Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat
32

Makalah HAP

Sep 27, 2015

Download

Documents

kkllmm
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari.

Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 10 per 1000 kasus yang dirawat. Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan angka kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.B. Rumusan Masalah Bagaimana mekanisme penularan terjadinya HAP (hospital acquired pneumonia)? Bagaimana upaya pencegahan HAP (hospital acquired pneumonia) berdasarkan EBN?

C. Tujuan Mengetahui mekanisme penularan terjadinya HAP (hospital acquired pneumonia)

Mengetahui penanganan yang tepat dan sesuai pada pasien dengan HAP (hospital acquired pneumonia)

Mengetahui dan mampu menerapkan upaya pencegahan yang sesuai dengan dengan EBN pada pasien dengan HAP (Hospital Acquired Pneumonia)

D. ManfaatBagi Pembaca :

Menambah wawasan mengenai HAP (hospital acquired Pneumonia)

Mengetahui tindakan pencegahan pada pasien dengan HAP

Bagi Penulis :

Menyelesaikan salah satu tugas yang diberikan mengenai HAP (Hospital Acquired Pneumonia)

Menambah Wawasan mengenai konsep HAP (Hospital Acquired Pneumonia)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis , nyeri tajam atau seperti ditusuk, demam,dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi sinar-x dan pemeriksaan sputum. Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia; pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik. Tersedia vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia. Prognosis untuk tiap orang berbeda tergantung dari jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada tidaknya komplikasi dan kesehatan orang tersebut. Orang dengan pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah, sakit kepala, atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare,pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala,tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan nafsu makan.

B. Definisi Hospital Aquired Pneumonia (HAP)

Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. VAP merupakan bagian dari Hospital Acquired Pneumonia (HAP). Etiologi

Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Patogen yang paling banyak menyebabkan Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah bacilli gram-negative dan Staphylococcus aureus,terutama organisme yang resisten terhadap obat. Secara umum aerobic enteric gram negatif bacillus diperkirakan sampai sepertiga dari semua kuman patogen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya pneumonia.Pada pasien yang menggunakan ventilator, resiko terkena kuman gram negatif bacillus diperkirakan sekitar 58 - 83%, sedangkan gram positif coccus hanya 14 - 38%, dananaerobhanya1 - 3%.Infeksi poli mikrobial tercatat kejadiannya mencapai 26 - 53 %. Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.

Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.

Epidemiologi Hospital Acquired Pneumonia

HAP atau Hospital Acquired Pneumonia (HAP) merupakan infeksi kedua terbanyak di Amerika. Terdapat 300.000 kasus HAP pertahun, dan itu menyebabkan kematian 30 % hingga 70 %. Sulit untuk menentukan pasien dengan HAP yang meninggal karena disebabkan langsung oleh pneumonia yang dideritanya,tetapi diperkirakan kematian yang disebabkan langsung oleh pneumonia antara 27 % hingga 50%. Ini berarti 25 % hingga 50% dari penderita HAP meninggal karena HAP dan sisaya 50% hingga 75% pasien penderita HAP meninggal karena penyakit lain yang dideritanya. HAP memperpanjang masa perawatan di rumah sakit hingga 7 sampai 9 hari, sehingga meningkatkan pula biaya perawatan yang harus dibayar oleh pasien.

Faktor resiko dari HAP umumnya adalah pasien dengan umur lebih dari 70 tahun, komorbiditas yang serius, malnutrisi, gangguan kesadaran, dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama, dan pasien dengan PPOK.HAP merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada pasien yang berada di ICU dan jumlahnya hampir 25% dari semua pasien infeksi nosokomial yang ada di ICU, dengan tingkat insiden berkisar antara 6 % hingga 52%. Insiden ini meningkat karena pasien yang berada di ICU sering mendapatkan mekanikal ventilasi, dan pasien yang terpasang mekanikal ventilasi 6 sampai 21 kali lebih beresiko menderita HAP dari pada pasien yang tidak terpasang mekanikal ventilasi. Ventilasi mekanik berhubungan dengan kejadian HAP karena endotracheal tube mengganggu mekanisme pertahanan saluran pernapas bagian atas , sehingga dapat menyebabkan penumpukan atau genangan sekresi orofaringeal, mencegah batuk efektif, dan dapat menyebabkan infeksi. Perkembangan HAP pada pasien dengan ventilasi mekanik menandakan prognosis yang buruk, dengan tingkat kematian 2 sampai 10 kali lebih tinggi daripada kelompok pasien dengan mekanik ventilasi tanpa HAP. Patofisiologi

Pada kejadian infeksi saluran pernapasan, setidaknya harus ada satu dari tiga kondisi berikut : pertahanan host terganggu, masuknya organisme ke dalam saluran pernapasan bawah yang jumlahnya cukup untuk menginfeksi dan mengalahkan pertahanan host, atau tingginya jumlah organisme patogen yang ada disekitar.Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada tiga rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :

1. Aspirasi

Merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan usia lanjut. Tidak semua jalan efektif untuk masuknya bakteri sehingga dapat menginfeksi. Jalan yang paling potensial untuk masuknya bakteri patogen ke dalam saluran pernapasan bawah adalah melalui mikroaspirasi dari sedikit sekresi orofaringeal yang sebelumnya sudah terdapat koloni bakteri patogen. Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia.

Pada pasien yang menderita penyakit sistemik yang parah, kejadian kolonisasi bakteri patogen orofaringeal oleh enteric gram-negative bacilli meningkat hingga 35 % pada pasien dengan keparahan yang sedang dan meningkat 75% pada pasien yang kritis. Kejadian aspirasi meningkat ketika terdapat gangguan pada refleks muntah, gangguan kesadaran, dan ketika adanya penggunaan alat seperti nasogastrik atau endotracheal tubes, atau jika terdapat penyakit esofageal.

2. InhalasiJalan melalui inhalasi merupakan metode efektif untuk penyebaran Legionella spp., virus terentu, Mycobacterium tuberculosis, dan jamur, serta melalui kontaminasi alat bantu nafas yang digunakan pasien.3. Hematogenik

Penyebaran melalui darah terutama terjadi pada pasien postoperative dan pada pasien dengan kronik intravenus atau pasien dengan pemasangan kateter pada genito-urinary. Faktor Resiko Pneumonia NosokomialFaktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:1) Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh

Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis2) Faktor eksogen adalah :a. Pembedahan

Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).

b. Penggunaan antibiotic

Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.

c. Peralatan terapi pernapasan

Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral.

Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.e. Lingkungan rumah sakit Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll.

Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasiFaktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)

Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir Dirawat di rumah sakit 5 hari.

Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut.

Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi Diagnosa Pneumonia Nosokomial

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif Ditambah 2 diantara kriteria berikut:- suhu tubuh > 38oC- sekret purulen- leukositosisKriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS1. Dirawat di ruang rawat intensif2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2> 35 % untuk mempertahankan saturasi O2> 90 %3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu : Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)Memerlukan vasopresor > 4jam Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysisPemeriksaan yang diperlukan adalah :1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan ? 106 colony-forming units/ml dari sputum, ? 105 106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, ? 104 105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , ? 103 colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal. Terapi Antibiotik

Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :

1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat

2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.

4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk

6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)

Patogen potensialAntibiotik yang direkomendasikan

Streptocoocus pneumoniae Haemophilus influenzae Metisilin-sensitif Staphylocoocus aureus Antibiotik sensitif basil Gram negatif enterik

- Escherichia coli - Klebsiella pneumoniae - Enterobacter spp - Proteus spp - Serratia marcescens

Betalaktam + antibetalaktamase

(Amoksisilin klavulanat)

atau

Sefalosporin G3 nonpseudomonal

(Seftriakson, sefotaksim)

atau

Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin)

Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004).Patogen potensialTerapi Antibiotik kombinasi

Patogen MDR tanpa atau dengan patogen pada Tabel 1

Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter sp Methicillin resisten Staphylococcus aureus (MRSA) Sefalosporin antipseudomonal

(Sefepim, seftasidim, sefpirom)

atau Karbapenem antipseudomonal

(Meropenem, imipenem)

atau -laktam / penghambat laktamase

(Piperasilin tasobaktam)

ditambah Fluorokuinolon antipseudomonal

(Siprofloksasin atau levofloksasin)

atau Aminoglikosida

(Amikasin, gentamisin atau tobramisin)

ditambah Linesolid atau vankomisin atau teikoplanin

Tabel 3. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)

AntibiotikDosis

Sefalosporin antipseudomonal

Sefepim

Seftasidim 1-2 gr setiap 8 12 jam

2 gr setiap 8 jam

1 gr setiap 8 jam

Karbapenem

Meropenem

1 gr setiap 8 jam

500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap 8 jam

laktam / penghambat laktamase 4,5 gr setiap 6 jam

Aminoglikosida

Gentamisin

Tobramisin 7 mg/kg BB/hr

7 mg/kg BB/hr

20 mg/kg BB/hr

Kuinolon antipseudomonal

Levofloksasin 750 mg setiap hari

400 mg setiap 8 jam

Vankomisin 15 mg/kg BB/12 jam

Linesolid

Teikoplanin 600 mg setiap 12 jam

400 mg / hari

Pencegahan Pneumonia Nosokomial

1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR) Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans mikrobiologi Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan. Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung. Anjurkan untuk berhenti merokok Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah Letakkan pasien pada posisi kepala lebih (30-45o) tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung

Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis

Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofageal

Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran napas bawah

Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang makanan ke usus halus3. Pencegahan inokulasi eksogen Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk menghindari infeksi silang Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang makanan , jarum infus dll4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya Mobilisasi sedini mungkin

C. Enternal Feeding

Enternal feeding merupakan pemasukan nutrisi yang lengkap, yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, air, mineral, dan vitamin, yang secara langsung masuk kedalam lambung, duodenum, atau jejunum.

Kriteria Pasien

Pemberian enternal feeding harus dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami malnutrisi, atau yang beresiko mengalami malnutrisi,namun saluran gastrointestinalnya masih berfungsi dengan baik , tetapi tidak dapat mempertahankan intake makanan yang adekuat secara oral. Walaupun enternal feeding dapat mengatasi malnutrisi, tetap berdampak pada kualitas hidup pasien.

Enternal feeding sebaiknya diberikan kepada:

Pasien yang memiliki penyakit yang kritis, dimana enternal feeding akan menjaga barier usus dan mengurangi tingkat infeksi dan kematian

Pasien postoperasi dengan oral intake yang terbatas. Pemberian enternal feeding secara dini setelah pembedahan dapat mengurangi komplikasi dan durasi perawatan di rumah sakit.

Pasien dengan pangkreasitis yang parah, tanpa komplikasi pseudokista atau fistula. Enternal feeding membantu penyembuhan inflamasi dan mengurangi infeksi.

Jenis Makanan Enteral

Makanan enteral terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Standars enteral feeds:

Jenis ini terdiri dari karbohidrat,protein, lemak, air, elektrolit, mikronutrien (vitamin dan elemen minor) dan serat yang dibutuhkan oleh pasien yang stabil. Predigested feeds:

Jenis ini terdiri dari nitrogen sebagai peptida pendek atau asam amino bebas dan bertujuan untuk meningkatkan penyerapan nutrisi pada pasien yang mengalami pancreatic insufficiency atau inflammatory bowel disease. Kandungan seratnya berubah-ubah dan dilengkapi dengan beberapa vitamin K, yang dapat berinteraksi dengan obat lain. Komplikasi dari enternal feeding

1. Tube Complication

Nasogastric tube : menyebabkan ketidaknyamanan nasofaring, erosi hidung, abses, dan sinusitis. Selain itu juga dapat menyebabkan komplikasi akut seperti perforasi faring atau esofagus, insersi intrakranial atau bronkial, meskipun ini jarang terjadi tetapi komplikasi komplikasi ini dapat berakibat fatal. Penggunaan dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan esofagitis, ulserasi dan penyempitan esofagus.

Percutaneous gastrostomy atau jejunostomy tube: dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan endoskopi pada perforasi usus dan pendarahan dinding abdominal atau intraperotoneal.

Semua feeding tube seharusnya disiram dengan menggunakan air sebelum dan sesudah digunakan,karena mereka mudah tersumbat. Penyumbatan terkadang dapat diatasi dengan menyiramnya menggunakan air hangat atau enzim solution tetapi beberapa tube mungkin membutuhkan penggantian.2. Infeksi

Kontaminasi bakteri pada enteral feed dapat menyebabkan infeksi yang serius. Penatalaksanaan dan alat alat yang digunakan seharusnya dikeluarkan setiap 24 jam untuk meminimalisir resiko infeksi. Makanan seharusnya tidak tumpah atau keluar dari tube dan peralatan tidak tersentuh langsung oleh tangan.

3. Gastro-esofageal reflux dan aspirasi

Reflux dapat sering terjadi pada enteral feding, terutama pada pasien yang mengalami gangguan kesadaran, memiliki reflek muntah yang lemah dan ketika makan dalam posisi supinasi. Pasien seharusnya ditinggikan setidaknya 30 derajat ketika pemberian makanan dan harus tetap dalam posisi tersebut untuk kira kira selama 30 menit untuk meminimalisasi aspirasi. Post-pyloric tube harus digunakan pada pasien yang tidak sadar yang perlu diposisikan datar. Reflux lebih seperti akumulasi dari residu gastrik. Aspirasi gastrik seharusnya diukur secara teratur dan perubahan feeding regimen atau pemberian prokinetik dapat mengurangi residu atau penumpukan makanan atau cairan pada gastrik.

BAB IIIPENUTUP4.1 Kesimpulan

Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Penyebab HAP oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Yang ditularkan melalui aspirasi, inhalasi, dan hematogenik. Pemberian enteral nutrisi dengan cara yang benar pada pasien dengan ventilator dapat menurunkan kejadian nosokomial pneumonia.4.2 Saran

Perawat dapat melakukan pencegahan pada HAP (Hospital Acquired Pneumoni)

Perawat mampu melakukan usaha untuk meminimalisir terjadinya penyebaran HAP (Hospital Acquired Pneumoni)

Perawat dapat mengidentifikasikan faktor resiko terjadinya HAP (Hospital Acquired Pneumoni)

Perawat dapat mengedukasikan kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan dan penularan HAP (Hospital Acquired Pneumoni)

DAFTAR PUSTAKA American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54

American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults : Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med 1995; 153 : 1711-25

American Thoracic Society. Official Consensus Statement (1995): Hospital Acquired Pneumonia in adults : Diagnosis, assesment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med. 153 : 1711-25. Ranes, J.L., Gordon, S. & Arroliga, A.C. 2010. Cleveland Clinic Center for Continuing Education. Hospital-Acquired,Health Care Associated,and Ventilator-AssociatedPneumonia, (http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/health-care-associated-pneumonia/ , diakses tanggal 28 September 2012)

Willacy, Hayley. 18 Maret 2011. Patient.co.uk Trusted Medical Information and Support. Enteral Feeding, (http://www.anascava.com/cara-penulisan-daftar-pustaka-dari-internet-buku-artikel-jurnal-koran/ , diakses tanggal 27 September 2012)