Top Banner
76

JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAHbatan.go.id/ptlr/11id/sites/default/files/jurnal/no14vol... · 2012. 3. 12. · Aisyah: Sensitisasi Pada Pengelasan Tabung Baja Tahan Karat Aisi

Feb 08, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • ISSN 1410 – 9565 Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010

    SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010 Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional

    J. Tek. Peng. Lim. Vol. 14 No. 1 Hal. 1-68 Jakarta

    Juli 2011 ISSN 1410-9565

  • Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010 SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010, Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH Volume 14 Nomor 1 Juli 2011

    Jurnal enam bulanan Pertama terbit Juni 1998

    Penanggung Jawab / Pengarah

    Drs. R. Heru Umbara (Ka. PTLR BATAN)

    Pemimpin Redaksi merangkap Ketua Editor

    Dr. Ir. Budi Setiawan M.Eng. (PTLR BATAN)

    Editor

    Dr. Ir. Djarot S. Wisnubroto, M. Sc. (PTLR BATAN) Dr. Sri Harjanto (Universitas Indonesia)

    Dr. Thamzil Las (Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Dr. Heny Suseno, S.Si., M.Si. (PTLR BATAN)

    Drs. Gunandjar SU. (PTLR BATAN)

    Mitra Bestari

    Dr. Sahat M. Panggabean (Kementerian Negara Riset dan Teknologi) Dr. Muhammad Nurdin (Universitas Haluoleo)

    Tim Redaksi

    Endang Nuraeni, S.T. Yanni Andriani, A.Md. Adi Wijayanto, A.Md.

    Penerbit

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional

    Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310, Indonesia Tel. +62 21 7563142, Fax. +62 21 7560927

    e-mail : [email protected]

    mailto:[email protected]

  • i

    Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010 SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010, Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH Volume 14 Nomor 1 Juli 2011

    Jurnal enam bulanan Pertama terbit Juni 1998

    Penanggung Jawab / Pengarah

    Drs. R. Heru Umbara (Ka. PTLR BATAN)

    Pemimpin Redaksi merangkap Ketua Editor

    Dr. Ir. Budi Setiawan M.Eng. (PTLR BATAN)

    Editor

    Dr. Ir. Djarot S. Wisnubroto, M. Sc. (PTLR BATAN) Dr. Sri Harjanto (Universitas Indonesia)

    Dr. Thamzil Las (Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Dr. Heny Suseno, S.Si., M.Si. (PTLR BATAN)

    Drs. Gunandjar SU. (PTLR BATAN)

    Mitra Bestari

    Dr. Sahat M. Panggabean (Kementerian Negara Riset dan Teknologi) Dr. Muhammad Nurdin (Universitas Haluoleo)

    Tim Redaksi

    Endang Nuraeni, S.T. Yanni Andriani, A.Md.. Adi Wijayanto, A.Md.

    Penerbit

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional

    Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310, Indonesia Tel. +62 21 7563142, Fax. +62 21 7560927

    e-mail : [email protected]

    mailto:[email protected]

  • ii

    Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010 SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010, Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH Volume 14 Nomor 1 Juli 2011

    Pengantar Redaksi

    Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah, Volume 14

    Nomor 1, Juli 2011. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah memuat karya tulis ilmiah dari kegiatan penelitian dan

    pengembangan di bidang pengelolaan limbah yang meliputi aspek-aspek pengolahan limbah, penyimpanan limbah,

    dekontaminasi-dekomisioning, keselamatan lingkungan dan radioekologi kelautan.

    Pertama-tama kami Dewan Redaksi mohon maaf atas keterlambatan kami untuk kembali menyapa para peneliti

    dan pemerhati pengelolaan limbah dan lingkungan karena tingginya frekuensi kegiatan rutin kami sehingga penyajian jurnal ini

    baru dapat terbit pada bulan Juli 2011, mudah-mudahan hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kami di masa yang

    akan datang. Pada penerbitan kami kali ini kembali kami menyajikan makalah-makalah hasil penelitian dan pengembangan

    yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pengolahan limbah, penyimpanan limbah, dekontaminasi-dekomisioning,

    keselamatan lingkungan dan radioekologi kelautan.

    Semoga penerbitan jurnal ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk dijadikan acuan dalam

    pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan pengelolaan limbah di masa yang akan datang, amien.

    Jakarta, Juli 2011

  • iii

    Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010 SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010, Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH Volume 14 Nomor 1 Juli 2011

    Daftar Isi Sutanto dan Ani Iryani: Hujan Asam dan Perubahan Kadar Nitrat dan Sulfat Dalam Air Sumur di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup Bogor (1-9)

    Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi (10-22)

    Aisyah: Sensitisasi Pada Pengelasan Tabung Baja Tahan Karat Aisi 304 Wadah Limbah Sumber 226ra Bekas Radioterapi (23-33)

    Budi Setiawan: Tahapan-Tahapan dalam Penentuan Tapak Disposal Limbah Radioaktif Aktivitas Rendah di Pulau Jawa

    (34-41)

    Budi Setiawan: Parameter-Parameter Penting pada Interaksi Radiocesium dengan Bentonit (42-48)

    Heny Suseno: Kemampuan Kerang Hijau (Perna viridis) Mengakumulasi dan Mendistribusi 60Co dan 137Cs (49-55)

    Budiawan, Heny Suseno: Prediksi Metilasi Merkuri pada Bioakumulasi Merkuri Anorganik oleh Oreochromiss mossambicus (56-62)

    Suzie Darmawati: Aspek Lingkungan pada Sistem Proteksi Radiasi (63-68)

  • iv

    Akreditasi B No. 284/AU1/P2MBI/05/2010 SK Kepala LIPI Nomor : 452/D/2010, Tanggal : 6 Mei 2010

    JURNAL TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH

    Pedoman Penulisan Naskah

    Redaksi Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah menerima naskah/makalah karya tulis ilmiah dari kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pengelolaan limbah yang meliputi aspek-aspek pengolahan limbah, penyimpanan limbah, dekontaminasi-dekomisioning, keselamatan lingkungan dan radioekologi kelautan untuk penerbitan pada bulan Juni dan Desember setiap tahun.

    Ketentuan penulisan naskah : 1. Naskah asli yang belum pernah dipublikasikan berupa karya tulis ilmiah dari hasil penelitian, survei, pengkajian atau

    studi literatur. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format: menggunakan kertas A4, 1 kolom dengan

    margin atas, bawah, kiri dan kanan masing-masing 3 cm (1,18”). Gunakan jenis huruf “Arial” ukuran 9. Jumlah halaman naskah termasuk gambar dan tabel maksimal 20 halaman,

    3. Sistematika penulisan meliputi JUDUL, ABSTRAK, KATA KUNCI, PENDAHULUAN, TATA KERJA, HASIL DAN PEMBAHASAN, KESIMPULAN, UCAPAN TERIMA KASIH (bila ada), DAFTAR PUSTAKA. Untuk makalah pengkajian dan perancangan dapat menyesuaikan.

    4. Judul tulisan menggunakan huruf Kapital, bold, font 14. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar, bold, font 11, sedangkan alamat penulis berupa Nama Unit Kerja, Instansi dan alamat Instansi.

    5. Abstrak tidak melebihi 250 kata, dengan spasi 1, font 9 dan Judul tulisan dicantumkan kembali di dalam abstrak sebagai kalimat pertama. Abstrak berbahasa Inggris ditulis dalam format Italic.

    6. Bab dan Sub-bab dalam tulisan tidak bernomor tapi dibedakan dengan huruf besar dan huruf kecil, bold, font 9 7. Penulisan “Tabel” dan “Gambar” dibelakangnya diserta dengan angka Arab dan penjelasannya. Contohnya:

    i) . Tabel 1. Hasil Analisis X-RF ………………………………… (ditulis di atas Tabel) ii) . Gambar 2. Kurva Kesetimbangan …………………………. (ditulis di bawah Gambar)

    8. Pustaka yang dikutip dalam teks diberi nomor angka Arab di belakangnya sesuai dengan urutan pemunculan dalam Daftar Pustaka. Contoh: Standar IAEA memberi arahan bahwa kegiatan siting umumnya dilaksanakan melalui 4 tahapan utama [3],...

    9. Penulisan Daftar Pustaka menggunakan format sebagai berikut: Buku referensi : [1] Akhmediev, M. and Ankiewicz, Y.: A Solution, Nonlinear Pulses and Beams, Chapman & Hall, London (1997). Artikel yang terdapat dalam buku referensi:

    [2] Dean, R.G.: Freak waves: A Possible Explanation, in Water Wave Kinetics, Editor: Torum, A and Gudmestad, O.T., Kluwer, Amsterdam, 609 – 612, (1990).

    Artikel dari jurnal :

    [3] Choppin, G.R.: The Role of Natural Organics in Radionuclide Migration in Natural Aquifer Systems, Radiochim. Acta 58/59, 113, (1992)

    Artikel dalam proceeding [4] Chung, F., Erdös, P., Graham , R.: On Sparse Sets Hitting Linear Forms, Proc. of the Number Theory for the

    Millennium, I, Urbana, IL, USA, 57 – 72, (2000).

    10. Dewan Redaksi berhak untuk menolak suatu tulisan yang dianggap tidak memenuhi syarat. 11. Dewan Redaksi dapat mengedit naskah tanpa mengurangi makna. 12. Isi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. 13. Naskah diserahkan dalam bentuk cetakan 2 rangkap disertai compact disk (CD) berisi file naskah dalam format MS

    Word.

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    1

    HUJAN ASAM DAN PERUBAHAN KADAR NITRAT DAN SULFAT DALAM AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI

    CIBINONG-CITEUREUP BOGOR

    Sutanto dan Ani Iryani Jurusan kimia FMIPA Universitas Pakuan,

    Jl. Pakuan, Bogor 16144, Indonesia

    ABSTRAK

    HUJAN ASAM DAN PERUBAHAN KADAR NITRAT DAN SULFAT DALAM AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI CIBINONG-CITEUREUP BOGOR. Hujan asam dan perubahan kadar nitrat dan sulfat dalam air sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup Bogor. Wilayah industri Cibinong-Citeureup Bogor telah mengalami hujan asam. Salah satu dampak hujan asam adalah degradasi

    kualitas air sumur. Sebanyak 75% penduduk di wilayah ini mengkonsumsi air sumur untuk minum. Telah dipelajari dampak hujan asam terhadap perubahan kadar nitrat (NO3

    -) dan sulfat (SO4

    =) dalam air

    sumur pada daerah hujan asam intensitas tinggi (pH F tabel ; P 0,193 < 0,05) tetapi kadar sulfat menurun meskipun tidak nyata (Fhit F tabel; P 0,000< 0,05). Kata kunci: hujan asam, sulfat, nitrat, air sumur, Industri ABSTRACT

    ACID RAIN AND TREND OF NITRATE AND SULPHATE CONTAIN IN WELL WATER IN THE AREA OF CIBINONG-CITEUREUP BOGOR. In the industry area of Cibinong-Citeureup Bogor there has been an acid rain. One of the impact of acid rain is well water quality. About 75% people in this area consume well water for drinking.It was studied the acid rain impact ofnitrate (NO3-) and sulphate (SO4=) trend contain in well waters in the area of high acid rain intensity (pH F table; P 0,193

  • Sutanto dan Ani Iryani: Hujan Asam dan Perubahan Kadar Nitrat dan Sulfat Dalam Air Sumur di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup Bogor

    2

    ppm [12], dan pada tahun 2001 terukur rata-rata kadar nitrat 6,19 ppm [5]. Hal ini mengindikasikan bahwa kadar nitrat dalam air sumur terjadi peningkatan dalam kurun waktu 2 tahun. Peningkatan kadar nitrat ini tidak terlepas dari peningkatan kadar nitrat dalam air hujan. Kadar nitrat dalam air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup mencapai rata-rata 0,550 ppm [12]. Pada tahun 2001 kadar nitrat mencapai 3,33 ppm [5].

    Kadar nitrat dalam air minum yang tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Knobeloch [9] menemukan kasus penyakit Blue Baby syndrome atau methemoglobinemia. Gejala penyakit ini

    disebabkan oleh karena besi II dalam darah (hemoglobin) sebagai inti sel darah merah teroksidasi oleh nitrat menjadi besi III (methemoglobin) sehingga darah tak dapat mengangkut oksigen. Menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan Peraturan Pemerintah RI PP No. 82 tahun 2001 klas I yaitu air yang dapat diminum nilai ambang batas atau baku mutu kadar nitrat sebesar 10 mg/L, namun demikian jika kadar nitrat dalam air sumur sudah mencapai 3 mg/L harus dilakukan pemantauan setiap tahun.

    Kandungan nitrat dalam air sumur dapat berasal dari berbagai sumber. Apabila sumur berada pada lokasi yang tidak terbuka maka satu-satunya jalan masuk polutan kedalam air sumur adalam melewati tanah terbawa oleh air dan merembes masuk kedalam sumur. Pada tanah pertanian nitrat berasal dari pemupukan tanaman dengan ure atau ammonium nitrat. Pupuk ini sebagian diserap oleh akar tanaman untuk pertumbuhan, dan sebagain lagi tercuci dan berpindah ke tempat lain (leaching). Jumlah Nitrat ter-leaching dipengaruhi oleh jumlah pupuk yang diberikan dan curah hujan, atau air irigasi, dan jenis tanaman. Pada tanaman kapas nitrogen ter-leaching dapat mencapai antara 45-55% dari jumlah pupuk yang diberikan [15]. Musim juga berpengaruh terhadap leaching nitrogen [7], hal ini berhubungan dengan curah hujan. Pada daerah non pertanian sumber nitrat adalah polusi udara yaitu gas NOx. Sumber NOx dari aktifitas manusia diantaranya adalah kendaraan bermotor, mesin stationer putaran tinggi yang menghasilkan panas tinggi. Gas NOx (N2O, NO2, N2O4 dan sebagainya) terbentuk karena pembakaran (panas tinggi) yang melibatkan gas Nitrogen (N2). Gas NOx diudara dengan adanya oksidan dan uap air diubah menjadi asam nitrat (HNO3) dan turun bersama air hujan. Dengan demikian kandungan asam nitrat dalam air hujan merupakan sumber nitrat dalam air sumur. Efe et al.

    [7] mempelajari kandungan nitrat dalam air sumur terbuka dan air sumur bor dan mendapatkan bahwa kadar nitrat dalam air sumur dipengaruhi oleh musim, dalam hal ini curah hujan.

    Di atmosfir dengan adanya oksidan dan uap air, gas SOx akan bereaksi membentuk asam sulfat [6]. Gas SOx bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara) khususnya pada kegiatan PLTU batubara (power plants). Namun demikian semakin berkembangnya teknologi desulfurisasi pada berbagai industri deposisi sulfur semakin menurun mencapai sekitar 16,5 kg/ha/tahun. Dengan demikian diramalkan pada tahun 2010 deposisi sulfur tak lagi berdampak pada lingkungan. Perkembangan pertumbuhan lalu lintas dapat menaikkan trend deposisi nitrogen dari 15,4 kg/ha/tahun pada tahun 1990 menjadi 25,7 kg/ha/tahun pada tahun 2001. Jika trend ini berlangsung terus maka deposisi nitrogen akan mencapai 37,8 kg/ha/tahun pada tahun 2015 yang berarti nitrogen memegang peran penting dalam hujan asam [9].

    Kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin merupakan salah satu sumber polutan SOx. Berdasarkan spesifikasi bahan bakar bensin dengan kadar belerang mencapai 0,2 % [8], dapat dihitung bahwa setiap satu liter bensin akan menghasilkan 1-2 kg gas CO2, 0,05-1,5 g Pb, 1-2 g SO2 dan sejumlah kecil hidrokarbon (HC) khususnya senyawa poliaromatik. Hasil analisis minyak solar menunjukkan kadar belerang antara 0,14-0,33 % bobot [11] yang berati bahwa minyak solar dalam menyumbang SO2 di udara tidak jauh berbeda dengan bensin.

    Air hujan yang terpolusi oleh gas SOx akan membentuk asam sulfat (H2SO4) yang dapat menyebabkan hujan asam, dan merupakan input sulfat penting yang dapat menyebabkan perubahan kadar sulfat dalam air sumur. Keberadaan SO4

    = dalam air sumur tidak cukup membahayakan karena

    ion ini cukup stabil tidak mudah beraksi secara kimia. Namun demikian dalam jumlah yang berlebihan dapat mempengaruhi rasa. Untuk keperluan air minum, air sumur harus, memenuhi syarat air bersih Permenkes No. 416/MENKES /PER/IX/1990 yaitu kadar maksimum SO4

    = 400 mg/L.

    Penelitian ini bertujuan: (1), memantau dan mengevaluasi keasaman dan keberadaan nitrat dan sulfat dalam air hujan dan air sumur, (2) menentukan pola perubahan kadar nitrat dan sulfat dalam air sumur di wilayah industri, (3) menentukan persamaan yang menghubungkan antara kadar nitrat atau sulfat dalam air hujan dengan kadar nitrat atau sulfat dalam air sumur. dengan studi kasus di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor.

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    3

    TATA KERJA

    Penelitian ini melibatkan data sekunder dari penelitian sebelumnya (data tahun, 1999, dan 2001) yang telah dipublikasikan dan data primer pengamatan tahun 2006, 2008, dan 2009. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor meliputi Kecamatan Cibinong, Kecamatan Citeureup, dan Kecamatan Gunung Putri, dengan luas cakupan wilayah penelitian 15 km

    2.

    Peralatan meliputi: botol/jerigen sampling kapasitas 2 liter, alat penampung air hujan dari plastik, pH meter (LUTRON), spektrofotometer UV-VIS (Thermo Scientific, tipe Genesys 10V), neraca analitik, penangas air, dan peralatan gelas lainnya,. Bahan-bahan yang digunakan adalah: asam sulfat, kertas pH, larutan buffer (pH 4, 7 dan 10), air suling, akuabides, KNO3 pa, Na2SO4 pa, brucin sulfat, H2SO4 p pa. HNO3 p. dan BaCl2. Monitoring dan Evaluasi Hujan Asam

    Analisis kimia merujuk pada APHA (2005) [1]. Sampling air hujan dilakukan pada 30 menit pertama kemudian dibagi 2, masing-masing diawetkan dengan asam nitrat pekat sampai pH 2, dan sebagian lagi diawetkan dengan asam sulfat pekat sampai pH 2. Sampel yang diawetkan dengan asam sulfat digunakan untuk analisis kadar nitrat, dan sampel yang diawetkan dengan asam nitrat digunakan untuk analisis kadar sulfat.

    Pengukuran Kadar Nitrat (APHA, 419 D) [1]: Pengukuran kadar nitrat dilakukan dengan metoda brucin sulfat menggunakan peralatan spektrofotometer. Ion nitrat dalam air sampel diwarnai dengan

    larutan brucin pada kondisi asam sulfat (pH 2) dan suhu tinggi hampir mendidih. Warna kuning intensif reaksi brucin nitrat diukur serapannya pada panjang gelombang 410 nm.

    Pengukuran Kadar SO4

    = ( APHA, 427 C) [1]: Pengukuran kadar nitrat dilakukan dengan metoda

    turbidimetri menggunakan peralatan spektrofotometer. Ion SO4=

    dalam air sample direaksikan dengan BaCl2 pada kondisi asam dan didiamkan selama 5 menit. Tingkat kekeruhan suspensi diukur serapannya pada panjang gelombang 420 nm. Menetukan Pola kecenderungan Peningkatan kadar NO3

    - dan SO4

    = Air Sumur

    Nilai rata-rata kadar NO3- atau SO4

    = air sumur pada wilayah penelitian dari tahun 1999 sampai

    2009 diplot terhadap waktu dan ditentukan persamaan matematika sehingga diperoleh pola kecenderungan peningkatan rata-rata kadar NO3

    - atau SO4

    = air sumur terhadap waktu. Untuk maksud

    ini dilakukan dengan bantuan komputer program excel. Menetukan hubungan matematik kadar NO3

    - dan SO4

    = air hujan dengan kadar NO3

    - dan SO4

    =

    Air Sumur

    Hasil analisis rata-rata kadar NO3- dan SO4

    =air sumur dan air hujan masing-masing di

    kelompokkan sehingga diperoleh data series dari tahun 1999, 2001, 2006, 2008, dan 2009. Setiap data series setiap parameter dibuat plot antara parameter air sumur vs parameter air hujan pada 5 kali pengamatan (dalam kurun waktu 10 tahun) dengan menggunakan bantuan program komputer excel/minitab baik untuk mendapatkan persamaan matematik kurva, nilai korelasi, dan visualisasi grafik. Interpretasi korelasi didasarkan pada koefisien korelasi. Korelasi dianggap baik jika nilai koefisien korelasi > 0,70 dan yang dapat menyatakan bahwa kualitas air sumur benar-benar dipengaruhi oleh kualitas air hujan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pemantauan dan evaluasi keasaman dan keberadaan nitrat dan sulfat dalam air hujan dan air sumur

    Keasaman Air Hujan

    Keasaman air hujan rata-rata berubah dari 5.00 padat tahun 1999 menjadi 4,77 pada tahun 2009. Perubahan pH air hujan menunjukkan adanya perubahan kadar polutan di udara. Semakin menurunnya pH berarti semakin tinggi kadar polutan penyebab asam, salah satunya adalah meningkatnya kadar nitrat dalam air hujan. Gambar 1 memperlihatkan perubahan rata-rata pH air hujan yang semakin menurun.

  • Sutanto dan Ani Iryani: Hujan Asam dan Perubahan Kadar Nitrat dan Sulfat Dalam Air Sumur di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup Bogor

    4

    Kadar nitrat dalam air hujan

    Hasil pemantauan kualitas air hujan di wilayah penelitian menunjukkan kadar nitrat berkisar antara 0.0152 sampai 30,925 mg/l. Rata-rata tahunan kadar nitrat pada daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi disajikan pada Tabel 1. Rata-rata kadar nitrat tahunan selama 10 tahun terakhir cenderung meningkat dari 0,405 mg/L menjadi 5,284 mg/L. Peningkatan kadar nitrat dalam air

    hujan ini signifikan (F 1,61 < F tabel ; P 0,193 < 0,05) disebabkan oleh tingginya kadar NO2 diudara dan kadar ozon sebagai oksidan dalam reaksi pembentukan asam nitrat bersama air hujan. Kadar NO2 di daerah hujan asam intensitas tinggi antara 36,44 ug/m

    3 sampai 709,3 ug/m

    3 dan kadar ozon antara

    5,13 ug/m3 sampai 27,14 ug/m

    3 [4]. Reaksi pembentukan nitrat dalam air hujan dapat dinyatakan

    dengan reaksi sebagai berikut : Kadar sulfat dalam air hujan

    Rerata kadar sulfat dalam air hujan cenderung menurun dari tahun ke tahun yaitu mengalami penurunan dari 4,953 mg/L pada tahun 1999 menjadi 3,547 mg/L pada tahun 2009 (Tabel 2),. Hasil uji

    statistik perubahan rata-rata penurunan tidak signifikan (Fhit 0,73 0,05)

    Keasaman air hujan meningkat atau pH air hujan di daerah ini cenderung menurun. Tingkat keasaman air hujan salah satunya ditentukan oleh kandungan sulfat yang mencerminkan terbentuknya asam sulfat di atmosfir akibat adanya polusi SO2. Dengan semakin menurunnya kadar sulfat dalam air hujan akan tetapi keasaman air hujan semakin meningkat (pH semakin menurun) menunjukkan bahwa sulfat bukan merupakan satu-satunya penentu keasaman air hujan, namun kandungan nitrat dalam air hujan lebih dominan dalam penentuan keasaman air hujan.

    Industri yang melibatkan pembakaran suhu tinggi (seperti industri semen) menghasilkan polutan NOx tinggi akibat ikut terbakarnya nitrogen dalam udara. Selain itu industri juga menjadi penyebab cepatnya pertumbuhan kendaraan bermotor karena kebutuhan akan transportasi, baik transportasi barang/produk industri maupun transportasi pekerja industri. Kendaraan bermotor yang berbasis mesin/motor bakar menghasilkan gas NOx dari ruang bakar akibat pembakaran udara (78% gas nitrogen) beserta bahan bakar berupa bensin atau solar dengan rasio udara : bahan bakar = 100 : 1. Fenomena ini juga didukung dengan pertambahan jumlah kendaraan yang cukup fantastik di Bogor , menurut catatan POLWIL Bogor jumlah kendaraan meningkat dari 49808 (1998) menjadi 56296 (2000) dan menjadi 136222 (2005), akhirnya menjadi 200139 unit (2008). Menurut HRKAL et al. [9]

    perkembangan pertumbuhan lalu lintas dapat menaikkan trend deposisi nitrogen dari 15,4 kg/ha/tahun pada tahun 1990 menjadi 25,7 kg/ha/tahun pada tahun 2001. Jika trend ini berlangsung terus maka deposisi nitrogen akan mencapai 37,8 kg/ha/tahun pada tahun 2015 yang berarti nitrogen memegang peran penting dalam hujan asam.

    Gambar 1. Pola perubahan rata-rata keasaman (pH) air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup

    Bogor dari tahun 1999 sampai tahun 2009.

    4

    4,25

    4,5

    4,75

    5

    5,25

    5,5

    5,75

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Tahun pengamatan

    Rata

    -rata

    pH

    air h

    uja

    n

    99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09

    Batasan hujan asam ( pH 5,6 )

    Batas hujan asam intensitas tinggi (pH < 5)

    Trend pH air hujan

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    5

    Tabel 1. Rata-rata kadar nitrat (NO3-) dalam air hujan pada daerah yang sering mengalami hujan asam

    intensitas tinggi di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor

    Lokasi Sampling Kadar NO3 ( mg/L)

    1999[12]

    2001[5]

    2006 2008 2009

    Kr.Asem Barat 0.156 0.426 0.799 0.885 6.825

    Puspasari 0.239 2.754 - - 4.58

    Kranggan 0.159 0.234 - 0.565 2.575

    Kr.Asem Timur 1.169 - 9.550 30.925 11.45

    Puspanegara 1.39 1.522 2.042 1.175 4.2

    Gn. Putri 0.143 5.475 - - 3.95

    Tlajung Udik 0.022 0.152 - 0.925 3.45

    Ps.Citeureup 0.015 3.906 4.889 5.175 5.325

    ITC CCibinong 0.355 6.131 7.530 1.425 3.825

    Rata-rata 0.405 3.018 4.962 5.868 5.284

    Keterangan : - tidak diukur /missing data

    Kadar nitrat dalam air sumur

    Hasil analisis kadar nitrat air sumur disajikan pada Tabel 3. Dari tabel ini nampak bahwa kadar nitrat dalam air sumur di wilayah penelitian tertinggi 10,550mg/L. Kadar nitrat dalam air sumur secara keseluruhan memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan Peraturan Pemerintah RI PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air klas I bahwa nilai ambang batas atau baku mutu kadar nitrat 10 mg/L, kecuali pada desa Gunung Putri tahun 2009. Meskipun demikian dari tahun ketahun kadar nitrat dalam air sumur terus meningkat. Rata-rata kadar nitrat air sumur meningkat hampir 4 kali lipat dari tahun 1999 sampai tahun 2008. Hasil uji statistik peningkatan ini cukup signifikan (F hitung 8,93 > F tabel; P 0,000). Peningkatan kadar nitrat dalam air sumur ini disebabkan oleh meningkatnya kadar nitrat dalam air hujan (r = 0,9).

    Tabel 2. Rata-rata kadar sulfat (SO4=) dalam air hujan pada daerah yang sering mengalami hujan

    asam intensitas tinggi di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor

    Lokasi sampling

    Kadar SO4= (mg/L)

    1999[12]

    2001[5]

    2008 2009

    Tol Citeureup 3.360 0.899 3.093 2.293

    Puspasari 4.960 1.798 - 2.120

    Kranggan G. Putri 6.540 11.364 - 9.567

    Kr.Asem Timur 3.890 - 2.693 3.360

    Puspanegara 7.610 9.434 5.360 4.960

    Tol Gn. Putri 3.890 3.034 3.627 4.827

    Tlajung Udik 1.060 0.899 - -

    Ps.Citeureup 8.320 5.556 2.427 3.770

    Sukahati - - 1.493 2.490

    ITC Cibinong - 1.011 1.227 2.293

    Rata-rata 4.953 4.249 2.846 3.547

    Keterangan : - tidak diukur /missing data

  • Sutanto dan Ani Iryani: Hujan Asam dan Perubahan Kadar Nitrat dan Sulfat Dalam Air Sumur di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup Bogor

    6

    Tabel 3. Rata-rata kadar nitrat (NO3-) dalam air sumur pada daerah yang sering mengalami hujan

    asam intensitas tinggi di wilayah industri Cibinong- Citeureup Kabupaten Bogor

    Lokasi sampling

    Konsentrasi NO3- (mg/L)

    1999[12]

    2001[5]

    2008 (I) 2008 (II) 2009 (I) 2009 (II)

    Karangasem Barat 0.292 0.299 1.593 2.213 - 7.988

    Kranggan, 0.253 0.286 0.941 1.725 1.000 2.550

    Puspanegara I 0.223 0.281 0.771 4.175 4.125 5.925

    Puspanegara II 0.264 0.349 0.381 3.963 - 4.175

    Tarikolot, Tajur - 1.295 1.627 8.800 9.050 1.363

    Desa G.Putri 0.154 0.336 0.559 2.075 3.225 10.550

    Tlajung Udik. G. Putri 0.275 1.027 - 9.175 8.675 8.113

    ITC Cibinong 0.292 0.162 0.720 1.925 1.788 6.925

    Rata-rata 0.250 0.504 0.942 4.256 4.644 5.947

    Keterangan: ((I) =sampling bulan Juni-Juli, II) sampling bulan basah (Desember-Januari) - Tidak diukur

    Tabel 4. Rata-rata kadar sulfat ( SO4

    = ) air sumur pada daerah yang sering mengalami hujan

    asam tinggi di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor

    Lokasi sampling

    Konsentrasi SO4= (mg/L)

    1999[12]

    2001[5]

    2008 (I) 2008 (II) 2009 (I) 2009 (II)

    Karangasem Barat - 46.218 91.753 - 8.693 66.693

    Kranggan, - 18.868 6.598 - 12.693 6.960

    Puspanegara 1 10.912 46.218 148.454 47.360 22.027 6.960

    Puspanegara II 67.045 42.857 20.515 18.027 - 54.027

    Jl. Raya G.Putri 72.586 42.017 22.062 50.960 34.293 7.627

    Tlajung Udik (G. Putri) 4.426 16.981 9.887 9.887 - 1.360

    ITC Cibinong 5.311 10.84 13.959 12.160 12.560 1.893

    Rata-rata tahunan 32.056 43.731 24.966 27.311 19.480 20.789

    Keterangan: (I) =sampling bulan Juni-Juli, II) sampling bulan basah (Desember-Januari) - =Tidak diukur Kadar sulfat dalam air sumur

    Kadar sulfat dalam air sumur disajikan pada Tabel 5. Kadar sulfat dalam air sumur tertinggi terukur sebesar 148,454 mg/L yaitu sampel air sumur Puspanegara pada tahun 2008, dan terendah sumur Gunung Putri sebesar 9,887 mg/L. Secara umum kualitas air sumur berdasarkan evaluasi kadar sulfat adalah memenuhi syarat menurut KepMenKES No. 416/MENKES/PER/IX/1990 dan Peraturan Pemerintah RI PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa nilai ambang batas yang diperbolehkan adalah 400 mg/L.

    Rerata kadar sulfat dalam air sumur menurun dari 32,056 mg/L (1999) menjadi 20.789 mg/L (2009). Namun demikian perubahan ini tidak signifikan, hasil uji statistik menunjukkan Fhit

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    7

    Pola perubahan kadar nitrat dan sulfat dalam air hujan dan air sumur

    Pola perubahan kadar nitrat

    Gambar 2(a) memperlihatkan pola perubahan rata-rata kadar nitrat dalam air hujan dan air sumur. Perubahan rata-rata kadar nitrat air hujan (mg/L) mengikuti persamaan [NO3

    -]ah = 2,1665Ln(th) +

    0,4936 dengan koefisien determinasi R2 = 0,9828.

    Gambar 2. Kecenderungan rata-rata perubahan kadar nitrat dalam air hujan (a) (error bars 10%) dan pola perubahan kadar nitrat dalam air sumur (b) pada daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi di wilayah industri Cibinong-Citeureup Kabupaten Bogor.

    Pola perubahan kadar nitrat dalam air sumur pada daerah yang sering mengalami hujan asam

    intensitas tinggi mengikuti persamaan [NO3-]as = 0,1881e

    0,1407(th) R

    2 = 0,84. Kenaikan kadar nitrat

    cukup tajam pada tahun 2009 hingga mencapai konsentrasi rata-rata 5,947 mg/L. Nilai koefisien determinasi atas persamaan tersebut 0,84 yang berarti menunjukkan hubungan yang cukup kuat peningkatan kadar nitrat dengan waktu. Artinya kadar nitrat semakin meningkat dari waktu ke waktu selama dalam kurun waktu pengamatan. Pola perubahan kadar sulfat

    Pada daerah yang sering mengalami hujan asam rata-rata tahun kadar sulfat mengalami perubahan yang berbeda dengan perubahan kadar nitrat yang meningkat tetapi justru mengalami perubahan menurun. Fenomena ini sama dengan yang disinyalir oleh HRKAL et al.,[9] bahwa pada tahun 2015 nitrogen memegang peran penting dalam hujan asam. Penurunan kadar sulfat mengikuti persamaan [SO4

    =] = 51.296e

    -0.0299(th) R

    2 = 0.64 seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Penurunan kadar

    sulfat ini secara umum disebabkan oleh penurunan kadar sulfat dalam air hujan, dengan korelasi linier positif, r = 0,70.

    Hubungan antara kadar nitrat dan sulfat dalam air sumur dan dalam air hujan

    Hubungan kadar nitrat dalam air sumur dan air hujan

    Uji korelasi antara kadar nitrat dalam air hujan dan kadar nitrat dalam air sumur menghasilkan kurva regresi linier koefisien korelasi, r sebesar 0,74. Nilai koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa kadar nitrat dalam air sumur tergantung kepada kadar nitrat dalam air hujan. Hal ini dapat dipahami karena air hujan jatuh kebumi dan merembes kedalam air sumur. Oleh karena itu hubungan antara keduanya sangat erat. Proses nitrifikasi yang terjadi dalam tanah dan menghasilkan nitrat sebagai penyumbang kadar nitrat dalam air sumur dalam hal ini tidak sebesar jumlah nitrat yang datang bersama air hujan.

    [NO3] ah = 2,1665Ln(th) + 0,4936

    R2 = 0,9828

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Waktu (tahun pengamatan)

    Rata

    -rata

    [N

    O3]

    air

    hu

    jan

    (m

    g/L

    )

    99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09

    (a)

    [NO3]as = 0,1881e0,1407(th)

    R2 = 0,8384

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

    Waktu (tahun pengamatan)

    Rata

    -rata

    [N

    O3]

    air

    su

    mu

    r (m

    g/L

    ) 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09

    (b

    )

  • Sutanto dan Ani Iryani: Hujan Asam dan Perubahan Kadar Nitrat dan Sulfat Dalam Air Sumur di Wilayah Industri Cibinong-Citeureup Bogor

    8

    Gambar 3. Pola perubahan kadar SO4

    = dalam air hujan (a) dan kadar SO4

    = dalam air sumur (b) pada

    daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi di wilayah industri Cibionong-Citeureup Kabupaten Bogor (error bar 15% dan 20%).

    Gambar 4. Hubungan kadar nitrat dalam air hujan terhadap kadar nitrat dalam air sumur (a) dan

    hubungan antara kadar sulfat dalam air hujan dan air sumur (b) pada daerah yang sering mengalami hujan asam intensitas tinggi di wilayah industri Cibinong-Citeureup kabupaten Bogor.

    Artinya kadar nitrat dalam air sumur sangat dipengaruhi oleh kadar nitrat dalam air hujan. Hubungan matematik antara kadar nitrat (mg/L) dalam air sumur (as) dengan nitrat dalam air hujan (ah) mengikuti persamaan : Gambar 4 (a) [NO3

    -]as = 0,1515e

    0,5975[NO3]ah dengan koefisien determinasi, R

    2 = 0,90.

    Hubungan kadar sulfat dalam air sumur dan air hujan

    Hubungan rata-rata kadar sulfat dalam air sumur ([SO4=]as dalam mg/L) dengan rata-rata

    kadar sulfat dalam air hujan ([SO4=]ah dalam mg/L) berkorelasi positif lemah dengan dengan koefisien

    regresi linier, r = 0,50. Perubahan kadar sulfat air sumur dipengaruhi oleh kadar sulfat dalam air hujan mengikuti persamaan : [SO4

    =]as = 5,29007[SO4]ah + 10,344 dengan koefisien determinasi R

    2 = 0,25

    (Gambar 4 (b)). Hal ini menunjukkan bahwa SO4= dalam air sumur tidak dipengaruhi oleh kadar SO4

    =

    dalam air hujan, tetapi kemungkinan disebabkan adanya ion sulfat dalam tanah.

    [NO3]as = 0,1515e0,5975[NO3]ah

    R2 = 0,9017

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    0 1 2 3 4 5 6 7

    Rata-rata [NO3]air hujan (mg/L)

    Rata

    -rata

    [N

    O3]

    air

    su

    mu

    r

    (mg

    /L)

    (a)

    [SO4]as = 5,2907[SO4]ah + 10,344

    R2 = 0,2456

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    2 3 4 5 6

    Rata-rata [SO4=] air hujan (mg/L)

    Rata

    -rata

    [S

    O4

    =]

    air

    su

    mu

    r (m

    g/L

    )

    (b)

    [SO4=] ah = 5,0352x

    -0,1909

    R2 = 0,8212

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Waktu (tahun pengamatan)

    Rata

    -rata

    [S

    O4

    =]

    air

    hu

    jan

    (m

    g/L

    )

    99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09

    [SO4=]as = 41,232e-0,0282xth

    R2 = 0,6763

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

    Rata

    -rata

    [S

    O4=] air

    su

    mu

    r

    (mg

    /L)

    Waktu (tahun pengamatan)

    99 00 01 02 03 04 05 06 07 08

    09

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    9

    KESIMPULAN

    Keasaman air hujan di wilayah penelitian semakin meningkat (pH semakin menurun). Kadar nitrat dalam air sumur dipengaruhi oleh kadar nitrat dalam air hujan (r=0,74), dan kadar nitrat dalam air

    sumur dari tahun ke tahun meningkat secara nyata (Fh 8,93 > Ftabel; P 0,0001 < 0,05). Kadar sulfat air sumur tidak dipengaruhi oleh kadar sulfat air hujan (r=0,25), dan menurun tidak nyata (Fhit

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    10

    PENGOLAHAN LIMBAH RAFINAT SIMULASI YANG DITIMBULKAN DARI PRODUKSI RADIOISOTOP

    MOLIBDENUM-99 MENGGUNAKAN BENTONIT BERPILAR DAN RESIN EPOKSI

    Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15310

    ABSTRAK

    PENGOLAHAN LIMBAH RAFINAT SIMULASI YANG DITIMBULKAN DARI PRODUKSI RADIOISOTOP MOLIBDENUM-99 MENGGUNAKAN BENTONIT BERPILAR DAN RESIN EPOKSI. Metode yang umum digunakan untuk memisahkan uranium dari larutan adalah adsorpsi menggunakan adsorben seperti bentonit. Penelitian ini mempelajari tentang adsorpsi uranium oleh bentonit berpilar dan imobilisasi bentonit jenuh uranium tersebut menggunakan resin epoksi. Uranil nitrat heksahidrat dengan konsentrasi 50 ppm digunakan sebagai limbah rafinat simulasi dari produksi Mo

    99. Bentonit

    berpilar dibuat dengan mereaksikan Na-bentonit dan zirkonil khlorid (ZrOCl2.8H2O). Penelitian dilakukan dengan memvariasi faktor yang berpengaruh terhadap proses adsorbsi uranium oleh bentonit berpilar, yaitu variabel konsentrasi Zr sebagai bahan pilar, waktu kontak dan derajat keasaman (pH). Hasil variabel terbaik digunakan untuk membuat bentonit jenuh uranium yang akan diimobilisasi menggunakan resin epoksi dengan berbagai variasi kandungan limbah. Blok polimer-limbah sebagai fungsi kandungan limbah ditentukan densitas, kuat tekan dan laju pelindihannya. Kondisi optimum penyerapan limbah rafinat dari produksi molibdenum-99 oleh bentonit berpilar diperoleh pada konsentrasi Zr 0,01 M, pH = 7, dan waktu kontak 16 menit dengan efisiensi penyerapan sebesar 42,60 %. Berdasarkan densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan diperoleh bahwa blok polimer-limbah terbaik adalah pada kandungan limbah 20 %. Pada kondisi tersebut blok polimer-limbah mempunyai densitas 0,99 gram/cm

    3, kuat tekan 20,18 kN/cm

    2, dan tidak terdeteksi adanya uranium yang terlindih.

    Kata kunci : uranium, bentonit berpilar, adsorpsi, resin epoksi, imobilisasi.

    ABSTRACT

    PROCESSING OF RAFINAT SIMULATION WASTE GENERATED FROM RADIOISOTOP MOLIBDENUM-99 PRODUCTION USING PILLARED CLAY AND EPOXY RESIN. Commonly available methods for adsorption of uranium from an aqueous solution is used pillared clay as adsorbent. This research is about sorption of uranium from aquous solution with pillared clay and immobilization pillared clay containing uranium by using epoxy resin. Simulation waste was made from uranyl nitrat hexahidrat with 50 ppm in concentration. Pillared clay was made by reacting between Ba-bentonit and zirconyl chloride (ZrOCl2.8H2O).The research was carried out by varying influent factors to the adsorption uranium process, i.e : variable of Zr as pillar material, contact time, and pH to find the optimum condition. The optimum condition is used to make pillared clay containing uranium which would be immobilized by using epoxy resin and to variate the waste loading. The product qualities of waste-polymer blocks as function of waste loading were determined by measurement of its density, compressive strength, and leaching rate. The optimum condition of uranium adsorption was obtained at Zr concentration of 0,01 M, pH 7, contact time 16 minutes with the adsorption uranium was 42.60 %. Base on the density, compressive strength, and leaching rate the best block polymer-waste with waste loading of 20 %. On this condition, the density of polymer-waste block is 0.99 gram/cm

    3, compressive

    strength is 20.18 kN/cm2 and there is no detection for leaching rate.

    Keywords : uranium, pillared clay, adsorption, epoxy resin, immobilization.

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    11

    PENDAHULUAN

    Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir, pemanfaatan tenaga nuklir semakin meluas di bidang penelitian, pertanian, kesehatan, industri dan lain-lain. Pemakaian zat radioaktif di bidang kesehatan misalnya pemanfatan radioisotop Mo

    99 untuk kegiatan diagnosis penyakit

    seperti fungsi hati, ginjal dan adanya tumor [1]. Mo

    99 diproduksi dari pemisahan hasil fisi nuklir dengan sasaran uranium-235 (U

    235). Uranium-

    235 ditembak dengan neutron di dalam reaktor nuklir sehingga pecah menjadi berbagai jenis isotop yang sebagian besar berupa radioisotop. Radioisotop Mo

    99 yang merupakan salah satu hasil fisi

    tersebut selanjutnya dipisahkan dari hasil fisi lainnya. Di Instalasi Produksi Radioisotop, isotop Mo99

    dibuat dari High Enriched Uranium (HEU) atau yang dikenal dengan uranium diperkaya 93 %, yang diiradiasi dalam reaktor G.A. Siwabessy. Uranium diperkaya 93 %, berarti U

    235 93 % yang akan

    mengalami reaksi fisi, sedangkan 7 % U238

    yang mengalami reaksi serapan neutron. Reaksi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut [2] : 92U

    235 + 0n

    1 → X + Y + 2-3 0n

    1 + energi (1)

    92U238

    + 0n1 → 92U

    239 + γ (2)

    92U239

    → 93Np239

    + -1β0 (t½ = 23,5 menit)

    93Np239

    → 94Pu239

    + -1β0 (t½ = 2,3 hari)

    Reaksi yang menghasilkan radioisotop Mo

    99 dan hasil belah yang lain adalah reaksi (1). Pada reaksi (1)

    dengan lama iradiasi 103,5 jam U235

    yang bereaksi sekitar 7 %, sedangkan reaksi (2) sangat kecil terjadinya karena persentase campuran yang kecil dan tampang lintang reaksinya juga kecil. Setelah iradiasi dalam reaktor, kelongsong dilepas dan U teriradisi dilarutkan ke dalam HNO3 6 – 8 M. Setelah Mo

    99 diambil dengan penyerapan dalam Al2O3, maka uranium diekstraksi dengan pelarut tributil

    dodekan [2]. Produksi radioisotop Mo

    99 dari target uranium diperkaya 93 % yang diiradiasi dalam reaktor akan

    menghasilkan limbah cair yang dikenal dengan sebutan limbah cair rafinat. Limbah ini merupakan hasil

    samping ekstraksi uranil nitrat [UO2(NO3)2] yang mengandung uranium, aktinida lain dan hasil belah. Dari hasil analisis laboratorium dan prediksi berdasarkan program komputer Code ORIGEN-2, diketahui kandungan uranium dalam rafinat sebesar 50 ppm [2]. Berdasarkan keputusan Kepala BAPETEN No. 02/Ka.BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan Tahun 2009 konsentrasi tertinggi yang diizinkan dalam air lingkungan untuk U

    235 adalah 12,612 x 10

    -3 ppm, sedangkan menurut

    Environmental Protection Agency (EPA) standar uranium adalah 44 ppm untuk groundwater dan 20 ppm untuk air minum. Limbah rafinat tersebut perlu dikelola untuk menghindari potensi bahaya dan dampaknya terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan penelitian pengelolaan limbah rafinat dari produksi radioisotop Mo

    99 agar diperoleh teknologi pengelolaan yang

    sederhana, ekonomis, dan dapat diterapkan di PTLR-BATAN serta tentunya memenuhi standar keselamatan International Atomic Energy Agency (IAEA).

    Bentonit mempunyai kandungan mineral montmorillonite lebih dari 85 % dengan rumus kimianya Al2O3.4SiO2.xH2O. [3]. Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral

    seperti kuarsa, ilit, kalsit, mika, dan klorit. Struktur montmorillonite terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari 1 lapisan alumina (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh 2 lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral seperti ditunjukkan pada Gambar 1 [4].

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    12

    Gambar 1. Struktur kristal montmorillonite, mineral major dalam bentonit [4].

    Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na

    +,

    Ca2+

    , dan Mg2+

    . Tetrahedral silika terikat secara hexahedral Si4O6(OH)4 sedangkan oktahedral Al berikatan secara Van Der Waals (fisik) membentuk lapisan alumino silikat karena kondisi terjadinya bentonit, memungkinkan terjadinya substitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral), menyebabkan bentonit kekurangan muatan negatif yang dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut di antara lapisan, sehingga dapat dipertukarkan dengan ion lain menyebabkan bentonit mempunyai sifat penukar ion [5].

    Montmorillonite memiliki struktur yang membentuk lapisan-lapisan. Ruang antar lapisan tersebut biasanya ditempati oleh molekul air ataupun kation-kation yang dapat dipertukarkan. Struktur yang demikian menyebabkan bentonit tidak tahan terhadap perlakuan panas dan akan mengalami kerusakan struktur pada suhu 650 ºC. Disamping itu bentonit mudah mengalami swelling apabila kontak dengan air [3,6]. Guna menghindari keduanya dan untuk memperbaiki sifat bentonit maka struktur yang berupa lapisan tersebut dapat diubah menjadi suatu bahan yang memiliki struktur pori dua dimensi yaitu dengan membentuk pilar-pilar antara lapisan-lapisannya. Pembentukan pilar ini menyebabkan bentonit tidak mengalami swelling, luas permukaannya menjadi besar dan mempunyai porositas yang sama [7]. Luas permukaan bentonit berpilar dapat mencapai 341 m

    2/gram, tergantung bahan pilar yang

    digunakan. Bahan yang digunakan sebagai pilar biasanya polikation anorganik berbentuk metal organik.

    Zirkonium merupakan salah satu bahan pilar yang dapat membentuk bentonit berpilar yang stabil [6,8]. Dalam penelitian ini untuk membuat Zr pillared clay digunakan ZrOCl2.8H2O (zirkonium khlorida).

    Faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorbsi oleh bentonit yaitu luas permukaan adsorben, ukuran partikel, waktu kontak dan distribusi ukuran pori. Derajat keasaman (pH) perlu dipertimbangkan sebagai parameter penting dalam keefektifan penyerapan uranium oleh bentonit, karena distribusi uranil dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi uranium dalam larutan [9]. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan memvariasi faktor yang berpengaruh terhadap proses adsorbsi bentonit terhadap uranium, yaitu variabel konsentrasi Zr sebagai bahan pilar, waktu kontak dan derajat keasaman (pH), sehingga diperoleh kondisi proses yang optimum dan dapat diaplikasikan untuk pengolahan limbah rafinat yang ditimbulkan dari produksi radioisotop Mo

    99. Bentonit yang telah jenuh uranium selanjutnya

    diimobilisasi menggunakan polimer agar uranium tidak larut dan lepas ke lingkungan. Dalam penelitian ini digunakan resin epoksi sebagai bahan matriks untuk imobilisasi bentonit

    yang telah jenuh uranium tersebut. Epoksi merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan sebagai material struktur. Epoksi memiliki sifat yang unggul diantaranya kekuatan mekanik yang bagus, tahan terhadap bahan kimia, adesif, mudah diproses dan proses curing berlangsung dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis sehingga lebih ekonomis [10]. Berdasarkan pada keunggulan ini, maka resin epoksi dipilih untuk imobilisasi bentonit berpilar yang mengandung limbah rafinat dari produksi Mo

    99. Epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propana (bisfenol A)

    dengan persamaan reaksi sebagai berikut [10,11] :

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    13

    CH3

    (n+1) H O C OH (n+2) H2C CH CH2Cl

    CH3 O

    bisfenol A epiklorohidrin

    CH3 CH3

    R O C O CH2 CH CH2 O C O R

    CH3 OH n CH3

    epoksi

    Gambar 2. Reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol A [10,11].

    Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbentuk karena dekomposisi

    bahan yang tidak stabil oleh temperatur, radiasi maupun katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi dengan radikal bebas terjadi reaksi terminasi yang menghasilkan polimer. Terbentuknya polimer melibatkan perubahan fase cair dan pasta menjadi padat yang disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi dan dapat juga terjadi karena adanya perubahan kimiawi misal polimerisasi pembentukan ikatan silang.

    Epoksi merupakan campuran dari monomer-monomer bisfenol A dan epiklorohidrin, yang mempunyai rumus dan struktur kimia seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Hardener (pengeras) mempunyai fungsi sebagai katalisator reaksi berantai dalam pembentukan polimer, dengan pencampuran epoksi dan pengeras tersebut terbentuklah polimer epoksi. Polimer epoksi termasuk jenis resin termoset. Resin termoset mempunyai struktur tiga dimensi. Polimer tiga dimensi adalah polimer yang dapat membentuk struktur jaringan bila monomer yang bereaksi bersifat fungsional ganda, artinya mereka dapat menghubungkan tiga atau lebih molekul yang berdekatan [12]. Bila dalam pencampuran resin epoksi dan pengeras tersebut ditambahkan pula limbah radioaktif, maka konstituen limbah akan terkungkung dalam struktur kerangka tiga dimensi polimer tersebut sebagai filler.

    Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi polimer-limbah yang optimal sehingga diperoleh karakteristik blok polimer-limbah yang baik. Karakteristik blok polimer-limbah yang dipelajari adalah densitas, kuat tekan dan laju pelindihan sebagai fungsi kandungan limbah (waste loading). Uranil nitrat heksahidrat dengan konsentrasi 50 ppm digunakan sebagai limbah rafinat simulasi dari produksi Mo

    99, yang mewakili aktinida (U, Ce, dan aktinida yang lain).

    Blok polimer-limbah diukur densitasnya, kemudian dilakukan pengujian terhadap kuat tekan dan laju pelindihan. Densitas merupakan salah satu parameter blok polimer- limbah yang dibutuhkan untuk memprediksi keselamatan transportasi, penyimpanan sementara (interm storage), dan penyimpanan lestari. Densitas dari blok polimer-limbah ditentukan dengan persamaan :

    V

    m (1)

    dimana: ρ = densitas (g/cm

    3), m = massa sampel (g), V = volume sampel (cm

    3).

    Kuat tekan adalah gaya maksimum yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dibagi luas permukaan yang mendapat tekanan. Kuat tekan blok polimer- limbah merupakan parameter penting untuk mengevaluasi besarnya benturan agar menjamin keselamatan penanganan, transportasi dan penyimpanan lestarinya. Kuat tekan benda uji dihitung menggunakan persamaan :

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    14

    A

    Pmaksc (2)

    dimana: σc = kuat tekan (kN/cm

    2), Pmaks = beban tekanan maksimum (kN), A = luas

    penampang (cm2). Faktor yang mempengaruhi kuat tekan adalah komposisi dan homogenitas.

    Laju pelindihan adalah salah satu karakteristik blok polimer limbah yang penting untuk evaluasi hasil imobilisasi, karena tujuan akhir imobilisasi limbah memperkecil potensi terlepasnya radionuklida yang ada dalam limbah itu ke lingkungan. Laju pelindihan dipercepat digunakan pada penelitian jangka pendek untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter dan mengevaluasi kualitas hasil imobilisasi. Laju pelindihan dalam hal ini diasumsikan sebagai lepasnya sejumlah unsur limbah (uranium) dari blok polimer-limbah. Untuk mengetahui uranium yang terlindih selama uji pelindihan dilakukan analisis air pelindih menggunakan Spektrometri UV-VIS dengan pengompleks arsenazo III. TATA KERJA

    Bahan

    Bahan yang digunakan untuk penelitian antara lain : bentonit alam, uranil nitrat heksahidrat [UO2(NO3)2.6 H2O], larutan NaCl 3 M, larutan AgNO3 1 %, Zirconil chloride [ZrOCl2.8 H2O], air bebas mineral, resin epoksi EPOSIR 7120, hardener (bahan pengeras), pengompleks arsenazo III, larutan standar Na, dan larutan standar Ca. Alat

    Alat-alat yang digunakan meliputi : timbangan elektrik, jangka sorong, alat uji tekan Paul Weber, alat uji lindih (soxhlet), rolling, oven, furnace, ayakan (laboratory test sieve), Atomic Absorbsion Spectrometer (AAS), Spektrofotometri UV-VIS, bejana isap (gelas erlenmeyer vakum), corong gelas, kertas filter, gelas ukur 1.000 ml, labu ukur 1.000 ml, stopwatch, cetakan polimer, cawan porselin, termometer, erlenmeyer 250 ml, dan lain-lain. Metode

    Pembuatan limbah rafinat simulasi

    Dalam penelitian ini, limbah yang digunakan adalah limbah simulasi yang memiliki karakteristik seperti limbah rafinat yang berasal dari produksi Mo

    99 di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR).

    Kandungan uranium dalam limbah rafinat sebesar 0,05 gram/liter (50 ppm). Limbah rafinat simulasi dibuat dengan cara melarutkan uranil nitrat heksahidrat sebanyak 0,2109 gram ke dalam 1 liter air bebas mineral. Pembuatan Na-bentonit

    Na-bentonit dibuat dari bentonit alam asal Sukabumi. Aktivasi bentonit dilakukan secara fisika dan kimia. Aktivasi fisika dilakukan dengan cara 400 gram bentonit alam ukuran 100 mesh dipanaskan dalam oven pada suhu 300 ºC selama 2 jam. Sedangkan aktivasi kimia dilakukan dengan cara 50 gram bentonit yang sudah diaktivasi secara fisika ditambah 1.000 ml larutan NaCl 3 M kemudian di-rolling selama 24 jam dengan kecepatan konstan 300 – 400 rpm. Setelah itu didiamkan sebentar, dilanjutkan dengan penyaringan cuplikan menggunakan corong gelas dan kertas filter yang dilengkapi dengan pompa vakum. Filtrat yang diperoleh dianalisis dengan AAS untuk mengetahui kandungan Ca

    2+ dan

    Na+. Untuk menganalisis ion Ca

    2+ yang terlepas, diambil 10 ml dari filtrat tersebut langsung dianalisis

    dengan SSA. Sedangkan untuk analisis ion Na+ yang terserap, diambil 1 ml dari filtrat tersebut

    kemudian diencerkan menjadi 50 ml dengan labu ukur. Setelah itu, diukur dan dianalisis dengan AAS. Na-bentonit yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan air bebas mineral sampai bebas ion klor (tes dengan AgNO3 1%), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 1 jam. Na-bentonit yang dihasilkan siap digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pembuatan larutan zirkonil 0,01 M, 0,05 M, dan 0,1 M

    Pembuatan larutan zirkonil 0,01 M dilakukan dengan cara melarutkan 3,22 gram Zirconil chloride [ZrOCl2.8 H2O] ke dalam 1.000 ml air bebas mineral, selanjutnya dikocok sampai homogen dan

    dihidrolisis selama 24 jam sehingga terbentuk larutan polioksakation. Sedangkan untuk pembuatan

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    15

    larutan zirkonil 0,05 M dan 0,1 M dilakukan dengan cara yang sama, yaitu dengan melarutkan berturut-turut sebanyak 16,11 gram dan 32,22 gram Zirconil chloride [ZrOCl2.8 H2O] ke dalam 1.000 ml air

    bebas mineral, selanjutnya dikocok sampai homogen dan dihidrolisis selama 24 jam sehingga terbentuk larutan polioksakation. Pembuatan bentonit berpilar

    Dalam penelitian ini, variasi konsentrasi Zr yang digunakan untuk bentonit berpilar yaitu 0,01 M (BP 1), 0,05 M (BP 2) dan 0,1 M (BP 3). Ke dalam masing-masing 1.000 ml larutan zirkonil 0,01 M, 0,05 M dan 0,1 M dimasukkan 33 gram Na-bentonit. Selanjutnya campuran diaduk dan dipanaskan pada 90 ºC selama 24 jam. Campuran disaring dan dicuci dengan air bebas mineral sampai bebas ion khlor (tes dengan AgNO3 1%). Bentonit yang sudah terpilar kemudian dikeringkan dalam oven pada 110 ºC dan dikalsinasi pada suhu 500 ºC. Bentonit berpilar yang dihasilkan siap digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penentuan pengaruh variabel konsentrasi Zr sebagai bahan pilar, waktu kontak dan derajat keasaman (pH) terhadap proses adsorbsi Uranium pada bentonit berpilar

    Penentuan pengaruh variabel konsentrasi Zr terhadap proses adsorbsi uranium pada bentonit berpilar (BP 1, BP 2 dan BP 3) dilakukan dengan cara bentonit berpilar BP 1, BP 2, dan BP 3 masing-masing seberat 0,25 gram dimasukkan ke dalam masing-masing botol polietilen yang berisi 250 ml limbah rafinat simulasi dari produksi Mo

    99 dengan konsentrasi uranium 50 ppm. Campuran di-rolling

    selama 3 jam hingga bentonit berpilar BP 1, BP 2, dan BP 3 jenuh uranium. Filtrat dianalisis menggunakan Spektrometri UV-VIS dengan pengompleks arsenazo III untuk mengetahui uranium yang terserap ke dalam masing-masing bentonit berpilar. Hasil serapan bentonit berpilar terbaik (paling banyak) digunakan untuk penelitian selanjutnya, yaitu penentuan pengaruh waktu kontak dan derajat keasaman (pH) terhadap proses adsorbsi uranium pada bentonit berpilar. Penelitian dilakukan dengan cara yang sama, waktu kontak dibuat bervariasi : 0, 4, 8, 12, 16, 32, dan 42 menit. Sedangkan variasi derajat keasaman (pH) adalah : 3, 5, 7, dan 9. Untuk pengaturan pH larutan digunakan NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N. Penentuan pengaruh waktu kontak dan derajat keasaman (pH) juga dilakukan terhadap proses adsorpsi pada bentonit alam dan Na-bentonit. Hasil terbaik digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pengolahan awal/partisi limbah rafinat simulasi dari produksi Mo

    99

    Limbah rafinat simulasi dari produksi Mo99

    yang mengandung uranium selanjutnya diserap menggunakan bentonit berpilar sampai bentonit berpilar menjadi jenuh terhadap uranium (± 1 hari) sambil diaduk menggunakan magnetic stirer. Setelah bentonit berpilar jenuh uranium kemudian dikeringkan pada suhu 100 ºC menggunakan oven untuk menguapkan kadar airnya sampai bentonit berpilar benar-benar kering. Bentonit berpilar yang telah jenuh uranium ini selanjutnya disebut sebagai “limbah” yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya dan akan diimobilisasi menggunakan resin

    epoksi. Pembuatan blok polimer-limbah

    Polimer yang digunakan sebagai pengungkung adalah jenis polimer EPOSIR 7120 yang dicampur dengan bahan pengeras (hardener) dengan perbandingan 2 : 1 (perbandingan sesuai dengan petunjuk aplikasi). Limbah (bentonit berpilar yang telah jenuh uranium) masing-masing dicampur dengan polimer dengan berbagai kandungan limbah (waste loading) yaitu 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 % berat untuk mencari rasio optimum limbah-polimer. Perbandingan komposisi limbah-polimer ditunjukkan pada Tabel 1. Pengadukan campuran dilakukan selama 10 menit, kemudian campuran yang telah homogen dimasukkan ke dalam blok cetakan silinder yang berukuran tinggi 20 mm dan diameter 25 mm, kemudian dibiarkan mengeras selama 8 - 12 jam. Setelah blok polimer-limbah mengeras kemudian dikeluarkan dari cetakan dan selanjutnya dilakukan uji kualitas meliputi uji densitas, kuat tekan dan laju pelindihan.

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    16

    Tabel 1. Komposisi limbah-polimer untuk berbagai kandungan limbah dengan berat total 10 gram.

    No Kandungan limbah (%

    berat) Bentonit berpilar

    (gram) Resin Epoksi

    (gram) Hardener (gram)

    1. 0 - 6,67 3,33

    2. 10 1 6 3

    3. 20 2 5,33 2,67

    4. 30 3 4,67 2,33

    5. 40 4 4 2

    6. 50 5 3,33 1,67

    Kualitas blok polimer-limbah

    Uji kualitas blok polimer-limbah meliputi uji densitas, kuat tekan dan laju pelindihan. Pengukuran densitas dilakukan dengan cara mengukur tinggi dan diameter sampel dengan jangka sorong serta menimbang blok polimer-limbah yang telah berulang-ulang dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat konstan. Densitas sampel dihitung berdasarkan persamaan (1). Pengujian kekuatan tekan dilakukan dengan kompaktor buatan Paul Weber jenis D.7064 Remshaiden-Grunbach. Sampel polimer-limbah yang berbentuk silinder dilakukan penekanan sampai pecah. Kuat tekan polimer-limbah dihitung berdasarkan persamaan (2). Pelindihan dilakukan dengan alat soxhlet pada 100 ºC, 1 atm selama 6 jam. Untuk mengetahui uranium yang terlindih selama uji pelindihan dilakukan analisis air pelindih menggunakan Spektrometri UV-VIS dengan pengompleks arsenazo III. Rasio optimum blok polimer-limbah hasil imobilisasi didapatkan dari hasil penentuan densitas, kuat tekan dan laju pelindihannya. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada pembuatan Na-bentonit untuk menaikkan kapasitas absorbsi dilakukan dengan aktivasi fisika terlebih dahulu sebelum dilakukan aktivasi kimia. Bentonit yang telah mengalami aktivasi fisika secara visual mengalami perubahan warna dari coklat muda menjadi coklat tua. Pada saat pemanasan pada suhu 300 ºC selama 2 jam permukaan bentonit akan mempunyai jumlah muatan negatif yang lebih besar. Pemanasan dapat menghancurkan ikatan OH-O, sehingga bentonit menjadi lebih aktif. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyak ion Na

    + yang terikat pada saat aktivasi kimia. Dengan

    demikian proses pertukaran ion akan lebih sempurna [13]. Pada aktivasi kimia, logam-logam pengotor dan kation seperti Ca

    +2, K

    + dan Mg

    +2 digantikan oleh Na

    + yang berasal dari NaCl. Hasil analisis pada

    proses aktivasi kimia diperoleh ion Na+ yang terserap sebanyak 54.860,3 ppm dan ion Ca

    2+ yang

    terlepas sebanyak 275,5 ppm (sedangkan untuk ion Mg2+

    , K+ dan lain-lain tidak dilakukan karena

    keterbatasan alat analisis). Dari hasil analisis ini dapat diperkirakan bahwa pada pembentukan bentonit alam menjadi Na-bentonit tidak mutlak melalui pertukaran ion Na

    + dengan Ca

    2+, tetapi juga melalui

    proses adsorbsi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ion Na+ yang terserap jauh lebih besar dibanding

    dengan Ca2+

    yang terlepas. Na-bentonit yang terbentuk selanjutnya dipilarisasi menggunakan Zr untuk mengubah struktur

    yang berupa lapisan menjadi suatu bahan yang memiliki struktur pori dua dimensi yaitu dengan membentuk pilar-pilar antara lapisan-lapisannya. Pembentukan pilar ini menyebabkan bentonit tidak mengalami swelling, luas permukaannya menjadi lebih besar dan mempunyai porositas yang sama [7]. Dengan demikian diharapkan dapat menyerap limbah uranium secara maksimal. Perbedaan bentonit alam dan bentonit berpilar dapat dilihat pada Gambar 3 [4].

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    17

    Gambar 3. Efek swelling pada bentonit alam dan bentonit berpilar [4].

    Bentonit berpilar disintesis dengan mengganti ion Na+ di dalam antarlapis bentonit dengan

    oligokation yang besar dari logam Zr. Melalui kalsinasi, spesies pemilar akan teroksidasi sehingga terbentuk oksida logam yang akan menyangga dan membuka lembaran-lembaran bentonit sehingga terbentuk pori-pori [14]. Hasil analisis menggunakan Small Angel X-ray menunjukkan adanya kenaikan jumlah zirkon yang ada dalam bentonit berpilar diikuti dengan penurunan jumlah ion Ca

    2+ dan Na

    +

    seperti ditunjukkan pada Tabel 2 [5]. Tabel 2. Komposisi bentonit alam dan bentonit berpilar [5].

    Sampel SiO2 Al2O3 TiO2 MnO Fe2O3 MgO CaO Na2O K2O ZrO2 Si/Al

    Bentonit Alam 57,50 15,95 0,74 0,07 9,35 2,33 1,66 2,16 0,30 - 3,6

    Bentonit Berpilar 46,17 12,32 0,62 0,04 7,01 1,48 0,27 0,55 0,27 11,97 3,7

    Kenaikan jumlah zirkon di dalam bentonit berpilar tidak mempengaruhi nilai perbandingan Si/Al di dalam bentonit tersebut. Pada bentonit alam perbandingan Si/Al adalah 3,6 sedangkan dalam bentonit berpilar perbandingan Si/Al adalah 3,7. Perbandingan ini menunjukkan secara struktur bentonit tidak mengalami perubahan. Hasil analisis menggunakan SEM dan EDS menunjukkan adanya distribusi dari zirkon oksida yang merata masuk dalam lapisan bentonit [5]. Electron Probe Micro Analizer menunjukkan adanya zirkon oksida antara dua lapisan pada bentonit [5]. Zirkon yang berada dalam bentonit membentuk pilar diantara dua lapisan sehingga bentonit mempunyai porositas yang tetap. Variabel yang berpengaruh terhadap proses adsorbsi bentonit berpilar terhadap uranium, yaitu konsentrasi Zr sebagai bahan pilar, waktu kontak dan derajat keasaman (pH). Oleh karena itu untuk mempelajari proses adsorbsi bentonit berpilar terhadap limbah uranium dilakukan dengan memvariasi faktor-faktor yang berpengaruh tersebut. Penentuan pengaruh konsentrasi Zr sebagai bahan pilar terhadap efisiensi penyerapan uranium dengan waktu kontak 3 jam, pada pH 7 ditunjukkan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Pengaruh konsentrasi Zr terhadap efisiensi penyerapan uranium.

    Konsentrasi Zr (M)

    Uranium terserap (mg/g bentonit)

    Efisiensi penyerapan uranium (%)

    0,01 20,66 41,66

    0,05 11,82 23,84

    0,10 4,76 9,59

    Tabel 3 memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pilar Zr maka efisiensi penyerapan limbah uranium semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi Zr maka ruang interlayer akan semakin terisi oleh Zr tersebut hingga penuh, sehingga dapat menghambat penyerapan uranium oleh bentonit tersebut [15]. Berdasarkan Tabel 3, kapasitas serap terbaik adalah bentonit

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    18

    berpilar dengan konsentrasi Zr 0,01 M (BP 1) dan efisiensi penyerapan 41,66 %. Bentonit berpilar dengan efisiensi penyerapan terbaik ini selanjutnya dibandingkan dengan efisiensi penyerapan uranium oleh bentonit alam dan Na-bentonit. Hasil percobaan penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit pada berbagai variasi waktu kontak ditunjukkan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Grafik pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi penyerapan uranium oleh

    bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit.

    Gambar 4 memperlihatkan bahwa bentonit alam dan Na-bentonit memiliki kemampuan penyerapan uranium yang lebih kecil dibanding dengan BP 1. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pilar pada bentonit dapat meningkatkan kemampuan serapnya terhadap uranium. Peningkatan kapasitas serap ini disebabkan pada proses pemilaran bentonit dengan oksida ZrO2 menyebabkan terjadinya peningkatan luas permukaan spesifik yang cukup tinggi dari senyawa tersebut. Dengan adanya peningkatan luas permukaan pada bentonit berpilar menyebabkan peningkatan adsorpsi uranium oleh bentonit berpilar [8,15]. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya, Karna et al luas permukaan Na-bentonit 81,34 m

    2/g, sedangkan luas permukaan bentonit berpilar menggunakan Zr

    adalah 171 m2/g [14]. Hal serupa juga disampaikan oleh N. Maes et al yang menyebutkan bahwa luas

    permukaan Na-bentonit akan meningkat setelah ditambahkan pilar didalamnya [7]. Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses penyerapan uranium terhadap bentonit berlangsung lebih baik. Namun, waktu kontak yang terlalu lama tidak efektif jika diterapkan dalam pengolahan limbah untuk skala industri. Gambar 4 menunjukkan serapan maksimal bentonit berpilar BP 1 berada pada waktu kontak 32 – 42 menit. Pada kisaran waktu kontak tersebut bentonit berpilar BP 1 telah jenuh oleh uranium. Meskipun waktu kontak ditambah lagi (lebih lama) namun kemampuan serapnya tidak akan bertambah. Hasil penyerapan yang mendekati serapan maksimal adalah serapan dengan waktu kontak 16 menit. Oleh karena itu, waktu kontak 16 menit dijadikan sebagai waktu kontak terpilih untuk penelitian selanjutnya (variasi pH) karena 16 menit merupakan waktu yang relatif singkat, namun serapannya mendekati serapan maksimal yaitu sebesar 19,62 ppm dengan efisiensi penyerapan 39,10 %. Kapasitas serap pada waktu kontak 16 menit disebut kapasitas serap optimum dan 16 menit adalah waktu kontak optimum.

    Hasil penelitian penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit pada waktu kontak 16 menit pada berbagai variasi pH ditunjukkan pada Gambar 5.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

    Waktu kontak (menit)

    Efi

    sien

    si p

    enye

    rap

    an u

    ran

    ium

    (%

    )

    Bentonit berpilar BP 1

    Bentonit alam

    Na-Bentonit

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    19

    Gambar 5. Grafik pengaruh derajat keasaman (pH) terhadap efisiensi penyerapan

    uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit. Gambar 5 memperlihatkan bahwa efisiensi penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1 adalah yang paling tinggi dibanding dengan bentonit alam maupun Na-bentonit untuk berbagai variasi pH. Disamping itu terlihat juga bahwa pada pH 7 efisiensi penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam dan Na-bentonit adalah yang paling tinggi dibanding pada pH 3 (kondisi asam) maupun pH 9 (kondisi basa). Fakta ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Park et al [9] tentang pengaruh pH terhadap penyerapan uranium oleh chitosan. Pengaruh pH terhadap efisiensi penyerapan uranium oleh citosan dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Pengaruh pH pada efisiensi penyisihan uranium oleh citosan pada

    (a) 50 mg/l uranium dan (b) 300 mg/l uranium [9]. Variasi pH berpengaruh terhadap karakteristik permukaan adsorben dan hidrolisis uranil dalam

    larutan [9]. Pernyataan serupa disampaikan oleh Dyer A. et al, bahwa faktor penting yang berpengaruh terhadap adsorpsi uranium yaitu karakteristik dari adsorben dan keberadaan ion uranium dalam larutan dimana kedua faktor ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan pH larutan [8].

    Efek pH pada penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1 dapat dijelaskan dengan larutan kimia uranium. Pada saat pH larutan uranium meningkat, uranil akan mudah mengalami hidrolisis. Tipe spesies hasil uranil yang telah terhidrolisis misalnya yaitu UO2

    2+, UO2(OH)

    +, (UO2)2(OH)2

    2+,

    (UO2)3(OH)5+. Pada pH tinggi akan dihasilkan spesies uranium dalam bentuk anion yaitu (UO2)3(OH)7

    +

    dengan ukuran ion uranil yang lebih besar. Grafik distribusi ion uranil disajikan pada Gambar 7 [9]. Pada saat pH rendah, larutan kontak dengan permukaan oksigen pada lapisan oktahedral

    bentonit dan pada lapisan tersebut akan dihasilkan proton yang berlebih sehingga permukaan bentonit cenderung untuk menangkap anion-anion. Proton tersebut berasal dari SiOH

    2+ yang mendominasi

    permukaan bentonit [7]. Sementara itu Zakutevskii et al menjelaskan bahwa pada pH ≤ 3,5 lebih dari 90

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Derajat keasaman (pH)

    Efi

    sien

    si p

    enye

    rap

    an u

    ran

    ium

    (%

    )

    Bentonit berpilar BP 1

    Bentonit alam

    Na-Bentonit

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    20

    % uranium pada larutan terdapat dalam bentuk UO22+

    [8]. Permukaan bentonit pada kondisi asam cenderung untuk menangkap anion, namun spesies ion uranil yang dihasilkan dalam bentuk kation. Hal ini yang menyebabkan efisiensi penyerapan uranium sangat kecil pada kondisi pH rendah.

    Gambar 7. Distribusi ion uranil pada berbagai variasi pH [9].

    Pada pH sangat tinggi, larutan kontak dengan permukaan oksigen pada lapisan oktahedral

    bentonit dan pada lapisan tersebut akan dihasilkan OH- yang berlebih sehingga permukaan bentonit

    cenderung untuk menangkap kation [9]. Namun pada pH > 7 spesies uranium yang dihasilkan adalah dalam bentuk anion yaitu (UO2)3(OH)7

    + dengan ukuran ion uranil yang lebih besar [9]. Hal inilah yang

    menyebabkan efisiensi penyisihan uranium sangat kecil pada pH > 7. Berdasarkan Tabel 3 (Pengaruh konsentrasi Zr terhadap efisiensi penyerapan uranium), Gambar

    1 (Grafik pengaruh waktu kontak terhadap efisiensi penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit), dan Gambar 2 (Grafik pengaruh pH terhadap efisiensi penyerapan uranium oleh bentonit berpilar BP 1, bentonit alam, dan Na-bentonit) dapat disimpulkan bahwa untuk pengelolaan limbah rafinat produksi Mo

    99, efisiensi penyerapan uranium terbaik yaitu menggunakan

    bentonit berpilar BP 1 ( konsentrasi Zr 0,01 M), waktu kontak 16 menit pada pH 7 (netral). Pada kondisi tersebut, efisiensi penyerapan uranium sebesar 66,0 %.

    Bentonit berpilar BP 1 yang telah jenuh uranium selanjutnya disebut sebagai “limbah” dan

    diimobilisasi menggunakan bahan matriks resin epoksi dengan berbagai variasi kandungan limbah seperti disajikan dalam Tabel 1. Pengamatan secara visual hasil imobilisasi limbah dengan resin epoksi menunjukkan bahwa resin epoksi yang tidak mengandung limbah tidak berwarna (bening) dan tembus cahaya, sedangkan yang mengandung limbah berwarna kuning, makin tinggi kandungan limbah warna polimer makin kuning. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi kandungan limbah akan diikuti dengan semakin banyaknya bentonit berpilar BP 1 maupun kandungan uranium yang ada dalam blok polimer-limbah tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

    Pengaruh kandungan limbah terhadap densitas blok polimer-limbah disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa makin besar kandungan limbah, makin besar pula densitas blok polimer-limbah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan kandungan limbah akan diikuti dengan penurunan jumlah/volume polimer yang digunakan untuk mengungkung limbah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Resin epoksi disusun oleh atom-atom C dan H yang massanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan limbah uranium. Semakin tinggi kandungan limbah maka makin banyak atom-atom berat (uranium) yang terkandung dalam blok polimer-limbah yang dihasilkan tersebut, sehingga densitasnyapun akan semakin besar.

  • Wati, Husen Zamroni, Herlan Martono: Pengolahan Limbah Rafinat Simulasi yang Ditimbulkan dari Produksi Radioisotop Molibdenum-99 Menggunakan Bentonit Berpilar dan Resin Epoksi.

    21

    Gambar 8. Pengaruh kandungan limbah terhadap densitas blok polimer-limbah.

    Pengaruh kandungan limbah terhadap kuat tekan blok polimer-limbah dapat dilihat pada

    Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan bahwa harga kuat tekan naik dengan kenaikan kandungan limbah sampai nilai optimumnya yaitu sebesar 22,12 kN/cm

    2 pada kandungan limbah 10 % (b/b). Hal tersebut

    disebabkan oleh unsur-unsur limbah mengisi rongga antara ikatan-ikatan dalam struktur kerangka tiga dimensi polimer sebagai filler [12]. Sedangkan pada kandungan limbah di atas 10 % (b/b) rongga yang terbentuk tidak cukup mengungkung limbah yang ada, sehingga kekuatan tekannya semakin menurun.

    Gambar 9. Pengaruh kandungan limbah terhadap kuat tekan blok polimer-limbah.

    Laju pelindihan sangat penting diketahui untuk menentukan kualitas hasil imobilisasi yang harus

    memenuhi standar untuk penanganan selanjutnya. Sampai kandungan limbah 50 % hasil imobilisasi masih memenuhi syarat, tidak ada uranium yang terlindi.

    Dalam suatu proses pengolahan limbah ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu hasil pengolahan yang memenuhi persyaratan, proses sederhana sehingga dapat diterapkan di Instalasi Pengolahan Limbah (IPLR) PTLR-BATAN dan ekonomis. Kandungan limbah yang besar akan lebih ekonomis, namun karakteristik blok polimer-limbah yang dihasilkan cenderung menurun. Demikian pula sebaiknya karakteristik blok polimer-limbah yang baik dapat diperoleh pada proses dengan

    0.98

    1

    1.02

    1.04

    1.06

    1.08

    1.1

    1.12

    1.14

    0 10 20 30 40 50

    Kandungan limbah (%)

    Den

    sita

    s (g

    /cm

    3)

    Blok polimer-limbah BP 1

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    0 10 20 30 40 50

    Kandungan limbah (%)

    Ku

    at

    tek

    an

    (k

    N/c

    m2)

    Blok polimer-limbah BP 1

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    22

    kandungan limbah yang lebih rendah. Berdasarkan densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan maka hasil terbaik imobilisasi bentonit berpilar BP 1 dengan resin epoksi ini akan memberikan karakteristik blok polimer-limbah yang optimum pada kandungan limbah 20 % (b/b). Pada kondisi tersebut blok polimer-limbah mempunyai densitas 0,99 gram/cm

    3, kuat tekan 20,18 kN/cm

    2, dan tidak terdeteksi adanya

    uranium yang terlindi. Meskipun kuat tekan tidak setinggi pada kandungan limbah 10 % (b/b) tetapi masih memenuhi syarat dan lebih ekonomis karena dapat menampung limbah lebih banyak. Blok polimer-limbah dengan kandungan limbah lebih besar dari 20 % (b/b) berat terjadi penurunan kuat tekan yang sangat besar.

    KESIMPULAN

    Kondisi optimum penyerapan limbah rafinat simulasi dari produksi molibdenum-99 oleh bentonit berpilar diperoleh pada konsentrasi Zr 0,01 M, pH = 7, dan waktu kontak 16 menit dengan efisiensi penyerapan sebesar 42,60 %. Berdasarkan densitas, kuat tekan, dan laju pelindihan diperoleh bahwa blok polimer-limbah terbaik adalah pada kandungan limbah 20 %, densitas 0,99 gram/cm

    3, kuat tekan

    20,18 kN/cm2, dan tidak terdeteksi adanya uranium yang terlindih.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Putra, htttp://www.chem-is-try.org/?sec=fokus&ext=25, diperoleh tanggal 9 Maret 2009. [2] Martono, H., Status Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Limbah Aktivitas Tinggi di Pusat

    Teknologi Limbah Radioaktif, Diktat Diklat Pengelolaan Limbah Radioaktif dan B3, Pusdiklat-BATAN, Jakarta, (2008)

    [3] Ohtsuka, K., Preparation and Properties if Two-Dimensional Microporous Pillared Interlayered Solids, J. Chem. Mater, Vol. 9, p 2039 – 2050, (1997)

    [4] Grimm, R.E. Clay Mineralogy, 2nd edition, McGraw-Hill Book Company, New York, (1968). [5] Zamroni, H., LAS, T., “Pembuatan Bentonit Berpilar Untuk Penyerapan Limbah Radioakti Sr-90”,

    Hasil Penelitian dan Kegiatan P2PLR 2001, BATAN, Jakarta, (2002). [6] Klopproge, J.T., Synthesis of Smectites and Porous Pillared Clay Catalyst”, Journal of Porous

    Material, Kluwer Academic, Netherland, Vol. 5, pp 5 – 41, (1998). [7] Maes, N., Heylen, I., Cool P., Vansant, E.F., The Relation Between The Syntesis of Pillared

    Clays and Their Resulting Porosity, J. Applied Clay Science, Vol. 12, pp 43 – 60, (1997). [8] Dyer, A. et al., Preparation and Properties of Clay Pillared with Zirkonium and Their Use in

    Separation, Elsevier Science Publisher, Netherlands. (1989) [9] PARK, G.I, PARK, H.S., Influence of pH on the Adsorption of Uranium Ions by Oxidized

    Activated Carbon and Chitosan, Korea Atomic Energy Research Institute, Vol. 34 (5), pp. 833 – 854, (1999).

    [10] Tata Surdia MS. and Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, (1992).

    [11] Fried, J. R., Polymer Science and Technology, Prentice Hall Inc. USA, (1995). [12] Van Vlack, L.H., dan Sriati Djaprie, Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam),

    Erlangga, Jakarta, (1986). [13] Al Zahrani A.A., Al Shahrani S.S., Al Tawil Y.A., Study on The Activation of Saudi Natural

    Bentonit Part I : Investigation on The Conditions That Give Best Results Kinetics of The Sulfuric Acid Activation Process, Chemical and Materials Engineering Department King Abdul Azis

    University, Vol. 13, pp. 57 – 72, (2001). [14] Wijaya, K., IQMAL T., BAIKUNI , A. Sintesis Lempung Terpilar Cr2O3 dan Pemanfaatannya

    Sebagai Inang Senyawa p-Nitroanilin, Indonesian Journal of Chemistry, Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Gadjah Mada University, 2002, 2(1), pp. 12 – 21, (2002).

    [15] Paul S., Clearfield A., and R.J. Diaz. Pillared Montmorillonites : Cesium Selective Ion Exchange Materials, Journal Separation Science and Technology , Department of Chemistry, Texas A & M University, Vol. 34(12), pp. 2293 – 2305, (1999).

  • Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565

    Volume 14 Nomor 1 Juli 2011 (Volume 14, Number 1, July, 2011) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)

    23

    SENSITISASI PADA PENGELASAN TABUNG BAJA TAHAN KARAT AISI 304 WADAH LIMBAH SUMBER 226Ra BEKAS

    RADIOTERAPI

    Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

    Kawasan PUSPIPTEK, Serpong-Tangerang 15310

    ABSTRAK

    SENSITISASI PADA PENGELASAN TABUNG BAJA TAHAN KARAT AISI 304 WADAH LIMBAH SUMBER

    226Ra BEKAS RADIOTERAPI. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif melakukan

    pengelolaan limbah sumber 226

    Ra bekas radioterapi dengan cara memasukkan limbah kedalam tabung baja tahan karat AISI 304 yang ditutup dengan cara pengelasan. Tabung yang telah berisi limbah dimasukkan kedalam Long Term Storage Shield (LTSS), dan kemudian LTSS dimasukkan kedalam shell drum 200 liter untuk penyimpanan sementara. Sensitisasi pada pengelasan baja tahan karat AISI

    304 adalah dimungkinkan. Telah dilakukan penelitian sensitisasi pada pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 wadah limbah dengan parameter arus pengelasan. Sensitisasi ditandai dengan terbentuknya presipitat Cr23C6 pada batas butir, dan adanya presipitat diamati dengan mikroskop optik dan elektron. Uji tarik guna mendukung pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui kekuatan tabung wadah limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus optimal pada pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 wadah limbah adalah 110 A dengan kuat tarik 64 kg/mm

    2. Terbentuk

    HAZ dalam daerah 14 mm dari sumbu las dengan kekerasan tertinggi 162 HVN. Pada HAZ terjadi sensitisasi, namun presipitat Cr23C6 yang terbentuk pada batas butir masih terisolir antara satu dengan yang lain dan korosi batas butir tidak signifikan. Sensitisasi pada pengelasan tabung wadah limbah dengan kondisi seperti ini diyakini berada dalam batas yang selamat. Kata kunci: Sensitisasi, pengelasan, baja tahan karat, limbah sumber bekas

    226Ra

    ABSTRACT

    SESITIZATION IN WELDING OF AISI 304 STAINLESS STEEL USED FOR THE CAN OF 226

    Ra WASTE FROM RADIOTHERAPHY. The Center for Radioactive Waste manages the

    226Ra source

    wastes originated from radiotheraphy by containing them in a welded waste can made of AISI 304 stainless steel. The loaded can is then put in a Long Term Storage Shield (LTSS), and the LTSS is put in a shell drum of 200 liters for temporary disposal. In the welding of the can, sensitization is assumed to take place. A research of sensitization on welding of stainless steel AISI 304 can under a varied welding current has been carried ou. The sensitization was identified by the production of Cr23C6 precipitates at the grain boundaries, the precipitates was observed by means of optic and electron microscopes. Tensile strenght test was performed to back up the observation of microstructure in order to know the strength of the can. The result shows that the electrical current of 110 Ampheres was optimum for welding of the can, yield strength of 64 kg/cm

    2 was obtained. HAZ was present in between

    14 mm distance from the weld center, and the hardnest was 162 HVN. Sensitization was occurred in the HAZ, but the precipitates in grain boundary was isolated one to the other, and therefore the intergranular corrossion is believed insignificant. The sensitization in welding of AISI 304 steel can used for containing

    226Ra waste under welding parameter mentioned above is safe.

    Keywords: Sensitization, welding, stainless steel,

    226Ra spent source waste

    PENDAHULUAN

    Saat ini pemanfaatan teknologi nuklir dalam dunia kedokteran berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah pemanfaatan sumber radiasi dalam bidang radioterapi. Radioterapi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengobati penyakit dengan memanfaatkan kemampuan radiasi pengion

  • Aisyah: Sensitisasi Pada Pengelasan Tabung Baja Tahan Karat Aisi 304 Wadah Limbah Sumber 226

    ra Bekas Radioterapi

    24

    yang dapat membunuh sel-sel yang tumbuh abnormal seperti tumor atau kanker. Brachiterapy adalah suatu radioterapi dengan zat radioaktif sebagai sumber radiasinya. Brachiterapy dilakukan dengan cara penyinaran pada jarak sangat dekat bahkan pada kondisi tertentu sumber radiasi tertutup dimasukkan ke dalam tubuh pasien. Di Indonesia sumber radiasi yang digunakan adalah

    226Ra,

    137Cs,

    60Co dan

    192Ir.

    Di masa lampau Indonesia banyak menggunakan 226

    Ra sebagai sumber radiasi yang dipakai dalam radioterapi. Sumber radiasi

    226Ra merupakan radionuklida yang berumur panjang, sehingga akan

    menyulitkan dalam pengelolaan sumber bekasnya (limbah). Atas rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA), Indonesia telah menghentikan pemakaian sumber radiasi

    226Ra, sehingga

    pihak rumah sakit telah mengirimkan limbah sumber 226

    Ra bekasnya ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) untuk dilakukan pengelolaan. Pengelolaan dilakukan sesuai standar IAEA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 [1,2,3].

    1. Sejumlah tertentu limbah sumber 226

    Ra bekas yang berupa jarum atau kapsul dimasukkan kedalam tabung baja tahan karat dengan dimensi tabung 110 x 20x 8 mm.

    2. Limbah sumber 226

    Ra bekas merupakan radionuklida yang dalam masa peluruhannya mengeluarkan gas radon yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga tabung baja tahan karat yang telah berisi sumber radiasi bekas

    226Ra dilas rapat agar gas radon tidak

    lepas ke lingkungan. 3. Pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 dilakukan dengan tungsten inert gas (TIG) dan

    dilakukan pengujian kebocoran hasil lasan dengan metode Vacum buble test 4. Tabung baja tahan karat AISI 304 yang telah terisi limbah sumber bekas

    226Ra dan telah lolos

    uji pengelasan , kemudian dimasukkan dalam Long Term Storage Shield (LTSS) yang terbuat dari Pb dengan maksud sebagai perisai radiasi untuk membatasi paparan radiasi yang cukup tinggi

    5. Long Term Storage Shield kemudian dimasukkan dalam shell drum 200 liter untuk kemudian disimpan sementara di tempat penyimpanan sementara limbah aktivitas rendah dan sedang.

    Gambar 1. Pengelolaan limbah sumber

    226Ra bekas radioterapi [1,2,3]

    A) Tabung baja tahan karat wadah limbah sumber 226

    Ra B) Pengelasan tabung baja tahan karat C) LTSS untuk memuat tabung baja tahan karat D) Pemuatan LTSS dalam shell drum 200 Liter

    Tabung yang digunakan sebagai wadah limbah sumber 226

    Ra bekas radioterapi terbuat baja tahan karat austenitik AISI 304 yang memerlukan pengelasan pada tutupnya agar tidak terjadi kebocoran dari