2, b3, b4>0

Page 46: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

46

4. Dana Alokasi Umum DAUit = c0 + c1PNSit + c2LDKit + c3POPit +c4INFLit + u3

(4)

parameter estimasi yang diharapkan: c1, < 0 ; c2, c3, c4, c5 >0

5. Dana Bagi Hasil

DBHit = d0 + d1POPit + + d2TRENit + d3INFLit + d4LDBH +

u4 (5)

parameter estimasi yang diharapkan: d1, d2, d3 >0

6. Total Penerimaan Daerah

TPDit = PADit + DAUit + DBHit + DAKit + PLDit (6)

Pengeluaran Daerah

7. Pengeluaran Belanja Pegawai

BPGWit = e0 + e1PNSit + e2DAUit + e3TRENit + t + e4LBPGWit+ u 5 (7)

parameter estimasi yang diharapkan: e1, e2, e3, e4 >0

8. Pengeluaran Belanja Barang dan Jasa BBJit = f0 + f1DAUit + f2DBHit + f3LBBJit + u6 (8)

parameter estimasi yang diharapkan: f1, f2, f3, f4 >0

9. Pengeluaran Belanja Modal BMDit = g0 + g1PADit + g2DBHit + g3DAK it + g4LBMDit u7

(9)

parameter estimasi yang diharapkan: g1, g2, g3, g4 >0

10. Belanja Sosial (BSOS) BSOSit = h0 + h2PADit + h2LDKit + h3MISKit+ h4TRENit +

h5LBLLit + u8 (10)

Parameter estimates of the expected: h1, h2, h3, h4> 0

11. Total Pengeluaran Pemerintah Daerah

TPGPDit = BPGWit + BBJit + BMDit + BSOSit (11)

Page 47: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

47

II. Blok Permintaan Agregat Daerah

1. Pengeluaran Konsumsi Swasta

KONSit = i0 + i1PDRBit + i2BPGWit + i3INFLit + i4LKONSit + u9 (12)

parameter estimasi yang diharapkan: i1, i2, i3 , i4 , > 0; i4 < 0

2. Investasi Swasta

INVSit = i0 + i1 BMDit + i2PAJDit + i3 KONSit + i4SBIit + i5LINVSWit + u10 (13)

parameter estimasi yang diharapkan: i1, i3, i5 > 0; i2, i4< 0

3. Ekspor Daerah EXPDit = j0 + j1NTRPit + j2INFL + j34LEXPDit + u11 (14)

parameter estimasi yang diharapkan: j1, j3 < 0; j2, j4 > 0

4. Impor Daerah IMPDit = k0 + k1NTRPit + k2INVSit + k3LIMPDit + u12 (15)

parameter estimasi yang diharapkan: k1, k2, k3 > 0

5. Ekspor bersih

NEXP = EXPDit - IMPDit (16)

III. Blok Kinerja Perekonomian

1. PDRB Sektor Pertanian

PDRBSPit = m0

+ m1 INVSit + m2KONSit

+ m3LPDRBSPit

+ u13 (17)

parameter estimasi yang diharapkan: m1, m2 , m3, > 0

2. PDRB Sektor Industri dan Perdagangan

PDRBIPit = n0

+ n1 INVSit + n2NEXPit

+ n3LPDRBIPit +

u14 (18)

parameter estimasi yang diharapkan: n1, , n3, > 0; n2 < 0

3. PDRB Sektor Lainnya PDRBSLit

= o0

+ o1PTKNPit + o2INVSit + o3BBTBL it + o4INFit +

o4LPDRBSL it + u15 (19)

parameter estimasi yang diharapkan: o1, o2 , o3, o4, > 0

Page 48: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

48

4. Produk Domestik Regional Bruto PDRBit

= PDRBSPit + PDRBIP it + PDRBSLit (20)

5. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

PTKSPit = p0+ p1AKKit + p2INVSit + p3LPTKSPit +u16 (21) parameter estimasi yang diharapkan: p1, p2, p3 > 0

6. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor non Pertanian

PTKNPit = q0 + q1INVSit + q2UMPit

+ q3SBIit + q4INFLit +

q3LPTKNPit + u17 (22) parameter estimasi yang diharapkan: q1, q5 ,> 0; q2, q3, q4, <0

7. Total Penyerapan Tenaga Kerja

PTKit = PTKSPit + PTKNP (23) 8. Pengangguran

UNEPit = AKKit - PTKit (24)

9. Kemiskinan

MISKit = r

0 + r1

IPMit + r2

INVSit + r3BSOSit + r4ITKit +

r5LMISKit + u18

(25)

parameter estimasi yang diharapkan: r2, r5 > 0; r1, r3, r4 < 0

Keterkaitan antara variabel dalam model dapat

dilihat pada Gambar 4.

Page 49: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

49

Gambar 4 : Keterkaitan antar Variabel Model Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan

D. Identifikasi Model

Identifikasi model ditentukan atas dasar ”order

condition” sebagai syarat keharusan dan ”rank

condition” sebagai syarat kecukupan. Menurut

Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model

persamaan struktural berdasarkan order condition

ditentukan oleh:

Page 50: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

50

(K–M)>(G–1) ............................................... (28)

dimana:

K : Total peubah dalam model, yaitu peubah

endogen dan peubah predetermined.

M : Jumlah peubah endogen dan eksogen yang

termasuk dalam satu persamaan tertentu

dalam model.

G :Total persamaan dalam model, yaitu jumlah

peubah endogen dalam model.

Berdasarkan order condition tersebut, apabila:

(K-M) > (G-1) : maka persamaan dinyatakan

teridentifikasi secara berlebih

(over identified)

(K-M)=(G-1) : maka persamaan dinyatakan

teridentifikasi secara tepat

(exactly identified)

(K-M)<(G-1) : maka persamaan dinyatakan

tidak teridentifikasi

(unidentified)

Hasil identifikasi untuk setiap persamaan

struktural haruslah exactly identified atau over

identified untuk dapat menduga parameter-

parameternya.

Kendati suatu persamaan memenuhi order

condition, mungkin saja persamaan ini tidak

teridentifikasi. Karena itu dalam proses identifikasi

diperlukan suatu syarat perlu sekaligus syarat cukup.

Hal itu dituangkan dalam rank condition, untuk

Page 51: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

51

identifikasi yang menyatakan bahwa dalam suatu

persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika

dimungkinkan untuk membentuk minimal satu

determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter

struktural peubah yang tidak termasuk dalam

persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank

ditentukan oleh determinan turunan persamaan

struktural yang nilainya tidak sama dengan nol

(Koutsoyiannis, 1977).

Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang

telah diuraikan di atas, maka dari model dampak

kebijakan fiskal terhadap kemiskinan kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan dapat diketahui, bahwa

jumlah predetermined variables adalah 56, sedangkan

jumlah persamaan (G) adalah 24 yang terdiri dari 18

persamaan struktural dan 6 persamaan identitas

sehingga K = 56, M = 5 dan G = 25, maka K – M = 56

– 5 = 51 dan G – 1 = 25 –1 = 24, maka (K – M) > (G

– 1) (51>24). Oleh karena itu berdasarkan kriteria

order condition maka persamaan dinyatakan

teridentifikasi secara berlebih (over identified)

sehingga dapat diduga parameter-parameternya.

E. Metode Pendugaan Model

Dari hasil identifikasi model, maka model

dinyatakan over identified, sehingga dalam penelitian

ini pendugaan model dilakukan dengan metode 2SLS

(two stage least squares) karena metode 2SLS cocok

untuk persamaan simultan yang over identified, dapat

Page 52: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

52

digunakan pada jumlah sampel yang relatif sedikit dan

tidak sensitif terhadap modifikasi (respesifikasi)

model, baik untuk analisis struktural maupun untuk

analisis simulasi dan peramalan. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan program software

komputer SAS versi 9.0.

Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel

penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau

tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap

persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji

apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh

nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada

setiap persamaan digunakan uji statistik t.

F. Validasi Model

Untuk mengetahui apakah model cukup valid

untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan dan

peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model,

dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model

tersebut dapat mewakili dunia nyata.

Dalam penelitian ini, kriteria statistik untuk

validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang

digunakan adalah root means squares error (RMSE),

root means squares percent error (RMSPE) dan theil’s

inequality coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield,

1991). Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan sebagai

berikut:

RMSE =

n

t

a

t

s

t YYn 1

21 ……………..(3.27)

Page 53: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

53

RMSPE =

n

ta

t

a

t

s

t

Y

YY

n 1

2

1 ………….(3.28)

U =

n

t

n

t

a

t

s

t

n

t

a

t

s

t

Yn

Yn

YYn

1 1

22

1

2

11

1

……. (3.29)

dimana: s

tY : nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi

a

tY : nilai aktual variabel observasi

n: jumlah periode observasi

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur

seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil

pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya

dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai

dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya.

Sedangkan nilai statistik U bermanfaat untuk

mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi

peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1

dan 0. Jika U=0 maka pendugaan model sempurna,

jika U=1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat

keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil yang

disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya

(R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U-

Theil’s dan makin besar nilai R2, maka pendugaan

model semakin baik.

Page 54: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

54

G. Simulasi Model

Simulasi pada dasarnya merupakan solusi

matematis (mathematical solution) dari berbagai

kumpulan persamaan secara simultan. Dengan

demikian simulasi model menunjuk kepada

sekumpulan persamaan (set of equations). Simulasi

model dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya

untuk pengujian dan evaluasi model, analisis kebijakan

historis dan untuk peramalan (Pindyck dan Rubinfield,

1991).

Berdasarkan data empirik dan memperhatikan

tinjauan teoritik dampak kebijakan fiskal terhadap

perekonomian kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Selatan, maka simulasi kebijakan terutama

ditujukan untuk keperluan analisis kebijakan historis

(historical policy analysis). Analisis simulasi

kebijakan yang dimaksud, untuk melihat dampak

kebijakan pengeluaran pemerintah pembangunan

sektor pertanian dan kemiskinan kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan.

Oleh sebab itu, simulasi kebijakan dalam

penelitian ini terdiri atas:

1. Meningkatkan Belanja modal 20 persen

2. Meningkatkan total pengeluaran pemerintah 20

persen.

3. Meningkatkan investasi swasta 20 persen.

Page 55: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

55

BAGIAN 5

GAMBARAN UMUM LOKASI

A. Kondisi Geografis

Kondisi geografis Provinsi Sulawesi

Selatan berada di bagian tengah Indonesia, terletak

pada garis 116˚48’ - 122˚36’ bujur timur dan antara

0˚12’ - 8˚ lintang selatan. Di sebelah utara,

berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan

Sulawesi Tengah, sebelah timur dengan Teluk Bone dan

Provinsi Sulawesi Tenggara, sebelah selatan Laut

Flores, sebelah barat Selat Makassar, dengan

luas total mencapai 45 519.24 km2. Secara

administrasi, pada tahun 2009 Provinsi Sulawesi

Selatan memiliki 24 kabupaten kota terdiri atas 21

Kabupaten, 3 Kota, 304 Kecamatan, 2 182 Desa, dan

764 Kelurahan.

Jumlah sungai yang mengaliri wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan tercatat sekitar 65 aliran sungai

dengan jumlah aliran terbesar di Kabupaten Luwu,

yakni 25 aliran sungai. Sungai terpanjang tercatat ada

satu sungai yakni Sungai Saddang dengan panjang 150

km, yang mengalir Kabupaten Tana Toraja, Enrekang,

dan Pinrang.

Page 56: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

56

Di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat empat

danau yaitu: Danau Tempe dan Sidenreng yang berada

di Kabupaten Wajo, serta Danau Matana dan Towuti

yang berlokasi di Kabupaten Luwu Timur. Adapun

jumlah gunung tercatat sebanyak 7 gunung dengan

gunung tertinggi adalah Gunung Rantemario dengan

ketinggian 3 470 m di atas permukaan air laut. Gunung

ini terletak di Kabupaten Enrekang dan Luwu.

Secara historis dan budaya Provinsi Sulawesi

Selatan memiliki potensi keragaman yang sangat

tinggi. Provinsi Sulawesi Selatan pada awalnya

mencakup empat etnis besar yakni Bugis,

Makassar, Toraja, dan Mandar, serta berbagai sub-

etnis lainnya. Dalam perkembangannya, Provinsi

Sulawesi Selatan mengalami pemekaran wilayah,

Kabupaten Polewali Mamasa, Mamuju, dan

Majene yang dominan etnis Mandar tergabung

dalam provinsi baru yakni Provinsi Sulawesi Barat.

B. Penduduk dan Tenaga Kerja

Perkembangan jumlah penduduk kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 2

di bawah ini. Perkembangan Penduduk Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014

Tabel 2: Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi

Sulawesi Selatan Berbagai Tahun

Page 57: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

57

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat 8.432.163 jiwa. Pertumbuhan

penduduk kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan

selama tahun 2007 sampai dengan 2014 rata-rata 1.19

persen per tahun, dimana Kabupa ten LuwuTimur

Utara dan Kota Palopo, merupakan kabupaten dan kota

dengan pertumbuhan penduduk tertinggi masing-

masing 2.51 persen dan 2,48 persen per tahun.

Sementara Kabupaten Tana Toraja, Soppeng, dan

Luwu Utara adalah tiga kabupaten dengan tingkat

Page 58: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

58

pertumbuhan penduduk negatif, masing-masing

sebesar -0.03 persen, -0,14 persen, dan -0.22 persen

per tahun.

Sementara perkembangan angkatan kerja

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah angkatan

kerja kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat 3.582.380 jiwa.

Page 59: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

59

Selanjutnya perkembangan jumlah tenaga kerja

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penyerapan

tenaga kerja kabupaten/ kota di Provinsi Sulawesi

Selatan pada tahun 2014 tercatat 3.327.005 jiwa.

Page 60: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

60

C. Kondisi Fiskal Daerah

Kondisi fiskal daerah pada dasarnya terdiri atas

penerimaan dan pengeluaran daerah.

D. Penerimaan Daerah

Struktur penerimaan fiskal daerah kabupaten

kota di Indonesia termasuk Provinsi Sulawesi Selatan

terdisi atas: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang

meliputi: pajak daerah, retribusi daerah, laba Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pendapatan asli

daerah lainnya, (2) transfer dari pemerintah pusat,

terdiri atas: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH),

dan (3) pendapatan lain daerah.

E. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 61: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

61

Tabel 5. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014

Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat

1.973.887 juta rupiah. Pendapatan asli daerah

kabupaten/ kota di Provinsi Sulawesi Selatan

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 30.28

persen per tahun selama delapan tahun terakhir.

Page 62: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

62

Perkembangan pajak daerah kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Pajak Daerah Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-20014

Pajak daerah kabupaten ota merupakan salah satu

sumber utama dalam penerimaan daerah, dan termasuk

dalam komponen pendapatan asli daerah. Pajak daerah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat 982.110 juta rupiah. Tabel 5

menunjukkan bahwa pajak daerah kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan

rata-rata besar 64,99 persen per tahun selama tujuh

Page 63: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

63

tahun terakhir. Semua kabupaten dan kota mengalami

pertumbuhan pajak daerah yang positif. Kabupaten

Luwu Gowa, dan kabupaten Luwu Timur adalah dua

kabupaten dan yang memiliki tingkat pertumbuhan di

atas 100 persen, yaitu masing-masing 112,78 persen,

dan 319,19 persen

Perkembangan retribusi daerah kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Retribusi Daerah

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014

Retribusi daerah kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2013 tercatat 437.198

Page 64: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

64

juta rupiah. Retribusi daerah kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan

rata-rata besar 13,37 persen per tahun selama tujuh

tahun terakhir, namun demikian terdapat stiga

kabupaten kota yang mengalami pertumbuhan retribusi

daerah yang negatif, yaitu Kabupaten Barru, Bone, dan

Kota Palopo.

F. Tranfer Dana dari Pemerintah Pusat

Transfer dana dari pemerintah pusat terdiri atas

tiga jenis yaitu: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Penerimaan kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan yang bersumber dari DAU dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Perkembangan Dana Alokasi Umum

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014

Page 65: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

65

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana transfer

fiskal dari pemerintah pusat, diharapkan dapat

mengurangi kesenjangan antar daerah di Indonesia,

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 13,37

persen per tahun. Tercatat bahwa jumlah dana alokasi

umum kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan

pada tahun 2014 sebesar 13.976.928 juta rupiah.

DAU merupakan variabel penerimaan terbesar

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan terbesar

dalam tujuh tahun terkhir.

Perkembangan Dana Bagi Hasil (DBH)

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perkembangan Dana Bagi Hasil Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014

Page 66: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

66

Dana Bagi Hasil (DBH) yang juga merupakan

dana transfer fiskal dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah, merupakan pembagian atas pajak

dan sumberdaya alam yang diperoleh dari daerah

tersebut. Penerimaan DBH kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan menunjukkan penurunan rata-rata

sebesar -0.80 persen per tahun. Tabel 8 menunjukkan

bahwa jumlah DBH kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2014 sebesar 684.548

juta rupiah.

Perkembangan Dana Alokasi Khusus (DAK)

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perkembangan Dana Alokasi Khusus

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014

Page 67: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

67

Penerimaan DAK kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan rata-rata

sebesar 6.21 persen per tahun. Tabel 9 menunjukkan

bahwa jumlah DAK kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2014 sebesar 1.471.512

juta rupiah.

G. Pengeluaran Daerah

Dalam penelitian ini pengeluaran daerah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dibagi ke

dalam 5 jenis pengeluaran/belanja yaitu; belanja

pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal,

belanja pendidikan, belanja sosial, dan belanja lain-

lain.

H. Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan komponen

pengeluaran terbesar yang dilakukan oleh pemerintah

kabupaten kota di Provinsi Selatan. Perkembangan

Belanja Pegawai Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014. Seperti tabel 11.

Tabel 11. Perkembangan Belanja Pegawai Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2014.

Page 68: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

68

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah belanja

pegawai pada tahun 2014 tercatat sebesar 11.302.927

juta. Perkembangan belanja pegawai kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan selama enam tahun terakhir

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 10.77

persen per tahun.

I. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa merupakan jenis

pengeluaran pemerintah yang dimaksudkan untuk

pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk

menjalankan pemerintahan. Lihat pada tabel 12 di

bawah ini

Tabel 12. Perkembangan Belanja Barang dan Jasa

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014.

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah belanja

Page 69: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

69

barang dan jasa pada tahun 2014 tercatat sebesar

4.604.052 juta. Perkembangan belanja barang dan jasa

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama

delapan tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang

cukup besar, rata-rata sebesar 14,82 persen per tahun.

Kabupaten Jeneponto, Pangkep, dan Kabupaten Tana

Toraja merupakan tiga kabupaten kota yang memiliki

pertumbuhan belanja barang dan jasa yang cukup besar

masing-masing meningkat sebesar 23,16 persen, 23,21

persen dan 26,05 persen per tahun.

J. Belanja Modal

Dalam penelitian ini belanja modal

dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu, belanja

modal sektor pertanian, dan belanja modal sektor

lainnya.

Tabel 13. Perkembangan Belanja Modal Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014

Page 70: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

70

Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah belanja

modal pada tahun 2014 tercatat sebesar 4.815.972

juta. Perkembangan belanja modal kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan selama tujuh tahun terakhir

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 4.78

persen per tahun. Kabupaten Gowa, Kabuoaten Tana

Toraja dan Kota Makassar adalah tiga kabupaten kota

yang memiliki pertumbuhan belanja modal yang

sangat besar masing-masing meningkat sebesar 20,91

persen, 12,88, dan 17,69 persen per tahun, namun

terdapat 7 kabupaten kota yang tingkat pertumbuhan

modalnya negatif, yaitu masing Kabupaten;

Bangtaeng, Sinjai, Barru, Bone, Enrekang, Kota Pare-

pare dan Kota Palopo.

K. Belanja Pendidikan

Belanja pendidikan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah belanja pemerintah daerah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan untuk

membiaya pendidikan dasar dan menengah pada

masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Perkembangan belanja pendidikan pemerintah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 14.

Page 71: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

71

Tabel 14. Perkembangan Belanja Pendidikan

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014

Tabel 14 menunjukkan bahwa jumlah

pendidikan pemerintah kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat sebesar

8.201.625 juta. Perkembangan belanja pendidikan

kabupaten kota di Provinsi Selatan selama enam tahun

terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 23,42

persen per tahun.

Page 72: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

72

L. Belanja Sosial

Perkembangan belanja sosial pemerintah

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Perkembangan Belanja Sosial Kabupaten

Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2007-2014

Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa jumlah

pendidikan pemerintah kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2013 tercatat sebesar

7.372.719 juta. Perkembangan belanja pendidikan

kabupaten kota di Provinsi Selatan selama enam tahun

terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 25,40

persen per tahun.

Page 73: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

73

M. Kondisi Perekonomian

Pada bagian ini akan diuraikan kondisi

perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan meliputi, perkembangan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB), perkembangan

pengangguran, dan perkembangan jumlah penduduk

miskin Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

N. Perkembangan Produk Domestik Regional

Bruto

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan

dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perkembangan PDRB Kabupaten Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2007-2014

Page 74: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

74

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) adalah merupakan salah satu tolok ukur utama

perekonomian suatu negara atau daerah. Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu negara atau

daerah dapat diukur dari sisi konsumsi dan produksi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sisi

produksi dapat dilihat dengan menjumlahkan output

pada seluruh sektor yang ada dalam perekonomian

suatu negara atau daerah.

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah PDRB

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 tercatat sebesar 68.425,51 milyar rupiah.

Perkembangan PDRB kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan selama enam tahun terakhir

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar

7.36persen per tahun. Semua kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan, mengalami pertumbuhan

PDRB, dimana Kabupaten Pangkap, Bone dan Wajo

merupakan kabupaten kota yang mengalami

pertumbuhan PDRB terbesar, masing-masing 10,42

persen, 9,54 persen dan 9.68 persen per tahun. Hanya

terdapat satu kabupaten yang mengalami pertumbuhan

PDRB di bawah 5 persen per tahun, yaitu Kabupaten

Maros, yaitu sebesar 4.74 persen per tahun.

O. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Perkembangan jumlah penduduk miskin

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat

dilihat pada Tabel 16..

Page 75: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

75

Jumlah penduduk miskin kabupaten kota di

Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tercatat

806.320 jiwa dari 1.038.300 pada tahun 2007. Dengan

rata-rata penurunan sebesar 2,79 persen per tahun.

Semua Kabupaten kota yang ada mengalami

penurunan angka kemiskinan kecuali satu kabupaten

yaitu kabupaten Soppeng.

Tabel 17. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2014.

Page 76: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

76

BAGIAN 6

HASIL ESTIMASI

A. Hasil Estimasi Blok Fiskal Daerah

Dalam penelitian ini, blok fiskal daerah dibagi

ke dalam dua sub blok yaitu sub blok penerimaan

pemerintah daerah, dan sub blok pengeluaran

pemerintah daerah.

B. Penerimaan Pemerintah Daerah

Penerimaan pemerintah daerah terdiri dari atas

pendapatan asli daerah, dana transfer, dan penerimaan

lain daerah. Pendapatan asli daerah terdiri atas; pajak

daerah, retribusi daerah, laba badan usaha milik

daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya. Sementara

dana transfer terdiri atas; dana alokasi umum, dana

bagi hasil, dan dana alokasi khusus. Dalam model ini

penerimaan daerah, yang dimasukkan sebagai

persamaan struktural yaitu; pajak daerah, retribusi

daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil.

Page 77: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

77

C. Pajak Daerah

Hasil pendugaan model persamaan pajak daerah

sebagai sumber utama penerimaan daerah dalam era

otonomi dewasa ini, menunjukkan nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,9553. Hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas, total

pengeluaran pemerintah daerah, jumlah investasi, dan

pajak daerah tahun sebelumnya secara bersama-sama

dapat menjelaskan 95,53 persen fluktuasi variabel

pajak daerah pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 398,.63, hal ini dapat

dilihat pada Tabel 17.

Jumlah investasi berpengaruh positif namun

tidak nyata terhadap pajak daerah. Koefisien elastisitas

investasi terhadap pajak daerah sebesar 0.0422 dalam

jangka pendek dan 0.4734 dalam jangka panjang.

Artinya peningkatan jumlah investasi swasta sebesar

100 persen akan meningkatkan pajak daerah sebesar

4,22 persen dalam jangka pendek dan 47.34 persen

dalam jangka panjang. Temuan ini cukup wajar, karena

secara teoritis pemerintah daerah diberi kewenangan

untuk melakukan pungutan pajak usaha yang ada di

daerahnya. Jadi meningkatnya jumlah investasi, berarti

jumlah usaha semakin meningkat, dan merupakan

potensi bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan

penerimaannya.

Page 78: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

78

Tabel 18. Hasil estimasi parameter persamaan fiscal

daerah

Page 79: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

79

Total pengeluaran pemerintah daerah

berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap pajak

daerah. Koefisien elastisitas total pengeluaran

pemerintah daerah terhadap pajak daerah sebesar

0.1685dalam jangka pendek dan 1.8888 dalam jangka

panjang. Artinya peningkatan total pengeluaran

pemerintah daerah sebesar 100 persen akan

meningkatkan pajak daerah sebesar 16,85 persen

dalam jangka pendek, dan 188,88 persen dalam jangka

panjang. Temuan ini cukup wajar, karena secara

teoritis apabila pengeluaran pemerintah daerah

meningkat, maka tentunya harus diimbangi dengan

meningkatnya penerimaan, guna menghindari defisit

anggaran yang terlalu besar. Artinya ketika terjadi

kenaikan pengeluaran, maka ada tekanan pada

pemerintah daerah untuk menggali potensi pajak yang

ada di daerahnya.

Pajak daerah tahun sebelumnya berpengaruh

positif dan nyata terhadap pajak daerah. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pemerintah daerah pada dasarnya

menginginkan bahwa, pajak yang dipungut pada tahun

berjalan tidak lebih rendah dari pada pajak yang

dipungut pada tahun sebelumnya.

D. Retribusi Daerah

Hasil pendugaan model persamaan retribusi

daerah menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.87455. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 80: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

80

variabel-variabel penjelas produk domestik regional

bruto, total pengeluaran pemerintah daerah, jumlah

populasi, dan retribusi daerah tahun sebelumnya

secara bersama-sama dapat menjelaskan 87.75 persen

fluktuasi variabel retribusi daerah pada taraf nyata (α)

0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan nilai 95.86,

hal tersebut dapat dilihat pada Tabel di atas.

Total pengeluaran pemerintah daerah

berpengaruh positif dan nyata terhadap retribusi

daerah. Koefisien elastisitas total pengeluaran

pemerintah daerah terhadap retribusi daerah adalah

0.3475 dalam jangka pendek dan 0.9396 dalam jangka

panjang. Artinya peningkatan total pengeluaran

pemerintah daerah sebesar 100 persen akan

meningkatkan retribusi daerah sebesar 34,75 persen

dalam jangka pendek dan 93,96.04 persen dalam

jangka panjang. Temuan ini menunjukkan bahwa

ketika terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah, maka

ada tekanan yang cukup besar bagi pemerintah daerah

untuk menggali sumber-sumber penerimaan dari

retribusi daerahnya.

Produk domestik regional bruto memiliki tanda

positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap

retribusi daerah. Koefisien elastisitas produk domestik

regional bruto terhadap retribusi daerah adalah 0.0289

dalam jangka pendek dan 0.0780 dalam jangka

panjang. Artinya peningkatan produk domestik

regional bruto sebesar 100 persen akan meningkatkan

retribusi daerah sebesar 2,89 persen dalam jangka

Page 81: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

81

pendek dan 7.80 persen dalam jangka panjang. Hal

tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi potensi

ekonomi suatu daerah, maka potensi untuk memungut

retribusi daerah semakin besar.

Jumlah populasi berpengaruh positif, namun dan

nyata terhadap penerimaan retribusi daerah. Koefisien

elastisitas jumlah populasi terhadap retribusi daerah

adalah 0,3804 dalam jangka pendek dan 1,0284 dalam

jangka panjang. Artinya peningkatan produk domestik

regional bruto sebesar 100 persen akan meningkatkan

retribusi daerah sebesar 38.04 persen dalam jangka

pendek dan 103 persen dalam jangka panjang. Hal

tersebut menunjukkan bahwa penerimaan retribusi

daerah oleh pemerintah daerah meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk yang ada di

daerah tersebut.

Retribusi daerah tahun sebelumnya berpengaruh

positif dan nyata terhadap retribusi daerah. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah pada

dasarnya menginginkan retribusi daerah yang dipungut

pada tahun berjalan, tidak lebih rendah dari pada

retribusi daerah yang dipungut pada tahun

sebelumnya.

E. Dana Alokasi Umum

Hasil pendugaan model persamaan dana

alokasi umum sebagai sumber utama penerimaan

daerah dalam era otonomi dewasa ini,

Page 82: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

82

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.87213. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas yaitu jumlah pegawai

negeri sipil, pendapatan asli daerah, belanja barang

dan jasa, belanja lain-lain, luas daerah, serta inflasi,

secara bersama-sama dapat menjelaskan 91.27

persen fluktuasi variabel dana alokasi umum pada

taraf nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan oleh F

dengan nilai 93,78 , dapat dilihat pada Tabel 18.

Jumlah pegawai negeri sipil, jumlah populasi,

dan inflasi, berpengaruh positif dan nyata terhadap

dana alokasi umum. Koefisien elastisitas jangka

pendek jumlah pegawai negeri sipil, jumlah populasi,

luas daerah kabupaten kota, serta inflasi, berturut-turut

sebesar 0,2833, 0,2157, 0.0782, 0,0423, dan 0,0667.

Artinya apabila jumlah pegawai negeri sipil, jumlah

populasi, luas daerah kabupaten kota, serta inflasi,

meningkat masing-masing sebesar 100 persen, maka

dana alokasi umum akan meningkat masing-masing

sebesar 28,33 persen dan 21,57 persen, 4,23 persen,

6,67 persen, dalam jangka pendek. Temuan ini pada

dasarnya sesuai dengan formulasi dana alokasi umum

dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan

daerah.

F. Dana Bagi Hasil

Hasil pendugaan model persamaan dana bagi

Page 83: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

83

hasil menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.2259. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas jumlah populasi, tren,

inflasi, dan dana bagi hasil tahun sebelumnya, secara

bersama-sama dapat menjelaskan 22.06 persen

fluktuasi variabel dana bagi hasil tahun berjalan, pada

taraf nyata (α) 0.0063, yang ditunjukkan oleh F dengan

nilai 4.01, dapat dilihat pada Tabel 18.

Jumlah populasi, tren, dan inflasi memiliki tanda

positif namun nyata terhadap dana bagi hasil.

Koefisien elastisitas jumlah populasi terhadap dana

bagi hasil sebesar 0.0662 dalam jangka pendek dan

0.0996 dalam jangka panjang. Artinya peningkatan

populasi sebesar 100 persen akan meningkatkan dana

bagi hasil sebesar 6.62 persen dalam jangka pendek

dan 9.96 persen dalam jangka panjang.

Tren berpengaruh positif namun tidak nyata

terhadap dana bagi hasil. Hal tersebut menunjukkan

bahwa dana bagi hasil yang diberikan kepada daerah

memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke

tahun.

Dana bagi hasil tahun sebelumnya berpengaruh

positif dan nyata terhadap dana bagi hasil tahun

berjalan. Hal ini berarti bahwa perolehan dana bagi

hasil tahun berjalan setidaknya harus lebih besar atau

sama dengan dana bagi hasil tahun sebelumnya.

Page 84: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

84

G. Pengeluaran Pemerintah Daerah

Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah

daerah kabupaten kota dikelompokkan dalam empat

kelompok yaitu; belanja pegawai, belanja barang dan

jasa, belanja modal, belanja sosial dan belanja lain-

lain. Dalam model ini pengeluaran daerah, yang

dimasukkan sebagai persamaan struktural yaitu;

belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja

modal, dan belanja sosial.

H. Belanja Pegawai

Hasil pendugaan model persamaan belanja

pegawai menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.87781. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas jumlah pegawai negeri sipil,

dana alokasi umum, tren, dan belanja pegawai tahun

sebelumnya secara bersama-sama dapat menjelaskan

87.78 persen fluktuasi variabel belanja pegawai pada

taraf nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan

nilai 106.96, dapat dilihat pada Tabel 18.

Jumlah pegawai negeri sipil berpengaruh positif

dan nyata terhadap belanja pegawai. Koefisien

elastisitas jumlah pegawai negeri sipil terhadap belanja

pegawai sebesar 02841 dalam jangka pendek dan

0.7061 dalam jangka panjang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa apabila jumlah pegawai negeri

sipil meningkat 100 persen maka belanja pegawai

akan meningkat 28.41 persen dalam jangka pendek dan

Page 85: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

85

70.61 persen dalam jangka panjang. Hal ini logis,

karena dengan bertambahnya pegawai negeri sipil,

maka secara otomatis belanja gaji pegawai negeri sipil

akan bertambah.

Dana alokasi umum berpengaruh positif namun

tidak nyata terhadap belanja pegawai. Koefisien

elastisitas dana alokasi umum terhadap belanja

pegawai sebesar 0.1768 dalam jangka pendek dan

0.3250 dalam jangka panjang. Artinya apabila dana

alokasi umum meningkat sebesar 100 persen, maka

belanja pegawai akan meningkat sebesar 17.68 persen

dalam jangka pendek dan 32.50 persen dalam jangka

panjang. Hal ini sejalan dengan formulasi dana

alokasi umum, bahwa semakin besar jumlah pegawai

negeri sipil, maka semakin besar jumlah dana alokasi

umum yang harus dialokasikan kepada daerah

tersebut.

Tren berpengaruh positif namun tidak nyata

terhadap belanja pegawai. Temuan ini sangat logis

mengingat gaji pegawai negeri meningkat seiring

dengan perkembangan waktu.

Belanja pegawai tahun sebelumnya berpengaruh

positif dan nyata terhadap belanja pegawai tahun

berjalan. Hal ini berarti bahwa belanja pegawai tahun

berjalan setidaknya harus lebih besar atau sama

dengan belanja pegawai tahun sebelumnya agar

kesejahteraan pegawai tidak mengalami penurunan.

Page 86: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

86

I. Belanja Barang dan Jasa

Hasil pendugaan model persamaan belanja

barang dan jasa menunjukkan nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0.64122. Hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas

pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana

bagi hasil, dan belanja barang dan jasa tahun

sebelumnya secara bersama-sama dapat

menjelaskan 64.12 persen, fluktuasi variabel belanja

barang dan jasa pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 36.15, dapat dilihat

pada Tabel 18.

Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa

tiga variabel yaitu, dana alokasi umum, dan belanja

barang dan jasa tahun sebelumnya, berpengaruh

positif dan nyata terhadap belanja barang dan Jasa

kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Sementara dana bagi hasil berpengaruh positif

namun tidak nyata terhadap belanja barang dan jasa.

Koefisien elastisitas dana alokasi umum, dan dana

bagi hasil terhadap belanja barang dan jasa adalah

sebesar 0,2878 dalam jangka pendek, dan 1,0567

dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa apabila dana alokasi umum, dinaikkan

sebesar 100 persen, maka belanja barang dan jasa

akan meningkat masing-masing sebesar 28.78

persen, dalam jangka pendek dan 105,67 persen

dalam jangka panjang.

Page 87: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

87

Belanja barang dan jasa tahun sebelumnya

berpengaruh positif dan nyata terhadap belanja

pegawai tahun berjalan. Hal ini berarti bahwa belanja

barang dan jasa tahun berjalan setidaknya harus lebih

besar atau sama dengan belanja barang dan jasa tahun

sebelumnya.

Temuan tersebut wajar, mengingat dengan

meningkatnya penerimaan pemerintah daerah, baik

dana alokasi umum, maupun dana bagi hasil akan

mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan

pengeluarannya termasuk di dalamnya belanja barang

dan jasa.

J. Belanja Modal

Hasil pendugaan model persamaan belanja

modal menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.6512. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas dana bagi hasil, dana

alokasi khusus, pendapatan asli daerah, dan belanja

modal tahun sebelumnya, secara bersama-sama

dapat menjelaskan 62.12 persen fluktuasi variabel

belanja modal sektor lain pada taraf nyata (α)

0.0001 ditunjukkan oleh F dengan nilai 25.19, dapat

dilihat pada Tabel 18.

Hasil estimasi model menunjukkan bahwa semua

variabel yang ada yaitu dana bagi hasil, dana alokasi

khusus, pendapatan asli daerah, dan belanja modal

tahun sebelumnya memiliki tanda yang positif dan

Page 88: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

88

namun hanya dana alokasi khusus dan belanja modal

tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata terhadap

belanja modal. Koefisien elastisitas jangka pendek

dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus, dan

pendapatan asli daerah terhadap belanja modal,

berturut-turut adalah 0.0755, 0,6820, dan 0.0212.

Sementara koefisien elastisitas jangka panjang dana

bagi hasil, dana alokasi khusus, dan pendapatan asli

daerah terhadap belanja modal sektor lain, berturut-

turut adalah 0.1009, 0.9118, dan 0.0283. Artinya

peningkatan dana bagi hasil, dana alokasi khusus dan

pendapatan asli daerah sebesar 100 persen akan

meningkatkan belanja modal berturut-turut sebesar

7.55 persen, 68.20 persen, dan 2,12 persen dalam

jangka pendek dan 10.09 persen, 91,18 persen, dan

2,83 persen dalam jangka panjang.

Secara teoritis apabila penerimaan meningkat,

maka ada kecenderungan pengeluaran akan meningkat.

Oleh karena itu dengan meningkatnya penerimaan

pemerintah daerah dari dana bagi hasil dana alokasi

khusus, dan pendapatan asli daerah, maka belanja

modal seperti pembangunan sarana jalan, jembatan,

dan lainnya akan meningkat.

K. Belanja Sosial

Hasil pendugaan model persamaan belanja lain-

lain menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.4380. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 89: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

89

variabel-variabel penjelas pendapatan asli daerah, luas

daerah, jumlah penduduk miskin, tren, dan jumlah

dana sosial tahun sebelumnya secara bersama-sama

dapat menjelaskan 43.80 persen, fluktuasi variabel

belanja lain-lain pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 10.20, dapat dilihat

pada Tabel 18.

Hasil estimasi model menunjukkan bahwa semua

variabel memiliki tanda positif, dan sesuai harapan,

namun hanya variabel teren dan belanja sosial

pemerintah tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata

terhadap belanja lain-lain tahun berjalan. Koefisien

elastisitas jangka pendek pendapatan asli daerah, luas

daerah, jumlah penduduk miskin, tren berturut-turut

adalah 0.1387, 0.0455, 0,0281, dan 0.3416. Sementara

koefisien elastisitas jangka panjang pendapatan asli

daerah, luas daerah, jumlah penduduk miskin, tren

berturut-turut adalah 0.2372, 0.0779, 0,0481dan

0.5841. Artinya pendapatan asli daerah, luas daerah,

jumlah penduduk miskin, tren sebesar 100 persen akan

meningkatkan belanja sosial tahun berjalan berturut-

turut sebesar 13.87 persen, 4.55 persen, 2,81 persen,

dan 34.16 dalam jangka pendek dan 21.27 persen, 7.79

persen, 4,81 persen, dan 58,41 persen dalam jangka

panjang. Temuan ini menunjukkan pemerintah daerah

kabupaten kota di Provinsi Selatan belum dapat

menekan belanja sosial mereka apabila penerimaan

mereka peningkat. Hasil ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan beberapa anggota DPRD

Page 90: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

90

Kabupaten Selayar, Jeneponto, Bantaeng, Takalar, dan

Barru, yang mengatakan bahwa belanja sosial

dilakukan oleh pemerintah darah cenderung meningkat

seiring dengan peningkatnya pendapatan asli daerah.

L. Kerangka Blok Permintaan Agregat

Dalam penelitian ini blok permintaan agregat

terdiri atas, pengeluaran konsumsi swasta, investasi

swasta, ekspor dan impor daerah, serta pengeluaran

pemerintah. Khusus tentang pengeluaran pemerintah

telah dijelaskan dalam sub bahasan blok fiskal

sehingga tidak dijelaskan lagi dalam pokok bahasan

ini. Hasil estimasi model blok permintaan agregat

dapat dilihat pada Tabel 19.

M. Konsumsi Swasta

Hasil pendugaan model persamaan konsumsi

swasta menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.9926. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas produk domestik regional

bruto, belanja pegawai, inflasi, dan konsumsi swasta

tahun sebelumnya, secara bersama-sama dapat

menjelaskan 99.26 persen fluktuasi variabel konsumsi

swasta pada taraf nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan

oleh F dengan nilai 1980.27, dapat dilihat pada Tabel

18.

Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi konsumsi swasta, yaitu produk

domestik regional bruto, memiliki tanda positif dan

Page 91: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

91

berpengaruh nyata terhadap konsumsi swasta.

Koefisien elastisitas produk domestik regional bruto

terhadap konsumsi swasta sebesar 0.0682 dalam

jangka pendek dan 1.6648 dalam jangka panjang.

Artinya peningkatan produk domestik regional bruto

sebesar 100 persen akan meningkatkan konsumsi

masyarakat sebesar 6.82 persen dalam jangka pendek

dan 166,48 persen dalam jangka panjang. Produk

domestik regional bruto di suatu daerah menunjukkan

potensi ekonomi suatu daerah, dan sekaligus

menunjukkan pendapatan masyarakat di daerah

tersebut. Secara teoritis apabila pendapatan masyarakat

meningkat, maka akan mendorong konsumsi

masyarakat meningkat.

Konsumsi swasta tahun sebelumnya

menunjukkan tanda positif dan berpengaruh nyata

terhadap konsumsi swasta tahun berjalan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa perilaku konsumsi masyarakat

tahun berjalan cenderung mengikuti pola konsumsi

tahun sebelumnya.

Page 92: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

92

Tabel 19: Hasil estimasi parameter persamaan agregat

daerah

N. Investasi Swasta

Hasil pendugaan model persamaan investasi

swasta menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.7534. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas belanja modal, pajak daerah,

Page 93: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

93

konsumsi swasta, suku bunga Bank Indonesia, dan

investasi swasta tahun sebelumnya, secara bersama-

sama dapat menjelaskan 75.34 persen fluktuasi

variabel investasi swasta tahun berjalan, pada taraf

nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan

nilai 37,04, dapat dilihat pada Tabel 19.

Belanja modal pemerintah, berpengaruh positif

namun tidak nyata terhadap investasi swasta. Koefisien

elastisitas belanja modal terhadap investasi swasta

sebesar 0,1765 dalam jangka pendek dan sebesar

0,3147 dalam jangka panjang. Artinya setiap 100

persen kenaikan belanja modal pemerintah daerah akan

meningkatkan investasi swasta di daerah tersebut

17.65 persen dalam jangka pendek dan 31.47 persen

dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap penambahan belanja modal yang dikeluarkan

oleh pemerintah daerah dalam membangun

infrastruktur di daerah, akan mendorong para investor

untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut.

Temuan ini sejalan dengan temuan Erden and

Holcombe (2006) pada 19 negara berkembang dan

temuan Haroon and Nasr (2011) di Pakistan.

Pajak daerah berpengaruh negatif namun nyata

terhadap investasi swasta. Koefisien elastisitas pajak

daerah terhadap investasi swasta sebesar -0.0395

dalam jangka pendek dan sebesar -0.0704 dalam

jangka panjang. Artinya setiap kenaikan pajak daerah

sebesar 100 persen, maka akan menurunkan investasi

swasta 3.95 persen dalam jangka pendek dan 7.04

Page 94: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

94

persen dalam jangka panjang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa apabila pendapatan pajak daerah

meningkat, maka investasi swasta akan turun. Dengan

demikian pemerintah daerah harus berhati-hati dalam

menggali potensi penerimaan dari pajak daerah agar

tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost

economy).

Konsumsi swasta berpengaruh positif dan nyata

terhadap investasi swasta. Koefisien elastisitas

konsumsi swasta terhadap investasi swasta adalah

0.5382 dalam jangka pendek dan 0.9598 dalam jangka

panjang. Artinya apabila konsumsi swasta meningkat

100 persen, maka investasi swasta akan meningkat

53.82 persen dalam jangka pendek dan 95.98 persen

dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa kenaikan konsumsi swasta akan meningkatkan

investasi swasta. Kondisi ini cukup wajar mengingat

para investor secara teoritis cenderung menanamkan

modalnya di daerah konsumen.

Suku bunga Bank Indonesia berpengaruh negatif

dan nyata terhadap investasi swasta. Koefisien

elastisitas suku bunga Bank Indonesia terhadap

investasi swasta sebesar -0.2126 dalam jangka pendek

dan sebesar -0.3792 dalam jangka panjang. Artinya

setiap kenaikan suku bunga Bank Indonesia sebesar

100 persen, maka akan menurunkan investasi swasta

21,26 persen dalam jangka pendek dan 37.92 persen

dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa apabila suku bunga bank Indonesia meningkat,

Page 95: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

95

maka investasi swasta akan turun. Temuan ini sejalan

teori ekonomi yang ada bahwa para investor sangat

sulit untuk melakukan investasi apabila suku bank

meningkat.

Investasi swasta tahun sebelumnya menunjukkan

tanda positif dan berpengaruh nyata terhadap investasi

swasta tahun berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa

para investor cenderung mengikuti pola investasi

tahun sebelumnya.

O. Ekspor Daerah

Hasil pendugaan model persamaan ekspor daerah

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

0.9923. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-

variabel penjelas nilai tukar rupiah, inflasi, dan

ekspor daerah tahun sebelumnya, secara bersama-sama

dapat menjelaskan 99.23 persen fluktuasi variabel

ekspor daerah pada taraf nyata (α) 0.0001, ditunjukkan

oleh F dengan nilai 5239.10, dapat dilihat pada Tabel

19.

Nilai tukar rupiah, berpengaruh negatif dan

nyata terhadap ekspor daerah. Koefisien elastisitas

nilai tukar rupiah terhadap ekspor daerah adalah

inelastis sebesar -0.4846 dalam jangka pendek dan

elastis dalam jangka panjang yaitu 10,27. Artinya

setiap 100 persen penurunan nilai tukar rupiah, akan

menaikkan ekspor daerah sebesar 48.46 persen dalam

jangka pendek dan 1000.37 persen dalam jangka

Page 96: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

96

panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai tukar

rupiah sangat responsif terhadap ekspor daerah dalam

jangka panjang. Secara teoritis apabila nilai tukar

rupiah menguat terhadap mata uang asing, maka

ekspor akan turun, dan sebaliknya apabila nilai tukar

rupiah melemah terhadap mata uang asing, maka

ekspor akan meningkat.

Ekspor daerah tahun sebelumnya berpengaruh

positif terhadap ekspor daerah tahun berjalan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ekspor daerah tahun

berjalan berperilaku mengikuti pola ekspor daerah

tahun sebelumnya.

P. Impor Daerah

Hasil pendugaan model persamaan impor daerah,

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

0.9399. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-

variabel penjelas Nilai tukar rupiah, investasi swasta,

dan impor daerah tahun sebelumnya, secara bersama-

sama dapat menjelaskan 93.99 persen, fluktuasi impor

daerah pada taraf nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan

oleh F dengan nilai 308,43, dapat dilihat pada Tabel

19.

Hasil estimasi model menunjukkan bahwa semua

variabel memiliki tanda sesuai harapan, semua variabel

berpengaruh positif dan namun hanya impor daerah

tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata terhadap

impor daerah tahun berjalan. Koefisien elastisitas nilai

tukar rupiah, dan investasi swasta terhadap impor

Page 97: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

97

daerah adalah 0.5776, dan 0.0602 dalam jangka

pendek dan 12.558 dan 1.309 dalam jangka panjang.

Artinya setiap 100 persen peningkatan nilai tukar

rupiah, dan investasi swasta, akan menaikkan impor

daerah sebesar 57,76 persen, 6.02 persen dalam jangka

pendek dan 1255,05 persen, 130,87.15 persen dalam

jangka panjang.

Q. Kerangka Blok Kinerja Perekonomian

Dalam penelitian kinerja perekonomian diukur

dengan, produk domestik regional bruto, penyerapan

tenaga kerja dan kemiskinan. Produk domestik

regional bruto dibagi kedua tiga sektor, produk

domestik regional bruto sektor pertanian, produk

domestik regional bruto sektor industri dan

perdagangan, serta produk domestik regional bruto

sektor lainnya. Sementara penyerapan tenaga kerja

daerah dibagi dalam dua yaitu, penyerapan tenaga

kerja sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja

sektor non pertanian.

Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi output/PDRB masing-masing

sektor, penyerapan tenaga kerja dan kemiskinan dapat

dilihat pada Tabel 20.

R. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Pertanian

Hasil pendugaan model persamaan produk

Page 98: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

98

domestik regional bruto sektor pertanian menunjukkan

nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9829. Hal

tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel

penjelas, investasi swasta, konsumsi swasta, dan

produk domestik regional bruto sektor pertanian tahun

sebelumnya secara bersama-sama dapat menjelaskan

98.29 persen fluktuasi variabel produk domestik

regional bruto sektor pertanian tahun berjalan pada

taraf nyata (α) 0.000, yang ditunjukkan oleh F dengan

nilai 1128.74, dapat dilihat pada Tabel 20.

Investasi swasta, menunjukkan tanda positif

namun tidak berpengaruh nyata terhadap produk

domestik regional bruto sektor pertanian. Koefisien

elastisitas investasi swasta adalah 0.0183 adalah

jangka pendek dan 0.6289 dalam jangka panjang.

Artinya setiap 100 persen kenaikan investasi swasta,

akan menaikkan PDRB sektor pertanian sebesar 1.83

persen dalam jangka pendek dan 62.89 persen dalam

jangka panjang. Temuan ini menunjukkan minat para

investasi swasta untuk menanamkan modalnya pada

sektor pertanian relatif sangat kecil. Hal tersebut

sangat wajar mengingat tingkat pengembalian modal

pada sektor pertanian membutuhkan waktu yang cukup

panjang dan relatif lebih kecil dibanding sektor

lainnya.

Konsumsi swasta, menunjukkan tanda positif

namun tidak berpengaruh nyata terhadap produk

domestik regional bruto sektor pertanian. Koefisien

elastisitas konsumsi swasta terhadap produk domestik

Page 99: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

99

regional bruto sektor pertanian adalah 0.0177 dalam

jangka pendek dan 0.197 dalam jangka panjang.

Artinya setiap 100 persen kenaikan konsumsi swasta,

akan menaikkan PDRB sektor pertanian sebesar 1.77

persen dalam jangka pendek dan 19.70 persen dalam

jangka panjang. Peningkatan konsumsi masyarakat

secara teoritis akan mendorong naiknya harga produk

termasuk di dalamnya produk pertanian. Dengan

naiknya harga produk pertanian, mendorong petani

untuk meningkatkan produksinya. Dengan demikian

peningkatan konsumsi masyarakat akan mendorong

meningkatnya produksi sektor pertanian.

Produk domestik regional bruto sektor pertanian

tahun sebelumnya berpengaruh positif dan nyata

terhadap PDRB sektor pertanian tahun berjalan. Hal

tersebut sangat wajar mengingat para petani cenderung

mempertahankan usaha taninya.

S. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Industri dan Perdagangan

Hasil pendugaan model persamaan produk

domestik regional bruto sektor industri dan

perdagangan menunjukkan nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0.9979. Hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas,

investasi swasta, ekspor bersih, dan produk

domestik regional bruto sektor industri dan

perdagangan tahun sebelumnya, secara bersama-

sama dapat menjelaskan 99.78 persen, fluktuasi

Page 100: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

100

variabel produk domestik regional bruto sektor

industri pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 9127.56, dapat

dilihat pada Tabel 20.

Investasi swasta, berpengaruh positif dan

nyata terhadap produk domestik regional bruto

sektor industri. Hal tersebut menunjukkan bahwa

apabila investasi swasta meningkat, maka PDRB

sektor industri akan meningkat. Koefisien elastisitas

investasi swasta adalah 0.0431 dalam jangka pendek

dan 0,6009 dalam jangka panjang. Berarti apabila

investasi swasta meningkat 100 persen, maka

PDRB sektor industri meningkat sebesar 4.31

persen dalam jangka pendek, dan 60,09 persen

dalam jangka panjang. Temuan ini wajar karena

secara teoritis apabila investasi swasta meningkat,

maka produksi akan meningkat.

Ekspor bersih berpengaruh positif namun tidak

nyata terhadap produk domestik regional bruto

sektor industri dan perdagangan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa apabila ekspor bersih, maka

PDRB sektor industri dan perdagangan akan

meningkat. Koefisien elastisitas jangka pendek

ekspor bersih adalah 0.0092 dalam jangka pendek

dan 0,1279 persen dalam jangka panjang. Berarti

apabila ekspor bersih meningkat 100 persen, maka

PDRB sektor industri dan perdagangan meningkat

sebesar 0.92 persen dalam jangka pendek dan 12,79

persen dalam jangka panjang.

Page 101: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

101

Produk domestik regional bruto sektor industri

dan perdagangan tahun sebelumnya, berpengaruh

positif dan nyata terhadap PDRB sektor industri

tahun berjalan. Hal tersebut sangat wajar mengingat

para investor yang sudah menanamkan modal pada

sektor industri cenderung meningkatkan

investasinya.

T. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Industri dan Perdagangan

Hasil pendugaan model persamaan produk

domestik regional bruto sektor bangunan

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.9844. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas; tenaga kerja non

pertanian, investasi swasta, dana dekonsentrasi

tugas pembantuan dan lainnya, serta belanja modal

sektor lainnya secara bersama-sama dapat

menjelaskan 98.44 persen, fluktuasi variabel produk

domestik regional bruto sektor bangunan pada taraf

nyata (α) 0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan

nilai 2162.13, dapat dilihat pada Tabel 30.

Hasil estimasi model juga menunjukkan

bahwa variabel investasi swasta, dana

dekonsentrasi tugas pembantuan dan lainnya,

berpengaruh positif dan nyata terhadap PDRB

sektor bangunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 102: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

102

apabila investasi swasta, dana dekonsentrasi tugas

pembantuan dan lainnya, meningkat, maka PDRB

sektor bangunan akan meningkat. Koefisien

elastisitas jangka pendek investasi swasta, dana

dekonsentrasi tugas pembantuan dan lainnya

terhadap PDRB sektor bangunan, berturut-turut

sebesar 0.7431 dan 0.1246. Berarti apabila investasi

swasta, dana dekonsentrasi tugas pembantuan dan

lainnya meningkat sebesar 10 persen, maka PDRB

sektor bangunan meningkat masing-masing sebesar

7.427 persen, 1.262 persen. Temuan ini

menunjukkan bahwa pemerintah daerah sangat

membutuhkan investasi swasta dalam mendorong

pertumbuhan sektor bangunan di daerahnya, dan

sekaligus menunjukkan bahwa dana dekonsentrasi

tugas pembantuan diperlukan dalam mendorong

PDRB sektor bangunan.

Penyerapan tenaga kerja non pertanian dan

belanja modal sektor lainnya berpengaruh positif

namun tidak nyata terhadap PDRB sektor

bangunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa,

apabila penyerapan tenaga kerja non pertanian, dan

belanja modal sektor lainnya meningkat, maka

PDRB sektor bangunan akan meningkat. Koefisien

elastisitas jangka pendek penyerapan tenaga kerja

non pertanian dan belanja modal sektor lainnya

berturut-turut adalah 0.02746 dan 0.00160. Artinya

apabila penyerapan tenaga kerja non pertanian dan

belanja modal sektor lainnya meningkat 10 persen,

Page 103: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

103

maka PDRB sektor bangunan meningkat masing-

masing sebesar 0.264 persen dan 0.016 persen

dalam jangka pendek. Temuan ini logis, karena

secara teoritis peningkatan penyerapan tenaga kerja

non pertanian akan mendorong peningkatan

pertumbuhan PDRB sektor bangunan.

U. Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Lainnya

Produk domestik regional bruto sektor lainnya

dalam penelitian ini meliputi, PDRB sektor

bangunan, sektor pertangan, sektor listrik gas dan

air, sektor transportasi dan komunikasi, sektor

keuangan, dan sektor jasa-jasa.

Hasil pendugaan model persamaan produk

domestik regional bruto sektor lainnya

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.9808. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas; penyerapan tenaga kerja

non pertanian, investasi swasta, dana dekonsentrasi

tugas pembantuan dan lainnya, inflasi, serta produk

domestik regional bruto sektor lainnya tahun

sebelumnya secara bersama-sama dapat

menjelaskan 96.08 persen fluktuasi variabel produk

domestik regional bruto sektor lainnya pada taraf

nyata (α) 0.0001, ditunjukkan oleh F dengan nilai

289.82, dapat dilihat pada Tabel 19.

Hasil estimasi model juga menunjukkan

bahwa variabel penyerapan tenaga kerja non

Page 104: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

104

pertanian, dana dekonsentrasi tugas pembantuan

dan lainnya, berpengaruh positif dan nyata serta

sesuai harapan terhadap PDRB sektor lainnya. Hal

tersebut menunjukkan bahwa apabila penyerapan

tenaga kerja non pertanian, dan dana dekonsentrasi

tugas pembantuan dan lainnya, meningkat maka

PDRB sektor lainnya akan meningkat. Koefisien

elastisitas jangka pendek penyerapan tenaga kerja

non pertanian, investasi swasta, dan dana

dekonsentrasi tugas pembantuan dan inflasi

terhadap PDRB sektor lainnya, berturut-turut

sebesar 0.2026, 0.0454, 0,0350, dan 0.0401 dalam

jangka pendek, serta 1,5975, 0,3575, 0,2757, dan

0,3160 dalam jangka panjang. Berarti apabila

penyerapan tenaga kerja non pertanian, investasi

swasta, dana dekonsentrasi tugas pembantuan dan

inflasi meningkat sebesar 100 persen, maka PDRB

sektor lainnya meningkat masing-masing sebesar

20,26 persen, 4.54 persen, 3,50 persen, dan 4.01

persen dalam jangka pendek, serta 159,75 persen,

35,75 persen, 27,57 persen, dan 31,60 persen dalam

jangka panjang. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa

peningkatan tenaga kerja, investasi swasta, serta

dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan

mendorong peningkatan PDRB pada sektor

lainnya.

Page 105: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

105

Tabel 20. Hasil estimasi parameter persamaan kinerja

perekonomian

V. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Hasil pendugaan model persamaan

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.92174. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 106: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

106

variabel-variabel penjelas; jumlah angkatan kerja,

investasi swasta, dan penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian tahun sebelumnya, secara bersama-sama

dapat menjelaskan 92.17 persen, fluktuasi variabel

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun

berjalan pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 232,62, dapat

dilihat pada Tabel 20.

Hasil estimasi model juga menunjukkan

bahwa jumlah angkatan kerja, dan penyerapan

tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya,

berpengaruh positif dan nyata terhadap penyerapan

tenaga kerja sektor pertanian tahun berjalan.

Koefisien elastisitas jumlah angkatan kerja adalah

0.110 dalam jangka pendek dan 2.1587 dalam

jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa

apabila angkatan kerja, meningkat 10 persen, maka

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian meningkat

sebesar 1.10 persen dalam jangka pendek dan

21.587 persen dalam jangka panjang. Hasil tersebut

sesuai dengan teori bahwa apabila angkatan kerja

meningkat, maka mereka dapat memilih bekerja

pada sektor pertanian dengan upah rendah

dibanding mereka menganggur.

Investasi swasta, berpengaruh positif namun

tidak nyata terhadap penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila

investasi swasta meningkat, maka penyerapan

tenaga kerja pada sektor pertanian akan naik.

Page 107: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

107

Koefisien elastisitas investasi swasta adalah 0.0418

dalam jangka pendek, dan 0.3339 dalam jangka

panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila

investasi swasta meningkat sebesar 100 persen,

maka penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian

naik sebesar 4.18 persen dalam jangka pendek, dan

naik 33.39 persen dalam jangka panjang. Hal ini

cukup wajar mengingat para investor menanamkan

modalnya pada sektor pertanian, maka secara

otomatis lapangan kerja pada sektor pertanian akan

meningkat, yang berdampak pada meningkatnya

tenaga pada sektor pertanian.

Angkatan kerja, berpengaruh positif namun

tidak nyata terhadap penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila

angkatan kerja meningkat, maka penyerapan tenaga

kerja pada sektor pertanian akan naik. Koefisien

elastisitas investasi swasta adalah 0.0985 dalam

jangka pendek, dan 0.7865 dalam jangka panjang.

Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila angkatan

kerja meningkat sebesar 100 persen, maka

penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian naik

sebesar 9.85 persen dalam jangka pendek, dan naik

78,65 persen dalam jangka panjang. Hal ini cukup

wajar mengingat para angkatan kerja dapat dengan

mudah terserap pada sektor pertanian,

Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun

sebelumnya, menunjukkan angka positif dan

berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga

Page 108: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

108

kerja tahun berjalan. Hal ini cukup wajar mengingat

tenaga kerja yang telah terbiasa bekerja pada sektor

pertanian umumnya memiliki tingkat pendidikan

yang rendah, sehingga sangat sulit untuk keluar dari

sektor pertanian.

W. Penyerapan Tenaga Kerja non Sektor

Pertanian

Hasil pendugaan model persamaan

penyerapan tenaga kerja sektor non pertanian

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.9642. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas; investasi swasta, upah

minimum provinsi, suku bunga bank Indonesia,

inflasi, dan penyerapan tenaga kerja sektor non

pertanian tahun sebelumnya, secara bersama-sama

dapat menjelaskan 96.64 persen, fluktuasi variabel

penyerapan tenaga kerja sektor non pertanian tahun

berjalan pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 318,46, dapat

dilihat pada Tabel 20.

Hasil estimasi model juga menunjukkan

bahwa investasi swasta, dan inflasi serta

penyerapan tenaga kerja sektor non pertanian tahun

sebelumnya, berpengaruh positif dan terhadap

penyerapan tenaga kerja sektor non pertanian tahun

berjalan. Koefisien elastisitas jumlah angkatan kerja

adalah 0.110 dalam jangka pendek dan 2.1587

dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan

Page 109: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

109

bahwa apabila investasi swasta, meningkat 100

persen, maka penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian meningkat sebesar 7.45 persen dalam

jangka pendek dan 268.57 persen dalam jangka

panjang. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa

apabila investasi swasta, maka mereka kesempatan

kerja meningkat.

Upah minimum provinsi dan suku bunga

Bank Indonesia, berpengaruh negatif namun

terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non

pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila

upah minimum provinsi dan suku bunga bank

Indonesia meningkat, maka penyerapan tenaga kerja

pada sektor non pertanian akan turun. Koefisien

elastisitas upah minimum provinsi dan suku bunga

Bank Indonesia berturut-turut adalah -0.4622 dan -

0,4294 dalam jangka pendek, serta 16,6602 dan

15,4802 persen dalam jangka panjang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa apabila upah minimum

provinsi dan suku bunga Bank Indonesia meningkat

sebesar 100 persen, maka penyerapan tenaga kerja

pada sektor pertanian turun berturut-turut sebesar

46,22 persen dan 42,94 persen dalam jangka

pendek, turun berturut-turut 1666,02 persen dan

1548,02 persen dalam jangka panjang. Hal ini

cukup wajar mengingat dengan naiknya upah dan

suku bunga Bank Indonesia mendorong para

investor untuk menahan investasinya sehingga

kebutuhan akan tenaga kerja akan berkurang.

Page 110: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

110

Penyerapan tenaga kerja sektor non pertanian

tahun sebelumnya, menunjukkan angka positif dan

berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga

kerja tahun berjalan. Hal ini cukup wajar mengingat

tenaga kerja yang telah terbiasa bekerja pada sektor

non pertanian senantiasa berusaha untuk bertahan

dalam perusahaan di mana mereka telah bekerja,

yang memberikan upah yang lebih tinggi dibanding

bekerja pada sektor pertanian.

Hasil pendugaan model persamaan kemiskinan

menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 0.9787. Hal tersebut menunjukkan bahwa

variabel-variabel penjelas; indeks pembangunan

manusia, investasi swasta, belanja sosial,

penyerapan tenaga kerja, dan jumlah penduduk

miskin tahun sebelumnya, secara bersama-sama

dapat menjelaskan 97.87 persen fluktuasi variabel

kemiskinan pada taraf nyata (α) 0.0001, yang

ditunjukkan oleh F dengan nilai 543.63, dapat

dilihat pada Tabel 20.

Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa

indeks pembangunan manusia, investasi swasta, dan

penyerapan tenaga kerja, memiliki tanda negatif dan

sesuai harapan, namun hanya indeks pembangunan

manusia yang berpengaruh nyata terhadap kemiskinan

pada 10 kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan.

Koefisien elastisitas indeks pembangunan manusia

terhadap kemiskinan, sebesar -1,6108 dalam jangka

pendek dan sebesar -75.6372 dalam jangka panjang.

Page 111: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

111

Artinya apabila variabel indeks pembangunan

manusia, meningkat 100 persen, maka kemiskinan

akan turun sebesar 161.08 persen dalam jangka pendek

dan 7563,72 persen dalam jangka panjang. Hal ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan indeks

pembangunan manusia 10 kabupaten di Provinsi

Sulawesi Selatan dapat mengurangi angka kemiskinan

yang ada.

Investasi swasta dan penyerapan tenaga kerja

memiliki tanda negatif dan sesuai harapan, namun

tidak berpengaruh nyata terhadap kemiskinan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa apabila investasi swasta

dan penyerapan tenaga kerja, maka jumlah penduduk

miskin pada kabupaten kota di Provinsi Sulawesi

Selatan akan menurun. Koefisien elastisitas investasi

swasta dan penyerapan tenaga kerja, berturut-turut

adalah sebesar -0.0089 dan -0,0428 dalam jangka

pendek dan sebesar 0,4194 persen dan -2,011 dalam

jangka panjang. Berarti apabila variabel investasi

swasta dan penyerapan tenaga, meningkat 100 persen,

maka kemiskinan akan turun masing-masing sebesar

0,8 persen dan 4,28 dalam jangka pendek serta 41,94

201,1 persen dalam jangka panjang. Temuan ini cukup

rasional karena apabila investasi meningkat maka

penyerapan tenaga kerja meningkat, yang tentunya

tidak sedikit orang miskin yang terserap dalam

lapangan kerja sehingga angka kemiskinan menurun.

Belanja sosial memiliki tanda positif dan tidak

sesuai harapan namun tidak berpengaruh nyata

Page 112: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

112

terhadap kemiskinan. Temuan ini cukup kontradiktif,

di mana belanja sosial yang pada dasarnya ditujukan

untuk menjaga agar dampak sosial dari suatu bencana

atau guncangan ekonomi dapat diatasi, maka

kemiskinan akan meningkat. Meskipun demikian hasil

wawancara dengan beberapa anggota dewan

perwakilan rakyat daerah (DPDR) kabupaten Gowa,

Maros, Jeneponto, Bantaeng, dan Bulukumba,

diperoleh informasi bahwa pada dalam beberapa tahun

terakhir pemda kabupaten yang ada umumnya

mengurangi belanja sosial yang ada, disebabkan karena

keterbatasan anggaran, namun pengawasan terhadap

penggunaan belanja sosial lebih diperketat agar tepat

sasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka penggunaan

belanja sosial dalam mengurangi kemiskinan pada 3

(tiga) tahun terakhir cukup efektif.

Jumlah penduduk miskin tahun sebelumnya,

memiliki tanda positif dan sesuai harapan serta

berpengaruh nyata terhadap kemiskinan. Berarti

jumlah penduduk miskin tahun berjalan mengikuti pola

jumlah penduduk miskin tahun sebelumnya. Dengan

kata lain penanggulangan kemiskinan yang

dilakukan pemerintah kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan belum berjalan sebagaimana yang

diharapkan.

Page 113: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

113

BAGIAN 7

SIMULASI MODEL PENGELUARAN

PEMERINTAH DAERAH

ntuk melihat dampak kebijakan fiskal

terhadap perekomian 10 kabupaten di

Provinsi Sulawesi Selatan, maka dilakukan

simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan pada dasarnya

bertujuan untuk menganalisis dampak dari berbagai

alternatif kebijakan atau skenario kebijakan dengan

cara mengubah variabel atau instrumen kebijakan

(policy instrument). Dalam penelitian ini simulasi

kebijakan dilakukan untuk mengetahui dampak

perubahan dari variabel pengeluaran pemerintah

daerah terhadap perekonomian 10 kabupaten di

Provinsi Sulawesi Selatan.

A. Validasi Model

Validasi model digunakan untuk mengetahui

apakah model cukup valid digunakan untuk simulasi

alternatif kebijakan atau tidak. Hal ini penting

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh

U

Page 114: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

114

mana model tersebut dapat mewakili dunia nyata.

Dalam model ini indikator validasi statistik yang

digunakan adalah R Square (R2) dan Theils Inequality

Coeficient (U). Sitepu dan Siregar (2006) mengatakan

suatu model dikatakan baik daya prediksinya apabila

Theils Inequality Coeficient (U) mendekati nilai nol.

Tabel 21 menunjukkan bahwa secara umum

hasil validasi menunjukkan bahwa model yang

dibangun cukup valid untuk digunakan dalam simulasi

kebijakan. Berdasarkan indikator R Square, semua

parameter dalam model menunjukkan nilai R Square

yang cukup tinggi, hanya dua parameter yang R Square

di bawah 0.50, sehingga model dapat dengan baik

menjelaskan prilaku besarannya. Sementara

berdasarkan kriteria Theils Inequality Coeficient (U),

hanya satu parameter yangU nya berada di atas 0.20.

Tabel 21. Hasil Validasi Model Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Kemiskinan 10 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan

Page 115: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

115

B. Simulasi Kebijakan

Dalam tulisan ini, simulasi dilakukan

berdasarkan pertimbangan ekonomi, sebagaimana isu-

isu kebijakan fiskal yang banyak diperbincangkan

dikalangan para ekonom dewasa ini. Adapun simulasi

kebijakan yang terpilih adalah:

1. Meningkatkan belanja modal, sebesar 20 persen.

2. Meningkatkan total pengeluaran pemerintah

sebesar 20 persen.

3. Meningkatkan investasi swasta 20 persen

C. Dampak Peningkatan Belanja Modal 20

Persen.

Dalam era otonomi daerah dewasa ini

pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam

menentukan besarnya besaran prioritas pada masing-

masing jenis pengeluaran. Salah satu jenis pengeluaran

yang cukup penting dalam mendorong tumbuh

kembangnya ekonomi baik di perkotaan maupun di

perdesaan adalah belanja modal. Belanja modal yang

pada dasarnya ditujukan untuk membangun

infrastruktur berupa jalan dan lainnya baik di kota

maupun diperdesakan sangat dibutuhkan untuk

memperlancar arus barang dari desa kota maupun dari

kota ke desa. Oleh karena itu simulasi pertama yang

dilakukan yaitu, apabila pemerintah daerah dapat

meningkatkan belanja modal sebesar 20 persen, maka

Page 116: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

116

dampaknya terhadap perekonomian dapat dilihat pada

Tabel 22.

Tabel 22 Dampak Kenaikan Belanja Modal 20 Persen

Dampak simulasi ini terhadap permintaan

agregat adalah konsumsi masyarakat naik kurang dari

0.01 persen, investasi swasta naik 3,40 persen dan

total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 0.12

persen, ekspor daerah naik, 0.04 persen, dan impor

daerah juga naik dari 0.20 persen, dan akibatnya

ekspor bersih turun 0,62 persen. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal 20

Page 117: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

117

persen berdampak positif terhadap permintaan agregat

secara keseluruhan.

Apabila dilihat dari sisi produk domestik

regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi

kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.06 persen,

sektor industri dan perdagangan 0,14 persen, dan

sektor lainnya naik 0,18. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal

memberi dampak positif pada semua sektor yang,

meskipun dampak relatif sangat kecil karena kurang 1

persen.

Apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja,

maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian meningkat 0.14 persen, dan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja non pertanian

naik 0,25 persen, sehingga pengangguran turun

sebesar 1,84 persen. Dampak akhir dari kebijakan ini

adalah jumlah penduduk miskin, turun sebesar 0.03

persen.

D. Dampak Peningkatan Total Pengeluaran

Pemerintah 20 Persen

Simulasi kedua yang dilakukan adalah asumsi

bahwa pemerintah kabupaten dapat meningkatkan total

pengeluarannya sebesar 20 persen. Asumsi ini pada

pasarnya agak sulit dilakukan, karena keterbatasan

sumber penerimaan dari pemerintah daerah, namun

peneliti sengaja melakukan dengan tujuan mengetahui

Page 118: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

118

dampak dari kenaikan total pengeluaran pemerintah

kabupaten terhadap perekonomian daerah. Dampak

simulasi ini terhadap perekonomian dapat dilihat pada

Tabel 23.

Dampak simulasi ini terhadap permintaan

agregat adalah konsumsi masyarakat naik kurang dari

0.01 persen, investasi swasta naik 5,09 persen, ekspor

daerah naik, 0.04 persen, dan impor daerah juga naik

dari 0.31 persen, dan akibatnya ekspor bersih turun

0,91 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

peningkatan total pengeluaran pemerintah sebesar 20

persen berdampak positif terhadap permintaan agregat

secara keseluruhan.

Apabila dilihat dari sisi produk domestik

regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi

kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.09 persen,

sektor industri dan perdagangan 0,21 persen, dan

sektor lainnya naik 0,26. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa total pemerintah daerah memberi

dampak positif pada semua sektor yang ada, meskipun

dampak relatif sangat kecil karena kurang 1 persen.

Page 119: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

119

Tabel 23. Dampak Kenaikan Total pengeluaran

pemerintah 20 Persen

Apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga

kerja, maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga

kerja sektor pertanian meningkat 0.21 persen, dan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja non pertanian

naik 0,38 persen, sehingga pengangguran turun

sebesar 2,73 persen. Dampak akhir dari kebijakan ini

adalah jumlah penduduk miskin, turun sebesar

0.04persen.

Page 120: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

120

E. Dampak Peningkatan Investasi 20 Persen.

Simulasi ketiga yang dilakukan adalah

simulasi non fiskal dalam bentuk peningkatan investasi

swasta sebesar 20 persen. Apabila pemerintah daerah

dapat menciptakan kondisi ekonomi yang sehat di

daerah, serta melakukan promosi investasi dengan

gencar, maka diasumsikan bahwa investasi swasta

dapat ditingkatkan sampai 20 persen. Dampak simulasi

ini terhadap perekonomian dapat dilihat pada Tabel 23

di bawah ini.

Tabel 24. Dampak Kenaikan Investasi Pemerintah 20

Persen

Dampak simulasi ini terhadap permintaan

agregat adalah konsumsi masyarakat naik kurang dari

0.05 persen, total pengeluaran pemerintah naik 0,01

Page 121: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

121

persen, ekspor daerah naik, 0.54 persen, dan impor

daerah juga naik dari 0.18 persen, dan akibatnya

ekspor bersih turun 0,52 persen. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan investasi swasta 20

persen berdampak positif terhadap permintaan agregat

secara keseluruhan.

Apabila dilihat dari sisi produk domestik

regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi

kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.37 persen,

sektor industri dan perdagangan 0,83 persen, dan

sektor lainnya naik 1,04. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan investasi swasta 20

persen memberi dampak positif pada semua sektor,

dan memberi dampak yang cukup baik dibanding

dengan simulasi 1 dan 2.

Apabila dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja,

maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian meningkat 0.84 persen, dan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja non pertanian

naik 1,49 persen, sehingga pengangguran turun

sebesar 10,81 persen. Dampak akhir dari kebijakan ini

adalah jumlah penduduk miskin, turun sebesar 0.23

persen.

Page 122: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

122

BAGIAN 8

EFEKTIFITAS PENGELUARAN PEMERINTAH

DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN DAN

KEMISKINAN

ada bagian ini, penulis menganalisis pola

hubungan antara variabel pengeluaran

pemerintah kabupaten dan kota terutama

belanja modal dengan pertumbuhan PDRB, belanja

modal dengan kemiskinan, dan belanja modal dengan

pengangguran kabupaten kota. Hal ini menarik karena

dengan gambaran ini memungkinkan untuk

mengetahui posisi masing-masing kabupaten kota yang

ada di Provinsi Sulawesi Selatan.

Di samping itu juga akan diuraikan dianalisis

pola hubungan PDRB dengan kemiskinan dan PDRB

dengan pengangguran masing-masing kabupaten kota

di Provinsi Sulawesi Selatan. Pola hubungan yang

dimaksud dibuat dalam dua periode yaitu periode yaitu

tahun 2007-2010 dan periode tahun 2011-2014.

P

Page 123: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

123

A. Analisis Belanja Modal terhadap Produk

Domestik Regional Bruto

Pola hubungan antara persentase rata-rata

pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-

rata pertumbuhan produk domestik regional bruto

menunjukkan angka positif namun tidak nyata yaitu

0.193 pada periode tahun 2007-2010 dan 0.180 untuk

periode tahun 2011-2014. Hal tersebut menunjukkan

bahwa belanja modal yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah belum sepenuhnya dapat

mendorong pertumbuhan PDRB di daerahnya.

Untuk jelasnya pola hubungan antara persentase

rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan

persentase rata-rata pertumbuhan produk domestik

regional bruto dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 dan 6menunjukkan bahwa pada

periode tahun 2007-2010 hanya ada empat kabupaten

kota yang berada pada kuadran I pada kondisi terbaik,

empat berada di kuadran II, tujuh berada di kuadran

IV, dan enam berada pada kuadran III kondisi

terburuk. Sementara pada periode tahun 2011-2014

terjadi pergeseran, dimana terdapat 6 kabupaten kota

berada pada kuadran I kondisi terbaik, empat di

kuadran II, enam pada kuadran IV, dan 6 pada

kuadran III kondisi terburuk

Page 124: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

124

Gambar 5: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2007-2010

Gambar 6: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2011-2014

Kuadran III, dengan kondisi terburuk meliputi

enam kabupaten yaitu Jeneponto, Luwu, Bantaeng,

Page 125: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

125

Pinrang, Enrekang dan Tana Toraja. Jika

membandingkan rata-rata pertumbuhan belanja modal

dengan rata-rata pertumbuhan PDRB periode tahun

2007-2010 dan periode tahun 2011-2014, maka

terdapat dua kabupaten yang konsisten berada pada

kuadran III, yaitu Kabupaten Jeneponto dan Tana

Toraja, dan tidak satupun kabupaten kota yang

konsisten berada pada kondisi terbaik di Kuadran I.

Kabupaten Jeponto dan Kabupaten Tana Toraja

adalah dua kabupaten dengan tingkat pendapatan

perkapita yang relatif kecil dibanding dengan

kabupaten lain dengan jumlah penduduk cukup besar.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua kabupaten

tersebut memiliki keterbatasan belanja modal dalam

membangun infrastruktur, sehingga investor swasta

kurang tertarik, akibatnya membuat pertumbuhan

PDRB kedua kabupaten tersebut relatif kecil dibanding

dengan kabupaten lainnya.

Sementara Kota Makassar yang sebelumnya

berada pada kuadran I bergeser ke kuadran IV

menujukkan bahwa pertumbuhan PDRB di Kota

Makassar lebih banyak didorong oleh investasi swasta

mengingat keberadaan kota makassar, sebagai ibu kota

provinsi dengan infrastuktur yang cukup bangus,

dibanding daerah lainnya.

Pada sisi lain Kabupaten Luwu Timur sebagai

satu-satunya Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan

yang memiliki perusahaan tambang yang cukup besar

dimana total PDRB lebih 80 persen disumbangkan

Page 126: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

126

oleh sektor pertambangan. bergeser dari kuadran I ke

kuadran II. Pergeseran disebabkan karena

pertumbuhan PDRB sektor pertambangan relatif tetap.

B. Analisis Belanja Modal terhadap Kemiskinan

Pola hubungan antara persentase rata-rata

pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-

rata penduduk miskin menunjukkan angka negatif dan

nyata pada periode tahun 2005-2009 yaitu -0.370, dan

negatif tidak nyata pada untuk periode tahun 2010-

2014 yaitu -0.047. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kualitas belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah pada periode tahun 2010-2014 turun di banding

pada periode tahun 2007-2010. Dalam arti bahwa

belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah pada

peride 2011-2014 kurang berpihak kepada penduduk

miskin dibanding periode tahun 2007-2010.

Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-

rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase

rata-rata penduduk miskin dapat dilihat pada Gambar

7 dan 8.

Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa pada

periode tahun 2007-2010, terdapat tujuh kabupaten

kota yang berada pada kuadran II, tiga berada di

kuadran I, delapan berada di kuadran IV, dan empat

berada di kuadran III. sementara pada periode tahun

2007-2010 terjadi pergeseran, dimana terdapat sebelas

kabupaten kota berada pada kuadran II, tujuh pada I,

tiga pada kuadran III, dan hanya dua pada kuadran IV.

Page 127: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

127

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam era otonomi

daerah dewasa ini, keberpihakan pemerintah daerah

terhadap kemiskinan pada masing-masing kabupaten

kota, cukup bervariasi, dan cenderung tidak konsisten.

Gambar 7: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk

Miskin Tahun 2007-2010

Apabila kita membandingkan persentase rata-rata

pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-

rata penduduk miskin periode tahun 2007-2010 dan

periode tahun 2011-2014, maka dua kabupaten yaitu

Jeneponto, dan Luwu konsisten berada pada kuadran

IV, sedang lima kabupaten lainnya bergeser yaitu

Kabupaten Maros, Pangkep, Luwu Utara, dan Tana

Toraja bergeser ke kuadran I, Kabupaten Gowa, Sinjai

ke kuadran II. Sementara kabupaten kota yang

konsisten berada pada kondisi terbaik pada kuadran II

Page 128: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

128

yaitu Kabupaten Wajo, Luwu Timur, Soppeng, Barru,

dan Kota Palopo.

Gambar 8: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk

Miskin Tahun 2011-2014

Pada periode 2011-2014 terdapat tujuh

kabupaten kota yang berada pada kuadran I yaitu

Kabupaten Pangkep, Enrekang, Maros Selayar, Tana

Toraja, Bone, dan Luwu Itara. Kondiri pada kuadran I

menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan belanja

modal yang dikeluarkan oleh kebupaten kota yang

bersangkutan cukup tinggi dibanding dengan

kabupaten lainnya, namun tingkat kemiskinan di

daerah tersebut tetap tinggi. Dengan demikian pola

hubungan antara belanja modal dan kemiskinan sangat

rendah di daerah ini. Hal tersebut mengindikasikan

Page 129: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

129

bahwa belanja modal yang dikeluarkan kurang

menyentuh pada kantong-kantong kemiskinan di

daerah tersebut, dan sekaligus menunjukkan bahwa

keberpihakan pemerintah daerah terhadap penduduk

miskinan di daerahnya relatif rendah.

C. Analisis Belanja Modal terhadap Pengangguran

Pola hubungan antara persentase rata-rata

pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-

rata pengangguran, menunjukkan angka negatif dan

tidak nyata pada periode tahun 2007-2010 yaitu -

0.040, dan -0.068 untuk periode tahun 2011-2014. Hal

tersebut menunjukkan bahwa belanja modal yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah kurang dapat

menurunkan pengangguran yang ada di daerahnya.

Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-

rata pertumbuhan belanja modal dengan rata-rata

pengangguran dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa pada

periode tahun 2007-2010 terdapat lima kabupaten kota

yang berada pada kuadran II, lima berada di kuadran I,

tujuh berada di kuadran IV, dan enam berada di

kuadran III. Sementara pada periode tahun 2011-2014

terjadi pergeseran, dimana terdapat delapan kabupaten

kota berada pada kuadran II, sepuluh pada I, empat

pada kuadran III, dan hanya satu pada kuadran IV.

Page 130: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

130

Gambar 9: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran

Tahun 2007-2010

Kuadran IV, dengan kondisi terburuk yaitu

hanya Kota Makassar pada periode tahun 2011-2014,

hal ini mungkin disebabkan karena Kota Makassar

sebagai ibukota provinsi, sehingga tidak sedikit

penduduk yang mengadu nasib mencari pekerjaan di

Kota Makassar, mengakibatkan pengangguran di Kota

Makassar cukup tinggi. Sementara tiga kabupaten yang

konsisten berada pada kondisi terbaik pada kuadran II

yaitu Kabupaten Wajo, Soppeng, Enrekang.

Kota Makassar, Palopo, dan Pare-pare memiliki

tingkat pengangguran yang cukup tinggi dibanding

dengan daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa

angkatan kerja yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan

Page 131: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

131

cenderung mencari pekerjaan di kota. Mengingat

ketiga daerah itu adalah merupakan kota yang ada di

Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara Kabupaten

Gowa, Maros, dan Pangkep adalah tiga kabupaten

yang berlokasi sangat dekat dengan Kota Makassar.

Semenatara Kabupaten Luwu Timur adalah satu-

satunya kabupaten yang memiliki lokasi pertambangan

yang cukup besar.

Gambar 10: Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-

rata Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran

Tahun 2011-2014

D. Analisis Produk Domestik Regional Bruto

terhadap Kemiskinan

Pola hubungan antara persentase rata-rata

pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

Page 132: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

132

penduduk miskin menunjukkan angka negatif dan

nyata pada periode tahun 2007-2010 yaitu -0.396, dan

angka negatif tidak nyata untuk periode tahun 2011-

2014 yaitu -0.249. Hal tersebut menunjukkan bahwa

pertumbuhan PDRB kabupaten kota kualitasnya

menurun pada peride 2010-2014 dibanding dengan

peride 2007-2010, dalam arti bahwa pertumbuhan

PDRB pada tahun 2011-2014 kurang berkualitas,

dalam arti bahwa pertumbuhan yang ada lebih banyak

dinikmati oleh goloangan menengah ke atas.

Untuk melihat pola hubungan persentase rata-

rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

penduduk miskin tahun 2007-2010 dan 2011-2014

dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 23 dan 24 menunjukkan bahwa pada

periode tahun 2005-2009 terdapat enam kabupaten

kota yang berada pada kuadran II, lima berada di

kuadran I, enam berada di kuadran IV, dan enam

berada di kuadran III. Sementara pada periode tahun

2011-2014 terjadi pergeseran, dimana terdapat delapan

kabupaten kota berada pada kuadran II, empat pada I,

lima pada kuadran III, dan lima pada kuadran IV.

Page 133: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

133

Gambar 11: Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat

Rata-rata Kemiskinan Tahun 2007-2010.

Gambar 12: Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat

Rata-rata Kemiskinan Tahun 2011-2014

Page 134: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

134

Jika membandingkan antara persentase rata-rata

pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

penduduk miskin tahun 2007-2010 dan periode tahun

2011-2014, maka tiga kabupaten yaitu Jeneponto,

Tana Toraja, dan Maros konsisten berada pada kuadran

IV, tiga kabupaten yang sebelumnya berada pada

kuadran IV, yaitu Kabupaten Selayar, Bone, dan Gowa

bergeser ke kuadran I, dan dua kabupaten yaitu Luwu

dan Enrekang yang sebelumnya berada pada kuadran I

bergeser ke kuadran IV. Sementara kabupaten kota

yang konsisten berada pada kondisi terbaik pada

kuadran II yaitu Kota Makassar, Pare-Pare, Palopo,

serta Kabupaten Sidenreng Rappang.

Pada periode tahun 2011-2014 terdapat empat

kabupaten yang berada pada kuandran I yaitu

Kabupaten Pangkep, Selayar, Bone dan Luwu Utara,

hal tersebut menunjukkan bahwa keempat kabupatan

tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan

ekonomi pada empat kabupaten tersebut kurang

berkualitas, dalam arti hanya bertumpuh pada

golongan menengah keatas. Dikatakan demikian

karena kondisi pada kuandran I menunjukkan

pertumbuhan PDRB yang relatif tinggi namun tingkat

kemiskinan juga cukup tinggi.

Page 135: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

135

E. Analisis Produk Domestik Regional Bruto

terhadap Pengangguran

Pola hubungan antara persentase rata-rata

pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

pengangguran menunjukkan angka negatif dan tidak

nyata pada periode tahun 2007-2010 yaitu -0.304 dan

-0.115 pada periode tahun 2011-2014. Hal tersebut

menujukkan bahwa pertumbuhan PDRB kabupaten

kota belum sepenuhnya dapat menurunkan angka

pengangguran yang ada di daerah tersebut.

Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-

rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

pengangguran dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.

Gambar 13 dan 14 menunjukkan bahwa pada

periode tahun 2007-2010 terdapat lima kabupaten kota

yang berada pada kuadran II, tujuh berada di kuadran I,

lima berada di kuadran IV, dan enam berada di

kuadran III. Sementara pada periode tahun 2011-2014

terjadi pergeseran, dimana terdapat enam kabupaten

kota berada pada kuadran II, delapan pada I, enam

pada kuadran III, dan tiga pada kuadran IV

Page 136: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

136

Gambar 13: Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat

Rata-rata Pengangguran Tahun 2007-2010

Gambar 14: Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata

Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat

Rata-rata Pengangguran Tahun 2011-2014

Page 137: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

137

Jika membandingkan antara persentase rata-rata

pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata

pengangguran tahun 2007-2010 dan periode tahun

2011-2014, maka hanya satu kabupaten yaitu Barru

yang konsisten berada pada kuadran IV, empat

kabupaten yang sebelumnya berada pada kuadran IV

yaitu Kabupaten Gowa, Selayar, bergeser ke kuadran I,

Tana Toraja bergeser ke kuadran ke III, sementara

Kabupaten Bone bergeser ke kuadran ke II.

Selanjutnya hanya satu kabupaten yang konsisten

berada pada kondisi terbaik di kuadran II yaitu

Kabupaten Sinjai.

Kota Makassar, Palopo, dan Pare-pare adalah

tiga kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki

tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan

juga memiliki tingkat pengangguran yang cukup

tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi yang tinggi di ketiga kota tersebut mendorong

para pencari kerja untuk melakukan migrasi ke kota

tersebut, untuk mendapatkan penghasilan yang lebih

tinggi pada sektor industri di perkotaan. Hal tersebut

wajar mengingat secara teoritis, Todaro (2009)

mengatakan bahwa pada dasarnya sektor industri atau

modern di perkotaan memiliki tingkat penghasilan

yang lebih tinggi dibanding dengan sektor pertanian di

perdesaan, sehingga mendorong para pencari kerja di

perdesaan untuk melakukan migrasi ke perkotaan.

Page 138: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

138

BAGIAN 9

KESIMPULAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis

yang telah dilakukan tentang dampak kebijakan fiskal

terhadap perekonomian kabupaten kota di Provinsi

Sulawesi Selatan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa

kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah terutama belanja modal berpengaruh

positif terhadap investasi swasta. Selanjutnya

investasi swasta berpengaruh positif dan nyata

terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan

tenaga kerja dan kemiskinan pada 10 kabupaten

kota di Provinsi Sulawesi Selatan

2. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa indeks

pembangunan manusia (IPM), investasi swasta

dan penyerapan tenaga kerja berpengaruh positif

dalam menurunkan angka kemiskinan, namun

hanya indeks pembangunan manusia yang

berpengaruh nyata terhadap penurunan angka

kemiskinan. Berbeda halnya dengan jumlah

penduduk miskin tahun sebelumnya berpengaruh

nyata dalam meningkatkan angka kemiskinan,

Page 139: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

139

sementara belanja sosial berpengaruh positif

dalam meningkatkan angka kemiskinan, hal

tersebut menunjukkan bahwa, belanja sosial yang

digunakan oleh pemerintah daerah paling tidak

banyak yang tidak tepat sasaran.

3. Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa

peningkatan belanja modal dan atau total

pengeluaran pemerintah pada 10 kabupaten di

Provinsi Sulawesi Selatan, memberi dampak yang

positif terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan kemiskinan, dan pengangguran.

Meskipun demikian dampak yang ditimbulkannya

relatif kecil (kurang dari 0,25 persen per tahun)

baik terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengurangan pengangguran, terlebih terhadap

pengurangan kemiskinan.

4. Pertumbuhan rata-rata belanja pemerintah daerah

berpengaruh positif dan nyata terhadap

pertumbuhan rata-rata produk domestik regional

bruto pada periode tahun 2007-2014 pada

Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kenaikan belanja

pemerintah daerah dapat mendorong

meningkatnya pertumbuhan PDRB di daerahnya.

5. Pertumbuhan rata-rata belanja pemerintah daerah

berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap

penggangguran untuk pada periode tahun 205-

2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan

belanja pemerintah daerah belum sepenuhnya

Page 140: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

140

dapat menurunkan angka penggangguran

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Ditemukan pula bahwa Kota Makassar, Pare-pare,

dan Palopo adalah tiga kota dengan dengan tingkat

pengangguran yang cukup tinggi meskipun

memiliki pertumbuhan belanja pemerintah yang

cukup tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

ada kecenderungan bahwa para pencari kerja lebih

memilih bertaruh mencari pekerjaan di kota-kota

yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan.

6. Pertumbuhan rata-rata belanja pemerintah

berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap

rata-rata angka kemiskinan untuk periode tahun

2007-2014 di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kenaikan belanja

pemerintah daerah belum sepenuhnya dapat

menurunkan angka kemiskinan kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

7. Pertumbuhan rata-rata produk domestik regional

bruto berpengaruh negatif terhadap rata-rata angka

kemiskinan untuk periode tahun 2007-2014 di

Provinsi Sulawesi Selatan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kenaikan PDRB belum

sepenuhnya dapat menurunkan angka kemiskinan

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 141: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

141

B. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang

telah dikemukakan, maka beberapa implikasi

kebijakan dapat dilakukan yaitu:

1. Hasil estimasi dan simulasi menunjukkan bahwa

investasi swasta merupakan faktor penting dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi dan

mengurangi pengangguran. Oleh karena itu

pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan-

kebijakan yang dapat mendorong tumbuh

kembangnya investasi swasta di daerah, termasuk

di dalamnya memberi stimulus terhadap

berkembangnya sektor swasta dengan memberi

pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan

iklim usaha yang kondusif, memfasilitasi

berkembangnya sumber-sumber pendanaan

mandiri bagi masyarakat dan peningkatan belanja

modal dalam upaya untuk membangun dan

memperbaiki infrastuktur di daerahnya, serta

promosi investasi baik di dalam maupun di luar

negeri.

2. Pemberdayaan kegiatan ekonomi di luar sektor

pertanian terutama di daerah perdesaan perlu lebih

ditingkatkan. Hal ini perlu dilakukan untuk

mengurangi urbanisasi dan sekaligus

meningkatkan diversifikasi ekonomi perdesaan

agar pilihan usaha bagi masyarakat di perdesaan

lebih beragam. Dengan berkembangnya kegiatan

Page 142: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

142

ekonomi luar pertanian di perdesaan, maka pasar

bagi hasil-hasil pertanian akan semakin terbuka,

dan pada gilirannya akan memacu pertumbuhan

sektor pertanian di perdesaan. Apabila kegiatan ini

dapat dilaksanakan dengan baik, maka diharapkan

dapat mengurangi pengangguran, ketimpangan

pendapatan, dan kemiskinan yang banyak terdapat

di daerah perdesaan.

3. Kurang responsifnya kebijakan fiskal terhadap

penurunan jumlah penduduk miskin, menunjukkan

kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah belum sepenuhnya berpihak pada

penduduk miskin. Oleh karena itu untuk

meningkatkan respons dari kebijakan, maka

sebaiknya pemerintah daerah perlu lebih berpihak

dan fokus serta diperlukan kebijakan yang bersifat

langsung dan produktif yang ditujukan pada

masyarakat miskin dan rawan pangan khususnya

pada buruh dan petani gurem dengan melakukan

program pendampingan.

4. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

lebih tinggi dan berkualitas, maka pemerintah

daerah perlu melakukan identifikasi tentang

sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang ada di

daerahnya, dan selanjutnya menetapkan skala

priotas untuk pengembangan pembangunan

kedepan.

5. Untuk dapat mengurangi angka pengangguran yang

ada di daerahnya, maka pemerintah daerah perlu

Page 143: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

143

membangun infrastruktur dan lebih menciptakan

iklin usaha yang sehat, guna menarik para investor

untuk menanamkan modal di daerahnya, dengan

lebih mengutamakan investor yang padat karya.

6. Untuk dapat mengurangi angka kemiskinan di

daerahnya, maka dibutuhkan keberpihan yang

lebih dari pemerintah daerah. Keberpihakan yang

dimaksud dapat berupa pembangunan infrastrukur

pada daerah-daerah yang menjadi kantong

kemiskinan dan melakukan program pembedayaan

secara berkesinambungan.

C. Saran untuk Penelitian Lanjutan

Berdasarkan kesimpulan, maka beberapa saran

yang direkomendasikan untuk dilakukan penelitian

lanjut:

1. Oleh karena indeks pembangunan manusia (IPM)

merupakan variabel yang berpengaruh nyata

terhadap penurunan angka kemiskinan, maka

pengkajian yang lebih dalam tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia

perlu dilakukan. Untuk itu dalam penelitian untuk

tahun kedua, maka perlu memasukkan indeks

pembangunan manusia dalam persamaan struktural,

untuk mengetahui variabel fiskal dan variabel yang

mempengaruhi indeks pembangunan manusia.

2. Oleh karena respons belanja sosial terhadap

Page 144: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

144

kemiskinan adalah positif, walaupun tidak nyata,

maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih

mendalam tentang ketepatan penggunaan belanja

sosial yang dilakukan oleh pemerintah daerah

kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 145: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

145

DAFTRA PUSTAKA

Akhmad, N.A. Achsani, M. Tambunan, S.A. Mulyo.

2012. Impact of Fiscal Policy on the Agricultural

Development in an Emerging Economy: Case

Study from the South Sulawesi, Indonesia.

International Research Journal of Finance and

Economics. 96:101-112.

Alisjahbana, A.S. 2000. Desentralisasi Fiskal dan

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah.

Makalah Disampaikan pada Seminar Ekonomi

Science, Club STIE YPKP.

Alm, J., R.H. Aten, and R. Bahl. 2001. Can Indonesia

Decentralise Successfuly? Plans, Problems and

Prospects. Buletin of Indonesian Economic

Studies. 37(1): 83-102Badan Pusat Statistik.

20012. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik,

Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2012. Sulawesi

Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Sulawesi Selatan, Makassar.

Basri, F. 2004. Tinjauan Bisnis dan Perekonomian

Indonesia Setelah 5 Tahun Kelahiran Undang-

Undang Nomor 5/1999. Disampaikan pada

Seminar Sehari: Refleksi Lima Tahun Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Diselenggarakan

Page 146: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

146

oleh Komisi Pengawas Komite Persaingan Usaha

(KPPU), Medan.

Brodjonegoro, B. and J.M. Vazques. 2002. An

Analysis of Indonesia’s Transfer System: Recent

Performance and Future Prospect. International

Studies Program. Georgia State University,

Working Paper, 02-29.

Cullis, J.G. and P.R. Jones. 1992. Public Finance and

Public Choice. McGrow Hill. Singapore.

Dornbursh, R., S. Fisher, and R.Startz. 2008.

Macroeconomics. Ten Edition. Mc Graw-Hill

Book Company, Tokyo.

Fan, S. and N. Rao. 2003. Public Spending In

Developing Countries: Trends, Determination,

and Impact. EPTD Discussion Paper No. 99.

International Food Policy Research Institute.

Washington, D.C.

Gemmell, N. and R. Kneller. 2002. Fiscal Policy

Impacts on Growth in the OECD:Are They

Long- or Short-Run. University of Nottingham,

UK. http://www.ucm.es/info/ecap2/

seminario/seminario05.06/Ismael_Sanz.

Iimi, A. 2005. Decentralization and Economic Growth

Revisited: An Empirical Note. Journal of Urban

Economics. 57: 449-461.

Page 147: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

147

Lin, J.Y. and Z. Liu. 2000. Fiscal Decentralization and

Economic Growth in China. Economic

Development and Cultural Change. 49(1):1-21.

Mardiasmo. 2009. Kebijakan Desentrasi Fiskal di Era

Reformasi: 2005-2008: Era Baru kebijakan

Fiskal. Buku Kompas. Jakarta.

McCann, P. 2001. Urban and Regional Economics.

Oxford University Press Inc. Yew York.

Mehmood, R. and S. Sadiq. 2010. The Relationship

between Government Expenditure and Poverty:

A Cointegration Analysis. Romanian Journal of

Fiscal Policy. 1(1):29-37.

Muhammad, M. 2004. Kebijakan Fiskal di Masa Krisis

1997: Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan

Implementasi. Kompas, Jakarta.

Musgrave, R. A. and Musgrave, P. B. 1991. Keuangan

Negara dalam Teori dan Praktek. Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Pindyck, R.S and D.L Rubinfeld. 1995.

Microeconomics. Third Edition. Precentice Hall,

Englewood Cliffs, New Jersy.

Poque T.F. and L.G. Sgontz, 1978. Government and

Aconomic Choice: An Introduction to Public

Finance. Hougton Mifflin Company, Boston.

Rindayati, W. 2009. Dampak Desentralisasi Fiskal

terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di

Wilayah Provinsi Jawa Barat. Disertasi Doktor.

Page 148: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

148

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Ritonga, A.A. 2002. Kebijakan Pengelolaan Anggaran.

Tinjauan dalam Aspek Pengeluaran Anggaran

Negara Tahun 2003. Seminar Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia. 29 Agustus 2002, Jakarta.

Romer, D. 2001. Advanced Macroeconomics,

Second Edition, McGraw-Hill Book Company

Co, Singapore.

Samimi, A.J., S.K.P.Lar, G.K.Haddad, and M.

Alizadeh. 2010. Fiscal Decentralization and

Economic Growth in Iran. Australian Journal of

Basic and Applied Sciences. 4(11):5490-5495.

Sen , A. K. 1981. Poverty and Famines. An Essay on

Entlitements and Deprivation. Basil Blacwell,

Oxford.

Simanjuntak, R. 2002. Kebutuhan Fiskal, Kapasitas

Fiskal dan Optimasi Potensi Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Working Paper. Lembaga

Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Siregar, R.Y. 2001. Survey of Recent Developments,

Bulletin of Indonesian Economic Studies. 37(3):

277-303.

Subiyantoro, H. dan S. Rifat, 2004. Kebijakan

Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan

Implementasi. Kompas, Jakarta.

Page 149: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

149

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan

dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Andi

Offset, Yogyakarta.

Usman. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan.

Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

World Bank. 2007. Desentralisasi Fiskal dan

Kesenjangan Daerah: Kajian Pengeluaran Publik

Indonesia 2007.

http://siteresources.worldbank.org/

Intindonesia/Resources/226271-1168333550999.

Yodhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan

Perdesaan Sebagai Upaya Mengatasi

Kemiskinan dan Pengangguran: Analisisi

Ekonomi Politik Kebijakan Fiskal. Disertasi

Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 150: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

150

Tentang Pernulis

Dr. Akhmad, S.E., M.Si. lahir 31

Desember 1965 di Maroanging

Kabupaten Bone, Provinsi

Sulawesi Selatan, sebagai anak ke

lima dari enam bersaudara, dari

pasangan Pide (almarhum) dan

Hajirah (almarhumah).

Akhmad melanjutkan

pendidikan sarjana Strata Satu

tahun 1984 pada Jurusan Manajemen pada Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Pendidikan Ujung

Pandang dan lulus tahun 1988. Pada tahun 1991

Penulis melanjutkan pendidikan Magister pada

Program Studi Agribisnis, Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin, dan lulus tahun 1993. Pada

tahun 2008 penulis memperoleh kesempatan untuk

mengikuti pendidikan program doktor pada Program

Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor dengan sponsor BPPS dan

lulus pada tahun 2012.

Penulis bekerja diawali dengan menjadi Dosen

tetap yayasan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

(STIE) Yayasan Pendidikan Pendidikan Ujung

Pandang (YPUP) tahun 1989 sampai tahun 2004.

Kemudian sebagai Dosen L2DIKTI Wilayah IX

Sulawesi yang dipekerjakan pada STIE-YPUP sejak

tahun 2004 sampai tahun 2016, dan dipekerjakan pada

Universitas Muhmaadiyah Makassar sejak Desember

2016 sampai sekarang.

Page 151: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

151

Akhmad adalah penulis yang aktif dan telah

menghasilkan tiga buah buku dengan judul, yaitu: (1)

Ekonomi Mikro: Teori dan Aplikasi di Dunia Usaha,

(2) Manajemen Operasi: Teori dan Aplikasi dalam

Dunia Bisnis (3) Manajemen Keuangan Daerah:

Dalam Era Otonomi Daerah. Di samping buku

Akhmad juga aktif dalam penulisan artikel ilmiah.

Puluhan artikelnya telah dipublikan bada berbagai

jurnal, baik pada, Jurnal Nasional, Jurnal Nasional

Terakreditasi, Jurnal Internasional, maupun

Internasional bereputasi.

------------------------------------------------------------------

AMIR, SE, M.Pd, M.Si., Ak, CA,

lahir 31 Desember 1964 di

Enrekang, Provinsi Sulawesi

Selatan, anak keempat dari empat

bersaudara hasil buah cinta dari

pasangan Tinja (almarhumah)

dengan Lisu (almarhum).

Amir melanjutkan

pendidikan ke strata satu (S1)

tahun 1983 pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi –

Yayasan Pendidikan Ujung Pandang (STIE -YPUP)

dan selesai tahun 1989. Meraih gelar Sarjana Ekonomi

dari Universitas Hasanuddin Makassar dengan register

Akuntan tahun 1999. Magister Pendidikan dari

Universitas Negeri Makassar tahun 2004, Magister

Sains dengan konsentrasi Manajemen Keuangan dari

Universitas Hasanuddin tahun 2009.

Pengalaman kerja: wartawam Harian Fajar

tahun 1989 – 1991. Koresponden Harian Suara

Page 152: MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH MENANGGULANGI ...

MENANGGULANGI KEMISKINAN DI DAERAH

152

Pembaran tahun 1990 – 1993. Redaktur Majalah Dunia

Pendidikan tahun 1995 – 1999. Staf Redaksi Majalah

Cerdas, terbitan Kopertis Wilayah IX Sulawesi tahun

2006 - 2008. Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Yayasan Pendidikan Ujung Pandang (STIE-

YPUP) tahun 1993 - 2005. Terangkat Dosen Kopertis

dipekerjakan (DPK) STIE – YPUP tahun 2005 - 2017.

Dosen luar biasa pada Sekolah Tinggi Ilmu

Manajemen Yayasan Pembangunan Manajemen

Indonesia (STIMI-Yapmi) tahun 1997 – 2019. Dosen

DPK Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makssar

tahun 2017 hingga sekarang.

Amir juga aktif dalam penulisan artikel ilmiah.

Beberapa artikelnya telah dipublikan bada berbagai

jurnal, baik pada, Jurnal Nasional, Jurnal Internasional,

maupun Internasional bereputasi. Judul artikel antara

lain: (1) Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keputusan

Konsumen Berlangganan Surat Kabar Harian Fajar, (2)

The Effect Of Economic Growth And Income

Inequality On Poverty In Indonesia dipublikasikan

pada IOSR Journal of Economics and Finance

Volume 9, Issue 4 tahun 2018.