KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva) YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK SKRIPSI RUSLAN BUGIS 08C10432046 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2014
KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva)YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE
RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK
SKRIPSI
RUSLAN BUGIS08C10432046
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2014
KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva)YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE
RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK
SKRIPSI
RUSLAN BUGIS08C10432046
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan padaFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Keanekaragaman Kerang (Bivalva) yang terdapat di SungaiMeureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek.
Nama : Ruslan Bugis
NIM : 08C10432046
Program Studi : Perikanan
Menyetujui,Komisi Pembimbing
Ketua
Erlita, S. Pi
Anggota
Afrizal Hendri, S. Pi. M. SiNIDN : 1024088303
Mengetahui.
DekanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Uswatun Hasanah, S.Si., M.SiNIDN : 0121057802
PJ. Ketua Program Studi Perikanan
Yusran Ibrahim, S.Pi
Tanggal Sidang Sarjana : 26 – 05 – 2014 Tanggal Lulus :
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Aceh Barat memiliki beberapa sungai yang sangat berperan,
baik secara ekonomi, biologi maupun secara ekologis. Secara biologis, sungai
menyimpan beranekaragaman biota air, salah satunya ialah kerang-kerangan,
Sedangkan secara ekologis, sungai ini sangat berperan dalam penyangga
kehidupan (organisme air) biota air.
Kijing atau kerang air tawar adalah salah satu hewan yang sangat penting,
selain sebagai biofilter, bahan makanan ikan bagi hewan lainnya juga dagingnya
bisa dikonsumsi oleh manusia. Dalam pengertian paling luas, kerang berarti
semua moluska dengan sepasang cangkang. Dengan pengertian ini, lebih tepat
orang menyebutnyakerang-kerangan dan sepadan dengan arti clam yang dipakai
di Amerika. Contoh pemakaian seperti ini dapat dilihat pada istilah "kerajinan dari
kerang". Kata kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya
menempel pada suatu obyek, ke dalamnya termasuk jenis-jenis yang dapat
dimakan, seperti kerang darah dan kerang hijau (kupang awung), namun tidak
termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan tetapi menggeletak di pasir atau dasar
perairan, seperti lokan dan remis (Wikipedia, 2012).
Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang (disebut
juga cangkok atau katup), yang biasanya simetri cermin yang terhubung dengan
suatu ligamen (jaringan ikat). Pada kebanyakan kerang terdapat dua otot adduktor
yang mengatur buka-tutupnya cangkang. Kerang mempunyai bentuk dan ukuran
cangkang yang bervariasi, variasi bentuk cangkang ini sangat penting dalam
menentukan jenis - jenis bivalvia (Kira, 1976).
2
Menurut Leviton (1982) yang dimaksud dengan indeks keseragaman
adalah komposisi tiap individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Indeks keseragaman (e) merupakan pendugaan yang baik untuk
menentukan dominasi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis
melimpah dari yang lainnya , maka indeks keseragaman akan rendah. Jonathan
(1979) menyatakan bahwa jika nilai indeks keseragaman melebihi 0,7
mengindikasikan derajat keseragaman komunitasnya tinggi.
Para ahli malakologi memasukkan kerang dalam kelas Pelecypoda
Lamellibranchyata atau bilvavia berdasarkan dari klasifikasi dari kaki, insang atau
kedua cangkang.Keanekaragaman spesies kerang telah lama diekploitasi sebagai
sumber hiasan dan makanan kerang secara umum dipanen untuk kebutuhan
protein dan komersil (Barnes, 1997). Kajian kerang yang dikonsumsi dan
perpotensi masih kurang padahal kerang sudah lama dimanfaatkan tetapi belum
banyak data tentang jenis kerang apa saja yang terdapat di perairan pesisir Aceh
Barat maka dari itu perlu adanya penelitian tentang keragaman jenis kerang yang
terdapat di perairan pesisir Aceh Barat (DKP Aceh Barat 2010).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, yaitu untuk
mengetahui Keragaman jenis kerang yang terdapat di perairan Aceh Barat dan
jenis kerang yang dipasarkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Keragaman jenis kerang yang terdapat di Sungai Meureubo, Sungai Alue
Raya dan Sungai Arongan Lambalek.
1.2 Rumusan Masalah
Bivalva adalah hewan bentik yang cukup baik digunakan sebagai indicator
baik atau buruknya kondisi perairan termasuk di Sungai Meureubo, Sungai Alue
Raya dan Sungai Arongan Lambalek. Keanekaragaman yang tinggi di dalam
3
komunitas manggambarkan beragamnya komunitas ini. Hal ini disebabkan cukup
banyaknya jenis kerang yang dipasarkan di Kabupaten Aceh Barat namun saat ini
belum tersedianya data secara taksonomi (penamaan).
Salah satu untuk mengetahui tingkat kesuburan sungai (secara ekologis)
ialah melalui uji tingkat keanekaragaman Kerang (H’), dimana jika nilai H’
rendah maka dapat diduga bahwa kondisi sungai tersebut berada dalam tekanan
lingkungan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis yang
terdapat di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah penulis mengetahui keragaman
jenis kerang di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan
Lambalek. sebagai kekayaan intelektual peneliti.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kerang (Bivalva)
Bivalva adalah moluska yang secara tipikal mempunyai dua katup, dan
kedua bagiannya lebih kurang simestris (Poutiers, 1998). Kerangkanya disusun
oleh kalsifikasi katup yang ada di sisi kanan dan kiri tubuh. Katupnya dikatupkan
di sepanjang tepi dorsal yang disebut hinge, dan dihubungkan oleh stuktur kapur
yang elastis yang disebut ligamen. Mereka ditutup dengan aksi menarik satu atau
dua (kadang tiga) otot aduktor. Byssus atau kaki menonjol keluar dari anterior
kerangkanya, dimana posterior dari kerangkanya adalah dimana ada tonjolan
siphon. Kebanyakan kerang adalah filter feeder, tetapi ada beberapa yang
scavenger (pemakan bangkai) atau bahkan predator. Di dunia, ada 10.0000 spesies
kerang (Poutiers, 1998).
Pada kebanyakan bivalva, kelaminya terpisah, gamet jantan dan betina
dilepaskan ke air dan dibawa oleh arus (Aucoin, 2006). Helm et al. (2004)
membagi perkembangan gonad menjadi beberapa tahap yaitu: istirahat,
berkembang, matang, memijah sebagian, dan memijah. Larvae secara relatif
panjang siklus free-swimming planktoniknya. Dimana, beberapa spesies ada yang
hermaprodit, dan fertilisasinya terjadi di pallial cavity, kadang-kadang
melindungi sel telurnya atau larvanya di brooding chamber. Siklus planktonik
larvae bisa berkurang dan tidak ada, dan kemudian menetas menjadi organisme
benthik (Poutiers, 1998).
Bivalva merupakan salah satu dari lima anggauta dari Fillum Molusca
yang memiliki nilai ekonomis. Menurut Ponder (1998), bivalva (pelecypoda)
5
terdiri dari clams, mussels, oyster dan scallops. Sejumlah dari mereka merupakan
kerang-kerangan komersial yang penting.
Bivalva mempunyai dua keping cangkang yang setangkup. Diperkirakan
terdapat sekitar 1000 jenis yang hidup di perairan Indonesia. Mereka menetap di
dasar laut, membenam di dalam pasir, lumpur maupun menempel pada batu
karang. Bivalva melekatkan diri pada substrat dengan menggunakan byssus yang
berupa benangbenang yang sangat kuat. Cangkang bivalva berfungsi untuk
melindungi diri dari lingkungan dan predator serta sebagai tempat melekatnya
otot. Cangkang bivalva merupakan engsel secara dorsal dan terbuka di sekitar
katup margin ketika terbuka (Meglitsch, 1972).
Bivalva bernafas dengan menggunakan insang yang terdapat dalam
rongga mantel dan memperoleh makanan dengan menyaring partikel-partikel
yang terdapat dalam air. Dari semua anggota Mollusca, bivalva lebih
dikategorikan sebagai deposit feeder ataupun suspension feeder (Meglitsch,
1972).
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Kerang
Kerang diklasifikasikan kedalam kerajaan : Animalia, Filum : Molluska,
Kelas : Bivalva (Franc, 1960) Bivalva adalah kelas dalam moluska yang
mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalva"
berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda,
atau bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang,
kijing, lokan, simping, dan tiram, meskipun variasi di dalam bivalva sebenarnya
sangat luas. Kerang-kerangan banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak
masa purba. Dagingnya dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya
dimanfaatkan sebagai perhiasan, bahan kerajinan tangan, bekal kubur, serta alat
6
pembayaran pada masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram.
Pemanfaatan modern juga menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter terhadap
polutan.
Gambar 1. Kerang (Sumber : Carpenter and Niem, 1998)
2.3 Jenis-jenis kerang
1. Kerang air tawar yaitu Kijing (Anadonta sp), kerang mutiara air tawar
(Anadonta woodiana), kupang air atawar (unionoida), Remis, lokan,
Pensi, Tiram air tawar, kima, Kepah dan kerang-kerangan (Bivalva) dan
lain-lain.
2. Kerang air laut yaitu Kerang hijau (perna viridis), kerang darah (anadara
granosa), kerang mutiara (meleagrina sp), abolane (haliotis assinina) dan
lain-lain (Wilkipedia, 2012).
2.4 Struktur Tubuh
Jika diamati, cangkangnya terbagi dalam dua belahan yang diikat oleh
ligamen sebagai pengikat yang kuat dan elastis. Ligamen ini biasanya selalu
terbuka, apabila diganggu, maka akan menutup. Jadi, membuka dan menutupnya
cangkang diatur oleh ligamen yang dibantu oleh dua macam otot, yaitu pada
bagian anterior dan posterior. Famili margaritiferidae adalah salah satu jenis
kerang air tawar yang tersebar di Amerika utara, Eropa, Asia Selatan, dan Asia
7
Tenggara dari sekian banyak genus, margaritiferidae adalah genus yang memiliki
tubuh paling besar dan paling tersebar (Lim et al, 2001).
Pada bagian posterior cangkang ada dua macam celah yang disebut sifon.
Celah yang berada di dekat anus dinamakan sifon, berfungsi untuk keluar
masuknya air dan zat-zat sisa. Sebaliknya sifon masuk terletak di bagian sebelah
bawah sifon keluar yang berfungsi untuk masuknya oksigen, air, dan makanan
(Indun Kistinna dan Endang Sri Lestari, 2009).
Spesies Anandonta edentula merupakan salah satu family lucinidae,
mengali lubang pada daerah pantai berlumpur (mudflat) di zona intertidal sampai
subtidal. Spesies ini memdiami dasar berlumpur (muddy bottoms) sekitar estuary
pada daerah hutan bakau dan sering menguburkan diri dibawah permukaan subtrat
(Lebata, 2000).
2.5 Anatomi Kerang
Cangkang/rumah Pelecypoda terdiri atas bagian-bagian berikut.
1. Periostrakum, Periostrakum merupakan lapisan terluar, dibentuk dari zat
kitin yang disebut konkiolin berfungsi sebagai pelindung. Jika basah
berwarna biru tua, jika kering berwarna coklat.
2. Prisma, Prisma merupakan lapisan tengah yang tersusun dari kristal kalsit.
3. Nakre, Nakre disebut sebagai lapisan induk mutiara yang tersusun dari
lapisanlapisan tipis paralel dan kalsit (karbonat) yang tampak mengkilat.
4. Mantel, Mantel terletak di bawah nakreas yang terdiri atas sel-sel nakreas
(yang sekretnya membentuk lapisan nakreas dan membentuk mutiara)
jaringan ikat, dan sel-sel epitelium yang bersilia (Newell, N.D., 1999)
8
Gambar 2. Anatomi kerang
2.6 Sistem Organ
Sistem pencernaannya dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus,
dan anus. Mulut dan anusnya terletak dalam rongga mantel. Sistem ekskresinya
menggunakan sepasang nefridium yang berfungsi seperti ginjal. Adapun sistem
sarafnya terdiri atas otak, simpul saraf kaki, dan simpul saraf otot. Sistem
peredaran darahnya terbuka, jantungnya terdiri atas sebuah bilik dan dua serambi.
Respirasinya dengan menggunakan insang (Indun Kistinna dan Endang Sri
Lestari, 2009).
2.7 Sistem Reproduksi
Kerang berkembang biak secara kawin. Umumnya berumah dua dan
pembuahannyainternal. Telur yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi
larva glosidium yang terlintangoleh dua buah katup. Ada beberapa jenis yang dari
katupnya keluar larva panjang dan hidupsebagai parasit pada hewan lain, misalnya
pada ikan. Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana nenek
moyangnya. Dalam reproduksinya, Hewan inimemiliki alat kelamin yang terpisah
atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dansperma yang berjumlah
banyak dan mikroskopik. Induk kerang yang telah matang kelaminmengeluarkan
sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi
pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas
dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih
8
Gambar 2. Anatomi kerang
2.6 Sistem Organ
Sistem pencernaannya dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus,
dan anus. Mulut dan anusnya terletak dalam rongga mantel. Sistem ekskresinya
menggunakan sepasang nefridium yang berfungsi seperti ginjal. Adapun sistem
sarafnya terdiri atas otak, simpul saraf kaki, dan simpul saraf otot. Sistem
peredaran darahnya terbuka, jantungnya terdiri atas sebuah bilik dan dua serambi.
Respirasinya dengan menggunakan insang (Indun Kistinna dan Endang Sri
Lestari, 2009).
2.7 Sistem Reproduksi
Kerang berkembang biak secara kawin. Umumnya berumah dua dan
pembuahannyainternal. Telur yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi
larva glosidium yang terlintangoleh dua buah katup. Ada beberapa jenis yang dari
katupnya keluar larva panjang dan hidupsebagai parasit pada hewan lain, misalnya
pada ikan. Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana nenek
moyangnya. Dalam reproduksinya, Hewan inimemiliki alat kelamin yang terpisah
atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dansperma yang berjumlah
banyak dan mikroskopik. Induk kerang yang telah matang kelaminmengeluarkan
sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi
pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas
dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih
8
Gambar 2. Anatomi kerang
2.6 Sistem Organ
Sistem pencernaannya dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus,
dan anus. Mulut dan anusnya terletak dalam rongga mantel. Sistem ekskresinya
menggunakan sepasang nefridium yang berfungsi seperti ginjal. Adapun sistem
sarafnya terdiri atas otak, simpul saraf kaki, dan simpul saraf otot. Sistem
peredaran darahnya terbuka, jantungnya terdiri atas sebuah bilik dan dua serambi.
Respirasinya dengan menggunakan insang (Indun Kistinna dan Endang Sri
Lestari, 2009).
2.7 Sistem Reproduksi
Kerang berkembang biak secara kawin. Umumnya berumah dua dan
pembuahannyainternal. Telur yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi
larva glosidium yang terlintangoleh dua buah katup. Ada beberapa jenis yang dari
katupnya keluar larva panjang dan hidupsebagai parasit pada hewan lain, misalnya
pada ikan. Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana nenek
moyangnya. Dalam reproduksinya, Hewan inimemiliki alat kelamin yang terpisah
atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dansperma yang berjumlah
banyak dan mikroskopik. Induk kerang yang telah matang kelaminmengeluarkan
sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi
pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas
dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih
9
bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari kemudian benih/ spat tersebut
menempel pada substrat dan akan menjadikerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 -
6 bulan kemudian (Wilkipedia, 2012).
2.8 Kebiasaan Makan dan Cara Makan
Kebiasaan makan kerang lokan memiliki sifat menetap pada suatu
perairan, sehingga kerang ini berfunsi sebagai filter feeder sehingga mampu
mengakumulasi bahan pencemar dari lingkungan. Sedangkan dari analisa isi
lambung kerang lokan terdapat jenis makanan yang dimakan oleh kerang lokan
seperti plankton Nevicula sp dengan persentase kepadatan yang tertinggi
mencapai 96,67% dan Gimphonema sp 86,67%, (Putri, 2005).
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan
akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan
saluran untuk keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini
adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom,
dll. Makanan ini dicerna di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati.
Sisa makanan dikeluarkan melalu anus (Hilman et al, 2009). Keberadaan bahan
organik dalam perairan secara tidak langsung akan mempengaruhi kandungan gizi
kerang. Pada perairan yang memiliki kandungan bahan organik tinggi akan kaya
dengan zat hara yang tertimbun didalam subtract dimana zat ini akan berfungsi
sebagai makanan dari kerang yang hidup di dalam subtrat tersebut (Hamsiah,
2000). Sehubungan dengan hal tersebut, kerang mendapatkan partikel makanan
dengan menfiltrasi air. Proses filtrasi berlangsung karena adanya silia yang berada
dalam lembaran mantel pada gelambir bibir bagian luar dari insang yang disebu
dengan silia lateral. Proses ini akan berjalan terus menerus dan meningkatkan
10
bobot tubuh dan pertumbuhan kerang sehingga dengan demikian nilai gizipun
akan meningkat (Putri, 2005).
Menurut Putri (2005) menyebutkan bahwa makanan adalah faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan kerang, jika makanan kurang pertumbuhan akan
menghambat walaupun faktor lainnya cukup baik. Kerang makan dengan cara
menyaring makanan yang terlarut di dalam air (filter feeder ). Kerang digolongkan
dalam kelompok filter feeder, karena kerang memperoleh makanan dengan cara
menyaring partikel-partikel atau organisme mikro yang berada dalam air dengan
menggunakan sistem sirkulasi. Semua bivalva lamelli branch termasuk filter
feeder. Cilia khusus terletak antara filamen insang yang berfungsi menghasilkan
aliran air yangmemindahkan air ke dalam bagian inhalent pada mantle cavity
(rongga mantel) dan ke arah ataske dalam rongga exhalent (Martin, 2005).
Partikel makanan atau material tersuspensi lainnya yang berukuran lebih
besar dari ukuran tertentu disaring dan air oleh cilia insang dan dihimpun pada
bagian rongga inhalent berhadapan dengan lamellae insang. Material ini
kemudian dipindahkan oleh cilia lainnya ke arah tepi bagian ventral insang atau di
bagian dasar organ yang berbentuk huruf-W dimana terletak alur makanan (food
grooves). Setelah berada di food grooves, makanan bergerak ke arah depan hingga
mencapai palps, yang berada di sisi mulut. Material berukuran halus dibawa oleh
cilia ke dalam mulut. Partikel yang lebih kasar dihimpun di tepi palps dari secara
periodik dikeluarkan oleh proses kontraksi otot ke dinding mantel (Martin, 2005)
2.9 Daur Hidup
Hewan ini ada yang bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini
mempunyai alat kelamin yang terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin
jantan akan mengeluarkan sperma ke air dan akan masuk dalam tubuh hewan
11
betina. Melalui sifon air masuk, sehingga terjadilah pembuahan. Ovum akan
tumbuh dan berkembang yang melekat pada insang dalam ruang mantel,
kemudian akan menetas dan keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini
akan keluar dari dalam tubuh hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian
larva tersebut menempel pada insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan
dibungkus oleh lendir dari kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang
lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari
insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas (Indun Kistinna dan Endang Sri
Lestari, 2009).
2.10 Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran
secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan
proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah organisme.
Selain itu keanekaragaman dan keseragaman biota dalam suatu perairan sangat
tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis
yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini
sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing jenis (Wilhm dan Doris
1986). Pendapat ini juga didukung oleh Krebs (1985) yang menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah anggota individunya dan merata, maka indeks
keanekaragaman juga akan semakin besar. Indeks keanekaragaman (H’)
merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan dengan kisaran 0 – 3. Tingkat
keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini
menunjukkan kondisi perairan baik. Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka
keanekaragaman rendah dan kondisi perairan kurang baik (Odum, 1993). Menurut
Leviton (1982) yang dimaksud dengan indeks keseragaman adalah komposisi tiap
12
individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks
keseragaman (e) merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan dominasi
dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari yang lainnya ,
maka indeks keseragaman akan rendah. Jonathan (1979) menyatakan bahwa jika
nilai indeks keseragaman melebihi 0,7 mengindikasikan derajat keseragaman
komunitasnya tinggi.
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Februari
2014, di Kabupaten Aceh Barat, yang pengambilan datanya dilakukan pada 3
Kecamatan yaitu Kecamatan Meureubo (Sungai Meureubo sebagai stasiun I),
Kecamatan Samatiga (Sungai Alue Raya sebagai stasiun II), dan Kecamatan
Arongan Lambalek (Sungai Arongan Lambalek sebagai stasiun III). Penelitian ini
dilakukan pada 3 titik (Stasiun) yang berbeda dengan jarak Horizontal 100 meter.
kemudian dilakukan Identifikasi Jenis Kerang di Laboratorium Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel dibawah:
Tabel 1. Jenis alat yang digunakan pada penelitianNo Alat Fungsi1 Penggaris Untuk mengukur kerang2 Camera digital Mengambil gambar kerang3 Toples Sebagai wadah/tempat4 Buku identifikasi Rujukan dalam identifikasi kerang (siput dan kerang
(indosian shels) Bunjamin Dharma)5 Roll Meter Untuk mengukur transek
Tabel 2. Jenis bahan yang digunakan pada penelitianNo Bahan Fungsi1 Kerang Objek penelitian2 Air Sebagai media hidup3 Tisue Sebagai pembersih
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan melakukan survey untuk mendeteksi keragaman jenis kerang, sedangkan
untuk mengetahui jenis kerang dilanjutkan di Laboratorium untuk identifikasi.
14
Teknik pengambilan sampel dilakukan dalam 1 bulan 3 stasiun dan setiap stasiun
2x pengulangan.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini mengunakan metode
Purposive sampling, dimana metode ini dipilih secara sengaja untuk tujuan
tertentu atau dilakukan dengan berdasarkan hasil dari penelitian di lokasi.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Untuk mendapatkan data keragaman kerang, dilakukan survey ke stasiun
pengamatan, pengambilan kerang selanjutnya dilihat secara morfologis,
diukur, selanjutnya dimasukkan kedalam wadah (toples) di bawa ke
Laboratorium untuk proses identifikasi (morfologi), dengan merujuk pada
buku pedoman identifikasi kerang air tawar atau payau (Siput dan Kerang
Indonesia (Indosian shells), Bunjamin Dharma).
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu studi pustaka untuk mengidentifikasikan spesies ikan
dengan acuan buku-buku identifikasi. dan data yang didapatkan dari dinas
terkait yang mendukung penelitian ini.
3.6 Prosedur Kerja
Prosedur Kerja untuk Stasiun I, II dan III
1) Turun kelapangan untuk melakukan penelitian, pada stasium I, yang
bertempat di sungai Meureubo (stasiun I), sungai Alue Raya (stasiun
II) dan sungai Arongan Lambalek (stasiun III).
15
2) Kemudian melakukan metode transek horizontal pada (stasiun I, II
dan III) sepanjang 100 meter, dengan kedalaman 30-60 meter.
(Lampiran 1.)
3) Mengoleksi jenis kerang air tawar (Bivalva) yang didapatkan di sungai
Meureubo, sungai Alue Raya dan sungai Arongan Lambalek.
4) Kemudian kerang yang sudah didapatkan dimasukan kedalam box,
kemudian pengukuran Bivalva (lampiran 2.) dan dilakukan
identifikasi di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar, merujuk pada buku Identifikasi Kerang
(Siput dan Kerang Indonesia (Indosian shells), Bunjamin Dharma).
5) Hasil dari identifikasi kemudian diolah dengan metode Deskriftif
Analisis. (Lampiran 3.)
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Metode deskriptif
merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau
menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada
umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara
sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.
Indek Keanekaragaman Jenis (H)
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan
kelompok genus dalam komunitas.Keanekaragaman bivalvia dihitung dengan
menggunakan indeks keanekaragaman dari Shannon dan Wiener (1963)
dalam Odum 1994) dengan rumus :
H' = ( Pi x LnPi x ni )
16
Keterangan :
H' = Indeks keanekaragaman jenis
Pi = Probabilitas penting untuk tiap species = ni/N
ni = Jumlah individu dari masing-masing species
N = Jumlah seluruh individu
Angka indeks keanekaragaman tersebut selanjutnya dinilai berdasarkan
klasifikasi menurut Krebs (Barus, 2002) sebagai berikut:
Tabel 3. Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman (H')
Nilai H’ Klasifikasi Keanekaragaman0 < H’ < 2.302 Rendah
2.302 < H’ < 6.907 SedangH’ > 6.907 Tinggi
Indeks Dominansi (C)
Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu
kelompok biota mendominansi kelompok lain. Indeks dominansi
menggambarkan komposisi species dalam komunitas. Indeks dominansi
dihitung menurut indeks Simpson. Dominansi ini diperoleh dari rumus :
= ∑ 2
N
ni
Keterangan :
C : Indeks Dominansi
ni : Jumlah individu dari masing-masing spesies
N : Jumlah seluruh individu (Krebs, 1978)
Semakin besar nilai indeks dominansi (C), maka semakin besar pula
kecenderungan adanya jenis tertentu yang mendominasi.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Meureubo
Kecamatan Meureubo merupakan salah satu wilayah Kabupaten Aceh
Barat, Provinsi Aceh, Ibukota Meureubo yang luas Kecamatannya 112,87 Km2,
dan persentase luas Kecamatan terhadap luas Kabupaten sekitar 3,85 % dengan
jumlah pemukiman 2 mukim, serta jumlah Desa di Kecamatan Meureubo 26
Desa. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Meureubo sebagai berikut
(BAPPEDA, Aceh Barat 2012):
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pante Ceureumen
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya
4.2. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Samatiga
Kecamatan Samatiga merupakan salah satu wilayah Kabupaten Aceh
Barat, Provinsi Aceh Ibukota Suaktimah, dengan luas Kecamatan 140,69 km2 ,
Presentase luas Kecamata terhadap luas Kabupaten 4,81 % dengan jumlah
pemukiman 6 mukim, serta memiliki jumlah desa di Kecamatan Samatiga sekitar
32 Desa. Adapun batas-batas Wilayah Kecamatan Samatiga adalah sebagai
berikut (BAPPEDA, Aceh Barat 2012) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bubon
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Arongan Lambalek
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan
18
4.3. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Arongan Lambalek
Kecamatan Arongan Lambalek merupakan salah satu wilayah Kabupaten
Aceh Barat, Provinsi Aceh, Ibukota Drien Rampak, dengan luas Kecamatan
sekitar 130,06 Km2 persentase luas kecamatan terhadap luas Kabupaten : 4,44 %,
dengan jumlah pemukiman 2 mukim serta memiliki jumlah Desa di Kecamatan
Arongan Lambalek sekitar 27 Desa. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan
Arongan Lambalek sebagai berikut (BAPPEDA, Aceh Barat 2012) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Woyla Barat
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samatiga
4.4. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Keanekaragaman Kerang
(bivalva) yang terdapat di 3 stasiun yaitu dari hasil pengamatan secara GPS
Kecamatan Meureubo terletak pada titik koordinat N : 04008,916’ E 096008,435’,
Kecamatan Samatiga terletak pada titik koordinat N 04013,600’ E 096002,861’
sedangkan Kecamatan Arongan Lambalek terletak pada titik koordinat N
04017,818’ E 095056.860’ Kabupaten Aceh Barat diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H) dan Nilai Indeks Dominasi Kerang
(bivalva) yang didapatkan di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan
Sungai Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.
StasiunJenis spesies
Batissa violacea Corbicula rivalis Polymesoda bengalensisI 40 ekor 45 ekor 0II 0 0 42 ekorIII 73 ekor 0 0
Total 113 ekor 45 ekor 42 ekorH’ 0.984253C 0.41395
Sumber : Data Primer
19
Indeks dominasi (C) pada ketiga stasiun memiliki nilai 0.41395. Daget
(1976) menyatakan bila nilai dominasi £ 0.75, maka dominasinya sedang, dengan
berpedoman pada kriteria tersebut maka dominasi jenis pada ketiga lokasi
pengamatan dapat dikatagorikan dalam kondisi dominasi yang rendah-sedang.
Jika dilihat dari nilai keanekaragaman jenisnya, ketiga stasiun memiliki nilai
indeks keanekaragaman jenis ≤ 1 (0.984253), ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis berada dalam kisaran rendah yang menyebabkan jumlah
individu tiap jenis dan kestabilan komunitas rendah. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya makanan, kurangnya terjaga perairan dari pencemaran, sehingga hanya
jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi untuk menempati daerah tersebut.
Bila dilihat dari kesukaan/kebiasaan makan, maka jenis-jenis kerang (Bivalva)
yang ditemukan dari hasil penelitian di Kabupaten Aceh Barat di dominasi oleh
familia Corbiculidae dan pemakan partikel.
Familia Corbiculidae diwakili oleh spesies Batissa violacea, Corbicula
rivalis, Polymesoda bengalensis. Jenis ini ditemukan di Kecamatan Meureubo,
Kecamatan samatiga dan Kecamatan Arongan lambalek dengan jumlah individu
yang cukup menonjol yaitu 200 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa makanan
yang tersedia untuk jenis-jenis tersebut sangat terbatas. Namboodiri & Sivadas
dalam Kastoro & Mudjiono (1989) menyatakan bahwa daerah rataan terumbu
yang tersedia cukup makanan mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih
tinggi.
Untuk melihat kemiripan/kesamaan jenis kerang antar stasiun pengamatan
maka dihitung jumlah jenis molusca yang ditemukan pada setiap stasiun. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa yang mempunyai nilai indeks
kemiripan/kesamaan jenis tertinggi ada di Stasiun Kecamatan Meureubo dan
20
Kecamatan Arongan Lambalek. Sedangkan nilai kemiripan jenis terendah berada
pada Stasiun Kecamatan Samatiga. Tingginya nilai kemiripan jenis di stasiun
Kecamatan Meureubo dan Kecamatan Arongan Lambalek disebabkan oleh
kemiripan substrat pada kedua lokasi yang tersusun dari lumpur berpasir.
Sebaliknya rendahnya nilai kemiripan jenis Bivalva pada kecamatan samatiga
disebabkan oleh karakter substrat yang sangat berbeda, karena substrat didominasi
oleh lumpur berlumpung.
Tabel 5. Keberadaan jenis kerang dari famili Curbiculidae yang terdapat pada
3 stasiun di Kabupaten Aceh Barat pada subtrat yang berbeda dan
penamaan lokal.
StasiunGambarBivalva Ciri-ciri bivalva
Namalocal Spesies
Keterangan
I
Bagian luar bewarnacoklat tua, bentukcangkangnya oval, agakmengembung, anteriordan posteriormembulat.
Itak /kreung
CorbiculaRivalis
2 spesiesBagian luar berwarnakuning kecoklatan,agak mengkilat,anterior dan posteriormembulat, ukurannyalebih besardibandingkan denganjenis Corbicula Rivalis.
Kreung Batissaviolaea
II
Bagian luar berwarnakuning kehijauan dankuning berbelangkehitaman, dibagiananterior berwarnakehitaman, gariskosentris kasar danagak relatif berdekatan.
KreungBangka
Polymesodabengalensis
1 spesies
III
Bagian luar berwarnahitam kecoklatan,cangkangnyamengkilat, anterior danposterior membulat,
Kreung Batissaviolaea
1 spesies
21
Hasil pengambilan sampel dari jenis kerang (bivalva) yang di dapatkan di
Kabupaten Aceh Barat, dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar, untuk diidentifikasi dan dilakukan pengamatan
morfologi serta pengukuran cangkang kerang.
4.5. Pembahasan
4.5.1. Stasiun I (Kecamatan Meureubo)
A. Familia : Corbiculidae
Spesies : Corbicula rivalis
Bahasa local : itak
Berdasarkan hasil identifikasi tentang Spesies Corbicula rivalis, jenis
kerang ini berukuran sangat kecil, yang warnanya coklat tua Bagian cangkang
oval, memanjang dan agak mengembung, bagian luar berwarna kecoklatan,
anterior dan posterior membulat, bagian anterior lebih sempit dari pada bagian
posterior, garis konsentrisnya halus dan tidak terlalu menonjol dengan jarak antara
garis satu dengan lainnya relatif dekat, panjang sekitar 1.5-3 cm, tinggi 2.5 cm dan
berat Corbicula rivalis ini sekitar 10 gram, berjumlah 45 ekor. Habitat Corbicula
rivalis hidup di daerah pasir halus dan agak berlumpur dengan kedalaman 40-50
cm yang didapatkan di sungai Meureubo.
Gambar 3. Corbicula rivalis(Data Primer)
22
Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan
mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum :
Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo
: Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Corbicula
rivalis. (Dharma B. 1992).
B. Familia : Corbiculidae
Spesies : Batissa violaea
Bahasa local : Kreung
Berdasarkan hasil dari identifikasi pada bagian cangkangnya oval bagian
luar berwarna hitam kecoklatan agak mengkilat, anterior dan posterior membulat,
bagian anterior lebih sempit dari pada bagain posterior, garis kosentris besar dan
terdapat garis kecil di bawah lapisan garis besar. Batissa violaea ukurannya lebih
besar dibandingkan dengan jenis (Corbicula rivalis), jenis Batissa violaea panjang
cangkangnya 6.4 cm, tinggi 6 cm dan beratnya 71 gram. Habitatnya terdapat di
perairan pasir halus dan agak berlumpur dengan kedalaman 30-50 cm.
Gambar 4. Batissa violaea(Data Primer)
23
Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan
mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum :
Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo
: Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Batissa
Violacea (Dharma B. 1992).
4.5.2. Stasiun II (Kecamatan Samatiga)
Familia : Corbiculidae
Spesies : Polymesoda bengalensis
Bahasa local : Kreung bangka
Dari hasil identifikasi jenis Polymesoda bengalensis cangkangnya
berbentuk oval dan agak mengembung, bagian luar berwarna kuning kehijauan
dan kuning berbelang kehitaman, dibagian anterior berwarna kehitaman, anterior
dan posterior membulat, bagian anterior lebih sempit dari pada bagian posterior,
pada garis kosentris kasar dan agak relatif berdekatan, pada garis tersebut
berwarna hitam mengkilat. jenis kerang ini sangat besar dan berukuran 9 cm dan
tinggi 8 cm dengan berat 237 gram. Habitat di perairan lumpur belempung yang
didapatkan di Sungai Alue Raya dengan kedalaman 30-60 cm.
Gambar 5. Polymesodabengalensis(Data Primer)
24
Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan
mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum :
Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo
: Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies :
Polymesoda bengalensis. (Dharma B. 1992).
4.5.3. Stasiun III (Kecamatan Arongan Lambalek)
Familia : Corbiculidae
Spesies : Batissa violacea
Bahasa local : Kreung
Berdasarkan hasil identifikasi pada bagian cangkang oval agak menipis
bagian luar berwarna hitam mengkilat, bagian ekor agak menonjol sedikit keatas,
pada bagian anterior terdapat garis-garis ukuran lebih besar dibandingkan dengan
garis konsentris, anterior dan posterior menipis, bagian anterior lebih sempit dari
pada bagian posterior, garis kosentris besar dan terdapat garis kecil di bawah
lapisan garis besar. Batissa violaea panjang 7.6 cm, tinggi 7 cm dan berat 105
gram. Habitat di subtrat lumpur berpasir halus dengan kedalaman 40-60 cm.
Gambar 6. Batissa violaceaData primer
25
Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan
mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi
kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum :
Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo
: Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Batissa
violacea (Dharma B. 1992).
Satino (2003), menyatakan bahwa Species paling dominan di pantai
Krakal pada penelitian ini adalah Mytilus sp yang mencapai 68,54%. Hal ini
disebabkan karena species tersebut mempunyai kemampuan adaptasi terhadap
berbagai faktor pembatas yang ada di daerah intertidal pantai Krakal, seperti:
fluktuasi periodic salinitas, kondisi oksigen yang minimalis, dan daya tahan
terhadap hempasan ombak dengan bisus dan cangkang yang tebal serta ukuran
tubuhnya yang lebih kecil dibanding species yang sama yang hidup di daerah lain.
Organisme ini juga memiliki warna cangkang yang mirip dengan substrat dan
bahkan sebagian besar ditumbuhi algae sehingga sulit dikenali dengan mudah. Hal
ini juga merupakan salah satu penyebab species ini masih ditemukan melimpah di
pantai Krakal.
Dibyowati, L, 2009, menyatakan hasil penelitian tentang Keanekaragaman
Moluska (Bivalva dan Gastropoda) di Sepanjang Pantai Carita, Pandeglang,
Banten bahwa keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) pada
masing-masing stasiun menunjukkan nilai yang berbeda. Indeks keanekaragaman
secara keseluruhan berkisar antara 0.130-2.216. Indeks keanekaragaman tertinggi
terdapat pada stasiun IV (2.216) dan keanekaragaman terendah berada pada
stasiun I (0.130). Hasil perhitungan indeks keseragaman (E) pada masing-masing
stasiun berkisar antara 0.072-0.717. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada
26
stasiun IV (0.0717) dan terendah terdapat pada stasiun I (0.072). Nilai dominasi
(C) pada masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 0.198-0.960. Nilai
dominasi tertinggi berada pada stasiun I (0.960) dan terendah pada stasiun IV
(0.198).
Wahyuni, 2013, menyatakan hasil penelitian bahwa kerang air tawar yang
didapatkan di sungai Alue Ambang Kecamatan Teunom yaitu sebanyak 2 famili
yang terdiri dari 5 spesies yaitu, Corbiculidae dan Unionidae. Hasil identifikasi
dari ke- 5 jenis spesies tersebut yaitu, dari jenis Corbiculidae terdapat sebanyak 4
jenis spesies masing - masing, Corbicula javanica, Corbicula rivalis, Pulymesoda
bengalensis, dan Batissa violacea, sedangkan dari famili Unionidae hanya
terdapat 1spesies saja yaitu, Anadonta woodiana.
Kerang air tawar memiliki arti penting dalam keseimbangan ekosistem di
lingkungannya, yaitu sebagai konsumen yang mengkonsumsi organisme-
organisme berukuran lebih kecil dan komponen tersuspensi dalam air (filter
feeder) dan juga sebagai bioindikator. Keberadaan kerang air tawar saat ini
mengalami penurunan hingga 37 spesies kerang air tawar diduga mengalami
kepunahan. Hal tersebut dijelaskan bahwa penurunan tajam jumlah spesies kerang
air tawar disebabkan oleh kerusakan habitat, penurunan kualitas air, introduksi
spesies eksotis, dan perubahan hidrologi. Kerang famili Corbiculidae tidak
menyukai arus yang deras karena arus yang deras dapat mengikis kandungan
nutrisi dan akan mengurangi suplai makanan untuk kerang (Junaidi et al., 2010
dalam Wardani I et.al. 2012).
Kerang air tawar merupakan organisme yang hidup di dasar badan air dan
sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Kerang air tawar cocok sebagai
organisme indikator yang mana keberadaannya di suatu perairan dapat digunakan
27
untuk mengukur kondisi lingkungan di sekitarnya (Naimo, 1995 dalam Wardani I
et.al. 2012).
Odum, 1993, menyatakan Kelimpahan suatu organisme dalam suatu
perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah individu persatuan luas atau volume.
Sedangkan kepadatan relatif adalah perbandingan antara kelimpahan individu tiap
jenis dengan keseluruhan individu yang tertangkap dalam suatu komunitas.
Dengan diketahuinya nilai kepadatan relatif maka akan didapat juga nilai indeks
dominansi. Sementara kepadatan jenis adalah sifat suatu komunitas yang
menggambarkan tingkat keanekaragam jenis organisme yang terdapat dalam
komunitas tersebut. Kepadatan jenis tergantung dari pemerataan individu dalam
tiap jenisnya. Kepadatan jenis dalam suatu komunitas dinilai rendah jika
pemerataannya tidak merata.
Insafitri, 2010, menyatakan bahwa hasil penelitian tentang
keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi bivalva di Area buangan Lumpur
Lapindo Muara Sungai Porong penelitian menunjukan bahwa tidak ditemukanya
bivalva pada lokasi penelitian di muara sungai Porong, yang berarti tidak ada
keanekaragaman dan dikategorikan keanekaragaman jenis rendah (Wilhm and
Doris, 1986), keseragamannya adalah tidak ada dan dimasukan dalam kategori
keseragaman populasi kecil (Krebs, 1985)), dan tidak ada spesies yang
mendominansi (Odum, 1993). Ketidakadaan bivalva dilokasi penelitian
kemungkinan disebabkan parameter kimia seperti bahan organik ataupun
anorganik yang tidak mendukung untuk kehidupan bivalva yang memerlukan
penelitian lanjutan. Menurut rakhmawati (2009) dan Parawita (2009) menyatakan
kandungan cadmium dan merkuri di muara sungai porong telah melampaui
ambang batas. Disamping itu, di lokasi penelitian terjadi pengerukan dan
28
reklamasi yang memungkinkan dapat mengganggu stuktur komunitas bivalva.
Untuk parameter lingkungan di lokasi penelitian suhu berkisar 28-29ºC, salinitas
17- 36‰, pH 7.8-8.2 yang menunjukan masih bisa ditolelir untuk hidup bivalva
(Nybakken, 1992).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian pada Kecamatan Meureubo, Kecamatan Samatiga
dan Kecamatan Arongan Lambalek didapatkan sebanyak 3 jenis spesies
yaitu Batissa violaea, Corbicula rivalis dan Polymesoda bengalensis
yang terdiri dari family Corbiculidae.
2. Nilai indeks dominasi (C) pada ketiga stasiun memiliki nilai 0.41395
maka jenis dominasinya rendah/sedang, karena tidak terdapat jenis yang
mendominasi jenis lainnya. Jika dilihat dari nilai keanekaragaman
jenisnya, ketiga stasiun memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis ≤ 1
(0.984253) bahwa keanekaragaman jenis berada dalam kisaran rendah.
5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran dari peneliti di Kabupaten Aceh Barat perlu
dijaga kelestarian perairan Tawar/Payau agar organisme khususnya jenis spesies
kerang (Bivalva) yang berada di perairan tersebut semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Aucoin, F., Doiron, S., Nadeau, M. 2004. Guide to sampling and identifyinglarvae of species of maricultural interest. New Nouveau, Brunswick,Canada. 73 p. Barnes, D.K.A. 1997. Ecology of tropical crabs at Quirimbaisland, Mozambique: a novel and locally important food resource. MarineEcology progress.
BAPPEDA Kabupaten Aceh Barat, 2012.
Carpenter, E.K. dan V.H. Niem. 1998. The Living Marine Resource of TheWestern Central Pacific. Vol 1. Seaweed, Corals, Bivalves, andGastropod. New York: Food and Agriculture Organizations UnitedNations. 686 p.
Dharma, B. 1992. Siput dan kerang Indonesia (Indonesian shell II). Jakarta : PT.Darana Graha, Jl Tawakal VI/12A.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Aceh Barat, 2010.
Dibyowati, Lia, 2009. Keanekaragaman Moluska (Bivalva dan Gastropoda) diSepanjang Pantai Carita. Pandeglang, Banteng : Bogor, FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Petrtanian.
Hilman. M. 2009. Paleontologi. Fakultas Teknik Geologi. UniversitasPadjadjaran.
Insafitri, 2010. keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi bivalvia di Areabuangan lumpur lapindo muara sungai porong. jurnal kelautan, Volume 3,No.1. ISSN : 1907-9931
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions andAbundance. Ed. New York
Lebata. M. J. H. L. 2000. Elemental Sulphur In the Gils Of the Mangrove MudClam Anandonta Edentula (Family Lucinidae). Journal Of Shell ShellfishResearh 19 (1), 241-245.
Lim, K. K. P. H. D. H. Murphy, T. Morganti, N Sivasothi, P. K. L. Ng, B. C.Seong, T. Hugh. W. Tan, K. S. Tan and T. K. Tan 2001. Animal diversity.In P. K. L. Ng and Sivasothi, 2003 (eds). A. Gluide to Mangrove OfSingapore (Vol 1). Singapor Science Center.
Meglitsch, P.A. 1972. Invertebrata Zoology. Oxford University Press. London.
Newell, N.D. (1999). Bivalvia systematics. In: Moore, R.C. Treatise onInvertebrate Paleontology Part N.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendektan Ekologis. PT GramediaPustaka, Jakarta 458 p.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B.Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 697 p.
Ponder, W.F. 1998. Clasification of Mollusca in Beesley, P.L., G.J.B. Ross & A.Wells. (eds). Mollusca: The Southern Syntetsis, Fauna of Australia. Vol.5.CSIRO Publising. Melbourne.
Poutiers, J. M. 1998. Bivalvea (Acephala, Lamellibranchia, Pelecypoda). In: pp.123-362. Carpenters, K. E., Niem, V. H. (eds). The living marineresources of the Western Central Pacific. Food and AgricultureOrganization, Rome. 686 p.
Putri, R. E. 2005. Analisa Populasidan Habitat Sebaran Ukurandan KematangKematangan Gonad KerangLokan (Batissaviolacae) di Muara SungaiAnai Padang, Sumatra Barat [Tesis].Sekolah Pasca sarjana InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Satino, 2003, Struktur komunitas Bivalva di daerah Intertidal Pantai Krakal,Gunung Kidul, Yogyakarta.
Wahyuni, Sri. 2013. Identifikasi Jenis Kerang (Bivalva) di Sungai Alue AmbangKecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya. Skripsi, FPIK : Meulaboh,Universitas Teuku Umar.
Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water qualityCriteria. Bio. Science: 18.
Wilkipedia. 2012. Ciri Kerang Secara Umum. Jakarta : Wilkipedia BahasaIndonesia.