Top Banner
A. Polimetil Metakrilat (PMMA) Polimetil metakrilat (PMMA) adalah jenis polimer yang berasal dari monomer metil metakrilat. Metil metakrilat merupakan monomer yang bersifat non-biodegradable. Proses pembentukan metil metakrilat menjadi PMMA, yang kini dikenal dengan polimerisasi, pertama kali ditemukan pada tahun 1877 oleh dua orang ahli kimia Jerman yaitu Fittig dan Paul . PMMA juga memiliki nama lain yaitu poli metil 2-metilpropenoat (nama IUPAC). Selain itu, nama dagang dari polimer ini dapat berupa Lucite, Perspex, Oroglas, Goldglas, Altuglas, atau Plexiglas . Polimer ini bersifat amorf dan merupakan material termoplastik yang bersifat keras, kaku, dan rapuh pada suhu ruang. Selain itu, PMMA juga merupakan material yang bersifat biocompatible karena aplikasinya yang luas namun non- biodegradable karena berasal dari monomer dengan sifat yang seperti itu . PMMA bersifat sedikit hidrofobik tetapi akan menjadi lebih hidrofilik setelah bereaksi dengan air. Hal ini diketahui dari berkurangnya sudut kontak dan histeresisnya . PMMA yang termasuk ke dalam golongan poliakrilat seringkali digunakan sebagai alternatif terhadap Polikarbonat (PC) karena karakteristiknya yang mudah dalam proses penanganan serta biaya yang relatif rendah. PMMA lebih transparan dan sedikit rapuh dibandingkan material gelas lainnya dan lebih mudah untuk diubah ke berbagai bentuk.Oleh karenanya PMMA merupakan material serbaguna yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi. PMMA digunakan dalam bidang industri dan kesehatan . PMMA dapat digunakan sebagai material matriks atau fase minor untuk meningkatkan karakteristik dari
21

MAKALAH PMMA

Oct 23, 2015

Download

Documents

Makalah PMMA Biomaterial
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH PMMA

A. Polimetil Metakrilat (PMMA)

Polimetil metakrilat (PMMA) adalah jenis polimer yang berasal dari monomer metil

metakrilat. Metil metakrilat merupakan monomer yang bersifat non-biodegradable. Proses

pembentukan metil metakrilat menjadi PMMA, yang kini dikenal dengan polimerisasi,

pertama kali ditemukan pada tahun 1877 oleh dua orang ahli kimia Jerman yaitu Fittig dan

Paul . PMMA juga memiliki nama lain yaitu poli metil 2-metilpropenoat (nama IUPAC).

Selain itu, nama dagang dari polimer ini dapat berupa Lucite, Perspex, Oroglas, Goldglas,

Altuglas, atau Plexiglas . Polimer ini bersifat amorf dan merupakan material termoplastik

yang bersifat keras, kaku, dan rapuh pada suhu ruang. Selain itu, PMMA juga merupakan

material yang bersifat biocompatible karena aplikasinya yang luas namun non-biodegradable

karena berasal dari monomer dengan sifat yang seperti itu . PMMA bersifat sedikit

hidrofobik tetapi akan menjadi lebih hidrofilik setelah bereaksi dengan air. Hal ini diketahui

dari berkurangnya sudut kontak dan histeresisnya .

PMMA yang termasuk ke dalam golongan poliakrilat seringkali digunakan sebagai

alternatif terhadap Polikarbonat (PC) karena karakteristiknya yang mudah dalam proses

penanganan serta biaya yang relatif rendah. PMMA lebih transparan dan sedikit rapuh

dibandingkan material gelas lainnya dan lebih mudah untuk diubah ke berbagai bentuk.Oleh

karenanya PMMA merupakan material serbaguna yang dapat digunakan dalam berbagai

aplikasi. PMMA digunakan dalam bidang industri dan kesehatan . PMMA dapat digunakan

sebagai material matriks atau fase minor untuk meningkatkan karakteristik dari matriks

biodegradable. Sebagai contoh yaitu dalam industri otomotif, monitor, filing listrik, lensa,

bahan pelapis pada pesawat terbang, dan inkubator bayi . Dalam bidang kesehatan, yaitu

dalam pembuatan sendi buatan, prostesis gigi, implan, lensa kontak, dan perekat tulang baik

yang dengan obat maupun tidak.

Gambar Polimer PMMA

Page 2: MAKALAH PMMA

Tabel Properties dari PMMA

B. Semen Tulang

Semen tulang saat ini sering digunakan pada kasus patah tulang belakang dan patah

tulang akibat osteoporosis. Semen ini merupakan sejenis akrilik yang nama lengkapnya

polymethylmetacrylate (PMMA). Bentuknya bubuk namun dalam penggunaannya dicampur

dengan cairan khusus sehingga menjadi seperti adonan yang dapat mengering dalam waktu

10 menit.

Page 3: MAKALAH PMMA

Gambar Injeksi Semen Tulang ke Tulang Belakang

Semen tulang berbasis polymethyl methacrylate (PMMA) adalah produk esensial

dalam bidang joint arthroplasty. Pertama kali dikembangkan untuk pengobatan gigi, dan

hingga kini telah berhasil digunakan dalam pengobatan arthroplasty selama lebih dari 40

tahun. Sistem dengan curing suhu rendah antara powder dan cairan terlihat sederhana,

meskipun demikian secara detil terdapat banyak varian karakternya.

Semen tulang untuk sambungan dan perbaikan tulang yang rusak terdiri dari

material sintetis berbasis methylmethacrylate atau bahan lainnya seperti acrylic acid atau

methacrylic acid dengan group ester yang berbeda. Dalam pemakaiannya sering

dikombinasikan dengan benzoyl peroxide dan dimethyl-p-toluidine sebagai katalis dalam

cairan monomer. Sebagaimana sistem diatas, semen tulang umumnya dibuat dengan sistem

mixing antara dua komponen yakni cairan dan powder. Untuk aplikasi ini, powder

diproduksi dalam bentuk partikel dengan diameter sekitar 60 µm. Selain itu, untuk tujuan

kontrol dengan sinar X, maka media kontras sinar X seperti BaS04 dan Zr02 digunakan

dengan range antara 7 dan 30%.

PMMA digunakan dalam keadaan steril pada penatalaksanaan fraktur patologis, yaitu

patah tulang akibat penyakit yang merapuhkan tulang. Semen dimasukkan langsung ke dalam

tulang dan pada operasi penggantian sendi, biasanya semen digunakan bersama dengan pen

atau prostesis (implan). PMMA non steril digunakan bersama pen untuk fiksasi eksterna yaitu

suatu terapi fiksasi pada keadaan patah tulang terbuka yang bertujuan untuk mempertahan sisi

tulang.

Penggunaan PMMA bersama pen dan implan dapat meningkatkan daya tahan pen dan

implan serta membuat mobilisasi tungkai lebih cepat terjadi dan efektif mengurangi nyeri.

Kombinasi ini pun tidak akan menimbulkan reaksi karena PMMA akan terlebih dulu

Page 4: MAKALAH PMMA

dimasukkan ke dalam rongga tulang yang kemudian dilanjutkan penanaman pen atau implan.

PMMA tidak berfungsi sebagai perekat melainkan sebagai pengisi rongga tulang. Selain itu,

PMMA berfungsi pula sebagai penahan tekanan (shock absorber).  Saat ini semen tulang

turut berperan dalam penatalaksanaan osteoporosis, terutama untuk kasus berat yang disertai

fraktur kompresi vertebra (patah segmen tulang belakang yang menyebabkan tulang belakang

kolaps/ambruk) dan fraktur collum femur (patah di bagian leher tulang paha). Pada fraktur

kompresi vertebra, punggung membungkuk ke depan dan bila dibiarkan akan menimbulkan

nyeri bahkan mengganggu pernapasan.

Efek samping yang sering ditemukan pada penggunaan PMMA adalah penurunan

tekanan darah akibat pelebaran pembuluh darah. Efek samping ini tidak membahayakan dan

dapat segera diatasi. Efek samping lainnya yaitu penyumbatan pembuluh darah kecil

(kapiler). Penyumbatan ini disebabkan penggumpalan protein di dalam darah akibat reaksi

panas yang dihasilkan oleh campuran semen. Penyumbatan ini pun tidak terlalu bermakna

dan dapat pula segera diatasi.

Efek samping yang serius namun jarang terjadi adalah gangguan irama jantung.

Pada interaksi jangka panjang dengan PMMA, semen tulang dapat bersifat karsinogenik

untuk dokter atau petugas di ruang operasi. Hal ini diakibatkan menghisap uap cairan khusus

yang dicampurkan dengan bubuk PMMA.

C. Sintesis PMMA

Proses pembuatan PMMA dilakukan dengan menggunakan proses Polimerisasi dengan

tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Inisiasi

2. Tahap Propagasi

3. Tahap Terminasi. Tahap ini dibagi menjadi 2 tipe, yaitu terminasi kombinasi dan

terminasi disproporsionasi.

Page 5: MAKALAH PMMA
Page 6: MAKALAH PMMA

Bahan-Bahan yang digunakan adalah :

a. Metil Metakrilat

Rumus Molekul CH2CCH3COOCH3, dengan Mr = 100.11, dengan titik didih 1000C,

titik beku -42.20C, densitas 0.936, berupa cairan tak berwarna atau padatan tak

berwarna, larut dalam air, dapat terbakar, beracun dan bahan yang iritant.

b. Benzoil Peroksida (BPO)

Bahan yang bersifat oksidator jika kontak dengan bahan organik atau bahan lainnya

yang dapat teroksidasi dan dapat menimbulkan api dan eksplosif. Rumus molekul

Page 7: MAKALAH PMMA

(C6H5CO)2O2, dengan Mr = 242.22 , titik didih : dekomposisi, titik leleh 103.5 0C,

berbentuk butir putih, kristal padat, tak berasa, tak berwarna.

c. Gelatin

d. Air

Alat yang digunakan dapat di gambar kan sebagai berikut :

Proses pembuatannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Inisiator (bensoil peroksida) dimasukkan ke dalam larutan metil metakrilat, diaduk

hingga homogen. Ke dalam reaktor dimasukkan air dan dipanaskan sampai temperatur yang

di inginkan, dan dijaga konstan. Larutan metil metakrilat yang sudah di inisiasi dimasukkan

ke dalam reaktor dan diaduk dengan kecepatan pengadukan yang cukup. Kemudian reaksi

polimerisasi dibiarkan dengan waktu yang diatur.

D. Studi Sifat-Sifat Mekanik Semen Tulang PMMA Setelah Periode Tertentu

R. P. S. Chaplin, A. J. C. Lee, R. M. Hooper dan M. Clarke dari Universitas Exeter

Inggris mempelajari sifat mekanik dari PMMA setelah dipakai dalam tubuh selama kurun

waktu tertentu. Mereka telah memasukkan 18 jenis sampel PMMA kedalam tubuh manusia,

selama hampir 20-24 tahun, kemudian mereka melakukan operasi pergantian semen tulang

Page 8: MAKALAH PMMA

yang baru. Semen tulang yang lama dilakukan pengujian sifat mekanik untuk mengetahui

bagaimana keadaan semen tulang setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu.

Tabel Tipe 18 sampel yang digunakan sebagai semen tulang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggantia semen tulang rata-rata dilakukan setelah 18-

26 tahun. Kemudian catatan yang penting adalah bahwa semua penggunaan semen tulang

mengakibatkan terjadinya pelonggaran pada Femur dan Acetabulum. Hal ini sangat

berbahaya karena pelonggaran ini bisa berakibat fatal apabila di biarkan. Pengujian mekanik

yang dilakukan meliputi Pengujian Modulus Young, Pengujian Porositas, dan Pengujian

Kekerasan.

Tabel Hasil Pengujian Modulus Young dan Porositas dari 18 sampel.

Page 9: MAKALAH PMMA

Gambar Kurva Young Modulus vs Kekerasan dari Sampel Kondisi Basah

Gambar Kurva Young Modulus vs Kekerasan dari Sampel Kondisi Kering

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa nilai Modulus Young untuk semua

spesimen setelah pemakaian puluhan tahun, menurun apabila di bandingkan dengan keadaan

Page 10: MAKALAH PMMA

saat baru. Namun demikian, nilai ini masih di atas batas tolerir, sehingga masih belum begitu

berbahaya. Dapat dilihat juga bahwa nilai porositas yang paling rendah dimiliki oleh

spesimen Simplex, yang mengindikasikan bahwa spesimen tersebut dapat dikatakan yang

paling baik dibandinglan yang lainnya. Semua pengujian dilakukan dalam dua kondisi, yaitu

kondisi kering dan kondisi basah. Kemudian, dapat disimpulkan juga bahwa pengeringan

mempengaruhi nilai kekerasan dan modulus Young nya. Sampel yang di keringkan

mengalami penurunan kekerasan dan nilai Modulus Youngnya. Kesimpulannya, nilai

Modulus Young dan Porositas meningkat seiring dengan peningkatan densitas dari PMMA,

dan nilai kekerasannya akan semakin turun.

E. Studi Fracture Properties dari Semen Tulang PMMA

Data klinis dari Swedish Total Hip Replacement Register menyebutkan bahwa pelonggaran

adalah penyebab 60% kegagalan pada pemakaian semen tulang PMMA dalam waktu 26

tahun pemakaian. Selama ini penelitian mengenai fracture properties dari semen tulang

PMMA masih sedikit yang dilakukan. Oleh karena itulah, E.Bialoblocka-Juszczyk,

M.Baleani, L.Cristofolini, dan M.Vicecont dari Universitas Bologna, Italia, meneliti fracture

properties dari semen tulang PMMA, meliputi Fatigue Strength, Ketahanan terhadap inisiasi

retak, dan Fracture Toughness nya.

Spesimen yang akan di uji fatigue di buat dalam bentuk khusus, dengan mengacu pada ISO

527-2, seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

Gambar Spesimen Uji Fatigue

Page 11: MAKALAH PMMA

Untuk fatigue crack propagation testing digunakan standar ASTM E647. Sedangkan untuk

fatigue toughness testing digunakan standar sesuai ASTM E399.

Gambar Dimensi Spesimen ASTM E647

Gambar Spesimen ASTM E399

Page 12: MAKALAH PMMA

Dari hasil pengujian Fatigue strength, diperoleh bahwa spesimen yang mengalami kegagalan

pada pembebanan 360 N adalah sebesar 60%, sedangkan pada pembebanan 370 N sebesar

40%. Semua spesimen mengalami kegagalan pada pembebanan 380 N.

Dari hasil pengujian fatigue crack propagation diperoleh kurva seperti yang ditunjukkan oleh

gambar dibawah ini. Nilai dari koefisien regresinya adalah R2 = 0.96. Kurva ini pada sumbu

Y menunjukkan nilai pertumbuhan retak per siklus, sedangkan sumbu X menunjukkan

rentang faktor intensitas tegangan. Dari nilai regersi diperoleh nilai C = 3.56·10–7

(m/cycle·(MPa·m 1/2)–n) dan nilai n = 5.79

Gambar Kurva nilai pertumbuhan retak per siklus vs rentang faktor intensitas tegangan

Dari hasil pengujian fatigue toughness diperoleh nilai intensitas tegangan kritsinya (K IC)

sebesar 1.38 MPa·m ½ . Dan nilai koefisien variasinya sebesar 3.6%.

F. Studi Pemakaian Material Pengganti PMMA Sebagai Semen Tulang

Selama ini semen tulang menggunakan PMMA sebagai bahannya. Namun demikian, PMMA

memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya, bioaktibilitas nya rendah, dan kemampuan

penyerapan nya juga rendah. Oleh karena itu, Gladius Lewis, Mark R. Towler, Daniel Boyd,

Matthew J. German, Anthony W. Wren, Owen M. Clarkin, dan Andrew Yates dari

Page 13: MAKALAH PMMA

Universitas Memphis, Universitas Limerick, Institut Teknologi Cork, dan Universitas

Newcastle melakukan ekperimen dengan mengganti material semen tulang dari PMMA

menjadi Zn-based glass polyalkenoate cement (Zn-GPC), yang lebih bioaktibilitas dan juga

bebas Al. Pada penelitian ini, sifat yang akan dibandingkan dengan PMMA adalah

kemampuan injeksi atau injektibilitas, radiopacity, kekuatan tekan uniaksial, dan modulus

fleksural biaksial.

Tabel Komposisi dari PMMA (Simplex), dan Material Zn-GPC A dan B

Untuk mengetahui injektibilitas, digunakan metode CaP cement. Untuk kekuatan tekan

uniaksial digunaan standar ISO 9917, untuk menghitung radiopacity digunakan standar CEN

ISO 4049, untuk mengetahui nilai modulus fleksural biaksial digunakan Metode Modifikasi

William.

Gambar Mesin Uji Compression Fatigue Life

Page 14: MAKALAH PMMA

Hasil dari setiap pengujian ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.

Tabel Hasil Pengujian dari PMMA, Zn-GPC A dan B

Dari Nilai injektibilitasnya, nilai untuk Zn-GPC A dan Zn-GPC B tidak mempunyai

perbedaan yang mencolok, namun nilainya jauh lebih rendah daripada PMMA. Begitu pula

untuk nilai radiopacity nya, tak ada perbedaan yang signifikan antara Zn-GPC A dan B, dan

nilainya jauh lebih tinggi daripada PMMA. Pemberian perlakuan aging ternyata tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai Kekuatan Tekan Uniaksialnya. Untuk

Zn-GPC A dan Zn-GPC B mempunyai perbedaan yang mencolok, dimana nilai untuk Zn-

GPC B lebih tinggi. Sungguh pun demikian, nilai keduanya juga tetap lebih rendah jika

dibandingkan dengan PMMA. Demikian pula untuk nilai Modulus Fleksural Biaksial, nilai

Zn-GPC B lebih tinggi daripada Zn-GPC A dan keduanya juga lebih rendah daripada nilai

PMMA. Untuk pengujian compression fatigue life, diperoleh nilai 1 juta siklus pada

pembebanan 2300 N.

Page 15: MAKALAH PMMA

G. Referensi

Chaplin, R.P.S. dkk. The mechanical properties of recovered PMMA bone cement: A

preliminary study. J Mater Sci: Mater Med (2006) 17:1433–1448 DOI 10.1007/s10856-006-

0619-3 (2006)

D.Cox, Benjamin, dkk. Assessment of a three-dimensional measurement techniquefor the

porosity evaluation of PMMA bone cement. J Mater Sci: Mater Med (2006) 17: 553–557DOI

10.1007/s10856-006-8939-x (2006)

De Santis, R. dkk. Dynamics Mechanical Behaviour of PMMA based bone cements in wet

environment. Journal Of Materials Science:Materials in Medicine 14 (2003)583-594 (2003)

Juszczyk,dkk. Fracture properties of an acrylic bone cement. Acta of Bioengineering and

Biomechanics Vol. 10, No. 1, 2008 (2008)

Kartika Resta, Witta. Metode preparasi nanopartikel PMMA dan aplikasinya untuk adhuvan

vaksin. Seminar Nasional Material ITB (2013)

Li, Chaodi. dkk. Thermal characterization of PMMA –based bone cement curing. Journal Of

Materials Science:Materials in Medicine 15 (2004)85-89 (2004)

Lewis, Gladius.dkk. Evaluation of two novel aluminum-free, zinc-based glass polyalkenoate

cements as alternatives to PMMA bone cement for use in vertebroplasty and balloon

kyphoplasty. J Mater Sci: Mater Med (2010) 21:59–66 DOI 10.1007/s10856-009-3845-7

(2010)

Lopez, Alejandro. dkk. Direct and interactive effects of three variables on properties of

PMMA bone cement for vertebral body augmentation. J Mater Sci: Mater Med (2011)

22:1599–1606 DOI 10.1007/s10856-011-4322-7 (2011)

Wahyuni, Dwi. Penelitian pembuatan Poli Metil Metakrilat (PMMA). JURNAL Teknologi

Dirgantara vol 1, No 2 (2003).