Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan strategi pendidikan secara reguler yang dilaksanakan di Indonesia selama ini bersifat klasikal-massal, yaitu memberikan perlakuan standar (rata-rata) kepada semua siswa, padahal setiap siswa memiliki kebutuhan berbeda. Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas kecepatan belajar siswa lainnya akan merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya (under achiever) (Widyastono, 2001:1). Pelayanan pendidikan saat ini mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional, kurilukum tersebut disusun untuk siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata. Pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di bawah kecepatan belajar siswa lainnya berupa pengajaran remidi (remedial teaching). Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan materi kurikulum yang membutuhkan waktu 1
212

KORELASI ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG MOTIVASI KERJA DAN KEMAMPUAN MENGAJAR GURU, DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA PROGRAM AKSELERASI SMAN 3 MALANG

Nov 26, 2015

Download

Documents

Iyaz Yasin

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang,
(2) mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang, dan (3) mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA

PAGE 139

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan strategi pendidikan secara reguler yang dilaksanakan di Indonesia selama ini bersifat klasikal-massal, yaitu memberikan perlakuan standar (rata-rata) kepada semua siswa, padahal setiap siswa memiliki kebutuhan berbeda. Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas kecepatan belajar siswa lainnya akan merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya (under achiever) (Widyastono, 2001:1).

Pelayanan pendidikan saat ini mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional, kurilukum tersebut disusun untuk siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata. Pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di bawah kecepatan belajar siswa lainnya berupa pengajaran remidi (remedial teaching). Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan materi kurikulum yang membutuhkan waktu relatif panjang dari siswa-siswa lainnya. Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas kecepatan belajar siswa lainnya belum mendapat pelayanan pendidikan sebagaimana mestinya.

Berkenaan dengan hal tersebut, dipandang perlu adanya pelayanan pendidikan berkualitas bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa yaitu penyelenggaraan sistem percepatan kelas (akselerasi). Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan dalam sistem percepatan kelas, diberi peluang untuk dapat menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing kurang dari tiga tahun, misalnya dua tahun dengan menyelesaikan semua target kurikulum tanpa meloncat kelas. Tujuan program akselerasi adalah memberikan kesempatan kepada siswa yang berprestasi dan memiliki potensi untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat daripada waktu yang telah ditentukan berdasarkan jenjang yang sama (Widyastono, 2001:1).

Penyelenggaraan program akselerasi bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan salah satu strategi alternatif relevan, karena memiliki kecepatan belajar dan motivasi di atas siswa lainnya. Selain itu mempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan potensi siswa dan mengimbangi kekurangan pada strategi klasikal-massal. Strategi alternatif tidak mengabaikan peningkatan mutu pendidikan siswa secara klasikal-massal. Namun perbedaaan terletak pada intensitas dan ekstensitas perhatian yang diberikan sesuai kondisi obyektif siswa; salah satu SMA di Kotamadya Malang yang telah menyelenggarakan program akselerasi adalah SMAN 3 Malang. Bentuk yang digunakan dalam penyelenggaraan program akselerasi di SMAN 3 Malang yaitu program khusus (siswa yang memenuhi persyaratan masuk program akselerasi dikelompokkan dalam satu kelas khusus dengan program khusus). Keberadaan siswa akselerasi dan siswa reguler di lingkungan sekolah yang sama. Kurun waktu untuk menyelesaikan pendidikan tingkat SMA pada program akselerasi kurang lebih dua tahun yang terbagi menjadi enam semester. Program akselerasi di SMAN 3 Malang telah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2003/2004, dan telah meluluskan tiga angkatan.

Upaya mencapai tujuan pembelajaran pada program akselerasi, memerlukan metode pembelajaran yang efektif, efisien, serta guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Metode yang efektif adalah metode apapun yang digunakan oleh pendidik/guru dalam proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar. Prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar antara lain: (1) berpusat kepada siswa (student oriented), (2) belajar dengan melakukan (learning by doing), (3) mengembangkan kemampuan sosial (learning to live together), (4) mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, dan

(5) mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah

(Majid, 2005:136-137).

Metode pembelajaran yang efisien adalah pengimplementasian kurikulum di kelas berdasarkan waktu yang telah ditentukan sesuai perencanaan pengajaran. Kegiatan belajar mengajar selesai tepat waktu yang telah ditentukan sehingga tidak ada pengurangan dalam menyampaikan materi pelajaran, bahkan mengadakan remedial bagi siswa yang memperoleh nilai kurang.

Keberadaan guru dan tenaga pendidik yang profesional dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran pada program akselerasi memiliki peranan besar, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor yaitu: (a) motivasi kerja guru,

(b) kemampuan mengajar guru, dan (c) motivasi berprestasi siswa. Sekolah sebagai suatu organisasi yang didalamnya terdapat personal guru, perlu mengembangkan motivasi kerja. Motivasi kerja adalah suatu dorongan mental yang muncul dari dalam dan luar diri guru untuk melaksanakan tugas. Duncan (dalam Uno, 2007:87) mengemukakan motivasi kerja berkaitan dengan dorongan yang muncul dari diri seseorang untuk melakukan tugas secara keseluruhan berdasarkan tanggung jawab masing-masing.

Kemampuan mengajar guru adalah kecakapan yang mengubah peran guru yang bertugas bukan sekedar mentransfer atau menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa, melainkan membelajarkan siswa agar mampu mengolah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhasil dikuasai serta dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dan moral untuk kepentingan bersama.

Guru harus mampu menarik simpati dan mengenali karakteristik siswa. Apabila terjadi perubahan tingkah laku seorang siswa misalnya kurang berminat mengikuti penjelasan guru, membuat suasana kelas gaduh, tidak mengerjakan tugas yang diberikan dan malas belajar, maka perlu diselidiki penyebabnya. Mungkin lapar, sakit, ada masalah dan lain-lain. Menghadapi keadaan ini, guru seharusnya melakukan usaha yang dapat menimbulkan dan mendorong seorang siswa mau belajar. Siswa seperti kasus di atas memerlukan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Usaha yang harus dilakukan guru adalah memberikan motivasi ekstrinsik. Bila motivasi ekstrinsik yang diberikan guru dapat membantu siswa keluar dari masalah kesulitan belajar, maka guru telah mengetahui prinsip-prinsip motivasi yang dapat membantu pelaksanaan tugas mengajarnya, meskipun tidak ada pedoman khusus yang pasti. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang bisa membangkitkan minat siswa dalam belajar, sehingga menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi siswa.

Motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik mempunyai kedudukan yang sama, saling menambah, dan memperkuat individu dalam mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar. Bahkan motivasi instrinsik dapat memperkuat motivasi ekstrinsik, atau sebaliknya motivasi ekstrinsik dapat memperkuat motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik maupun motivasi instrinsik dapat membangkitkan motivasi berprestasi sehingga mempengaruhi prestasi belajar. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar siswa.

Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang siswa dianggap memiliki motivasi berprestasi jika ia memiliki dorongan untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugas secara tuntas. Penyelesaian tugas bukan karena dorongan menghindari kegagalan yang bersumber pada ketakutan tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik, maka akan mendapat hukuman dari guru maupun orang tua. Melainkan untuk memperoleh kepuasan kerja diri sendiri.

Motivasi berprestasi merupakan keinginan atau dorongan yang timbul dari seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan agar mencapai hasil maksimal. Motivasi berprestasi sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk mendorong pencapaian hasil dari aktivitas yang dilakukan secara memuaskan. Pencapaian hasil maksimal dalam bekerja, sangat dominan dipengaruhi motivasi berprestasi seseorang.

Kenyataannya, di sekolah sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapai rendah. Akibatnya kemampuan intelektual yang dimiliki siswa kurang atau tidak berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa optimal adalah motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri siswa. Motivasi berprestasi siswa dipengaruhi oleh kondisi internal (keinginan untuk maju) dan eksternal (dukungan guru, metode mengajar guru yang sistematis dan mudah diterima) yang menimbulkan, mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku.

Timbulnya motivasi berprestasi siswa, juga dipengaruhi adanya persepsi siswa terhadap motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru di kelas. Motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru merupakan stimulus yang menghendaki adanya tanggapan dari siswa (tergantung bagaimana siswa akan menyikapinya). Apakah siswa akan menyikapi sebagai hal positif atau bahkan menyikapi sebagai hal negatif untuk membangkitkan motivasi berprestasi, semua tergantung persepsinya. Heider (dalam Yunita, 2005:4) menyatakan persepsi seseorang terhadap stimulus yang datang dapat mempengaruhi tingkah lakunya, apakah ia akan melakukan sesuatu atau tidak melakukannya. Hal ini tergantung pada kebutuhan dan motivasinya, apakah menguntungkan atau merugikan dirinya.

Berkaitan dengan uraian di atas, dalam meningkatkan prestasi belajar siswa banyak faktor yang perlu diperhatikan. Penulis ingin mengungkap dalam penelitian ini sejauhmana korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang?

2. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang motivasi kerja guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi

SMAN 3 Malang?

3. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ada atau tidak korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang?

2. Mengetahui ada atau tidak korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang?

3. Mengetahui ada atau tidak korelasi antara persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang?

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Mayor:

Terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

2. Hipotesis Minor:

a. Terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang motivasi kerja guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

b. Terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

E. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Penulis

Memperoleh deskripsi tentang korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

2. Bagi Guru

Memberikan wawasan dalam kaitannya dengan persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

3. Bagi Sekolah

Mengambil kebijakan-kebijakan dalam menangani masalah penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar program akselerasi SMAN 3 Malang dipandang dari segi persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, serta hubungan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka penelitian ini terbatas pada korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa, persepsi siswa tentang motivasi kerja guru dengan motivasi berprestasi siswa, persepsi siswa tentang kemampuan mengajar guru dengan motivasi berprestasi siswa.

Penelitian terhadap faktor yang terkait dengan motivasi berprestasi siswa sulit dilaksanakan karena banyak faktor. Penelitian ini dibatasi pada dua faktor yang diduga berhubungan dengan motivasi berprestasi siswa, yaitu motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru. Penjabaran penelitian mencakup tiga variabel yaitu variabel motivasi kerja guru, variabel kemampuan mengajar guru, dan variabel motivasi berprestasi siswa. Pemilihan variabel-variabel berdasarkan atas dugaan bahwa persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru mempunyai korelasi yang signifikan dengan motivasi berprestasi siswa.

Berikut ini disajikan matrik kisi-kisi variabel menjadi sub variabel, sub variabel menjadi indikator, dan indikator menjadi deskriptor sebagaimana terlihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Matrik Kisi-kisi Variabel menjadi Sub Variabel, Sub Variabel menjadi Indikator, Indikator menjadi Deskriptor

NoVARIABELSUB VARIABEL INDIKATOR DESKRIPTOR

(1)(2)(3)(4)(5)

1.MOTIVASI GURU1.1 MOTIVASI KERJA1.1.1 Kedisiplinan

1.1.2 Memberi tugas

1.1.3 Memotivasi siswa

1.1.4 Pujian/Ancaman

yang diberikan

kepada siswa1. Kehadiran saat

mengajar

2. Memberi tugas ketika tidak hadir saat mengajar

3. Memperhatikan kemampuan setiap siswa saat mengajar

4. Memberikan pujian pada siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan baik

5. Memberikan ancaman pada siswa yang tidak memperhatikan saat kegiatan belajar mengajar

2.KEMAMPUAN MENGAJAR GURU2.1 TAHAP SEBELUM MENGAJAR

2.2 TAHAP PENGAJARAN

2.3 TAHAP SESUDAH MENGAJAR2.1.1 Membuka pelajaran

2.1.2 Menyajikan materi

2.1.3 Menggunakan alat

Peraga

2.1.4 Menyampaikan

informasi

2.1.5 Menggunakan

bahasa komunikatif

2.2.1 Berinteraksi dengan

siswa

2.2.2 Sikap guru terhadap

pertanyaan siswa

2.2.3 Memberikan umpan

balik

2.3.1 Melaksanakan

penilaian

2.3.2 Memberikan remedial

2.3.3 Memberikan

pengayaan

1. Menggunakan teknik dalam membuka pelajaran

2. Menyajikan materi-materi baru berdasarkan kurikulum yang berlaku

3. Menggunakan media pembelajaran

4. Menyampaikan informasi suatu pelajaran menggunakan metode

5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

1. Berinteraksi dengan

siswa secara komunikatif

2. Sikap guru terhadap

pertanyaan siswa yang

tidak bisa dijawab

3. Melakukan refleksi atau

membuat rangkuman

melibatkan siswa

1. Memeriksa, menilai, dan

mengembalikan tugas

tepat waktu.

2. Mengadakan penilaian di

akhir pembelajaran

dalam bentuk tes

3. Memberikan remedial

bagi siswa yang belum

mencapai daya serap.

4. Memberikan pengayaan

bagi siswa yang berhasil

lebih baik

3.MOTIVASI SISWAMOTIVASI BERPRESTASI3.1.1 Kehadiran di

sekolah

3.1.2 Bertanya tentang

materi yang belum

dimengerti

3.1.3 Mencatat penjelasan

dari guru

3.1.4 Mengikuti semua

pelajaran

3.1.5 Mengerjakan tugas

3.1.6 Mempelajari materi

3.1.7 Belajar

3.1.8 Pemantapan terhadap

semua pelajaran

3.1.9 Kerja keras

3.1.10 Kekhawatiran akan

gagal

3.1.11 Mempertahankan

prestasi

3.1.12 Meningkatkan

prestasi

3.1.13 Aktif dalam diskusi

kelas

3.1.14 Memanfaatkan

perpustakaan1. Senantiasa datang ke

sekolah setiap hari

2. Mengajukan pertanyaan

tentang materi yang belum dimengerti

3. Mencatat semua pelajar yang diajarkan

4. Mengikuti semua pelajaran yang diajarkan

5. Mengerjakan semua tugas dan mengumpulkan tepat waktu

6. Mempelajari materi yang sudah diajarkan di rumah

7. Mempelajari materi yang belum diajarkan di rumah

8. Belajar sebelum ujian

9. Berlatih mengerjakan soal berhubungan dengan contoh

10. Berusaha

berbuat /mengerjakan

sesuatu yang lebih baik

11. Semakin besar

mengalami kegagalan

semakin besar peluang

keberhasilan

12. Rajin belajar agar bisa

mempertahankan

prestasi

13. Semangat belajar untuk

meningkatkan prestasi

14. Kurang aktif dalam

diskusi kelas

15. Mencari buku

penunjang

G. Definisi Istilah

1. Persepsi adalah proses seleksi stimulus dari lingkungan siswa dan kemudian mengorganisasi serta menafsirkan atau merupakan suatu proses dimana seseorang dalam penelitian ini (guru atau siswa program akselerasi) mengorganisir dan mengintepretasikan kesan atau tangkapan inderanya agar dapat memiliki makna dalam konteks lingkungannya.

2. Motivasi adalah daya penggerak siswa dan guru untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.

3. Motivasi kerja adalah dorongan dari dalam diri dan luar seorang guru untuk melakukan suatu pekerjaan atau performansi seseorang.

4. Kemampuan mengajar guru adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam merencanakan pengajaran, kemampuan mengimplementasikan dan kemampuan mengevaluasi dalam pembelajaran.

5. Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan seorang siswa untuk mencapai keberhasilan.

6. Program akselerasi adalah program percepatan belajar yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kemampuan di atas siswa lain dan kecerdasan luar biasa, sehingga dapat menyelesaikan studinya dengan waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang pendidikan yang sama.

7. Siswa yang memiliki bakat istimewa adalah mereka (siswa yang memiliki Multiple Intelligences yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan spasial, kecerdasan logical-matematikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal) yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul antara lain kemampuan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-produktif, memimpin, bidang seni, dan psikomotor.

8. Keberbakatan istimewa adalah kemampuan alami yang luar biasa diperoleh dari kombinasi sifat-sifat yang meliputi kapasitas intelektual, kemauan untuk kerja, dan unjuk kerja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian dalam bab ini membahas tentang beberapa hal meliputi:

(1) persepsi, (2) motivasi kerja guru, (3) kemampuan mengajar guru, (4) motivasi berprestasi siswa, (5) program akselerasi, dan (6) korelasi antara persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru, dengan motivasi berprestasi siswa program akselerasi SMAN 3 Malang.

A. Persepsi1. Pengertian Persepsi

Individu mengenali dunia luar dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun keadaan disekitarnya, hal ini berkaitan dengan persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Suadah & Lendriyono, 2003:31).

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia (Slameto, 1995:102). Walgito (2003:46) mengemukakan persepsi merupakan proses pengorganisasian, pengintepretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.

Persepsi dipandang sebagai suatu rangsangan berupa pengalaman, obyek, peristiwa, dan pengertian dengan pengalaman yang sudah dimiliki, menafsirkan pikiran terhadap rangsangan tersebut. Persepsi terjadi karena pengenalan dan pengalaman terlebih dahulu oleh individu yang bersangkutan. Pengenalan dan pengalaman berlangsung dalam waktu yang lama, dimana proses pengintegrasian terhadap obyek masih berlangsung dan secara bertahap mulai memahami apa yang dikehendaki individu tersebut (Yunita, 2005:

11-12).

Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera yang berlangsung setiap saat.

Pada waktu individu menerima stimulus melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat pengecapan, kulit sebagai alat perabaan yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu. Stimulus yang diinderakan kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diinderakan.

2. Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Walgito (2002:71-72) proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Proses fisik

Proses terjadinya persepsi yaitu obyek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Alat indera atau reseptor merupakan alat penghubung individu dengan dunia luar.

b. Proses fisiologis

Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak.

c. Proses psikologis

Proses yang terjadi dalam otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar, dan apa yang diraba.

3. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Persepsi

Telah diuraikan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi individu dalam mengadakan persepsi, merupakan faktor internal. Disamping itu masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi proses persepsi, yaitu faktor stimulus dan faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung, merupakan faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi (Walgito, 2003:46).

Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat. Bila stimulus tidak cukup kuat bagaimanapun besarnya persepsi dari individu, stimulus tidak akan dapat dipersepsikan atau disadari oleh individu yang bersangkutan. Dengan demikian ada batas kekuatan minimal dari stimulus agar stimulus dapat menimbulkan kesadaran pada individu. Batas minimal kekuatan stimulus yang dapat menimbulkan kesadaran pada individu disebut ambang absolut (Townsend dalam Suadah & Lendriyono, 2003:42). Bila kekuatan stimulus ditambah maka stimulus akan makin kuat dan orang akan mampu membedakan kekuatan stimulus satu dengan yang lain. Bila telah tercapai keadaan yang demikian maka stimulus telah mencapai ambang terminal, yaitu kekuatan stimulus maksimal dimana kekuatan stimulus yang ada diatasnya sudah tidak dapat disadari lagi (Townsend dalam Suadah & Lendriyono, 2003:42).

4. Prinsip Dasar Persepsi

Menurut Slameto (2003:103 - 105) berikut ini adalah beberapa prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui oleh seorang guru agar ia dapat mengetahui siswanya secara lebih baik dan menjadi komunikator yang efektif, adalah:

a. Persepsi itu relatif bukannya absolut.

Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya. Berdasarkan kenyataan bahwa persepsi itu relatif, seorang guru dapat memprediksikan lebih baik dari siswanya untuk pelajaran berikutnya karena guru telah mengetahui lebih dahulu persepsi yang telah dimiliki siswa dari pelajaran sebelumnya.

b. Persepsi itu selektif.

Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat tertentu. Rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang dipelajari, apa yang pada suatu saat menarik perhatian dan ke arah mana persepsi mempunyai kecenderungan.

c. Persepsi itu mempunyai tatanan.

Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.

d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan (penerima rangsangan).

Harapan dan kesiapan penerima rangsangan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diintepretasikan.

e. Persepsi seorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Bagi seorang guru berarti bahwa agar dapat diperoleh persepsi yang kurang lebih sama dengan persepsi yang dimiliki oleh kelas lain yang telah diberikan materi pelajaran serupa, guru harus menggunakan metode berbeda. Hal ini dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun metode yang akan mampu memberikan hasil yang sama pada kelas atau bahkan orang yang berbeda atau pada waktu yang berbeda.

Menurut Slameto (2003: 102) seorang guru mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan persepsi sangat penting, sebab:

a. Semakin baik suatu obyek, orang, peristiwa, atau hubungan diketahui, makin baik obyek, orang, peristiwa atau hubungan tersebut dapat diingat.

b. Dalam pengajaran, menghindari salah pengertian merupakan hal yang harus dapat dilakukan oleh seorang guru, sebab salah pengertian akan menjadikan siswa belajar sesuatu yang keliru atau tidak relevan.

c. Jika dalam mengajarkan sesuatu, guru perlu menggantikan benda yang sebenarnya dengan gambar atau potret dari benda tersebut, maka guru harus mengetahui bagaimana gambar atau potret tersebut harus dibuat agar tidak terjadi persepsi yang keliru.

Berdasarkan prinsip di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang guru dalam mengajar harus memperhatikan kesesuaian mata pelajaran dengan media pembelajaran (alat peraga) yang digunakan. Hal ini akan berpengaruh terhadap persepsi siswa tentang motivasi kerja dan kemampuan mengajar guru.

B. Motivasi Kerja GuruDalam pembahasan motivasi kerja guru, sebelumnya diawali dengan teori tentang motif dan motivasi yang merupakan penjelmaan keberhasilan motivasi kerja guru.

1. Motif

Sudah umum orang menyebut motif untuk menunjukkan mengapa seseorang berbuat sesuatu. Secara harfiah, motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti to move atau menggerakkan. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (Branca dalam Walgito, 2002:168).

Menurut McDonald (dalam Sardiman, 2001:71) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sedangkan motif adalah suatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu (Purwanto, 2004:60). Menurut Sartain (dalam Purwanto, 2004:60) motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.

Menurut Uno (2007:3) motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu. Motif juga dapat diartikan sebagai kekuatan dalam diri individu yang menyebabkan bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah laku berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.

Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan karena motivasi merupakan penjelmaan akan berhasilnya motif. Berdasarkan definisi di atas disimpulkan bahwa motif adalah suatu pendorong dalam diri seseorang untuk bertindak mencapai suatu tujuan. Suatu motif mempunyai tujuan yang menjadi arah kegiatan bermotif.

2. Motivasi

Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar disebut motivasi. Berikut ini penjelasan beberapa istilah motivasi. Menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Hal ini karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, sehingga seseorang yang mempunyai motivasi kuat untuk mencapai dengan segala upaya yang dapat dia lakukan. Motivasi merupakan keadaan dalam organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.

Demikian dikemukakan bahwa motivasi mempunyai tiga aspek, yaitu

(1) keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, keadaan lingkungan dan keadaan mental, (2) perilaku yang timbul dan terarah, dan (3) tujuan yang dituju oleh suatu perilaku (Walgito, 2002:169).

Menurut Sartain (dalam Purwanto, 2004:61) motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan (goal) adalah menentukan atau membatasi tingkah laku organisme. Jika yang ditekankan ialah fakta atau obyek yang menarik organisme maka menggunakan istilah perangsangan (incentive). Sedangkan menurut pendapat Purwanto (2004:71) motivasi adalah pendorong; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Wittaker (dalam Soemanto, 2004:205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada manusia untuk bertingkah laku mencapai tujuan.

McDonal (dalam Soemanto, 2003:203) mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengertian motivasi dikemukakan oleh McDonald (dalam Sardiman, 2001:74) mengandung tiga elemen penting seperti berikut:

a. Bahwa motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang. Perkembangan motivasi mengakibatkan perubahan energi di dalam membawa sistem neorophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi dalam diri seseorang (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), namun penampakannya menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai oleh dorongan afektif. Motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan respon dari suatu reaksi-reaksi yakni tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga dalam diri manusia. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena rangsangan atau dorongan oleh adanya unsur lain yakni tujuan yang menyangkut soal kebutuhan.

Ketiga elemen menunjukkan bahwa motivasi merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Motivasi menyebabkan terjadinya perubahan tenaga dalam diri seseorang menyangkut persoalan kejiwaan, perasaan, dan emosi yang dapat menentukan tingkah lakunya. Semua didorong adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan.

Menurut Uno (2007:3), motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diintepretasikan dari tingkah laku. Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya feeling dan didahului tanggapan terhadap adanya tujuan. Pernyataan diatas mengandung tiga pengertian, yaitu:

1. Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu,

2. Motivasi ditandai oleh adanya rasa atau feeling, afeksi seseorang,

3. Motivasi dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi relevan dengan

persoalan kejiwaan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku

manusia.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan, bahwa motivasi terdiri dari kondisi intrinsik maupun ekstrinsik yang menjadi tenaga penggerak bagi seseorang untuk mau dan ingin melakukan sesuatu sesuai dengan harapan. Kondisi ini misalnya pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan materi maupun non materi. Pemenuhan kebutuhan akan menimbulkan dorongan yang kuat menggerakkan individu mencapai tujuan. Hal demikian mengandung makna, bahwa semakin tinggi motivasi kerja dalam mendukung kemampuan mengajar guru maka semakin tinggi pula motivasi prestasi siswa.

3. Motivasi Kerja

Dalam melakukan pekerjaan seseorang tidak selamanya dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik seperti pemenuhan keuangan atau gaji. Tetapi motivasi instrinsik merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Motivasi instrinsik antara lain kebanggaan akan diri individu dapat melakukan pekerjaan yang orang lain belum tentu mampu melakukannya, kecintaan terhadap pekerjaan, minat terhadap tugas atau pekerjaan yang dilakukan selama ini. Oleh sebab itu motivasi tidak hanya berwujud kepentingan ekonomis saja, tetapi bisa berbentuk kebutuhan psikis untuk melakukan pekerjaan secara aktif. Berikut ini akan menjelaskan motivasi kerja.

Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar kecilnya pengaruh motivasi pada seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan. Perbedaan motivasi kerja guru biasa tercermin dalam berbagai kegiatan bahkan prestasi yang dicapai (Uno, 2007:71).

Sedangkan motivasi kerja guru adalah suatu proses yang dilakukan untuk menggerakkan guru agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upaya nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2007:71). Keseluruhan kondisi ekstrinsik maupun instrinsik menjadi tenaga penggerak sehingga seseorang mau bekerja sesuai harapan. Motivasi kerja memegang peranan penting dalam bekerja.

C. Kemampuan Mengajar Guru 1. Pengertian Kemampuan Mengajar Guru

Menurut Sulton & Sulthoni (2005:2-3) mengajar merupakan tugas utama guru yang kompleks menuntut sejumlah pengetahuan dan seperangkat keterampilan yang harus digunakan secara terpadu dan harmonis dalam interaksi kelas. Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill (keterampilan), attitude (sikap), ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge (pengetahuan) (Howard dalam Slameto, 2003:32). Mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar untuk menyampaikan pesan pengajaran.

Kemampuan mengajar guru menurut Cooper (dalam Fatheh, 2001:40) adalah kemampuan yang perlu dimiliki guru dikelompokkan atas tiga hal yaitu: (a) kemampuan merencanakan pengajaran, (b) kemampuan mengimplementasikan kurikulum, dan (c) kemampuan mengevaluasi.

Moully (dalam Fatheh 2001:40) mengelompokkan tiga kemampuan yaitu: kemampuan memberikan pengalaman belajar dan selanjutnya ia menambahkan dua kemampuan lagi yang bersifat psikologis antara lain:

(a) kemampuan mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan (b) memberikan pengalaman belajar yang berguna melalui pengajaran dalam rangka mencapai tujuan, dan terakhir mengembangkan aspek-aspek kepribadian siswa secara menyeluruh.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengajar guru meliputi:

a. Mempersiapkan pengajaran,

b. Melaksanakan pengajaran,

c. Melakukan evaluasi

d. Memotivasi siswa,

e. Melaksanakan hubungan antar pribadi dengan siswa.

Kemampuan-kemampuan tersebut akan menjadi indikator dalam penelitian.

2. Komponen-komponen Mengajar Guru

a. Mengajar sebagai ilmu (teaching as a science).

b. Mengajar dalam kaitan sebagai ilmu mengacu kepada adanya suatu sistem eksplanasi dan prediksi yang mendasari.

c. Mengajar sebagai teknologi (teaching as a technology)

Mengajar dalam kaitan sebagai teknologi dilihat sebagai prosedur kerja dengan mekanisme dan perangkat alat yang dapat dan harus diuji secara empiris.

d. Mengajar sebagai suatu seni (teaching as a art)

Hakekat seni terwujud dalam kenyataan bahwa aplikasi prinsip, mekanisme, dan alat yang unik memerlukan pertimbangan-pertimbangan secara situsional, bahkan penyesuaian-penyesuaian transaksional, yang banyak dituntut oleh perasaan dan naluri, jadi tidak bertolak dari sekumpulan dalil dan rumus yang bersifat individual.

e. Pilihan nilai (wawasan kependidikan guru)

Bersumber pada pilihan nilai atau wawasan kependidikan guru yang dimaksud kembali pada tujuan umum pendidikan nasional yang dapat ditelusuri dalam rumusan-rumusan formal maupun kepada asumsi-asumsi konseptual dan filosofi yang mendasar.

f. Mengajar sebagai keterampilan (teaching as a skill)

Mengajar merupakan suatu proses penggunaan seperangkat keterampilan terpadu.

3. Prinsip-prinsip Mengajar Guru

Guru yang profesional harus memiliki dan menguasai prinsip-prinsip mengajar dan selalu aktif -kreatif menerapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Slameto dan R. Ibrahim (dalam Djamarah, 2002:75-80) mengemukakan ada sepuluh prinsip mengajar yang harus dikuasai guru sebagai berikut:

a. Prinsip Perhatian

Perhatian siswa sangat diperlukan dalam menerima bahan pelajaran dari guru. Salah satu usaha untuk memancing perhatian siswa adalah dengan menggunakan media yang merangsang siswa untuk berpikir, cara lainnya adalah menghubungkan yang akan dijelaskan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa atau bahan apersepsi.

b. Prinsip Aktivitas

Dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa yang diharapkan muncul tidak hanya aspek fisik, melainkan juga aspek mental. Siswa bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, berdiskusi, menulis, membaca, membuat grafik, dan mencatat hal-hal penting dari penjelasan guru, merupakan sejumlah aktivitas siswa yang aktif secara mental maupun fisik. Dengan demikian aktivitas siswa lebih banyak daripada aktivitas guru. Guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator dari aktivitas belajar siswa di kelas.

c. Prinsip Apersepsi

Apersepsi adalah salah satu prinsip mengajar yang ikut membantu siswa memproses perolehan belajar. Prinsip ini bukan hanya membantu siswa untuk melakukan asosiasi, tetapi juga mengadakan reproduksi terhadap pengalaman belajar. Upaya guru melaksanakan prinsip ini adalah guru berusaha membantu siswa dengan cara menghubungkan pelajaran yang sedang diberikan (bahan baru) dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa (bahan lama). Proses pengolahan kesan lebih mudah dan cepat. Pengertian yang didapatkan siswa tidak terkotak-kotak.

d. Prinsip Peragaan

Dalam menyampaikan pelajaran, terkadang kata-kata atau kalimat guru kurang mampu mewakili sesuatu obyek yang diberikan, sehingga mengaburkan pengertian tentang obyek yang disampaikan. Apalagi obyek yang disampaikan tidak pernah dikenal siswa, sehingga kesalahan pengertian cenderung terjadi. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan tersebut, guru perlu menghadirkan benda-benda yang asli atau menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau menggunakan media lain seperti radio, tape recorder, televisi, dan sebagainya. Jika penjelasan yang mendekati realistik ditambah menghadirkan bendanya, guru membantu siswa membentuk pengertian terhadap obyek. Dengan cara ini guru, dapat lebih menggairahkan belajar siswa.

e. Prinsip Repetisi

Suatu anggapan yang keliru bila guru beranggapan bahwa semua siswa mudah menerima pelajaran yang diberikan di kelas. Sifat bahan pelajaran bermacam-macam, sehingga memerlukan strategi yang berbeda dalam penyampaian. Sifat bahan pelajaran yang mudah, sedang, atau sukar memerlukan tanggapan siswa dengan tingkat pengertian yang bervariasi. Salah satu usaha untuk membantu siswa agar mudah menerima dan mengerti terhadap bahan pelajaran yang diberikan adalah dengan cara pengulangan atau dengan cara diulang-ulang, sehingga membantu siswa menyerap bahan pelajaran dengan mudah. Pengertian pun semakin lama semakin jelas, tahan lama, dan tidak mudah terlupakan didalam otak siswa.

f. Prinsip Korelasi

Setiap mata pelajaran sebenarnya hanya berbeda dalam penamaan. Dalam aplikasinya sering kait mengkait. Guru yang menjelaskan suatu bahan pelajaran tidak bisa begitu saja mengabaikan penguasaan wawasan mata pelajaran lain dalam penjelasannya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya serap siswa terhadap mata pelajaran yang dijelaskan. Bila prinsip apersepsi bertumpu pada hubungan antara ruang lingkup mata pelajaran itu sendiri, sedangkan prinsip korelasi berusaha menghubungkan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Tetapi keduanya sama-sama membantu meningkatkan pengertian siswa terhadap suatu bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.

g. Prinsip Konsentrasi

Dalam menyampaikan pelajaran, guru harus mengkonsentrasikan pada pokok bahasan tertentu. Jangan membicarakan pokok bahasan lain, yang tidak berhubungan dengan pokok bahasan yang diberikan kepada siswa. Pokok bahasan harus terfokus pada masalah tertentu, sehingga siswa mudah menyerap bahan pelajaran yang diberikan.

h. Prinsip Sosialisasi

Siswa adalah sekelompok makhluk yang dikatakan homo socius, makhluk yang cenderung hidup dalam kelompok. Kesendirian dalam pengasingan merupakan penderitaan bagi anak. Diasingkan oleh kawan adalah pukulan batin yang menyedihkan bagi siswa. Di dalam kelas terdapat sekelompok siswa dengan strata sosial yang bervariasi, sehingga hidup bersama-sama dalam interaksi sosial. Kondisi kelas seperti ini guru harus pahami, sehingga tidak memaksakan kehendak agar siswa dipaksa belajar seorang diri terus-menerus. Suatu ketika guru perlu mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kelompok belajar, demikian siswa dapat bekerja sama, saling menolong, dan bergotong royong dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Belajar dalam kebersamaan dapat meningkatkan gairah belajar siswa di kelas.

i. Prinsip Individualisasi

Walaupun siswa hidup dalam sistem sosial, tetapi siswa tetap mempunyai karakteristik sendiri. Demikian setiap siswa mempunyai perbedaan yang khas seperti perbedaan intelegensi, hobi, bakat, minat, perilaku, watak, dan gaya belajar. Latar belakang kebudayaan, tingkat sosial ekonomi dan kehidupan rumah tangga orang tua ikut melahirkan perbedaan siswa secara individual. Perbedaan siswa di atas perlu guru pahami demi kepentingan pengajaran. Guru harus merencanakan program pengajaran demi kepentingan perbedaan individual siswa. Memahami siswa sebagai individu dengan segala kekurangan dan kelebihan merupakan tugas guru dalam rangka meningkatkan ketuntasan belajar (mastery learning) bagi siswa. Daya serap siswa yang tidak sama merupakan titik rawan yang hanya dapat dipecahkan dengan pemberian waktu bervariasi dalam belajar.

j. Prinsip Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan guru yang tidak bisa diabaikan, sebab evaluasi memberikan petunjuk sampai dimana keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Agar pelaksanaanya sesuai dengan harapan, guru harus memiliki pengertian yang jelas mengenai evaluasi, tahu apa tujuan evaluasi, kegunaan evaluasi, dan bentuk maupun prosedur evaluasi. Evaluasi diharapkan memberikan data yang akurat, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan memprogram kegiatan belajar mengajar lebih baik. Hasil evaluasi dalam bentuk laporan yang tertera dalam buku rapor akan memotivasi siswa dalam belajar.

4. Tugas Mengajar Guru

Corners (dalam Sulton & Sulthoni, 2005:4-6) mengidentifikasikan tugas mengajar guru menjadi tiga tahap yang bersifat suksesif. Tahap tugas mengajar guru yaitu: tahap sebelum pengajaran (pre-active), tahap pengajaran (inter-active), dan tahap sesudah mengajar (post-active). Apa yang harus diperbuat guru dalam masing-masing tahap mengajar dalam uraian berikut:

a. Tahap Sebelum Mengajar (Pre-active)

Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan, program semester, pelaksanaan kurikulum, program satuan pelajaran dan perencanaan program mengajar. Dalam merencanakan program tersebut perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan:

1) Bekal bawaan yang ada pada siswa (pupil entering behaviour).

2) Perumusan tujuan pelajaran.

3) Pemilihan metode.

4) Pemilihan pengalaman-pengalaman belajar.

5) Pemilihan bahan pengajaran, peralatan, dan fasilitas belajar.

6) Mempertimbangkan karakteristik siswa.

7) Mempertimbangkan cara membuka pelajaran, mengembangkan, dan cara menutup pelajaran.

8) Mempertimbangkan peranan siswa dan pola pengelompokan.

9) Mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar, antara lain: pemberian penguatan, motivasi, mata rantai kognitif, pokok-pokok yang akan dikembangkan, penentuan model, transfer, keterlibatan aktif siswa, dan pengulangan.

b. Tahap Pengajaran (Inter-active)

Dalam tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan group atau siswa secara individu. Rentangan interaksi berada diantara dua kutub yang ekstrim, yaitu suatu kegiatan yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam tahap pengajaran adalah:

1) Pengelolaan dan pengendalian kelas.

2) Penyampaian informasi, keterampilan-keterampilan, dan konsep-konsep.

3) Penggunaan tingkah laku verbal, misalnya keterampilan bertanya, demonstrasi, penggunaan model.

4) Penggunaan tingkah laku non verbal seperti bergerak pindah guru dan sasmita guru.

5) Cara mendapatkan balikan.

6) Mempertimbangkan prinsip-prinsip psikologi, antara lain: motivasi, pengulangan, pemberian penguatan, balikan kognitif, pokok-pokok yang akan dikembangkan (advance organizers), mata rantai kognitif, transfer, keterlibatan siswa.

7) Mendiagnosa kesulitan belajar.

8) Menyajikan kegiatan sehubungan dengan perbedaan individual.

9) Mengevaluasi kegiatan interaksi.

c. Tahap Sesudah Mengajar (Post-active)

Tahap ini merupakan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan siswa. Beberapa perbuatan guru yang nampak pada tahap sesudah mengajar, adalah: 1) Menilai pekerjaan siswa.

2) Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya.

3) Menilai kembali proses belajar-mengajar yang telah berlangsung.

Ketiga tahap pengajaran harus mencerminkan hasil belajar siswa yang berkaitan dengan kognitif, afektif, dan psikomotor.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tugas Mengajar Guru

Menurut Sulton & Sulthoni (2005:6-8) tahap-tahap pengajaran dalam melaksanakan tugas-tugas mengajar ada dua faktor berpengaruh, yaitu:

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan sangat menentukan tugas guru pada tahap sebelum pengajaran dalam menyusun satuan pelajaran. Faktor ini harus dipertimbangkan baik-baik, sebab menentukan keberhasilan guru dalam tugas mengajar. Faktor lingkungan terdiri atas:

1) Ciri-ciri masyarakat

Ciri-ciri masyarakat setempat seperti masyarakat pertanian, nelayan, industri, kota, desa atau masyarakat yang sedang membangun perlu mendapatkan pertimbangan sebelum mengajar.

2) Ciri-ciri sekolah

Ciri-ciri sekolah yang perlu mendapat pertimbangan adalah: jenis sekolah (sekolah umum atau kejuruan) dan jenjang sekolah (sekolah dasar, sekolah menengah dengan berbagai tingkatan), dan status sekolah (negeri atau swasta).

3) Ciri-ciri murid

Perbedaan individual dalam hal minat, kemampuan, bakat, kondisi fisik, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya, sangat menentukan keberhasilan siswa.

4) Pengaruh kebijakan pemerintah dan sekolah

Tujuan pendidikan, sistem pendidikan, kurikulum, dan kebijakan khusus yang terdapat pada masing-masing sekolah perlu dipertimbangkan dalam penyusunan persiapan mengajar.

5) Sumber yang diperlukan

Ada tidaknya sumber belajar yang tersedia sangat menentukan strategi dalam perencanaan pengajaran, antara lain: keperpustakaan, koperasi, usaha kesehatan sekolah.

b. Faktor Perilaku Guru

Menurut Sulton & Sulthoni (2005:7-8) mengajar di depan kelas merupakan wujud interaksi dalam proses komunikasi. Guru sebagai pemegang kunci (key person) sangat menentukan proses keberhasilan belajar siswa. Sebagai key person guru harus melaksanakan perilaku-perilaku sebagai berikut:

1) Kejelasan dalam menyampaikan informasi secara verbal maupun non verbal.

2) Kemampuan guru dalam membuat variasi tugas dan tingkah laku.

3) Sifat hangat dan keantusiasan guru dalam berkomunikasi.

4) Perilaku guru yang berorientasi pada tugasnya saja tanpa merancukan dengan hal yang bukan merupakan tugas keguruan.

5) Perilaku guru yang berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada siswa dalam mempelajari tugas yang ditentukan.

6) Kesalahan guru dalam menggunakan gagasan-gagasan yang dikemukakan siswa dan pengarahan umum secara tidak langsung.

7) Perilaku guru dalam menghindari kritik yang bersifat negatif terhadap siswa.

8) Perilaku guru dalam memberikan komentar-komentar terstruktur.

9) Perilaku guru dalam membuat variasi keterampilan bertanya.

10) Kemampuan guru mengalokasikan waktu pengajaran sesuai dengan alokasi waktu dalam perencanaan satuan pelajaran.

D. Motivasi Berprestasi Siswa1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Kajian teoritis tentang motivasi berprestasi diawali dari tinjauan teoritis tentang motivasi pada umumnya terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu. Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk memenuhi prestasi.

Motivasi berprestasi pertama dikemukakan oleh McClelland yang didasarkan atas hasil penelitiannya selama lima tahun. Menurut McClelland (dalam Fatheh, 2001:27) mengemukakan motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk bekerja dengan baik, bukan demi penghargaan sosial atau prestise, tetapi untuk mencapai perasaan keberhasilan diri. Motivasi berprestasi bersumber dari dalam diri individu dan mendorong individu tersebut mencapai keberhasilan.

Heckhausen sebagaimana dikutip oleh Lismintari (2006:24) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai berikut:

Achievement motivation defened as the stiving to increase, or keep as hig as possible, ons own capability in all activities in wich a stsaudarard of excellence is thought to apply and where the excellence of such activities can, therefore, either succeed or fail.

Motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk meningkatkan atau mempertahankan kecakapan dalam semua bidang dengan standar kualitas sebagai pedomannya.

Motivasi berprestasi siswa adalah keinginan yang kuat seorang siswa untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaan yang ditandai dengan upaya aktualisasi diri, kepedulian pada keunggulan dan pelaksanaan tugas yang optimal berdasarkan perhitungan rasional.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motivasi Berprestasi Siswa

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi baik intrinsik maupun yang ekstrinsik pada dasarnya adalah kondisi internal yang merupakan salah satu aspek kepribadian. Sebagai salah satu aspek kepribadian manusia, motivasi berprestasi tidak terlepas dari kaitan dan pengaruh faktor-faktor lain dalam perkembangan dan fungsinya. Perkembangan motivasi berprestasi siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi siswa yaitu aspek-aspek kepribadian siswa, seperti sikap dan minat yang dimilikinya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri yaitu lingkungan. Kaitannya menurut Murry (dalam Hall dan Lindzey,1978) seperti dikutip Munir (2003:25) menyatakan bahwa motivasi berprestasi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan tempat bermain. Menurut Hill dan Shelton (dalam Gani, 1999:30) juga mengakui bahwa motivasi berprestasi yang dikembangkan anak tergantung pada lingkungan dan nilai yang berlaku di masyarakat.

Faktor internal dan faktor eksternal harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru dalam mengelola kelas dan menciptakan hasil berupa peningkatan mutu atau kualitas siswa yang tercermin pada peningkatan motivasi berprestasi siswa.

3. Karakteristik Motivasi Berprestasi

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang motivasi berprestasi, maka perlu diuraikan beberapa karakteristik motivasi berprestasi. Menurut Tronburgh ada lima karakteristik umum motivasi berprestasi, yaitu:

a. Tingkah laku yang bermotivasi adalah digerakkan,

b. Tingkah laku yang bermotivasi adalah memberikan arah,

c. Motivasi menimbulkan intensitas bertindak,

d. Motivasi adalah selektif, dan

e. Motivasi merupakan kunci untuk pemuasan kebutuhan

Prayitno (dalam Yahmin, 1992:33).

Sardiman (2001:81) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).

Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindakan kriminalitas, amoral, dan sebagainya).

d. Lebih suka bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

4. Fungsi Motivasi dalam Motivasi Berprestasi

Sehubungan dengan motivasi merupakan sebagai serangkaian usaha yang muncul dari dalam diri seseorang, sehingga seseorang memiliki semangat untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan harapan. Motivasi berfungsi untuk mendorong manusia dalam bekerja, mengarahkan kerja, dan menyeleksi pekerjaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Lebih lanjut Owens (dalam Dewinofrita, 2005:30) menguraikan bahwa motivasi mempunyai tiga fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) motivasi berfungsi mendorong manusia untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan atau menggerakkan orang tersebut. Adanya motivasi pada diri seseorang maka orang tersebut akan tergerak atau terdorong untuk berbuat sesuatu, (2) motivasi berfungsi menentukan arahan perbuatan. Perbuatan seseorang selalu mengarah pada tercapainya tujuan. Tercapainya tujuan tergantung pada kuat tidaknya motivasi yang mendorongnya, (3) motivasi berfungsi menyeleksi perbuatan. Dalam waktu yang bersamaan seseorang bisa mempunyai beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan kegiatan atau perbuatan yang harus dilakukan. Perbuatan yang banyak dilakukan adalah perbuatan yang didasari dengan motivasi.

Menurut Sardiman (2001:83) ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Disamping ketiga fungsi di atas, motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil belajar yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya usaha yang tekun dan didasari motivasi, maka seseorang yang belajar akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

E. Program Akselerasi1. Dasar Pemikiran Sekolah Akselerasi

Adapun dasar pemikiran dalam penyelenggaraan sekolah akselerasi adalah sebagai berikut:

a. Landasan Yuridis

Kesungguhan pemerintah untuk memberikan pelayanan bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa secara tegas telah dinyatakan dalam:

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992

Pasal ayat 1: Siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang ditetapkan dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan di SMU sekurang-kurangnya dua tahun.

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999 mengamanatkan: Melakukan pembaharuan kurikulum, berupa difersifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta difersifikasi jenis pendidikan secara profesional.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 5 ayat 4 menegaskan bahwa: Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Begitu pula dalam Pasal 12 ayat 1 menyatakan bahwa: Setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditentukan.

Demikian dapat disimpulkan bahwa program percepatan belajar (akselerasi) sebagai salah satu bentuk alternatif layanan pendidikan bagi siswa yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa telah memiliki landasan kebijakan yang kuat, yaitu UUSPN, Peraturan Pelaksanaan, dan GBHN.

b. Landasan Teoritis

1) Batasan

Berdasarkan UUSPN No. 20 Tahun 2003 menggunakan istilah warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa berkaitan erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun juga beberapa jenis kemampuan lainnya berdasarkan teori Gardner yang dikenal Multiple Intelligences yaitu, kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan spasial, kecerdasan logical-matematikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal (Depdiknas, 2003:12).

Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepatan belajar dibatasi hanya pada kemampuan intelektal umum saja. Ada dua acuan yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual umum, yaitu (1) acuan unidimensional, lebih dikenal sebagai batasan yang disampaikan oleh Lewis Terman, dan (2) acuan multidimensional, yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan Smith dengan tiga konsep cincin (The Tree Ring Conception) (Depdiknas, 2003:13).

Gambar 2.1 Tiga Konsep Cincin tentang Kemampuan Di atas Rata-rata, Tanggung Jawab Tugas, dan Kreativitas.

Pendekatan unidimensional, kriteria yang digunakan hanya menggunakan skor saja. Secara operasional batasan kemampuan intelektual umum yang digunakan adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 skala Wechsler. Sedangkan untuk pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu. Batasan yang digunakan adalah mereka yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan (ditetapkan skor IQ 125 ke atas skala Wechsler), dimensi kreatif cukup (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku cukup) dan pengikat diri terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik) (Depdiknas, 2003:13).2) Ciri-ciri Keberbakatan

Konsep keberbakatan yang digunakan dari Renzulli, Reis, dan Smith (1979) menyebutkan bahwa keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaitan antara tiga kelompok ciri (cluster) yaitu kemampuan umum, kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas rata-rata. Penggunakan tiga konsepsi dari Renzulli, Reis, dan Smith (1979) disesuaikan dengan kondisi yang ingin dikembangkan oleh pihak sekolah.

Demikian definisi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam program percepatan belajar adalah:

Mereka yang oleh psikolog atau guru diidentifikasi sebagai siswa yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik.

Menurut Depdiknas (2003:16-17) siswa yang tergolong berbakat berikut disampaikan 14 ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikan dengan tiga aspek:

(a) lancar berbahasa (mampu mengutarakan pendapat);

(b) memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan;

(c) memiliki kemampun tinggi dalam berpikir logika dan kritis;

(d) mampu belajar atau bekerja secara mandiri;

(e) ulet dalam menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);

(f) mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau

perbuatannya;

(g) cermat atau teliti dalam mengamati;

(h) memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan

masalah;

(i) mempunyai minat luas;

(j) mempunyai daya imajinasi yang tinggi;

(k) belajar dengan mudah dan cepat;

(l) mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat;

(m) mampu berkonsentrasi;

(n) tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar.

c. Landasan Empiris

Berdasarkan ciri-ciri di atas, terkesan seakan-akan siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa hanya memiliki sifat-sifat positif saja. Sebetulnya tidak demikian. Sebagaimana anak pada umumnya, anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian, penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, maka mereka akan menderita kecemasan dan keraguan. Jika minat, tujuan, dan tingkah laku mereka berbeda dengan siswa pada umumnya, tidak memperoleh pengakuan maka akan mengalami kesulitan (Depdiknas, 2003:16).

Menurut Martinson dikutip oleh Seogoe (dalam Depdiknas, 2003:

17-18) menunjukkan bahwa ciri-ciri tertentu dari siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat mengakibatkan timbulnya masalah-masalah tertentu antara lain:

1. Kemampuan berpikir kritis dapat mengarahkan ke arah sikap meragukan (skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain;

2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal yang baru, bisa menyebabkan mereka tidak menyukai atau lekas bosan terhadap tugas-tugas rutin;

3. Perilaku yang ulet dan terarah pada tujuan, dapat mengarah pada keinginan untuk memaksa atau mempertahankan pendapatnya;

4. Kepekaan yang tinggi, dapat membuat mereka menjadi mudah tersinggung atau peka terhadap kritik;

5. Semangat, kesiagaan mental, dan inisiatif yang tinggi, dapat membuat kurang sabar dan kurang tenggang rasa jika tidak ada kegiatan atau jika kurang tampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung;

6. Dengan kemampuan dan minat yang beraneka ragam, mereka membutuhkan keluwesan serta dukungan untuk dapat menjajaki dan mengembangkan minat;

7. Keinginan mereka untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, serta kebutuhan akan kebebasan, dapat menimbulkan konflik karena tidak mudah menyesuaikan diri atau tunduk terhadap tekanan dari orang tua, sekolah, atau teman-temannya. Ia juga bisa merasa ditolak atau kurang mengerti lingkungannya;

8. Sikap acuh tak acuh dan malas, dapat timbul karena pengajaran yang diberikan di sekolah kurang mengundang tantangan.

Berdasarkan penelitian Widyastono (dalam Depdiknas, 2003:18) menyatakan siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga suka mengganggu teman-teman sekitarnya. Hal demikian disebabkan karena mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan guru di depan kelas di banding teman-temannya, sehingga mereka memiliki banyak waktu. Akibat lebih lanjut, mereka dapat menjadi anak yang berprestasi di bawah potensinya (underachiever), bahkan mungkin menjadi anak yang bermasalah (mengalami kesulitan belajar).

Masalah-masalah di atas dapat terjadi karena siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belum mendapat pelayanan pendidikan yang memadai secara tidak disadari. Apabila teman-teman sekelas mereka memiliki tingkat kemampuan dan kecerdasan yang relatif sama (homogen) maka masalah tersebut tidak akan terjadi.

d. Landasan Filosofis

Penyelenggaran pendidikan khusus bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, termasuk program percepatan (akselerasi) didasari filosofi yang berkenaan dengan: (1) hakekat manusia, (2) hakekat pembangunan nasional, (3) tujuan pendidikan, dan (4) usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut (Depdikbud, 2003:20-21).

Pertama, manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa telah dilengkapi dengan berbagai potensi dan kemampuan. Potensi pada dasarnya merupakan anugerah kepada manusia yang semestinya dimanfaatkan, dikembangkan, dan tidak disia-siakan. Pendidikan dan lingkungan umumnya berfungsi untuk mengembangkan potensi agar menjadi aktual dalam kehidupan sehingga berguna bagi orang yang bersangkutan, masyarakat, dan bangsanya, serta menjadi bekal untuk menghambakan diri kepada Tuhan. Demikian, usaha untuk mewujudkan anugerah potensi secara penuh merupakan konsekuensi amanah Tuhan.

Kedua, agar dapat memainkan perannya sebagai subyek pembangunan, manusia Indonesia harus dikembangkan untuk menjadi manusia yang utuh, dan berkembang segenap dimensi potensinya secara wajar. Pendidikan nasional mengemban tugas dalam mengembangkan manusia Indonesia sehingga menjadi manusia yang utuh dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan.

Ketiga, pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan keadilan. Upaya mencapai keunggulan dalam pendidikan, diperlukan bukan hanya memberikan kesempatan yang sama, melainkan memberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi obyektif siswa. Perlakuan pendidikan yang adil didasarkan kepada minat, bakat, dan kemampuan serta kecerdasan siswa. Di pihak lain, memperlakukan secara sama setiap siswa yang berbeda bakat, minat, dan kemampuan serta kecerdasannya merupakan ketidakadilan.

Keempat dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa, pendidikan berpegang kepada asas keseimbangan dan keselarasan, yaitu keseimbangan antara kreativitas dan disiplin, keseimbangan antara persaingan (kompetitif) dan kerjasama (kooperatif), dan keseimbangan antara tuntutan dan prakarsa.

2. Program Akselerasi

a. Pengertian Akselerasi

Menurut Colangelo seperti yang dikemukakan oleh Hadawi (2004:5-6) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model pelayanan, pengertian akselerasi termasuk juga taman kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas, dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas diatasnya. Sebagai model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dan yang seharusnya dikuasai siswa saat itu. Program akselerasi dapat dilakukan dalam kelas reguler, ruang sumber, ataupun kelas khusus dan bentuk akselerasi yang diambil berupa telescoping curriculum, yaitu siswa dapat menyelesaikan dua tahun atau lebih kegiatan belajarnya menjadi satu tahun atau dengan cara self-paced studies, yaitu siswa mengatur kecepatan belajarnya sendiri.

Secara konseptual, menurut Pressey (dalam Hadawi, 2004:31) pengertian akselerasi sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Definisi menunjukkan bahwa akselerasi meliputi persyaratan untuk menghindari hambatan, pemenuhan permintaan dalam pengajaran dan mengusulkan proses-proses yang memungkinkan siswa melalui pemberian materi yang lebih cepat dibanding dengan kemajuan rata-rata siswa.

Ada tiga hal pokok dari definisi di atas yaitu: (1) perlu adanya kemantapan eksistensi dari satu kumpulan materi, tugas, keterampilan, dan persyaratan pengetahuan dari setiap jenjang pengajaran, (2) mempersyaratkan adanya kecepatan dari kemajuan yang diinginkan dan spesifik, melalui kurikulum yang cocok untuk semua siswa, (3) adanya dugaan bila dibandingkan dengan usia teman sebaya, siswa yang cerdas akan mampu lebih cepat melaju melalui suatu program pengajaran yang standar.

b. Tujuan

Menurut Depdiknas (2003:5-6) ada dua tujuan yang mendasari dikembangkan program akselerasi bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa:

1) Tujuan Umum

a. Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik khusus dan aspek kognitif dan afektifnya;

b. Memenuhi hak asasinya selaku siswa sesuai dengan kebutuhan pendidikan dirinya;

c. Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa;

d. Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa;

e. Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan masyarakat untuk pengisian peran;

f. Menyiapkan siswa menjadi pemimpin masa depan.

2) Tujuan Khusus

a. Memberikan penghargaan untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat sesuai dengan potensinya;

b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran siswa;

c. Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan siswa secara optimal;

d. Memacu siswa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara seimbang.

c. Model Penyelenggaraan

Menurut Depdiknas (2003:27) bentuk penyelenggaraan program pendidikan yang sudah dilaksanakan terdiri dua jenis program yang sudah yaitu program pengayaan (enrichment), dan program percepatan (acceleration):

1) Program pengayaan (enrichment) yaitu pemberian pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki siswa, dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan atau pendalaman, setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan untuk siswa lainnya. Program ini cocok untuk siswa yang bertipe enriched learner.2) Program percepatan (acceleration) yaitu pemberian pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu lebih singkat dibanding teman-temannya. Program ini cocok bagi siswa yang bertipe accelerated learner.

Model penyelenggaraan lainnya ditinjau dari bentuk penyelenggaraan program kecepatan belajar. Ditinjau dari bentuk penyelenggaraan menurut Clark (dalam Depdiknas, 2003:27-29) yaitu:

1) Kelas Reguler

Kelas dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa tetap berada dengan siswa lainnya di kelas reguler (model inklusi). Bentuk penyelenggaraan pada kelas reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) kelas reguler dengan kelompok (cluster) yaitu: siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama siswa lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, (2) kelas reguler dengan full out yaitu: siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa bersama siswa lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, kelompok, atau belajar dengan guru pembimbing khusus, dan (3) kelas reguler dengan cluster dan full out yaitu: siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama siswa lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, kelompok, atau belajar dengan guru pembimbing khusus.

Keuntungan pada program kelas reguler adalah mudah mengenali akseleran, tidak diperlukan ruangan khusus, akseleran dapat berinteraksi dengan siswa reguler, akseleran dapat membantu kelas reguler (tutor sebaya). Kelemahan pada program kelas reguler adalah guru kurang memahami karakteristik dan kebutuhan siswa, guru kurang menguasai kurikulum berdiferensiasi.

2) Kelas Khusus

Kelas dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar dalam kelas khusus. Siswa program akselerasi dikelompokkan dalam satu kelas khusus dengan program khusus. Keuntungan pada program kelas khusus adalah lebih mudah mengatur jadwal, memudahkan pelaksanaan program, memberi program berkelanjutan bagi akseleran, guru lain dapat mengamati dan mempelajari metode-metode mengajar untuk akseleran. Kelemahan pada program kelas khusus adalah membutuhkan ruang, sarana dan prasarana, sumber pustaka khusus, guru dapat bersikap kurang positif terhadap pemisahan siswa, kecenderungan untuk memberi label pada akseleran.

3) Sekolah Khusus

Sekolah dimana semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa khusus yang memiliki potensi dan bakat istimewa. Satu sekolah hanya menyelenggarakan satu bentuk pelayanan pendidikan yaitu hanya program akselerasi. Akseleran pada bentuk sekolah khusus, ada yang harus dalam asrama dan ada yang tidak dalam asrama.

Keuntungan pada bentuk sekolah khusus yang berasrama adalah waktu belajar lebih panjang, memudahkan kegiatan ekstrakurikuler, sedangkan keuntungan sekolah yang tanpa asrama adalah memudahkan untuk berinteraksi dengan sekolah lain. Kelemahan bentuk sekolah berasrama yaitu kurang sesuai untuk jenjang SD, adanya perpisahan dengan keluarga dan harus menyesuaikan diri, sedangkan yang tanpa asrama adalah timbulnya penilaian yang berlebihan dari masyarakat sehingga menimbulkan jarak antara siswa akselerasi dengan siswa reguler yang kurang baik.

d. Manajemen

1) Rekruitmen Siswa

Rekruitmen siswa program akselerasi didasarkan atas dua tahap yaitu: tahap 1 dilakukan dengan meneliti dokumen data seleksi Penerimaan Siswa Baru (PSB). Kriteria lolos pada tahap 1 didasarkan atas kriteria tertentu berdasarkan skor data Nilai Ebtanas Murni (NEM) SLTP, skor tes seleksi akademis, serta skor tes psikologi yang terdiri tiga kelompok, yaitu intelegensi, kreativitas, dan pengikat diri atau tanggung jawab terhadap tugas (taks commitment) (Lubis dalam Hadawi, 2004:122). Seseorang disebut berbakat jika memiliki hasil perpaduan tiga kelompok tersebut dengan kadar tinggi Renzulli. Selain faktor kemampuan untuk melihat faktor kepribadian maka dilakukan tes motivasi berprestasi, penyesuaian diri, stabilitas emosi, ketekunan, dan kemandirian. Biasanya persentase yang lolos pada tahap ini berkisar antara 15-25 % dari jumlah siswa yang diterima dalam seleksi Penerimaan Siswa Baru. Penyaringan tahap 2 dilakukan dengan dua strategi yaitu: (a) data subyektif dan (b) strategi informasi data obyektif.a. Strategi informasi Data Subyektif

Informasi data subyektif diperoleh dari proses pengamatan yang bersifat kumulatif. Informasi dapat diperoleh melalui check list perilaku, nominasi oleh guru, nominasi oleh orang tua, nominasi oleh teman sebaya, dan nominasi dari diri sendiri.

b. Strategi Informasi Data Obyektif

Informasi data obyektif diperoleh melalui alat-alat tes yang lebih lengkap sehingga dapat memberikan informasi lebih beragam. Kedua strategi tersebut dapat digunakan untuk memberikan informasi lebih lengkap dan utuh tentang siswa yang memiliki tingkat keberbakatan intelektual tinggi dan diharapkan mampu untuk mengikuti Program Akselerasi (biasanya jumlah yang tersaring berkisar antara 3-10 %).

2) Kegiatan Pembelajaran

2.1 Guru

Guru yang mengajar program akselerasi adalah guru-guru biasa yang juga mengajar program reguler. Hanya saja sebelumnya mereka telah dipersiapkan dalam suatu lokakarya dan workshop sehingga mereka memiliki pemahaman tentang perlunya layanan pendidikan bagi anak-anak berbakat, keterampilan menyusun Program Kerja Guru (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), pemilihan strategi pembelajaran, penyusunan catatan lapangan, serta melakukan evaluasi pengajaran bagi siswa program akselerasi (Lubis dalam Hadawi, 2004:124).

Semua siswa di sekolah memerlukan guru yang baik, tidak hanya siswa yang memiliki potensi dan bakat istimewa. Guru menentukan tujuan dan sasaran belajar; membantu pembentukan nilai-nilai pada anak, misalnya nilai hidup, nilai moral, dan nilai sosial; memilihkan pengalaman belajar; menentukan metode dan strategi mengajar; dan yang paling penting menjadi panutan perilaku bagi siswa. Namun bagaimanapun tidak semua guru dapat mengajar siswa yang memiliki potensi dan bakat istimewa. Menurut Maker (dalam Munandar, 2002:145-148) membagi karakteristik guru bagi siswa yang memiliki potensi dan bakat istimewa menjadi tiga kelompok yaitu:

2.1.1 Karakteristik FilosofisKarakteristik filosofis penting karena pandangan guru mengenai pendidikan ikut menentukan pendekatan guru terhadap siswa di kelas. Guru bagi siswa yang memiliki potensi dan bakat istimewa perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses pembelajaran.

Kompetensi guru sebagai tenaga pengajar pada program akselerasi adalah:

a. Memiliki pengetahuan tentang sifat dan kebutuhan anak yang memiliki potensi dan bakat istimewa,

b. Memiliki keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir tinggi,

c. Memiliki pengetahuan tentang kebutuhan afektif dan kognitif anak berbakat,

d. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemecahan masalah secara kreatif,

e. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan untuk anak berbakat,

f. Memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi mengajar individual,

g. Memiliki pengetahuan untuk menunjukkan teknik mengajar yang sesuai,

h. Memiliki kemampuan membimbing dan memberi konseling kepada anak berbakat dan orang tuanya,

i. Memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian.

2.1.2 Karakteristik Kompetensi

Karakteristik profesional guru dapat dikembangkan melalui pelatihan dalam jabatan (in service training) seperti kemampuan untuk mempergunakan dinamika kelompok, teknik dan strategi yang maju (advanced) dalam mata pelajaran tertentu, memberi pelatihan penyelidikan, dan memahami ilmu komputer. Menurut Plowman (dalam Munandar, 2002:146-147) membedakan sepuluh kelompok karakteristik profesional guru bagi anak berbakat, yaitu:

a. Penilaian (assessment) siswa berbakat,

b. Pengetahuan tentang sifat dan kebutuhan siswa berbakat,

c. Penggunaan data assessment dalam merencanakan program individual untuk siswa berbakat,

d. Pengetahuan tentang model kurikulum yang penting untuk pendidikan siswa berbakat,

e. Kemampuan dalam menggunakan dinamika kelompok,

f. Pengetahuan tentang berbagai program keberbakatan, minat dan komitmen terhadap pembelajaran siswa berbakat,

g. Pengetahuan tentang aturan dan hukum sehubungan dengan pendidikan siswa berbakat,

h. Pengetahuan dan kemampuan untuk membimbing anak berbakat dan orang tuanya,

i. Pengetahuan tentang kecenderungan dan isu dewasa dalam pendidikan anak berbakat.

2.1.3 Karakteristik Pribadi

Karakteristik pribadi guru bagi siswa berbakat meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan keluwesan (fleksibilitas). Menurut Lindsey (dalam Munandar, 2002:147) mengemukakan karakteristik pribadi dari guru yang berhasil bekerja dengan siswa berbakat mencakup memahami dan menerima diri sendiri, mempunyai kekuatan ego, kepekaan terhadap orang lain, minat intelektual di atas rata-rata, serta tanggung jawab terhadap perilaku diri sendiri dan akibatnya. Karakteristik pribadi lain dari guru siswa berbakat adalah empati, tenggang rasa, orisinalitas, antusiasme, dan aktualisasi diri.

Dari ciri-ciri di atas, seperti fleksibilitas dan orisinalitas, jelas sekali bahwa guru siswa berbakat perlu memiliki kreativitas, agar mampu memberikan tantangan ketika mengajar, serta dapat pula mengembangkan kreativitas siswa. Keberhasilan dalam pengembangan dan pelaksanaan program akselerasi banyak bergantung pada guru yang memiliki keterampilan yang diperlukan, karakteristik pribadi, dan filosofis yang menunjang tujuan program.

Demikian, tenaga kependidikan yang menangani dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa khususnya guru yang mengajar program akselerasi adalah guru yang unggul, baik dan segi penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas.

2.2 Kurikulum

Muatan materi kurikulum untuk program akselerasi tidak jauh berbeda dengan kurikulum standar yang digunakan untuk program regular. Perbedaannya terletak pada penyusunan kembali struktur program kerja dan alokasi waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi dua tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas X ditambah dengan setengah materi kelas XI. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas XI yang tersisa dan seluruh materi kelas XII (Lubis dalam Hadawi, 2004:124).

Pengaturan kembali program pembelajaran pada kurikulum standar yang biasa diberikan dengan alokasi waktu enam semester menjadi empat semester. Kuncinya terletak pada analisis materi kurikulum dengan kalender akademik yang dibuat khusus.

Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum nasional dan muatan lokal, yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi antara pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir holistik, kreatif, sistemik dan sistematik, linier dan konvergen, untuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa yang akan datang (Depdiknas, 2003:39).

Kurikulum program akselerasi di SMA adalah kurikulum yang berlaku secara nasional, namun waktu keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikan di SMA lebih cepat daripada program reguler.

2.3 Strategi PembelajaranPendidikan untuk siswa berbakat intelektual tinggi berbeda dengan siswa lainnya (reguler) dan menekankan aktivitas intelektual. Pembelajaran untuk program akselerasi harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan tingkat kemampuan lebih tinggi daripada siswa kelas reguler, serta menekankan perkembangan kreatif dalam proses berpikir tinggi.

Strategi pembelajar yang sesuai untuk program akselerasi yaitu:

(a) strategi pembelajaran terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar,

(b) strategi harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual tinggi,

(c) strategi harus memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah sampai tingkat intelektual tinggi (Lubis dalam Hadawi, 2004:126).

2 .4 Evaluasi Belajar dan Laporan Hasil BelajarEvaluasi atau penilaian merupakan proses penetapan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran siswa. Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan teknik yang sesuai (tes atau nontes) (Mulyasa, 2006:61). Sistem evaluasi belajar yang dilakukan untuk siswa program akselerasi pada dasarnya tidak berbeda dengan siswa program regular, yaitu mengukur ketercapaian materi. Perbedaannya hanya terletak pada jadwal tes karena untuk program akselerasi mengacu pada kalender pendidikan yang dibuat khusus. Tujuan diadakannya evaluasi adalah untuk mengukur keberhasilan belajar siswa menentukan efektivitas pengajaran yang dilakukan oleh guru, memperbaiki prestasi siswa dengan cara menganalisis kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat dan untuk memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan.Adapun sistem evaluasi yang diadakan program akselerasi meliputi:

(a) Ulangan harian: dalam satu semester setiap guru minimal memberikan ulangan harian tiga kali dalam bentuk soal uraian, (b) Ulangan umum: diberikan sesuai kalender program akselerasi atau mengikuti ulangan umum bersama progam regular, (c) Ujian nasional: diikuti pada tahun kedua bersama siswa regular.

Laporan hasil belajar (rapor) siswa program akselerasi mempunyai format sama dengan program reguler. Namun pembagian dan tanggal pembagian rapor sesuai dengan kalender masing-masing program pendidikan. Evaluasi terhadap program akselerasi dilakukan oleh Dirjen Dikdasmen sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun dalam bentuk supervisi atau monitoring dan evaluasi (Depdiknas, 2003:53).

Kesiapan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui dari indikator perencanaan kegiatan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan teknik evaluasi hasil belajar.

2.5 Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan agar potensi keberbakatan tinggi yang dimiliki oleh siswa dapat dikembangkan dan tersalur secara optimal. Program bimbingan dan konseling diarahkan untuk dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual, emosional, dan sosial. Hendaknya dijaga benar agar jangan sampai program akselerasi terlalu menekan perkembangan intelektual dan kurang mementingkan perkembangan emosi dan sosial anak seirama dengan kejiwaan keremajaannya. Bimbingan dan konseling diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses percepatan belajar. Potensi negatif tersebut, misalnya siswa akan mudah frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, siswa menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya.

Berbagai fungsi atau pelayanan bimbingan dan konseling tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah sebagai berikut: (a) pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi; (b) menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar di kelas akselerasi, khususnya berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran; dan (c) menjaring data siswa melalui daftar cek masalah, sosiometri kelas, angket, ataupun wawancara Lubis (dalam Hadawi, 2004:127-128).

Menurut Lubis (2004:89) sesuai dengan tujuannya, pelayanan bimbingan dan konseling untuk siswa program akselerasi meliputi