Top Banner
Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Gambar 3.1 Bagan Alir FCR Dengan Cara PRD Mulai Kesesuaian mutu bahan Dengan Spesifikasi Kesesuaian gradasi agregat campuran dengan spesifikasi, diperoleh %CA, %FA, %FF Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana (FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang Kadar aspal terhadap parameter – parameter Spesifikasi Kadar Aspal Rencana Mulai Pemeriksaan sifat – sifat material : 1. Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler, 2.Aspal : Pertamina (3 sampel), Shell (3 sampel) Kesesuaian mutu bahan Dengan Spesifikasi Ganti Bahan 1. Analisa Gradasi agregat Campuran 2. Pemilihan Aspal : Pertamina ; Shell Kesesuaian gradasi agregat campuran dengan spesifikasi, diperoleh %CA, %FA, %FF Diulang Menghitung perkiraan kadar aspal Optimum (Pb) diperoleh Pb Menghitung Gmm Pada Pb Pengujian Marshall I (2x75 blows) Bricket dengan variasi 3 kadar aspal diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb diperoleh nilai stabilitas dan flow Hitung VMA, VIM, VFA dll dan gambar grafik Marshall Tarik garis pada VIM = 6% diperoleh Kadar Aspal Optimum (P VIM ) Pengujian Marshall II (2x400 blows) Briket dengan variasi 1 kadar aspal diatas PVIM dan 1 dibawah P VIM diperoleh VIM PRD Gambar grafik Marshall Hubungan kadar aspal Vs VIM PRD Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD Min. 3% untuk lalu lintas berat Min. 2% untuk lalu lintas sedang Min. 1% untuk lalu lintas ringan Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana (FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang Kadar aspal terhadap parameter – parameter Spesifikasi Kadar Aspal Rencana Perubahan Gradasi, : Menambah, mengurangi, Dan Atau mengganti AgregatKasar, Agregat Halus, Filler tidak tidak tidak ya ya ya 32
119

Level Okinawa

Feb 16, 2015

Download

Documents

Bm X Breaker

d your content by providing more information about it.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

32

BAB III

METODOLOGI

3.1. Bagan Alir Gambar 3.1

Bagan Alir FCR Dengan Cara PRD

Mulai

Pemeriksaan sifat – sifat material : 1. Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler, 2.Aspal : Pertamina (3 sampel), Shell (3 sampel)

Kesesuaian mutu bahanDengan Spesifikasi Ganti Bahan

1. Analisa Gradasi agregat Campuran2. Pemilihan Aspal : Pertamina ; Shell

Kesesuaian gradasi agregatcampuran dengan spesifikasi,diperoleh %CA, %FA, %FF

Diulang

Menghitung perkiraankadar aspal Optimum (Pb)

→ diperoleh Pb →Menghitung GmmPada Pb

Pengujian Marshall I (2x75 blows)Bricket dengan variasi 3 kadar aspal

diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb→ diperoleh nilai stabilitas dan flow

Hitung VMA, VIM, VFA dll dangambar grafik Marshall

Tarik garis pada VIM = 6%→ diperoleh Kadar Aspal Optimum

(PVIM)

Pengujian Marshall II (2x400 blows)Briket dengan variasi 1 kadar aspaldiatas PVIM dan 1 dibawah PVIM

→ diperoleh VIM PRD

Gambar grafik MarshallHubungan kadar aspal Vs VIM PRD

Kadar aspal rencana harus pada VIM PRDMin. 3% untuk lalu lintas berat

Min. 2% untuk lalu lintas sedangMin. 1% untuk lalu lintas ringan

Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana(FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang

Kadar aspal terhadap parameter – parameterSpesifikasi

Kadar Aspal Rencana

Perubahan Gradasi, :Menambah, mengurangi,

Dan Atau menggantiAgregatKasar,

Agregat Halus, Filler

tidak

tidak

tidak

ya

ya

ya

Mulai

Pemeriksaan sifat – sifat material : 1. Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler, 2.Aspal : Pertamina (3 sampel), Shell (3 sampel)

Kesesuaian mutu bahanDengan Spesifikasi Ganti Bahan

1. Analisa Gradasi agregat Campuran2. Pemilihan Aspal : Pertamina ; Shell

Kesesuaian gradasi agregatcampuran dengan spesifikasi,diperoleh %CA, %FA, %FF

Diulang

Menghitung perkiraankadar aspal Optimum (Pb)

→ diperoleh Pb →Menghitung GmmPada Pb

Pengujian Marshall I (2x75 blows)Bricket dengan variasi 3 kadar aspal

diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb→ diperoleh nilai stabilitas dan flow

Hitung VMA, VIM, VFA dll dangambar grafik Marshall

Tarik garis pada VIM = 6%→ diperoleh Kadar Aspal Optimum

(PVIM)

Pengujian Marshall II (2x400 blows)Briket dengan variasi 1 kadar aspaldiatas PVIM dan 1 dibawah PVIM

→ diperoleh VIM PRD

Gambar grafik MarshallHubungan kadar aspal Vs VIM PRD

Kadar aspal rencana harus pada VIM PRDMin. 3% untuk lalu lintas berat

Min. 2% untuk lalu lintas sedangMin. 1% untuk lalu lintas ringan

Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana(FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang

Kadar aspal terhadap parameter – parameterSpesifikasi

Kadar Aspal Rencana

Perubahan Gradasi, :Menambah, mengurangi,

Dan Atau menggantiAgregatKasar,

Agregat Halus, Filler

tidak

tidak

tidak

ya

ya

ya

32

Page 2: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

33

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Aspal Shell 60/70

Aspal shell adalah produk dari shell olie produksi Singapura, sekarang ini

banyak digunakan di indonesia karena aspal shell mempunyai kelebihan titik

lembeknya, yaitu 2 – 4 ºC lebih tinggi dari aspal Pertamina. Variabel ini akan diuji

menggunakan standar bahan aspal.

3.2.2. Aspal Pertamina 60/70

Aspal Pertamina adalah produk dari Pertamina, produksi dalam negeri.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan aspal seperti

pemeriksaan aspal Shell 60/70 diatas.

3.2.3. Agregat Kasar

Tertahan #8 (2,36 mm).

Terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah yang memenuhi persyaratan /

spesifikasi.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan agregat

kasar.

3.2.4. Agregat Halus

Lolos #8, tertahan #200 (0,075 mm).

Terdiri atas pasir alam dan abu batu yang memenuhi spesifikasi.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan agregat

halus.

3.2.5. Filler

Fungsinya adalah sebagai pengisi rongga udara pada material sehingga

memperkaku lapisan aspal. Apabila campuran agregat kasar dan halus masih belum

masuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan, maka pada campuran Laston perlu

ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat digunakan debu batu kapur, debu

Page 3: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

34

dolomite atau semen Portland. Filler yang baik adalah yang tidak tercampur dengan

kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering (kadar air

maks. 1 %).

Lolos #200 (0,075 mm).

Terdiri atas semen PC, debu batu kapur, abu terbang.

3.2.6. Campuran Aspal Panas

Untuk campuran aspal panas dengan metode PRD, yang pertama dilakukan

setelah memperoleh gradasi agregat yang diperkirakan cocok adalah menghitung

perkiraan awal kadar aspal rancangan (Pb) dengan menggunakan rumus, Pb = 0,035

(%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + Konstanta. Buatlah benda uji dengan kadar

aspal yang dibulatkan mendekati 0,5 %, dengan tiga kadar aspal diatas Pb dan 2

kadar aspal dibawah Pb. (Contoh, bilamana rumus memberikan nilai 5,7 %,

dibulatkan 5,5 %, buatlah benda uji dengan kadar aspal 5,5 %, dengan tiga kadar

aspal di atas adalah 6,0 %; 6,5 % dan 7,0 % serta dua kadar aspal di bawah adalah 4,5

% dan 5,0 %). Ukurlah berat isi benda uji, stabilitas Marshall, kelelehan. Ukur atau

hitunglah kepadatan benda uji pada rongga udara nol (Gmm) pada kadar aspal Pb.

Hitunglah rongga dalam agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB), dan rongga

dalam campuran (VIM). Dari perhitungan dan analisa diatas maka akan didapat kadar

aspal untuk PRD, yaitu pada VIM = 6,0 % akan didapat kadar aspal PVIM. Buatlah

benda uji tambahan dan dipadatkan sampai membal (refusal) dengan 1 kadar aspal di

atas dan di bawah PVIM. Ukur berat isi benda uji dan atau hitung kepadatannya.

Masukkan ke lembar Marshall, diperoleh VIM PRD dan gambar grafik Marshall;

hubungan kadar aspal Vs VIM PRD. Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD

minimal 3 % untuk lalu lintas berat, 2 % untuk lalu lintas sedang dan 1 % untuk lalu

lintas ringan.

Semua pengujian agregat kasar, agregat halus dan aspal serta campuran aspal

akan dilaksanakan di Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas

Diponegoro Semarang.

Page 4: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

35

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Aspal Tabel 3.1

Sampel Aspal

Jenis produk aspal

Aspal Shell 60/70 Aspal Pertamina 60/70 1. Jumlah Sampel 3 buah 3 buah

2. Sumber

PT. Adhi Karya, divisi kontruksi, AMP Mangkang

Satwiga, AMP Rowo Sari Kadi International

PT. Adhi Karya, divisi kontruksi, AMP Mangkang

Satwiga, AMP Rowo Sari Lab. Transportasi UNDIP

6 (buah) sampel diatas akan diuji dahulu, sehingga nantinya akan dipilih 1

(satu) sampel aspal yang masih baik dari masing – masing jenis produk aspal tersebut

yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengikat campuran Laston AC - WC.

Hal ini dilakukan karena mengingat sampel – sampel aspal tersebut bekas dari proyek

– proyek tahun yang lalu, sehingga kualitasnya pun mungkin tidak sebaik kalau

produk aspal tersebut masih baru digunakan.

3.3.2. Agregat Kasar

Sampel agregat kasar yang akan digunakan adalah dari Base Camp ex. PT.

Adhi Karya (persero) Tbk. Divisi Kontruksi Mangkang, Semarang.

3.3.3. Agregat Halus

Sampel agregat halus yang akan digunakan adalah dari Base Camp ex. PT.

Adhi Karya (persero) Tbk. Divisi Kontruksi Mangkang, Semarang.

3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Pemeriksaan Bahan Agregat

3.4.1.1. Analisa Pembagian Butiran

A. Pendahuluan

Dalam membuat suatu JMF untuk campuran aspal panas, sebelumnya

harus dilakukan pemeriksaan terhadap bahan – bahan yang akan digunakan.

Page 5: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

36

Salah satu bahan yang digunakan adalah agregat kasar dan halus. Keduanya

merupakan komponen penting dalam perencanaan campuran aspal.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir

(gradasi) agregat kasar dan halus, sehingga dapat ditentukan prosentase

kombinasi gradasi agregat kasar dan halus untuk pembuatan campuran

hotmix AC. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan analisa saringan.

Pengujian yang dilakukan terhadap agregat kasar berupa batu pecah dengan

ukuran maksimal 3/4” dan 3/8”, serta agregat halus berupa pasir dan abu

batu lolos saringan No.4.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 27 – 74

ASTM D – 36 - 46

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat uji.

b. Satu set saringan 1” (25,4 mm); 3/4” (19,1 mm); 1/2” (12,7 mm);

3/8” (9,5 mm); No. 4 (4,76 mm); No. 8 (2,38 mm); No. 16 (1,19

mm); No. 30 (0,59 mm); No. 50 (0,279 mm); No. 100 (0,149 mm);

No. 200 (0,074 mm).

c. Oven dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110

± 5)º C.

d. Talam – talam.

e. Kuas, Sikat kuningan, sendok dan alat – alat lainnya.

2. Bahan

a. Agregat halus :

Pasir dengan berat 1000 gram.

Abu batu dengan berat 1000 gram.

b. Agregat kasar :

Batu pecah maksimum ukuran 3/4” dengan berat 5000 gram.

Page 6: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

37

Batu pecah maksimum ukuran 3/8” dengan berat 1000 gram.

3. Benda uji

a. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan kasar, agregat

tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No.4.

selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak

jumlah seperti tercantum diatas.

b. Benda uji disiapkan sesuai dengan PB-0208-76, kecuali apabila

butiran yang melalui saringan No.200 tidak perlu diketahui

jumlahnya dan apabila syarat – syarat ketelitian tidak menghendaki

pencucian.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)º C, sampai

berat tetap.

2. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling

besar ditempatkan paling atas, saringan diguncangkan secara manual.

3. Kemudian saring benda uji tersebut dengan saringan 1/2” dan timbang

benda uji yang lolos minimal 5 kg (agregat kasar).

4. Kemudian saring benda uji tersebut dalam saringan No.4 dan timbang

benda uji yang lolos 1000 gr (agregat halus).

5. Saring benda uji tersebut lewat susunan saringan dengan ukuran paling

besar ditempatkan paling atas.

6. Benda uji yang tertahan di atas masing – masing saringan ditimbang dan

dihitung prosentasenya terhadap berat sampel.

3.4.1.2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

A. Pendahuluan

Agregat kasar sebagai komponen penyusun aspal biasanya berbentuk

batuan, dan biasanya berukuran agak besar dan berbentuk pecahan yang

tidak rata. Sehingga akan mempunyai berat jenis dan tingkat penyerapan

yang berbeda – beda. Dalam penyusunan JMF untuk campuran aspal panas,

Page 7: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

38

agregat kasar merupakan komponen utama, sehingga dalam hal ini agregat

kasar harus diketahui spesifikasinya secara tepat. Untuk mengetahui berat

jenis dan tingkat penyerapan agregat kasar dapat dilakukan dengan

percobaan di laboratorium.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk),

berat jenis kering permukaan jenuh (Saturrated Surface Dry = SSD), berat

jenis semu (Apparent) dari agregat kasar.

Berat jenis (Bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat

agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat

dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

Berat jenis permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat

agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) ialah perbandingan

antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori –

pori terhadap berat agregat kering.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 85 – 74

ASTM D – 127 – 68

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Keranjang kawat ukuran 3,55 mm atau 2,36 mm (No.6 atau No.8)

dengan kapasitas kira – kira.

b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk

pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga

permukaan air selalu tetap.

Page 8: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

39

c. Timbunan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % pori berat

contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung

keranjang.

d. Oven yang dilengkapi dengan pengaruh suhu untuk memanasi

sampai (110 ± 5)º C.

2. Bahan.

Agregat kasar 3/4” dan 3/8”.

3. Benda uji

Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No.4 diperoleh dari alat

pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira – kira 5 kg (batu

pecah maksimum ukuran 3/4” dan batu pecah ukuran maksimum 3/8”).

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Batu pecah maksimum 3/4” dicuci untuk menghilangkan debu atau

bahan – bahan lain yang melekat pada permukaan.

2. Lalu keringkan dalam oven pada suhu 105º C sampai berat tetap.

3. Batu pecah maksimum 3/4” didinginkan pada suhu kamar selama 1 – 3

jam, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,3 gram (BK).

4. Lalu direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam.

5. Benda uji dikeluarkan dari air, lalu keringkan dengan kain penyerap air

pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan

satu – persatu, kemudian digoreng ± 15 menit.

6. Kemudian ditimbang benda uji kering permukaan jenuh (Lj).

7. Benda uji diletakkan didalam keranjang, goncangkan batunya untuk

mengeluarkan udara yang tersekap dan beratnya ditentukan didalam air

(Ba). Suhu air diukur untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu

standar (25º C).

8. Lalu percobaan diulangi untuk batu pecah maksimum 3/8”.

Page 9: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

40

3.4.1.3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

A. Pendahuluan

Agregat halus merupakan salah satu komponen penyusun rencana

campuran aspal. Berat jenis dan penyerapan agregat halus akan

mempengaruhi banyaknya agregat yang dipakai dan aspal yang diperlukan

untuk mengikat agregat.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk),

berat jenis kering permukaan jenuh (Saturrated Surface Dry = SSD), berat

jenis semu (Apparent) dari agregat halus.

Berat jenis (Bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat

agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat

dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

Berat jenis permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat

agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) ialah perbandingan

antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori –

pori terhadap berat agregat halus kering.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 84 – 74

ASTM D – 128 – 68

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan.

a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.

b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.

Page 10: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

41

c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm,

diameter bagian bawah (90 ± 3 ) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat

dari logam tebal minimum 0,8 mm.

d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata – rata

berat (340 ± 15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm.

e. Saringan No.4.

f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memasang

sampai (110 ± 5)º C.

g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1º C.

h. Talam.

i. Bejana tempat air.

j. Air suling.

k. Desikator.

2. Bahan.

a. Agregat halus.

b. Air suling.

c. Air.

3. Benda uji.

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No.4 diperoleh dari hasil

penyaringan sebanyak 500 gram (pasir dan abu batu).

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)º C, sampai berat

tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan benda uji selama 3 kali

proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2

jam berturut – turut, tidak mengalami perubahan kadar air lebih besar

daripada 0,1 %. Lalu didinginkan pada suhu ruang, kemudian direndam

dalam air selama (24 ± 4) jam.

2. Air perendam dibuang dengan hati – hati, jangan sampai ada butiran

yang hilang, agregat ditebarkan di atas talam, lalu keringkan di udara

panas dengan cara membalik – balikan benda uji. Pengeringan dilakukan

Page 11: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

42

sampai terjadi keadaan kering permukaan jenuh. Keadaan kering

permukaan jenuh diperiksa dengan mengisikan benda uji ke dalam

kerucut terpancung, lalu dipadatkan dengan batang penumbuk selama 25

kali, kerucut terpancung kemudian diangkat. Keadaan kering permukaan

jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan

tercetak.

3. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh, 500 gram

benda uji dimasukkan ke dalam piknometer.

4. Air suling dimasukkan sampai tidak mencapai 90 % isi piknometer, lalu

diputar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di

dalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa

hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut

terhisap. Dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.

5. Piknometer direndam dalam air dan suhu air diukur untuk penyesuaian

perhitungan pada suhu standar 25º C.

6. Lalu air ditambahkan sampai mencapai tanda batas.

7. Piknometer berisi air ditimbang demikian pula benda uji sampai

ketelitian 0,1 gram (Bt).

8. Benda uji dikeluarkan, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 ±

5)º C sampai berat tetap, kemudian didinginkan benda uji dengan

desikator.

9. Sesudah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk). Berat piknometer

berisi air penuh ditentukan dan suhu air diukur guna penyesuaian

dengan suhu standar 25º C (B).

10. Kemudian percobaan di atas diulangi untuk abu batu.

3.4.1.4. Keausan Agregat Dengan Mesin Los Angeles

A. Maksud

Menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan.

Prosentase berat bahan aus lolos #12 terhadap berat agregat semula.

Page 12: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

43

B. Peralatan

Mesin Los Angeles.

Bola – bola baja, diameter = 4,68 cm; berat = 390 – 445 gram.

Saringan #12.

Timbangan.

C. Benda Uji

Sesuai gradasi dan berat agregat, kategori A s/d G berpengaruh

terhadap :

- Jumlah bola = 6 – 12 buah

- Berat bola = 2500 – 5000 gram

Bersihkan benda uji, keringkan oven 110 ºC.

D. Cara Melakukan

Benda uji dan bola baja, masukkan ke dalam mesin Los Angeles.

Putar mesin, kecepatan 30 – 33 rpm, 500 x putaran.

Keluarkan benda uji dari mesin saringan #12.

Butiran tertahan #12 cuci bersih, keringkan oven 110 ºC dan timbang.

E. Perhitungan

Keausan = %100xa

ba −

F. Hasil : 40 % max

3.4.1.5. Sand Equivalent

A. Maksud

Menentukan kadar debu / bahan lempung dalam agregat halus / pasir,

dalam persen ( % ).

B. Peralatan

Silinder ukur gelas SE + sifon.

Cawan, diameter = 57 mm, isi 85 ml.

Stopwatch.

Cairan Calsium Chlorida (CaCL2).

Page 13: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

44

C. Benda Uji

Contoh disaring lolos #4.

Masukkan ke dalam cawan 85 ml, diketuk – ketuk sampai isi padat dan

ratakan.

D. Cara Melakukan

Isikan larutan CaCL2 ke dalam silinder sampai 4”.

Letakkan sifon dengan ketinggian 36” ± 1”.

Masukkan benda uji ke dalam silinder, diketuk – ketuk agar udaranya

keluar, biarkan 20 menit.

Tutup tabung dan guncangkan secara horizontal 90 kali selama 30 detik.

Letakkan tabung, buka tutup, masukkan irigator, tekan sampai dasar

tabung, aduk pelan – pelan.

Isikan larutan CaCL2 sampai 15”, biarkan selama 20 menit.

Baca garis batas suspensi lempung sebagai ”clay reading”.

Masukkan kaki pemberat dalam tabung pelan – pelan sampai menyentuh

permukaan pasir, baca skala ukur, hasilnya dikurangi 10” merupakan

“sand reading”.

E. Perhitungan

SE = %100Re

Re xadingClay

adingSand

F. Hasilnya : 50 % min.

3.4.1.6. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal

A. Maksud

Menentukan kelekatan agregat terhadap aspal.

Prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap

keseluruhan luas permukaan agregat.

B. Peralatan

Tempat pengaduk, kap. 500 ml.

Pisau pengaduk baja (spatula).

Page 14: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

45

Tabung gelas kimia.

Oven.

Saringan 6,3 mm dan 9,5 mm.

C. Benda Uji

Agregat lolos #9,5 mm dan tertahan #6,3 mm sebanyak 100 gram.

Cuci dan keringkan oven (135 – 149)º C.

D. Cara Melakukan

Masukkan benda uji kering 100 gram kedalam tempat pengaduk.

Tambahkan aspal panas (±3,5º C) 5,5 gram.

Aduk dengan spatula selama 2 menit.

Masukkan adukan dan wadah kedalam oven 60º C selama 2 jam.

Keluarkan dari oven, aduk lagi hingga dingin (suhu ruang ±25º C).

Pindahkan adukan ke gelas kimia, isi air suling 400 ml, diamkan pada

suhu ruang selama 16 – 18 jam.

Ambil selaput aspal yang mangambang di permukaan air.

Terangi benda uji dengan lampu, amati luas permukaan yang masih

terselimuti aspal.

E. Hasil : 95 % min

3.4.2. Pemeriksaan Bahan Aspal

3.4.2.1. Penetrasi Bahan Bitumen

A. Pendahuluan

Penggunaan aspal untuk perkerasan jalan disesuaikan dengan

kebutuhannya termasuk juga sifat penetrasi dari aspal yang

bersangkutan. Tidak semua penggunaan aspal dengan penetrasi yang

besar akan baik untuk kondisi, situasi serta penggunaannya.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan bitumen keras atau

lembek (solid atau semi solid) dengan cara memasukkan jarum ukuran,

beban, dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu. Tujuan dari

Page 15: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

46

pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan angka penetrasi dari aspal yang

kita uji.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 49 – 68

PA 0301 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan jarum naik turun tanpa

gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.

b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gr yang dapat dilepas dengan

mudah dari alat penetrasi untuk penerapan.

c. Untuk pengukuran penetrasi pemberat dari (50 ± 0,05) gr dan (100 ±

0,01) gr masing – masing dipergunakan dengan beban 100 gr dan

200 gr.

d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44 ºC atau HRC 54 –

60 dengan ukuran dan bentuk seperti gambar (dalam lampiran) ujung

jarum harus berbentuk kerucut terpancung.

e. Cawan contoh harus terbuat dari logam atau gelas berbentuk

silinder.

f. Bak peredam (water bath).

Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan dapat

menahan suhu dengan ketelitian lebih kurang 0,1º C. Bejana

dilengkapi dengan pelat dasar berlubang – lubang, terletak di atas

dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan air

dalam bejana. Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat

penetrasi. Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml

dan tinggi yang cukup untuk meredam benda uji tanpa bergerak.

g. Pengukur waktu

Untuk mengukur waktu penetrasi dengan tangan diperlukan

stopwatch dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang

Page 16: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

47

dari kesalahan tertinggi 0,1 detik. Untuk pengukuran penetrasi

dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi

0,1 detik.

h. Thermometer.

Untuk mengukur suhu.

2. Bahan uji.

a. Aspal Pen. 60/70

b. Air.

3. Benda uji.

Kita panasi contoh perlahan – lahan serta aduklah hingga cukup cair

untuk dapat dituangkan. Pemanasan untuk ter tidak lebih dari 60º C

diatas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit.

Kemudian diaduk perlahan – lahan agar udara tidak masuk ke dalam

contoh. Setelah cair merata tuangkan ke dalam tempat contoh dan

diamkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak

kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Kita buat dua benda uji

(duplo). Tutuplah benda uji agar terbebas dari debu dan diamkan pada

suhu ruang selama 1 – 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 – 2 jam

untuk benda uji besar.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji diletakkan dalam air yang kecil dan masukkan tempat air

tersebut ke dalam bak peredam yang telah berada pada suhu yang telah

ditentukan. Diamkanlah dalam bak itu selama 1 – 1,5 jam untuk benda

uji kecil dan 1,5 – 2 jam untuk benda uji yang besar.

2. Kemudian pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan

baik dan bersihkanlah dengan toluene atau pelarut lain kemudian

keringkanlah jarum tersebut dengan lap bersih dan pasangkan jarum

pada pemegang jarum.

3. Kemudian kita letakkan pemberat 50 gr diatas jarum untuk memperoleh

beban sebesar 100 gr berikut berat pemegang jarum (pluyer head).

Page 17: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

48

4. Tempat air dipindahkan dari bak peredam ke bawah alat penetrasi.

5. Kemudian jarum diturunkan perlahan – lahan sehingga jarum tersebut

menyentuh benda uji. Kemudian aturlah angka nol di arloji

penetrometer sehingga jarum penunjuk berhimpit dengannya.

6. Pemegang jarum dilepaskan dan serentak jalankan stopwatch selama

jangka waktu 5 detik.

7. Arloji penetrometer diputar dan bacalah angka penetrasi yang berhimpit

dengan jarum penunjuk dan bulatkan ke angka 0,1 mm terdekat.

8. Lepaskan jarum dari benda uji, tarik ke atas lalu bersihkan dengan

toloune atau pelarut lain, ulangi pekerjaan 5 sampai dengan 8, pindahkan

sasaran 1 cm dari percobaan sebelumnya. Lakukan sampai 5 kali dengan

benda uji yang sama.

3.4.2.2. Titik Lembek Aspal

A. Pendahuluan

Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada saat bola baja

dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan

dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat

dasar yang terdapat di bawah cincin pada tinggi tertentu, dengan kecepatan

dan kepanasan (suhu) tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal

yang berkisar antara 30º C sampai 200º C. Percobaan ini dilakukan untuk

mengetahui pada suhu berapa aspal mulai lembek akibat suhu udara dan

beban lalu lintas.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 53 – 74

PA 0302 – 76

Page 18: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

49

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer.

b. Cincin kuningan.

c. Bola baja dia. 9,53 mm, berat 3,35 gr sampai 3,45 gr.

d. Alat pengarah bola baja.

e. Bejana gelas, tahan terhadap pemanasan mendadak dengan diameter

8,5 cm dengan tinggi sekurang – kurangnya 12 cm.

f. Dudukan benda uji.

g. Penjepit.

2. Bahan

a. Aspal

b. Talk

c. Glyserin

3. Benda uji

a. Panasi contoh perlahan – lahan sambil diaduk terus menerus hingga

cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan dengan perlahan

– lahan agar gelembung – gelembung udara tidak masuk. Setelah

cair merata tuangkan contoh kedalam dua buah cincin. Suhu

pemanasan tidak lebih dari 56º C di atas titik lembeknya, waktu

untuk pemanasan tidak lebih dari 2 jam.

b. Kemudian kita panaskan dua buah cincin sampai dengan mencapai

suhu ruang contoh dan letakkan kedua cincin di atas pelat kuningan

yang telah diberi campuran talk atau glyserin.

c. Contoh dituangkan ke dalam dua buah cincin, diamkan pada suhu

sekurang – kurangnya 8º C di bawah titik lembeknya.

d. Kemudian diamkan minimal selama 90 menit, kemudian ratakan

permukaan dengan menggunakan pisau panas.

Page 19: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

50

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Kedua benda uji diletakkan besama dudukan benda uji ke dalam gelas

kaca yang berisi air, kemudian panaskan air sambil diaduk – aduk agar

panasnya merata, berilah thermometer yang sesuai untuk pekerjaan ini

diantara kedua benda uji (± 12,7 mm dari setiap cincin). Periksalah dan

aturlah jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji

sehingga menjadi 25,4 mm.

2. Bola – bola baja yang bersuhu 5º C diletakkan di atas dan di tengah

permukaan masing–masing benda uji yang bersuhu 5 ºC menggunakan

penjepit dengan memasang kembali pengarah bola.

3. Baja dipanaskan sehingga kenaikan suhu menjadi 5º C per menit,

kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan

rata – rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama

perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh lebih dari 5º C.

3.4.2.3. Daktalitas Bahan Bitumen

A. Pendahuluan

Setiap penetrasi aspal mempunyai syarat daktalitas yang berbeda –

beda, misalnya aspal pen 60/70 mempunyai nilai daktalitas > 100 cm.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah mengukur jarak terpanjang yang

dapat ditarik antara dua cetakkan yang berisi aspal keras sebelum putus pada

suhu dan kecepatan tarik tertentu.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 51 – 68

PA 0306 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer

b. Cetakkan daktalitas kuningan.

Page 20: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

51

c. Bak Peredam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama

pengujian dengan ketelitian 0,1º C dan benda uji dapat direndam

sekurang – kurangnya 10 cm dibawah permukaan air dengan

glycerin. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar yang berlubang

diletakkan 5 cm dari dasar bak peredam untuk meletakkan benda uji.

d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut :

Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.

Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan

getaran selama pemeriksaan.

2. Bahan

a. Aspal.

b. Talk / Bedak.

c. Glyserin.

d. Dexarin.

e. Kaolin atau amalgam.

3. Benda uji

a. Semua bagian dalam cetakan daktalitas dan bagian atas pelat dasar

dilapisi dengan campuran glycerin dan dexarin atau glycerin dan

kaolin atau amalgam. Kemudian pasanglah cetakan daktalitas di atas

pelat dasar.

b. Contoh aspal kira – kira 100 gr dipanaskan sehingga cair dan dapat

dituang. Untuk menghindarkan pemanasan setempat, lakukan

dengan hati – hati. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80º C

sampai 100º C diatas titik lembeknya.

c. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati – hati dari ujung ke

ujung hingga penuh berlebihan.

d. Cetakan didinginkan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit

lalu pindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah

disiapkan pada suhu pemeriksaan (sesuai spesifikasi) selama 30

Page 21: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

52

menit, kemudian ratakan contoh dengan pisau atau spatula yang

panas sehingga cetakan terisi penuh dan rata.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji didiamkan pada suhu 25º C dalam bak perendam selama 85

sampai 95 menit. Kemudian lepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi

– sisi cetakannya.

2. Benda uji dipasang pada alat mesin uji dan tariklah benda uji secara

teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus dengan

perbedaan kecepatan ± 5 % masih diijinkan.

3. Jarak antara pemegang cetakan dibaca pada saat benda uji putus (dalam

cm). Selam percobaan berlangsung, benda uji harus terendam sekurang

– kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 ±

9,5) ºC.

3.4.2.4. Titik Nyala dan Titik Bakar

A. Pendahuluan

Aspal yang baik memiliki angka titik nyala yang tinggi, karena bahan

aspal tersebut tidak bercampur dengan bahan – bahan lain seperti : parafin,

solar, bensin. Dan pada suhu lapangan aspal masih bekerja dengan baik

sebagai bahan pengikat.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan titik nyala

semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya

yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 75º C. Pengujian titik

nyala dan titik bakar berguna untuk mengetahui temperatur dimana aspal

mulai menyala, dan temperatur dimana aspal mulai terbakar. Tujuan dari

pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui bahwa aspal mempunyai titik

nyala yang berbeda – beda dan apakah aspal tersebut sudah tercampur bahan

– bahan lain.

Page 22: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

53

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 48 – 74

PA 0303 – 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan.

a. Thermometer.

b. Cleveland open cup adalah cawan kuningan dengan bentuk dan

ukuran seperti terlampir dalam gambar.

c. Pelat pemanas, terdiri atas logam untuk melekatkan cawan cleveland

dan bagian atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm (1/4 ”).

d. Sumber pemanasan, pembakaran gas atau tungku listrik, atau

pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar

bagian atas cawan.

e. Nyala penguji, yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan

diameter 3,2 mm sampai 4,8 mm dengan panjang tabung 7,5 cm.

Dapat pula digunakan korek api yang menyala yang dilewatkan

diatas benda uji.

2. Bahan

- Aspal.

3. Benda uji

a. Contoh aspal dipanaskan antara 148,9º C - 176º C sampai cukup

cair.

b. Kemudian cawan Cleveland diisi sampai garis dan hilangkan

(pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Cawan diletakkan di atas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanasan

sehingga terletak di bawah titik tengah cawan.

2. Nyala penguji diletakkan dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik

tengah cawan.

Page 23: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

54

3. Thermometer diletakkan tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4

cm di atas dasar cawan dan terletak pada satu garis lurus yang

menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji.

Kemudian aturlah sehingga poros thermometer terletak pada jarak 1/4

diameter cawan dari tepi.

4. Penahan angin ditempatkan di depan nyala penguji.

5. Sumber panas dinyalakan dan diatur pemanasan sehingga kenaikan suhu

menjadi 15 ºC per menit sampai benda uji mencapai 56 ºC di bawah titik

nyala perkiraan.

6. Kemudian atur kecepatan pemanasan 5 ºC sampai 6 ºC per menit pada

suhu antara 56 ºC sampai dengan setelah 28 ºC sebelum titik nyala 0,5

ºC per menit.

7. Nyala penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji

tersebut menjadi 3,2 mm sampai 4,8 mm.

8. Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke

tepi) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut sampai kenaikan

2º C.

9. Pekerjaan 6 dan 8 dilanjutkan sampai terlihat nyala singkat pada suatu

titik diatas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada thermometer dan

catatlah.

3.4.2.5. Kelarutan Aspal dalam Karbon tetraklorida (CCL4)

A. Pendahuluan

Kelarutan aspal dalam CCL4 adalah berapa % aspal yang larut bila

dicampur dengan CCL4.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar bitumen yang

larut dalam karbon tetraklorida (CCL4). Tujuan dari pemeriksaan ini adalah

untuk mengetahui tingkat kemurnian aspal.

Page 24: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

55

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 44 – 70

PA 0305 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Labu Erlenmeyer berkapasitas 125 ml, 2 buah.

b. Kertas saring.

c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi suhu

sampai 110º C.

d. Neraca analitik dengan kapasitas (200 ± 0,001) gr.

2. Bahan

a. Aspal

b. CCL4

3. Benda uji

a. Contoh bitumen yang telah dicairkan sampai suhu 110º C diambil

sebanyak ± 25 gram, tuangkan dalam labu Erlenmeyer, biarkan

hingga dingin sekitar 90 menit.

b. Menyiapkan CCL4 kurang lebih 50 cc.

c. Menyiapkan kertas saring yang telah dibentuk kerucut.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Menimbang labu Erlenmeyer.

2. Benda uji dimasukkan, timbang kembali labu Erlenmeyer + contoh.

3. Tuangkan karbon tetraklorida sedikit demi sedikit sambil diaduk

sehingga bitumen larut.

4. Kertas saring yang sudah dibentuk kerucut disiapkan, kemudian

menimbang berat kertas saring. Kemudian tuangkan aspal yang sudah

larut ke dalam labu Erlenmeyer kosong melalui kertas saring.

5. Kertas saring yang sudah dipergunakan diambil, keringkan dalam oven

bersuhu 110º C selama 1 jam 30 menit. Kemudian timbanglah berat

kertas saring yang sudah kering tersebut.

Page 25: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

56

3.4.2.6. Berat Jenis Aspal

A. Pendahuluan

Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat bitumen

atau ter dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memeriksa berat jenis dari aspal.

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan berat jenis dari

bitumen atau aspal yang kita uji.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 228 – 68

PA 0307 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer.

b. Bak peredam dengan dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25

± 0,1)º C.

c. Piknometer

d. Air suling 1000 cm3.

e. Bejana gelas

2. Bahan

a. Aspal keras

b. Air

3. Benda uji

a. Contoh bitumen keras atau ter dipanaskan sebanyak 50 gram sampai

menjadi cair dan diaduk untuk mencegah pemanasan setempat.

b. Contoh tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah

dikeringkan hingga terisi 3/4 bagian.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Panaskan contoh aspal keras 50 gram sampai cair dan aduk. Pemanasan

tidak boleh lebih dari 30 menit pada suhu 50º C diatas titik lembeknya.

Page 26: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

57

2. Bejana diisi dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas

piknometer yang tidak terendam 40 mm, kemudian bejana tersebut

direndam dan dijepit dalam bak perendam sehingga terendam sekurang

– kurangnya 100 mm. Suhu bak perendam diatur pada suhu 25º C.

3. Piknometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1

mg (A).

4. Bejana diangkat dari bak perendam dan penutupnya ditekan sehingga

rapat, kemudian bejana berisi piknometer dikembalikan ke dalam bak

perendam.

5. Bejana tersebut didiamkan di dalam bak perendam selama sekurang –

kurangnya 30 menit, kemudian piknometer diangkat dan dikeringkan

dengan lap, kemudian piknometer ditimbang dengan ketelitian 1 mg(B).

6. Bahan tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah kering

sehingga terisi 3/4 bagian.

7. Piknometer dibiarkan sampai dingin, waktu tidak lebih kurang dari 40

menit dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg (C).

8. Piknometer yang berisi bahan dan air suling diisi dan ditutup tanpa

ditekan, kemudian didiamkan agar gelembung – gelembung udara

keluar.

9. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diletakkan

didalamnya, kemudian penutupnya ditekan hingga rapat. Bejana lalu

dimasukkan dan didiamkan di dalam bak selama sekurang – kurangnya

30 menit.

3.4.3. Pemeriksaan Bahan Campuran Aspal

3.4.3.1. Pemeriksaan Berat Jenis Campuran Maksimum (Gmm)

A. Pengertian

Gmm adalah berat jenis campuran maksimum pada kadar aspal Pb dari

campuran atau kepadatan benda uji pada rongga udara nol.

Page 27: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

58

B. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T209 – 90

C. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.

Piknometer atau botol.

Vakum hampa udara untuk menyedot udara.

Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 0,1º C.

Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memasang sampai

(110 ± 5)º C.

Perlengkapan lain :

a. Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

b. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250º

C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

c. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2

kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

d. Kompor gas.

e. Sarung asbes dan karet.

f. Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

2. Bahan

Campuran agregat 1000 gram.

Aspal ( pada kadar aspal Pb = 5,5 % ).

Air suling.

3. Benda Uji

Campuran agregat + aspal sebanyak 1000 gram.

D. Prosedur Pemeriksaan

Timbang piknometer atau botol kosong

Timbang piknometer atau botol + air

Page 28: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

59

Timbang campuran agregat + aspal sebanyak 1000 gram.

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas suhu

pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata. Sementara itu

panaskan aspal sampai suhu pencampuran, tuangkan aspal sebanyak

yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut.

Kemudian aduklah dengan cepat sampai agregat terlapis merata.

Timbang campuran agregat + aspal yang telah dimasukkan ke dalam

piknometer atau botol kosong.

Piknometer atau botol yang telah terisi campuran agregat + aspal tadi

ditambahkan air, kemudian pasang vacum hampa udara sebagai

penyedot udara yang masih terdapat pada campuran agregat + aspal

sehingga rongga udara sama dengan nol, kemudian timbanglah.

Sebagai catatan, untuk suhu air 25º C dengan koreksi suhu = 1

3.4.3.2. Pemeriksaan dengan Marshall Test

A. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)

terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas)

adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai

terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound.

Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal

yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam

mm atau 0,01”.

B. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 245 – 74

ASTM D – 1559 - 62

C. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan dan Bahan

a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm

(3”) lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.

Page 29: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

60

b. Alat pengeluar benda uji, untuk benda uji yang sudah dipadatkan

dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk

silinder dengan berat 4,536 kg (10 pound) dan tinggi jatuh bebas

45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari sebuah balok kayu (jati atau

sejenisnya) berukuran kira – kira 20 x 20 x 45 (8” x 8” x 18”) yang

dilapisi dengan sebuah plat baja berukuran 30 x 30 x 35 (12” x 12” x

1”) yang diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Silinder cetakan benda uji.

f. Mesin tekan lengkap dengan :

Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).

Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan

ketelitian 12,5 kg (25 pound) dilengkapi arloji tekan dengan

ketelitian 0,0025 (0,0001”).

Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan

perlengkapannya.

g. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu

minimum 20º C.

h. Perlengkapan lain :

Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250

ºC dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas

2 kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

Kompor gas.

Sarung asbes dan karet.

Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

Page 30: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

61

2. Benda uji

a. Persiapan benda uji

Keringkan agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 5)º C.

Pisahkan agregat dengan cara penyaringan kering ke dalam

fraksi – fraksi yang dikehendaki. Agregat yang dipergunakan

antara lain :

- Ukuran saringan maksimum 3/4”.

- Ukuran saringan maksimum 3/8”.

- Ukuran saringan maksimum No. 8 (abu batu).

- Ukuran saringan maksimum No. 8 (pasir).

b. Penentu suhu pencampuran dan pemadatan

Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan sehingga

bahan pengikat yang dipakai menghasilkan viskositas seperti

daftar di bawah ini :

Tabel 3.2

Viskositas Penentu Suhu

Campuran Pemadatan Bahan

Pengikat Kinematik Saybolt

Furrol Engler Kinematik

Saybolt

Furrol Engler

C. St Det. S F - C.St Det. S F -

Aspal Panas 170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 30 140 ± 15 -

Aspal Dingin 170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 30 140 ± 15 -

Ter - - 25 ± 3 - - 40 ± 5

Sumber : Buku Panduan Praktikum PPJ

c. Persiapan campuran

Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gr,

sehingga akan menghasilkan tinggi benda uji kira- kira 6,25 cm

± 0,125 cm (2,5” ± 0,5”).

Page 31: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

62

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas

suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata, untuk

aspal dingin pemanasan sampai 14 ºC di atas suhu pencampuran.

Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran,

tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang

sudah dipanaskan tersebut, kemudian aduklah dengan cepat pada

suhu sesuai 2.b sampai agregat terlapis merata.

d. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka

penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3

ºC dan 148,9 ºC.

Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang

sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan,

kemudian masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan

tusuk – tusuk campuran keras – keras dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling

pinggirnya dan 10 kali dalamnya. Lepaskan lehernya dan ratakan

permukaan campuran dengan mempergunakan sendok semen

menjadi bentuk sedikit cembung.

Waktu akan dipadatkan suhu campuran dalam batas – batas suhu

pemadatan seperti yang disebutkan pada 2.b.

Letakkan cetakan di atas landasan pemadat, dalam pemegang

cetakan, lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75

kali dengan tinggi jatuh 45 cm (18”), selama pemadatan tahanlah

agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.

Lepaskan keping atas dari lehernya balikkan alat cetak berisi

benda uji dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap

permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan

jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan

keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada

permukaan benda uji ini.

Page 32: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

63

Dengan hati – hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di atas

permukaan rata yang halus, biarkan selama kira – kira 24 jam

pada suhu ruang.

D. Prosedur Pemeriksaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran – kotoran yang menempel dan berilah

tanda pengenal pada masing – masing benda uji.

2. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan timbanglah benda

uji.

3. Rendamlah dalam air kira- kira 24 jam pada suhu ruang, timbang dalam

air untuk mendapatkan isi.

4. Timbang benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh.

5. Rendam benda uji aspal panas atau benda uji ter dalam bak perendam

selama 30 – 40 menit atau panaskan dalam oven selama 2 jam dengan

suhu tetap (60 ± 1)º C untuk benda uji panas, dan (38 ± 1)º C untuk

benda uji ter. Untuk benda uji aspal dingin masukkan benda uji dalam

oven selama minimum 2 jam dengan suhu tetap (25 ± 1)º C.

6. Sebelum mengadakan pengujian, bersihkan batang penuntun (guide rod)

dan permukaan dari kepala penekan (test head), lumasi batang penuntun

sehingga batang penekan yang atas dapat meluncur bebas, bila

dikehendaki kepala penekan direndam bersama benda uji pada suhu 21 –

36º C.

7. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven atau pemanas

udara dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang

segmen atas di atas benda uji dan letakkan kesemuanya dalam mesin

penguji.

8. Pasang arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukan di atas salah satu

batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk angka nol,

sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap

segmen kepala atas penekan (breaking head).

Page 33: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

64

9. Selama pembebanan dilakukan, kepala penekan beserta benda ujinya

dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji. Aturlah kedudukan

jarum arloji tekan pada angka nol. Berikan pembebanan pada benda uji

dengan kecepatan tetap 50 mm/menit sampai pembebanan maksimum

tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang dicapai. Lepaskan

selubung tangkai arloji kelelehan (sleeve) pada saat pembebanan

mencapai maksimum dan catat nilai kelelehan yang ditunjukan oleh

jarum arloji kelelehan.

10. Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji dari rendaman

air sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.

3.4.3.3. Pemeriksaan Marshall PRD

A. Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui hubungan kadar aspal pada PVIM dengan VIM PRD,

yaitu pada penumbukan 2 x 400 kali.

B. Peralatan dan Bahan

Peralatan

a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm

(3”) lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.

b. Alat pengeluar benda uji, untuk benda uji yang sudah dipadatkan

dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk

silinder dengan berat 4,536 kg (10 pound) dan tinggi jatuh bebas

45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari sebuah balok kayu (jati atau

sejenisnya) berukuran kira – kira 20 x 20 x 45 (8” x 8” x 18”) yang

dilapisi dengan sebuah plat baja berukuran 30 x 30 x 35 (12” x 12” x

1”) yang diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Silinder cetakan benda uji.

f. Perlengkapan lain :

Page 34: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

65

- Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

- Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas

250º C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

- Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas

2 kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

- Kompor gas.

- Sarung asbes dan karet.

- Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

Benda Uji

a. Persiapan benda uji.

Siapkan benda uji Marshall dengan variasi kadar aspal 1 bh d

bawah PVIM dan 1 buah di atas PVIM dengan proporsi gradasi

agregat yang sama. Kemudian keringkan dalam oven agregat

sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 5) ºC.

b. Persiapan campuran.

Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gr,

sehingga akan menghasilkan tinggi benda uji kira- kira 6,25 cm

± 0,125 cm (2,5” ± 0,5”)

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas

suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata, untuk

aspal dingin pemanasan sampai 14 ºC di atas suhu pencampuran.

Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran,

tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang

sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah dengan cepat

pada suhu tertentu sampai agregat terlapis merata.

c. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka

penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3

ºC dan 148,9 ºC.

Page 35: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

66

Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang

sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan,

kemudian masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan

tusuk – tusuk campuran keras – keras dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling

pinggirnya dan 10 kali dalamnya. Lepaskan lehernya dan ratakan

permukaan campuran dengan mempergunakan sendok semen

menjadi bentuk sedikit cembung.

Waktu akan dipadatkan suhu campuran dalam batas – batas suhu

pemadatan, letakkan cetakan di atas landasan pemadat, dalam

pemegang cetakan. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk

sebanyak 2 x 400 kali dengan tinggi jatuh 45 cm (18”), selama

pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus

pada alas cetakan.

Lepaskan keping atas dari lehernya balikkan alat cetak berisi

benda uji dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap

permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan

jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan

keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada

permukaan benda uji ini.

Dengan hati – hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di atas

permukaan rata yang halus, biarkan selama kira – kira 24 jam

pada suhu ruang.

C. Prosedur Pemeriksaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran – kotoran yang menempel dan berilah

tanda pengenal pada masing – masing benda uji.

2. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm, timbanglah benda uji.

3. Rendamlah dalam air kira- kira 24 jam pada suhu ruang, dan timbang

dalam air untuk mendapatkan isi.

4. Timbang benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh.

Page 36: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

67

5. Masukkan ke lembar Marshall sehingga akan diperoleh VIM PRD

6. Gambar grafik Marshall, hubungan kadar aspal Vs VIM PRD

7. Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD minimal 3 % untuk lalu lintas

berat, 2 % untuk lalu lintas sedang dan 1 % untuk lalu lintas ringan.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Metode dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun informasi untuk

menyelesaikan masalah yang ada dalam dokumen.

Metode studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan membaca buku-

buku dan literatur - literatur pendukung yang relevan dengan masalah

yang diteliti.

Metode analisa, yaitu dengan melakukan praktikum di Laboratorium

Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang.

Page 37: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

32

BAB III

METODOLOGI

3.1. Bagan Alir Gambar 3.1

Bagan Alir FCR Dengan Cara PRD

Mulai

Pemeriksaan sifat – sifat material : 1. Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler, 2.Aspal : Pertamina (3 sampel), Shell (3 sampel)

Kesesuaian mutu bahanDengan Spesifikasi Ganti Bahan

1. Analisa Gradasi agregat Campuran2. Pemilihan Aspal : Pertamina ; Shell

Kesesuaian gradasi agregatcampuran dengan spesifikasi,diperoleh %CA, %FA, %FF

Diulang

Menghitung perkiraankadar aspal Optimum (Pb)

→ diperoleh Pb →Menghitung GmmPada Pb

Pengujian Marshall I (2x75 blows)Bricket dengan variasi 3 kadar aspal

diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb→ diperoleh nilai stabilitas dan flow

Hitung VMA, VIM, VFA dll dangambar grafik Marshall

Tarik garis pada VIM = 6%→ diperoleh Kadar Aspal Optimum

(PVIM)

Pengujian Marshall II (2x400 blows)Briket dengan variasi 1 kadar aspaldiatas PVIM dan 1 dibawah PVIM

→ diperoleh VIM PRD

Gambar grafik MarshallHubungan kadar aspal Vs VIM PRD

Kadar aspal rencana harus pada VIM PRDMin. 3% untuk lalu lintas berat

Min. 2% untuk lalu lintas sedangMin. 1% untuk lalu lintas ringan

Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana(FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang

Kadar aspal terhadap parameter – parameterSpesifikasi

Kadar Aspal Rencana

Perubahan Gradasi, :Menambah, mengurangi,

Dan Atau menggantiAgregatKasar,

Agregat Halus, Filler

tidak

tidak

tidak

ya

ya

ya

Mulai

Pemeriksaan sifat – sifat material : 1. Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler, 2.Aspal : Pertamina (3 sampel), Shell (3 sampel)

Kesesuaian mutu bahanDengan Spesifikasi Ganti Bahan

1. Analisa Gradasi agregat Campuran2. Pemilihan Aspal : Pertamina ; Shell

Kesesuaian gradasi agregatcampuran dengan spesifikasi,diperoleh %CA, %FA, %FF

Diulang

Menghitung perkiraankadar aspal Optimum (Pb)

→ diperoleh Pb →Menghitung GmmPada Pb

Pengujian Marshall I (2x75 blows)Bricket dengan variasi 3 kadar aspal

diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb→ diperoleh nilai stabilitas dan flow

Hitung VMA, VIM, VFA dll dangambar grafik Marshall

Tarik garis pada VIM = 6%→ diperoleh Kadar Aspal Optimum

(PVIM)

Pengujian Marshall II (2x400 blows)Briket dengan variasi 1 kadar aspaldiatas PVIM dan 1 dibawah PVIM

→ diperoleh VIM PRD

Gambar grafik MarshallHubungan kadar aspal Vs VIM PRD

Kadar aspal rencana harus pada VIM PRDMin. 3% untuk lalu lintas berat

Min. 2% untuk lalu lintas sedangMin. 1% untuk lalu lintas ringan

Evaluasi hasil Formula Campuran Rencana(FCR) & Evaluasi grafik, dibuat garis bilangan rentang

Kadar aspal terhadap parameter – parameterSpesifikasi

Kadar Aspal Rencana

Perubahan Gradasi, :Menambah, mengurangi,

Dan Atau menggantiAgregatKasar,

Agregat Halus, Filler

tidak

tidak

tidak

ya

ya

ya

32

Page 38: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

33

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Aspal Shell 60/70

Aspal shell adalah produk dari shell olie produksi Singapura, sekarang ini

banyak digunakan di indonesia karena aspal shell mempunyai kelebihan titik

lembeknya, yaitu 2 – 4 ºC lebih tinggi dari aspal Pertamina. Variabel ini akan diuji

menggunakan standar bahan aspal.

3.2.2. Aspal Pertamina 60/70

Aspal Pertamina adalah produk dari Pertamina, produksi dalam negeri.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan aspal seperti

pemeriksaan aspal Shell 60/70 diatas.

3.2.3. Agregat Kasar

Tertahan #8 (2,36 mm).

Terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah yang memenuhi persyaratan /

spesifikasi.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan agregat

kasar.

3.2.4. Agregat Halus

Lolos #8, tertahan #200 (0,075 mm).

Terdiri atas pasir alam dan abu batu yang memenuhi spesifikasi.

Variabel ini akan diuji menggunakan standar pemeriksaan bahan agregat

halus.

3.2.5. Filler

Fungsinya adalah sebagai pengisi rongga udara pada material sehingga

memperkaku lapisan aspal. Apabila campuran agregat kasar dan halus masih belum

masuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan, maka pada campuran Laston perlu

ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat digunakan debu batu kapur, debu

Page 39: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

34

dolomite atau semen Portland. Filler yang baik adalah yang tidak tercampur dengan

kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering (kadar air

maks. 1 %).

Lolos #200 (0,075 mm).

Terdiri atas semen PC, debu batu kapur, abu terbang.

3.2.6. Campuran Aspal Panas

Untuk campuran aspal panas dengan metode PRD, yang pertama dilakukan

setelah memperoleh gradasi agregat yang diperkirakan cocok adalah menghitung

perkiraan awal kadar aspal rancangan (Pb) dengan menggunakan rumus, Pb = 0,035

(%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + Konstanta. Buatlah benda uji dengan kadar

aspal yang dibulatkan mendekati 0,5 %, dengan tiga kadar aspal diatas Pb dan 2

kadar aspal dibawah Pb. (Contoh, bilamana rumus memberikan nilai 5,7 %,

dibulatkan 5,5 %, buatlah benda uji dengan kadar aspal 5,5 %, dengan tiga kadar

aspal di atas adalah 6,0 %; 6,5 % dan 7,0 % serta dua kadar aspal di bawah adalah 4,5

% dan 5,0 %). Ukurlah berat isi benda uji, stabilitas Marshall, kelelehan. Ukur atau

hitunglah kepadatan benda uji pada rongga udara nol (Gmm) pada kadar aspal Pb.

Hitunglah rongga dalam agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB), dan rongga

dalam campuran (VIM). Dari perhitungan dan analisa diatas maka akan didapat kadar

aspal untuk PRD, yaitu pada VIM = 6,0 % akan didapat kadar aspal PVIM. Buatlah

benda uji tambahan dan dipadatkan sampai membal (refusal) dengan 1 kadar aspal di

atas dan di bawah PVIM. Ukur berat isi benda uji dan atau hitung kepadatannya.

Masukkan ke lembar Marshall, diperoleh VIM PRD dan gambar grafik Marshall;

hubungan kadar aspal Vs VIM PRD. Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD

minimal 3 % untuk lalu lintas berat, 2 % untuk lalu lintas sedang dan 1 % untuk lalu

lintas ringan.

Semua pengujian agregat kasar, agregat halus dan aspal serta campuran aspal

akan dilaksanakan di Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas

Diponegoro Semarang.

Page 40: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

35

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Aspal Tabel 3.1

Sampel Aspal

Jenis produk aspal

Aspal Shell 60/70 Aspal Pertamina 60/70 1. Jumlah Sampel 3 buah 3 buah

2. Sumber

PT. Adhi Karya, divisi kontruksi, AMP Mangkang

Satwiga, AMP Rowo Sari Kadi International

PT. Adhi Karya, divisi kontruksi, AMP Mangkang

Satwiga, AMP Rowo Sari Lab. Transportasi UNDIP

6 (buah) sampel diatas akan diuji dahulu, sehingga nantinya akan dipilih 1

(satu) sampel aspal yang masih baik dari masing – masing jenis produk aspal tersebut

yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengikat campuran Laston AC - WC.

Hal ini dilakukan karena mengingat sampel – sampel aspal tersebut bekas dari proyek

– proyek tahun yang lalu, sehingga kualitasnya pun mungkin tidak sebaik kalau

produk aspal tersebut masih baru digunakan.

3.3.2. Agregat Kasar

Sampel agregat kasar yang akan digunakan adalah dari Base Camp ex. PT.

Adhi Karya (persero) Tbk. Divisi Kontruksi Mangkang, Semarang.

3.3.3. Agregat Halus

Sampel agregat halus yang akan digunakan adalah dari Base Camp ex. PT.

Adhi Karya (persero) Tbk. Divisi Kontruksi Mangkang, Semarang.

3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Pemeriksaan Bahan Agregat

3.4.1.1. Analisa Pembagian Butiran

A. Pendahuluan

Dalam membuat suatu JMF untuk campuran aspal panas, sebelumnya

harus dilakukan pemeriksaan terhadap bahan – bahan yang akan digunakan.

Page 41: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

36

Salah satu bahan yang digunakan adalah agregat kasar dan halus. Keduanya

merupakan komponen penting dalam perencanaan campuran aspal.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir

(gradasi) agregat kasar dan halus, sehingga dapat ditentukan prosentase

kombinasi gradasi agregat kasar dan halus untuk pembuatan campuran

hotmix AC. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan analisa saringan.

Pengujian yang dilakukan terhadap agregat kasar berupa batu pecah dengan

ukuran maksimal 3/4” dan 3/8”, serta agregat halus berupa pasir dan abu

batu lolos saringan No.4.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 27 – 74

ASTM D – 36 - 46

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat uji.

b. Satu set saringan 1” (25,4 mm); 3/4” (19,1 mm); 1/2” (12,7 mm);

3/8” (9,5 mm); No. 4 (4,76 mm); No. 8 (2,38 mm); No. 16 (1,19

mm); No. 30 (0,59 mm); No. 50 (0,279 mm); No. 100 (0,149 mm);

No. 200 (0,074 mm).

c. Oven dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110

± 5)º C.

d. Talam – talam.

e. Kuas, Sikat kuningan, sendok dan alat – alat lainnya.

2. Bahan

a. Agregat halus :

Pasir dengan berat 1000 gram.

Abu batu dengan berat 1000 gram.

b. Agregat kasar :

Batu pecah maksimum ukuran 3/4” dengan berat 5000 gram.

Page 42: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

37

Batu pecah maksimum ukuran 3/8” dengan berat 1000 gram.

3. Benda uji

a. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan kasar, agregat

tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No.4.

selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak

jumlah seperti tercantum diatas.

b. Benda uji disiapkan sesuai dengan PB-0208-76, kecuali apabila

butiran yang melalui saringan No.200 tidak perlu diketahui

jumlahnya dan apabila syarat – syarat ketelitian tidak menghendaki

pencucian.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)º C, sampai

berat tetap.

2. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling

besar ditempatkan paling atas, saringan diguncangkan secara manual.

3. Kemudian saring benda uji tersebut dengan saringan 1/2” dan timbang

benda uji yang lolos minimal 5 kg (agregat kasar).

4. Kemudian saring benda uji tersebut dalam saringan No.4 dan timbang

benda uji yang lolos 1000 gr (agregat halus).

5. Saring benda uji tersebut lewat susunan saringan dengan ukuran paling

besar ditempatkan paling atas.

6. Benda uji yang tertahan di atas masing – masing saringan ditimbang dan

dihitung prosentasenya terhadap berat sampel.

3.4.1.2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

A. Pendahuluan

Agregat kasar sebagai komponen penyusun aspal biasanya berbentuk

batuan, dan biasanya berukuran agak besar dan berbentuk pecahan yang

tidak rata. Sehingga akan mempunyai berat jenis dan tingkat penyerapan

yang berbeda – beda. Dalam penyusunan JMF untuk campuran aspal panas,

Page 43: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

38

agregat kasar merupakan komponen utama, sehingga dalam hal ini agregat

kasar harus diketahui spesifikasinya secara tepat. Untuk mengetahui berat

jenis dan tingkat penyerapan agregat kasar dapat dilakukan dengan

percobaan di laboratorium.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk),

berat jenis kering permukaan jenuh (Saturrated Surface Dry = SSD), berat

jenis semu (Apparent) dari agregat kasar.

Berat jenis (Bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat

agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat

dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

Berat jenis permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat

agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) ialah perbandingan

antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori –

pori terhadap berat agregat kering.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 85 – 74

ASTM D – 127 – 68

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Keranjang kawat ukuran 3,55 mm atau 2,36 mm (No.6 atau No.8)

dengan kapasitas kira – kira.

b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk

pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga

permukaan air selalu tetap.

Page 44: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

39

c. Timbunan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % pori berat

contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung

keranjang.

d. Oven yang dilengkapi dengan pengaruh suhu untuk memanasi

sampai (110 ± 5)º C.

2. Bahan.

Agregat kasar 3/4” dan 3/8”.

3. Benda uji

Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No.4 diperoleh dari alat

pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira – kira 5 kg (batu

pecah maksimum ukuran 3/4” dan batu pecah ukuran maksimum 3/8”).

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Batu pecah maksimum 3/4” dicuci untuk menghilangkan debu atau

bahan – bahan lain yang melekat pada permukaan.

2. Lalu keringkan dalam oven pada suhu 105º C sampai berat tetap.

3. Batu pecah maksimum 3/4” didinginkan pada suhu kamar selama 1 – 3

jam, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,3 gram (BK).

4. Lalu direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam.

5. Benda uji dikeluarkan dari air, lalu keringkan dengan kain penyerap air

pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan

satu – persatu, kemudian digoreng ± 15 menit.

6. Kemudian ditimbang benda uji kering permukaan jenuh (Lj).

7. Benda uji diletakkan didalam keranjang, goncangkan batunya untuk

mengeluarkan udara yang tersekap dan beratnya ditentukan didalam air

(Ba). Suhu air diukur untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu

standar (25º C).

8. Lalu percobaan diulangi untuk batu pecah maksimum 3/8”.

Page 45: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

40

3.4.1.3. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

A. Pendahuluan

Agregat halus merupakan salah satu komponen penyusun rencana

campuran aspal. Berat jenis dan penyerapan agregat halus akan

mempengaruhi banyaknya agregat yang dipakai dan aspal yang diperlukan

untuk mengikat agregat.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk),

berat jenis kering permukaan jenuh (Saturrated Surface Dry = SSD), berat

jenis semu (Apparent) dari agregat halus.

Berat jenis (Bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat

agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat

dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

Berat jenis permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat

agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) ialah perbandingan

antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama

dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori –

pori terhadap berat agregat halus kering.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 84 – 74

ASTM D – 128 – 68

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan.

a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.

b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.

Page 46: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

41

c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm,

diameter bagian bawah (90 ± 3 ) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat

dari logam tebal minimum 0,8 mm.

d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata – rata

berat (340 ± 15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm.

e. Saringan No.4.

f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memasang

sampai (110 ± 5)º C.

g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1º C.

h. Talam.

i. Bejana tempat air.

j. Air suling.

k. Desikator.

2. Bahan.

a. Agregat halus.

b. Air suling.

c. Air.

3. Benda uji.

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No.4 diperoleh dari hasil

penyaringan sebanyak 500 gram (pasir dan abu batu).

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)º C, sampai berat

tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan benda uji selama 3 kali

proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2

jam berturut – turut, tidak mengalami perubahan kadar air lebih besar

daripada 0,1 %. Lalu didinginkan pada suhu ruang, kemudian direndam

dalam air selama (24 ± 4) jam.

2. Air perendam dibuang dengan hati – hati, jangan sampai ada butiran

yang hilang, agregat ditebarkan di atas talam, lalu keringkan di udara

panas dengan cara membalik – balikan benda uji. Pengeringan dilakukan

Page 47: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

42

sampai terjadi keadaan kering permukaan jenuh. Keadaan kering

permukaan jenuh diperiksa dengan mengisikan benda uji ke dalam

kerucut terpancung, lalu dipadatkan dengan batang penumbuk selama 25

kali, kerucut terpancung kemudian diangkat. Keadaan kering permukaan

jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan

tercetak.

3. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh, 500 gram

benda uji dimasukkan ke dalam piknometer.

4. Air suling dimasukkan sampai tidak mencapai 90 % isi piknometer, lalu

diputar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di

dalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa

hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut

terhisap. Dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.

5. Piknometer direndam dalam air dan suhu air diukur untuk penyesuaian

perhitungan pada suhu standar 25º C.

6. Lalu air ditambahkan sampai mencapai tanda batas.

7. Piknometer berisi air ditimbang demikian pula benda uji sampai

ketelitian 0,1 gram (Bt).

8. Benda uji dikeluarkan, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 ±

5)º C sampai berat tetap, kemudian didinginkan benda uji dengan

desikator.

9. Sesudah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk). Berat piknometer

berisi air penuh ditentukan dan suhu air diukur guna penyesuaian

dengan suhu standar 25º C (B).

10. Kemudian percobaan di atas diulangi untuk abu batu.

3.4.1.4. Keausan Agregat Dengan Mesin Los Angeles

A. Maksud

Menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan.

Prosentase berat bahan aus lolos #12 terhadap berat agregat semula.

Page 48: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

43

B. Peralatan

Mesin Los Angeles.

Bola – bola baja, diameter = 4,68 cm; berat = 390 – 445 gram.

Saringan #12.

Timbangan.

C. Benda Uji

Sesuai gradasi dan berat agregat, kategori A s/d G berpengaruh

terhadap :

- Jumlah bola = 6 – 12 buah

- Berat bola = 2500 – 5000 gram

Bersihkan benda uji, keringkan oven 110 ºC.

D. Cara Melakukan

Benda uji dan bola baja, masukkan ke dalam mesin Los Angeles.

Putar mesin, kecepatan 30 – 33 rpm, 500 x putaran.

Keluarkan benda uji dari mesin saringan #12.

Butiran tertahan #12 cuci bersih, keringkan oven 110 ºC dan timbang.

E. Perhitungan

Keausan = %100xa

ba −

F. Hasil : 40 % max

3.4.1.5. Sand Equivalent

A. Maksud

Menentukan kadar debu / bahan lempung dalam agregat halus / pasir,

dalam persen ( % ).

B. Peralatan

Silinder ukur gelas SE + sifon.

Cawan, diameter = 57 mm, isi 85 ml.

Stopwatch.

Cairan Calsium Chlorida (CaCL2).

Page 49: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

44

C. Benda Uji

Contoh disaring lolos #4.

Masukkan ke dalam cawan 85 ml, diketuk – ketuk sampai isi padat dan

ratakan.

D. Cara Melakukan

Isikan larutan CaCL2 ke dalam silinder sampai 4”.

Letakkan sifon dengan ketinggian 36” ± 1”.

Masukkan benda uji ke dalam silinder, diketuk – ketuk agar udaranya

keluar, biarkan 20 menit.

Tutup tabung dan guncangkan secara horizontal 90 kali selama 30 detik.

Letakkan tabung, buka tutup, masukkan irigator, tekan sampai dasar

tabung, aduk pelan – pelan.

Isikan larutan CaCL2 sampai 15”, biarkan selama 20 menit.

Baca garis batas suspensi lempung sebagai ”clay reading”.

Masukkan kaki pemberat dalam tabung pelan – pelan sampai menyentuh

permukaan pasir, baca skala ukur, hasilnya dikurangi 10” merupakan

“sand reading”.

E. Perhitungan

SE = %100Re

Re xadingClay

adingSand

F. Hasilnya : 50 % min.

3.4.1.6. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal

A. Maksud

Menentukan kelekatan agregat terhadap aspal.

Prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap

keseluruhan luas permukaan agregat.

B. Peralatan

Tempat pengaduk, kap. 500 ml.

Pisau pengaduk baja (spatula).

Page 50: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

45

Tabung gelas kimia.

Oven.

Saringan 6,3 mm dan 9,5 mm.

C. Benda Uji

Agregat lolos #9,5 mm dan tertahan #6,3 mm sebanyak 100 gram.

Cuci dan keringkan oven (135 – 149)º C.

D. Cara Melakukan

Masukkan benda uji kering 100 gram kedalam tempat pengaduk.

Tambahkan aspal panas (±3,5º C) 5,5 gram.

Aduk dengan spatula selama 2 menit.

Masukkan adukan dan wadah kedalam oven 60º C selama 2 jam.

Keluarkan dari oven, aduk lagi hingga dingin (suhu ruang ±25º C).

Pindahkan adukan ke gelas kimia, isi air suling 400 ml, diamkan pada

suhu ruang selama 16 – 18 jam.

Ambil selaput aspal yang mangambang di permukaan air.

Terangi benda uji dengan lampu, amati luas permukaan yang masih

terselimuti aspal.

E. Hasil : 95 % min

3.4.2. Pemeriksaan Bahan Aspal

3.4.2.1. Penetrasi Bahan Bitumen

A. Pendahuluan

Penggunaan aspal untuk perkerasan jalan disesuaikan dengan

kebutuhannya termasuk juga sifat penetrasi dari aspal yang

bersangkutan. Tidak semua penggunaan aspal dengan penetrasi yang

besar akan baik untuk kondisi, situasi serta penggunaannya.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan bitumen keras atau

lembek (solid atau semi solid) dengan cara memasukkan jarum ukuran,

beban, dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu. Tujuan dari

Page 51: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

46

pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan angka penetrasi dari aspal yang

kita uji.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 49 – 68

PA 0301 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan jarum naik turun tanpa

gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.

b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gr yang dapat dilepas dengan

mudah dari alat penetrasi untuk penerapan.

c. Untuk pengukuran penetrasi pemberat dari (50 ± 0,05) gr dan (100 ±

0,01) gr masing – masing dipergunakan dengan beban 100 gr dan

200 gr.

d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44 ºC atau HRC 54 –

60 dengan ukuran dan bentuk seperti gambar (dalam lampiran) ujung

jarum harus berbentuk kerucut terpancung.

e. Cawan contoh harus terbuat dari logam atau gelas berbentuk

silinder.

f. Bak peredam (water bath).

Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan dapat

menahan suhu dengan ketelitian lebih kurang 0,1º C. Bejana

dilengkapi dengan pelat dasar berlubang – lubang, terletak di atas

dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan air

dalam bejana. Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat

penetrasi. Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml

dan tinggi yang cukup untuk meredam benda uji tanpa bergerak.

g. Pengukur waktu

Untuk mengukur waktu penetrasi dengan tangan diperlukan

stopwatch dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang

Page 52: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

47

dari kesalahan tertinggi 0,1 detik. Untuk pengukuran penetrasi

dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi

0,1 detik.

h. Thermometer.

Untuk mengukur suhu.

2. Bahan uji.

a. Aspal Pen. 60/70

b. Air.

3. Benda uji.

Kita panasi contoh perlahan – lahan serta aduklah hingga cukup cair

untuk dapat dituangkan. Pemanasan untuk ter tidak lebih dari 60º C

diatas titik lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit.

Kemudian diaduk perlahan – lahan agar udara tidak masuk ke dalam

contoh. Setelah cair merata tuangkan ke dalam tempat contoh dan

diamkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak

kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Kita buat dua benda uji

(duplo). Tutuplah benda uji agar terbebas dari debu dan diamkan pada

suhu ruang selama 1 – 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 – 2 jam

untuk benda uji besar.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji diletakkan dalam air yang kecil dan masukkan tempat air

tersebut ke dalam bak peredam yang telah berada pada suhu yang telah

ditentukan. Diamkanlah dalam bak itu selama 1 – 1,5 jam untuk benda

uji kecil dan 1,5 – 2 jam untuk benda uji yang besar.

2. Kemudian pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan

baik dan bersihkanlah dengan toluene atau pelarut lain kemudian

keringkanlah jarum tersebut dengan lap bersih dan pasangkan jarum

pada pemegang jarum.

3. Kemudian kita letakkan pemberat 50 gr diatas jarum untuk memperoleh

beban sebesar 100 gr berikut berat pemegang jarum (pluyer head).

Page 53: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

48

4. Tempat air dipindahkan dari bak peredam ke bawah alat penetrasi.

5. Kemudian jarum diturunkan perlahan – lahan sehingga jarum tersebut

menyentuh benda uji. Kemudian aturlah angka nol di arloji

penetrometer sehingga jarum penunjuk berhimpit dengannya.

6. Pemegang jarum dilepaskan dan serentak jalankan stopwatch selama

jangka waktu 5 detik.

7. Arloji penetrometer diputar dan bacalah angka penetrasi yang berhimpit

dengan jarum penunjuk dan bulatkan ke angka 0,1 mm terdekat.

8. Lepaskan jarum dari benda uji, tarik ke atas lalu bersihkan dengan

toloune atau pelarut lain, ulangi pekerjaan 5 sampai dengan 8, pindahkan

sasaran 1 cm dari percobaan sebelumnya. Lakukan sampai 5 kali dengan

benda uji yang sama.

3.4.2.2. Titik Lembek Aspal

A. Pendahuluan

Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada saat bola baja

dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan

dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat

dasar yang terdapat di bawah cincin pada tinggi tertentu, dengan kecepatan

dan kepanasan (suhu) tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal

yang berkisar antara 30º C sampai 200º C. Percobaan ini dilakukan untuk

mengetahui pada suhu berapa aspal mulai lembek akibat suhu udara dan

beban lalu lintas.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 53 – 74

PA 0302 – 76

Page 54: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

49

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer.

b. Cincin kuningan.

c. Bola baja dia. 9,53 mm, berat 3,35 gr sampai 3,45 gr.

d. Alat pengarah bola baja.

e. Bejana gelas, tahan terhadap pemanasan mendadak dengan diameter

8,5 cm dengan tinggi sekurang – kurangnya 12 cm.

f. Dudukan benda uji.

g. Penjepit.

2. Bahan

a. Aspal

b. Talk

c. Glyserin

3. Benda uji

a. Panasi contoh perlahan – lahan sambil diaduk terus menerus hingga

cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan dengan perlahan

– lahan agar gelembung – gelembung udara tidak masuk. Setelah

cair merata tuangkan contoh kedalam dua buah cincin. Suhu

pemanasan tidak lebih dari 56º C di atas titik lembeknya, waktu

untuk pemanasan tidak lebih dari 2 jam.

b. Kemudian kita panaskan dua buah cincin sampai dengan mencapai

suhu ruang contoh dan letakkan kedua cincin di atas pelat kuningan

yang telah diberi campuran talk atau glyserin.

c. Contoh dituangkan ke dalam dua buah cincin, diamkan pada suhu

sekurang – kurangnya 8º C di bawah titik lembeknya.

d. Kemudian diamkan minimal selama 90 menit, kemudian ratakan

permukaan dengan menggunakan pisau panas.

Page 55: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

50

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Kedua benda uji diletakkan besama dudukan benda uji ke dalam gelas

kaca yang berisi air, kemudian panaskan air sambil diaduk – aduk agar

panasnya merata, berilah thermometer yang sesuai untuk pekerjaan ini

diantara kedua benda uji (± 12,7 mm dari setiap cincin). Periksalah dan

aturlah jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji

sehingga menjadi 25,4 mm.

2. Bola – bola baja yang bersuhu 5º C diletakkan di atas dan di tengah

permukaan masing–masing benda uji yang bersuhu 5 ºC menggunakan

penjepit dengan memasang kembali pengarah bola.

3. Baja dipanaskan sehingga kenaikan suhu menjadi 5º C per menit,

kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan

rata – rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama

perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh lebih dari 5º C.

3.4.2.3. Daktalitas Bahan Bitumen

A. Pendahuluan

Setiap penetrasi aspal mempunyai syarat daktalitas yang berbeda –

beda, misalnya aspal pen 60/70 mempunyai nilai daktalitas > 100 cm.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah mengukur jarak terpanjang yang

dapat ditarik antara dua cetakkan yang berisi aspal keras sebelum putus pada

suhu dan kecepatan tarik tertentu.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 51 – 68

PA 0306 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer

b. Cetakkan daktalitas kuningan.

Page 56: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

51

c. Bak Peredam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama

pengujian dengan ketelitian 0,1º C dan benda uji dapat direndam

sekurang – kurangnya 10 cm dibawah permukaan air dengan

glycerin. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar yang berlubang

diletakkan 5 cm dari dasar bak peredam untuk meletakkan benda uji.

d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut :

Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.

Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan

getaran selama pemeriksaan.

2. Bahan

a. Aspal.

b. Talk / Bedak.

c. Glyserin.

d. Dexarin.

e. Kaolin atau amalgam.

3. Benda uji

a. Semua bagian dalam cetakan daktalitas dan bagian atas pelat dasar

dilapisi dengan campuran glycerin dan dexarin atau glycerin dan

kaolin atau amalgam. Kemudian pasanglah cetakan daktalitas di atas

pelat dasar.

b. Contoh aspal kira – kira 100 gr dipanaskan sehingga cair dan dapat

dituang. Untuk menghindarkan pemanasan setempat, lakukan

dengan hati – hati. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80º C

sampai 100º C diatas titik lembeknya.

c. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati – hati dari ujung ke

ujung hingga penuh berlebihan.

d. Cetakan didinginkan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit

lalu pindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah

disiapkan pada suhu pemeriksaan (sesuai spesifikasi) selama 30

Page 57: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

52

menit, kemudian ratakan contoh dengan pisau atau spatula yang

panas sehingga cetakan terisi penuh dan rata.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji didiamkan pada suhu 25º C dalam bak perendam selama 85

sampai 95 menit. Kemudian lepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi

– sisi cetakannya.

2. Benda uji dipasang pada alat mesin uji dan tariklah benda uji secara

teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus dengan

perbedaan kecepatan ± 5 % masih diijinkan.

3. Jarak antara pemegang cetakan dibaca pada saat benda uji putus (dalam

cm). Selam percobaan berlangsung, benda uji harus terendam sekurang

– kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 ±

9,5) ºC.

3.4.2.4. Titik Nyala dan Titik Bakar

A. Pendahuluan

Aspal yang baik memiliki angka titik nyala yang tinggi, karena bahan

aspal tersebut tidak bercampur dengan bahan – bahan lain seperti : parafin,

solar, bensin. Dan pada suhu lapangan aspal masih bekerja dengan baik

sebagai bahan pengikat.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan titik nyala

semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya

yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 75º C. Pengujian titik

nyala dan titik bakar berguna untuk mengetahui temperatur dimana aspal

mulai menyala, dan temperatur dimana aspal mulai terbakar. Tujuan dari

pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui bahwa aspal mempunyai titik

nyala yang berbeda – beda dan apakah aspal tersebut sudah tercampur bahan

– bahan lain.

Page 58: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

53

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 48 – 74

PA 0303 – 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan.

a. Thermometer.

b. Cleveland open cup adalah cawan kuningan dengan bentuk dan

ukuran seperti terlampir dalam gambar.

c. Pelat pemanas, terdiri atas logam untuk melekatkan cawan cleveland

dan bagian atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm (1/4 ”).

d. Sumber pemanasan, pembakaran gas atau tungku listrik, atau

pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar

bagian atas cawan.

e. Nyala penguji, yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan

diameter 3,2 mm sampai 4,8 mm dengan panjang tabung 7,5 cm.

Dapat pula digunakan korek api yang menyala yang dilewatkan

diatas benda uji.

2. Bahan

- Aspal.

3. Benda uji

a. Contoh aspal dipanaskan antara 148,9º C - 176º C sampai cukup

cair.

b. Kemudian cawan Cleveland diisi sampai garis dan hilangkan

(pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Cawan diletakkan di atas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanasan

sehingga terletak di bawah titik tengah cawan.

2. Nyala penguji diletakkan dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik

tengah cawan.

Page 59: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

54

3. Thermometer diletakkan tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4

cm di atas dasar cawan dan terletak pada satu garis lurus yang

menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji.

Kemudian aturlah sehingga poros thermometer terletak pada jarak 1/4

diameter cawan dari tepi.

4. Penahan angin ditempatkan di depan nyala penguji.

5. Sumber panas dinyalakan dan diatur pemanasan sehingga kenaikan suhu

menjadi 15 ºC per menit sampai benda uji mencapai 56 ºC di bawah titik

nyala perkiraan.

6. Kemudian atur kecepatan pemanasan 5 ºC sampai 6 ºC per menit pada

suhu antara 56 ºC sampai dengan setelah 28 ºC sebelum titik nyala 0,5

ºC per menit.

7. Nyala penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji

tersebut menjadi 3,2 mm sampai 4,8 mm.

8. Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke

tepi) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut sampai kenaikan

2º C.

9. Pekerjaan 6 dan 8 dilanjutkan sampai terlihat nyala singkat pada suatu

titik diatas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada thermometer dan

catatlah.

3.4.2.5. Kelarutan Aspal dalam Karbon tetraklorida (CCL4)

A. Pendahuluan

Kelarutan aspal dalam CCL4 adalah berapa % aspal yang larut bila

dicampur dengan CCL4.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar bitumen yang

larut dalam karbon tetraklorida (CCL4). Tujuan dari pemeriksaan ini adalah

untuk mengetahui tingkat kemurnian aspal.

Page 60: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

55

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 44 – 70

PA 0305 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Labu Erlenmeyer berkapasitas 125 ml, 2 buah.

b. Kertas saring.

c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi suhu

sampai 110º C.

d. Neraca analitik dengan kapasitas (200 ± 0,001) gr.

2. Bahan

a. Aspal

b. CCL4

3. Benda uji

a. Contoh bitumen yang telah dicairkan sampai suhu 110º C diambil

sebanyak ± 25 gram, tuangkan dalam labu Erlenmeyer, biarkan

hingga dingin sekitar 90 menit.

b. Menyiapkan CCL4 kurang lebih 50 cc.

c. Menyiapkan kertas saring yang telah dibentuk kerucut.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Menimbang labu Erlenmeyer.

2. Benda uji dimasukkan, timbang kembali labu Erlenmeyer + contoh.

3. Tuangkan karbon tetraklorida sedikit demi sedikit sambil diaduk

sehingga bitumen larut.

4. Kertas saring yang sudah dibentuk kerucut disiapkan, kemudian

menimbang berat kertas saring. Kemudian tuangkan aspal yang sudah

larut ke dalam labu Erlenmeyer kosong melalui kertas saring.

5. Kertas saring yang sudah dipergunakan diambil, keringkan dalam oven

bersuhu 110º C selama 1 jam 30 menit. Kemudian timbanglah berat

kertas saring yang sudah kering tersebut.

Page 61: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

56

3.4.2.6. Berat Jenis Aspal

A. Pendahuluan

Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat bitumen

atau ter dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memeriksa berat jenis dari aspal.

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan berat jenis dari

bitumen atau aspal yang kita uji.

C. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 228 – 68

PA 0307 - 76

D. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Thermometer.

b. Bak peredam dengan dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25

± 0,1)º C.

c. Piknometer

d. Air suling 1000 cm3.

e. Bejana gelas

2. Bahan

a. Aspal keras

b. Air

3. Benda uji

a. Contoh bitumen keras atau ter dipanaskan sebanyak 50 gram sampai

menjadi cair dan diaduk untuk mencegah pemanasan setempat.

b. Contoh tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah

dikeringkan hingga terisi 3/4 bagian.

E. Prosedur Pemeriksaan

1. Panaskan contoh aspal keras 50 gram sampai cair dan aduk. Pemanasan

tidak boleh lebih dari 30 menit pada suhu 50º C diatas titik lembeknya.

Page 62: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

57

2. Bejana diisi dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas

piknometer yang tidak terendam 40 mm, kemudian bejana tersebut

direndam dan dijepit dalam bak perendam sehingga terendam sekurang

– kurangnya 100 mm. Suhu bak perendam diatur pada suhu 25º C.

3. Piknometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1

mg (A).

4. Bejana diangkat dari bak perendam dan penutupnya ditekan sehingga

rapat, kemudian bejana berisi piknometer dikembalikan ke dalam bak

perendam.

5. Bejana tersebut didiamkan di dalam bak perendam selama sekurang –

kurangnya 30 menit, kemudian piknometer diangkat dan dikeringkan

dengan lap, kemudian piknometer ditimbang dengan ketelitian 1 mg(B).

6. Bahan tersebut dituangkan ke dalam piknometer yang telah kering

sehingga terisi 3/4 bagian.

7. Piknometer dibiarkan sampai dingin, waktu tidak lebih kurang dari 40

menit dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg (C).

8. Piknometer yang berisi bahan dan air suling diisi dan ditutup tanpa

ditekan, kemudian didiamkan agar gelembung – gelembung udara

keluar.

9. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diletakkan

didalamnya, kemudian penutupnya ditekan hingga rapat. Bejana lalu

dimasukkan dan didiamkan di dalam bak selama sekurang – kurangnya

30 menit.

3.4.3. Pemeriksaan Bahan Campuran Aspal

3.4.3.1. Pemeriksaan Berat Jenis Campuran Maksimum (Gmm)

A. Pengertian

Gmm adalah berat jenis campuran maksimum pada kadar aspal Pb dari

campuran atau kepadatan benda uji pada rongga udara nol.

Page 63: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

58

B. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T209 – 90

C. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.

Piknometer atau botol.

Vakum hampa udara untuk menyedot udara.

Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 0,1º C.

Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memasang sampai

(110 ± 5)º C.

Perlengkapan lain :

a. Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

b. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250º

C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

c. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2

kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

d. Kompor gas.

e. Sarung asbes dan karet.

f. Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

2. Bahan

Campuran agregat 1000 gram.

Aspal ( pada kadar aspal Pb = 5,5 % ).

Air suling.

3. Benda Uji

Campuran agregat + aspal sebanyak 1000 gram.

D. Prosedur Pemeriksaan

Timbang piknometer atau botol kosong

Timbang piknometer atau botol + air

Page 64: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

59

Timbang campuran agregat + aspal sebanyak 1000 gram.

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas suhu

pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata. Sementara itu

panaskan aspal sampai suhu pencampuran, tuangkan aspal sebanyak

yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut.

Kemudian aduklah dengan cepat sampai agregat terlapis merata.

Timbang campuran agregat + aspal yang telah dimasukkan ke dalam

piknometer atau botol kosong.

Piknometer atau botol yang telah terisi campuran agregat + aspal tadi

ditambahkan air, kemudian pasang vacum hampa udara sebagai

penyedot udara yang masih terdapat pada campuran agregat + aspal

sehingga rongga udara sama dengan nol, kemudian timbanglah.

Sebagai catatan, untuk suhu air 25º C dengan koreksi suhu = 1

3.4.3.2. Pemeriksaan dengan Marshall Test

A. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)

terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas)

adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai

terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound.

Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal

yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam

mm atau 0,01”.

B. Standar Pemeriksaan / Pengujian

AASHTO T – 245 – 74

ASTM D – 1559 - 62

C. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan dan Bahan

a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm

(3”) lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.

Page 65: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

60

b. Alat pengeluar benda uji, untuk benda uji yang sudah dipadatkan

dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk

silinder dengan berat 4,536 kg (10 pound) dan tinggi jatuh bebas

45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari sebuah balok kayu (jati atau

sejenisnya) berukuran kira – kira 20 x 20 x 45 (8” x 8” x 18”) yang

dilapisi dengan sebuah plat baja berukuran 30 x 30 x 35 (12” x 12” x

1”) yang diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Silinder cetakan benda uji.

f. Mesin tekan lengkap dengan :

Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).

Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan

ketelitian 12,5 kg (25 pound) dilengkapi arloji tekan dengan

ketelitian 0,0025 (0,0001”).

Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan

perlengkapannya.

g. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu

minimum 20º C.

h. Perlengkapan lain :

Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250

ºC dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas

2 kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

Kompor gas.

Sarung asbes dan karet.

Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

Page 66: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

61

2. Benda uji

a. Persiapan benda uji

Keringkan agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 5)º C.

Pisahkan agregat dengan cara penyaringan kering ke dalam

fraksi – fraksi yang dikehendaki. Agregat yang dipergunakan

antara lain :

- Ukuran saringan maksimum 3/4”.

- Ukuran saringan maksimum 3/8”.

- Ukuran saringan maksimum No. 8 (abu batu).

- Ukuran saringan maksimum No. 8 (pasir).

b. Penentu suhu pencampuran dan pemadatan

Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan sehingga

bahan pengikat yang dipakai menghasilkan viskositas seperti

daftar di bawah ini :

Tabel 3.2

Viskositas Penentu Suhu

Campuran Pemadatan Bahan

Pengikat Kinematik Saybolt

Furrol Engler Kinematik

Saybolt

Furrol Engler

C. St Det. S F - C.St Det. S F -

Aspal Panas 170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 30 140 ± 15 -

Aspal Dingin 170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 30 140 ± 15 -

Ter - - 25 ± 3 - - 40 ± 5

Sumber : Buku Panduan Praktikum PPJ

c. Persiapan campuran

Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gr,

sehingga akan menghasilkan tinggi benda uji kira- kira 6,25 cm

± 0,125 cm (2,5” ± 0,5”).

Page 67: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

62

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas

suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata, untuk

aspal dingin pemanasan sampai 14 ºC di atas suhu pencampuran.

Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran,

tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang

sudah dipanaskan tersebut, kemudian aduklah dengan cepat pada

suhu sesuai 2.b sampai agregat terlapis merata.

d. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka

penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3

ºC dan 148,9 ºC.

Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang

sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan,

kemudian masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan

tusuk – tusuk campuran keras – keras dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling

pinggirnya dan 10 kali dalamnya. Lepaskan lehernya dan ratakan

permukaan campuran dengan mempergunakan sendok semen

menjadi bentuk sedikit cembung.

Waktu akan dipadatkan suhu campuran dalam batas – batas suhu

pemadatan seperti yang disebutkan pada 2.b.

Letakkan cetakan di atas landasan pemadat, dalam pemegang

cetakan, lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75

kali dengan tinggi jatuh 45 cm (18”), selama pemadatan tahanlah

agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.

Lepaskan keping atas dari lehernya balikkan alat cetak berisi

benda uji dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap

permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan

jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan

keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada

permukaan benda uji ini.

Page 68: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

63

Dengan hati – hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di atas

permukaan rata yang halus, biarkan selama kira – kira 24 jam

pada suhu ruang.

D. Prosedur Pemeriksaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran – kotoran yang menempel dan berilah

tanda pengenal pada masing – masing benda uji.

2. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan timbanglah benda

uji.

3. Rendamlah dalam air kira- kira 24 jam pada suhu ruang, timbang dalam

air untuk mendapatkan isi.

4. Timbang benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh.

5. Rendam benda uji aspal panas atau benda uji ter dalam bak perendam

selama 30 – 40 menit atau panaskan dalam oven selama 2 jam dengan

suhu tetap (60 ± 1)º C untuk benda uji panas, dan (38 ± 1)º C untuk

benda uji ter. Untuk benda uji aspal dingin masukkan benda uji dalam

oven selama minimum 2 jam dengan suhu tetap (25 ± 1)º C.

6. Sebelum mengadakan pengujian, bersihkan batang penuntun (guide rod)

dan permukaan dari kepala penekan (test head), lumasi batang penuntun

sehingga batang penekan yang atas dapat meluncur bebas, bila

dikehendaki kepala penekan direndam bersama benda uji pada suhu 21 –

36º C.

7. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven atau pemanas

udara dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang

segmen atas di atas benda uji dan letakkan kesemuanya dalam mesin

penguji.

8. Pasang arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukan di atas salah satu

batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk angka nol,

sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap

segmen kepala atas penekan (breaking head).

Page 69: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

64

9. Selama pembebanan dilakukan, kepala penekan beserta benda ujinya

dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji. Aturlah kedudukan

jarum arloji tekan pada angka nol. Berikan pembebanan pada benda uji

dengan kecepatan tetap 50 mm/menit sampai pembebanan maksimum

tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang dicapai. Lepaskan

selubung tangkai arloji kelelehan (sleeve) pada saat pembebanan

mencapai maksimum dan catat nilai kelelehan yang ditunjukan oleh

jarum arloji kelelehan.

10. Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji dari rendaman

air sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.

3.4.3.3. Pemeriksaan Marshall PRD

A. Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui hubungan kadar aspal pada PVIM dengan VIM PRD,

yaitu pada penumbukan 2 x 400 kali.

B. Peralatan dan Bahan

Peralatan

a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm

(3”) lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.

b. Alat pengeluar benda uji, untuk benda uji yang sudah dipadatkan

dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk

silinder dengan berat 4,536 kg (10 pound) dan tinggi jatuh bebas

45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari sebuah balok kayu (jati atau

sejenisnya) berukuran kira – kira 20 x 20 x 45 (8” x 8” x 18”) yang

dilapisi dengan sebuah plat baja berukuran 30 x 30 x 35 (12” x 12” x

1”) yang diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Silinder cetakan benda uji.

f. Perlengkapan lain :

Page 70: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

65

- Panci – panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran

aspal.

- Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas

250º C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas.

- Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas

2 kg dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg

dengan ketelitian 1 gram.

- Kompor gas.

- Sarung asbes dan karet.

- Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.

Benda Uji

a. Persiapan benda uji.

Siapkan benda uji Marshall dengan variasi kadar aspal 1 bh d

bawah PVIM dan 1 buah di atas PVIM dengan proporsi gradasi

agregat yang sama. Kemudian keringkan dalam oven agregat

sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 5) ºC.

b. Persiapan campuran.

Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gr,

sehingga akan menghasilkan tinggi benda uji kira- kira 6,25 cm

± 0,125 cm (2,5” ± 0,5”)

Panasi panci pencampur beserta agregat kira – kira 28º C di atas

suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai rata, untuk

aspal dingin pemanasan sampai 14 ºC di atas suhu pencampuran.

Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran,

tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang

sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah dengan cepat

pada suhu tertentu sampai agregat terlapis merata.

c. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka

penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3

ºC dan 148,9 ºC.

Page 71: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

66

Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang

sudah digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan,

kemudian masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan

tusuk – tusuk campuran keras – keras dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling

pinggirnya dan 10 kali dalamnya. Lepaskan lehernya dan ratakan

permukaan campuran dengan mempergunakan sendok semen

menjadi bentuk sedikit cembung.

Waktu akan dipadatkan suhu campuran dalam batas – batas suhu

pemadatan, letakkan cetakan di atas landasan pemadat, dalam

pemegang cetakan. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk

sebanyak 2 x 400 kali dengan tinggi jatuh 45 cm (18”), selama

pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus

pada alas cetakan.

Lepaskan keping atas dari lehernya balikkan alat cetak berisi

benda uji dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap

permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan

jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan

keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada

permukaan benda uji ini.

Dengan hati – hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di atas

permukaan rata yang halus, biarkan selama kira – kira 24 jam

pada suhu ruang.

C. Prosedur Pemeriksaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran – kotoran yang menempel dan berilah

tanda pengenal pada masing – masing benda uji.

2. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm, timbanglah benda uji.

3. Rendamlah dalam air kira- kira 24 jam pada suhu ruang, dan timbang

dalam air untuk mendapatkan isi.

4. Timbang benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh.

Page 72: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

67

5. Masukkan ke lembar Marshall sehingga akan diperoleh VIM PRD

6. Gambar grafik Marshall, hubungan kadar aspal Vs VIM PRD

7. Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD minimal 3 % untuk lalu lintas

berat, 2 % untuk lalu lintas sedang dan 1 % untuk lalu lintas ringan.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Metode dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun informasi untuk

menyelesaikan masalah yang ada dalam dokumen.

Metode studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan membaca buku-

buku dan literatur - literatur pendukung yang relevan dengan masalah

yang diteliti.

Metode analisa, yaitu dengan melakukan praktikum di Laboratorium

Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang.

Page 73: Level Okinawa

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.

Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan berat yang melintas di jalan raya.

Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang merupakan kebutuhan pokok

dalam kegiatan masyarakat. Dengan melihat peningkatan mobilitas penduduk

yang sangat tinggi dewasa ini maka diperlukan peningkatan baik kuantitas

maupun kualitas jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Transportasi

merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi. Salah

satu jenis transportasi adalah transportasi darat, dimana transportasi darat yang

paling berperan adalah jalan raya. Jalan raya sebagai sarana transportasi

memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan suatu daerah. Jalan

raya juga untuk mendukung keberhasilan pembangunan daerah itu sendiri.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, dalam rangka

meningkatkan penyediaan transportasi darat, jalan merupakan prasarana Penting

yang harus diperhatikan dalam pembangunan maupun pemeliharaan. Dalam

proses pemeliharaan, kerusakan jalan kadang terjadi lebih dini dari masa

pelayanan yang disebabkan oleh adanya banyak faktor, antara lain faktor manusia

dan faktor alam. Faktor – faktor alam yang dapat mempengaruhi mutu perkerasan

Page 74: Level Okinawa

2  

jalan diantaranya air, perubahan suhu, cuaca dan temperatur udara. Indonesia yang

mempunyai iklim tropis, banyak sekali masalah baik tidaknya mutu dan keawetan

jalan yang diakibatkan pengaruh alam terutama air, baik itu air yang berasal dari

air hujan maupun sistem drainase jalan. Karena dengan terhindarnya konstruksi

jalan dari pengaruh air diharapkan umur konstruksi jalan akan dapat bertahan

lebih lama.

Di Indonesia sendiri campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur

dirancang menggunakan metode Marshall. Perencanaan Marshall tersebut

menetapkan untuk kondisi lalu lintas berat pemadatan benda uji sebanyak 2x75

tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3,5-5,5 % (Wijoyo, 2006),

namun metode ini belum cukup untuk menjamin kinerja campuran beraspal yang

digunakan untuk lalu lintas berat/tinggi dan padat dengan suhu tinggi. Hasil

pengujian pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian parameter kontrol

di lapangan seringkali tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam

spesifikasi, selain itu rongga dalam campuran setelah dilalui lalu lintas dalam

beberapa tahun mencapai kurang dari 1 % yang memungkinkan terjadinya

perubahan bentuk plastis. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan

terhadap kerusakan berbentuk alur plastis sehingga kinerja perkerasan jalan tidak

tercapai.

Keterbatasan metode Marshall adalah ketergantungannya terhadap

kepadatan yang baik setelah dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang

disyaratkan, oleh karena itu untuk kondisi seperti di atas maka metode Marshall

dengan 2x75 tumbukan sudah tidak sesuai lagi.

Page 75: Level Okinawa

3  

Pada dasarnya metode Marshall masih dapat digunakan sebagai dasar

untuk perencanaan secara volumetrik, tetapi untuk menambah kesempurnaan

dalam prosedur perencanaan campuran maka ditentukan pengujian tambahan,

yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak

(Refusal Density). Pemadatan contoh uji harus dilakukan dengan jumlah

tumbukan yang berlebih (2x400 tumbukan) sebagai simulasi adanya pemadatan

oleh lalu lintas, sampai benda uji tidak bertambah padat lagi. Kepadatan yang

mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya pemadatan

oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana maka diharapkan lapis

permukaan tidak akan mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation),

dan apabila diterapkan pengujian ini akan menghasilkan peningkatan kinerja pada

perkerasan jalan beraspal.

Suatu struktural jalan raya terbagi menjadi beberapa lapis konstruksi yaitu

Sub Grade sebagai lapisan tanah dasar, Sub Base Course sebagai lapis pondasi

bawah, Base Course sebagai lapis pondasi atas, dan Surface Course sebagai lapis

permukaan. Lapis permukaan tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga

akan menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas tinggi dan tahan lama.

Konstruksi ini dibuat dari campuran bahan batu pecah, pasir alam dan bahan

pengikat aspal.

Salah satu faktor keberhasilan dalam pembangunan jalan adalah

tersedianya bahan kontruksi jalan yang memenuhi syarat spesifikasi teknis.

Sumber (quarry) material di sekitar proyek jalan akan sangat membantu

menurunkan biaya konstruksi, namun demikian kondisi ini tidak selalu ditemui

Page 76: Level Okinawa

4  

dalam setiap proyek. Sering ditemui kendala bahwa letak sumber material

demikian jauhnya atau sering terjadi material yang dibutuhkan tidak sesuai

sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya transportasi akibat mendatangkan

material dari luar lokasi proyek. Bahan konstruksi jalan untuk campuran jalan

yang dimaksud adalah agregat. Agregat yang digunakan dapat berupa agregat

alam dan agregat buatan. Agregat alam bisa didapatkan langsung dari lingkungan

sekitar misalnya dari sungai, yang terdiri dari pasir dan kerikil alam, sedangkan

agregat buatan dihasilkan dari olahan manusia.

Dalam mendapatkan suatu campuran aspal beton yang memenuhi syarat,

maka harus menurut aturan dan proporsi tertentu sesuai dengan spesifikasi.

Campuran aspal beton terdiri dari berbagai ukuran agregat, termasuk bahan

pengisi (filler). Fungsinya filler adalah untuk saling mengikat diantara agregat

agar membentuk suatu kesatuan yang kokoh dan solid yang kemudian diikat oleh

aspal sesuai proporsi.

Bahan filler atau disebut juga bahan sub-standard yang didefinisikan

sebagai bahan alam, bahan olahan atau bahan-bahan buangan yang umumnya

jarang dipakai, dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk digunakan sebagai

bahan material yang berdaya guna. Bahan sub-standard dengan rekayasa

teknologi dapat dipertimbangkan sebagai bahan konstruksi perkerasan dalam

campuran aspal (Kurniadji dan Yamin, 2000). Keuntungan penggunaan bahan

sub-standard adalah sebagai berikut :

a) membantu mengatasi problem tentang kebutuhan bahan,

b) menekan biaya konstruksi pada suatu daerah yang kekurangan bahan standar,

Page 77: Level Okinawa

5  

c) mengatasi problem lingkungan khususnya dalam pemanfaatan bahan buangan.

Salah satu bahan sub-standart adalah pasir besi. Pasir besi sebagai bahan

tambang memberikan peluang alternatif dalam penggunaannya sebagai material

penyusun material aspal. Keberadaan pasir besi sebagai bahan tambang yang

banyak dijumpai di wilayah Indonesia antara lain di pesisir Selatan Pulau Jawa

serta di beberapa daerah Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang selama ini

hanya digunakan sebagai bahan utama industri produksi semen dan sebagian

untuk industri pengolahan logam. Hal ini disebabkan kebutuhan terbesar akan

pasir besi adalah dari pabrik semen. Peranan pasir besi dalam proses produksi

semen adalah sebagai pengatur suhu saat terbentuknya klinker semen

(Tjokrodimuljo,1996).

Stabilitas maksimum dalam suatu campuran aspal beton akan didapatkan

dengan memberikan kadar aspal tertentu (Kadar Aspal Optimum/KAO). Dalam

pengujian ini, peneliti mencoba mencari alternatif material alam pasir besi (iron

sand) sebagai bahan campuran aspal beton. Pasir besi merupakan bahan mineral

yang mengandung unsur besi, titanium dan unsur lainnya. Campuran aspal beton

yang akan digunakan adalah modifikasi dari metode Superpave (1987), yaitu

Laston Lapis Aus atau Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC). Gradasi

yang dipakai dalam campuran AC-WC ini adalah gradasi menerus dengan ukuran

maksimum agregat campuran adalah 25,4 mm.

Dalam penelitian ini juga akan digunakan filler semen sebagai

pembanding filler pasir besi. Pemilihan semen sebagai pembanding filler pasir

besi dikarenakan, berat jenis antara pasir besi dan semen yang nilainya mendekati

Page 78: Level Okinawa

6  

sama. Dalam penelitian sebelumnya diketahui bahwa, filler semen dalam

Campuran Laston Lapis Aus AC-WC telah memberikan hasil yang cukup baik

dilihat dari nilai stabilitas dan durabilitasnya (Wijoyo, 2006).

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan penggunaan filler pasir besi dan semen

pada campuran Laston Lapis Aus AC-WC terhadap sifat-sifat marshall, sifat

durabilitas dan permeabilitas.

1.2.2 Tujuan Khusus

a) Mengevaluasi penggunaan spesifikasi gradasi agregat gabungan tahun 2010.

b) Mengetahui nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) pada penggunaan filler pasir

besi untuk Campuran Laston Lapis Aus AC-WC.

c) Mengetahui sifat-sifat marshall akibat variasi penggunaan filler pasir besi dan

semen untuk Campuran Laston Lapis Aus AC-WC dengan variasi tumbukan :

2 x 75 tumbukan dan 2 x 400 tumbukan.

d) Mengetahui pengaruh variasi lama perendaman air hujan terhadap indeks

penurunan stabilitas dan durabilitas dari campuran Laston Lapis Aus AC-WC

dengan filler pasir besi dan semen.

e) Mengetahui nilai permeabilitas campuran AC-WC, sehingga bisa

memperkirakan tingkat kekuatan struktural dan nilai keawetannya.

Page 79: Level Okinawa

7  

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapkan dapat memberikan pemahaman

tentang pengaruh penggunaan pasir besi sebagai bahan pengisi (filler) pada

campuran Laston Asphalt Concrete-Weearing Course (AC-WC) dalam batas sifat-

sifat Marshall akibat variasi tumbukan, antara metode Marshall Standart (2x75

tumbukan) dengan metode Marshall Refusal Density (2x400 tumbukan). Manfaat

lain dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perendaman terhadap sifat-

sifat Marshall dan durabilitas dari campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) dengan

filler pasir besi. Selain itu juga dilakukan pengujian permeabilitas campuran AC-

WC dengan dua jenis filler. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

masukan dan menambah wawasan bahwa penggunaan bahan alternatif filler pasir

besi dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran aspal panas.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini untuk mengkaji seberapa besar pengaruh pemakaian filler

pasir besi terhadap campuran aspal, ada pun batasan masalahnya sebagai berikut

ini :

1. Nilai karakteristik yang akan diperiksa dari campuran Laston Lapis Aus (AC-

WC) dengan filler pasir besi adalah terhadap sifat-sifat Marshall, yaitu

Stabilitas, Density, Flow, VIM (Void In the Mix), VFB (Void Fill with

Bitumen), VMA (Void Mix Aggregate) dan Marshall Quotient.

2. Penelitian yang akan dilakukan dibatasi hanya pada pengujian di dalam

laboratorium saja, yaitu dilakukan di Laboratorium Transportasi Fakultas

Sains dan Teknik, Program Studi Teknik Sipil Universitas Jenderal

Page 80: Level Okinawa

8  

Soedirman, Purbalingga dan Laboratorium Magister Sistem Teknik

Transportasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3. Pengujian karakteristik campuran aspal hanya terbatas pada pengujian sifat-

sifat Marshall akibat variasi tumbukan antara metode Marshall Standart

(2x75 tumbukan) dengan metode Marshall Refusal Density (2x400

tumbukan).

4. Peneliti tidak menguji reaksi kimia yang terjadi pada campuran Laston Lapis

Aus ini.

5. Dalam pengujian untuk Kadar Aspal Optimum (KAO) dengan variasi

perkiraan kadar aspal optimum, yaitu : -1,0; -0,5, Pb, +0,5, +1,0.

6. Tidak juga dibahas aspek-aspek ekonomis yang ada.

7. Menggunakan filler pasir besi dalam menentukan nilai Kadar Aspal Optimum

(KAO).

8. Kombinasi filler yang dipakai dalam penelitian adalah 100 % pasir besi dan

100 % semen.

9. Pengujian permeabilitas dengan variasi dua jenis filler, yaitu pasir besi

(100%) dan semen (100%) dalam kondisi dry dan soaked.

1.5 Bahan dan Material

Bahan dan material yang digunakan berasal dari daerah di sekitar

Banyumas. Dalam penelitian ini bahan dan material yang digunakan adalah :

1. Aspal, digunakan produk dari PT. SAMBAS WIJAYA Purbalingga, dengan

penetrasi 60/ 70.

2. Agregat halus, diambil dari PT. SAMBAS WIJAYA Purbalingga, Banyumas.

Page 81: Level Okinawa

9  

3. Agregat kasar, juga diambil dari PT. SAMBAS WIJAYA Purbalingga,

Banyumas. Agregat kasar dan agregat halus berasal dari sungai Klawing

Purbalingga.

4. Bahan filler yang menjadi obyek penelitian adalah pasir besi yang diambil dari

daerah Adipala, Cilacap (PT. Pasir Besi Indonesia).

5. Untuk pengujian durabilitas, menggunakan air hujan di sekitar tempat

pengujian, yaitu Purbalingga dan sekitarnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan Tesis harus memenuhi aturan sistematika penulisan dan memenuhi

kaidah penulisan yang biasa digunakan dalam penulisan Karya Ilmiah agar materi

yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan mudah. Sesuai dengan petunjuk

mengenai penyusunan Tesis, maka penulisan Tesis yang dilakukan terdiri atas

enam bab, yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,

hasil pengujian material, analisa data dan pembahasan serta kesimpulan dan saran.

a. Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi permasalahan yang hendak dibahas, termasuk latar belakang,

maksud dan tujuan, manfaat serta batasan masalah.

Page 82: Level Okinawa

10  

b. Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau acuan

dari penelitian, serta syarat-syarat untuk melaksanakan penelitian. Dalam bab

ini hasil tinjauan pustaka dikemukakan secara sistematik dan kronologik.

c. Bab III : Metode Penelitian

Bab ini diuraikan mengenai tahapan dan cara penelitian serta bahasan tentang

pelaksanaan penelitian. Bab ini berisi uraian tentang data dan metode yang

akan digunakan dalam penelitian maupun penyelidikan serta hipotesa yang

diajukan dan ingin diuji.

d. Bab IV : Hasil Pengujian Material

Bab ini berisi tentang hasil-hasil pengujian terhadap material serta

pembahasannya. Hasil ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar, grafik dengan

keterangan atau judul yang jelas. Pengujian dapat dilanjutkan apabila

pengujian material pada bab ini telah memenuhi persyaratan yang dijadikan

acuan.

e. Baba V : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan juga berisi tentang analisa dari

hasil penelitian dengan disertai pembahasannya. Hasil yang ditampilkan berupa

gambar, grafik, dan tabel dengan judul serta keterangan yang jelas. Hasil yang

ditulis dalam kesimpulan harus terlebih dahulu muncul dalam bagian

pembahasan ini. Bab ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan

penelitian.

Page 83: Level Okinawa

11  

f. Bab VI : Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan terutama setelah dilakukan analisa dan

pembahasan. Kesimpulan dinyatakan secara khusus dan menjawab semua

permasalahan yang diteliti atau diamati. Kesimpulan merupakan rangkuman

hasil-hasil yang berasal dari bab pembahasan secara rinci. Kemudian dalam

bab ini juga berisi mengenai saran atau rekomendasi yang didasarkan pada

hasil penelitian dan penilaian menurut pendapat serta pemikiran peneliti.

Page 84: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

1

METODE PENGUJIAN KADAR BERASPAL DENGAN CARA EKSTRAKSI MENGGUNAKAN ALAT SOKLET

BAB I DESKRIPSI

1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud

Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian kadar aspal dalam campuran beraspal dengan cara ekstraksi menggunakan alat soklet.

1.2 Tujuan

Tujuan metode ini adalah untuk mengetahui kadar aspal dalam campuran.

1.3 Ruang Lingkup Metode pengujian ini meliputi persyaratan, ketentuan-ketentuan benda uji, peralatan, rumus-rumus perhitungan dan cara pengujian kadar aspal dalam campuran beraspal dengan cara ekstraksi rnenggunakan alat soklet.

1.4 Pengertian

Yang dimaksud dengan : 1) kadar aspal dalam campuran adalah banyaknya aspal dalam campuran

beraspal yang diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan alat soklet. 2) kadar air campuran beraspal adalah jumlah air yang berada dalam campuran

beraspal. 3) mineral suatu zat padat yang tidak larut dalam pelarut. 4) agregat adalah batu pecah, kerikil, pasir atau fraksi halus, baik berupa hasil

alam maupun hasil pengolahan.

BAB II PERSYARATAN PENGUJIAN

2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini harus memenuhi sertifikat kalibrasi.

2.2 Bahan Bahan untuk pengujian ini digunakan Trichlor Ethylen Teknis.

2.3 Benda Uji

Persyaratan benda uji adalah sebagai berikut : 1) benda uji harus dalam keadaan kering;

Page 85: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

2

2) benda uji harus dibagi empat secara merata; 3) berat mineral atau agregat dalam campuran beraspal harus dihitung dari jumlah

berat mineral yang ada dalam kertas saring ditambah berat mineral yang ada dalam larutan aspal.

2.4 Penanggung Jawab Hasil Uji

Nama penanggung jawab hasil uji harus ditulis dan dibubuhi tanda tangan serta tanggal pengesahan.

BAB III KETETUAN-KETENTUAN

3.1 Persyaratan Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : 1) timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gram; 2) alat soklet (lihat Gambar 1) terdiri dari :

(1) labu ekstraksi; (2) tabung pend"ngin; (3) tabung ekstraksi;

3) alat pemaras (pembakar gas atau pemanas listrik); 4) oven dengan pengatur suhu (110 ± 5)°C.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah : 1) trichlor Ethylen (C2H2C13) teknis sebanyak 1 liter; 2) kertas saring.

3.3 Benda Uji

Benda uji adalah contoh campuran beraspal sebanyak 200 gram.

3.4 Rumus-rumus Perhitungan Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Campuran beraspal dalam keadaan kering (e gram) : ( )dce −= …………………………………………………… (1)

2) Berat aspal dalam campuran beraspal : Berat aspal = ( )21 gge +−= ………………………………. (2) g1 = f – a ………………………………………………………… (3) g2 = j – i …………………………………………………………. (4)

3) Kadar aspal dalam campuran beraspal : ( ) %10021

×+−

=e

ggeh ………………………………….. (5)

Page 86: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

3

Keterangan : a = berat kertas saring (1) (gram) b = berat kertas saring + contoh c = berat contoh campuran beraspal (b – a) d = berat air dalam campuran beraspal (gram) e = berat campuran beraspal dalam keadaan kering (gram) f = berat kertas saring berisi mineral (gram) g1 = berat mineral yang berada dalam kertas saring (gram) g2 = berat mineral yang berada dalam larutan aspal (gram) h = kadar aspal dalam campuran beraspal i = berat kertas saring (2) kosong (gram) j = berat kertas saring berisi mineral halus (gram)

Page 87: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

4

BAB IV CARA UJI

Lakukan pengujian tahapan sebagai berikut :

1) atur peralatan ekstraksi dengan soklet (lihat gambar 1);

2) tentukan kadar air contoh (d gram) sesuai SK SNI M 59-1990-03 (Metode Pengujian KadarAir dalamAspal dan Bahan yang Mengandung Aspal);

3) tentukan berat mineral dalam tabung ekstraksi dengan tahapan sebagai berikut : (1) timbang kertas saring yang telah dibentuk sesuai diameter tabung ekstraksi

dengan ketelitian 0,1 gram (a gram); (2) masukkan benda uji ke dalam kertas saring; (3) timbang kertas saring berisi benda uji (b gram); (4) masukkan kertas saring berisi benda uji ke dalam tabung ekstraksi yang telah

disiapkan; (5) tambahkan pelarut hingga benda uji terendam semua, biarkan 15 menit; (6) tambahkan sisa pelarut pada tabung ekstraksi sehingga pelarut turun ke labu

ekstraksi; (7) pasang tabung pendingin dan alirkan air melalui tabung pendingin; (8) nyalakan pemanas atur pemanas sehingga kecepatan tetesan pelarut satu

sampai dua tetes per menit; (9) hentikan pengujian setelah pelarut yang ada dalam tabung ekstraksi menjadi

jernih; (10) keluarkan kertas saring yang berisi mineral dari tabung ekstraksi dan masukkan

ke dalam gelas kimia, diamkan pada suhu kamar. (11) keringkan kertas saring yang berisi mineral pada oven dengan suhu 110oC; (12) timbang kertas saring yang berisi mineral sampai beratnya tetap (f gram); (13) hitung berat mineral dalam kertas saring (g1 gram) dengan rumus 3.

4) tentukan berat mineral dalarn labu ekstraksi, dengan urutan sebagai berikut :

(1) saring larutan beraspal pada labu ekstraksi dengan kertas saring telah ditimbang dan telah diketahui beratnya (i gram);

(2) cuci kertas saring sampai bersih dan larutan yang keluar dari kertas saring telah jernih;

(3) keringkan kertas saring yang berisi mineral halus ke dalam oven pada suhu 110°C;

(4) timbang kertas saring yang berisi mineral halus sampai beratnya tetap (j); (5) hitung berat mineral yang ada dalam larutan aspal (g2 gram) dengan rumus 4; (6) hitung berat aspal dalam campuran beraspal dengan rumus 2; (7) hitung kadar aspal dalam campuran beraspal dengan rumus 5.

Page 88: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

5

BAB V LAPORAN UJI

Laporan pengujian dicatat dalarn formulir yang tersedia dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut :

1) identitas benda uji :

(1) nama pekerjaan;

(2) jumlah contoh;

(3) nomor contoh;

(4) jenis contoh;

(5) sumber contoh;

2) laboratorium yang melakukan pengujian :

(1) tanggal pengujian;

(2) nama teknisi penguji;

(3) nama penanggung jawab pengujian;

3) hasil pengujian :

4) kelainan dan kegagalan selama pengujian.

LAMPIRAN A DAFTAR ISTILAH

Dibagi empat secara merata : Quarteing

C2H2C13 : Trichlor Etylen

Page 89: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

6

LAMPIRAN B LAIN-LAIN

Page 90: Level Okinawa

SNI 03-3640-1994

7

Page 91: Level Okinawa
Page 92: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Pemeriksaan dan pengujian bahan perkerasan jalan raya yang menggunakan

bahan perkerasan aspal dilakukan untuk mengendalikan mutu bahan perkerasan.

Pengendalian yang dimaksud adalah agar jenis dan mutu bahan perkerasan yang akan

diusahakan sesuai dengan rencana kebutuhan yang ada. Dengan kata lain penggunaan

bahan perkerasan harus sesuai dengan kondisi di lapangan. Suatu campuran aspal

agar dapat berfungsi dengan baik, harus mempunyai sifat – sifat sebagai berikut :

a. Stiff (keras / kaku)

Fungsinya adalah untuk memikul / membagi beban, mengurangi rutting

(bergelombang memotong jalan), mengurangi horisontal stress (mengurangi

retak). Syarat – syarat yang dibutuhkan agar dapat mendukung fungsi tersebut

diatas adalah sebagai berikut :

Menggunakan agregat dengan gradasi rapat.

Menggunakan aspal keras (penetrasi aspal yang rendah).

Agregat yang digunakan permukaan harus kasar / batu pecah.

Kadar filler (bahan pengisi) banyak.

Kadar aspal yang digunakan sedang.

Rongga udara (air void) kecil.

b. Flexible

Maksudnya adalah tahan terhadap retak / Fatique. Fungsinya yaitu

untuk mencegah air masuk karena jika jalan semakin kaku, kemungkinan

timbulnya retak semakin tinggi, menahan / melawan tegangan / regangan

tarik. Jalan yang terlalu flexible berakibat perubahan bentuk (rutting alur)

sangat tinggi. Agar dapat mendukung fungsi tersebut diatas, maka dibutuhkan

sebagai berikut :

4

Page 93: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

5

Permukaan agregat harus kasar / batu pecah.

Kadar aspal yang digunakan banyak.

c. Durable (keawetan)

Maksudnya adalah tahan terhadap cuaca / pelapukan (aging) dan gesekan roda

kendaraan, fungsinya untuk memperlambat embrittlement / perapuhan dari

campuran, mempertahankan flexibilitas, polishing dari agregat / skid

resist. Agar dapat mendukung fungsi tersebut diatas, maka dibutuhkan

sebagai berikut :

Kadar aspal tinggi

Menggunakan agregat gradasi rapat / agregat halus.

Rongga udara (air void) harus kecil.

d. Stable / kemampuan

Maksudnya adalah tahan terhadap tekanan, fungsinya untuk menahan tekanan

akibat beban lalu lintas, mengurangi rutting. Agar dapat mendukung fungsi

tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Agregat harus bergradasi rapat / keras / permukaan kasar (batu pecah).

Kadar aspal sedang.

Aspal yang digunakan aspal keras dengan penetrasi kecil.

e. Impermeable / kedap air

Sifat impermeable pada campuran aspal berfungsi untuk mencegah masuknya

air / udara karena jika air masuk maka akan mempercepat proses oksidasi

sehingga proses pelapukan akan berlangsung cepat. Agar dapat mendukung

fungsi tersebut diatas maka dibutuhkan sebagai berikut :

Gradasi agregat rapat.

Kadar aspal besar.

Rongga udara (air void) kecil.

f. Skid Resistance / kekasaran permukaan jalan.

g. Tyre Noise / bising suara gesekan ban kendaraan dengan permukaan aspal.

h. Spray reduction / percikan air.

i. Workable / campuran aspal mudah untuk dikerjakan di lapangan.

Page 94: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

6

2.2. Teori Laston / AC ( Asphalt Concrete)

2.2.1. Pengertian

Laston merupakan suatu lapisan pada kontruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus,

dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Fungsi Laston / AC

adalah sebagai berikut :

Sebagai pendukung beban lalu lintas.

Sebagai pelindung kontruksi dibawahnya.

Sebagai lapisan aus.

Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin.

Adapun sifat – sifat Laston / AC adalah sebagai berikut :

Kedap air.

Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas.

Mempunyai nilai struktural.

Mempunyai stabilitas yang tinggi.

Peka terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan.

2.2.2. Filosofi Laston / AC

1) Yang diutamakan adalah stabilitas, yang merupakan sasaran Laston / AC

(Asphalt Concrete).

2) Gradasi agregat yang digunakan adalah gradasi harus menerus (well

graded), agar interlocking antara butir besar.

3) Karena gradasi yang digunakan gradasi menerus maka menyebabkan

rongga antar butir menjadi kecil.

4) Kebutuhan campuran terhadap aspal adalah sedikit, agar mencegah

bleeding.

5) Karena kebutuhan aspal sedikit maka selimut aspal (Film Thickness)

menjadi tipis, sehingga aspal akan mudah teroksidasi, menyebabkan laston

/ AC akan cepat lelah (Fatique). Akibatnya campuran tidak awet sehingga

menyebabkan :

Page 95: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

7

Lapisan AC mudah retak – retak.

Daya lekat aspal berkurang.

Umur jalan berkurang

2.2.3. Pembagian Laston (AC).

1) Laston Aus – 1 (AC – WC1), untuk lapis permukaan, diameter butir

maksimal 19,0 mm, bertekstur halus. Atau sering disebut AC – WC saja.

2) Laston Aus – 2 (AC – WC2), untuk perata atau Laston atas (ATB),

diameter butir maksimal 25,4 mm, bertekstur sedang. Atau sering disebut

AC – BC (Asphalt Concrete – Binder Course) / Lapis Perkerasan.

3) Laston Pondasi (AC – Base), untuk Laston bawah, diameter butir

maksimal 37,5 mm, bertekstur kasar.

2.3. Konsep Penelitian

2.3.1. Bahan dan Persyaratan Lapis Aspal Beton (Laston / AC)

Lapis aspal beton (Laston) merupakan jenis tertinggi dari perkerasan

bitumen bergradasi menerus dan cocok untuk jalan yang banyak dilalui

kendaraan berat. Aspal beton biasanya dicampur dan dihamparkan pada

termperatur tinggi dan membutuhkan bahan pengikat aspal semen. Agregat

minimal yang digunakan yang berkualitas tinggi dan menurut proporsi

didalam batasan yang ketat. Spesifikasi untuk pencampuran, penghamparan

kepadatan akhir dan kepadatan akhir penyelesaian akhir permukaan

memerlukan pengawasan yang ketat atas seluruh tahap kontruksi.

Lapisan aspal beton terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang

mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu

tertentu. Bahan Laston terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler (jika

diperlukan) dan aspal keras. Bahan harus terlebih diteliti mutu dan gradasinya.

Penggunaan hasil pencampuran aspal dari beberapa pabrik yang berbeda tidak

dibenarkan walaupun jenis aspal sama.

Page 96: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

8

2.3.1.1. Aspal

Aspal merupakan senyawa hidrokarbon. Struktur molekul aspal

sangatlah kompleks yang merupakan koordinasi dari 3 (tiga) jenis struktur

dasar molekul hidrokarbon, yaitu alifatik, siklis dan aromatis. Struktur alifatik

berbentuk linier, ataupun tiga dimensi. Struktur molekul ini menyebabkan

aspal kelihatan seperti minyak ataupun lilin (wax). Struktur molekul siklis

adalah ikatan / rantai kabon jenuh tiga dimensi yang mampu mengikat

beberapa unsur ataupun radikal. Sedangkan struktur molekul ini memberikan

bau yang khas pada aspal. Ikatan kimia (inter molecular bonding) pada aspal

sangatlah mudah terlepas dan aspal akan mencair (Suhwadi dan Suhardjo

Poertadji, 2005).

Pengujian aspal sebagai bahan pengikat pada beton aspal dapat

ditentukan dengan pengujian Penetration Test, Titik Lembek, Titik Nyala dan

Titik Bakar, Kehilangan Berat, Kelarutan Bitumen, Daktalitas, Berat Jenis.

Dengan pengujian Penetration Test, spesifikasi aspal dapat dibedakan

berdasarkan angka kekerasannya / angka penetrasi. Jenis – jenis aspal dapat

diklasifikasikan : aspal Pen 40/50, Pen 60/70 dsb. Dengan pengujian Titik

lembek, yaitu menentukan titik lembek aspal (30 – 200º C) dimana suhu saat

bola baja mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin hingga

menyentuh pelat dasar akibat pemanasan. Pengujian Titik Nyala dan Titik

Bakar yaitu untuk menentukan titik nyala dan tititk bakar, dimana suhu pada

saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Hasil titik

nyala : Pen 40 = min. 200º C, Pen 60 = min. 200º C, Pen 80 = min. 225º C.

Pengujian Daktalitas Aspal, maksudnya mengukur jarak terpanjang yang

dapat ditarik antara 2 cetakan berisi aspal pada suhu dan kecepatan tarik

tertentu (25º C, 5 cm/menit). Pengujian Pelarutan Bitumen dalam CCL4 / CS2

yaitu bertujuan untuk menentukan kadar bitumen yang larut dalam karbon

tetraklorida (CCL4) / karbonbisulfida (CS2). Pengujian Berat jenis Bitumen,

yaitu menentukan berat jenis aspal dengan piknometer, perbandingan berat

bitumen dengan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25º C.

Page 97: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

9

2.3.1.2. Agregat Kasar

Fraksi agregat kasar yaitu tertahan pada saringan #8 (2,36mm),

fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :

o Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari

masing – masing agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu

aksi perpindahan.

o Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar

(kubus dan kasar).

2.3.1.3. Agregat Halus

Fraksi agregat halus yaitu lolos saringan #8 dan tertahan #200,

fungsi agregat halus adalah sebagai berikut :

o Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling

mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara

agregat kasar.

o Semakin kasar tekstur permukaan agregat halus akan menambah

stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan.

o Agregat halus pada #8 sampai dengan #30 penting dalam memberikan

kekasaran yang baik untuk kendaraan pada permukaan aspal.

o Pada Gap Graded, agregat halus pada #8 sampai dengan #30 dikurangi

agar diperoleh rongga udara yang memadai untuk jumlah aspal tertentu,

sehingga permukaan Gap Graded cenderung halus.

o Agregat halus pada #30 sampai dengan #200 penting untuk menaikkan

kadar aspal, akibatnya campuran akan lebih awet.

o Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting

agar diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar aspal

yang diinginkan.

Page 98: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

10

2.3.1.4. Bahan Pengisi (Filler)

Fungsinya adalah sebagai pengisi rongga udara pada material sehingga

memperkaku lapisan aspal. Apabila campuran agregat kasar dan halus

masih belum masuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan, maka pada

campuran Laston perlu ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat

digunakan debu batu kapur, debu dolomite atau semen Portland. Filler

yang baik adalah yang tidak tercampur dengan kotoran atau bahan lain

yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering (kadar air maks. 1 %).

Tabel 2.1

Jenis – Jenis Pengujian Material Dasar

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

AASHTO1. Keausan Los Angeles T - 96 - Keausan / Abrasi2. Penyelimutan & T - 182 - Kelekatan terhadap aspal

Pengelupasan thd aspal3. Soundnes Sodium Sulfate T - 104 - Bagian yang lunak4. Berat Jenis T - 85 - Berat Jenis Semu

Penyerapan Air - Peresapan agregat terhadap air5. Gumpalan Lempung T - 112 - Gumpalan Lempung

- Tidak mengandung debu- Indeks Kepipihan- Bidang pecah

1. Berat Jenis T - 84 - Berat Jenis SemuPenyerpan Air - Peresapan agregat terhadap air

2. Batas Cair T - 89 - Indeks plastik3. Sand Equivalent - Sand Equivalent4. Kandungan debu - Kand. Debu, Lolos # 200

1. Gradasi T - 37 - Gradasi, lolos # 2002. Matrial T - 17

40 Pen 60 Pen 80 Pen1. Penetrasi T - 49 - Penetrasi (mm) 40 - 59 60 - 79 80 - 992. Titik Lembek T - 53 - Titik Lembek ( C ) 51 - 63 48 - 58 46 - 543. Titik Nyala T - 48 - Titik Nyala ( C ) 200 min 200 min 225 min4. Kehilangan Berat T - 47 - Kehilangan berat ( % ) 0,4 max 0,4 max 0,6 max5. Kelarutan CCL4 T - 44 - Kelarutan CCL4 ( % ) 99 min 99 min 99 min6. Daktalitas T - 51 - Daktalitas (cm) 75 min 100 min 100 min7. Berat Jenis T - 228 - Berat Jenis (gr/cm3) 1 min 1 min 1 min8. Pen. Stlh. Kehilangan berat T - 49 - Pe. Stlh. Kehilangan Berat (%) 75 min 75 min 75 min

Jenis Aspal Penetrasi

ASPAL KERAS

NILAI40 % max95 % min

5 % max2,50 min3 % max

0,25 % max1 % max25 % max

AGREGAT HALUS

(Pasir alami, Abu batu)

FILLER

2,50 min3 % max

Non Plastis50 % min8 % max

75 % min

JENIS PENGUJIAN & SPESIFIKASIMATERIAL CAMPURAN ASPAL PANAS

AGREGAT KASAR

( Batu Pecah)

50 % min

JENIS MATERIAL

PENGUJIANJUDUL

SPESIFIKASIURAIAN PERSYARATAN

Page 99: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

11

2.3.1.5. Campuran Aspal Panas (Hotmix)

Campuran aspal panas dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu

Campuran aspal panas dengan agregat bergradasi senjang (Gap Graded

Aggregate Mix) dan agregat bergradasi menerus (Continuous Graded

Aggregate Mix).

1) Gap Graded Aggregate Mix (Campuran dengan Agregat Gradasi Senjang)

Terdiri dari campuran pasir halus, bahan pengisi (filler), aspal ditambah

dengan proporsi agregat kasar yang bervariasi. Stabilitas diperoleh dari

tingkat kekuatan saling mengikat antara butiran pasir yang diikat oleh

aspal.

2) Continuous Graded Aggregate Mix (Campuran dengan Agregat Gradasi

Menerus).

Susunan butiran agregat dari ukuran yang terbesar sampai terhalus agar

rongga udara terkontrol dengan baik. Jumlah aspal yang ditambahkan

tergantung dari rongga udara yang dikehendaki sesuai dengan kondisi lalu

lintas dan iklim yang ada.

Pengujian untuk campuran aspal panas (Hot mix) dengan Asphalt Marshall,

bertujuan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow)

dari campuran aspal. Ketahanan stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk

menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis (dalam Kg), yaitu keadaan dimana

terjadi perubahan bentuk campuran aspal akibat beban sampai batas runtuh (dalam

mm).

2.4. Campuran Aspal Panas Cara PRD

2.4.1. Filosofi

A. Pada era tahun 1970-an

Periode aspal beton AC yang mempunyai sasaran stabilitas tinggi

dengan kadar aspal kecil.

Page 100: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

12

Dengan kadar aspal yang kecil maka akan cepat teroksidasi sehingga

akan mudah retak, mengalami fatique / lelah, sehingga jalan akan

berlobang, yang merupakan jenis kerusakan yang paling utama yang

terjadi relatif dini.

B. Pada era akhir tahun 1980-an sampai dengan sekarang

Periode HRS, yang mempunyai sasaran keawetan, tapi stabilitas rendah

karena kadar aspal tinggi.

Gejala kerusakan yang paling dominan adalah jalan bergelombang

disebabkan karena deformasi plastis.

Tantangannya adalah bagaimana mendapatkan campuran aspal yang

ideal, yang terdapat keseimbangan antara kemampuan menahan deformasi

plastis dan retak hingga akhir umur rencana.

C. Mulai tahun 1997-an

Dengan mencoba campuran aspal panas dengan spesifikasi baru melalui

pendekatan kepadatan mutlak (maksimum), atau lebih dikenal dengan

cara PRD (Percentage Refusal Density).

Campuran tidak dapat menjadi lebih padat lagi meskipun setelah

dipadatkan secara sekunder oleh lalu lintas selama umur rencana.

Campuran aspal panas mampu menahan deformasi plastis dan retak

hingga umur rencana. Misalnya jika umur rencana jalan 5 tahun maka

diharapkan jalan tidak mengalami retak dan bergelombang dalam 5

tahun itu.

2.4.2. Jenis – Jenis Campuran

2.4.2.1. Latasir Klas A dan B

Untuk jalan dengan lalu lintas ringan.

Tidak tahan terhadap terjadinya alur.

Klas A dan B tergantung dari gradasi pasir.

Tidak mempunyai nilai struktural dan hanya sebagai lapis penutup.

Page 101: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

13

2.4.2.2. Lataston Lapis Aus (HRS-WC) & Lapis Pondasi (HRS-Base)

HRS – WC untuk lapis permukaan.

HRS – Base untuk lapis perata.

HRS – WC dan HRS – Base mempunyai Ø butir maksimal 19 mm.

Gradasi agregat harus senjang dan dicapai rongga udara minimal pada

kepadatan mutlak.

Diperhitungkan mempunyai nilai struktural, jika fraksi agregat kasar

(CA) > 45% dan tebal lapisan nominal > 30 mm.

2.4.2.3. Laston (AC)

Laston Aus – 1 (AC – WC1), untuk lapis permukaan, diameter butir

maksimal 19,0 mm, bertekstur halus. Atau sering disebut AC – WC saja.

Laston Aus – 2 (AC – WC2), untuk perata atau Laston atas (ATB),

diameter butir maksimal 25,4 mm, bertekstur sedang. Atau sering

disebut AC – BC (Asphalt Concrete – Binder Coarse) / Lapis

Perkerasan.

Laston Pondasi (AC – Base), untuk Laston bawah, diameter butir

maksimal 37,5 mm, bertekstur kasar.

Mempunyai nilai struktural.

2.4.3. Material

1) Agregat Kasar

Tertahan #8 (2,36 mm).

Terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah yang memenuhi persyaratan /

spesifikasi.

2) Agregat Halus

Lolos #8, tertahan #200 (0,075 mm).

Terdiri atas pasir alam dan abu batu yang memenuhi spesifikasi.

3) Bahan Pengisi / Filler

Lolos #200 (0,075 mm).

Terdiri atas semen PC, debu batu kapur, abu terbang.

Page 102: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

14

2.4.4. Gradasi Agregat Campuran

2.4.4.1. Campuran HRS – WC dan HRS – BC

a. Kriteria Utama

Gradasi agregat campuran harus benar – benar senjang.

Rongga udara dalam campuran harus dipenuhi sesuai spesifikasi

pada kondisi kepadatan mutlak.

b. Terdiri atas : satu fraksi agregat kasar (batu pecah) dan dua fraksi

agregat halus (abu batu dan pasir alam).

c. Agar diperoleh gradasi senjang maka perlu diperhatikan bahan yang

lolos #8 (2,36 mm) dan tertahan #30 (0,3 mm).

d. Disyaratkan ≥ 80 % agregat lolos #8 harus lolos pula #30.

Tabel 2.2

Batas Ketimpangan Gradasi HRS

Ukuran Saringan Bahan yang lolos ( % )

# 8 (2.36 mm) 40 50 60 70

# 30 (0.60 mm) ≥ 32 ≥ 40 ≥ 48 ≥ 56

Selisih jumlah lolos ≤ 8 ≤ 10 ≤ 12 ≤ 14

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

2.4.4.2. Campuran AC (AC – WC1, AC – WC2, AC – Base)

a. Campuran bergradasi menerus mempunyai sedikit rongga dalam struktur

agregatnya bila dibandingkan gradasi senjang. Sehingga campuran AC

lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran.

b. Gradasi agregat campuran dianjurkan tidak berimpit dengan “ Kurva

Fuller “.

Rumus Kurva Fuller : P = 100 45,0

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

Dd

Page 103: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

15

Keterangan :

P = % bahan yang lolos saringan d.

D = Ukuran butir terbesar (mm).

d = Ukuran saringan yang ditinjau (mm).

c. Kepekaan campuran dapat dikurangi dengan menggeser sebagian

gradasi menjauh keatas atau kebawah dari Kurva Fuller.

Diatas Kurva Fuller, maka :

- Campuran cenderung lebih halus.

- Lebih mudah dipadatkan.

- Ketahanan terhadap deformasi lebih rendah.

Dibawah Kurva Fuller, maka :

- Campuran bertekstur lebih kasar.

- Sulit dipadatkan.

- Lebih tahan terhadap deformasi.

d. Kurva gradasi agregat campuran harus menghindari Daerah Terbatas /

Zona Tertutup, dengan cara lewat atasnya atau bawahnya.

e. Aspal

Daerah dengan suhu > 24 ºC (rata- rata tahunan) digunakan aspal

Pen. 40 atau Pen. 60.

Daerah dengan suhu < 24 ºC (rata – rata tahunan) digunakan aspal

Pen. 80.

Tabel 2.3

Gradasi Daerah Terbatas

Daerah Terbatas / Zona Tertutup Ukuran Saringan AC – WC2 AC – WC1 AC – Base Inch mm Bahan yang lolos ( % ) # 4 4.75 - - 39.5 – 39.5 # 8 2.36 34.6 – 34.6 39.1 – 39.1 26.8 – 30.8

# 16 1.18 22.3 – 28.3 25.6 – 31.6 18.1 – 24.1 # 30 0.60 16.7 – 20.7 19.1 – 23.1 13.6 – 17.6 # 50 0.30 13.7 – 13.7 15.5 – 15.5 11.4 – 11.4

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Page 104: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

16

Tabel 2.4

Gradasi Kurva Fuller (Gradasi Kepadatan Maksimum)

Bahan yang lolos ( % )

Ukuran Saringan AC – WC2

AC - BC AC – WC1 AC – Base

Inch mm

# 1.5 37.5 - - 100

# 1 25.4 100 - 83.3

# ¾ 19 87.8 100 73.6

# ½ 12.7 73.2 82.8 61.0

# 3/8 9.5 64.2 73.2 53.9

# 4 4.75 47.0 53.6 39.5

# 8 2.36 34.5 39.1 28.8

# 16 1.18 25.1 28.6 21.1

# 30 0.60 18.5 23.1 15.6

# 50 0.30 13.6 15.5 11.4

# 200 0.075 7.3 8.3 6.1

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Gambar 2.1

Spesifikasi gradasi AC-WC1, Daerah Terbatas dan Kurva Fuller

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

K u rv a F u lle r

D a e ra h T e rb a ta s

S p e s if ik a s i g ra d a s i A C - W C 1

U k u ra n S a r in g a n

5 0 3 0 1 6 8 1 /2 3 /4 1 1 /213 /842 0 01 0 09 08 07 06 05 04 03 02 01 00

Page 105: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

17

Tabel 2.5

Spesifikasi Gradasi Agregat

% Lolos

Ukuran Saringan HRS - WC HRS - BC AC - WC1

AC - WC2

AC - BC AC Base

Inch mm

1.5 37.5 - - - - 100

1 25 - - - 100 90 – 100

¾ 19 100 100 10 90 – 100 Max 90

½ 12.5 90 – 100 90 – 100 90 – 100 Max 90 -

3/8 9.5 75 – 85 65 – 100 Max 90 - -

# 8 2.36 50 – 72 35 – 55 28 – 58 23 – 49 19 – 45

# 16 1.19 - - - - -

# 30 0.60 35 – 60 15 – 35 - - -

# 200 0.075 6 – 12 2 - 9 4 - 10 4 - 8 3 - 7

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

2.4.5. Penyesuaian Proporsi Agregat Campuran

2.4.5.1. Lataston / HRS

Semakin halus gradasi (mendekati batas atas amplop / spesifikasi), maka

VMA akan semakin kecil.

Pasir halus yang dikombinasi dengan batu pecah harus mempunyai

bahan yang lolos #8 (2,36 mm) dan tertahan #30 (0,60 mm) sesedikit

mungkin, agar diperoleh bahan ”senjang” yang baik (gap graded).

Jika jumlah bahan tersebut (lolos #8 dan tertahan #30) lebih besar, maka

VMA akan terlalu rendah sehingga batas minimal VMA spesifikasi sulit

dicapai.

2.4.5.2. Laston / AC

Gradasi dapat dibuat mendekati batas atas spesifikasi atau diatas kurva

Fuller (bergradasi halus), tapi VMA akan terlalu rendah.

Gradasi sebaiknya diarahkan :

Page 106: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

18

Mendekati bagian bawah batas spesifikasi atau di bawah kurva Fuller

(gradasi kasar).

Atau di bagian kanan berada di atas Kurva Fuller, kemudian memotong

kurva dan di bagian kiri berada di bagian bawah kurva Fuller.

2.4.6. Besaran – besaran

2.4.6.1. VFB = Void Filled with Bitument ( % )

= Rongga terisi aspal

VFB besar, maka kadar aspal tinggi sehingga tebal film aspal tinggi,

dengan demikian keawetan campuran tinggi.

Perlu persyaratan minimal VFB.

VFB besar maka campuran lebih awet dan lentur sehingga ketahanan

terhadap retak lelah (fatique) menjadi lebih baik.

Lalu lintas ringan → HRS = AC → VFB ≥ 75 %

Lalu lintas berat → HRS → VFB ≥ 65 %

AC → VFB ≥ 65 %

Retak fatique terjadi.

Regangan tarik yang berulang dari beban lalu lintas yang terjadi

melebihi kapasitas regangan tarik bahan.

Campuran dengan VFB kecil pada waktu relatif dini terjadi retak lelah

(fatique).

Kinerja perkerasan dengan VFB.

Ruas Cirebon – Losari (HRS, lalu lintas sangat berat) VFB awal = 65 %,

maka setelah 8 tahun tidak terjadi retak.

Ruas Banjar – Pangadaran (AC, lalu lintas sedang) VFB awal = 65 %,

maka setelah 15 tahun terjadi retak berat di beberapa tempat.

2.4.6.2. VIM = Void In Mix ( % )

= Rongga Udara dalam Campuran

VIM besar → Campuran berkemungkinan terjadi kerusakan retak.

Page 107: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

19

VIM kecil → Campuran berkemungkinan terjadi kerusakan deformasi

plastis.

Sifat VIM berbanding terbalik dengan sifat VFB.

Faktor gradasi agregat sangat penting untuk merencanakan VIM.

VIM versus Probabilitas Kondisi Perkerasan setelah 5 tahun.

Gambar 2.2

VIM Vs Probabilitas Kondisi Perkerasan Selama 5 Tahun

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

VIM > 6 % → berkemungkinan retak.

VIM < 3 % → berkemungkinan deformasi plastis.

Persyaratan VIM → HRS = AC = 3 – 6 %.

2.4.6.3. VMA = Void In Mineral Aggregate ( % ).

= Rongga udara diantara agregat

VMA besar maka akan banyak aspal yang mengisi rongga yang ada

sehingga muncul deformasi plastis karena rendahnya VIM ( ini terjadi

jika VMA rendah, diberikan kadar aspal yang banyak).

VMA yang rendah diberikan kadar aspal yang sedikti, agar VIM

minimum tercapai sehingga timbul masalah keawetan dan retak leleh

karena kekurangan aspal.

< 3 th

6 - 9 th

> 12 th

0 20 40 60 80 100

Probabilitas (%)

Retak

Deformasi Plastis

Page 108: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

20

VMA besar maka akan tersedia banyak ruang sehingga dapat

menampung banyak aspal, tanpa membuat VIM rendah.

Perlu persyaratan minimal dari VMA.

HRS → VMA ≥ 18 % ; AC → VMA ≥ 16 %

Persyaratan VIM dan VMA agar diperoleh campuran yang seimbang,

yaitu mempunyai stabilitas terhadap deformasi permanen dan

mempunyai ketahanan terhadap retak lelah.

Gambar 2.3

Void in Mineral Aggregate (VMA)

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Keterangan :

Vma = Volume rongga diantara mineral agregat (VMA)

Vmb = Volume bulk campuran padat

Vmm = Volume campuran padat tanpa rongga

Vfa = Volume rongga terisi aspal (VFA)

Va = Volume rongga dalam campuran (VIM)

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal yang diserap agregat

Vsb = Volume agregat (berdasarkan berat jenis bulk)

Vse = Volume agregat (berdasarkan berat jenis efektif)

Vmb

Vsb

Vma

Vmm

Vse

Vba

Vfa

Va

VbAspal

Agregat

Udara

Page 109: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

21

2.4.7. Prosedur Perencanaan cara PRD

2.4.7.1. Pemeriksaan sifat – sifat material

a. Batu Pecah → gradasi + abrasi, berat jenis + penyerapan, penyelimutan,

soundness, lempung.

b. Abu batu → gradasi, SE, debu, atterberg, berat jenis + penyerapan.

c. Pasir Alam → gradasi, SE, debu, atterberg, berat jenis + penyerapan.

d. Aspal → penetrasi, berat jenis, titik lembek, titik nyala dsb.

2.4.7.2. Gradasi agregat campuran

a. Campuran HRS – WC dan HRS – BC

Gradasi harus senjang dengan rongga udara campuran yang baik.

Terdiri dari batu pecah, abu batu, pasir alam.

Perhatikan batas ketimpangan gradasi.

b. Campuran AC – WC1, AC – WC2 dan AC – Base

Gradasi harus menerus.

Terdiri dari batu pecah kasar, batu pecah medium, abu batu dan pasir

alam.

Tidak berimpit / menjauh dari kurva Fuller, agar diperoleh VMA besar.

Harus menghindari “ Daerah Batas “.

c. Diperoleh proporsi batu pecah dan %CA, %FA, %FF.

2.4.7.3. Perkiraan Awal Kadar Aspal Optimum (Pb)

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K

Keterangan :

%CA = % agregat tertahan #8

%FA = % agregat lolos #8, tertahan #200

%FF = % agregat lolos #200

K = konstanta

→ Laston K = 0,5 – 1,0

→ HRS K = 2,0 – 3,0

Page 110: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

22

2.4.7.4. Pengujian Marshall Pertama

a. Siapkan benda uji Marshall dengan variasi kadar aspal → 3 kadar aspal

diatas Pb dan 2 kadar aspal dibawah Pb

Misal : Pb = 6.5 % → 5.5 %, 6 %, 6.5 %, 7 %, 7.5 %, 8 %

b. Briket Marshall ditumbuk 2 x 75 blows.

c. Lakukan pengujian berat jenis maksimum (Gmm) pada kadar aspal Pb dari

campuran.

d. Pengujian Marshall, diperoleh nilai stabilitas dan flow.

e. Masukkan ke lembar Marshall, hitung VMA, VIM dan VFA dll.

f. Gambar grafik Marshall, hubungan variasi kadar aspal dengan kepadatan

stabilitas, kelelehan, MQ, VMA, VIM dan VFA.

g. Tarik pada VIM = 6 %, sehingga diperoleh kadar aspal optimum untuk

percobaan PRD (PVIM).

2.4.7.5. Pengujian Marshall Kedua ( PRD )

a. Siapkan benda uji Marshall dengan variasi kadar aspal 1 bh dibawah PVIM

dan 1 bh diatas.

Misal : PVIM = 6.5 % → 6 %, 6.5 %, 7 %

b. Bricket Marshall ditumbuk 2 x 400 blows.

c. Pengujian Marshall (hanya ditimbang).

d. Masukkan ke lembar Marshall, diperoleh VIM PRD.

e. Gambar grafik Marshall, hubungan kadar aspal Vs VIM PRD

f. Kadar aspal rencana harus pada VIM PRD minimal 3 % untuk lalu lintas

berat, 2 % untuk lalu lintas sedang dan 1% untuk lalu lintas ringan.

g. Kemudian evaluasi hasil campuran rencana berdasarkan hasil VMA,

pengaruh pemadatan, pengaruh rongga udara, pengaruh rongga terisi aspal

(VFB), pengaruh iklim terhadap struktur, dan pengaruh stabilitas dan VIM.

Page 111: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

23

Tabel 2.6

Persyaratan Campuran

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Persyaratan Campuran HRS WC HRS Base AC-WC

AC-BC AC Base

1. Penyerapan Aspal ( % ) Max 1.7 1.7 1.7 1.7

2. Kadar aspal total ( % ) - - - - -

3. Jumlah tumbukan - 2 x 75 2 x 75 2 x 75 2 x 112

4. Rongga Udara / VIM ( % ) - 3 - 6 3 - 6 3 - 6 3 – 8

5. Rongga diantara Agregat /

VMA ( % ) Min 18 18 16 16

> 1 x 106 ESA Min 65 65 65 65

0.5 x 106 ESA

s/d 1 x 106 ESA Min 68 68 68 68

6. Rongga terisi

aspal / VFB ( % )

< 0.5 x 106 ESA Min 75 75 75 75

7. Stabilitas Marshall ( kg ) Min 800 800 800 1800

8. Flow ( mm ) Min 2 2 2 3

9. Marshall Quotient / MQ ( kg / mm ) Min 200 200 200 200

10. Stabilitas Sisa Min 75 75 75 75

> 1 x 106 ESA Min 3 3 3 3

0.5 x 106 ESA

s/d 1 x 106 ESA Min 2 2 2 2

11. Rongga udara

PRD / VIM PRD (

% ) < 0.5 x 106 ESA Min 1 1 1 1

Page 112: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

24

Gambar 2.4

Contoh Grafik Data Marshall

Sumber : Badan Litbang DPU

Page 113: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

25

2.4.7.6. Evaluasi Grafik

1. Grafik VMA harus diatas batas syarat minimum spesifikasi.

2. Parameter penentu : VMA, VFB, Marshall Stabilitas, Flow, MQ, VIM PRD

serta VIM Marshall.

3. Buat Garis Bilangan.

2.4.7.7. Garis Bilangan Rentang Kadar Aspal

Dibuat garis bilangan rentang kadar aspal terhadap parameter –

parameter spesifikasi, yaitu VMA, VFB, Stabilitas, Flow, MQ, VIM dan VIM

PRD. Tetapkan area kadar aspal rencana, dimana seluruh parameter

spesifikasi memenuhi. Pilih kadar aspal rencananya dengan

mempertimbangkan hasil evaluasi. (sub bab 2.4.8).

Gambar 2.5

Garis Bilangan rentang kadar aspal

Sumber : Badan Litbang DPU

2.4.8. Evaluasi Hasil Formula Campuran Rencana

2.4.8.1. Evaluasi VMA

Kurva VMA >< Kadar aspal → membentuk cekungan huruf U,

kemungkinan – kemungkinan hasil VMA adalah sebagai berikut :

Page 114: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

26

a. Kurva VMA diatas batas minimum VMA.

Gambar 2.6

Kurva VMA Vs Kadar Aspal

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Spesifikasi VMA ≥ 16 %.

Kadar aspal rencana yang baik dipilih dititik sedikit di sebelah kiri

dari VMA terendah.

Hindari kadar aspal rencana pada titik di sebelah kanan dari VMA

terendah, karena : (1) Kadar aspal membesar, (2) Rongga udara lebih

banyak terdorong oleh aspal, (3) Cenderung menyebabkan alur

plastis / bleeding.

b. Kurva VMA memotong batas minimum VMA.

Gambar 2.7

Kurva VMA memotong batas minimum VMA

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

14

16

18

20

22

5 5,5 6 6,5 7 7,5 8

VMA

14

16

18

20

22

5 5,5 6 6,5 7 7,5 8

VMA

Page 115: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

27

VIM menjadi relatif kecil.

Campuran peka terhadap perubahan kadar aspal.

Jika kadar aspal rencana diambil :

Di sebelah kiri → Campuran terlalu kering, rongga udara

tinggi, timbul segregasi dan tidak awet.

Di sebelah kanan → Timbul kelelehan plastis, karena

gemuk aspal.

Gradasi agegat campuran harus diubah dan jauhi Kurva Fuller

→ Proses diulang.

c. Kurva VMA seluruhnya di bawah batas minimum.

Gambar 2.8

Kurva VMA dibawah batas minimum VMA

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Nilai VMA, VFA dan VIM minimum sesuai spesifikasi

→ tindakan tercapai.

Rencana campuran harus total : Ganti gradasi agregat atau ganti

quarry agregat.

12

14

16

18

20

5 5,5 6 6,5 7 7,5 8

VMA

Page 116: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

28

d. Kurva VMA tidak mempunyai nilai minimum, tapi diatas batas

minimum. Gambar 2.9

Kurva VMA tidak mempunyai nilai minimum

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

Tambahkan titik uji baru dengan menambahkan kadar aspal, karena

titik minimumnya belum pasti.

2.4.8.2. Pengaruh Pemadatan

Gambar 2.10

Kurva pengaruh pemadatan

Sumber : Buku PPJ Ir. Supriyono 2001

a. Jika kadar aspal rencana dengan 2 x 50 blows diambil di sebelah kiri

VMA terendah (titik A) ternyata lalu lintas termasuk kategori lalu lintas

Kadar Aspal (%)

VMA

(%) 35 Blows

50 Blows

75 Blows

VMA Minimum

12

14

16

18

20

5 5,5 6 6,5 7 7,5 8

VMA

Page 117: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

29

berat (seharusnya dengan 2 x 75 blows), maka akibat pemadatan oleh

lalu lintas, kadar aspal sebenarnya akan menjadi lebih tinggi (bergeser

ke kanan). Akibatnya perkerasan akan terjadi alur plastis karena

bleeding / gemuk aspal.

b. Sebaliknya, rencana untuk lalu lintas berat (2 x 75 blows), kenyataannya

lalu lintas rendah (2 x 50 blows), maka :

Rongga udara final akan lebih tinggi.

Air dan udara akan cepat masuk.

Campuran cepat mengeras, rapuh, retak.

2.4.8.3. Pengaruh VIM

a. Tujuan perencanaan VIM adalah untuk membatasi kadar aspal rencana

pada kondisi VIM mencapai tengah – tengah rentang spesifikasi.

b. VIM > 6 % → Rongga udara terlalu tinggi, muncul retak dini.

c. VIM < 3 % → Mengakibatkan alur plastis.

2.4.8.4. Pengaruh VFA

a. VMA, VIM dan VFA adalah saling berhubungan.

b. VFA membatasi VMA maksimum dan kadar aspal maksimum.

c. VFA juga membatasi VIM yang diijinkan yang memenuhi VMA

minimum.

d. Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan akibat perubahan

yang terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan.

e. VFA besar maka kadar aspal tinggi sehingga awet. Jika VFA kecil maka

kadar aspal rendah sehingga akan terjadi retak dini.

2.4.8.5. Pengaruh Iklim

a. Untuk mengetahui kerusakan alur pada campuran beraspal maka :

Dapat digunakan alat pemadat yang lebih berat dengan masa

pemadatan lebih lama untuk mencapai kepadatan mutlak.

Page 118: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

30

Kadar aspal mendekati batas terendah atau kadar aspal pada

kepadatan mutlak.

b. Pemakaian aspal

Daerah dengan suhu > 24 ºC, digunakan aspal pen. 40 atau pen. 60.

Daerah dengan suhu < 24 ºC, digunakan aspal pen. 80.

2.4.8.6. Pengaruh Stabilitas dan VIM

a. VIM Rendah – Stabilitas Rendah.

Jika kadar aspal tinggi, dapat diturunkan agar VIM bertambah

asalkan VMA tetap dapat dipertahankan, namun pengurangan aspal

menyebabkan keawetan menurun.

Menaikkan VMA agar VFA dan VIM bertambah dengan

menambahkan lebih banyak agregat kasar.

Menaikkan stabilitas dan VMA dengan cara menambah agregat

pecah dan mengurangi fraksi lolos #200 (0.075 mm).

Dengan menggunakan agregat bulat / licin maka peningkatan

stabilitas tidak memungkinkan.

Dengan menambahkan / mengganti pasir alam menjadi pasir buatan,

maka VIM bertambah dan juga stabilitasnya.

b. Rongga Rendah – Stabilitas Cukup.

VIM rendah menimbulkan pelelehan plastis.

Meningkatkan VIM, dengan cara (1) menambahkan agregat kasar

yang pecah, (2) mengurangi filler (fraksi lolos #200), (3) menambah

pasir buatan dalam campuran.

c. Rongga Cukup – Stabilitas Rendah.

Meningkatkan stabilitas tanpa mengurangi VIM, dengan cara

memperbaiki bentuk butir agregat kasar dari bulat / pecah pipih

menjadi bentuk kubus dan bersudut tajam.

Menambahkan agregat kasar.

Page 119: Level Okinawa

Komparasi Campuran Laston AC – WC dengan Bahan Pengikat Aspal Shell 60/70 dan Aspal Pertamina 60/70 dengan Cara PRD

31

d. Rongga Tinggi – Stabilitas Cukup.

Rongga tinggi menyebabkan campuran kurang kedap, udara dan air

masuk lebih banyak, sehingga terjadi pengerasan aspal dini.

Menurunkan VIM, dengan cara (1) gradasi gabungan dibuat

mendekati kurva Fuller, (2) menambahkan filler.

e. Rongga Tinggi – Stabilitas Rendah.

Perlu dilakukan langkah – langkah menurunkan VIM dan meningkatkan

stabilitas sesuai langkah – langkah tersebut diatas.

2.4.9. Istilah - istilah

a. Kepadatan mutlak yaitu kepadatan maksimum yang dicapai, walaupun

dipadatkan terus campuran tidak dapat menjadi lebih padat.

b. Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki

kepadatan maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA)

yang minimum.

c. Zona terbatas adalah suatu zona yang terletak pada garis kepadatan

maksimum (kurva Fuller) antara ukuran menengah 2,36 mm (# 8) atau

4,75 mm (# 4) dan ukuran 0,30 mm (# 50). Gradasi agregat campuran

diharapkan menghindari zona terbatas.

d. Rongga Diantara Mineral Agregat (VMA, dalam %) adalah volume

rongga udara yang terdapat diantara partikel suatu campuran perkerasan

yang telah dipadatkan.

e. Rongga Udara (VIM, dalam %) adalah volume total udara yang berada

diantara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu perkerasan

yang telah dipadatkan.

f. Rongga Terisi Aspal (VFA, dalam %) adalah bagian dari rongga yang

berada diantara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif.