MAKALAH KOMUNITAS ESTUARYTUGAS MATA KULIAH EKOLOGI HEWAN
Disusun oleh:1) Tutik Wulandari(k4312065)2) Tyas Ana
Cahyanti(k4312066)3) Vita Yuliana(k4312068)4) Wahyu Adhi
Nugroho(k4312069)5) Wahyu Kusumawardani(k4312070)6) Wike
Trajuningtyas (k4312073)
Kelas B
PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2015
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang mempunyai
hubungan dengan laut terbuka sehingga dipengaruhi oleh pasang, dan
di dalamnya terjadi percampuran antara air laut dan air tawar.
Estuari dapat disebut sebagai daerah peralihan antara habitat laut
dan habitat air tawar. Memiliki karakter fisik, kimiawi, dan
biologis yang khas, didominasi oleh substrat berlumpur dan endapan
kebanyakan merupakan bahan organik. Estuari memiliki karakter
perairan yang khas karena salinitas yang berbedadi setiap titik di
estuari. Sedikit organisme yang dapat bertahan hidup di perairan
estuari karena diperlukan kemampuan osmoregulasi yang cukup.
Estuari didominasi oleh substrat berlumpur, hutan mangrove dapat
tumbuh secara optimal di daerah perairan estuari. Mangrove
mempunyai arti penting karena dapat memberikan bahan organik,
sebagai daerah asuhan dan pemijahan biota perairan, perakarannya
yang kokoh dapat meredam gelombang, menahan lumpur, dan melindungi
pantai dari abrasi.Estuari adalah jenis perairan yang memiliki
variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi,
ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena
itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang
membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan
karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu
yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu
yang panjang karena adanya pergantian musim.Pada ekosistem estuari
ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri
dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik. Respon dari
tingkah laku organisme estuari dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada
batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi
keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap
pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal
nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu
bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung
transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme
ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka
organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini.Oleh karena hal
diatas dapat dikatakan estuari memiliki karakteristik yang
spesifik, di dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan
karakteristik komunitas dari estuari.
B. Rumusan Masalah Bagaimanakah karakteristik dari komunitas
estuari?
C. Tujuan Mengetahui karakteristik dari komunitas Estuari
PEMBAHASAN
Pengertian Estuari
Kata estuari berasal dari istilah bahasa inggris estuary, dan
bahasa latin aestuarium yang berarti aliran air pasang dari laut,
yang akar katanya adalah aestus, pasang surut air laut. Per
definisi, ada banyak pengertian yang dipakai orang untuk
menjelaskan estuari. Salah satu definisi yang diterima orang secara
luas menyebut estuari sebagai :badan air pesisir yang
semi-tertutup, yang terhubung bebas dengan laut terbuka, yang di
dalamnya air laut nyata tercampur dan terencerkan oleh air tawar
yang mengalir dari daratan.Estuari merupakan tempat bersatunya
sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur
intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara
bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut.Estuari merupakan
bagian dari lingkungan perairan yakni daerah percampuran antara air
laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar
lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan
estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di
pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh
gelombang laut (Kasim, 2005).Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard,
1976 dalam Tiwow (2003), estuari adalah perairan yang semi tertutup
yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan
salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuari adalah
jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari
faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang
terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen
fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat
kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat
besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang
surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya
pergantian musim.Pembentukan daerah estuari diawali dari suatu
aliran sungai yang menuju laut, daerah ini dapat berupa muara
sungai yang sangat lebar, rawa-rawa pantai atau daerah lain yang
tidak terlepas dari pengaruh air laut. Pengaruh campuran massa air
tawar dan air laut tersebut menghasilkan suatukondisi lingkungan
dan komunitas biota yang khas, komplek dan dinamis yang tidaksama
dengan air tawar atau air laut. Dinamika tersebut sangat terkait
dengan pola distribusi salinitas, kekuatan arus, amplitude
pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapan sedimen, suhu, oksigen
serta penyediaan unsur hara (Suyasa dkk., 2008).Air tawar yang
mempunyai densitas lebih kecil dari air laut cenderung mengembang
diatasnya. Pada daerah estuari ini juga terdapat fluktuasi
perubahan salinitas yang berlangsung sacara tetap yang berhubungan
dengan gerakan air pasang. Massa air yang masuk ke dalam daerah
estuari pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air tawa,
akibatnya salinitas air didaerah estuari pada saat itu umumnya
rendah. Pada waktu air pasang air masuk ke dalam estuari dari air
laut bercampur dengan estuari, sehingga mengakibatkan salinitas
naik. Mengakibatkan organisme-organisme laut tidak dapat hidup
didaerah estuari, kebanyakan organisme-organisme laut tersebut
hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan salinitas yang kecil.
Dan akibatnya mereka tidak di bisa hidup di daerah estuari. Hanya
spesiesyang memiliki kekhususan fisiologi baik ikan air tawar, ikan
asli estuarine dan ikan dari laut yang mampu bertahan hidup di
perairan estuari. Oleh karena itu jumlah spesies yang mendiami
perairan estuari lebih sedikit dibandingkan dengan organisme yang
hidup di perairan tawar atau laut. (Bengen, 2002).Respon dari
tingkah laku organisme dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya
juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang
toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaannya di
suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik
dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di
habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada
ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi,
dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan
masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini
akan meninggalkan daerah estuari ini.Estuari merupakan perairan
yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga
laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar
(Bengen, 2002). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan
menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang
bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:a. Tempat bertemunya
arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan
suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan
ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada
biotanya.b. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu
sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air
sungai maupun air laut.c. Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara
fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.d. Tingkat kadar garam
didaerah estuari tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya
aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah
estuari tersebut.Adapun pembagian estuari berdasarkan pola
sirkulasi dan stratifikasi air adalah sebagai berikut : 1. Estuari
berstratifikasi sempurna/nyata : Disebut juga dengan estuari baji
garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan
air asin. Estuari tipe ini ditemukan di daerah-daerah dimana aliran
air tawar dari sungai besar lebih dominan dari pada intrusi air
asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang-surut.2. Estuari
berstratifikasi sebagian/parsial : Merupakan tipe yang paling umum
dijumpai. Pada estuari ini, aliran air tawar dari sungai seimbang
dengan air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran air
dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara
berkala oleh aksi pasang-surut.3. Estuari campuran sempurna :
Sering disebut dengan estuari homogen vertikal. Estuari tipe ini
dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan
dan kuat, sehingga air estuari tercampur sempurna dan tidak
terdapat stratifikasi.Berdasarkan salinitas (kadar garamnya),
estuari dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :1. Oligohalin yang
berkadar garam rendah ( 0,5% 3 % )2. Mesohalin yang berkadar garam
sedang ( 3% 17 %)3. Polihalin yang berkadar garam tinggi, yaitu
diatas 17 %Bentuk estuari bervariasi dan sangat bergantung pada
besar kecilnya air sungai, kisaran pasang surut, dan bentuk garis
pantai. Kebanyakan estuari didominasi subtrat lumpur yang berasal
dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena
partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar
estuari biasanya kaya akan bahan organik. Bahan organic ini menjadi
cadangan makanan utama bagi organisme estuari.Dengan kondisi
lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan
antara darat dan laut, estuari mempunyai pola pencampuran air laut
dan air tawar yang tersendiri. Menurut Kasim, (2005), pola
pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi ,
kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan
sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai. Berikut
pola pencampuran antara air laut dengan air tawar:1. Pola dengan
dominasi air laut (Salt wedge estuary) yang ditandai dengan desakan
dari air laut pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi
pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air dari
estuari ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas
yang lebih rendah dibanding lapisan bawah yang lebih tinggi.2. Pola
percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed
estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata antara
air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara
vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang
derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.3. Pola
dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran
tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini akan sangat labil
atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut. Pada
pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga
hampir tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara
horizontal maupun secara vertikal.Pada beberapa daerah estuari yang
mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih
unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut
mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam
lekukan pada dasar estuari. Tonjolan permukaan yang mencuat ini
dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga,
terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat
turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung
tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.Variasi sifat habitat
terutama salinitas membuat estuari menjadi habitat yang keras dan
sangat menekan bagi kehidupan organisme. Untuk dapat hidup dan
berhasil membentuk koloni di daerah ini organisme harus mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi secara khusus.Adapun bentuk adaptasi
tersebut adalah:a. Adaptasi MorfologisOrganisme yang mendiami
substrat berlumpur sering kali beradaptasi dengan membentuk
rumbai-rumbai halus atau rambut atau setae yang menjaga jalan masuk
ke ruang pernapasan agar permukaan ruang pernapasan tidak tersumbat
oleh partikel lumpur. Organisme yang memiliki kemampuan adaptasi
seperti ini adalah kepiting estuari, dan beberapa anggota
dariGastropoda.Adaptasi yang lain adalah ukuran tubuh. Organisme
estuari umumnya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan
dengan kerabatnya yang hidup di laut. Contohnya adalah kepiting
(Ucha) yang memiliki ukuran kecil, hal ini terjadi karena sebagian
besar energi yang dimilikinya dipergunakan untuk beradaptasi
menyesuaikan dengan kadar garam lingkungan.b. Adaptasi
FisiologisAdaptasi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
organisme estuari adalah berhubungan dengan keseimbangan ion cairan
tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal. Kemampuan
osmoregulasi sangat diperlukan untuk dapat bertahan hidup.
Organisme yang memiliki kemampuan osmoregulasi dengan baik disebut
osmoregulator contohnyaCopepoda, Cacing PolychaetadanMollusca.
Kemampuan mengatur osmosis menurut beberapa ahli sangat dipengaruhi
oleh suhu. Di daerah tropic dengan suhu air lebih tinggi dan
perbedaan suhu antara air tawar dan air laut kecil, biasanya dihuni
oleh species estuari lebih banyak, dan species lautan yang
stenohalin dapat masuk lebih jauh ke hulu.c. Adaptasi Tingkah
lakuSalah satu bentuk adaptasi tingkah laku yang dilakukan oleh
organisme estuari adalah membuat lubang ke dalam lumpur. Ada dua
keuntungan yang didapatkan dari organisme yang beradaptasi seperti
ini. Pertama, adalah dalam pengaturan osmosis. Keberadaan di dalam
lubang berarti mempunyai kesempatan untuk berhubungan dengan air
interstitial yang mempunyai variasi salinitas dan suhu lebih kecil
dari pada air di atasnya. Kedua, membenamkan diri ke dalam substrat
berarti lebih kecil kemungkinan organisme ini dimakan oleh pemangsa
yang hidup di permukaan substrat atau di kolam air.Adaptasi
tingkahlaku lainnya adalah dengan cara bergerak ke hulu atau ke
hilir. Tingkahlaku ini akan menjaga organisme tetap berada pada
daerah dengan kisaran toleransinya. Contohnya beberapa species
kepiting seperti Rajungan (Calinectessapidus), ikan belanak (Mugil
mugil), Ikan baung, Ikan bandeng dan lain-lain(Kramer, 1994).
Ekosistem estuaria merupakan bagian dari ekosistem air laut yang
terdapat dalam zona litoral (kelompok ekosistem pantai).Estuaria
merupakan tempat pertemuan air tawar dan air asin.Estuariaadalah
suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan
masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya
percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang
berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang surut. Muara sungai,
teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang
terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach),
merupakan contoh dari sistem perairan estuari. Estuari dapat
dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut dan
perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya
tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung
terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas
(unik).Estuari berperan sebagai daerah peralihan antara kedua
ekosistem akuatik. Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya
sungai dengan laut.Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur
intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara
bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga
dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut airnya.Nutrien
dari sungai memperkaya daerah estuari.Bentuk estuaria bervariasi
dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran
pasang surut, dan bentuk garis pantai.Kebanyakan estuaria
didominasi subtrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa
oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang mengendap
kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar estuaria biasanya kaya
akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan
utama bagi organisme estuaria.Pengaruh campuran massa air tawar dan
air laut tersebut menghasilkan suatu kondisi lingkungan dan
komunitas biota yang khas, komplek dan dinamis yang tidaksama
dengan air tawar atau air laut.Dinamika tersebut sangat terkait
dengan poladistribusi salinitas, kekuatan arus, amplitudo
pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapansedimen, suhu, oksigen
serta penyediaan unsur hara (Suyasa dkk., 2008). Dimana air tawar
yang mempunyai densitas lebih kecil dari air laut cenderung
mengembang diatasnya.Pada daerah estuaria ini juga terdapat
fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung sacara tetap yang
berhubungan dengan gerakan air pasang.Massa air yang masuk kedalam
daerah estuaria pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari
air tawar, akibatnya salinitas air didaerah estuaria pada saat itu
umumnya rendah.Pada waktu air pasang air masuk kedalam estuaria
dari air laut bercampur dengan estuaria, sehingga mengakibatkan
salinitas naik.Mengakibatkan organisme-organisme laut tidak dapat
hidup didaerah estuaria, kebanyakan organisme-organisme laut
tersebut hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan salinitas yang
kecil.Hanya spesiesyang memiliki kekhususan fisiologi baik ikan air
tawar, ikan asli estuarine dan ikan darilaut yang mampu bertahan
hidup di perairan estuari.Oleh karena itu jumlah spesies
yangmendiami perairan estuarine lebih sedikit dibandingkan dengan
organisme yang hidup diperairan tawar atau laut.(Bengen, 2002).Pada
ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri
khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang
spesifik seperti Habitat Rawa Asin.Oleh karena itu ekosistem
estuari sangat erat kaitannya dengan habitat rawa asin. Hal ini
disebabkan karena organisme tersebut harus mampu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.Respon dari tingkah laku organisme
tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam
dan memiliki ciri khas tersendiri.Pada batas ambang toleransi
organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaan suatu organisme.
Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan
dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi
organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan
menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai
dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di
estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan
daerah estuari ini.Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara
lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas
hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan
estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat
air tawar.Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi
vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Karakteristik (ciri-ciri) Estuaria
Karakteristik ( ciri-ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai
berikut :0. Keterlindungan: Estuaria merupakan perairan semi
tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang
memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan
larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.0. Kedalaman:
Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya
matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat
berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan
penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta
menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan
dangkal).0. Salinitas air: Air tawar menurunkan salinitas estuaria
dan mendukung biota yang padat.0. Sirkulasi ai: Perpaduan antara
air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan
suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota
yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.0. Pasang: Energi
pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang
penting, antara lain mengangkut zat hara dan plankton serta
mengencerkan dan meggelontorkan limbah.Penyimpanan dan pendauran
zat hara: Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun
serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan
organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati Ekosistem Estuari
Di estuaria terdapat tiga komponen fauna, yaitu fauna laut, air
tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna
laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam
mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai
kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas yang
lebar.Komponen air payau terdiri dari spesies organisme yang hidup
di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara
5-300/00.Spesies-spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan
laut maupun tawar.Komponen air tawar biasanya terdiri dari yang
tidak mampu mentoleril salinitas di atas 5 dan hanya terbatas pada
bagian hulu estuaria.Ciri khas estuaria cenderung lebih produktif
daripada laut ataupun air tawar.Estuaria adalah ekosistem yang
miskin dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan,
kepiting, kerang dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling
terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks. Detritus
membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan alga dan kemudian
menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan
detritus.Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem
produktif karena:1. Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara
yang cepat di daur ulang1. Proses fotosintesis berlangsung
sepanjang tahun1. Adanya fluktuasi permukaan air.
FAUNA
Kolam air di estuaria merupakan habitat untuk plankton dan
nekton.Di dasar perairan hidup mikro dan makro bentos.Setiap
kelompok organisme dalam habitatnya menjalankan fungsi biologisnya
masing-masing.Antara satu kelompok organisme terjalin jaringan
trofik (rantai makanan) sehingga membentuk jaringan jala
makanan.Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan
tawar dan laut.Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan
oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang
memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di
estuaria.Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga
miskin dalam flora.Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya
tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi.Rendahnya
produktifitas primer di kolam air, sedikitnya herbivora dan
terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai
makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan
detritus.Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria
memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan,
fauna perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau.1)
Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan
salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di sekitar
perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih
berkisar di atas 30. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin
turun hingga 15 atau kurang.2) Fauna perairan tawar umumnya tidak
mampu mentolerir salinitas di atas 5, sehingga penyebarannya
terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.3) Fauna khas estuaria
adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30,
namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair
tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram
dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang
Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat
pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria
untuk sementara waktu saja.Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya,
menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian
pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan
salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria
dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya,
untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan,
reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari
makanan Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies, fauna
khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan
keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan.
Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun,
yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli
menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan
sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit
relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna
khas setempat.Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna yaitu:
fauna laut, fauna air tawar dan fauna payau. Komponen fauna yang
terbesar adalah fauna air laut yaitu hewan stenohaline yang
terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan salinitas (umumnya
>= 30) dan hewan euryhaline yang mempunyai kemampuan untuk
mentolerirberbagai perubahan atau penurunan salinitas di bawah 30.
Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan
salinitas yang ekstrem biasanya hanyadijumpai terbatas di sekitar
perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih
berkisar di atas 30. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampumasuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin
turun hingga 15 atau kurang.Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya
tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5, sehingga penyebarannya
terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.Fauna khas estuaria
adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garamantara 5-30,
namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya
berairtawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis
tiram dan kerang (Ostrea,Scrobicularia), siput kecil Hydrobia,
udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu
terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yangberada di
estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang
Penaeus,misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria,
untuk kemudian pergi kelaut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat
(Anguilla) dan ikan salem (Salmo,Onchorhynchus) tinggal sementara
waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulusungai ke laut, atau
sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain,
darigolongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke
estuaria untuk mencarimakanan (Nybakken, 1988). Umpamanya
dibandingkan dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang
lamun, yang mungkin berdampingan letaknyadengan estuaria. Para ahli
menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutamasalinitas, dan
sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit
relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna
khas setempat sehingga jumlah spesies organisme yang mendiami
estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkandengan organisme yang
hidup di perairan tawar dan laut.Hal ini karena ketidakmampuan
organisme air tawar mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air
laut mentolerir penurunan salinitas estuaria.Akibatnya hanya
spesies yang memiliki kekhususan fisiologi yang mampu bertahan
hidup di estuari. FLORAHampir semua bagian esturari terendam
terdiri dari subtrat lumpur dan tidak cocok untuk melekatnya
makroalga. Selain karena substrat, pengaruh sinar cahaya yang minim
menyebabkan terbentuknya dua lapisan.Lapisan bawah tanpa tumbuhan
hidup dan lapisan atas mempunyai tumbuhan yang terbatas. Di daerah
hilir estuary terdapat padang rumput laut (Zostera dan Cymodeca).
Selain itu terdapat padang lamun. Lamun didefinisikan sebagai
satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu
beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnyacukup tinggi
atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan
akarsejati.Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass)
sebagai tumbuhan airberbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh,
berdaun, berimpang, berakar, sertaberbiak dengan biji dan
tunas.Selain miskin dengan jumlah fauna estuari juga miskin dengan
flora. Keruhnyaperairan estuari menyebabkan hanya tumbuhan yang
mencuat yang dapat tumbuhmendominasi, mungkin terdapat padang
rumput laut (Zosfera thalassia, Cymodocea) selain ditumbuhi oleh
alga hijau dari GeneraUlva, EntheromorphadanChadophora.Estuaria
berperan sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) yang
mengakibatkan semuaunsur-unsur esensial dapat didaur ulang oleh
bermacam kerang, cacing dan oleh detritusatau bekteri secara
berkesinambungan sehingga terwujud produktivitas primer yangtinggi.
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies.Dengan demikian,yang
ditemukan hanya jenis diatom dan dinoflagellata. Jenis diatom yang
dominan adalah Skeletonema, Asterionella dan Melosira. Sedangkan
dinoflagellata yang melimpaha dalah Gymnodinium,Gonyaulax dan
Ceratium. Banyaknya zooplankton yang berkembang membuktikan bahwa
terjadi keterbatasan produktivitas fitoplankton.
STRUKTUR SPASIAL DAN TEMPORAL KOMUNITAS ESTUARY
Secara geografis, distribusi atau sebaran spasial dan temporal
dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis yang terdiri dari faktor
lingkungan biotik dan abiotik. Faktor faktor berpengaruh tersebut
biasanya tidak hanya terdiri dari satu faktor tetapi dapat lebih
dari satu faktor, yang akan saling berinteraksi satu sama lain
(Brewer, 1994; Stiling. 1996).Sruktur Spasial merupakan keberadaan
suatu komunitas yang dapat membentuk habitat bagi organisme lain
sedangkan Strukur temporal merupakan keberadaan suatu komunitas
organisme pada waktu-waktu tertentu yang mendukung keberadaan dari
komunitas organisme tersebut.Salah satu parameter yang sangat
berpengaruh terhadap keberadaan ikan di suatu perairan adalah ada
tidaknya sumber makanan yang dibutuhkan. Menurut hasil penelitian
yang telah dilakukan, sumber makanan ikan terkonsentrasi di wilayah
perairan yang subur. Daerah perairan yang subur memiliki kandungan
nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat, nitrit dan unsur
hara lainnya. Daerah ini biasanya diindikasikan dengan kelimpahan
fitoplankton yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi
pula. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi
ataupun keadaan biomassa organisme di suatu perairan dapat
dilakukan dengan melakukan penelitian terkait dengan distribusi
spasial dan temporal. Biomassa fitoplankton itu sendiri dapat
dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan
(Alkatiri dan Sardjana, 1998 in Roshisati 2002). Kondisi lingkungan
di daerah estuaria memiliki variasi dan fluktuasi yang besar
sehingga sangat menyulitkan organisme untuk hidup. Hal ini menjadi
sebab rendahnya jenis organisme yang hidup di daerah estuaria
dibandingkan dengan habitat lainnya. Beberapa faktor lingkungan
yang membentuk karakteristik daerah estuaria yang berhubungan
dengan sruktur sparsial dan temporal akan diuraikan secara singkat
sebagai berikut :
1) Pasang surut Pasang surut juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh besar terhadap kondisi dan karakteristik
lingkungan estuaria. Pada daerah yang memiliki perbedaan pasang
surut besar, pasang naik akan mendorong air laut masuk jauh ke arah
hulu estuaria sehingga menggeser isohaline ke hulu. Kondisi surut
sebaliknya menggeser isohaline ke arah hilir. Akibatnya ada daerah
di estuaria yang memiliki salinitas berfluktuasi sesuai dengan
kondisi pasang surut. Kondisi ini secara langsung juga berpengaruh
terhadap distribusi hewan dan tumbuhan yang ada di daerah
estuaria.Polychaeta melimpah di daerah pasang surut dengan dasar
lumpur dan menurun kelimpahannya pada substrat dasar pasir, begitu
pula krustasea dan moluska. Hal tersebut berbeda dengan kelompok
Ekinodermata yang hanya ditemukan sedikit pada substrat dasar
lumpur. (Pianka (1966) dalam Kastoro et al, 1999 )
2) MusimPada musim-musim tertentu organisme yang hidup akan
memiliki keadaan aatu kondisi yang berbeda-beda karena musim jelas
akan mempengaruhi kondisi suhu dan angin yang ada di
perairan.Misalnya pada fitoplankton. Nilai rata-rata konsentrasi
klorofil-a fitoplankton untuk seluruh perairan Indonesia adalah
sebesar 0,19 mg/m3. Nilai rata-rata selama musim timur adalah
sebesar 0,24 mg/m3, sedikit lebih besar daripada kandungan
klorofil-a pada musim barat yaitu 0,16 mg/m3 (Nontji, 1974 in
Arinardi, 1996).
3) Suhu Suhu air di estuaria bervariasi daripada diperairan
dekat pantai di dekatnya. Hal ini sebagian karena biasanya di
estuaria volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih
besar, dengan demikian pada atmosfer yang ada, air estuaria ini
lebih cepat panas dan lebih cepat dingin (karena dalamnya dan
volumenya besar tidak memperlihatkan gejala ini). Alasan lain
terjadinya variasi ini ialah masukan air tawar. Air tawar di sungai
dan kali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air
laut. Sungai di daerah beriklim sedang suhunya lebih rendah di
musim dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut
didekatnya. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan
air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria
lebih rendah di musim dingin dan estuaria dan lebih tinggi di musim
panas daripada suhu air laut didekatnya. Ketika air tawar masuk
estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu.
Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin
dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan di sekitarnya.
Skala waktunya menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang
surut, suatu titik tertentu di estuari karena memperlihatkan
variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu
air laut dan air sungai.Peningkatan suhu perairan dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup
didalamnya, dampaknya konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi.
Peningkatan suhu perairan sebesar 10 oC dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik
sebanyak dua sampai tiga kali lipat (Effendi 2003). Kecepatan
metabolisme organisme air meningkat seiring dengan naiknya suhu
yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen
(Effendi 2003). Suhu air yang baik bagi kepentingan perikanan
adalah suhu air normal (27 oC untuk daerah tropis) dan fluktuasi
sekitar 3 oC (Hariyadi et al. 1992). Nybakken (1992) menyatakan hal
senada bahwa perubahan suhu dapat menjadi isyarat bagi organisme
untuk memulai atau mengakhiri aktivitas, misalnya reproduksi. Kelas
Polychaeta akan melakukan adaptasi terhadap kenaikan suhu atau
salinitas dengan aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan
membenamkan diri di bawah permukaan substrat (Alcantara & Weiss
1991 in Taqwa 2010).
4) Arus dan ombak Estuaria dikelilingi daratan pada ketiga sisi.
Ini berarti bahwa luas perairan yang diatasnya angin dapat bertiup
untuk menciptakan ombak adalah minimal. Dangkalnya perairan di
estuaria pada umumnya juga jadi penghalang bagi terbentuknya ombak
yang besar. Sempitnya mulut estuaria, diikuti dengan dasar yang
dangkal, menghilangkan pengaruh ombak yang masuk ke estuaria dari
laut secara cepat. Sebagai akibat proses ini, pada estuaria
merupakan tempat yang airnya tenang. Menurut Soegianto (1986)
Rhizophora mucronata tumbuh di pantai yang berlumpur yang pukulan
ombaknya tidak terlalu kuat. Bruguiera gymnorrhiza yang juga
termasuk familia Rhizophoraceae jika dibandingkan dengan R.
mucronata lebih suka tumbuh dibagian yang kering.
5) KecerahanKecerahan penting karena erat kaitannya dengan
proses fotosintesis yang terjadi di perairan secara alami.
Kecerahan menunjukan sampai sejauh mana cahaya dengan intensitas
tertentu dapat menembus kedalaman perairan. Dari total sinar
matahari yang jatuh ke atmosfer dan bumi, hanya kurang dari 1% yang
ditangkap oleh klorofil (di darat dan air), yang dipakai untuk
fotosintesis (Basmi,1995).
6) Kekeruhan Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam
perairan estuaria, setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam
setahun, air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada
saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minimum di dekat
mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa air laut dan makin
meningkat bila menjauh ke arah pedalaman. Pengaruh ekologi dari
kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok.
Selanjutnya hal ini akan menurunkan fotosintesis dan tumbuhan
bentik yang mengakibatkan turunnya produktivitas.
7) Salinitas Salinitas didefenisikan sebagai jumlah gram seluruh
zat yang larut dalam 1 kg air laut, dengan anggapan bahwa seluruh
karbonat telah di ubah menjadi oksida, semua brom dan iod diganti
dengan klor yang setara dan semua zat organic mengalami oksidasi
sempurna (Forch et al., 1902 in Sverdrup et al, 1960). Perubahan
salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah relative lebih
kecil dibandingkan ke perairan pantai. Hal ini disebabkan karena
perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari
Muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan (Hela dan
Laevastu, 1970). Fluktuasi salinitas adalah merupakan kondisi umum
dari daerah estuaria. Secara defenitif, suatu gradien salinitas
akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi,
bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut dan jumlah
air tawar. Variasi salinitas dapat menentukan kelimpahan dan
distribusi fitoplankton. Salinitas merupakan salah satu parameter
yang menentukan jenis-jenis fitoplankton yang terdapat dalam suatu
perairan, tergantung dari sifat fitoplankton tersebut apakah
eurihalin atau stenohalin. Secara umum, salinitas permukaan
perairan laut di Indonesia rata-rata berkisarantara 32-34 (Dahuri
et al,. 1996).
8) Oksigen Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke
dalam estuaria, bersama-sama dengan kedangkalannya, pangadukannya
dan pencampuran oleh angin, biasanya berarti cukupnya persediaan
oksigen di dalam kolom air. Masuknya air tawar dan air laut secara
teratur kedalam estuaria bersama dengan pendangkalan, pengadukan,
dan pencampuran air dingin biasanya akan mencukupi persediaan
oksigen di dalam estuaria. Karena kelarutan oksigen dalam air
berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen
dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter.
Terisolasinya perairan di bagian dalam dari percampuran dengan
sumber oksigen dibarengi dengan tingginya aktifitas biologis dan
lambatnya kecepatan pembaruan atau kecepatan penggelontoran dapat
menguragi kecepatan oksigen dari perairan dasar ini.
9) Derajat keasaman (pH) McConnaughey (1974) menyatakan bahwa
perairan laut memiliki pH yang relatif konstan, yaitu antara
7,6-8,3. Pada umumnya lingkungan perairan laut memiliki sistem
penyangga yang mampu mencegah terjadinya perubahan pH secara
drastis. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan
respirasi organisme.Menurut Pescod (1973), selain oleh proses
fotosintesis dan respirasi, nilai pH juga dipengaruhi oleh suhu dan
keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nybakken (1992) menyatakan
bahwa pH adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan. Ph air
laut agak bersifat basa dan umumnya berkisar antara 7,5-8,4. Odum
(1993) juga menambahnkan bahwa nilai kisaran pH yang layak untuk
kehidupan fitoplankton adalah sebesar 6-9. Diatom mulai berkurang
perkembangannya pada nilai pH antara 4,6-7,5, namun demikian pada
kisaran pH tersebut masih di dapatkan berbagai jenis diatom.
10) Zat Hara di Estuari Menurut Millero dan Sohn (1992) zat hara
merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan
fitoplankton. Zat hara utama yang diperlukan adalah N, P dan Si,
walaupun unsur lain seperti Fe, Mn, Cu, Zn dan Mo juga diperlukan
untuk pertumbuhan. Zat hara N dalam bentuk nitrat dan P dalam
bentuk fosfat mempunyai manfaat untuk membentuk jaringan lunak
sedangkan silikat bermanfaat untuk membentuk cangkang.Nitrogen dan
fosfor merupakan nutrien yang paling berpengaruh terhadap produksi
fitoplankton (Valiela, 1984 in Roshisati, 2002). Kedua unsur
tersebut menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan
fitoplankton. Hal ini dikarenakan kedua unsur tersebut dibutuhkan
dalam jumlah banyak, tetapi keberadaannya sedikit di perairan (Odum
,1971)Fosfat Cadangan fosfat terdapat pada batu-batuan karang atau
endapan-endapan yang terbentuk pada jaman dahulu. Endapan-endapan
tersebut perlahan-lahan hanyut atau mengalami pengikisan dan
melepaskan ion-ion fosfat ke ekosistem. Konsentrasi fosfat akan
bertambah dengan meningkatnya kedalaman. Sebaran vertikal fosfat di
laut secara umum rendah pada pemukaan perairan dan mencapai
maksimum pada kedalaman 50-2000 m (Spencer, 1956 dalam Riley dan
Skirrow, 1975).Fosfat yang dapat diserap oleh jasad nabati perairan
adalah dalam bentuk ortofosfat, sedangkan total fosfat berperan
sebagai sumber tersedianya ortofosfat. Unsur fosfat (P) yang
terdapat dalam bentuk fosfat maupun zat hara anorganik merupakan
unsur utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan
berkembangbiak. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama
proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik
dengan cepat berubah menjadi fosfat. Proses dekomposisi
fitoplankton yang mati juga berperan dengan bantuan bakteri untuk
menghasilkan fosfor anorganik. Nitrogen Nitrogen dalam perairan
berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen anorganik terdiri
atas ammonia (NH3), ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-)
dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa
protein, asam amino dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen ini mengalami
transformasi di perairan sebagai bagian dari siklus nitrogen
(Effendi, 2000). Beberapa kelas fitoplankton, seperti Dinophyceae,
dapat memenuhi kebutuhannya akan nitrogen dengan memanfaatkan
senyawa-senyawa nitrogen organik yang larut dalam air laut, seperti
asam-asam amino. Terdapat pula fitoplankton yang dapat memanfaatkan
asam-asam amino hasil deaminasi bakteri senyawa-senyawa nitrogen
organik terlarut (Libes, 1992 in Roshisati, 2002).Nitrifikasi
merupakan reaksi oksidasi yaitu proses pembentukan nitrat yang
berasal dari ammonia kemudian menjadi nitrit dan hasil akhirnya
berupa nitrat. Asimilasi nitrogen merupakan fungsi utama bagi
fitoplankton, alga bentik dan bakteri sebagai proses pemanfaatan
nitrogen untuk pembentukan asam amino dalam protoplasma.
Denitrifikasi merupakan reaksi reduksi terhadap nitrat, yaitu
proses perubahan nitrat menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi
molekul nitrogen. Fiksasi nitrogen yaitu proses fiksai nitrogen
bebas, ini hanya dapat terjadi pada daerah pantai, simbiosis alga
dan percampuran nitrogen dari lingkungan/atmosfir.
Nitrat Menurut Kirchman (2000) nitrat (NO3-) adalah jenis
nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada
daerah limpasan, masukan sungai, keluarnya air tanah dan deposisi
atmosfir ke laut. Nitrat adalah nutrien utama bagi pertumbuhan
alga. Nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil,
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna nitrogen di perairan
(Effendi, 2000). Sumber utama nitrat berasal dari erosi tanah,
limpasan dari daratan termasuk pupuk di tanah dan dari buangan
limbah (Chester, 1990). Selain itu, nitrar berasal dari permukaan
air selama produktivitas primer, ketika tumbuhan mati,
terdekomposisi kemudian nitrat teregenerasi ke kolom air (Millero
dan Sohn, 1992).Nitrit Nitrit (NO2-) biasanya ditemukan dalam
jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil
daripada nitrat karena bersifat tidak stabil (Effendi,2000).
Senyawa nitrit (NO2-) yang terdapat dalam air laut merupakan hasil
reduksi senyawa nitrat (NO3-) atau oksidasi ammonia (NH3) oleh
mikroorganisme. Selain itu, senyawa nitrit juga berasal dari hasil
ekskresi fitoplankton, terutama pada saat timbulnya ledakan
populasi fitoplankton (Grasshoff, 1976). Distribusi horizontal
kadar nitrit semakin menuju ke arah perairan pantai dan muara
sungai kadarnya semakin tinggi. Meningkatnya kadar nitrit di laut
berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai
(baik yang mengandung unsur nitrogen maupun tidak). Dengan demikian
senyawa nitrit merupakan salah satu indikator pencemaran
(Hutagalung dan Rozak, 1997). Ammonia Senyawa ammonia yang telah
terionisasi/ammonium (NH4+) dan nitrat merupakan sumber nutrien
utama bagi organisme perairan dan bakteri (Conell dan Hawker,
1992). Bentuk ammonium ini lebih disukai oleh fitoplankton dalam
proses fotosintesis dibandingkan dengan nitrat (Kirchman, 2000).
Ammonia yang terukur di perairan umumnya dalam bentuk NH3 atau
NH4+. NH3 merupakan bentuk senyawa ammonia yang tidak terionisasi
sedangkan NH4+ bentuk senyawa ammonia yang terionisasi. Senyawa
ammonia yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi
senyawa nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) oleh mikroorganisme. Selain
itu senyawa ammonia juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton
terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton dan
hasil degradasi zat organik seperti protein (Grasshoff, 1976;
Kirchman, 2000). Kadar ammonia yang tinggi merupakan indikasi
adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik,
industri, dan limpasan (run-off) pupuk pada perairan (Effendi,
2000).
KEANEKARAGAMAN SPESIES
Biota dan Produktifitas Komunitas estuari membentuk komposisi
yang unik berupa percampuran jenis endemik (Jenis yang hidup
terbatas di lingkungan estuari), jenis yang berasal dari ekosistem
laut dan sebagian kecil jenis biota yang dapat masuk/keluar dari
lingkungan air tawar, yaitu biota yang memiliki kemampuan
osmoregulator yang baik.Gambar 4. memperlihatkan contoh variasi
komunitas biota di perairan estuari berdasarkan zonasi kedalaman
air. Sumber protein dari laut (seafood) merupakan contoh populasi
yang baik dari percampuran jenis endemik dan jenis perairan laut.
Contoh dari jenis-jenis tersebut adalah kerapu dari jenis Cynoscion
nubulosus, sedangkan ikan dari jenis Brevootia sp di jumpai hidup
di perairan estuari hanya pada stadium awal. Demikian juga dengan
kebanyakan jenis-jenis komersial seperti tiram dan kepiting yang
merupakan jenis utama lingkungan ini. beberapa jenis komersial
penting dari berbagai jenis udang hidup di laut lepas pada stadium
dewasa, dan melewati stadium awal hidupnya di lingkungan estuari.
Daur hidup seperti ini sangat umum dijumpai pada biota nekton di
daerah pesisir, dimana estuari digunakan sebagai lahan asuhan.
kecenderungan tersebut diduga karena pada stadium larva,
biota-biota memerlukan perlindungan dan persediaan makanan yang
baik. Ketergantungan dari sejumlah besar ikan yang memiliki nilai
komersial tinggi di lingkungan estuari, merupakan salah satu sebab
ekonomis yang utama dalam pelaksanaan preservasi habitat ini. Lahan
asuhan paling produktif dan paling penting adalah daerah pasang -
surut dan zona perairan dangkal yang biasanya juga merupakan daerah
pertama penanggung beban akibat pembangunan (modifikasi hasil
aktifitas manusia) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Pada
umumnya komponen organisme meroplanktonik (plankton temporal)
mendominasi perairan estuari dibandingkan dengan organisme
holoplanktonik (permanen plankton). Kecenderungan tersebut dapat
dilihat dari keragaman jenis organisme meroplankton yang lebih
tinggi, hal ini menunjukkan tingginya keragaman habitat biota
bentiknya. Ikan belanak merupakan jenis konsumen yang banyak
dijumpai di lingkungan estuari di seluruh dunia, karena tingkat
fleksibilitas dalam prilaku makannya yang tinggi. Dimana jenis
tersebut mampu untuk mendapatkan makanan pada berbagai tingkat
tropik dalam rantai makanan (ODUM dalam ODUM 1971). Lingkungan
estuari termasuk dalam kategori ekosistem produktif alamiah (Natu-
rally productive ecosystem) yang setara dengan tingkat
produktifitas hutan hujan primer dan terumbu karang. Secara garis
besar tingginya produktifitas lingkungan estuari dapat dirinci
sebagai berikut :Komunitas ikan yang mendiami estuari biasanya
merupakan kombinasi antara spesies air tawar, penetap, dan spesies
air laut. Mereka ditemukan pada berbagai tahapan hidupnya di
ekosistem ini. Berdasarkan lima kategori komposisifauna ikan yang
diutarakan oleh Day et al. (1981) in Blaber (1997), tiga kategori
diantaranya dijumpai di estuari, yaitu: (i) Spesies pendatang
(migran) dari laut, meru- pakan kelompok terbesar di estuari baik
di Pantai terbuka Muara sungai Pantai terbuka Muara sungai Alur
sungai bermangrove daerah subtropis maupun tropis. Pada kelompok
ini, ditemukan spesies pada fase juwana dan dewasa (seperti Lates
calcarifer) atau hanya fase juwana (Mugilidae, Carangidae,
Terapontidae, dan Polynemidae) atau hanya fase dewasa saja
(beberapa spesies Ariidae) (ii) Spesies estuari sejati, merupakan
spesies ikan yang daur hidupnya secara lengkap terjadi di estuari.
Kelompok ini ditemukan pada sejumlah spesies dari Famili Clupeidae,
Gobiidae, Engraulidae, Ambassidae. (iii) Spesies pendatang dari
perairan tawar, merupakan ikan yang bergerak turun sampai ke
perairan estuaria dan akan kembali ke perairan tawar untuk memijah,
seperti Oreochromis mossambicus. Keberadaan ekosistem mangrove di
pesisir Mayangan turut berperan dalam memenga- ruhi kelimpahan ikan
di area ini. Hal ini didukung oleh hipotesis yang menjelaskan
mengenai penyebab sejumlah spesies ikan tertarik memasuki ekosistem
mangrove (Laegdsgaard & Johnson, 2001), yaitu: (1) perlindungan
terhadap pre- dator, ikan mangsa akan memasuki area mangrove untuk
berlindung dari predator. Hal ini terjadi akibat kompleksitas
struktur perakaran mangrove yang menyulitkan pergerakan predator
dan juga tingkat kekeruhan yang tinggi menyebabkan visibilitas
predator berkurang; (2) terkait dengan makanan, yang menunjukkan
bahwa ekosistem ini menyediakan banyak makanan karena terkait
dengan produktivitas yang tinggi. Hal ini menye- babkan kelimpahan
dan keragaman ikan yang tinggi di ekosistem mangrove. Selain
hipotesis yang dikemukakan sebelumnya, ekosistem mangrove juga
menyediakan daerah pengasuhan bagi juwana. Argumentasi ini didukung
dengan kehadiran larva dan juwana ikan di estuari Mayangan. Hal
yang sama terlihat pula pada penelitian Brinda et al. (2010) yang
menemukan 45 spesies larva dan juwana ikan di estuari Vellar,
pantai tenggara India. Struktur komunitas ikan yang terbentuk di
ekosistem ini ditentukan oleh faktor abiotik, seperti salinitas,
kekeruhan, dan suhu (Blaber 1997; Feyrer & Healey 2003); dan
faktor biotik yang meliputi ketersediaan makanan, kompetisi, dan
predator (Hajisamae et al. 2003; Stl et al. 2007; Guedes &
Arajo 2008). Faktor-faktor ini juga menentukan sebaran kelompok
ikan secara spasial dan temporal (Garcia et al., 2003). Kebanyakan
spesies ikan memiliki kemampuan adap- tasi terhadap dinamika
salinitas di ekosistem estuari. Selain salinitas, kekeruhan
merupakan parameter yang menentukan sebaran spasial fauna ikan di
perairan, sedangkan suhu menentukan sebaran temporal ikan (Harrison
& Whitfield, 2006; Brinda et al., 2010; Nicolas et al., 2010).
Kekayaan biologis di suatu ekosistem estuari mencerminkan kesehatan
lingkungannya. Meskipun estuari Mayangan memiliki kekayaan
iktiofauna yang tinggi, namun perlu mendapat perhatian serius
akibat degradasi ekologis yang mendera ekosistem tersebut.
Eksploitasi sumber daya ikan yang meningkat dengan berbagai jenis
alat tangkap tidak ramah lingkungan, degradasi hutan mangrove, dan
abrasi pantai menjadi ma salah utama yang perlu diatasi. Kondisi
ini membutuhkan pemantauan secara berkala terhadap keanekaragaman
ikan untuk menjamin keman- tapan ekosistem dan keberlanjutan sumber
daya ikan.
JARING-JARING MAKANAN
Estuari merupakan tempat perawatan dan penyediaan makanan bagi
ikan-ikan muda yang mempunyai arti ekonomi tinggi, antara lain ikan
muda herrinh (Clupea harengus), ikan pipih (flat fish) mencakup
Pleuronectes platessa, danPlatichthys flexus,Bothus lunatus,
flounders, serta ikan halibut antara lain Hippoglossus
hippoglossusdanArnaglossus imperalis, dan ikan menhaden,Brevoortia
tyranus. Ikan pipih, ikan halibut, dan ikan menhaden itu bertelur
di estuary. Ikan-ikan dewasa ditemukan di dasar muara sungai yang
tidak ada arus yang kuat. Pada saat air pasang ikan-ikan ikut naik
ke atas dan masuk di estuari. Ikan-ikan muda mendapat perawatan dan
makanan di estuari yang kaya makanan. Jaring-jaring makanan ikan
dalam estuari dapat dilukiskan sebagai berikut : vegetasi (Spartina
sp., Juncus sp., Destichlis sp., Puccinella sp., Enteromorpha sp.,
Zoostera sp., Salicarma sp., Armeria sp., Spergularia sp., Limonium
sp.,) yang hidup di estuari itu jarang sekali dimakan herbivora.
Juga bila ada pohon bakau, maka tumbuhan itu juga tidak dimakan
hewan.Oleh sebab itu perairan estuari dan juga payau-payau itu
sebenarnya merupakan daerah yang kaya makanan bagi plankton dan
invertebrata yang merupakan makanan bagi ikan. Vegetasi di daerah
estuari juga menyediakan makanan bagi belalang, dan gastropoda yang
jumlahnya biasanya tinggi di musim panas justru di waktu ikan-ikan
itu bertelur dan berbiak cepat dengan persediaan makanan yang
berlimpah(Brotowidjojo,1995).
a. Produsen primer di Estuari
Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis
produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai
lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan
beberapa jenis algae, antara lain algae berfilamen seperti
Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari
dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata.
Produktivitas primer jenisjenis tumbuhan tersebut sudah tentu
tergantung pada sinar matahari dan suhu, serta juga dipengaruhi
oleh adanya nutrisi, terutama nitrogen dan fosfat. Begitu tingginya
tingkat produktivitas primer di estuari disbanding dengan di laut
ini terutama disebabkan oleh tingginya tingkat nutrisi di estuari.
Nutrisi ini sangat banyak terdapat di perairan estuari, baik yang
datang dari laut, sungai, atau daratan di sekitar estuari. Di dalam
estuari, nutrisi itu digunakan oleh tumbuhan. Tumbuhan yang mati
kemudian didaur ulang oleh bakteri pembusuk atau decomposer menjadi
nutrisi kembali untuk dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan.Tentang peran
produsen primer di dalam ekosistem estuari ini, detritus juga
memegang peranan penting. Detritus yang terdiri dari sisa-sisa
pembusukan tumbuhan produsen primer dan mikroba, mempunyai peran
penting dalam menjaga kestabilan ekosistem estuari. Keberadaan
detritus menjamin suplai makanan sepanjang tahun dan diabsorbsinya
kembali nutrisi yang telah larut.
b. Konsumen Primer di EstuariZooplankton dan heterotrophs lain
(suatu tingkatan organisme trophic sekunder yang berlaku sebagai
konsumen utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung
ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton
utama dan produktivitas ikan. dan pergerakan utama semata-mata
dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current movement).
Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan untuk
berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga
berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut lepas
sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari
lokasi yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal
menciptakan sonik lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke
permukaan pada malam hari dan tempat yag terdalam pada siang hari.
Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar, migrasi
vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal
musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming
(pengkayaan).c. Konsumen Sekunder di EstuariEstuari kaya akan
sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan. Sumber
makanan utama diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah
di dalam kolom air dan di dasar estuari.Sebagian besar hewan
konsumen primer terdapat di dasar estuari, seperti teritip
(Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong (Bivalvia dan Gastropoda)
yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan lainnya yang
hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Zooplankton biasanya berada
di kolom air. Akan tetapi, adanya arus pasang surut dan aliran
sungai yang masuk ke estuari ditambah lagi dengan keterbatasan yang
ditimbulkan dari kekeruhan, membuat zooplankton mempunyai peran
kecil dalam rantai makanan estuari dibanding dengan perannya di
laut. Makanan zooplankton dan bentos kebanyakan berada dalam bentuk
partikel organik halus, apakah itu berupa fitoplankton hidup atau
macam-macam fragmen hasil pembusukan yang menjadi detritus.d.
Konsumen Tingkat TigaBerbagai jenis ikan ditemukan di perairan
estuari. Ikan-ikan ini ada yang menetap, ada yang datang untuk
mencari makan dan bertumbuh besar, atau untuk bertelur. Ikan-ikan
ini memakan biota yang lebih kecil (pemangsa), memakan tumbuhan
(herbivor), atau menyaring busukan organik (detritus) dengan cara
memasukkan lumpur ke dalam mulutnya lalu memuntahkannya kembali
setelah menyaring fragmen-fragmen organiknya seperti yang dilakukan
oleh ikan-ikan Belanak (Mugilidae).Berbagai jenis hewan avertebrata
ditemukan menghuni perairan estuari.Sebagaimana halnya dengan ikan,
avertebrata yang ditemukan di perairan estuari sebagian merupakan
penghuni tetap, sebagian lagi datang untuk mencari makan, membesar,
atau bertelur.Salah satu contoh adalah udang satang (Macrobrachium
sp.) yang datang ke perairan estuari dari hulu untuk
bertelur.Avertebrata lainnya adalah larva udang penaeid yang
bergerak dari laut menuju perairan estuari untuk
membesar.Burung-burung laut yang datang mencari makan di perairan
estuari sebagian adalah burung bermigrasi. Burung bermigrasi ini
mengunjungi perairan estuari tropik selama musim dingin di tempat
mereka tinggal untuk bertelur.
INTERAKSI BIOFISIK DALAM KOMUNITAS ESTUARI :
1. Interaksi dengan tumbuhan Akumulasi sedimen dari darat
(sungai) dan laut mengharuskan toleransi tumbuhan berbunga terhadap
kondisi anaerobik dan variasi salinitas laut (Mangrove, Lamun)2.
Interaksi dengan rumput laut Rumput laut tidak memiliki akar
sehingga keberadaannya di estuaria sangat terbatas karena tidak
terdapat substrat keras untuk menempel.3. Interaksi dengan
FitoplanktonPengayaan lapisan permukaan air oleh penaikan massa air
bernutrien, memicu pertumbuhan dan produksi fitoplankton4.
Interaksi dengan Zooplankton Produksi fitoplankton yang tinggi
memicu produksi zooplankton yang tinggi pula, sehingga fitoplankton
dan zooplankton berperan penting dalam mempertahankan produktivitas
estuaria yang tinggi.5. Interaksi dengan Nekton Produktivitas
estuaria yang tinggi sangat mendukung populasi konsumer nektonik
yang tinggi, disamping kondisi fisik-kimia estuaria yang bervariasi
besar (salinitas), sehingga hanya sejumlah kecil jenis nekton yang
dapat beradaptasi.
SUKSESI DAN DISTURBANCE ESTUARIA
Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang produktif.
Produktivitas hayatinya setaraf dengan prokduktivitas hayati hutan
hujan tropik dan ekosistem terumbu karang. Produktivitas hayati
estuaria lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hayati
perairan laut dan perairan tawar. Hal ini salah satunya disebabkan
oleh fungsi dari estuaria yang merupakan perangkap zat hara dan
bahan organik yang berasal dari perairan disekitarnya terutama.
Zat-zat yang terperangkap tersebut akan mengalami suatu siklus yang
disebut dengan siklus nutrient yang keberadaannya dipengaruhi oleh
musim, kondisi muara (Flynn, 2008), pasang surut, debit air tawar
dan angin (Arndt dkk., 2011). Berikut adalah factor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas estuary menurut Ekawartika (2012).1.
Estuaria berperan sebagai penjebak zat hara.Jebakan ini bersifat
fisik dan biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri
sendiri melalui : Dipertahankanya dan cepat didaur ulangnya zat-zat
hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar esutaria seperti bermacam
kerang dan cacing. Produksi detritus, yaitu partikel- partikel
serasah daun tumbuhan akuatik makro (makrofiton akuatik) seperti
lamun yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan udang pemakan
detritus. Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar
lewat aktivitas mikroba (organisme renik seperti bakteri ), lewat
akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuary atau lewat
aktivitas hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam
cacing.2. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dan
kenyataanya bahwa tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang
komposisinya sedemikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi
sepanjang tahun. Estuaria sering memiliki tiga tipe tumbuhan, yaitu
tumbuhan makro (makrofiton) yang hidup di dasar estuary atau hidup
melekat pada daun lamun dan mikrofiton yang hidup melayang-layang
tersuspensi dalam air (fitoplankton). Proses fotosintesis yang
berlansung sepanjang tahun ini menjamin bahwa tersedia makanan
sepanjang tahun bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan. Dalam hal ini
mereka lebih baik, dinamakan hewan akuatik pemakan detritus, karena
yang dimakan bukan daun segar melainkan partikel-partikel serasah
makrofiton yang dinamakan detritus. 3. Aksi pasang surut (tide)
menciptakan suatu ekosistem akuatik yang permukaan airnya
berfluktuasi. Pasang umumnya makin besar amplitudo pasang surut,
makin tinggi pula potensi produksi estuaria, asalkan arus pasang
tidak tidak mengakibatkan pengikisan berat dari tepi estuaria.
Selain itu gerak bolak-balik air berupa arus pasang yang mengarah
kedaratan dan arus surut yang mengarah kelaut bebas, dapat
mengangkut bahan makanan, zat hara, fitoplanton, dan
zooplankton.
Siklus BiogeokimiaSiklus Biogeokimia atau siklus
organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang
mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke
komponen abiotik. Siklus tersebut tidak hanya melalui organisme,
tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan
abiotik. Fungsi siklus biogeokimia adalah sebagai siklus materi
yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh
semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik,
sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga. Siklus-siklus
biogeokimia antara lain; siklus air, siklus oksigen, siklus
nitrogen, siklus karbon, dan siklus fosfor.
a. Siklus Nitrogen (N2)Jumlah gas nitrogen (N2) di atmosfer
mencapai 80%. Bentuk nitrogen di udara dapat berbentuk amonia
(NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen
oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam
nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain. Nitrogen juga dapat
bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/petir
(Elektrisasi). Tumbuhan menerima nitrogen dalam tanah dalam bentuk
amonia (NO3), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Beberapa
bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar legum dan
akar tumbuhan lain misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat
bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung,
yakni Azotobacter sp. Yang bersifataerob dan Clostridium sp. Yang
bersifat anaerob. Nostoc sp. Dan Anabaena sp.(ganggang biru) juga
mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk
amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati
oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit,
yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat
yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri
denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia
diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini
siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem.
b. Siklus Karbon Dan OksigenSiklus karbon merupakan siklus
biogeokimia terbesar. Karena banyak di gunakan, 45% karbon
digunakan untuk pertumbuhan, 45% untuk respirasi dan 10% untuk DOC.
Proses timbal balikfotosintesis dan respirasi seluler bertanggung
jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2
dan O2 atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas
Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 keatmosfer
melalui respirasi hampir menyeimbangkan pengeluarannya melalui
fotosintesis.Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil
menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya
jumlah CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga
berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan
O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan bentuk bahan
anorganik lainnya. Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak
0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal darirespirasi manusia dan
hewan,erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbon
dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis
dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia
dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam
waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara
akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar
C02 di udara. Diekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer
berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan
air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion
bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang
memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organism
heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, coz
yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam
air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air. Secara umum, karbon
akan diambil dari udara oleh organisme fotoautotrof (tumbuhan,
ganggang, dll yang mampu melaksanakan fotosintesis). Organisme
tersebut, akan memproses karbon menjadi bahan makanan yang disebut
karbohidrat, dengan proses kimia sebagai berikut :6 CO2 + 6 H2O
(+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) C6H12O6 + 6 O2Karbondioksida
+ Air (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) Glukosa + Oksigen.
c. Siklus FosforDi alam fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu
senyawa fosfat organik (tada tumbuhan dan hewan) dan anorganik
(pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang
mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik,
begitu juga dengan batu dan fosil yang terkikis akan menjadi fosfat
anorganik, yang kemudian fosfat anorganik itu akan terlarut di air
tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen dasar
laut. Lalu akan di serap lagi oleh komponen organik (hewan dan
tumbuhan).Proses biogeokimia pada di wilayah estuary salah satunya
juga dipengaruhi oleh proses sedimantasi yang dilakukan oleh
mangrove. Hal ini disebabkan karena proses sedimentasi tersebut
dapat menyerap nutrisi dan unsurunsur hara lainnya yang sangat
berpengaruh terhadap produktifitas suatu perairan (Prasad dan
Ramanathan, 2008).
Adanya Suksesi pada komunitas Estuaria
Flynn (2008) dalam penelitiannya di Mullica RiverGreat Bay
Estuary dengan menggunakan model Land-Ocean Interaction in the
Coastal Zone (LOICZ) mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon organik
terlarut (DOC), nitrogen (DON), dan fosfor (DOP) mengalami
perubahan pada musim-musim tertentu sangat berhubungan dengan
kondisi salinitas. Konsentrasi DOC menurun dengan meningkatnya
salinitas pada semua musim. Konsentrasi DON menurun pada salinitas
yang tinggi pada mudim semi/musim panas dan mencapai konsentrasi
maksimum pada akhir musim dingin dan konsentrasi minimum pada musim
panas. Sedangkan DOP mengalami peningkatan konsentrasi seiring
dengan meningkatnya salinitas. Diduga berbagai perubahan
konsentrasi tersebut dipengaruhi oleh makroalga dan
fitoplankton.Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata
rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di
perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas
perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di
perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan
perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan
kematian biota perairan lainnya. Masalah utama sebagai pemicu
terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu
perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya
peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di
lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses
alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air
sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu
buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari
hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang
utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa
jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000 dalam Noor
2011).Proses blooming dari fitoplankton dan alga yang menyebabkan
eutrofikasi menurut Noor (2011) disebabkan oleh jumlah fosfor yang
berlebihan dalam suatu perairan. Hal ini bisa dikenali dengan warna
air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang
menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran
di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat
berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air
menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut,
bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan
dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya
mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem
air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.Mou dkk.,
(2011) dalam penelitiannya tentang Nitrogen cycle of a typical
Suaeda salsa marsh ecosystem in the Yellow River estuary
mengungkapkan bahwa konsentrasi nitrogen pada sungai di Yellow
River estuary dipengaruhi oleh dekomposisi serasah karena
dekomposisi serasah dianggap sebagai jalan yang efektif dalam dalam
pengembalian nutrisi. Serasah. Namun siklus nitrogen lebih sering
dipengaruhi oleh gelombang. Keberadaan Nitrogen diperarairan ini
tidak hanya mempengaruhi struktur dan fungsi rawa tetapi juga
mempengaruhi stabilitas ekosistem. Nutrisi yang berlebihan dapat
mempengaruhi keberadaan spesies invasive seperti P. Australis, T.
Sacchariflora dan T. Chinensis dan menginduksi terjadinya degradasi
yang parah dalam jangka waktu yang panjang terhadap ekosistem.
Namun Liu dkk., (2009) menyebutkan bahwa degradasi tersebut juga
dipengaruhi oleh limbah-limbah pertanian dan limbah domestic yang
akan mempengaruhi produktifitas perairan.
PENUTUPA. KESIMPULAN Estuari merupakan bagian dari lingkungan
perairan yakni daerah percampuran antara air laut dan air tawar
yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air
tawar dan genangan air tawar). Estuari adalah jenis perairan yang
memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia,
biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh
karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang
membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Karakteristik Estuaria.
Skala : Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang
memiliki ciri khas tersendiri dengan jenis dan jumlah
organisme-organisme penyusunnya yang spesifik.b. Strukur Spacial
dan Temporal : Pasang surut, Musim, Ph, Suhu, Salinitas, Kekeruhan,
Kecerahan, arus dan ombak, kekeruhan, dan unsur zat hara.c.
Keanekaragaman spesies : Komunitas ikan yang mendiami estuari
biasanya merupakan kombinasi antara spesies air tawar, penetap, dan
spesies air lautd. Struktur Tropik : Produsen tingkat pertama,
konsumen primer, konsumen sekunder, dan konsumen tingkat tiga.e.
Distribusi dan Suksesi : siklus biogeokimia dan munculnya
eutrofikasi akibat adanya ketidakseimbangan di dalam komunitas.f.
Interaksi biotik : dengan tumbuhan, rumput laut, Fitoplankton,
Zooplankton, Nekton
DAFTAR PUSTAKABengen, D. G. 2000. Tehnik pengambilan contoh dan
analisa data biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan-IPB.Bogor. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air
bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit
Kanisus. Yogyakarta.Effendie, H., dan S. B. Susilo. 2000. Korelasi
kadar klorofil dan kelimpahan fitoplankton pada lapisan eufotik di
perairan pesisir sekitar PLTN Krakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat.
Jurnal IlmuPertanian Indonesia. 7(2):56-60Millero, F. S. Dan M. L.
Sohn. 1992. Chemical oceanography. CRS Press.LondonNontji, A. 2007.
Laut Nusantara. Djambatan. JakartaNybakken, J. N. 1986. Biologi
Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. (Terjemahan M. Eidman, Koesoebiono
dan D.G. Bengen). Penerbit PT. Gramedia. JakartaOdum, E.P. 1998.
Dasar-Dasar Ekologi. Fourth Edition. Gadjah Mada University Press:
YogyakartaRositasari dan Rahayu. 1994. Sifat-Sifat Estuari Dan
Pengelolaannya. Bogor. Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 21-31 ISSN
0216-1877 Zahid1 dkk. 2011. Iktiofauna ekosistem estuari Mayangan,
Jawa Barat [Ichthyofauna of Mayangan estuary, West Java]. Jakarta
Bogor. Pusat Penelitian Biologi LIPIJurnal Iktiologi Indonesia,
11(1):77-85