MODEL KEEFEKTIFAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH BERBASIS TRANSENDENSI oleh Daulat Siregar, NIM. 8106111069, Mahasiswa S3- Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan, UNIMED. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan potensi individu dalam masyarakat agar individu mampu menjalankan perannya dalam kehidupan. Upaya- upaya pendidik yang dilakukan diarahkan pada pengembangan individu sekaligus pengembangan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian pendidikan mempunyai fungsi individual dan sekaligus fungsi sosial. Fungsi individual berhubungan dengan pengembangan individu secara utuh, mantap, dan mandiri. Sedangkan fungsi sosial bertanggung jawab terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah, salah satu penyebabnya adalah kurang efektifnya kepemimpinan kepala sekolah, sehingga menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan dan tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODEL KEEFEKTIFAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAHBERBASIS TRANSENDENSI
oleh Daulat Siregar, NIM. 8106111069, Mahasiswa S3- Program
Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan, UNIMED.
Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan
potensi individu dalam masyarakat agar individu
mampu menjalankan perannya dalam kehidupan. Upaya-
upaya pendidik yang dilakukan diarahkan pada
pengembangan individu sekaligus pengembangan
kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dengan
demikian pendidikan mempunyai fungsi individual dan
sekaligus fungsi sosial. Fungsi individual berhubungan
dengan pengembangan individu secara utuh, mantap,
dan mandiri. Sedangkan fungsi sosial bertanggung
jawab terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan
yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar
dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan
sesuai dengan yang diharapkan. Efektifitas pendidikan
di Indonesia sangat rendah, salah satu penyebabnya
adalah kurang efektifnya kepemimpinan kepala sekolah,
sehingga menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak
tahu “goal” apa yang akan dihasilkan dan tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Hal ini berdampak terhadap kualitas lulusan yang
dihasilkan. Dari hasil penelitian terhadap sekolah
madrasah yang dilakukan Rois, (2008) “Rendahnya mutu
pendidikan di sekolah disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: (1) kinerja kepala sekolah yang tidak
memiliki visi dan misi yang jelas; (2) budaya
organisasi sekolah yang belum kondusif yaitu adanya
dualisme dalam manajemen antara kepala sekolah dengan
ketua yayasan/pengurus, serta masih menganut
“manajemen” paternalistik dan feodalisme; serta (3)
kompetensi guru belum optimal.”
Hasil Penelitian kualitas SDM pendidik dan tenaga
kependidikan menunjukkan bahwa kualitas SDM
Pendidikan masih rendah (Kompas, 15 Maret 2012). Hasil
penelitian Milfa (2010) pada SDM di lingkungan Dinas
Pendidikan Pemprovsu menunjukkan bahwa sekitar 80%
keefektifan SDM terutama dari kompetensinya masih
berada pada taraf cukup dan rendah. Kondisi ini
menyebabkan mereka belum memberi kontribusi maksimal
terhadap pencapaian tujuan kerja yang diharapkan. Jika
dihubungkan dengan kondisi siswa mulai dari SD hingga
sekolah lanjutan yang diungkap melalui alat ungkap
masalah (AUM) Umum dan AUM belajar pada sekitar 1000
orang calon peserta OSN 2010 di Sumatera Utara
menunjukkan bahwa hampir semua siswa memiliki masalah
pada aspek pendidikan dan pengajaran, diri pribadi,
keterampilan belajar dan hubungan sosio emosional.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
tidak lepas dari peran seorang kepala sekolah sebagai
pimpinan puncak. Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan
kepala sekolah, maka usaha untuk meningkatkan kinerja
yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi kepala
sekolah, karena kegiatan berlangsung dalam sebuah
proses panjang yang direncanakan dan diprogram secara
baik. Pada kenyataannya tidak sedikit kepala sekolah
hanya berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah
sistem yang hanya sekedar pemegang jabatan di sekolah
sambil menunggu masa purna tugas. Untuk dapat
melaksanakan tugas pokok, seorang kepala sekolah
dituntut memiliki sejumlah kompetensi untuk mencapai
tujuan sekolah.
Pembahasan
Transcendere, adalah bahasa latin transendensi
yang artinya ‘naik keatas’. Dalam bahasa Inggris adalah
to transcend yang artinya ‘menembus’,‘melewati’,
‘melampaui’. Menurut istilah artinya perjalanan di atas
atau diluar (Saiholami, 2011).
Menurut Kuntowijoyo, Transendensi mempunyai makna
teologis, yakni ketuhanan, maksudnya bermakna beriman
kepada Allah SWT. Transendensi bertujuan menambahkan
dimensi transendental dengan cara membersihkan diri
dari arus hedonisme, materialisme, dan budaya yang
dekaden.
Bernard Lonergan, filsuf dan teolog, dalam bukunya
Method in Theology (1975) menulis bahwa manusia
mencapai keotentikannya dalam transendensi diri (self-
transcendence). Transendensi diri berarti suatu gerak
melampaui apa yang telah dicapai. Suatu gerak dari yang
kurang baik menjadi baik dan dari yang baik menjadi
lebih baik.
Namun, ide transendensi diri ini berbenturan
dengan penafsiranan realisasi diri atau aktualisasi
diri manusia modern yang lebih berciri egois and self-
centered. Terhadap hal ini Walter E. Conn (1998) dalam
bukunya The Desiring Self: Rooting Pastoral Counseling and Spiritual
Direction in Self-Transcendence menilai secara kritis akan
ide realisasi diri (self-realisation) atau aktualisasi diri
(self-actualisation) dalam masyarakat modern dengan ide
penyangkalan diri (self-denial) dalam agama-agama. Dapat
dikatakan bahwa melalui transendensi diri, pribadi
tidak dikorbankan, tetapi direalisasikan dalam
kemanusiaannya yang otentik. Perealisasian diri yang
sejati dalam pencarian akan makna, kebenaran, nilai dan
cinta akan menolak segala bentuk dorongan egoisme yang
berpusat pada diri sendiri (self-centered).Berpikir
transenden dapat dilatih dalam kehidupan sehari-hari
ketika menghadapi segala hal yang ditemui dalam
kehidupan nyata. Berikut beberapa kasus yang sering
dijumpai dalam masyarakat namun terkadang luput dari
proses transendensi pemikiran orang-orang yang terlibat
didalamnya. Contoh pola fikir transenden. Ada kelompok
sekolah yang diakui oleh dinas atau lembaga terkait
sebagi kelompok sekolah terbaik jika dibandingkan
dengan sekolah yang lain, misalnya dari segi
terpenuhinya syarat administratif yang diminta serta
tersedianya fasilitas memadai yang juga disyaratkan.
Syarat yang paling penting bagi sekolah untuk dapat
disebut sebagai sekolah unggulan adalah prestasi
akademik maupun non akademik siswa serta nilai ujian
mereka yang memenuhi standar bahkan lebih. Oleh karena
itu, siswa yang dapat masuk ke sekolah unggul telah
melalui proses yang sangat sulit untuk dapat
mengalahkan mereka yang tidak memenuhi nilai tertentu
yang harus dicapai.
Pemikiran Transensden: Sekolah unggul bukanlah
sekolah unggul jika yang dapat mereka didik adalah
siswa-siswa yang memang sudah unggul dari awalnya
karena mereka hanya menerima siswa-siswa terbaik. Jadi
tidak mengherankan bila output yang didapat berupa
prestasi maupun nilai ujian juga memuaskan. Yang
membuat sekolah itu unggul adalah siswa yang masuk
sekolah tersebut. Padahal, hakikat sekolah unggul
adalah sekolah yang dapat menghasilkan output yang
unggul justru dari input siswa-siswa yang tidak unggul.
Sehingga yang unggul disini adalah prosesnya, bukan
hanya berorientasi pada hasilnya.
Kepemimpinan efektif Kepala sekolah
Kepala sekolah yang profesional akan
menunjukkan motivasi kerja dan kinerja yang
tinggi. Motivasi kerja dan kinerja yang tinggi jika
di dukung dengan kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif maka akan mencapai tujuan sekolah yang
sempurna dan bermutu.
Menurut Townsend dan Butterworth (1992) dalam
bukunya Your Child’s School, ada sepuluh faktor penentu
terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah; partisipasi
dan rasa tanggung jawab guru dan staf; proses belajar
mengajar yang efektif;pengembangan staf yang terpogram;
kurikulum yang relevan; memiliki visi dan misi yang
jelas; iklim sekolah yang kondusif; penilaian diri
terhadap kekuatan dan kelemahan; komunikasi efektif
baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan
orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Lussier (2009) memberi arti kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi karyawan agar bekerja ke arah
pencapaian tujuan organisasi. Vethzal Rivai (2003:2)
mendefinisikan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Yukl (2009:4)
mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan individu
untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain
mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan
keberhasilan organisasi.
Andrian Gostick dan Chester Elton (2009) dalam
bukunya The Carrot Principle menyatakan ada 4 hal yang
mendasari kepemimpinan yang efektf, yaitu penentuan
tujuan (goal setting), komunikasi (communication),
kepercayaan (trust), dan tangung jawab (Accountability)
Peningkatan keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
dapat dikembangkan melalui pelaksanaan peran kepala
sekolah sebagai pendidik, manajer, administrator,
dan supervisor. Menurut Permen Diknas No.13 tahun
2007 tentang Standar Kompetensi Kepala sekolah
terdiri dari: (1) Kepribadian; (2) manajer; (3)
kewirausahaan; (4) supervisor; (5) sosial.
Menurut Robin (2007) Keefektifan adalah tindakan
melakukan hal yang benar atau menyelesaikan semua
aktivitas yang memungkinkan tujuan organisasi tercapai.
Menurut Bernard (1982) “jika tujuan yang diinginkan
tercapai maka tindakan untuk itu dikatakan efektif”.
Suatu tindakan yang efektif belum tentu efesien, dalam
konteks ini menurut Bernard (1982) jika dampak
pencapaian tersebut dianggap lebih penting dari pada
pencapaian tujuan yang diinginkan maka tindakan
tersebut dikatakan tidak efesien. Demikian juga jika
hasil dari pencapaian tujuan tidak memuaskan maka
tindakan efektif tersebut dikatakan tidak efesien.
Adakalanya tujuan yang dicari tidak tercapai, tetapi
akibat yang tidak dicari, memenuhi keinginan atau motif
yang bukan “sebab” tindakan tersebut, maka tindakan
semacam itu dikatakan efesien tetapi tidak efektif.
Suatu tindakan dikatakan efektif jika mencapai tujuan
objektif. Suatu tindakan dikatakan efesien jika
memenuhi motif tujuan tersebut.
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) merumuskan
bahwa Kepemimpinan yang efektif meliputi dimensi
struktur kelembagaan dan dimensi konsiderasi. Ada 2
hal yang dapat dapat dilihat dari dimensi struktur
kelembagaan. pertama, sejauh mana para pemimpin
mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Kedua, sejauh mana
para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan
kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha
para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Demikian pula
halnya dengan dimensi konsiderasi yang menggambarkan:
pertama, sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja
antara pemimpin dan bawahannya. kedua, sampai sejauh
mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi
bagi bawahan. misalnya kebutuhan akan pengakuan,
kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi
kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi
ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan
kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah,
partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan
bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung
menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap aspek struktur
organisasi dan konsiderasi. Mereka berpendapat bahwa
pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata
kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur,
dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat
baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa
hangat dengan bawahannya.
Traits theory menyatakan bahwa efektivitas
kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya.
Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian,
keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Menurut Gordon
(2002), Karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin
mencakup kemampuan intelektual, kematangan pribadi,
pendidikan, status sosial ekonomi, human relation,
motivasi intrinsik, dan dorongan untuk maju. Menurut
Ghiselli (1963), enam sifat yang signifikan untuk
kepemimpinan efektif, yaitu: (1) kemampuan pengawasan,
Blake, R.R. & Mouton, J. S. (1985). The managerial grid III:The key to leadership excellence. Houston: Gulf Publishing
Duane, Schultz. D. (1991). Odels of the Healthy PersonalityResearch. Van Nostrand Company
Chester, I.Barnard. (1982). Fungsi Eksekutif, Jakarta. PPM
Colquit, Le. Pine. Wesson .(2009). Organizational Behavior.New York. Mc.Graw Hill
Frank, Lawrence K. , (1954). Feelings and emotions.Doubleday papers in psychology., (pp. 1-4). NewYork, NY, US: Doubleday & Co
Ghiselli, E.E. (1963). Management Talen. American phycologist. Vol. 18
Gordon, R. Judith. (2002), Organizational behavior: a diagnostic approach. Prentice Hall. New York
Gotick, A. & Chester Elton (2009), “The Carrot Principle”Book Review and Innovation Summaryhttp://www.innovationexcellence.com. Posted onJune 24, 2009 by Braden Kelley
Herbert, G. Hicks., Gullet, G. Ray. (1987).Organizational Theory and Behavior. (terj). Jakarta: BumiAksara.
Hoy, W.K., Tarter, C.J., & Woolfolk Hoy, A. (2006).Academic optimism of schools: A force for studentachievement. American Educational ResearchJournal, 43,425-446.
Hoy, W. K., & Miskel C. G. (2008). Educationaladministration: Theory, research, and practice (8th ed.). NewYork, NY: McGraw Hill.
Kinicki and Robert (2010). Organizational Behavior. NewYork: Mc.Graw Hill.
Kompas, (2012). SDM Pendidikan masih Rendah. Terbitan 15Maret.
Kuntowijoyo, (2011). Pengertian humanisasi, liberasi, dan transendensi menurut Prof. Dr. Kuntowijoyo. http://hardikadwihermawan.blogspot.com
Mc.Shane & Von Glinow. (2008). Organizational Behavior, new York: McGraw Hill Book Co.
Morzano, R.J (1998). A Theory based meta analysis of research oninstruction. Aurora, C: Mid Continent Research forEducation and learning. www.merel.org.
-----------, (2000). A New Era of school reform. Going Whereresearch takes us Aurora, Co: Mid Content research forEducation and Learning.www.merel.org
-----------, (2003). What works in school. Translating researchinto action. Alexandria, V A. Association forSupervision and Curriculum Development.Learning.www.merel.org
Laurier, J. Mullin. (2005). Management and OrganizationalBehavior, Edinburg Gate Harlow: Prentice Hall Inc.
Lussier, Robert N. (2009). Management Fundamental. USA.South Western.
------------, (2011). Model pengembangan Komitmen NormatifGuru, Cerdas Spritual, Habitual Pedagogis, Mind Set Ilmiah danKompetensi Abiliti. Jurnal Educandum. Vol. IV, No. 1.Juli 2011.
Milfayetty, Sri. (2009). Pengaruh kebutuhan Transendensi,Kesadaran Berorganisasi, Kejelasan Peran, Pencapaian TujuanKerja Terhadap Kepuasan Kerja. (Disertasi). Jakarta:PPs UNJ.
Milfayetty, Manullang. (2010). Efektivitas Personal (analisisKnowledge, Skill and Ability SDM Pemprovsu). Medan, PPsUnimed.
Robin.P, Steven and Timothy. (2008). A Judge OrganizationalBehavior. New Jersey.
Rois, M. (2008). Pengaruh Gaya Kinerja Kepala MAterhadap Kompetensi guru dalam Peningkatan MutuPendidikan. Program Pasca Sarjana. UIN SGDBandung. Tidak Diterbitkan
Sanders, W. And River, J. (1996). Comullative and ResidualEffects of Teacher on Future Student Academic Acievement.Knoxvile: University of Tenesee (Value-AddedResearch and Assesment Centre).
Soren V, Joeav., M. Niels J. (2003) Quality of Live Theory III.Maslow Revised. www.thesaintificworld.com
Townsend, D. and Butterworth., (1992). Your Child’s School.UK: Walker & Co
Victor , E. Frank. (2003). Logo terapi melalui pemaknaanEksistensi (terjemahan M. Murtadio). Yogyakarta: KreasiWacana.
Conn, Walter E. and. Comm, Walter E., (1998). The DesiringSelf: Rooting Pastoral Counseling and Spiritual Direction in Self-Transcendence. New Jersey. Paulist Press
---------, (2010). Model of Effective Leaders. http://wawan-junaidi.blogspot.com
----------,. 2012. Korupsi dan Transendensi Dirihttp://rszyszka.com. Dipublikasi pada Februari 17, 2012oleh Wattimena, Reza A. A
Yukl, G. (2009). Leadership and organizational learning: Anevaluative essay. Leadership Quarterly, 20 (1), 49-53.
Yukl, G. (2009). Power and the interpersonal influence ofleaders. In Tjosvold, D. and van Knippenberg, B.(Eds.), Power and interdependence in organizations. CambridgeUniversity Press