Top Banner

of 28

makalah DHF RSPAU

Jul 13, 2015

Download

Documents

ChandraJonathan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUANPenyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumalah penderitanya semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pola penyebaran penyakit inipun semakin meluas. Penyakit DBD sebagian besar menyerang pada anak-anak, hal ini dikarenakan sistem imunitas/kekebalan tubuhnya yang masih rentan. Akan tetapi dewasa ini kecenderungan penderita DBD tidak didominasi oleh anak-anak saja, range umur 5 s/d 45 tahun menjadi usia yang dominan dari seluruh jumlah penderita DBD.1 Indonesia merupakan negara tropis dengan pola penyebaran virus DBD yang cenderung meluas. Banyaknya daerah endemik yang menjadi sumber penularan menjadikan semakin cepatnya penyakit ini menjadi wabah. Wabah ini hampir setiap tahun menjadi Kejadian Luar Biasa ( KLB ) yang ditandai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayahnya. Dalam hal penanganan dan pencegahan penularan virus DBD ini, sudah bannyak kegiatan yang dilakukan, diantaranya : Pengasapan (foggingisasi ) secara massal, Abatisasi ( penebaran larvasida ) dan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ) yang dilakukan secara terus menerus.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue merambah dengan cepatnya dan seringkali berakibat fatal karena kelambatan dalam penanganannya.Demam Berdarah Dengue ( DBD ) sering disebut juga dengue hemorrhagic fever ( DHF ), dengue fever ( DF ), demam dengue ( DD ), dan dengue shock syndrome ( DSS ).

BAB IIISII.

DEFINISIDemam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2II.

ANAMNESIS dan PEMERIKSAAN FISIKa. Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan, suhu tinggi, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba, tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.1 b. Sistem tubuh : Pernafasan Anamnesa : Pada derajat 1 atau 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernafasan kecuali bila pada derajat 3 atau 4 sering disertai keluhan sesak nafas sehingga memerlukan pemasangan oksigen.2 Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena demam yang tinggi, suara nafas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 nafas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran.2 Kardiovaskular Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2-7 hari, badan lemah, pusing, mual-muntah, derajat 3 dan 4 orang tua / keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran, gelisah dan kejang.2 Pemeriksaan fisik :

Derajat 1 : uji torniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi perdarahan.

Derajat 2 : Ptekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 : kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya volume plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, trombositopenia. Derajat 4 : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. Persarafan Anamnesa : Pasien gelisah karena demam tinggi derajat 1 dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derjat 3 dan 4.

Pemeriksaan fisik : Pada derajat 2 konjungtivaa mengalami perdarhan, sedang penurunan tingkat kesadaran ( compos mentis ke apatis ke somnolent, ke sopor lalu ke koma) atau gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologi sering terjadi pada derajat 3 dan 4. Perkemihan Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing. Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah pekat dan berwarna coklat tuaa pada derjat 3 dan 4. Pencernaan Anamnesa : pada derjat 1 dan 2 mual dan muntah / tidak ada nafsu makan, haus, sakit menelan, derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati. Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena. Tulang dan otot Anamnesa : pasien mengeluh otot, persendian dan punggung, kepanasan, wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2, derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot / kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama. Pemeriksaan fisik : nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajaah tampak merah dapat disertai dengan tanda kesakitan atau pegal seluruh tubuh pada derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau kekauan bahkan kelumpuhan.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2. Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

a. Radiologi Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

pembahasan

Pada umumnya kematian pada pasien DBD terjadi akibat syok hipovolemia, yang dilatarbelakangi oleh perdarahan masif atau karena merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien DBD, ultrasonografi dapat membantu menemukan adanya perembesan plasma dari intravaskular ke ekstravaskular. Ultrasonografi dapat dengan mudah mengidentifikasi adanya: penebalan dinding kandung empedu,

Gambar 1. Penebalan dinding kandung empedu

asites dan efusi pleura serta efusi perikardial

Gambar 2. Cairan asites di peri vesica urinaria pada pasien DBD

Gambar 3. Efusi pleura kiri (volume sekitar 250 cc) pada pasien DBD

Penebalan dinding kandung empedu dan asites/efusi merupakan refleksi atau akibat dari kebocoran cairan intravaskular ke ruang interstitial/ekstravaskular. Ada beberapa kondisi penyakit yang dapat menimbulkan penebalan kandung empedu yaitu pada keadaan: hipoalbuminemia, asites dan hipertensi vena sistemik. Ada korelasi positif antara tebal dinding kandung empedu dan berat penyakit DBD. Pada penelitian ini ditemukan ada korelasi positif antara peningkatan kadar hematokrit dengan tebalnya dinding kandung empedu, dan penebalan dinding empedu berkorelasi dengan adanya asites. Adanya timbunan cairan di Morrisons pouch dan spleno-peritoneal recess

Gambar 4. Morrisons pouch

Gambar 5. Free fluid in splenorenal recess

memberikan indikator spesifik adanya cairan dalam intraperitoneal. Secara ultrasonografi, adanya cairan sebanyak 30-40 cc yang berada di Morrisons pouch dan spleno-peritoneal recess sudah dapat dideteksi yang digambarkan secara ultrasonografi sebagai moon crescent sign. Ultrasonografi lebih sensitif dalam menegakkan adanya efusi pleura dibandingkan foto toraks. USG mampu

mendeteksi adanya cairan efusi meskipun hanya 35 cc, sementara foto toraks memerlukan minimal 50 cc. Pada penelitian ini adanya ekstravasasi plasma dijumpai berupa penebalan dinding kandung empedu (76,7%), asites (56,7%), efusi pleura (48,3%). Pada penelitian ini dijumpai efusi pleura kanan sebanyak 29 pasien (48%), efusi pleura kiri tidak dijumpai. WHO telah memasukkan kriteria peningkatan hematokrit >20% sebagai salah satu kriteria diagnosis DBD. Idealnya pemeriksaan hematokrit secara serial harus dilakukan untuk mengetahui peningkatan kadar hematokrit. Namun dalam kondisi endemis sering pemeriksaan serial tidak selalu dapat dilakukan. Di samping itu penilaian kadar hematokrit sering sulit dinilai karena beberapa faktor, seperti; pengaruh infus cairan, ada/tidak riwayat anemia sebelumnya, ada/tidak perdarahan. Pada penelitian ini peningkatan kadar hematokrit didapatkan pada 31,7%. Nilai diagnostik peningkatan hematokrit >20% yang menunjukkan adanya hemokonsentrasi memiliki sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value dan negative predictive value adalah; 42,0%, 81,8%, 80% dan 45%. Nilai hematokrit yang normal tidak menjamin tidak adanya ekstravasasi cairan. 12 dari 13 pasien DBD grade III/IV dengan nilai hematokrit dan trombosit normal ternyata pada pemeriksaan USG semuanya dijumpai asites dan efusi pleura. Efusi pleura ditemukan pada pasien DBD dengan trombosit normal (13,4%) dan hematokrit 20% namun dicurigai adanya hemokonsentrasi atau ekstravasasi cairan maka pemeriksaan USG sangat membantu dalam menemukan adanya efusi dan asites. Manfaat lain dari pemeriksaan USG pada pasien DBD adalah bahwa adanya asites dan efusi pleura yang cukup banyak dapat menjadi pertimbangan kapan sebaiknya dapat dimulai diberikan cairan koloid.

I. DIAGNOSIS KERJAMasa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah. a) Demam Dengue (DD) Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala. Nyeri retro-oebital. Mialgia / artralgia. Ruam kulit. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif). Leukopenia. dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

b) Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi : Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : - Uji bendung positif. - Petekie, ekimosis, atau purpura. - Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. - Hematemesis atau melena. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. - Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

I. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

II. ETIOLOGIDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.

III.EPIDEMIOLGIDemam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain; 2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).

I. PATOGENESISPatogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : 1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE); 2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; 3. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; 4. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Gambar 9 . Hipotesis secondary heterologus infections. Sumber : Suvatt 1977-dikutip dari Sumarmo, 1983.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang mefagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.

Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) Supresi sumsum tulang, dan 2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi ( 50.000/pl 6. Tiga hari setelah syok teratasi 7. Nafsu makan membaik

IV.PENCEGAHAN

Gambar 12. Pencegahan demam berdarah.

Pencegahan penyakit demam berdarah (DBD) sangat tergantung dengan pengendalian pada vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis, maupun secara kimiawi, seperti : a. Lingkungan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agaar nyamuk tidak dapat lagi berkembang biak. Pada dasarnya PSN ini dapat dilakukan dengan : Menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Dikarenakan perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-10 hari. Menutup rapat tempat penampungan air. Supaya agar nyamu tidak menggunakannya sebagai tempat berkembang biak. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya semunggu sekali.

Membersihkan perkarangan atau halaman rumah dari barang-barang yang dapat menampung air hujan. Karena berpotensi sebagai tempat berkembangnya jentikjentik nyamuk.

Menutup lubang-lubang pada pohon, terutama pohon bambu ditutup dengan menggunakan tanah. Membersihkan air yang tergenang diatap rumah juga dapat mencegah berkembangnya nyamuk tersebut. Pembersihan selokan disekitar rumah supaya air tidak tergenang.

a. Biologis Pengendalian secara bioligis merupakan pengendalian perkembangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. Seperti pemeliharaan ikan cupang pada kola/ sumur yang sudah tak terpakai.

b. Kimiawi Pengendalian secara kimiawi adalah cara pengendalian serta pembasmian nyamuk dan jentik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Diantaranya adalah : Pengasapan/togging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti dengan batas tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat yang sering menjadi tempat penampungan air. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk. Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antaranya dengan 3M. Yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur tempat-tempat yang sering dijadikan perkembangbiakan nyamuk. Semoga dengan beberapa cara tersebut dapat membantu anda dalam pencegahan demam berdarah serta pemberantasan sarang nyamuk.

I. PROGNOSISBonam, dengan penanganan yang baik.

BAB IIIKESIMPULAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Penyebab demam pada pasien dengan kejang demam harus selalu diidentifikasi, dengan tetap mempertimbangkan kausa demam yang lazim di Indonesia, yakni campak, malaria dan infeksi dengue Telah dilaporkan kasus dengan demam berdarah dengue pada pasien dengan keluhan utama kejang dengan demam. Infeksi dengue dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi. Pemeriksaan klinis dan hematokrit serial pada mulanya tidak secara khas menunjukkan adanya kebocoran plasma, namun kebocoran plasma dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi dengan foto dada lateral dekubitus kanan atau ultrasonografi patut dipertimbangkan pada pasien dengan sangkaan infeksi dengue yang tidak menunjukkan peningkatan kadar hematokrit yang signifikan

DAFTAR PUSTAKA1. Santoso, Mardi. Pemeriksaan fisik diagnostic. Anamesa. Jakarta: Bidang

Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004. 2. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Panduan pelayanan medic. Jakarta : PB. PAPDI; 2009.3. Kusumawidjaja, Kahar. Radiologi diganostik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;

2009.4. Philip w. Ballinger, et al. Merrils of radiographic and radiologis procedurs.

Missouri : Inc. St. Louis; 1999 5. Sutton, David. Textbook of radiology and imaging. London : Churcill Livingstone; 1992. 6. Soebandiri. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.