Top Banner

of 23

Lapsus Ipd Dhf

Oct 31, 2015

Download

Documents

Dhe Cool
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KASUS

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Oleh :

Hardian RNIM.2051210009FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

LAB IPD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN KEPANJEN

MALANG

2011BAB I

PENDAHULUANDemam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Data Angka Kejadian di Indonesia tahun 2005 Jumlah Kab/Kota yang terjangkit DBD/DHF (330 /75%), tahun 2004 angka kejadian 0,43 %, tahun 2005 angka kejadian 0,34 %. Pathogenesis terjadinya renjatan pada DHF, umumnya oleh karena proses imunologis. Berdasarkan hipotesis infeksi heterolog sekunder maka terbentuknya kompleks virus antibody dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu.Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasiManifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah demam tidak terdiferensiasi, demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama, DBD (dengan atau tanpa renjatan).Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi, yaitu demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik, terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena, trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin, penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: derajat 1 demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet, derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain, derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah, derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.Berikut ini dilaporkan sebuah kasus tentang DHF di RSUD Kanjuruhan kepanjen beserta pembahasannya.BAB II

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Sdr. MUmur

: 21 tahun

Jenis kelamin

: Laki-lakiAlamat

: GondanglegiStatus Perkawinan

: BM

Suku

: Jawa

Tanggal MRS

: 22 Februari 2011No register

: 246769B. ANAMNESIS : sendiri : orang lain

1. Keluhan Utama

: Demam2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUD dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari lalu, demam dirasakan naik turun, dan pasien sempat minum obat penurun panas namun tidak sembuh. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, muntah disertai ampas berwarna kuning 10x dalam sehari. Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian kiri yg menjalar ke bagian blkg, badan juga terasa pegal-pegal, lemas dan nafsu makan menurun.3. Riwayat Penyakit Dahulu : MRS karena muntaber (1 tahun yang lalu)

Sering perih perutnya bila telat makan

Riwayat hipertensi (-) disangkal

Riwayat sakit gula (-) disangkal

Riwayat asma (-) disangkal

Riwayat alergi obat/makanan (-) disangkal

Riwayat penyakit jantung (-) disangkal

Riwayat penyakit jantung (-)

Penyakit paru (-)4. Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (+) Ayah Asma (-)

Penyakit jantung (-)

Penyakit paru (-)

DM (-)

Alergi obat/makanan (-)5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok (-) Minum kopi (+) jarang-jarang Minum alkohol (-)

Olah raga (+) Sepak bola seminggu dua kaliC. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital

Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x / menit, reguler, isi cukup

Pernafasan : 20 x /menit

Suhu

: 39,7 oC

3. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-).4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah / bells palsy (-).

5. Mata Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : Pekak

Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi: pergerakan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kiri sama dengan kanan

SonorSonor

PekakPekak

PekakPekak

Perkusi:

Auskultasi: suara dasar vesikuler

Ronki

Wheezing

--

--

--

--

--

--

12. Abdomen

Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesar hepar dan lien

Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (+), tes undulasi (-), edeme pitting (-)Perkusi : TympaniAuskultasi : bising usus (+) normal13. Ektremitas

palmar eritema (-/-)

akral dinginOedem

----

----

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA1. Tifoid2. Chikungunya3. MorbiliE. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Lab Darah2. Tes DHF3. Tes Serologi4. Pemeriksaan radiologis

Lab darah : Tanggal 22 Februari 2011Darah lengkap :

Hb : 16,7 H.Lekosit: 14870 H.Jenis: 3/-/2/76/14/5LED: 13 H.Trombosit: 285.000Hematokrit: 46 GDS: 91 SGOT: 22 SGPT: 26 Ureum: 29 Kreatinin: 0,84 Widal O/H/A-O/B-O

- / - / - / -Tes DHF: IgG : (-)

IgM : (+) G. DIAGNOSIS

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)H. PENATALAKSANAAN

1. Non Medika mentosa

Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang diderita Edukasi mengenai komplikasi Efusi pleura dan syok dengue Istirahat/Bed rest Diharapkan agar penderita tidak mudah lelah karena dapat mengurangi daya tahan tubuh penderita. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi dengan bentuk makanan lunak, juga minum susu dan banyak minum air putih untuk meningkatkan asupan gizi dan daya tahan tubuh sehingga mempercepat kesembuhan.2. Medikamentosa

IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj.Ceftriaxon 2x1

Antasid syr. 3x1 Ekstra kaltofren sup. I. FOLLOW UPNama: Sdr.MDiagnosis: DHFTabel flowsheet penderitanotanggalSOAP

122/2/2011Nafsu makan menurun, Nyeri perut (+)compos mentis, Tanda vital: T : 110/80 mmHg

RR: 18 x / menit

N: 70 x/menit S : 39,8

DHF IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj.Ceftriaxon 2x1

Antasid syr. 3x1 Ekstra kaltofren sup. Po Paracetamol bila demam

223/2/2011Keluhan keluhan berkurangcompos mentis, Tanda vital: T : 120/70 mmHgRR: 18 x / menit

N: 80 x/menit s : 36,9

DHF IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj.Ceftriaxon 2x1

Antasid syr. 3x1 Ekstra kaltofren sup. Po Paracetamol bila demam

324/2/11 Tidak ada keluhan compos mentis, Tanda vital: T: 120/80 mmHgRR: 18 x / menit

N: 74 x/menit S: 36,9

DHF IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj.Ceftriaxon 2x1

Antasid syr. 3x1

425/2/11Tidak ada keluhancompos mentis, Tanda vital: T: 110/70 mmHgRR: 18 x / menit

N: 70 x/menit S : 36,6

DHFTerapi tetapPulang paksa

BAB IIIPEMBAHASAN KASUS

A. DEFINISI

DHF (Dengue Hemoragik Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.B. ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdirii dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype paling banyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites. C. PATOGENESISVirus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu,bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

D. DIAGNOSIS Kriteria Diagnostik menurut WHO Kriteria Klinis : Demam tinggi mendadak, 2 5 hari Manifestasi perdarahan : RL +, ptekie, hematemesis, melena Hepatosplenomegali Syok Kriteria Laboratoris : Trombositopenia ( < 100.000 gr/dl ) Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht > 20 % ) E. PENGOBATAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.1. Demam dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien

Dianjurkan: Tirah baring, selama masih demam.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, nsusu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana tersangka DBD).

2. Demam Berdarah Dengue

Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan Ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai