BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam mendadak disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi dengan penyebaran terpesat di dunia, dengan peningkatan insiden 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Penyakit infeksi ini mengancam sekitar 20 juta orang setiap tahunya pada negara tropis dan subtropis seperti Indonesia. Pada tahun 2007 telah ditemukan 150.000 kasus di Indonesia. Pada awal tahun 2016 Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB) dengan ditemukanya 8487 orang penderita DBD dalam periode Januari-Februari 2016, dengan Provinsi Bali ditemukan sebagai salah satu wilayah KLB (WHO, 2009; Rajapakse, 2011; Kemenkes, 2016). Penyakit DBD memungkinkan terjadinya dengue shock syndrome (DSS) dan kegagalan multi organ hingga menyebabkan kematian. Angka kematian DBD ditemukan berkisar antara 1 hingga 2 persen dalam satu tahun. Infeksi virus dengue memiliki spektrum manifestasi yang luas mulai dari tak bergejala, timbulnya trombositopeni, kebocoran pembuluh darah (plasma leakage), hingga sindroma syok yang berat dan kegagalan multiorgan. Kegagalan multi organ meliputi kerusakan hepar, rhabdomyolysis, depresi otot jantung, serta kegagalan dari sistem neurologi dan optalmologi. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam mendadak disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa
syok. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi dengan penyebaran terpesat di dunia, dengan
peningkatan insiden 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Penyakit infeksi ini mengancam
sekitar 20 juta orang setiap tahunya pada negara tropis dan subtropis seperti Indonesia. Pada
tahun 2007 telah ditemukan 150.000 kasus di Indonesia. Pada awal tahun 2016 Indonesia
mengalami kejadian luar biasa (KLB) dengan ditemukanya 8487 orang penderita DBD dalam
periode Januari-Februari 2016, dengan Provinsi Bali ditemukan sebagai salah satu wilayah KLB
(WHO, 2009; Rajapakse, 2011; Kemenkes, 2016).
Penyakit DBD memungkinkan terjadinya dengue shock syndrome (DSS) dan kegagalan
multi organ hingga menyebabkan kematian. Angka kematian DBD ditemukan berkisar antara 1
hingga 2 persen dalam satu tahun. Infeksi virus dengue memiliki spektrum manifestasi yang luas
mulai dari tak bergejala, timbulnya trombositopeni, kebocoran pembuluh darah (plasma
leakage), hingga sindroma syok yang berat dan kegagalan multiorgan. Kegagalan multi organ
meliputi kerusakan hepar, rhabdomyolysis, depresi otot jantung, serta kegagalan dari sistem
neurologi dan optalmologi. Diperlukan penanganan yang tepat untuk mencegah perburukan dari
penyakit DBD. (WHO, 2009; Soegijanto & Chilvia, 2013)
DBD sesungguhnya dapat ditangani dengan prinsip pengobatan yang sederhana dan
efektif menolong pasien, bila tenaga kesehatan jeli dalam mengenali dan memahami problem
klinis dalam setiap fase perjalanan penyakit ini. Tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan
primer dan sekunder seperti seorang dokter memiliki peran dalam melakukan hal tersebut. Oleh
karena itu penting dilakukan pembahasan mengenai kasus DBD yang terjadi pada tanggal 22
Juni 2016 di RSUD Sanjiwani Gianyar. Dengan pembahasan mengenai kasus ini, diharapkan
pemahaman dokter muda mengenai epidemiologi, faktor risiko, pathogenesis, dan penanganan
klinis DBD semakin baik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi dan Epidemiologi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan
mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi (gambar 3.1) dari asimtomatik,
demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock
syndrome (DSS). Penyakit infeksi ini ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk
ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3
dan Den-4, dengan Den-2 dan Den-3 sebagai serotype dominan. Penderitanya DBD sebagian
besar ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis, seperti Asia Tenggara, Amerika Tengah,
Amerika dan Karibia.
2
Gambar 3.1. Spektrum gejala infeksi virus dengue
Indonesia digolongkan sebagai negara dengan epidemi infeksi dengue oleh karena nyamuk
Aedes aegypti tersebar secara luas di daerah kota maupun pedesaan, serta peredaran serotipe
virus di wilayah tersebut menyebabkan kesakitan dan kematian pada anak. Negara dengan zona
iklim kering dan basah yang berganti dengan serotipe virus DEN beredar secara bebas,
menyebabkan siklus epidemi meningkat. Fenomena epidemi tersebut telah terjadi di wilayah
Gianyar, Bali hingga pada bulan Mei 2016.
Pengaruh status sosial dan lingkungan pada kasus juga mempengaruhi terjadinya DBD.
Infeksi dengue terjadi pada seluruh lapisan masyarakat dengan kecendrungan terjadi pada
masyarakat miskin yang hidup dengan keterbatasan cairan, pengelolaan sampah yang buruk,
yang membuat perkembangan vector penyakit dapat berkembang dengan pesat (Soegijanto &
Chilvia, 2013).
1.2 Pathogenesis DBD
Mekanisme manifestasi berat dari infeki virus dengue (DENV) masih belum diketahui secara
jelas, namun diperkirakan terjadi secara mulifaktorial (gambar 3.2). Selain faktor virulensi dari
virus, terdapat pengaruh genetik yang dapat memperparah infeksi dengue. Setelah inokulasi virus
pada lapisan dermis, keratinosit dan sel langerhans terinfeksi pertama kali. Penyebaran virus
terjadi melalui darah (viremia primer) dan menginfeksi makrofag jaringan terutama makrofag
pada lien. Jumlah viral load ditentukan oleh efisiensi replikasi DENV pada sel dendrit, monosit
dan makrofag sama dengan endotel, sel hati, sumsum tulang, dan sel stromal.
3
Gambar 3.2. patogenensis dari DF, DHF, dan DSS. Panah hitam menunjukan hubungan
penyebab, kotak dengan warna putih pada bagian tengah menggambarkan kondisi
patologis yang terjadi. Setiap pristiwa yang terjadi secara keseluruhan memengaruhi sel
endotel atau system hemostasis (panah merah) (WHO,2009).
Terdapat dua teori yang mendasari mekanisme terjadinya gejala infeksi dengue yakni teori
Infeksi primer (teori virulensi) dan teori infeksi sekunder. Teori infeksi primer menyebutkan
bahwa munculnya manifestasi klinis disebabkan adanya mutasi virus Dengue menjadi lebih
virulen. Sedangkan teori infeksi sekunder menyatakan bahwa munculnya manifestasi klinis berat
bila terjadi infeksi ulangan oleh virus Dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi
sebelumnya sehingga terjadi reaksi silang (cross-reaction). Reaksi silang terjadi ketika IgM
menyerang sel endotel, platelet, dan plasmin yang diproduksi, sehingga terjadi peningkatan
4
permeabilitas (menyebabkan kebocoran plasma) dan koagulopati yang menjadi karakteristik dari
DSS.
1.3 Faktor risiko terjadinya DBD
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat,
mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau
melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya
adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang
benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama
yang biasa bepergian. Diketahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah
pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air,
keberadaan tanaman hias dan pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah
dan keberadaan jentik tidak menjadi faktor risiko.
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang merupakan
reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon Brasil adalah jenis
kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder
yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin laki- laki, riwayat pernah terkena DBD pada
periode sebelumnya serta migrasi ke daerah perkotaan (Rajapakse, 2011; Huy et al, 2013).
1.4 Manifestasi Klinis DBD
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue. Pada
umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-
3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk
terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.10
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
5
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum